PENANGANAN BENCANA LONGSOR DI PT FREEPORT INDONESIA Oleh : Jacky Ryanto Fernandes, M. Hanif Sudarmono, Fista Fitri Vertika, M. Arif Saputra, Try Inda Wulandari, Ilham Mahal
Abstrack PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Perusahaan asing ini memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia. Dalam proses penambangannya, sering terjadi longsor pada tambang bawah tanah di perusahaan ini. Permasalahan inilah yang timbul pada akhir-akhir ini yang menyebabkan korban jiwa di setiap kejadiannya. Adanya permasalahan inilah yang mendukung pembuatan naskah kebijakan ini dibuat. Tujuannya yaitu untuk menentukan kebijakan-kebijakan apa yang harus diterapkan dalam rangka mengurangi dan meminimalisir terjadinya longsor, sehingga memperkecil jumlah korban akibat longsor tiap tahunnya. Metode yang digunakan dalam pembuatan naskah kebijakan ini yaitu studi literatur dari berbagai sumber informasi. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dan pihak perusahaan untuk mengatasi permasalahan longsor di PT FI. Namun, upaya mereka hampir tidak membuahkan hasil. Pemerintah seharusnya bersikap tegas terhadap peraturan yang telah mereka berikan kepada PT FI mengenai izin produksinya pertahun. Kemudian pada pihak perusahaan, mereka seharusnya menerapkan standar operasional prosedur (SOP) kerja yang baik. Kata Kunci : PT Freeport Indonesia (PTFI), Bencana, Longsor
PENDAHULUAN Aktivitas pertambangan PT Freeport McMoran Indonesia (Freeport) di Papua yang dimulai sejak tahun 1967 hingga saat ini telah berlangsung selama 47 tahun. Pada Maret 1973, Freeport memulai pertambangan terbuka di Ertsberg, kawasan yang selesai ditambang pada tahun 1980-an dan menyisakan lubang sedalam 360 meter. Pada tahun 1988, Freeport mulai mengeruk cadangan raksasa lainnya, Grasberg, yang masih berlangsung saat ini. Dari eksploitasi kedua wilayah ini, sekitar 7,3 juta ton tembaga dan 724, 7 juta ton emas telah mereka keruk. Pada bulan Juli 2005, lubang tambang Grasberg telah mencapai diameter 2,4 kilometer pada daerah seluas 499 ha dengan kedalaman 800 m. Diperkirakan terdapat 18 juta ton cadangan tembaga, dan 1.430 ton cadangan emas yang tersisa hingga rencana penutupan tambang pada 2041. Aktivitas Freeport yang berlangsung dalam kurun waktu lama ini telah menimbulkan berbagai masalah, terutama dalam hal penerimaan negara yang tidak optimal, peran negara/BUMN untuk ikut mengelola tambang yang sangat minim dan dampak lingkungan yang sangat signifikan, berupa rusaknya bentang alam pegunungan Grasberg dan Erstberg. Kerusakan lingkungan telah mengubah bentang alam seluas 166 km persegi di daerah aliran sungai Ajkwa. (Eramuslim, 4 Januari 2010) Pada tahun 2011, terjadi 2 kali longsor di sekitar Grasberg. Yang pertama terjadi sekitar bulan Maret 2011. Tidak ada korban jiwa yang dilaporkan. Freeport hanya melaporkan jika longsor telah menutup pintu masuk ke areal pertambangan Grasberg. Satu bulan kemudian, tepatnya tanggal 19 April 2011, kejadian yang sama terjadi lagi. Kejadian ini menyebabkan satu orang hilang dan satu orang tewas. Penyebab kejadian ini adalah peledakan tambang yang berakibat runtuhnya atap tambang bawah tanah di DOZ.Hingga saat ini, tak ada laporan lanjut tentang korban yang hilang karena insiden ledakan DOZ ini. (Republika, 22 Mei 2013) Sikap kompromis pemerintah juga ditunjukan dalam peristiwa longsor area pertambangan Freeport pada Mei 2013 yang mengakibatkan 28 meninggal, serta 1 orang meninggal pada Desember 2013. Sistem pengelolaan tambang PTFI, utamanya peringatan dini (early warning system) sangat lemah. Lemahnya pengawasan pemerintah dalam soal ini juga patut dikoreksi. Apalagi korban jiwa sudah jatuh. (Erwin Usman, 19 April 2014) Dan yang terjadi beberapa bulan yang lalu, tanah longsor di Freeport yang terjadi pada Jumat, 12 September 2014, sekitar pukul 23.30 WIT, menyebabkan satu karyawan Freeport meninggal, di area West Muck Bay tambang bawah tanah Grasberg Block Cave
(GBC) PT Freeport Indonesia (PTFI) di Tembagapura, Mimika, Papua. "Terjadi ground failure, atau jatuhnya material berupa batuan dan tanah, saat aktivitas ground support tengah dilakukan,"
kata
dia
melalui
pesan
singkatnya,
Sabtu,
13
September
2014.
Material tersebut, ia melanjutkan, kemudian menutupi sebagian kendaraan jumbo drill yang tengah beroperasi. Satu operator jumbo drill selamat, sedangkan satu orang rekannya saat ini masih dalam proses evakuasi. Saat insiden terjadi, Freeport langsung menerjunkan tim tanggap darurat (Emergency Response Group) untuk melakukan pertolongan dan evakuasi. (Tempo, 14 September 2014) Masalah longsor merupakan sebagian kecil dari permasalahan yang sangat memerlukan perhatian, baik dari pihak PT Freeport sendiri maupun juga turun tangan pemerintah. Penyebab umum kejadian longsor ini adalah terjadi akibat kelalaian dari pihak pekerja tambang itu sendiri. Dalam hal ini sudah sebaiknya tidak seharusnya PT Freeport menganggap longsor merupakan masalah kecil, dan kurang diperhatikan, bahkan juga dengan pemerintah yang tampak acuh tak acuh terhadap kasus longsor. Dengan data dari beberapa sumber dapat terlihat, longsor selalu berkaitan dengan korban jiwa. Hal ini sangat disayangkan terutama penanggulangan adanya longsor. Sudah seharusnya bagi perusahaan menyiapkan segala sesuatu berkaitan dengan kemungkinan adanya bencana longsor ini. Suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan keselamatan bagi pekerja tambang yang memang sangat beresiko tinggi. Selain itu juga hal ini dapat menimbulkan kecemasan bagi masyarakat sekitar yang juga akan terkena dampak dari tanah longsor ini. Oleh karena itu, sudah seharusnya dilakukan evaluasi tiap tahun dan dibuat suatu kebijakan mengenai penanggulangan bencana tanah longsor ini agar tidak menimbulkan korban jiwa kembali. DESKRIPSI MASALAH Kecelakaan tambang bawah tanah (underground mining) di PT Freeport Indonesia yang disebabkan oleh longsor timbul karena beberapa faktor. Salah satu faktor penyebabnya yaitu faktor alam. Pergerakan tanah yang begitu cepat karena menahan beban diatasnya memungkinkan tanah menjadi longsor dan ini dapat menyebabkan terjadinya longsor. Kelalaian dari pihak perusahaan juga menjadi salah satu faktor penting penyebab terjadinya longsor. Pihak perusahaan tidak mengimplikasikan atau menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sesuai dengan standar keselamatan kerja pada tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia dengan baik, sehingga menyebabkan terjadinya longsor. Seperti beban dan
berat pada kapasitas alat yang digunakan untuk mengangkut hasil produksi bahan galian yang terlalu berlebihan. PT Freeport Indonesia memproduksi 250 ribu ton per hari, jumlah yang tidak sedikit dalam hal produksi dan pengangkutan bahan galian. Mereka tidak memperhatikan adanya kapasitas alami tanah/batuan untuk dapat menahan beban diatasnya, sehingga tidak terjadi longsor. Selain itu, PT Freeport Indonesia juga belum menjalani audit lingkungan. Audit lingkungan ini merupakan peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat dan daerah untuk perusahaan tambang dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2009. Hal ini juga yang menyebabkan kenapa longsor terjadi berulang-ulang di perusahaan yang menghasilkan