PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
BELAJAR BERSAMA MITRA BELAJAR ORIENTASI BELAJAR KONTRAK BELAJAR Bahan Bacaan
Garis Besar Program Pembelajaran Pelatihan Dasar BKM/LKM 2
TANTANGAN
PARADIGMA PEMBANGUNAN ANATOMI KEMISKINAN PEREMBPUAN DAN KEMISKINAN Bahan Bacaan Bahan Bacaan Lembar Kasus Lembar Kasus Media Bantu Bahan Bacaan Bahan Bacaan Bahan Bacaan Media Bantu Bahan Bacaan Bahan Bacaan Bahan Bacaan Bahan Bacaan
Paradigma Pembangunan Pembangunan Manusia Kisah Rakyat yang gagal Tamparan untuk Bangsa Indonesa Penyebab Kemiskinan Anatomi Kemiskinan Perbaikan Gizi, Prioritas pada Perempuan Perempuan dan Kemiskinan Penyebab Kemiskinan PNPM Mandiri Perkotaan dan Kemiskinan Kita Intervensi Pengembangan Masyarakat Gambaran Umum Substansi Siklus PNPM PM PNPM MP; Proses Pembelajaran Penyadaran Kritis
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM i Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM i
10 15 19 23 25 26 34 36 40 41 45 51 58
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
PEMBERDAYAAN
PEMBERDAYAAN SEJATI KEPEMIMPINAN MASYARAKAT MANUSIA PENGORGANISASIAN MASYARAKAT Bahan Bacaan Bahan Bacaan Bahan Bacaan Lembar Kerja Bahan Bacaan Bahan Bacaan Bahan Bacaan Bahan Bacaan Bahan Bacaan Bahan Bacaan
Kekayaaan manusia yang Terbesar Wabah Virue Ketidakjujuran Otoritas Alamiah dan Moral Kepemimpinan Standard Tunggal Prilaku Semangat Pengabdian Golongan Pemimpin Bukan Bos Tapi Pemimpin Kriteria Kepemimpinan Pengorganisasian Masyarakat
63 65 67 70 71 73 74 76 80 81
PEMBANGUNAN PARTISIPATIF
KONSEP PARTISIPASI PARTISIPASI PEREMPUAN DAUR PROGRAM PEMBANGUNAN DAN SIKLUS PNPM MANDIRi PERKOTAAN Bahan Bacaan Bahan Bacaan Bahan Bacaan Bahan Bacaan Bahan Bacaan
Pembangunan Partisipatif Konsep partisipasi Gender Bukan Tabu – Apakah Gender Melawan Kodrat? Langkah-Langkah Pembangunan Partisipatif Daur Program Pembangunan Partisipatif
89 91 100 110 114
TUGAS DAN FUNGSI LKM/BKM KONSEP BKM/LKM DAN MODAL SOSIAL TUGAS DAN ETIKA BKM/LKM PERANGKAT ORGANISASI BKM/LKM TAHAPAN PERKEMBANGAN BKM/LKM
Lembar Kasus Penyalahgunaan Dana Pinjaman Media Bantu Mengapa BKM/LKM diperlukan? Bahan Bacaan Beberapa Pertanyaan Mengenai BKM?LKM Bahan Bacaan BKM dan Modal Sosial
ii
ii
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
121 122 124 127
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Bahan Bacaan BKM Sebagai Lembaga Pimpinan Kolektif Masyarakat Warga Bahan Bacaan Proses Pengambilan Keputusan dalam BKM Media Bantu Perangkat Organisasi BKM Bahan Bacaan Kisi-kisi Tingkat Perkembangan organisasi BKM/LKM Lembar Kasus Nasib BKM Bersama Kita Bisa Media Bantu Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (PPM) Bahan Bacaan Apa itu PPM? Bahan Bacaan Penanganan Pengaduan Lembar Kerja Format Pengadual, Klarifikasi, Analisis dan Monitoring
136 141 143 146 153 154 158 162 170
MANAJEMEN RELAWAN MENGAPA MENJADI RELAWAN MERAWAT RELAWAN NANGKIS Bahan Bacaan Bahan Bacaan Bahan Bacaan Bahan Bacaan
Prinsip Dasar Kesukarelawanan Potret Relawan; Haswa Kenalkan Aksara dari Pintu ke Pintu Sekilas Tentang Kerelawanan Relawan dalam Penanggulangan Kemiskinan
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM iii Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM iii
181 182 184 189
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
iv
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
BELAJAR BERSAMA : 1. MITRA BELAJAR 2. ORIENTASI BELAJAR 3. KONTRAK BELAJAR
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
1
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
1
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN PELATIHAN DASAR BKM/LKM Pendahuluan Pelatihan Dasar bagi anggota BKM/LKM pada dasarnya adalah kombinasi antara pengetahuan, penyadaran kritis. Pelatihan dasar anggota BKM/LKM merupakan salah satu dari rangkaian pelatihan di tingkat kelurahan/desa yang sangat penting dan strategis bagi Anggota BKM/LKM yang akan melaksanakan tugas pengabdiannya.
Tujuan a) Tercapai kesamaan pandang antar anggota BKM/LKM terhadap permasalahan kemiskinan dengan paradigma nilai – nilai kemanusiaan b) Tercapainya kesamaan pandang antar anggota BKM/LKM terhadap upaya penanggulangan kemiskinan c) Terciptanya anggota BKM/LKM yang memahami dan meyakini paradigma, pendekatan dan konsep serta mekanisme PNPM Mandiri Perkotaan sebagai alternatif jawaban terhadap persoalan kemiskinan d) Terciptanya anggota BKM/LKM yang mempunyai motivasi keterlibatan dalam BKM/LKM sebagai wujud tanggungjawab sebagai manusia, bukan sebagai lahan pekerjaan e) Anggota BKM/LKM memahami tugas, fungsi dan perannya dalam penanggulangan kemiskinan
Keluaran yang Diharapkan a) Tersedianya anggota BKM/LKM yang mempunyai kesadaran kritis terhadap masalah kemiskinan dan penanggulangannya. b) Tersedianya anggota BKM/LKM yang mempunyai kesadaran kritis untuk terlibat dalam penanggulangan kemiskinan sebagai tanggungjawab sosial c) Tersedianya anggota BKM/LKM yang memahami tugas dan fungsinya
Sasaran Kelompok Seluruh anggota BKM/LKM yang sudah terpilih di lokasi sasaran PNPM Mandiri Perkotaan.
Metodologi
Untuk mencapai tujuan dan memberikan manfaat kepada para peserta seperti yang diharapkan, maka pelatihan ini akan menerapkan proses belajar mengajar orang dewasa dimana dalam seluruh proses belajar mengajar orang dewasa ini, para peserta turut berperan sebagai nara sumber untuk saling memperkaya pemahaman masing-masing dengan menggunakan pendekatan pendidikan kritis.
2 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 2 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Pokok Bahasan
Keseluruhan pokok bahasan dalam pelatihan dasar ini disusun sedemikian rupa untuk dapat menjawab 7 pertanyaan mendasar sebagai berikut :
a) b) c) d) e) f) g)
Apa tantangan utama penanggulangan kemiskinan Apa dan mengapa PNPM Mandiri Perkotaan Apa dan bagaimana Pemberdayaan dalam PNPM Mandiri Perkotaan Bagaimana Pendekatan Pembangunan dalam PNPM PNPM Mandiri Perkotaan Apa dan siapa anggota BKM? Mengapa perlu BKM dalam penanggulangan kemiskinan? Bagaimana Perangkat organisasi BKM? Bagaimana BKM mengelola relawan yang sudah ada?
Ketujuh pengelompokan pokok bahasan tersebut kemudian diuraikan dalam tema dan topik sebagai berikut di bawah ini yang keseluruhan membutuhkan waktu 49 jam pelajaran atau setara dengan 36,7 jam atau 4 hari efektif(1 Jpl = 45 menit). Tiap Tema kemudian diuraikan lagi menjadi beberapa Topik sebagai berikut ini
GBPP Pelatihan Dasar Anggota BKM/LKM Tema /Topik Belajar Bersama Mitra Belajar
Orientasi Belajar
Kontrak Belajar
Tujuan Pembelajaran
Metode
Alat /Bahan
JPL 3 1
Peserta saling mengenal, saling memahami perbedaan, saling menghargai. Peserta mampu menciptakan keakraban.
Permainan
Spidol Kertas plano
Peserta memahami tujuan pelatihan. Peserta memahami apa yg akan diperoleh dan bagaimana pelatihan dilakukan.
Penjelasan Tanya Jawab
Spidol Kertas plano
1
Curah pendapat Diskusi
Spidol Kertas plano
1
Diskusi kelas Penjelasan
Spidol Kertas plano
Peserta mampu : merumuskan harapan bersama,
memahami hubungan antara harapan dan silabus, membangun kesepakatan untuk mencapai harapan bersama, membangun kesepakatan tata tertib pelatihan yang kondusif untuk mencapai harapan bersama Tantangan Penanggulangan Kemiskinan Paradigma Peserta memahami dan menyadari: Pembangunan
5 2
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
3
3
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Tujuan Pembangunan Pengertian paradigam dan implilkasinya terhadap kebijakan pembangunan
Tanya Jawab
Terjadinya pergeseran paradigma pembangunan di Indonesia dan implikasinya terhadap kemiskinan Masalah Kemiskinan
Peserta memahami dan menyadari: Dimensi – dimensi kemiskinan yang banyak dialami masyarakat faktor – faktor penyebab dan pendorong kemiskinan
Diskusi kelompok Diskusi kelas Analisa kasus
Metaplan Kartu – kartu kemiskinan
Curah pendapat Analisa VCD Diskusi
VCD “Mencari orang baik” Spidol VCD player Kertas plano
Diskusi Kelompok Diskusi Kelas
Komik Orang Utan Make Muke Spidol Kertas plano
Diskusi Kelompok Diskusi
Spidol Kertas plano
3
Kedalaman kemiskinan yang dialami oleh perempuan Peserta mampu menemukan akar penyebab kemiskinan Konsep PNPM Mandiri Perkotaan Penanggulangan Peserta memahami dan menyadari: Kemiskinan Tujuan penanggulangan kemiskinan Intervensi utama penanggulangan kemiskinan untuk membangun nilai
3 3
Strategi dan tahapan pemecahan masalah kemiskinan Pemberdayaan dan Kerelawanan Pemberdayaan Peserta memahami dan menyadari: Sejati Makna hakiki pemberdayaan sejati Merumuskan keonsep pemberdayaan sejati
7 3
Pemberdayaan yang harus dilakukan terhadap laki – laki dan perempuan Konsep kerelawanan sebagai wujud keberdayaan manusia sejati Kepemimpinan Masyarakat Manusia
4 4
Peserta memahami dan menyadari: Ciri khas seorang pemimpin
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
2
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN manusia
Kelas
Pemimpin masyarakat manusia haruslah manusia sejati Pengorganisasian Masyarakat
Peserta memahami dan menyadari: Konsep pengorganisasian masyarakat
Analisa Kasus Diskusi
Spidol Kertas plano
2
Permainan Penjelasan Tanya jawab
Spidol Kertas plano Tali rapia Gunting Jarum pentul
Jajak Pendapat Diskusi kelompok
Spidol Kertas plano
3
Permainan Diskusi kelas
Spidol Kertas plano
2
Prinsip-prinsip pengorganisasian masyarakat Pengertian dan ciri-ciri pengorganisasian masyarakat Pengorganisasian masyarakat sebagai proses penyadaran kritis Pembangunan Partisipatif Konsep Partisipasi Peserta memahami dan menyadari: Konsep, ciri – ciri dan hakikat partisipasi Perbedaan partisipasi dengan mobilisasi Partisipasi Perempuan
Peserta memahami dan menyadari: Masalah-masalah yang mempengaruhi rendahnya partisipasi perempuan
7 2
Pentingnya partisipasi perempuan dalam pananggulangan kemiskinan Daur Program Pembangunan & Siklus PNPM Mandiri Perkotaan
Peserta memahami dan menyadari: Daur program pembangunan partisipatif Pendekatan partisipatif sebagai dasar pengorganisasian masyarakat Siklus PNPM Mandiri Perkotaan sebagai implementasi daur program Perlunya partisipasi dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan
Tugas dan Fungsi BKM/LKM
12
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 5 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 5
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Konsep BKM/LKM dan Modal Sosial
Peserta memahami dan menyadari: Pengertian BKM/LKM Pengertian Modal Sosial Fungsi BKM/LKM dalam membangun modal sosial
Permainan Diskusi Kelompok Analisa kasus
Spidol Kertas plano
4
Diskusi kelompok Jajak pendapat Ciskusi kelas
Spidol Kertas Plano
4
Penjelasan Tanya jawab
Spidol Kertas plano
2
Diskusi Kelas
Spidol Kertas plano
Analisa kasus Diskusi berpasangan Diskusi kelas
Spidol Kertas plano
Kepercayaan sebagai dasar modal sosial Tugas dan Etika BKM/LKM
Peserta memahami dan menyadari: Tugas – tugas yang harus dijalankan BKM/LKM Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BKM/LKM Etika BKM/LKM dalam menjalankan tugas
Perangkat Organisasi BKM/LKM
Peserta memahami dan menyadari: Perangkat Organisasi BKM/LKM Peserta memahami hubungan BKM/LKM dengan UP – UP Peserta memahami tugas dan fungsi UP - UP
Tahapan Perkembangan BKM/LKM
Peserta memahami dan menyadari Tahapan Perkembangan BKM/LKM
Pengelolaan Pengaduan Masyarakat Pengelolaan Peserta memahami : Pengaduan Masyarakat (PPM) pengertian, prinsip-prinsip, dan tujuan PPM di PNPM Mandiri Perkotaan.
