http://www.mb.ipb.ac.id
PENDAHULUAN
1.
A.
Latar Belakang Benih merupakan salah satu unsur pokok dalam usaha tani padi.
Kebutuhan akan sarana tersebut semakin lama semakin meningkat sejalan
dengan
komitmen
pemerintah
untuk
mempertahankan
swasernbada beras baik melalui perluasan areal intensifikasi maupun ekstensifikasi lahan Sisi lain, pertanian masih mengandalkan produksi padi untuk pertumbuhannya. Produksi padi tahun 1998 diperkirakan antara 50.3 juta ton hingga 53 juta ton. Jika pertumbuhan sebesar 50.3 juta ton maka pertumbuhannya hanya 3 persen dibanding dengan produksi 1997. Tetapi bila sasaran produksi padi 1998 sekitar 54 juta ton bisa tercapai, maka pertumbuhannya sebesar 8.6 persen.
Tabel I dan Tabel 2
memperlihatkan hasil rata-rata produksi padi (tonlhektar) dan luas panen (ribu hektar), serta Tabel 3 rnengenai luas panen padi di Propinsi Jawa Barat. Tabel 1. Hasil rata-rata produksi padi (tonlhektar) Daerah Pulau Jawa Luar Jawa Indonesia
1993 5.13 3.62 4.38
1994 5.13 3.61 4.35
1995 5.14 3.62 4.35
1996 5.18 3.73 4.42
1997 5.18 3.76 4.45
1995 5479 5960 11439
1996 5485 6081 11570
1997 5379 5656 11035
Sumber : Muhtadi. Kompas 6 Februari 1998.
Tabel 2. Luas panen (ribu hektar) Daerah 1993 1994 5176 5515 Pulau Jawa 5558 5498 Luar Jawa 11013 Indonesia 10374 Sumber : Muhtadi. KOITID~S 6 Februari 1998.
http://www.mb.ipb.ac.id
Tabel 3. Luas panen padi di Propinsi Jawa Barat Musim tanam
Komoditas
199611997 1087126 185775
Padi sawah Padi ladang
Luas Panen (ha) Musim tanam
Musim tanam
1997 778302
-
199711998 1140440 149020
Sumber : Departemen Pertanian. 1998.
Produksi padi nasional merupakan bagian pertanian nasional. Untuk menunjang per-tanian nasional yang moderen, pertanian itu harus diarahkan untuk mempunyai nilai komersial yang tinggi. Pendekatan yang digunakan untuk menuju kearah tersebut adalah pendekatan agribisnis. Oleh karena itu, pengembangan industri benih merupakan titik awal dari upaya memperluas agribisnis komoditas tanaman pangan dan hortikultura yang diproduksi melalui biji maupun bagian tanaman lainnya. Kegiatan tersebut tidak hanya untuk memenuhi permintaan pasar dari segi volume, tetapi juga mampu mengantisipasi kebutuhan kualitas dan perkembangan selera konsumen. Di Indonesia pengembangan industri benih didukung oleh kelembagaan perbenihan yang telah dimulai sejak tahun 1970-an dan cukup berhasil khususnya untuk perbenihan padi. Permintaan petani terhadap benih tidak lepas dari persepsi petani terhadap benih itu.
Pengertian persepsi petani dalam ha1 ini adalah
sejauh mana petani memandang tingkat kegunaan benih itu dalam upaya pemenuhan kebutuhannya sebagai salah satu faktor produksi dalam usaha taninya.
Pada dasarnya ukuran terhadap tingkat pemenuhan
kebutuhan itu sulit untuk dikuantifikasikan secara langsung.
http://www.mb.ipb.ac.id
Persepsi petani terhadap benih yang akan dibelinya tentunya dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal
adalah faktor diri dari petani itu sendiri misalnya tingkat pengetahuan, daya beli, sikap terhadap pembaharuan, dan sebagainya. Sedang faktor eksternal misalnya ketersediaan, harganya, dan bukti dari manfaat penggunaannya. Perlu diketahui bahwa faktor eksternal dan internal itu juga berinteraksi sehingga dapat terjadi perubahan dalam faktor internal karena pengaruh dari faktor eksternal. Suatu sistem produksi pertanian yang berorientasi komersial memerlukan ketersediaan benih dengan varietas yang berdaya hasil tinggi dan mutu yang baik. Dengan demikian dalam pertanian modern, benih berperan sebagai delivery mechanism yang menyalurkan keunggulan teknologi kepada petani dan konsumen lainnya. PT. Sang Hyang Seri (SHS) adalah perusahaan yang mempunyai misi untuk menghasilkan benih pertanian bermutu tinggi dan usaha lainnya yang langsung menunjang kesinambungan usaha. Pada saat ini operasional penyediaan benih SHS sudah mengarah kepada consumer satisfaction, sehingga tuntutan penyediaan benih bermutu tinggi, varietas yang sesuai, waktu yang tepat, dan dalam jumlah yang cukup harus disadari sepenuhnya. Dalam lingkup nasional, SHS mempunyai tujuh cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, yaitu: cabang khusus Jawa Barat di Sukamandi, cabang Jawa Tengah dan DIY, cabang Jawa Timur dan Bali, cabang Lampung, cabang Surnatera Barat, cabang Sumatera Utara, 3
http://www.mb.ipb.ac.id
dan cabang Sulawesi Selatan. Dari semua cabang yang dimiliki oleh SHS, cabang khusus Jawa Barat di Sukamandi merupakan cabang yang memiliki kapasitas produksi paling besar.
