BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,
selain kebutuhan sandang dan papan. Sandang dan papan menjadi kebutuhan pokok manusia karena keduanya berguna untuk memberi perlindungan bagi tiap manusia dalam menjalani proses kehidupan pribadinya maupun dalam hubungan interaksi sosial satu dengan yang lain. Sementara makanan merupakan sumber energi dan gizi bagi manusia untuk bisa melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Tanpa makanan, manusia tidak memiliki tenaga untuk bisa melaksanakan berbagai rutinitasnya setiap hari (Depkes RI, 2004). Makanan sehat yang layak untuk dikonsumsi oleh manusia adalah bahan makanan yang akan diolah terutama mengandung protein hewani dalam keadaan baik dan segar, sayur mayur yang segar dan tidak rusak, makanan yang melalui proses pengolahan tidak berubah bentuk warna dan rasa, bahan tambahan dan bahan penolong harus memenuhi persyaratan minimal makanan sehat yang berlaku (Mukono, 2000). Jika ditinjau dari segi kesehatan, makanan selain berfungsi sebagai sumber energi, zat pembangun dan zat pengatur juga mempunyai peran dalam penyebaran penyakit. Oleh karena itu prinsip dasar sanitasi makanan diperlukan agar konsumen dilindungi kesehatannya dari bahaya kontaminasi makanan dan organisme penyakit menular. Upaya pengamanan makanan dan minuman pada dasarnya meliputi orang yang menangani makanan, tempat penyelenggaraan makanan, peralatan pengolahan makanan dan proses pengolahannya. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya keracunan makanan, antara lain adalah higenis perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat dan perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih. Kontaminasi yang terjadi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan berubahnya makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan (food-born-diseases). Departemen Kesehatan mengelompokkan penyakit bawaan makanan menjadi lima kelompok, yaitu : yang disebabkan oleh virus, bakteri, amuba/protozoa, parasit, dan penyebab bukan kuman. Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang potensial dalam kerusakan makanan dan minuman. Pada suhu dan lingkungan yang cocok, satu bakteri akan berkembang biak lebih dari 500.000 sel dalam 7 jam dan dalam 9 jam telah berkembang menjadi 2.000.000 (dua juta) sel, dalam 12 jam sudah menjadi 1.000.000.000 (satu milyar) sel. Kemungkinan menjadi penyebab penyakit sangat besar sekali. Makanan yang masih dijamin aman dikonsumsi paling lama dalam waktu 6 jam, karena setelah itu kondisi makanan sudah tercemar berat (Depkes RI,2004). Salah satu kontaminan yang paling sering dijumpai pada makanan adalah bakteri Coliform, Escherichia coli dan faecal coliform. Bakteri ini berasal dari tinja manusia dan hewan, tertular ke dalam makanan karena perilaku penjamah yang tidak higienis, pencucian peralatan yang tidak bersih, kesehatan para pengilah dan penjamah makanan serta penggunaan air pencucian yang mengandung Coliform, E. coli, dan Faecal coliform.
Keberadaan Escherichia coli dalam sumber air atau makanan merupakan indikasi pasti terjadinya kontaminasi tinja manusia (Chandra, 2007). Adanya E.coli menunjukkan suatu tanda praktek sanitasi yang tidak baik terhadap air, dan makanan. (Supardi, 1999). Escherichia coli yang terdapat pada makanan atau minuman yang masuk kedalam tubuh manusia dapat menyebabkan gejala seperti kolera, disentri, gastroenteris, diare dan berbagai penyakit saluran pencernaan lain (Nurwantoto, 1997). E.coli dipilih sebagai indikator, karena bakteri ini ditemukan dimana-mana (didalam tinja, manusia, hewan, tanah, ataupun air yang telah terkontaminasi dengan debu, serangga, burung, dan binatang kecil lainnya), serta secara relative mudah dibunuh dengan pemanasan. Karena itulah jika air atau makanan mengandung E.coli, hendaknya harus dipertimbangkan penolakan pemakaian untuk air minum, sebab besar kemungkinan air atau makanan tersebut tercemar bahan-bahan kotor (Azwar, 1990). Berdasarkan hasil penelitian Ika (2013) diketahui bahwa sebagian besar sampel gado-gado di sepanjang jalan Kota Manado yang diteliti memiliki angka kuman E.coli lebih dari 0 koloni per gram sebanyak 26 sampel. Berdasarkan hasil penelitian Dewi (2003) diketahui bahwa fasilitas sanitasi penjual ketoprak dan gado-gado di lingkungan kampus UI Depok sebagian besar belum memenuhi persyaratan kesehatan. Penanganan terhadap bahan-bahan makanan sudah baik, namun penjamah makanan belum berperilaku hidup bersih dan sehat. Kandungan E.coli pada air, ketoprak dan gado-gado sebagian besar tidak memenuhi persyaratan kesehatan, demikian juga alat makan yaitu piring dan sendok.