2
3 3
mekanisme penanganan pengaduan masyarakat Manajemen Relawan Mengapa Menjadi Peserta memahami dan menyadari: Relawan? Apa dan mengapa organisasi
6 6
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Curah Pendapat, Diskusi
Spidol Kertas plano
9 3
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN menggunakan relawan.
kelompok Diskusi kelas
Apa yang membuat orang tertarik menjadi relawan Apa yang membuat orang bertahan menjadi relawan
Merawat Relawan Nangkis
Peserta memahami : Peran relawan dalam program penanggulangan kemiskinan Kiat-kiat mengelola relawan nangkis.
Curah pendapat Diskusi kelompok diskusi kelas
Spidol Kertas plano
6
Total JPL 49 JPL/36,7 jam (4 hari efektif)
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 7 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 7
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
8
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
TANTANGAN: 1. PARADIGMA PEMBANGUNAN 2. ANATOMI KEMISKINAN 3. PEREMPUAN DAN KEMISKINAN
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
9
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
9
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Paradigma Pembangunan Oleh: Parwoto
Pengertian Kata paradigma berasal dari Yunani, semula lebih merupakan istilah ilmiah dan sekarang lebih lazim digunakan dengan arti model, teori dasar, persepsi, asumsi atau kerangka acuan. Dalam bahasa sehari-hari paradigma juga disebut sebagai “cara kita memandang dunia”, bukan dalam arti visual tetapi lebih dalam arti mempersepsi, mengerti atau menafsirkan (Stephen R Covey. 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif) Lebih lanjut “paradigma” adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangan seseorang. Konsekwensinya paradigma ini juga akan membentuk citra subyektif seseorang mengenai realita dan akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita.
Pengantar Paradigma adalah sumber dari sikap dan perilaku seseorang, berkenaan dengan tindakan mempersepsi, memahami dan menafsirkan sesuatu hal. Dengan kata lain manakala seseorang menguraikan sesuatu yang dilihat atau dialami, sebenarnya orang tersebut sedang menguraikan pandangannya/anggapannya mengenai hal tersebut atau sebenarnya dia sedang menjabarkan dirinya sendiri, citra subyektifnya, persepsinya, pandangannya yang dilandasi oleh paradigmanya. Penafsiran masing-masing orang tentang sesuatu hal menggambarkan pengalaman orang tersebut sebelumnya. Semakin sadar seseorang akan paradigmanya yang dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya, maka semakin orang tersebut bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang terjadi akibat paradigma yang dianutnya. Dia akan makin terbuka dan terus menguji paradigmanya berdasarkan realita baru yang ditemuinya, mendengarkan orang lain dan bersikap terbuka terhadap persepsi orang lain, sehingga mendapatkan gambaran yang lebih besar dan pandangan yang lebih obyektif sehingga yang terjadi kemudian adalah penguatan atau justeru perubahan paradigma. Perubahan paradigma menggerakkan seseorang untuk beralih dari satu cara pandang ke cara pandang yang lain. Perubahan paradigma bersifat kuat. Paradigma seseorang, terlepas dari benar atau salah, adalah sumber dari sikap dan perilakunya, yang akhirnya akan menjadi sumber dari hubungan orang tersebut dengan orang lain. Hampir setiap terobosan penting di dalam berbagai bidang kehidupan, pada mulanya merupakan pemutusan dengan tradisi, cara berpikir dan paradigma yang lama. Perlu juga selalu diingat bahwa tidak semua perubahan paradigma memiliki arah positif dan tidak semua perubahan paradigma terjadi seketika.
10 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM 10 Bahan BahanBacaan Bacaan || Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Pergeseran Paradigma Pembangunan Secara singkat dan sederhana terjadinya pergeseran paradigma global didunia ini dapat diuraikan sebagai berikut di bawah ini
1. Paradigma Ekonomi Paradigma ekonomi merupakan yang paling tua dan paling dominan dalam menentukan pembangunan. Hal ini disebabkan oleh pengertian ekonomi itu sendiri sebagai “mengatur rumah tangga sendiri” yang dapat dipahami sebagai upaya mengatur kesejahteraan keluarga, komunitas dan bangsa dalam skala yang lebih luas. Pada awalnya ( ekonomi klasik) paradigma ini menekankan pertumbuhan dan melihat pembangunan sebagai pembangunan ekonomi (development=economic development) sehingga ukuran keberhasilan pembangunan adalah pertumbuhan produksi barang dan jasa secara nasional (Produksi Nasional Bruto/Gross National Product). Makin tinggi pertumbuhannya makin berhasil pembangunan suatu bangsa/negara. Paradigma ini juga menekankan perlunya kebebasan, pemupukan modal dan pembagian kerja (spesialisasi). Kelompok yang tidak puas dengan paradigma ini kemudian melaku pembaruan yang kemudian dikenal dgn Neo Ekonomi yang lebih menekankan pada pemerataan dgn mengukur berapa % dari PNB/GNP diraih oleh penduduk miskin. Meskipun paradigma neo-ekonomi ini masih sangat jelas dipengaruhi nilai-nilai ekonomi klasik, tetapi ada beberapa perbedaan yang fundamental dalam indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur pembangunan dan makna pertumbuhan itu sendiri. Paradigma neo-ekonomi menggunakan indikator dalam mengukur pembangunan sebagai berkurangnya kemiskinan, pengangguran dan berkurangnya kesenjangan. Masih dalam paradigma ekonomi ini muncul juga pandangan (ekonomi politik neo klasik) yang melihat hubungan antara masyarakat maju (kapitalis) dengan masyarakat yang belum maju (pra kapitalis) yang melahirkan eksploatasi dari masyarakat maju kepada masyarakat belum maju sehingga yang terjadi adalah keterbelakangan (underdevelopment) dari masyarakat yg blm maju Meskipun sudah banyak perubahan dalam paradigma ekonomi tetapi perkara utamanya tetap pertumbuhan dan pemerataan dipercayakan melalui mekanisme penetesan (trickle down effect)
2. Paradigma Kesejahteraan Sosial Pada awalnya paradigma kesejahteraan social ini melihat pembangunan sebagai pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Indikator pembangunan diukur dari pemenuhan kebutuhan dasar, seperti antara lain MASOL (Minimum Acceptable Standard of Living) yang dikembangkan oleh Doh Joon Chien atau PQLI (Physical Quality Life Index) yang sedikit lebih maju dengan mengukur harapan hidup, kematian bayi dan melek huruf sampai dengan yang lebih canggih yang melihat pembangunan sebagai upaya terencana untuk memenuhi kebutuhan sosial yang lebih tinggi, bukan berapa banyak, tetapi berapa baik, bukan kualitas barang tetapi kualitas hidup seperti antara lain keadilan, pemerataan, peningkatan budaya, kedamaian, dsb. (Bauer, 1966; Conyers, 1986) Meskipun telah terjadi banyak perkembangan tetapi perkara utama paradigma ini masih tetap pemenuhan kebutuhan hidup sehingga sering dikritik “mendudukkan masyarakat sebagai obyek bantuan” (Freire, 1984)
3. Paradigma Pembangunan Manusia Melihat pembangunan sebagai pembangunan manusia untuk mampu berbuat dan menciptakan sejarahnya sendiri. Manusia sebagai fokus utama dan sumber utama pembangunan (Korten). Penghormatan terhadap martabat manusia, pembebasan manusia dari dominasi teknologi (Illich), pembebasan manusia dari dominasi pasar (Ramos), pembangunan manusia; kelangsungan
Bahan Bacaan Bacaan| |Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 11 11 Bahan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
hidup, kehormatan dan kebebasan (Goulet), pembebasan manusia dari dominasi manusia lain melalui proses penyadaran diri (Freire). Fokus pembangunan bukan lagi pada ekonomi, social atau teknologi melainkan pada manusia itu sendiri.
……….a sense of self worth and a personal capacity for actively participating in life’s important decision …………. ……….social development become the liberation of human being and community from passive recipients towards a developed, active citizenry, capable of participating in in choice about community issues (Thomas, 1984)
Penganut-penganut teori ini adalah Ivan Illich, Denis Goulet, Mahbub ul Haq, Freire, Guerreiro Ramos, David Korten, dsb. Pergeseran paradigma seperti tersebut di atas bergerak dari paradigma ekonomi ke paradigma kesejahteraan sosial akhirnya ke paradigma pemanusiaan. Pembangunan menurut kedua paradigma terdahulu (ekonomi dan kesejahteraan sosial) adalah pembangunan yang berkiblat ke manusia, sedangkan pembangunan menurut paradigma pemanusiaan adalah pembangunan manusia itu sendiri untuk menjadi manusia yang utuh dan merdeka atau secara ekonomi produktif dan secara sosial efektif (Soedjatmoko).
