Kho Eruno
CONSIENTIZACO Kumpulan Cerpen, Unek-Unek, Esai dan Puisi
KHO ERUNO PUBLISHING
CONSIENTIZACO Oleh: Kho Eruno Copyright © 2012 by Kho Eruno
Penerbit Kho Eruno Publishing khoerunosideas.blogspot.com
[email protected]
Desain Sampul: Aris Dodi
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
2
Untuk inspirasi, kreativitas, imajinasi tanpa batas Untuk waktu yang pergi Untuk ibu, ayah, adik Untuk kalian yang mengenalku dengan baik berjayalah!
3
daftar menu... MENU SATU: CERITA PENDEK 1. Sarjana Anticeroboh + Komentar Joni Ariadinata 1 2. Kau yang Pisau 8 3. Salju Tanpa Es 17 4. Socotra 25 5. Bulan Biru 32 6. Batu Api 35 MENU DUA: UNEK-UNEK 1. „Simsalabim‟ 41 2. Omong Kosong 46 3. Ingus Kehidupan 50 4. Mampirlah ke Sini untuk Berteriak “Anjing!” 53 5. Tak Becus Memainkan Hidup Mati Sajalah 56 MENU TIGA: ESAI 1. Hubungan antara Fonologi dan Morfologi dalam Bahasa Jerman 66 2. Eksistensi Kebudyaan Lokal bangsa Indonesia di Era Postmodern melalui Pemanfaatan Teknologi 71 3. Pahlawan, Pembelajaran secara Otodidak, dan ProdukProduk Bahasa Indonesia 73 MENU EMPAT: PUISI 1. Pepohonan Purba 80 13. Komentar 2. Kisah Cinta XY-XX 81 JamalD Rahman 91 3. Priyayi 82 14. SenandungCinta Universal 4. Bisikan Alam 83 Sang Penyair 92 5. Felodese 83 15. Festival Pohon 95 6. Merah Putih Koe 84 16. Hujan Pun Bersaksi 96 7. Gebu Muhammad 85 17. Anak Nelayan 97 8. Negeri Sihir 86 18. Ami (Kawan) 98 9. Cengkih di Luar Jendela 19. Bougie (Dian) 100 87 20. Kotak Pandhora 101 10. Sajadah 87 21. Ja Mata Parulin 102 11. Bureau 88 22. KjokkenModinger 12. Puisi Akhir Tahun 89 103 4
MENU SATU: CERITA PENDEK
1 SARJANA ANTI CEROBOH Pernahkah terbersit sebuah tanda tanya besar saat kau menatap langit? Kehidupan di balik kecerobohan demi kecerobohan yang sambil lalu, tak lagi dipelajari lagi. Mungkin sekaranglah saatnya, kau mulai mempelajari ilmu anticeroboh, cabang ilmu baru yang akan bangkrut karena tak pernah ada akademisi yang memilihnya. Namun, kau memilihnya saat fakultas ini mulai retak di ujung tanduk. Saat orangtuamu bertanya tentang pilihanmu, kau hanya tersenyum. Kau sudah dapat membayangkan pikiran-pikiran yang ada di kepala mereka karena kau sudah paham bahwa kau akan punya dunia baru, dunia yang jauh dari kecerobohankecerobohan yang terjadi berulangkali. Kau sadar kecemasan itu tergambar di mimik-mimik orang terdekatmu. Malahan ada sahabatmu yang ngeledek,“Masak anak secerdas kamu mau jadi sarjana anticeroboh! „ kedengaran aneh, kadang keanehannya itu membuat sensasi panjang yang tidak bisa dilukiskan secara gamblang.
Di fakultas itu kau hanya seorang diri, dosen yang cuma satu-satunya pun jarang ke kampus karena sudah mulai sakitsakitan, maklum sudah lansia! Fakultas terkesan sepi memang, bahkan terkesan seperti terisolasi dari peradaban. Terkadang kau tertawa di meja kerja dosenmu saat meneliti serpihan-serpihan kata yang tua—benarbenar tua dan inilah menariknya. Kau begitu terpesona dengan kertas-kertas kumal penuh skrip-skrip antik dan ajaib seolah menemukan harta karun abadi. Dosenmu sudah mengijinkanmu membongkar bureau-nya, justru itulah fakultasmu, hanya satu meja kerja dengan bukubuku sudah tersedia—tertumpuk sampai ke langit-langit. Mukamu begitu terang mendapat kuasa begitu! Semangatmu terlukis dengan senyummu yang merekah ke mana-mana, kau anggap asap anggapan, bahwa senyummu akan lenyap dalam jangka seminggu atau paling banter cuma tiga hari. Dan telah kau buktikan bahwa anggapan itu salah! Kau berusaha untuk tidak kesal atau marah-marah pada orang yang mencemoohmu. Pikiranmu selalu kau latih dengan kata-kata mutiara, selalu memandang positif segala permasalahan dan yang paling penting kau lebih sabar menjalani hidup. Saban pagi kau sudah siap belajar di meja kerja dosenmu paling cepat di seluruh universitas di Indonesia. Karena kau tak perlu repot-repot naik angkot atau jalan kaki di jalan lalu naik ke gedung. Ya, kau beruntung bisa tinggal di fakultasmu layaknya rumahmu sendiri. Fakultasmu adalah rumahmu; rumahmu adalah fakultasmu. Sungguh itu keberuntungan yang lengkap saat rekan-rekanmu banyak disibukkan mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan studinya seperti bayar kontrakan, beli buku-buku, sewa komputer, makan-minum, alatalat mandi, dan yang paling membuat mereka depresi adalah uang administrasi yang harus mereka lunasi kalau tidak ingin dimutasi—buntutnya mereka akan merengek-rengek minta asupan dana dari orangtua mereka. Yang paling membedakanmu dengan mereka adalah kau hanya repot saat perutmu keroncongan minta diisi asam piruvat 2
dari nasi, permen, minyak sayur, dan tempe panggang. Itu pun dapat diatasi dengan mudah. Kau tinggal melompat dari jendela meja kerjamu—menjatuhkan diri dari gedung dimana fakultasmu berada. Lumayan tinggi, kalau bukan kamu yang melakukannya, kepala mereka pasti sudah hancur ke manamana. Ketika ada sohibmu yang sekarang mulai bukan sohibmu lagi karena jarang berhubungan lagi bertanya tentang teknikmu melompat dari jendela gedung lantai sembilan, kau hanya mengatakan bahwa itu bisa dilakukan siapa pun kalau mereka tidak ceroboh. Pas sekali dengan program studimu! Kau sungguh luar biasa, walau tak seorang pun memujimu sungguh. Namun, kau tak butuh itu dan tak peduli dengan halhal luar biasa yang ada pada dirimu. Karena kau menganggapnya biasa! Sekarang kau sudah pintar untuk tidak ceroboh dalam perangkap rasa riya dan rasa ingin mendapatkan pujian. Itulah hasil studimu selama satu semester dengan total buku yang kau baca genap sepuluh ribu judul buku. Kau tersenyum cukup puas di semester awalmu, dan kau ingin membuktikan bahwa semester dua nanti kau akan lebih banyak lagi membaca buku. Dosenmu masih terbengkalai di rumah sakit, seharusnya kau bisa saja kabur atau pergi menjauh dari aktivitas program studimu. Entah kekuatan apa yang membuatmu betah berlamalama duduk memahami baris demi baris kalimat yang tersusun membentuk buku tebal yang menggunung di sekelilingmu. Sebagai manusia normal, patut kau merasakan kemuakan yang sangat! Kau akan keras membantah dengan jawaban diplomatis, “Jangan turuti nafsu!“ Senyummu makin lebar ketika secercah kebaikan tergambar jelas di depan mata zahirmu. Prospek bagus yang akan membuat segalanya berubah. Kau masih perlu beberapa semester lagi untuk menyelesaikan proyek-proyek ini. Ya, proyekmu lebih dari satu dan kau memberi nama proyek ini dengan nama-nama pepohonan seperti oax, willow, maple, mahoni, katapang, dan masih ada nama-nama lainnya yang belum kau sebutkan. Itu sudah cukup mengidentifikasikan bahwa dirimu pecinta lingkungan dan pantas menyandang gelar pelestari alam. 3
Di semester dua ini, kau masih penuh vitalitas menyelesaikan tugas-tugas dari dosenmu yang tersimpan dalam kotak pandoranya yang sengaja dia simpan di bureau-nya yang kini jadi markasmu. Itu membuktikan dosenmu serius dengan ilmu ajarannya dan benar-benar ingin mewariskan ilmunya padamu. Satu komando yang dosenmu selalu tulis dalam setiap lembar tugas untukmu adalah “Sudah berapa buku yang Anda baca hari ini?“. Kau sudah tahu bahwa dosenmu bermaksud menjadikan kata-kata itu sebagai cermin. Ya, itu berkat bukubuku yang telah kau baca di semester satu. Mungkinkah kau pernah merasa bosan dengan kegiatankegiatan yang itu-itu saja? Justru sebaliknya, kau mulai beralasan bahwa dunia ini sudah penuh dengan orang-orang yang tidak produktif, jadi saatnyalah menjadikan diri ini manusia sibuk dan mulai mengeksploitasi potensi dan bakat yang tersimpan di dalam dirinya. Selama ini positif, mengapa tidak? Argumenmu pada kesempatan lain. Baiklah kuakui kau lebih unggul dan kompetitif, kesalahankesalahan yang kau bikin bisa dimaklumi karena memang di dalam dirimu masih ada jiwa kekanakan yang cukup besar untuk mahasiswa sepantaranmu. Tak mengapa, itu bukan masalah besar. Malam itu, fakultasmu terlihat gelap dari luar, sepertinya kau tidur lebih awal. Itu di luar rencana, biasanya kau menghabiskan satu atau dua jam saja untuk tidur. Ya, semoga tidak terjadi apa-apa dengan dirimu dan berharap kau bisa terus konsisten dengan adat-adat keseharian yang menakjubkan. Semula kau begitu hati-hati dalam menyikapi permasalahan di semester dua lalu, gerakanmu cukup lambat karena butuh pertimbangan masak untuk menentukan sebuah keputusan. Naik ke semeter tiga, gerakanmu lebih santai, jujur aku tidak tahu apa yang sedang kau pelajari! Hanya aku yakin ilmu anticerobohmu mulai terealisasikan dalam tindak-tandukmu yang mengalami metamorfosa. Tak apa jika harus kukatakan padamu bahwa aku iri dengan perubahan-perubahan besarmu. Kau begitu menonjol karena memiliki karakter ganjil yang tidak pada umumnya. Bahkan 4
terkesan mistis, gaib, dan ada yang ngegosip bahwa dosenmu adalah seorang penyihir. Makanya dosenmu sampai semester tiga ini belum juga sembuh atau meninggal dunia. Semester dua lalu kau harus bangga dengan total buku yang kau baca sebanyak sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan judul buku, selisih satu buku dengan saat semester satu dulu. Semester tiga total buku yang kau baca berkurang menjadi delapan ribu sembilan ratus delapan puluh sembilan judul buku, dan ini berlangsung sampai semester enam dengan total buku enam ribu sembilan ratus delapan puluh sembilan judul buku, lima ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan judul buku, dan empat ribu delapan ratus tujuh puluh lima judul buku secara berturut-turut. Aku paham kau lebih banyak belajar dengan bekerja dan berelasi dengan orang-orang dibandingkan belajar secara otodidak dengan buku-buku di markasmu, apalagi satu semester lagi kau harus menyelesaikan tujuh skripsimu, apa boleh buat harus kau selami kalau kau mau lulus dan mendapat gelar sarjana anticeroboh. Pikiranmu sudah kubaca mulai pusing, tapi kau begitu yakin bahwa tak pantas berlaku ceroboh dalam berpikir. Mulailah kau mengajak pikiranmu untuk jauh dari ceroboh, sampai-sampai saat seorang anak SD meledekmu dengan mengatakan „ orang gila!“ kau tersenyum sabar dan pasrah. Ya, sifat marah dan dendammu seolah lenyap! Di situlah letak penyakitnya. Aku mulai khawatir dengan krisis yang ada di dalam dirimu. Sebagai seorang dokter psikologi juga sahabat dekatmu, aku khawatir jangan-jangan ejekan-ejekan yang menganggapmu gila akan menjadi kenyataan atau setidaknya kau calon manusia gila. Kuharap itu tidak terjadi dan mustahil untuk terjadi. Jendela fakultasmu tampak selalu menyala sepanjang malam-malam di semester terakhirmu. Umurmu sudah dua puluh tahun sekarang, yang kau lakukan bukan merayakan ulang tahunmu melainkan mensyukuri anugerah itu. Kau akan lebih terpompa lagi menyedot ilmu-ilmu itu dan kau tidak mungkin terjebak oleh rasa kantukmu yang dari semester awal kau 5
anggap sebagai musuh besarmu, ya ngantuk dan tidur itu satu paket. Kau lebih sering ceroboh menuruti nafsumu yang satu ini. Karena itulah kau kesal setengah mati menghadapinya, segala cara telah kau kerahkan mulai dari merendam kakimu ke dalam air, minum kopi banyak-banyak, menjepit kantung matamu dengan penjepit jemuran baju, dan sampai kau minum jamujamu yang antitidur! Semenjak itu senyummu yang ramah mulai memudar, yang tersisa dari wajahmu adalah senyum yang dipaksakan. Gerakanmu yang dulu gesit dan lincah perlahan melambat dan tak bersemangat. Sepertinya kejemuan sedang menyerangmu beberapa hari terakhir ini. Saat wisuda itu mulai, kau teriak histeris: kau berhasil menjadi sarjana anticeroboh. Satu-satunya sarjana anticeroboh di Indonesia. Kau seperti barang langka yang semua orang di gedung wisuda itu bangga akan keberanian dan keteguhanmu. Ayah-ibumu juga tidak kalah bangga, tanpa mengeluarkan sepeser uang pun mereka telah memiliki anak sarjana sepertimu. Itu sungguh mengharukan bagi mereka. Kau memang hidup mandiri, belajar pun mandiri. Hingga sakit pun kau mengurusi dirimu sendiri. Perubahan besar yang ada dalam jiwamu, seolah dirimu bukan dirimu. Kau benar-benar anticeroboh seperti antinya air dengan minyak saat bersatu. Kau bisa saja melebur bersama kecerobohan-kecerobohan dirimu, tapi setelah itu kau berhasil melindungi dirimu dengan ilmu-ilmu anticerobohmu. Namun sayangnya, sebelum kau berkiprah lebih jauh untuk bangsa, jantungmu tiba-tiba berhenti berdetak seusai wisuda. Mati muda seperti Chairil Anwar dan Soe Hok Gie apakah ini rencanamu juga, apakah jantungmu telah kau rencanakan untuk berhenti, bukankah kau mampu memutuskan hal itu? Setahun kemudian aku mendengar Jurusan Anticeroboh telah ditutup, lantaran tak ada lagi peminat yang mau mempelajarinya dan dari segi bisnis pun jurusan ini sama sekali tak menguntungkan universitas. Sungguh sayang sekali, jurusan luar biasa ini harus punah karena tuntutan bisnis.[]
6
+ KOMENTAR JONI ARIADINATA Sebuah cerpen dengan petualangan imajinasi yang asyik, aneh, dan (pada beberapa adegan) terkesan lucu. Ada seorang mahasiswa, begitulah diceritakan pada cerpen ini, yang sengaja memilih jurusan yang paling tidak disukai oleh seluruh calon mahasiswa di negeri ini, yakni Jurusan Anticeroboh (yang kelak kalau lulus, ia akan mendapat gelar sebagai Sarjana Anticeroboh). Karena jurusan ini adalah jurusan yang tidak disukai, maka hanya dirinyalah mahasiswa satu-satunya, dengan dosen yang juga satu-satunya. Tentu saja, sebagai mahasiswa satu-satunya, ia memiliki kekuasaan penuh untuk berbuat apa saja, termasuk juga bisa tinggal di gedung fakultas yang megah tanpa terganggu. Pertanyaannya, mengapa jurusan itu tidak disukai? Karena seorang mahasiswa Anticeroboh tidak boleh main-main, harus serius. Pada semester pertama saja ia harus membaca buku sejumlah 10 ribu judul, pada semester dua ia harus membaca 9999 judul buku, semester tiga 8989, dst.dst. kemudian syarat kelulusan harus menyusun tujuh skripsi! Nah, terbayang bukan? Di tengah kemalasan “membaca buku” rata-rata mahasiswa (yang dikritik penulis sebagai „sering merengek-rengek terhadap orangtua‟), adakah jurusan ini akan dipilih? Tentu saja tidak. Amit-amit jabang bayi. Meskipun, kata penulis selanjutnya,“lulusan jurusan ini akan cerdas dan dijamin tidak akan membuat keputusan ceroboh dalam hidupnya.” Sebuah tema yang cerdas, yang ditulis dengan gaya kontemporer (bukan cerpen realis seperti lazimnya cerpen yang sering kita baca). Metapor “anticeroboh” (untuk mengkritik perguruan tinggi yang menurut penulisnya selalu menghasilkan “sarjana ceroboh”) yang dipergunakan oleh penulis, sungguh tepat dalam memotret satu sisi buram tentang kehidupan mahasiswa Indonesia yang rata-rata alergi terhadap buku. 7
Dengan garapan gaya kontemporer, dimana penulis menggambarkan kisah ini lewat petualangan imajinasi seorang tokoh yang aneh, absurd, penuh kemustahilan (dengan gaya hiperbola yang kadangkala kelewat ekstrem), penulis tampak amat asyik memainkan cerita, memain-mainkan logika, serta memain-mainkan bahasa. Bagi pembaca yang jenuh dengan gaya biasa, tawaran penulis dalam cerpen ini, merupakan tawaran asyik dengan kreativitas yang patut dibanggakan. Kualitas karya sastra, memang selalu ditandai oleh tingkat kreativitas. Semakin kreatif seorang penulis, maka semakin terbuka peluang untuk menghasilkan karya yang baik. Tingkat kreativitas tentu saja mempersyaratkan luasnya wawasan (kecerdasan penulisnya), karena bagaimanapun sebuah cerpen dengan tingkat kreativitas yang tinggi memerlukan perhitunganperhitungan yang cermat (pada pilihan tema, pilihan teknik, serta pilihan bahasa). Dari kedua persyaratan utama ini, penulis telah menunjukkan sebuah potensi yang menggembirakan. [] (Pernah dimuat di Kakilangit majalah HORISON edisi April 2009).
8