tembaga dan emas terbesar di indonesia itu. Penyebab timbulnya longsor juga datang dari pihak pemerintah. Kelalaian dari pemerintah yang tidak tegas dalam hal membatasi jumlah produksi PT Freeport Indonesia pertahunnya. Padahal, di dalam dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sudah tertera izin produksi pertahunnya. Selain itu, pemerintah juga belum mengubah model laporan Rencana Kelola dan Rencana Lingkungan (RKL-RPL) yang mengakibatkan pemerintah tidak bisa langsung terjun untuk mengawasi proses pengelolaan pertambangan PT Freeport secara berkala. Selain itu, penyebab longsor yang terjadi pada tiga tahun terakhir, tepatnya pada tanggal 19 April 2011 yaitu pada peristiwa peledakan tambang yang berakibat runtuhnya atap tambang bawah tanah di DOZ (Deep Ore Zone). Penyebab longsor yang terjadi kala itu ternyata juga disebabkan oleh faktor manusia, yaitu tim Geotek yang bekerja disana. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa Big Gossan, yang menelan korban hingga 28 orang. Kelalaian dari tim geotek yang bekerja disana dalam hal kurang mementau setiap waktu mengenai pergerakan batuan yang terjadi yang disebabkan oleh gaya tarik bumi (gravitasi bumi) dan juga adanya aktivitas lain dalam terowongan yang menyebabkan longsor Big Gossan tersebut terjadi. Jumlah peristiwa longsor di PT Freeport Indonesia cukup besar dalam beberapa tahun terakhir dan tidak sedikit menelan korban jiwa. Walaupun pada setiap kejadian telah dilakukan investigasi dan evaluasi kerja, namun setiap tahunnya jumlah angka kematian yang disebabkan longsor pada perusahaan asing ini terus bertambah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak perusahaan dan pemerintah untuk dapat mengurangi besarnya jumlah peristiwa longsor dan meminimalisir angka kematian, karena bagimanapun PT Freeport merupakan sebuah nama yang besar yang memainkan peranan penting dalam sejarah politik ekonomi indonesia. Namun, upaya itu nyaris tidak membuahkan hasil yang optimal, karena pada tahun 2014 ini pun permasalahan longsor
masih berdimensi luas di perusahaan asing tersebut. Melihat betapa kompleksitasnya permasalahan longsor di PT Freeport Indonesia, maka dibutuhkan sebuah kerangka kebijakan yang komprehensif, terstruktur, antara pemerintah tenaga kerja, pengusaha, dan sektor lainnya yang berperan penting dalam proses penambangan di perusahaan ini untuk menciptakan suasana lingkungan kerja yang aman dan kondusif dari berbagai kecelakaan yang tidak diinginkan, khususnya peristiwa longsor. PILIHAN-PILIHAN KEBIJAKAN : 1. Pemerintah sebaiknya bersikap tegas terhadap peraturan yang telah mereka berikan kepada PT Freeport Indonesia mengenai izin produksi per tahunnya yang dimuat dalam dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Peran pemerintah dalam membatasi jumlah produksi PT Freeport per tahunnya tentu akan mengurangi kapasitas beban alat angkut yang digunakan, yang kemudian akan berdampak positif terhadap daya dukung tanah sehingga tidak terjadi runtuhanruntuhan yang kemudian menimbulkan longsor.