Pergeseran Paradigma Pembangunan di Indonesia Pergeseran paradigma global tersebut juga terjadi di Indonesia, dari Repelita ke Repelita sampai ke Propenas
Repelita 1 (1979-1974) Kita baru saja lepas dari musibah nasional G 30 S sehingga nuansa yang dominan mempengaruhi paradigma pembangunan adalah keamanan dimana pendekatan yang digunakan adalah pendekatan stabilitas, sehingga Trilogi Pembangunan dimulai dari Stabilitas, Pertumbuhan dan baru Pemerataan. Peran utama pemerintah adalah menciptakan suasana aman dan stabil.
Repelita 2 (1974-1979) Pada waktu itu suasana sudah cukup tenang dan stabil sehingga mulai berkembanglah paradigma ekonomi untuk memperbesar kue pembangunan dengan meningkatkan pertumbuhan. Trilogi Pembangunan dengan serta merta diubah urutannya dari Stabilitas, Pertumbuhan dan Pemerataan menjadi Pertumbuhan, Stabilitas dan Pemerataan. Dengan menerapkan pendekatan pertumbuhan ini berarti prioritas pembangunan diberikan kepada kegiatan-kegiatan yang dianggap dapat menjamin terjadinya pertumbuhan, termasuk prioritas pilihan model dan pelaku pembangunan yang akhirnya jatuh ke sector formal yang dianggap paling mampu menjadi mitra pemerintah dalam menciptakan pertumbuhan. Pada masa inilah merupakan masa kebangkitan sector formal dengan konsekwensi logic terpinggirkannya sector informal baik kegiatannya maupun pelakunya dengan akibat turutannya dari proses marjinalisasi ini adalah kesenjangan dan keterbelakangan. Pintu terjadinya kemiskinan structural terbuka lebar.
Repelita 3 (1979-1984) s/d Repelita 5 (1989-1994) Berangkat dari situasi menganganya jurang kesenjangan, keterbelakangan dan munculnya banyak OKB (orang kaya baru) dan diwarnai dengan banyak protes maka Repelita 3 dirumuskan dengan landasan paradigma yang jauh berbeda yaitu “kesejahteraan sosial” dalam rangka
12 Bahan 12 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM Bahan Bacaan Bacaan | | Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
menutup jurang kesenjangan dan keterbelakangan sebagai upaya koreksi terhadap kesalahan pembangunan di masa sebelumnya. Pendekatan yang digunakan adalah “pemerataan”, sehingga dengan serta merta Trilogi Pembangunan urutannya juga diubah dari Pertumbuhan, Stabilitas dan Pemerataan menjadi Pemerataan, Pertumbuhan dan Stabilitas. Muncullah waktu itu “8 Jalur Pemerataan” yang harus dianut oleh semua instansi dalam mengajukan anggaran biaya pembangunan. Dalam prakteknya pemerataan ini lebih diartikan sebagai pemerataan pembangunan dan pemerataan hasil pembangunan dalam bentuk pelayanan kebutuhan dasar, air bersih, SD Inpres, dsb, dimana masyarakat didudukan sebagai penerima manfaat yang pasif (obyek bantuan, Freire, 1984). Untuk mengurangi ketimpangan ini kemudian dimunculkan upaya untuk menggalakkan lagi partisipasi masyarakat melalui instruksi Menteri Dalam Negeri dan diterapkannya mekanisme perencanaan dari bawah yang dikenal sebagai P5D. Dalam prakteknya semua gagasan yang indah ini tidak diterapkan sepenuh hati. Malah pergeseran paradigma ini tidak pernah secara sistematik dibahas apa pengaruhnya terhadap pembangunan daerah, posisi masyarakat dan perubahan peran para pelaku pembangunan. Akibatnya alih-alih mengurangi kesenjangan yang terjadi justeru; (i) pemerataan terbatas pada apa yang disebut pemerataan pembangunan dan hasil pembangunan, (ii) merebaknya semangat “project oriented” yang melanda semua pelaku pembangunan, sehingga tupoksi tidak jalan karena tidak ada proyek dan tumbuhnya para konsultan maupun kontraktor yang bermental ABS (asal babak senang), (iii) merebaknya semangat apatisme dari masyarakat sebagai penerima manfaat proyek, masyarakat menjadi pasif tinggal menunggu saja, (iv) yang sangat menyedihkan adalah justeru kesenjangan makin melebar karena justeru yang menikmati pembangunan adalah pelaku pembangunan (kaum elit) dan bukan pemanfaat (rakyat jelata). Situasi tersebut menunjukkan bahwa yang sangat parah terpengaruh dengan model pembangunan repelita demi repelita dalam masa PJP I adalah mentalitas manusianya, terjadi proses pembodohan, dehumanisasi dan lunturnya nilainilai luhur universal (demoralisasi). Marjinalisasi makin keras dan keterbelakangan makin nyata.
Awal PJP II dan Masa Reformasi dgn Propenas (1999-2004) Hal tersebut di atas yang terjadi selama masa PJP I juga disadari dan dilakukan koreksi pada masa pembangunan jangka panjang kedua. Pada waktu Repelita 6 (1994-1999). Kesadaran akan akibat-akibat negatif dari model pembangunan sebelumnya telah membawa model pembangunan yang sangat lain yang dilandasi “paradigma pembangunan manusia” melalui pendekatan pemberdayaan. Dimana urutan prioritas Trilogi Pembangunan tetap Pemerataan, Pertumbuhan dan Stabilitas hanya maknanya berubah dari pemerataan hasil pembangunan menjadi pemerataan kesempatan membangun. Sayangnya penerapan paradigma ini dalam model-model pembangunan kurang dihayati dan kurang tulus dilaksanakan. Setelah pergantian pemerintahan maka Repilita tidak diberlakukan lagi dan disusunlah Propenas (Program Pembangunan Nasional) 1999-2004 dengan tujuan jangka panjangnya adalah : “Terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, barakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hokum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan berdisiplin”. Prioritas Pembangunan ditetapkan sebagai berikut: 1) Membangun sistem politik yang demokratis serta mempertahankan persatuan dan kesatuan 2) Mewujudkan supremasi hokum dan pemerintahan yang baik 3) Mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan yang berdasarkan system ekonomi kerakyatan
Bahan Pelatihan BahanBacaan Bacaan| | PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 13 13
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN 4) Membangun kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan ketahanan budaya 5) Meningkatkan pembangunan daerah Dari judul prioritas pembangunan yang dicanangkan melalui Propenas jelas prioritas pembangunan manusia menjadi kabur atau melemah padahal persoalan utama yang kita hadapi sebenarnya adalah adanya krisis moral dan kepemimpinan yang mampu menjadi teladan pelaku moral. Disisi lain secara umum terlihat pengaruh paradigma ekonomi dan kesejahteraan social sangat kuat, mungkin ini adalah dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan, tetapi jelas tanpa pembangunan manusia dari aspek kritis manusia tidak mungkin dicapai prioritas pembangunan di atas sebab semuanya itu memerlukan pelaku yang memiliki komitmen moral yang tinggi yang mampu menjadi teladan bagi sesama.
Sumber : 1.
Parwoto, ISS 1981, Housing Paradigm
2.
Prof. DR. Paulo Freire, Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan, 1984.
3.
Prof. DR. Moeljarto. T. MPA, Politik Pembangunan, 1993
4.
Stephen R. Covey, The Sevent Habits of Highly Effective People, 1990.
5.
A. Suryana Sudrajat, ed, Demokrasi dan Budaya MEP, 1995.
6.
Sumitro Djojohadikusumo, Perkembangan Pemikiran Ekonomi.
7.
Undang-undang Republik Indonesia No 25 tentang Program Pembangunan Nasional, Tahun 2000-2004
1414 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Pembangunan Manusia Marnia Nes
Manusia Sejati Apa dan siapa yang disebut dengan manusia?. Apa perbedaan yang paling hakiki antara manusia dengan hewan?. Tidak seperti hewan manusia mempunyai akal sehat, hati nurani dan pilihan bebas. Manusia bukan semata – mata makhluk intelektual yang hanya menggunakan akalnya saja, bukan juga hanya sekedar jasmaniah semata, bukan hanya memiliki hati nurani atau jiwa saja. Manusia merupakan perpaduan yang harmonis antara akal sehat, hati nurani, jasmani dan jiwa sehingga dalam menjalankan dan menemukan kemanusiaannya bisa bersikap, berbuat, berperilaku berdasarkan pilihannya yang berpangkal pada hati nurani dan akal sehat. Berbeda dengan binatang yang tidak punya pilihan bebas dan hati nurani , sehingga apa yang dia lakukan digerakan hanya oleh insting. Manusia bukan hanya sebagai makhluk biologis, tetapi juga makhluk yang bisa berfikir, merasa dan mengerti akan makna hidup. Nurani pada dasarnya adalah seperangkat nilai yang merupakan hukum moral di dalam diri manusia mengenai benar dan salah, mengenai apa yang baik dan buruk, apa yang mendukung dan mengganggu, yang bermanfaat dan merusak, kejujuran dan keadilan dimana perangkat nilai ini merupakan nilai – nilai yang universal bagi semua manusia di seluruh penjuru dunia. Kebenaran itu melekat dalam pemikiran, perkataan dan perbuatan. Orang yang menggunakan nuraninya, adalah orang – orang yang mengerti maknanya berkorban, keikhlasan, persahabatan, kesetiaan, kepedulian, kejujuran, keadilan, tidak sewenang – wenang terhadap orang lain dan nilai – nilai positif lainnya. Golongan manusia seperti ini sanggup menantang maut demi kepentingan manusia lain dan memelihara lingkungan sehingga hidupnya bermanfaat bagi keberlangsungan umat manusia. Nilai – nilai kebenaranlah yang menjadi kontrol perilaku mereka bukan pendapat lingkungan yang kadang – kadang memanipulasi kebenaran yang sesungguhnya. Manusia seperti inilah yang sudah bisa menemukan ”makna hidup” ( the meaning of life) sebagai manusia sejati. Jika manusia mengunakan nurani – nilai nilai kebenaran - sebagai kontrol perilakunya, maka akan memberi ruang – ruang kepada manusia lainnya untuk mempunyai akses yang setara terhadap berbagai sumberdaya bagi kehidupan yang lebih sejahtera; memberi ruang kepada pihak lain untuk ikut mengambil keputusan bagi kehidupannya; membantu pihak lain untuk keluar dari kesulitan hidup; bertindak adil apabila dia menjadi pemimpin, tidak melakukan manipulasi dan korupsi dan sebagainya.Apabila ini terjadi dalam proses – proses pembangunan iklim yang kondusif untuk partisipasi, demokrasi, transparansi akan terjadi dan tidak akan ada kelompok minoritas yang menindas dan kelompok mayoritas yang tertindas, sehingga tidak akan terjadi dehumanisasi.
