BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaporan intellectual capital (IC) merupakan salah satu unsur dari pelaporan sukarela. Meskipun bukan termasuk laporan yang cukup mendasar dalam sebuah
laporan tahunan, namun laporan sukarela dianggap cukup
mewakili dalam menjawab kebutuhan informasi yang lebih luas bagi para pengguna
laporan
tahunan. dalam kenyataanya
semenjak pemerintah
menegaskan peraturan mengenai perlakuan dan pengungkapan IC yang dituangkan dalam IAS 38 atau PSAK 19, ternyata sampai saat ini masih terdapat keterbatasan mengenai
atas
kesadaran
dari
pemangku
kepentingan
pentingnya pelaporan IC. Hal ini terlihat dari sedikitnya
perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) yang telah melakukan pengungkapan IC (Zulkarnaen dan Mahmud, 2013). IC berperan penting sebagai kunci sukses dan pemicu penciptaan nilai sebuah perusahaan. IC yang ditunjukkan oleh kemampuan kolektif karyawan dan system informasi di perusahaan mengandung informasi relevan bagi pengambilan keputusan investor (Abeysekera, 2008). Menurut Abeysekera (2008) pengungkapan IC menjadi penting bagi investor karena menjelaskan berbagai macam aktivitas, terutama perusahaan di lingkungan ekonomi yang intens berkompetisi secara global. Di dalam sebuah perusahaan, Agency
1
2
problem dapat muncul dikarenakan adanya IC. Munculnya IC memiliki persamaan dengan masalah “Insider trading” pada sebuah perusahaan. Dimana pihak internal perusahaan mengetahui suatu informasi penting, kemudian mengambil keuntungan dengan menggunakan informasi tersebut untuk kepentingannya. Dalam Penyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 19 (revisi 2010) yaitu mengadopsi seluruh peraturan dalam IAS 38 tentang intangible Assets per 1 Januari 2009 yaitu membahas tentang aset takberwujud, secara tidak langsung IC telah diakui seperti menjelaskan tentang masalah goodwill. Namun, didalam peraturan tersebut tidak mengungkapkan komponen IC secara keseluruhan. Dalam pengukuran pelaporan IC tidak serta merta melakukan pengukuran begitu saja karena adanya keterbatasan dalam melakukan pengukuran IC. Salah satu pengukuran yang digunakan dalam mengukur IC adalah dengan menggunakan instrumen Intellectual Capital Disclosure yaitu framework 36 item atau bisa disebut juga ICD-In (Intellectual Capital Disclosure Indonesia) yang dikembangkan oleh Ulum (2015b). Menurut Ulum (2015a) dalam skema ini, IC dikelompokkan dalam 3 kategori yang terdiri dari 36 item – 3 kategori dan 36 item yang dimaksud adalah sebagai berikut: kategori Human capital 8 item; structural capital 15 item; dan relational capital 13 item; 15 diantaranya adalah item modifikasi, diberi kode (M). Pembuatan laporan pengungkapan IC merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan perusahaan karena menurut Sutedi (2011) Kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclousure) secara
3
akurat, tepat waktu, dan transparans terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholders. Hal tersebut merupakan salah satu konsep dari corporate governance. Pada prinsipnya corporate governance menyangkut kepentingan para pemegang saham, perlakuan sama terhadap para pemegang saham, peranan semua
pihak
yang
berkepentingan
(stakeholders)
dalam
corporate
governance, transparansi dan penjelasan, serta peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit (Sutedi, 2011). Menurut Sutedi (2011) kerangka kerja corporate governance harus memastikan diungkapkannya informasi materiil perusahaan yang akurat dan tepat waktu, antara lain meliputi situasi keuangan, kinerja perusahaan, pemegang saham, dan manajemen perusahaan serta faktor risiko yang mungkin timbul. Informasi material yang perlu diungkapkan meliputi antara lain hasil keuangan dan usaha perusahaan, pemegang saham utama, anggota board of directors dan esekutif, risiko yang mungkin dihadapi, struktur dan kebijakan perusahaan serta target yang ingin dicapai. Selain itu, audit tahunan perusahaan harus dilakukan oleh auditor independen. Perusahaan juga harus melakukan penyebaran informasi secara fair, tepat waktu, dan murah bagi pengguna yang ingin mengakses informasi dimaksud (Sutedi, 2011). Penelitian tentang pengungkapan modal intelektual telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti yang dilakukan oleh Taliyang dan Jusop (2011) di Malaysia membuktikan bahwa Variabel independen yang diuji dalam penelitian ini terdiri berbagai bentuk struktur tata kelola perusahaan: (1)
4
komposisi dewan komisaris, (2) peran dualitas, (3) ukuran komite audit dan (4) frekuensi pertemuan komite audit. Sebuah sampel dari 150 perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia terpilih yang terdiri dari lima industri yang Teknologi Informasi, Produk Konsumen, Produk Industri, Perdagangan / Jasa dan Keuangan. Statistik deskriptif, Content Analysis dan model regresi linier dilakukan untuk menganalisis data. Dari 4 variabel yang diuji, hanya frekuensi pertemuan komite audit memiliki hubungan positif yang signifikan dalam mempengaruhi tingkat pengungkapan modal intelektual di Malaysia. Albitar (2015) dengan menggunakan analisis data yaitu Descriptive Statistics,
Univariate Analysis,
Multivariate Analysis, dan Sensitivity
Analysis dengan menggunakan 124 perusahaan yang terdaftar di ASE untuk periode 2010-2012 membuktikan bahwa Analisis univariat menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, leverage, umur perusahaan, profitabilitas, likuiditas, ukuran dewan komisaris dan ukuran komite audit memiliki hubungan positif yang signifikan dengan tingkat pengungkapan sukarela sementara direktur independen dan struktur kepemilikan memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan tingkat pengungkapan sukarela. Sementara itu, analisis multivariat menunjukkan hasil yang sama untuk analisis univariat kecuali leverage yang tidak memiliki berdampak pada tingkat pengungkapan sukarela. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Corporate Governance terhadap Praktik Pengungkapan Modal Intelektual di Indonesia”. Penelitian
5
ini akan mengkombinasi dan memodifikasi hasil penelitian dari Taliyang dan Jusop (2011) dan Albitar (2015) dengan menggunakan perusahaan yang berada di Indonesia yaitu khususnya perusahaan publik yang masuk dalam 50 biggest market capitalization. Objek penelitian ini akan diukur menggunakan acuan Instrumen Intellectual Capital yaitu 36 item kerangka kerja yang dikembangkan oleh Ulum (2015b) tetapi dalam penelitian ini hanya 35 item yang digunakan karena adanya salah satu item dari 36 item yang tidak digunakan. B. Rumusan Masalah Masalah yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah corporate governance berpengaruh terhadap praktik pengungkapan modal intelektual di Indonesia ?”. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh corporate governance terhadap praktik pengungkapan modal intelektual intelektual di Indonesia. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka diharapkan penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Perusahaan dan Investor Pihak internal perusahaan maupun investor dapat memanfaatkan hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan dalam mengatur tata kelola
6
perusahaan (corporate governance) dan menyadari betapa pentingnya praktik pengungkapan modal intelektual bagi perusahaan maupun investor. 2. Peneliti Selanjutnya Dapat menjadi tambahan referensi dan bahan pemgembangan penelitian selanjutnya mengenai pengaruh corporate governance terhadap praktik pengungkapan modal intelektual pada perusahaan publik yang masuk dalam 50 biggest market capitalization.