Selain itu memiliki lahan
penangkaran sendiri sehingga produksi benih padi menggunakan dua cara yaitu swakelola dan kerjasama, Cabang khusus Jawa Barat pernah menjadi sebagai kantor pusat SHS, sebelum pindah ke kantor pusat saat ini yang beralamat di Jalan Dr.
Saharjo nomor 313 Jakarta Selatan,
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 169/Kpts/Um/3.1982 tanggal 15 Maret 1982. Benih yang dihasilkan oleh SHS yaitu benih padi, benih jagung, benih kedelai, benih hortikultura, dan sayur mayur, selanjutnya dipasarkan ke konsumen. Produksi benih padi kantong yang dihasilkan pada tahun 1997 dan 1998 dari setiap cabang dapat dilihat di Tabel 4. Tabel 4. Rencana dan realisasi produksi benih padi kantong (kg)
Tabel 4 menunjukkan bahwa realisasi produksi benih padi kantong 1998 di cabang khusus Jawa Barat mendekati 100% dari rencana produksinya.
Sedangkan realisasi produksi benih padi "kantong yang
http://www.mb.ipb.ac.id
berada dibawah 100% dari rencana produksinya adalah cabang Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung.
Realisasi produksi benih padi
kantong yang melebihi 100% dari rencana produksinya adalah cabang Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Dalam sisteni operasional pendistribusian benih padi di Jawa Barat. Benih padi yang didistribusikan tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan petani sebagai konsumen akhir. Akan tetapi biaya distribusi dan tanggung jawab serta wewenang SHS dalam pendistribusian benih padi hanya sampai di tingkat penyalur, dan sangat dimungkinkan terjadinya biaya distribusi ke cabang lain di seluruh Indonesia (Tabel 5 dan Tabel 6), sedangkan untuk pendistribusian benih padi selanjutnya antara penyalur hingga ke petani akhir, SHS hanya sebagai faktor penunjang. Tabel 5. Pengiriman benih lulus dari cabang Jabar ke ca$ang lainnya
Keterangan : * Tidak ada pengirirnan benih lulus.
http://www.mb.ipb.ac.id
Tabel 6. Pengiriman benih kantong dari cabang Jabar ke cabang lainnya
Surnber : Harga pokok penjualan benih padi SHS 1997 dan 1998. Keterangan : * Tidak ada pengirirnan benih kantong.
Tabel 5 dan Tabel 6 menunjukkan bahwa pada tahun 1998 tidak terdapat pengiriman benih padi kantong ke cabang lain. Hal ini berarti tidak ada biaya pengiriman benih ke cabang lain. Akan tetapi, pada tahun 1997 terjadi pengiriman benih kantong sebanyak 47 020 kg. Sedangkan pada tahun 1997 dan 1998 terjadi pengiriman benih padi lulus ke cabang lain sebanyak 44 024 kg dan 34 080 kg. Sejak tahun 1996, SHS telah memberlakukan kebijakan untuk memberikan hak otonomi kepada masing-masing cabang untuk bertanggung jawab atas produksi yang disesuaikan dengan kapasitas produksi dan permintaan di wilayah pemasarannya masing-masing.
Dengan demikian, diharapkan jumlah
benih padi yang diproduksi sama dengan jumlah benih padi yang dipasarkan, karena apabila dilakukan pengiriman benih kantong antar cabang akan mengakibatkan biaya distribusi menjadi tidak efisien (Wawancara dengan Direksi SHS).
http://www.mb.ipb.ac.id
B.
ldentifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah yang ada di SHS
adalah besarnya biaya distribusi yang dikeluarkan oleh SHS dari tahun ke tahun dan adanya peningkatan biaya distribusi. Tabel 7 menunjukkan bahwa biaya distribusi tahun 1997 dibandingkan tahun 1996 meningkat sebesar Rp 296 239 935 atau mengalami peningkatan sekitar 315.6%. Sedangkan biaya distribusi tahun 1998 yang nilainya berjumlah Rp 563 477 075 mengalami peningkatan sebesar Rp 96 726 456 atau naik sebesar 20.72% dibandingkan tahun I997 (Tabel 7). Tabel 7. Biaya distribusi benih padi SHS di Jawa Barat Uraian
1996 (Rp) Ongkos Angkut ke Penyalur 113679791 Ongkos Angkut Dislokasi 23694997 Jurnlah 134374788
1997 (Rp) 420482939 46267680 466750619
1998 (Rp) 563477075
-
563477075
Sumber : Laporan keuangan SHS tahun 1996'- t998.
Biaya distribusi meningkat karena tidak efisiennya SHS dalam menyalurkan benih padi. Hal ini disebabkan adanya pola atau alokasi penyaluran benih padi yang belum optimal.
Oleh karena itu perlu
dianalisis agar pola atau alokasi penyaluran benih optimal sehingga biaya distribusi rnenjadi lebih efisien. Besarnya biaya distribusi yang dikeluarkan SHS akan berpengaruh pada tingkat keuntungan atau laba perusahaan yang akan diraih pada tahun
bersangkutan. Penurunan terhadap
biaya
dikeluarkan tentunya akan berpengaruh terhadap perusahaan.
distribusi
yang
kenaikan laba
http://www.mb.ipb.ac.id
C.
Perumusan Masalah
Varietas benih padi yang dihasilkan oleh SHS terdiri dari tiga jenis, yaitu benih padi gogo, padi pasang surut dan padi sawah. Beragamnya varietas benih padi yang diproduksi oleh ketiga SBU (seed business unit) yang merangkap sebagai KPD (Kantor Pemasaran Daerah), bertujuan untuk mernenuhi kebutuhan petani akan benih padi yang beraneka ragam. Secara agregasi, permintaan benih padi yang terbesar di Jawa Barat adalah IR. 64 dengan tingkat penjualan sebesar 77%, sedangkan sisanya sebesar 23% dipenuhi oleh varietas selain IR. 64. Varietas selain IR. 64 terdiri dari belasan varietas dan dikelompokkan menjadi benih padi non
1R. 64.
Produsen benih padi sawah non IR.
64 hanya SBUIKPD
Sukarnandi. Oleh karena, produsen benih padi IR. 64 dan non IR. 64 berbeda maka pola atau aliran distribusinya juga berbeda. Diasumsikan bahwa benih padi sawah non IR. 64 dapat saling bersubstitusi. Dalam penyaluran benih padi IR. 64, KPD Sukabumi dan KPD Cirebon merupakan titik transit. Sedangkan untuk penyaluran benih padi non IR. 64, titik transitnya adalah di SBUIKPD Ciamis, SBUIKPD Serang, KPD Sukabumi dan KPD Cirebon. Sehingga sistem distribusi yang ada rnerupakan transipmen, artinya adanya titik tujuan yang sekaligus menjadi titik sumber.
http://www.mb.ipb.ac.id
Oleh karena itu berdasarkan identifikasi masalah maka dirumuskan bahwa masalahnya adalah berapa jumlah biaya penyaluran benih padi sawah SHS yang minimum dan bagaimana alokasi benih padi sawah yang optimal pada tahun 1998, dengan mempertimbangkan beberapa kendala yang ada dalam penyaluran benih padi itu sendiri. D.
Tujuan Geladikarya Tujuan umum geladikarya adalah untuk menganalisis optimasi
transipmen benih padi sawah di Jawa Barat, sedangkan secara spesifik tujuan geladikarya adalah untuk: 1. Mengkaji mekanisme perencanaan kebutuhan dan pengadaan benih padi sawah bersertifikasi yang dihasilkan SHS di Jawa Barat. 2. Mengkaji mekanisme penyaluran benih padi sawah SHS di Jawa
Barat. 3. Mengetahui optimasi penyaluran benih padi sawah SHS di Jawa
Barat. E.
Manfaat Geladikarya Penulisan geladikarya diharapkan memberikan manfaat:
1. Bagi SHS, mengetahui alokasi penyaluran benih yang optimal
sehingga biaya distribusi menjadi efisien. 2. Penerapan pemrograman linier dan goal programming dalam model
penyaluran benih padi SHS di Jawa Barat, serta melakukan analisis perubahan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan dan kebijakan perusahaan.
9
http://www.mb.ipb.ac.id
F.
Ruang Lingkup Geladikarya Geladikarya difokuskan untuk mengetahui optimasi penyaluran
benih padi SHS di Jawa Barat. Secara spesifik ruang lingkup geladikarya adalah sebagai berikut: 1. Benih padi yang di dikaji adalah jenis benih padi sawah.
2. Benih padi sawah yang disalurkan hanya di daerah Jawa Barat pada tahun 1998, dan tidak terjadi penyaluran antar cabang. Benih yang disalurkan dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu kelompok IR. 64 dan non IR. 64. 3. Kelompok non IR. 64 terdiri dari berayam varietas dan diasumsikan
bahwa benih padi sawah varietas yang satu dapat disubsitusikan dengan varietas lainnya. 4. Benih padi sawah yang didistribusikan merupakan benih yang telah dikemaskan atau disebut benih kantong yang bersertifikasi.
5. Biaya penyaluran benih padi sawah yang dilakukan SHS dihitung hanya sampai tingkat atau lini penyalur di setiap ibukota kabupaten, tidak sampai ke tingkat konsumen akhir atau petani. Penentuan titik tujuan di setiap kabupaten, yaitu ibukota kabupaten bersangkutan.