Dehumanisasi; Sistem dan Struktur Sosial Pada kenyataannya sekarang, proses – proses dehumanisasi (pengingkaran terhadap jati diri manusia) masih terus berlangsung baik pada komunitas yang paling kecil sampai kepada komunitas yang lebih besar seperti dominasi dari negara – negara adikuasa terhadap negara – negara dunia ketiga. Hal ini terjadi karena manusia berada dalam sistem dan struktur sosial yang saat ini masih menguntungkan pihak – pihak tertentu yang mempunyai kepentingan bagi dirinya dan golongannya
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 15 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 15
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
sehingga terjadi eksploitasi kelas, dominasi gender maupun karena hegemoni dan dominasi budaya lainnya. Sistem dan struktur yang ada memunculkan dan melanggengkan ketidakadilan bagi golongan – golongan yang tidak mempunyai kekuasaan dan akses terhadap pengambilan keputusan. Saat ini walaupun standar kehidupan, dalam artian materi yang dimiliki telah meningkat. Tetapi kualitas kehidupan dalam arti hakikat manusia masih dipetanyakan.Asset dan akses terhadap sumberdaya hanya dimiliki oleh kelompok tertentu saja sehingga memunculkan ketimpangan dan ketidakadilan. Menurut Paulo Freire, seorang aktivis dari Barzil, sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya membuat masyarakat mengalami proses ”dehumanisasi”. Freire bertolak dari kehidupan nyata, bahwa di dunia ini sebagian besar manusia menderita sedemikian rupa – sementara sebagian lainnya menikmati jerih payah orang lain dengan cara – cara yang tidak adil. Dari segi jumlah kelompok yang menikmati ini merupakan minoritas. Keadaan tersebut memperlihatkan kondisi yang tidak berimbang, tidak adil. Persoalan itu yang disebut Freire sebagai ”penindasan”. Bagi Freire kondisi ini apapun alasannya adalah tidak manusiawi , sesuatu yang menafikan harkat kemanusiaan (dehumanisasi). Dehumanisasi bersifat mendua, dalam pengertian terjadi atas diri mayoritas kaum tertindas dan juga atas diri minoritas kaum penindas. Keduanya menyalahi kodrat manusia sejati. Mayoritas kaum tertindas menjadi tidak manusiawi karena hak – hak asasi mereka dinistakan, karena mereka dibuat tidak berdaya dan dibenamkan dalam ”kebudayaan bisu”. Minoritas kaum penindas menjadi tidak manusiawi karena telah mendustai hakekat keberdaan dan hati nurani sendiri dengan memaksakan penindasan bagi manusia sesamanya.
Manusia: Memberdayakan Manusia Sejati Beberapa dekade ke belakang pembangunan berorientasi pada pembangunan ekonomi. Perencanaan ekonomi ditujukan untuk menciptakan pertumbuhan dan meningkatan standar kehidupan, dalam konteks ketersediaan barang dan jasa untuk keperluan konsumsi. Hal ini merupakan karakter dominan dalam sistem negara kesejahteraan. Pertanyaan penting untuk diajukan adalah : bagaimana dengan kesejahteraan manusia dan masyarakat pada umumnya apabila dikaitkan dengan aspek non ekonomis?. Apakah sudah terjadi pemberdayaan untuk meningkatkan kualitas hidup – baik untuk individu maupun masyarakat secara keseluruhan – dalam konteks kebenaran, keadilan, kasih sayang, dan kepedulian kepada sesama, toleransi, kerja sama, profesional dan tanggung jawab sosial, semangat demokrasi serta nilai – nilai kemanusiaan lainnya?. Barangkali,melalui refleksi sederhana akan tampak bahwa dibandingkan dengan kemajuan hebat yang telah diraih manusia untuk mencapai kemakmuran materialnya, ternyata tidak ada kemajuan yang berarti bagi martabat kualitas kehidupan manusia, padahal kemajuan aspek tersebut sangat esensial bagi kebahagiaan dan kepuasan manusia. Mahatma Gandhi,pejuang keadilan dari India, berpendapat bahwa dalam kehidupan manusia, pertumbuhan dan perkembangan aspek material dan non material harus berjalan seimbang dan harmonis. Hanya pertumbuhan yang mencakup aspek spiritual dan material inilah yang benar – benar bernilai bagi manusia. Kecenderungan atas kemajuan material yang tidak terbatas dapat menjadi rintangan bagi pencapaian kemajuan kemanusiaan. Pemenuhan kebutuhan material tanpa dibarengi dengan peningkatan kualitas akal budi akan menimbulkan keserakahan, persaingan yang tidak sehat, kesewenang – wenangan dari pihak – pihak yang dominan, ketidakadilan dan sebagainya. Pembangunan yang memberdayakan seharusnya pembangunan yang bisa memproduksi kesadaran kritis agar setiap orang berdaya untuk menjadi manusia yang sejati, artinya manusia yang merdeka yang membebaskan manusia dari proses – proses dehumanisasi. Pemberdayaan dalam hal ini
16 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM 16 Bahan BahanBacaan Bacaan || Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
haruslah menumbuhkan kesadaran manusia untuk mengamalkan nilai – nilai universal berupa sikap dan perilaku dalam mengatasi berbagai persoalan manusia dalam segala aspeknya baik ekonomi, sosial maupun politik. Keadilan harus menjadi pijakan bagi manusia yang berdaya, dan mendorong jauh – jauh keinginan untuk kemanfaatan dunia yang hanya menguntungkan bagi dirinya sendiri. Sebagai manusia yang merdeka, setiap manusia haruslah otonom artinya dia adalah subjek bukan objek. Sebagai subjek setiap manusia berhak dan mempunyai kewenangan untuk menentukan pemecahan masalah yang dihadapinya, mengelola program bagi dirinya. Tidak ada satu pihakpun yang bisa mendominasi dan berhak untuk menentukan nasib orang lain, sedangkan objeknya adalah realitas kehidupan yang harus dipecahkan bersama. Akan tetapi pemenuhan hak harus seimbang dengan kemampuan untuk menjalankan kewajiban sebagai manusia dalam menjalankan peran – peran dalam hidupnya. Hak–hak setiap orang akan terpenuhi apabila orang – orang di sekitarnya menjalankan kewajibannya. Kewajiban manusia yang paling mendasar adalah melayani kelompok lainnya; pemerintah harus melayani rakyatnya; orangtua melayani anaknya dan sebaliknya; guru melayani muridnya; dokter malayani pasiennya dan seterusnya. Ekonomi harus diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia, dan kesejahteraan manusia mustahil terwujud tanpa kepedulian yang mendalam terhadap kesejahteraan moralitas manusia. Lebret seorang tokoh cendekiawan Perancis terkemuka mengatakan bahwa Kita tidak mempercayai dan tidak bisa menerima pemisahan eknomi dari kemanusiaan maupun pembangunan, karena hanya melalui perpaduan antara ekonomi dan kemanusian lah peradaban itu bisa eksis. Apa yang paling penting bagi kita adalah manusia, setiap manusia, setiap manusia beserta kelompoknya, dan mencakup keseluruhan aspek kemanusiaannya. Lebih jauh Gandhi berpendapat bahwa dalam tatanan masyarakat harus tercipta perpaduan yang harmonis antara kemajuan moral dan material. Hanya dengan cara inilah masyarakat bisa mencapai kesejahteraan yang sesungguhnya bagi setiap warganya dalam masyarakat sendiri secara keseluruhan. Inilah yang dimaksud Gandhi dengan kesejahteraan integral. Oleh karena itu dalam mengatasi berbagai persoalan politik, ekonomi dan sosial agar tercapainya kesejahteraan diperlukan kepedulian dan semangat melayani dari semua pihak. Melayani sebagai perwujudan dari penggunaan hati nurani untuk tercapainya kebenaran. Dalam hal ini seringkali dibutuhkan kerelaan dan pengorbanan untuk melawan kezaliman dan ketidakadilan. Kesediaan untuk menderita dan berkorban sesungguhnya merupakan bagian dari perlawanan aktif dari kejahatan. Semangat pengorbanan juga menjadi dasar bagi perjuangan demi melindungi harkat dan martabat kemanusiaan. Untuk itu pandangan hidup masyarakat terhadap diri mereka sendiri harus berubah agar mempunyai kesadaran kritis dalam menjalankan peran–perannya sebagai manusia. Freire menggolongkan kesadaran manusia menjadi tiga yaitu: (1) kesadaran magis (magical consciousness), (2) kesadaran naif (naival consciousness) dan (3) kesadaran kritis (critical consciousness).
Kesadaran Magis ( magical consciousness) , yaitu kesadaran masyarakat yang tidak mampu mengetahui kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Kesadaran lebih melihat faktor di luar manusia (natural maupun supranatural) sebagai penyebab ketidak berdayaan. Kelompok yang mempunyai kesadaran ini menganggap persoalan yang terjadi dalam hidup termasuk kemiskinan terjadi secara alamiah karena nasib atau dikarenakan faktor–faktor supranatural.
Kesadaran naif , keadaan yang diketegorikan dalam kesadaran ini adalah lebih melihat ”aspek manusia” menjadi akar penyebab masalah masyarakat. Dalam kesadaran ini ’masalah etika, kreativitas, dianggap sebagai penentu perubahan sosial. Jadi dalam menganalisa mengapa suatu masyarakat miskin, bagi mereka disebabkan karena ’salah’ masyarakat sendiri, yakni mereka malas, tidak memiliki kewiraswastaan, atau tidak memiliki budaya membangun. Kesadaran kritis, kesadaran ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan struktural lebih menghindari ”menyalahkan korban” (orang miskin) dan lebih
BahanBacaan Bacaan| |Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 17 17 Bahan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
menganalisa untuk secara kritis menyadari struktur dan sistem sosial, politik, ekonomi dan budaya serta akibatnya pada keadaan masyarakat. Sedangkan struktur dan sistem politik diciptakan oleh kelompok yang mempunyai kekuasaan dan akses terhadap pengambilan keputusan. Masyarakan harus bisa menganalisa secara kritis faktor–faktor yang menjadi penyebab permasalahan yang terjadi pada dirinya serta menjalankan kewajiban dan haknya sebagai manusia yang merdeka untuk menghilangkan ketidakadilan dan kesewenang - wenangan. Oleh karena itu pembangunan kini beorientasi bukan hanya kepada perkembangan ekonomi akan tetapi berkembang paradigma baru yang disebut dengan 'pembangunan yang berorientasi pada manusia' ( human centered development). Manusia dilihat sebagai tujuan utama pembangunan. Pada awalnya paradigma ini berangkat dengan menggunakan Indeks Kualitas Hidup ( physical quality life index). Indeks itu ditentukan melalui tiga parameter yaitu angka kematian bayi, angka harapan hidup waktu lahir, dan angka melek huruf. Selanjutnya indikator itu berkembang hingga muncul istilah baru yakni Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Paradigma baru itu mempunyai fokus utama pada pengembangan manusia (human growth), kemakmuran, keadilan dan keberlanjutan (sustainability). Dasar pemikiran paradigma ini mengacu kepada keseimbangan ekologi manusia dan tujuan utamanya adalah aktualisasi optimal potensi manusia. Setiap manusia mesti dikembangkan menjadi manusia yang berakhlak mulia dan berkualitas. Cita-cita selanjutnya adalah mendorong setiap individu untuk membangun kesalehan pribadi maupun sosial dan bercita-cita untuk menciptakan masyarakat madani yang mandiri, beradab, maju dan bermartabat Daftar Pustaka:
Francis Alapatti; Welfare ”In The Gandhian Economics and The Welfare State” ; Pontificiam Universitatem, Roma 1983
Mansour Fakih, dkk; Pendidikan Popular Membangun Kesadaran Kritis; INSIST dan Pact; 2001
Paulo Freire; Pedagogy of the Oppressed; CONTINUUM New York; 1990
Stephen R. Covey; 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Effektif; Binarupa Aksara
18 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM 18
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Kisah Rakyat yang Gagal1 Oleh: Lis Markus BAGIAN I Inilah kisah kehidupan yang fakir di Sukapakir. Ini sebuah “dusun” di Kota Bandung, di bagian Selatan yang hanya bisa Anda kunjungi dengan jalan kaki. Karena gang yang harus dilalui tidak mampu memuat mobil, kendaraan harus tinggalkan di jalan Pagarsih, kemudian Anda berjalan terus, terus ke selatan, masuk lorong gang sempit. Di mulut gang, gerobak, motor dan pejalan kaki terkadang harus antre, lalu bergiliran dari arah yang saling berlawanan meniti jalan yang dipersempit oleh sebuah selokan di sebelah sisi. Muatan selokan itu: air comberan hitam pekat, sampah dan kotoran dari WC. Sepanjang gang anak-anak asyik bermain, sementara para ibu mereka sibuk bekerja, berjualan makanan ringan, mencuci baju dan perabotan rumah tangga, keramas, menyikat gigi, atau mengangkut air dari MCK (mandi,cuci,kakus). Karena satu-satunya tempat yang lowong hanya gang sempit itu, hampir semua kesibukan berlangsung di kawasan ini. Ini “nadi” daerah yang dinamakan Sukapakir. Jangan berharap dapat melihat kehijauan di antara rumah yang berdempet-dempet hampir tanpa halaman. Tak perlu heran, karena kawasan ini, menurut Sensus Penduduk 1980, adalah salah satu kelurahan yang sangat padat. Penghuninya tukang-tukang bakso, tukang bubur, pengupas bawang, pedagang kaki lima, tukang becak, pelacur, dukun. Cerita tentang mereka adalah kisah orang-orang kecil yang senantiasa berikhtiar, tetapi terus menerus gagal. Lepas subuh, Ibu Samsu sudah ada di pasar Ciroyom. Pekerjaan rutin belanja untuk warungnya. Di belakangnya mengekor si Nanang gerobak, tempat ibunya menampung perbelanjaan. Ibu Samsu berdecap ngiler melihat sayuran segar. Tapi uang di balik kutangnya tak cukup lagi. Akhirnya, ia hanya melengkapi belanjaan dengan sambeleun - cabe, bawang serta tomat. Dan ketika uangnya tinggal Rp 100,- dihentikannya acara langak-longoknya. Sisa uang itu ia siapkan untuk ngaburuhan - upah si Nanang, satu-satunya anak Bu Samsu yang mau menerima uang cepek. Hari ini Ibu Samsu tidak dapat menambah jualan. Dalam beberapa bulan ini warung Bu Samsu memang nampak ngos-ngosan. Ia tak habis pikir mengapa ini bisa terjadi. Padahal tiap hari ada saja yang laku. Heran! Ada yang berkata bahwa Bu Samsu orangnya kelewat baik. Setiap orang boleh ngebon. Jumlah utang kadang ia catat, tapi lebih sering tidak – semata-mata tergantung kesadaran yang berutang. Malah kalau pengemis yang belanja, ia terkadang memberikan. Ia merasa, alhamdulillah, masih di beri rezeki berlebihan jika dibandingkan dengan nasib para peminta-minta.
1
Tulisan ini diambil dari artikel Majalah Tempo edisi 27 Oktober 1984 berdasarkan penelitian antropologi selama 10 bulan di sebuah kampung perkotaan yang paling miskin di Bandung
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
19
19
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Ibu Samsu yakin, ada sebab lain yang “mengganggu” usahanya – sebuah gangguan aneh yang tidak dapat diidentifikasikan dengan tata buku. Di Jawa Barat, menurut kepercayaan orang, ada kencit atau tuyul, makhluk halus yang suka mencopet. Tentu saja piaraan orang yang ingin kaya tanpa kerja. Beberapa pedagang di daerah itu berjaga-jaga dengan isim, kemenyan atau jimat, agar kencit tidak nyelonong ke laci mereka. Mang Ikin, misalnya, pedagang bubur keliling, mengatakan bahwa hasil jualannya baru dapat dirasakan lumayan setelah ia membeli jimat anti-kencit dari seorang dukun. Tetapi Bu Samsu hampir tak percaya sumber gangguan warungnya adalah “ kencit”. Kalau begitu apa? Ia pernah berusaha mencari jawaban sendiri, misalnya dengan jalan bertapa di suatu gunung di Kabupaten Bandung. Dalam implengan-nya ia “melihat “ ada tiga orang yang menyiramkan air di depan warungnya – itu pasti orang-orang yang iri. Kendati begitu ia diamkan saja. Tidak membalas. Ia hanya sering tahajud – sembahyang malam – mohon perlindungan Tuhan. Tapi Pak Samsu tak sesabar ibu. Suatu hari Bapak k e dukun, berkonsultasi dengan seorang “pintar”. Orang pintar itu – yang kerap menolong keluarga ini dengan hasil yang “amat meyakinkan“ - setuju dengan penglihatan Bu Samsu dan membuat penangkal. Keluarga Bu Samsu kemudian membuat selamatan kecil, “buang sial” namanya. Dan betul, kata Bu Samsu beberapa minggu kemudian, jualannya jadi haneuteun, laris. Sayang, hal itu tak berlangsung lama - Ibu Samsu mengeluh, warung rugi terus, uang lagi kurang. Untuk menambah modal, ia mulai pinjam dari bank keliling alias rentenir. Jika ia sadar apa yang menyebabkan warungnya merosot, tentu saja ia tidak akan susah-susah pergi ke gunung segala. Sebab, sebenarnya ia juga tahu bahwa kalau ia pergi ke pengajian dan warungnya di tunggu anak gadisnya, pasti akan ada uang yang meguap dari lacinya. Belum lagi tiga anak lakilaki yang sudah doyan merokok – bolak-balik masuk warung meminta roko. Kebutuhan dapur seharihari juga mengambil dari warung. Semuanya tanpa perhitungan sama sekali. Memang, seharusnya warung itu merupakan tambahan pendapatan keluarga. Suaminya menerima pensiunan, dan disamping itu menerima honorarium sebagai pegawai tidak tetap. Namun pendapatan bulanan ini kadang-kadang sudah ludes pada minggu ke dua atau ke tiga. Keluarga ini keluarga besar, dan tujuh dari delapan anak masih sekolah. Yang sudah tamat STM, menganggur. Tiga lainnya di SMA, sisanya SMP dan SD. Setiap tiba masa testing atau ujian, keluarga ini mengeluh berat. Pengeluaran biaya itu jauh lebih besar dari penghasilan. Dan waktu itu, mereka pinjam lagi kepada saudara atau rentenir. Ketika anak sulungnya lulus STM, Ibu Samsu sangat bersuka cita. Tapi tak berlangsung lama; anak harapannya itu tak bisa berbuat banyak. Sebab ijazah, satu-satunya modal untuk mencari kerja, masih di tahan sekolah. Alasannya : uang tunggakan sekolah tujuh bulan dan uang ujian yang di tilep si anak sendiri. Ibu Samsu amat terpukul. Kerja kasar mana mungkin – anaknya sendiri tidak sudi mencari pekerjaan yang tidak sepadan: Masak anak sekolah jadi tukang becak ? Dua anak laki-lakinya harus segera disunat. Hajat direncanakan enam bulan sebelumnya. Rumah di permak, dan banyak tamu yang datang. Ada harapan sumbangan para tamu akan cukup mengganti biaya perhelatan. Sialnya, banyak tamu yang membawa amplop yang cuma berisi Rp 100,- sampai Rp. 200,-. Padahal biaya hajat, selain uang dari tabungan, pinjam dari rentenir plus uang warung. Namun warung Bu Samsu buka lagi dan cukup lengkap. Hanya, kali ini, isi warungnya bukan lagi milik sendiri. Bu Samsu hanya menerima titipan alias konsinyasi. Warung Bu Samsu tentu bukan kasus satu-satunya yang bernasib serupa itu. Ma Erat, misalnya, boleh di kata orang pertama yang nge-warung di Sukapakir. Kira-kira tahun 1960 Erat dan suaminya, Otong, pindah ke daerah ini. Otong cuma pedagang kecil yang – herannya – selalu gagal, meskipun sudah berusaha mati-matian.
20 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM 20 Bahan BahanBacaan Bacaan || Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Dia sebetulnya cukup ulet; berjualan apa pun rasanya pernah ia lakukan: sayuran, loakan, perhiasan imitasi, tahu-tempe…. Dia berkeliling kota Bandung dengan pikulan. Sering juga ke Cianjur, Sukabumi, dan Tasikmalaya. Tetapi apapun yang ia jual, sejauh manapun ia melangkah, hasilnya cukup pun tidak. Untunglah istrinya tidak kehilangan akal. Di rumahnya ia mulai berjualan rokok ketengan, kue-kue dan barang kelontong – dan belakangan malah nasi sayur segala. Bahkan beberapa tahun kemudian, ketika suaminya kapok berjualan keliling karena sering dikompas, Erat meyakinkan bahwa dengan warung saja mereka akan bisa hidup. Melihat usaha Erat yang cukup menguntungkan, banyak orang mulai mengikuti jejaknya. Warung bermunculan. Itu menjelang akhir 60-an. Jumlah warung tumbuh lebih cepat dari pertambahan penduduk, sehingga Erat mau tidak mau mulai merasakan tekanan persaingan. Sampai-sampai, ketika harga barang-barang grosir naik, ia sama sekali tidak berani menaikkan harga di warungnya. Dengan sendirinya keuntungannya makin berkurang. Malah kadang-kadang ia tak sanggup lagi mengisi warung. Tapi bagaimanapun warung harus dipertahankan. Untuk mempertahankan, mereka kemudian menjual separoh rumah. Dan mereka sekarang pun tinggal dalam satu ruangan sempit berdinding bilik yang berfungsi sekaligus sebagai ruang tamu, dapur, dan warung. Ruang tidur mereka bangun di langit-langit rumah. Padahal kebutuhan suami istri Erat sebenarnya sangat sederhana – mereka tidak punya anak yang harus dibiayai. Tapi untuk itu pun warung tak mencukupi. Harga terus membubung modal semakin susut. Buntutnya, beberapa bulan lalu warung kelontongnya tamat. Sekarang Erat hanya menjual nasi dan lauknya: lodeh, urab daun singkong, atau semur jengkol. Sebagian ia jual sendiri berkeliling dari gang ke gang, sebagian lain dijajakan di rumahnya ditunggui Otong, suaminya. Beberapa bulan lalu, satu-satunya barang mewah yang mereka miliki – radio kaset – terpaksa dilego. Erat sakit dan mereka perlu uang. Salah satu yang menyebabkan bermunculannya warung-warung di Sukapakir adalah semakin tidak cukupnya penghasilan keluarga, sehingga orang mencoba cari tambahan. Jangan lupa, bagian terbesar penduduk di sini pedagang kecil: kaki lima, pedagang asongan, atau orang pasar. Mereka merasakan betul turunnya volume penjualan. Tempat ini juga menjadi tempat berkumpulnya para buruh borongan. Dan sejak 1980 mereka ini cukup sulit mencari pekerjaan. Seorang buruh kadang-kadang harus menunggu sampai setengah tahun untuk mendapatkan lowongan. Dan, bila dapat dalam jangka waktu itu, proyek itu habis dalam beberapa minggu. Sukapakir pun markas tukang becak dan pedagang keliling, yang sekarang posisinya semakin sulit. Dapat di mengerti mengapa setiap keluarga berusaha dengan cara apa pun memperoleh penghasilan tambahan. Dalam dua RT saja – yang memuat 135 rumah yang menampung kurang lebih 335 keluarga – sudah ada 40 warung dan 14 orang penjaja makanan. Dan dalam jangka 10 bulan saja, beberapa warung bangkrut. Orang sering menganggap bahwa warung satu-satunya jalan yang mungkin. Tentu saja bagi yang masih memiliki sedikit modal. Bagi yang tidak, usaha menambah penghasilan adalah kerja mengupas bawang atau membungkus kerupuk – umumnya kaum ibu. Upah pengupas bawang sejak beberapa bulan yang lalu diturunkan, karena pekerjaan mereka pun memang dikurangi. Dulu upah mengupas dan mengiris Rp 60,- per kg. Kemudian menjadi Rp. 40,- per kg, karena tugas mengiris sekarang dipercayakan kepada mesin iris. Sedang upah membungkus kerupuk dalam sehari bisa mencapai Rp 250,- itu pun tak bisa dilakukan tiap hari karena pabrik kerupuk umumnya beromset kecil. Sukapakir termasuk daerah miskin, dan terdapat di Bandung. Menurut Sensus 1980, tingkat kepadatannya 900 orang lebih per hektar, berarti 90.000 orang per km 2. Bandingkan: Bandung 18.061,71 orang per km2, Jakarta 11.023 per km 2. Semua data 1982 berarti untuk Sukapakir sudah
BahanBacaan Bacaan| | PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 21 21 Bahan Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
harus ada peningkatan. (Tentang Bandung, setidak- tidaknya Gubernur sendiri pernah menyatakan ibukota propinsi itu sebagai kota terpadat di dunia – red). Dan ke “super-padat“-an Sukapakir akan segera terasa begitu orang memasuki lingkungan itu. Di sini, anak-anak berjejal di mana-mana. Satu bangunan rumah kebanyakan dihuni oleh dua, tiga bahkan empat keluarga. Bukan hal aneh bila dua keluarga – masing-masing ayah ibu, dan beberapa anak – menempati satu kamar (bukan rumah!) yang sama. Dengan sendirinya keadaan sanitasi dan kesehatan runyam. Penyakit menular cepat membaik, juga karena kebanyakan mereka belum tahu cara pencegahannya. MCK memang ada, tapi dua bangunan MCK tersedia untuk 335 keluarga. Karena penduduk harus membayar guna mendapatkan setetes air bersih, kebanyakan mereka lalu kembali menggunakan air sumur untuk mandi dan nyuci, sekalipun sebagian besar sumur sudah tercemari rembesan air selokan. Musim kemarau, selalu saja ada yang kena muntaber. Tingkat kematian anak tinggi. Jangan tanya mengapa mereka tidak pergi ke dokter – bahkan puskesmas. Menantu perempuan Bi Esih, misalnya, sakit radang usus parah. Atas perintah dokter ia dimasukan rumah sakit untuk dioperasi. Pembedahan pertama saja menguras uang mereka habis-habisan, sehingga ketika beberapa minggu kemudian direncanakan operasi lanjutan, Bi Esih dan anaknya merasa tidak sanggup lagi membiayai. Menantu Bi Esih itu kemudian dibawa pulang – dan belum sampai satu bulan, mati. Orang di sekitar malah menyesalkan mengapa penderita dibawa ke rumah sakit. Jika ada rasa sakit, begitu umumnya mereka berpendapat, beli saja obat penahan rasa sakit di warung, seperti Naspro dan sejenisya, atau mencoba obat kampung. Tak usah malu-malu pergi ke dukun. Selain murah kadang kadang malah sembuh. Cari dukun tak usah jauh-jauh – jumlah mereka di Sukapakir malah mengalahkan jumlah dukun seluruh desa. Dukun di sini ”serba bisa” : mencarikan jodoh, mengurus suami serong, mengobati anak cacingan, sampai ”mencarikan pekerjaan”.
22 Bahan BahanBacaan Bacaan || Pelatihan BKM/LKM 22 Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Tamparan Untuk Bangsa Indonesia Muslim Sejati 07 Jun 2005, 16:09:40 Salemba, Warta Kota
PEJABAT Jakarta seperti ditampar. Seorang warganya harus menggendong mayat anaknya karena tak mampu sewa mobil jenazah. Penumpang kereta rel listrik (KRL) jurusan Jakarta? Bogor pun geger Minggu (5/6). Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38 thn) tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn). Supriono akan memakamkan si kecil di Kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa KRL. Tapi di Stasiun Tebet, Supriono dipaksa turun dari kereta, lantas dibawa ke kantor polisi karena dicurigai si anak adalah korban kejahatan. Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas karena penyakit muntaber. Polisi belum langsung percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah itu ke RSCM untuk diautopsi. Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa Khaerunisa sudah empat hari terserang muntaber. Dia sudah membawa Khaerunisa untuk berobat ke Puskesmas Kecamatan Setiabudi. "Saya hanya sekali bawa Khaerunisa ke puskesmas, saya tidak punya uang untuk membawanya lagi ke puskesmas, meski biaya hanya Rp 4.000,- saya hanya pemulung kardus, gelas dan botol plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,- per hari". Ujar bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di Cikini itu. Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya. Selama sakit Khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya, Muriski Saleh (6 thn), untuk memulung kardus di Manggarai hingga Salemba, meski hanya terbaring digerobak ayahnya. Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa menghembuskan nafas terakhirnya pada Minggu (5/6) pukul 07.00. Khaerunisa meninggal di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau. Tak ada siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya. Supriono dan Muriski termangu. Uang di saku tinggal Rp 6.000,- tak mungkin cukup beli kain kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai harus menyewa ambulans. Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono mengajak Musriki berjalan menyorong gerobak berisikan mayat itu dari Manggarai hingga ke Stasiun Tebet, Supriono berniat menguburkan anaknya di kampong pemulung di Kramat, Bogor. Ia berharap di sana mendapatkan bantuan dari sesama pemulung. Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di Stasiun Tebet. Yang tersisa hanyalah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus jenazah si kecil. Kepala mayat anak yang dicinta itu dibiarkan terbuka, biar orang tak tahu kalau Khaerunisa sudah menghadap Sang Khalik. Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono menggendong Khaerunisa menuju stasiun. Ketika KRL jurusan Bogor datang, tiba-tiba seorang pedagang menghampiri Supriono dan menanyakan anaknya. Lalu dijelaskan oleh Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa ke Bogor spontan penumpang KRL yang mendengar penjelasan Supriono langsung berkerumun dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet. Polisi menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang ambulans hitam. Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan. Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan surat permintaan pulang dari RSCM. Sambil memandangi
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
23
23
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
mayat Khaerunisa yang terbujur kaku. Hingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali memegang tubuh adiknya. Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan surat tersebut, lagi-lagi Karena tidak punya uang untuk menyewa ambulans, Supriono harus berjalan kaki menggendong mayat Khaerunisa dengan kain sarung sambil menggandeng tangan Muriski. Beberapa warga yang iba memberikan uang sekadarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor. Para pedagang di RSCM juga memberikan air minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan. Psikolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan mengaku benar-benar terpukul dengan peristiwa yang sangat tragis tersebut karena masyarakat dan aparat pemerintah saat ini sudah tidak lagi perduli terhadap sesama. "Peristiwa itu adalah dosa masyarakat yang seharusnya kita bertanggung jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa. Jangan bilang keluarga Supriono tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan tempat tinggal dan alamat tetap. Ini merupakan tamparan untuk bangsa Indonesia", ujarnya. Koordinator Urban Poor Consortium, Wardah Hafidz, mengatakan peristiwa itu seharusnya tidak terjadi jika pemerintah memberikan pelayanan kesehatan bagi orang yang tidak mampu. Yang terjadi selama ini, pemerintah hanya memerangi kemiskinan, tidak mengurusi orang miskin kata Wardah.
24 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 24 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Tulislah dalam kertas plano sebagai Media Bantu untuk menjelaskan dan memberikan pencerahan kepada peserta :
Penyebab Kemiskinan
Penyebab tk 4
K E M I S K I N A N
4tingkat 4
Penyebab tk 2
POLITIK YG TDK MEMBUKA AKSES KPD KAUM MISKIN, KURANG PARTISIPASI EKONOMI YG TDK MEMIHAK; TDK ADA KESEMPATAN, TDK ADA AKSES KE SOSIAL YG SEGREGATIF; MARGINALISASI, INTERNALISASI BUDAYA
KEBIJAK AN YG TDK BERPIHAK/ ADIL
INSTITUSI PENGAMBIL KEPUTUSAN YG TDK MAMPU MENERAPKAN NILAI-NILAI
ORANG YG TIDAK BERDAYA (TDK BAIK)
FISIK ; LINGKUNGAN KUMUH, ILEGAL, DSB
Penyebab tk 3
Penyebab tk 1
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
25
25
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Anatomi Kemiskinan Oleh : Parwoto
Pemahaman Kemiskinan Latar Belakang Kemiskinan pada dasarnya bukan hanya permasalahan ekonomi tetapi lebih bersifat multidimensional dengan akar permasalahan terletak pada sistem ekonomi dan politik bangsa yang bersangkutan. Dimana masyarakat menjadi miskin oleh sebab adanya kebijakan ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan mereka, sehingga mereka tidak memiliki akses yang memadaikan ke sumber dayasumber daya kunci yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan hidup mereka secara layak. Akibatnya mereka terpaksa hidup di bawah standar yang tidak dapat lagi dinilai manusiawi, baik dari aspek ekonomi, aspek pemenuhan kebutuhan fisik, aspek sosial, dan secara politikpun mereka tidak memiliki sarana untuk ikut dalam pengambilan keputusan penting yang menyangkut hidup mereka. Proses ini berlangsung timbal balik saling terkait dan saling mengunci dan akhirnya secara akumulatif memperlemah masyarakat miskin. Situasi ini bila tidak segera ditanggulangi akan memperparah kondisi masyarakat miskin yang ditandai dengan lemahnya etos kerja, rendahnya daya perlawanan terhadap berbagai persoalan hidup yang dihadapi, kebiasaan-kebiasaan buruk yang terpaksa mereka lakukan dalam rangka jalan pintas mempertahankan hidup mereka yang bila berlarut akan melahirkan budaya kemiskinan yang sulit diberantas. Di sisi lain upaya-upaya penanggulangan kemiskinan lebih banyak diarahkan hanya untuk meningkatkan penghasilan masyarakat miskin melalui berbagai program ekonomi, seperti peningkatan penghasilan, pemberian kredit lunak, dsb. Semua ini tidak dapat disangkal akan meningkatkan penghasilan masyarakat miskin tetapi tidak serta merta menyelesaikan persoalan kemiskinan. Kesalahan mendasar yang saat ini terjadi adalah melihat kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang disebabkan oleh rendahnya penghasilan (ekonomi) mereka, sehingga pemecahan yang logis adalah dengan meningkatkan penghasilan. Peningkatan penghasilan disini seolah-olah menjadi obat mujarab terhadap semua persoalan kemiskinan. Padahal akar kemiskinan justeru bukan pada penghasilan. Tinggi rendahnya penghasilan seseorang erat kaitannya dengan berbagai peluang yang dapat diraihnya. Jadi lebih merupakan akibat dari suatu situasi yang terjadi oleh sebab kebijakan politik yang tidak adil yang diterapkan sehingga menyebabkan sebagian masyarakat tersingkir dari sumberdaya kunci yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan hidup mereka secara layak.
Pengertian Kemiskinan Deepa Narayan, dkk dalam bukunya Voices of the Poor menulis bahwa yang menyulitkan atau membuat kemiskinan itu sulit ditangani adalah sifatnya yang tidak saja multidimensional tetapi juga saling mengunci; dinamik, kompleks, sarat dengan sistem institusi (konsensus sosial), gender dan peristiwa yang khas per lokasi. Pola kemiskinan sangat berbeda antar kelompok sosial, umur, budaya, lokasi dan negara juga dalam konteks ekonomi yang berbeda. Lebih lanjut mereka juga memberikan 4 dimensi utama dari definisi kemiskinan yang dirumuskan oleh masyarakat miskin sendiri, sebagai berikut di bawah ini.
26 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 26 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Dimensi 1: Dimensi material kekurangan pangan, lapangan kerja dengan muaranya adalah kelaparan atau kekurangan makan. Dimensi 2: Dimensi psikologi, seperti antara lain ketidakberdayaan (powerlessness), tidak mampu berpendapat (voicelessness), ketergantungan (dependency), rasa malu (shame), rasa hina (humiliation) Dimensi 3: Dimensi akses ke pelayanan prasarana yang praktis tidak dimiliki Dimensi 4: Dimensi aset/milik, praktis tidak memiliki aset sebagai modal untuk menyelenggarakan hidup mereka secara layak seperti antara lain:
kapital fisik (physical capital), antara lain mencakup tanah, ternak, peralatan kerja, hunian, perhiasan, dsb
kapital manusia (human capital), antara lain menyangkut kesehatan, pendidikan dan pekerjaan. Kesehatan yang buruk sering menghalangan orang untuk bekerja apalagi bila pekerjaannya menuntut tenaga fisik yang sering ditemukan pada masyarakat yang berada pada tingkat survival, begitu juga rendahnya pendidikan sangat menghambat kemajuan seseorang.
aset sosial (social capital), atau sering diartikan dalam hal ini sebagai sistem kekerabatan yang mendukung kaum miskin untuk tetap bertahan hidup sebab pada umumnya kaum miskin tidak masuk jaringan formal pengamanan sosial seperti asuransi yang mampu melindungi mereka dari berbagai krisis seperti musibah, keuangan, dll
aset lingkungan (environmental asset), antara lain mencakup iklim dan musim yang sangat berpengaruh pada petani, nelayan dan sebagai pekerja lapangan.
Secara rinci ke empat aset tersebut dapat diuraikan sebagai berikut ini. a) Aset fisik (physical capital). Pada dasarnya masyarakat miskin memang praktis tidak memiliki benda-benda fisik yang diperlukan sebagai modal hidup mereka seperti antara lain tanah yang memadai, rumah/tempat tinggal yang layak, perabotan rumah tangga, kendaraan, peralatan kerja dan benda-benda fisik lainnya b) Aset kemanusiaan (human capital). Pada dasarnya masyarakat miskin juga tidak memiliki kwalitas sumber daya manusia yang cukup baik yang dapat menjamin keberhasilan hidup mereka, mencakup tingkat kesehatan, pendidikan, tenaga kerja, dsb belum lagi kwalitas manusia yang lain seperti etos kerja yang ulet, jiwa kewirausahaan, kepemimpinan, dsb c) Aset sosial (Social capital). Masyarakat miskin memang selalu tersisih dari pranata sosial yang ada termasuk sistem asuransi sehingga mereka harus membangun sendiri institusi mereka agar mendapatkan jaminan sosial (social security) yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup mereka (survival) melalui kekerabatan antar mereka, asosiasi penghuni, yang seringkali menjadi sangat kuat oleh sebab rasa senasib sepenangungan, dsb. d) Aset lingkungan (environmental asset). Pada umumnya masyarakat miskin di perkotaan memang kurang atau malah tidak memiliki sumber-sumber lingkungan sebagai modal hidup mereka seperti air baku, udara bersih, tanaman, lapangan hijau, pohon-pohon, dsb, sementara para petani dan nelayan sangat tergantung kepada aset lingkungan dalam bentuk musim dan iklim. Lebih lanjut keempat dimensi tersebut sangat dipengaruhi oleh konteks yang lebih luas yaitu tatanan ekonomi makro dan sistem politik yang berlaku di negara tersebut. Beberapa pendapat lain melihat kemiskinan dari sudut pandang yang sangat berbeda dan menyimpulkan kemiskinan sebagai berikut di bawah ini
BahanBacaan Bacaan| | Pelatihan DasarBKM/LKM BKM/LKM 27 27 Bahan Pelatihan Dasar
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Kemiskinan absolut, yaitu bila penghasilan seseorang di bawah garis kemiskinan absolut, yaitu suatu ukuran tertentu yang telah ditetapkan dimana kebutuhan minimum masih dapat dipenuhi, dengan kata lain penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum yang ditetapkan dalam garis kemiskinan tersebut.
Kemiskinan relatif, yaitu suatu kondisi perbandingan antara kelompok penghasilan dalam masyarakat.
Dari pola waktunya kemiskinan juga sering dibedakan sebagai berikut:
Kemiskinan menaun (persistent poverty), yaitu kemiskinan yang kronis atau sudah lama terjadi, turun temurun, misalnya masyarakat di lokasi-lokasi kritis atau terisolasi
Kemiskinan siklik (cyclical poverty), yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan
Kemiskinan musiman (seasonal poverty), yaitu kemiskinan yang terjadi secara khusus sesuai dengan musim seperti yang sering terjadi pada nelayan atau petani tanaman pangan
Kemiskinan mendadak (accidental poverty), yaitu kemiskinan yang terjadi oleh sebab bencana atau dampak oleh suatu kebijakan yang tidak adil.
Meskipun berbagai pihak melihat kemiskinan dari sudut pandangan yang berbeda dan merumuskan kemiskinan secara berbeda pula tetapi semua pihak sepakat bahwa pada dasarnya kemiskinan mengandung arti majemuk yang sering kali sulit untuk dipahami dari satu sudut pandang saja. Secara umum kemiskinan sering kali diartikan sebagai keterbelakangan, ketidakberdayaan atau ketidakmampuan seseorang untuk menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap layak/manusiawi. Dari berbagai pandangan tersebut di atas dapat disimpulkan keterbelakangan/ketidakberdayaan/ketidakmampuan ini mencakup beberapa dimensi berikut:
bahwa sebagai
Dimensi politik Tinjauan dari aspek politik ini, ketidakmampuan seseorang diterjemahkan dalam bentuk rendahnya tingkat kemampuan berpartisipasi secara aktif dalam pengambilan keputusan politik yang penting yang langsung menyangkut hidupnya, tidak dimilikinya sarana-sarana yang memadai termasuk kelembagaan untuk terlibat secara langsung dalam proses politik. Akibatnya kaum miskin tidak memiliki akses ke berbagai sumberdaya kunci yang dibutuhkannya untuk menyelenggarakan hidupnya secara layak. Termasuk dalam hal ini adalah sumber daya financial dan sumberdaya alam. Oleh sebab tidak dimilikinya pranata sosial yang menjamin partisipasi masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan maka sering kali masyarakat miskin dianggap tidak memiliki kekuatan politik sehingga menduduki struktur sosial yang paling bawah, malah sering kali masyarakat miskin seringkali secara juridis tidak diakui sebagai warga negara. Kemiskinan politik sering kali disebut juga sebagai kemiskinan struktural.
Dimensi ekonomi Tinjauan kemiskinan dari dimensi ekonomi ini diartikan sebagai ketidak mampuan seseorang untuk mendapatkan mata pencaharian yang mapan dan memberikan penghasilan yang layak untuk menunjang hidupnya secara berkesinambungan yang terlihat dari rendahnya gizi makanan, tingkat kesehatan yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah, pakaian yang tidak layak, dsb. Pandangan ini banyak digunakan oleh berbagai pihak untuk menetapkan garis kemiskinan. Berbagai lembaga memiliki ukuran masing-masing dalam menetapkan kemiskinan antara lain sebagai berikut :
28 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM 28 Bahan Bahan Bacaan Bacaan | | Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
a). Prof Sayogyo menggambarkan tingkat penghasilan dengan mengukur pengeluaran setara beras per tahun untuk kategori :
miskin di perkotaan 480 kg dan di perdesaan 320 kg
miskin sekali di perkotaan 360 kg dan diperdesaan 240 kg
paling miskin di perkotaan 270 kg dan perdesaan 180 kg
b). BPS menggunakan tingkat pengeluaran per kapita per hari untuk memenuhi kebutuhan pokok yang dihitung sebagai kebutuhan kalori 2100 kalori per kapita per hari dan kebutuhan dasar bukan makanan dan menetapkan pada tahun 1999 Rp 93.896/kapita/bulan di perkotaan dan Rp 73.878/kapita/bulan di perdesaan.
Dimensi Aset Tinjauan kemiskinan dari dimensi aset ini dirumuskan sebagai ketidakmampuan seseorang yang diterjemahkan sebagai rendahnya tingat penguasaan seseorang terhadap hal-hal yang mampu menjadi modal dasar seseorang dalam memenuhi kebutuhan pokoknya (basic human needs) seperti kapital manusia (pengetahuan, pendidikan, kesehatan, dsb), kapital fisik (tanah, perumahan yang layak, peralatan kerja, sarana produksi, kendaraan, dsb), kapital alam (udara, pohon, hewan, dsb), kapital sosial (jaringan sosial, tradisi, dsb), kapital dana (tabungan, pinjaman, dsb)
Dimensi budaya dan psikologi Dari dimensi budaya, kemiskinan diterjemahkan sebagai terinternalisasikannya budaya kemiskinan baik di tingkat komunitas, keluarga maupun individu. Di tingkat komunitas dicirikan dengan kurang terintegrasinya penduduk miskin dalam lembagalembaga formal masyarakat, di tingkat keluarga dicirikan dengan singkatnya masa kanak-kanak, longgarnya ikatan keluarga, dsb, sedangkan di tingkat individu terlihat seperti antara lain sifat tidak percaya diri, rendah diri, kurang mau berpikir jangka panjang oleh sebab kegagalan-kegagalan yang sering dihadapinya, fatalisme, apatis, tidak berdaya, ketergantungan yang tinggi, dsb Semua dimensi tersebut diatas bagi masyarakat miskin memiliki tingkat kerentanan yang tinggi karena sifatnya yang tidak mantap, seperti misalnya dimensi ekonomi bagi masyarakat miskin akan sangat berbeda dengan masyarakat kaya karena kebanyakan masyarakat miskin dan masyarakat yang sedikit di atas garis kemiskinan memiliki mata pencaharian yang sangat labil sehingga guncangan sedikit saja (krisis) akan menyebabkan mereka terpuruk.