Selain itu kebijakan berupa
penempatan suatu rencana pembangunan suatu kawasan tambang harus disesuaikan dengan alokasi dan kemampuan lingkungan yang ada. Alokasi tersebut harus disesuaikan dengan keadaan lingkungan yang ada, misalnya untuk kawasan dengan keringanan yang lebih dari 40% maka disarankan untuk tidak digunakan sebagai kawasan pertambangan, sebaiknya digunakan sebagai daerah terlindung. Kebijakan berupa perhatian terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan dimaksudkan agar tidak terjadi perencanaan yang melampaui batas daya dukung lingkungan hal ini dimaksudkan agar terjadi keseimbangan antara lingkungan dengan pembangunan wilayah. 2. Pihak perusahaan seharusnya memaksimalkan kinerja dan peran dari Tim Geotek dan pekerja lainnya. Peran Tim Geotek dalam kegiatan penambangan yaitu salah satunya memantau pergerakan batuan yang terjadi, baik secara lambat maupun secara cepat, yang disebabkan oleh faktor alam. Peningkatkan pemahaman tentang kinerja massa batuan dan dampak terhadap stabilitas struktur lereng. Beberapa tambang secara signifikan dapat meningkatkan laba atas investasi dengan meningkatkan sudut desain pit. Peningkatan sudut desain dimungkinkan oleh peningkatan pemahaman akan monitoring lereng dan manajemen resiko geoteknik yang baik. 3. Pihak perusahaan seharusnya dapat menerapkan metode slope monitoring dalam penanganan peringatan akan longsor. Pergerakan tanah sebenarnya dapat di deteksi
secara dini dengan menggunakan metode slope monitoring karena slope monitoring dapat mendeteksi setiap pergerakan tanah, dengan memanfaatkan alat GPS Monitoring,
data-data tentang pergerakan tanah dapat cepat didapat, sehingga
peringatan akan terjadinya tanah longsor dapat cepat dikeluarkan. Adanya peringatan deteksi longsor dini yang memungkinkan evakuasi peralatan dan orang-orang dari daerah berisiko longsor, sehingga pengurangan risiko cedera dari manusia atau kerusakan peralatan dapat dilakukan. 4. Kebijakan yang harus dilakukan ialah selalu memeriksa dan memastikan kembali semua faktor keamanan dan kelayakan lokasi untuk bekerja. Intruksikan selalu dilakukannya pengecekan K3. Kita tahu perusahaan seperti Freeport memiliki sistem yang baik namun karena terjadi musibah sebaiknya yang dilaksanakan investigasi secara menyeluruh apa yang menyebabkan, apakah bencana alam, faktor teknologi, kelalaian petugas, dan sebagainya harus ditemukan. Dan kedepan tentu jadi pelajaran sangat berharga bagi semua, upaya menjaga keselamatan dan kesehatan kerja diperusahaan tambang. 5. Selain kebijakan yang langsung terkait dengan pengelolaan kawasan rawan bencana, juga harus dibuat kebijakan yang memuat mengenai pengelolaan kawasan lindung secara luas, yang mencegah upaya pencegahan bencana longsor. Kebijakan tersebut adalah memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup yang dijabarkan kedalam strategi berikut : 1. Mempertahankan luas kawasan yang berfungsi lindung dalam suatu pulau sekurang-kurangnya 30% dari luas pulau yang ada. 2. Mewujudkan dan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup melalui perlindungan kawasan-kawasan didarat, laut, dan udara secara serasi dan selaras. 3. Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budi daya dalam rangka mewujudkan dan memelihari keseimbangan ekosistem wilayah. 6. Dalam menangani longsor di area PT Freeport, pemerintah seharusnya mengambil keputusan tepat dan juga cepat tanggap dengan mengerahkan aparat keamanan untuk mengevaluasi para korban longsor dengan alat yang lebih canggih dan memadai. Selain itu juga pemerintah dan PT Freeport bersikap terbuka terkait pada hasil penemuan tim investigasi . Hal inilah yang menyebabkan tim yang diturunkan tidak
efektif dalam bekerja , dan temuan tersebut hanya menjadi rahasia antara pemerintah dan PT Freeport keputusan selanjutnya , para karyawan tersebut harus mematuhi aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) supaya tidak terjadi kecelakaan pada saat beraktivitas di perusahaan tambang. 7. PT Freeport seharusnya membuat keputusan yan jitu agar tidak menimbulkan kecelakaan terhadap karyawannya , yaitu dengan cara mendeteksi cuaca di sekitar area perusahaan tersebut. Sehingga tidak menimbulkan kecelakaan pada saat bekerja bila cuaca sedang tidak bersahabat , selain itu juga pihak perusahaan mengamati kestabilan tanah baik tambang terbuka maupaun tambang bawah tanah. Bila semakin lebar penggaliannya , maka resiko yang ditimbulkan oleh tanah tersebut lebih besar. Berbagai factor yang menyebabkan terjadinya longsor yaitu sifat fisik dan mekanik batuan , kondisi air tanah , karakterisasi massa batuan , serta struktur pada batuan. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Dari hasil pembahasan mengenai penangan bencana longsor di PT. Freeport Indonesia dapat diberikan kesimpulan bahwa : 1. Bencana longsor di PT. Freeport Indonesia dikarenakan Kelalaian dari pihak perusahaan yang tidak mengimplikasikan atau menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sesuai dengan standar keselamatan kerja pada tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia dengan baik, sehingga menyebabkan terjadinya longsor. 2. PT. Freeport Indonesia tidak menerapkan metode slope monitoring dalam penanganan peringatan akan longsor. 3. PT. Freeport Indonesia tidak memaksimalkan kinerja dan peran dari Tim Geotek dan pekerja lainnya. Peran Tim Geotek dalam kegiatan penambangan yaitu salah satunya memantau pergerakan batuan yang terjadi, baik secara lambat maupun secara cepat, yang disebabkan oleh faktor alam. Peningkatkan pemahaman tentang kinerja massa batuan dan dampak terhadap stabilitas struktur lereng. 4. Pemerintah membatasi jumlah produksi PT Freeport per tahunnya untuk mengurangi kapasitas beban alat angkut yang digunakan.
SARAN
Dari hasil pembahasan mengenai penangan bencana longsor di PT. Freeport Indonesia, saran untuk penangan bencana longsor PT. Freeport Indonesia adalah : 1. PT. Freeport Indonesia harus menerapkan standara operasional prosedur (SOP) yang sesuai dengan standar keselamatan kerja pada tambang bahwa tanah PT. Freeport Indonesia sehingga dapat menghindari terjadinya bencana longsor 2. Seharusnya PT. Freeport Indonesia menggunakan metode slope monitoring dalam penanganan peringatan akan longsor. Metode slope monitoring dapat mendeteksi setiap pergerakan tanah, dengan memanfaatkan alat GPS Monitoring,
data-data
tentang pergerakan tanah dapat cepat didapat, sehingga peringatan akan terjadinya tanah longsor dapat cepat dikeluarkan. 3. PT. Freeport Indonesia harus membatasi jumlah produksi pert tahun untuk mengurangi kapasitas beban alat angkut yang kemudian akan berdampak positif terhadap daya dukung tanah sehingga tidak terjadi runtuhan-runtuhan yang kemudian menimbulkan longsor.
Selain itu kebijakan berupa penempatan suatu rencana
pembangunan suatu kawasan tambang harus disesuaikan dengan alokasi dan kemampuan lingkungan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. “Korban Longsor Freeport”. (Online). (Diakses dari http://www. republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/22/mn6cmi-semua-korban-longsorfreeport-ditemukan, pada tanggal 18 November 2014 pukul 20:41 WIB). Anonim. 2014. “Longsor Freeport Telan Korban Jiwa”. (Online). (Diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2014/09/14/058606928/Longsor-Freeport-TelanKorban-JiwaTempo, pada tanggal 18 November 2014 pukul 21:35 WIB). Batubara, Marwan. 2010. “Sejarah Kelam Tambang Freeport”. (Online). (Diakses dari www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/sejarah-kelam-tambang-freeport-1.htm#.V GyfpsWSxZ4, pada tanggal 18 November 2014 pukul 20:34 WIB). Usman, Erwin. 2014. “Tagih Freeport”. (Online). (Diakses dari http://utama.seruu.com/read / 2014/04/19/210413/tagih-freeport, pada tanggal 18 November 2014 pukul 20:57 WIB).