Adapun penyakit bawaan makanan pada umumnya menimbulkan gangguan pada saluran pencernaan, dengan rasa nyeri di perut, mencret, dan kadang-kadang disertai dengan muntah. Penyakit ini disebabkan oleh makanan yang mengandung sejumlah bakteri pathogen, atau toksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut. Penyakit ini dapat menyerang secara perorangan, dua orang anggota atau keluarga atau kelompok keluarga yang mempunyai hubungan erat, berlangsung hanya dalam beberapa jam, atau jika berat berlangsung dalam bebrapa hari, minggu atau bulan dan memerlukan pengobatan yang intensif. Pada kelompok rentan, seperti anak-anak dan orang tua, penyakit tersebut akan sangat membahayakan. Salah satu jenis makanan yang banyak beredar dimasyarakat adalah pecel. Khususnya di Indonesia, di Indonesia terdapat beraneka ragam jenis pecel. Tergantung dari daerahnya masing-masing. Pecel merupakan makanan
yang
bahan pokoknya terdiri dari berbagai macam sayuran. Seperti daun singkong, kangkung atau bayam, kacang panjang, dan taoge. Lalu disiram dengan kuah yang berbahan pokok gula merah dan kacang tanah. Pecel merupakan makanan siap saji dan penjual pecal lebih banyak menggunakan tangan secara langsung dalam meramu dan menyajikan barang dagangannya. Hal ini menyebabkan sangat rentannya pecel untuk mendapatkan kontaminasi bakteri, baik yang berasal dari bahan-bahan sayuran yang digunakan, piring, sendok, gelas, kain lap, air cucian dan perilaku penjaja yang tidak sehat. Belum lagi pada saat pengolahannya, yaitu pada saat perebusan sayur-sayurannya. Bisa saja para pedagang tidak memperhatikan suhu untuk merebus sayur-sayuran agar bakteri-bakteri yang ada di sayur-sayuran tersebut mati.
Di Pasar Petisah sering dijumpai pedagang yang menjual makanan dan minuman, salah satunya adalah pedagang pecel. Hampir disetiap pintu masuk, terdapat pedagang pecel. Tempat berjualannya pun dekat dengan keramaian dan banyak dilewati oleh kendaraan bermotor. Selain itu tempat berjualan juga jauh dari sumber air bersih dan saluran pembuangan air. Namun hal ini tidak dilihat sebagai masalah oleh penjual maupun pembeli pecel. Padahal hal tersebut dapat menjadi faktor pendukung adanya Escherichia coli (E.coli) sebagai indicator bahwa makanan tersebut telah tercemar. Sedangkan makanan dan minuman yang baik, bila diproduksi dan diedarkan kepada masyarakat haruslah memenuhi persyaratan Kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin mengetahui gambaran mengenai penerapan hygiene sanitasi dan pemeriksaan bakteri Escherichia coli (E.coli) pada pecel yang dijual di Pasar Petisah. 1.2 Perumusan Masalah Pecel merupakan makanan siap saji dan penjual pecel lebih banyak menggunakan tangan secara langsung dalam meramu dan menyajikan barang dagangannya. Hal ini menyebabkan pecal mempunyai resiko terkontaminasi oleh bakteri, maka perlu dilakukan penelitian terhadap gambaran hygiene sanitasi dan pemeriksaan bakteri Escherichia coli (E.coli) pada pecel yang dijajakan di Pasar Petisah tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang hygiene sanitasi pengolahan makanan dan pemeriksaan bakteri Escherichia coli (E.coli) pada pecel yang dijual di Pasar Petisah tahun 2015. 1.3.2
Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hygiene sanitasi pemilihan bahan baku pecel. 2. Untuk mengetahui hygiene sanitasi penyimpanan bahan baku pecel. 3. Untuk mengetahui hygiene sanitasi pengolahan pecel. 4. Untuk mengetahui hygiene sanitasi penyimpanan pecel. 5. Untuk mengetahui hygiene sanitasi pengangkutan pecel. 6. Untuk mengetahui hygiene sanitasi penyajian pecel. 7. Untuk mengetahui ada tidaknya bakteri Escherichia coli (E.coli) pada pecel. 8. Untuk mengetahui jumlah Escherichia coli (E.coli) pada pecel yang akan dijajakan. 1.4 Manfaat Penelitian Dengan diadakannya penelitian ini, maka diharapkan akan memberikan manfaat sebagi berikut: 1. Sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam mengkonsumsi pecel yang dijual di Pasar Petisah. 2. Sebagai masukan bagi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan Dinas Kesehatan Kota Medan khususnya bagian kesehatan lingkungan dalam
hal pengawasan hygiene sanitasi makanan dan minuman sehingga program yang disusun dan dilaksanakan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna. 3. Sebagai masukan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya