Bergman Siahaan
Lamunan Sang Rakyat Kumpulan Cerpen dan Esai
Medan, 2013
Lamunan Sang Rakyat Bergman Siahaan
Hak Cipta © 2013 oleh Bergman Siahaan Diterbitkan sendiri pertama kali pada Mei 2013 Foto dan desain sampul oleh Bergman Siahaan
Diterbitkan melalui:
www.nulisbuku.com 2
"Hidup ini adalah sebuah kisah panjang yang terdiri dari potongan-potongan cerita pendek. Aku hanya ingin menyajikannya dalam kata dan kalimat yang sederhana tanpa harus tertawan oleh jeruji-jeruji paham yang tak membuat cerita itu lebih hebat dari kisah aslinya."
3
Daftar isi Pra Lamunan
5
1.
Besuk
7
2.
Bioalarm
13
3.
Kisah Pedagang
16
4.
Masa Tua
17
5.
Let Your Dim Light Shine
26
6.
Tumbuh di Jalanan
34
7.
Relativitas Rasa
36
8.
Lingkunganku
38
9.
Veteran
41
10. Padi
44
11. Lahan Terbuka Hijau
46
12. Mohon Dukungannya
48
13. Lantai Empat
65
14. Kebenaran
102
15. Anak Kerbau
113
Tentang Penulis
125
4
Pra Lamunan Setelah sempat terkubur dalam kartu memori dan cakram keras, akhirnya karya-karya perdanaku ini bisa tersusun menjadi sebuah buku. Bila buah pertama dari sebuah pohon harusnya enak dan manis, namun sepertinya tidak dengan buah pertamaku ini. Masih terseok-seok dengan jalinan kalimat, kesulitan mencipta ayunan emosi dan buruknya perbendaharaan kata, membuatku hampir tak percaya buku ini tercetak dengan briliannya ide pengelola portal Nulisbuku. Lamunan Sang Rakyat adalah judul yang kupilih untuk mewakili seluruh cerita yang ada. Karena aku adalah rakyat dan semua lamunanku – suka atau tak suka – terukir secara alamiah oleh kehidupan yang berjalan sehari-hari di negeri indah nan pelik ini. Jeritan tertahan di mimpi malam hari yang melepaskan tekanan hidup di siang hari, begitulah cerita-cerita ini mengalir dari setiap lakon yang mentas di panggung kehidupan nyata rakyatku. 5
Cita-citaku sebenarnya cukup realistis, tidak mulukmuluk. Mengumpulkan ketikan-ketikan yang tercecer di berbagai telepon seluler yang kugunakan untuk menulis,
kemudian
mengemasnya
untuk
dipersembahkan kepada isteri dan anakku sebagai bukti yang sahih bahwa suami dan papanya memang sering melamun.
Bila
ternyata
saat
ini
anda
sedang
mencicipinya, itu adalah anugerah luar biasa yang harus kusyukuri. Sebagai penulis amatir tentu banyak kesilapan yang terdapat dalam buku ini. Namun ucapan terima kasih patut kusampaikan kepada isteri dan iparku, Marettaria dan Miranda yang telah membuang sedikit waktunya untuk membaca, mengoreksi dan mendebat gaya bahasa dan pemilihan kataku dalam tulisan-tulisan ini. Akhirnya, dengan penuh kerendahan hati dan sedikit kecemasan, aku berharap kisah-kisah fiksi sederhana ini dapat dinikmati dari halaman ke halaman tanpa harus disertai gejala pusing-pusing apalagi sampai mual. Bila sakit berlanjut segera hubungi dokter. Salam.
Bergman Siahaan 6
Besuk ‘Jam besuk: 16.00-21.00’, bunyi sebuah papan pemberitahuan yang terpampang di pintu masuk rumah sakit itu. Sekali lagi kulihat jam tanganku, jam tangan buatan jepang yang Indonesia tak bisa buat, lima belas lewat tujuh. Aku menimbang-nimbang apa yang harus kulakukan sekarang. Hampir sejam lagi waktu besuk baru tiba dan aku harus menunggu untuk menuntaskan niat menjenguk wanita ini. Seorang wanita yang kukenal sedang dirawat inap di rumah sakit ini akibat sebuah kecelakaan. Sambil berpikirpikir
aku
berbalik
ke
tempat
parkir.
Masih
menimbang-nimbang, apakah akan menunggu di parkiran atau sore nanti aku datang kembali. Tanpa perintah yang tegas dari otak, kakiku terus melangkah hingga sampai di sisi mobil. Aku masuk, menutup pintu dan termenung. Wanita ini, kemarin ditabrak lari oleh seorang pengendara mobil. Kabarnya aku dengar dari rekan7
rekan sekerja tadi siang. Beritanya masih simpang siur, ada yang bilang cukup parah, tetapi aku belum tau kondisi sesungguhnya. Dia adalah teman sekantorku. Gadis lajang yang cukup enerjik. Bukan hanya tubuhnya yang bagus, kerjanya pun juga bagus. Setidaknya itu kata orang-orang. Di kantorku dia cukup dikenal dan disayangi atasan. Kadangkala aku harus jujur bahwa aku menyukainya. Tetapi gayung itu belum bersambut. Kalau kupikir-pikir, memang sih... aku yang belum pernah menyatakan rasa. Bagaimana juga aku bisa, kalau pada saat yang sama dia selalu membuatku jengkel? Kudengar dia punya teman cowok, entah itu pacar atau gebetan, aku sebenarnya tak begitu peduli. Tetapi cara dia memandang dan bicara padaku kadang-kadang terasa menyakitkan. Aku pikir itu soal sombong. Sepertinya dia menganggap aku bukan siapa-siapa. Apalagi bila menyangkut pekerjaan, aku seakan-akan berada di bawah levelnya. Padahal dilihat dari pangkat sebenarnya kami masih setara, begitu juga dari lamanya kerja. Tetapi jangan tanya soal prestasi dan kesempatan yang diberikan atasan, memang dia sedikit ada di depanku. Sangat diperhatikan pimpinan, sering diberi 8
tanggung jawab yang besar dan tentu saja bonus yang besar pula. Sebentar, tunggu dulu... aku tidak sedang mempermasalahkan keunggulannya di kantor. Aku sekarang sedang mempermasalahkan apakah aku harus menjenguknya hari ini atau tidak? Pintu mobil kubanting, aku kembali ke rumah sakit. Di depan pintu besi yang masih tertutup itu berjejer bangku-bangku untuk menunggu. Akupun duduk di antara
orang-orang
yang
kurasa
juga
berniat
membesuk. Kulihat jam tangan buatan jepangku, lima belas lewat tujuh belas. Sejam bukanlah waktu yang lama, pikirku, tetapi mengapa rasanya panjang? Mungkin karena aku masih dilanda kebimbangan, apakah aku harus menjenguknya hari ini atau tidak? Aku tak tahu apa yang harus kubawa, apalagi yang harus kukatakan. Yang kutahu aku khawatir dan sangat penasaran dengan kondisinya. Aku rasa aku hanya ingin memastikan bahwa tidak ada yang fatal dengannya. Itu saja. Tidak lebih! Apakah dia menyukaiku? Aku tidak tahu. Tetapi aku pikir dia tahu bahwa aku menyukainya. Wong aku sering tebar pesona di depannya kok. Beberapa kali aku malah mengantarnya pulang dan adalah fakta bahwa 9
sekali waktu dia juga bersikap manis padaku. Tapi itu sekali waktu. Sekali waktu yang lain dia bisa ketus, seketus-ketusnya. Apalagi kalau aku mulai merayunya, reaksinya bisa sekejap dingin, sedingin serbuk es yang ditumpuk diatas cendol. Yang lebih parah lagi kalau dia mulai bercerita tentang teman cowoknya itu. Bukan hanya bercerita, lebih tepatnya membangga-banggakan! Oh ya, ada yang lebih memuakkan lagi, ketika dia curhat bagaimana teman cowoknya itu pernah berusaha mencumbunya. Pliss deh... Mestikah lelucon itu harus kudengar?! Tiga hari yang lalu untuk kesekian kalinya dia ditugaskan keluar kota menemani CEO dalam suatu pertemuan penting dengan calon sponsor. Ada dokumen yang harus disiapkan sebelum keberangkatan. Namun karena dia sibuk dengan tugas-tugas lain – maklumlah ia dipercaya banyak orang sehingga tugasnya
pun
banyak
–
aku
menyanggupi
permintaannya untuk menyelesaikan dokumen itu. Entah
bagaimana
aku
bisa
keliru
dengan
perhitungannya, Bos akhirnya marah-marah. Kalimat yang menyakitkan telinga kembali berkumandang, bahwa pekerjaanku selalu tidak beres, bahwa aku jauh 10