Kesimpulan Dari berbagai pandangan tersebut di atas dapat disimpulkan arti kemiskinan dikaitkan dengan pembangunan masyarakat perkotaan sebagai berikut. a) Ada kelompok/lapisan masyarakat yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya secara layak dan tidak berdaya menghadapi tantangan pembangunan yang terjadi dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Rendahnya kepemilikan aset fisik atau praktis tidak memiliki benda-benda fisik yang diperlukan sebagai modal hidup mereka seperti antara rumah/tempat tinggal yang layak, perabotan rumah tangga, kendaraan, peralatan produksi dan harta benda fisik lainnya
Rendahnya kwalitas sumberdaya manusia atau tidak memiliki kwalitas sumber daya manusia yang cukup baik yang dapat menjamin keberhasilan hidup mereka, mencakup tingkat kesehatan, pendidikan, kemampuan memproduksi tenaga kerja (labor power), dsb belum lagi oleh sebab terinternalisasinya budaya kemiskinan yang menghancurkan kwalitas manusia secara keseluruhan, seperti antara lain rendahnya etos kerja, fatalisme, apatis, hancurnya jiwa kewirausahaan dan kepemimpinan, boros, cari gampang, dsb
Bahan Bacaan Bacaan||Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 29 29 Bahan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Tersingkir dari pranata sosial formal yang ada utamanya pranata sosial yang mampu memberikan jaminan sosial, sehingga masyarakat miskin harus membangun sendiri institusi mereka agar mendapatkan jaminan sosial (security) yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup mereka (survival) melalui kekerabatan antar mereka, asosiasi penghuni, yang seringkali menjadi sangat kuat oleh sebab rasa senasib sepenangungan, dsb.
Tersingkir dari sumberdaya alam seperti pada umumnya masyarakat miskin di perkotaan memang kurang atau malah tidak memiliki akses ke sumberdaya alam sebagai modal hidup mereka seperti tanah, air baku, ternak/binatang liar, sumberdaya lingkungan seperti udara bersih, tanaman, ruang hijau, pohon-pohon, dsb. Termasuk ketergantungan terhadap musim dan iklim tanpa daya untuk menangulanginya.
Tidak memiliki akses ke pelayanan dasar yang dibutuhkan, seperti air minum, sanitasi, drainasi, kesehatan, pendidikan, penerangan, energi, transportasi, jalan akses, dsb
Tidak memiliki akses ke sumberdaya modal seperti kredit dari perbankan.
Tidak memiliki akses ke proses pengambil keputusan penting yang menyangkut hidup mereka oleh sebab tidak tersedianya pranata yang memberi peluang masyarakat miskin menyuarakan aspirasinya.
Memiliki tingkat kerentanan yang tinggi dari segi mata pencaharian sehingga dengan mudah oleh guncangan sedikit saja (kecelakaan, sakit, krisis, kemarau panjang, bencana alam, dsb) dapat masuk ke kategori kelompok yang lebih rendah/lebih miskin.
b) Hal tersebut di atas berarti:
Ada segregasi sosial dalam masyarakat
Ada ketidak adilan dalam distribusi peluang pembangunan dan sumberdaya pembangunan
Tidak berjalannya fungsi pengendalian pembangunan (matinya ketataprajaan /governance)
Tidak berfungsinya sistem perwakilan dalam proses pengambilan keputusan dan manajemen pembangunan
c) Akar penyebab kemiskinan Meskipun kemiskinan banyak dibicarakan dan identifikasi dan dirumuskan tetapi ternyata hanya terbatas pada gejala-gejalanya saja (rumusan kemiskinan). Diskusi mengenai akar permasalahan atau penyebab kemiskinan hampir selalu dihindari atau malah sering ditabukan karena akar utama penyebab kemiskinan adalah justeru tidak adanya keadilan di masyarakat dan ketidak-adilan ini jelas adalah akibat dari:
ketidak mampuan para pengambil keputusan untuk menegakkan keadilan
menipisnya kepedulian dan meningkatnya keserakahan di masyarakat
Semuanya ini menunjukkan adanya gejala serius dari lunturnya nilai-nilai luhur dari para pelaku pembangunan (pengambil keputusan dan masyarakat) sehingga sebagai manusia kita tak berdaya untuk menjadi pelaku moral (melemahnya moral capability). Situasi ini tentu saja menjadi tanggung jawab kita bersama; pemerintah sebagai pengawal dan penegak keadilan dan kita semua sebagai masyarakat warga yang saling mengasihi. Mampukah pemerintah menciptakan kebijakan yang adil yang mampu meredistribusi aset nasional secara adil dan melakukan koreksi terhadap ketimpangan sosial yang ada ? Sedihnya berbagai upaya penangulangan atau pemberantasan kemiskinan adalah justeru melestarikan ketidak adilan tersebut dengan menolong korban-korban ketidak adilan tersebut agar mampu bertahan sebagai korban dan tidak mencoba menyelesaikan akar persoalannya. Sedih tetapi nyata.
30 Bahan 30 PelatihanDasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM Bahan Bacaan Bacaan | | Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Refleksi Apakah yang kita lakukan selama ini:
Benarkah kita memerangi kemiskinan atau kita memerangan orang miskin?
Kemiskian yang kita perangi atau simbol kemiskinan yang kita perangi?
Contoh-contoh yang terjadi:
Pedagang kaki lima (PKL) harus diberantas Apakah yang sebenarnya terjadi PKL bersih kota tertib, tetapi pedagang kaki lima kehilangan lapangan pekerjaan dan menjadi makin miskin. Persoalan siapa yang diselesaikan sebenarnya? Apakah persoalan kemiskinan selesai?
Becak dilarang beroperasi Jalan-jalan jadi bersih becak, kesemrawutan kendaraan mobil, bis, mikrolet tetap
Tukang becak kehilangan mata pencaharian Ibu-ibu terpaksa mbonceng ojek dari lingkungan perumahan Apakah persoalan kemiskinan selesai??
Lingkungan kumuh harus diberantas Apakah yang sebenarnya terjadi ? Lingkungan kumuh menjadi ruko yang indah dan rapi, masyarakat miskin penghuni lingkungan kumuh tergusur oleh keputusan politik dan tercabut dari sumber nafkahnya. Mungkin hal tersebut tidak perlu terjadi karena masyarakat miskin tersebut dapat tinggal di rumah susun yang sengaja disediakan sebagai bagian dari program peremajaan tersebut. Yang terjadi tetap saja masyarakat miskin yang dirumahkan di rumah susun tersebut tergusur lagi oleh tekanan ekonomi dan sosial budaya. Apakah persoalan kemiskinan selesai ???
Program-program pengentasan kemiskinan Terperangkap dalam upaya meningkatkan penghasilan, pada hal orang miskin tidak berbicara penghasilan (income) kegagalan yang terjadi disadari oleh sebab tidak memiliki aset-aset utama yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupannya (fisik, kwalitas manusia, sosial, lingkungan dan akses). Adakah program pengentasan kemiskinan yang menjamin masyarakat miskin memiliki aset-aset tersebut. Akhirnya berbagai fasilitas kredit yang ditawarkan hanya dimanfaatkan oleh elit kampung/desa Apakah persoalan kemiskinan selesai ???? Selama tidak ada keadilan maka keserahan akan tetap merajalela dan kemiskinan akan tetap terjadi .
Bahan Bacaan Bacaan||Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 31 31 Bahan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Beberapa Intervensi Untuk Menanggulangi Kemiskinan Dari uraian terdahulu, jelaslah meskipun ada berbagai pandangan tentang kemiskinan tetapi semua mengacu pada lunturnya nilai-nilai luhur para pelaku pembangunan yang berakibat aturan atau tatanan pengelolaan urusan publik dalam hidup berbangsa dan bernegara yang tidak adil sehingga terjadi akumulasi pemihakan justeru kepada yang tidak miskin (kaya) yang berakibat fatal terhadap upaya-upaya penangulangan kemiskinan. Dengan kata lain persoalan kemiskinan pada dasarnya adalah perkara pengelolaan urusan publik (governance issues) karena lunturnya nilai-nilai luhur universal sehingga upaya perbaikan yang harus dilakukan adalah mulai dengan membangun kembali kesadaran kritis dan moral para pelaku pembangunan baik ditataran pengambil keputusan maupun di tataran rakyat jelata sehingga pada gilirannya mampu menciptakan dan membangun tatanan pengelolaan urusan publik yang baik (good governance). Sesuai dengan sifatnya bahwa kemiskinan adalah persoalan multidimesional dan antar dimensi saling terkait (interrelated) dan saling mengunci (interlocking) maka apapun upaya yang dilakukan dalam rangka penanggulangan atau pemberantasan kemiskinan haruslah mencakup berbagai dimensi tersebut secara integratif
Beberapa Bentuk Intervensi No.
Tataran
Kemungkinan Intervensi
1
Pelaku
Membangun kesadaran kritis dan memulihkan kemampuan manusia untuk menjadi pelaku moral.
2
Kebijakan
Menetapkan program penangulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja sebagai prioritas dalam strategi pembangunan kota (city development strategy) Pengembangan kebijakan yang memulihkan posisi masyarakat miskin dalam proses pembangunan dan pengambilan keputusan sebagai pelaku kunci Pengembangan kebijakan yang menjamin akses bagi masyarakat miskin ke berbagai sumberdaya kunci dan peluang pembangunan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Pengembangan kebijakan usaha yang memadukan dan memberikan peluang yang adil terhadap sektor formal dan informal
32 32
Bahan Bacaan Bacaan| |Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM Bahan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
3
Pengaturan
Pengembangan berbagai peraturan yang menjamin kehidupan dan penghidupan masyarakat miskin dikota, termasuk jaminan untuk bekerja dan bermukim Penyederhanaan sistem perizinan dan penguatan hak-hak masyarakat miskin atas tanah dan lokasi usaha Pengembangan peraturan yang secara sistemik menjamin kegiatan usaha informal termasuk industri rumah tangga
4
Kelembagaan
Membangun kelembagaan masyarakat warga (civil society organization) Membangun kelembagaan antara yang mampu menjembatani antara sektor formal dan informal
5
Program
Penyediaan pelayanan publik yang lebih akomodatif terhadap kepentingan masyarakat miskin (kesehatan, pendidikan, transportasi, pelayanan prasarana, dsb) Pengembangan program-program perumahan untuk kelompok masyarakat yang tidak terlayani oleh pasar formal Pengembangan program-program pemberdayaan yang membangun dan memulihkan keberdayaan warga, keluarga dan masyarakat untuk mampu menentukan sejarahnya sendiri
6
Evaluasi
Pemutakhiran pemetaan masyarakat miskin perkotaan Pengembangan indikator keberhasilan penangulangan kemiskinan Pengembangan indikator partisipasi masyarakat banyak utamanya yang miskin dalam proses pengambilan keputusan publik
Daftar Pustaka 1) 2) 3) 4) 5)
Deepa Narayan, dkk ; The voice of the poor, 2000 Mubyarto ; Ekonomi dan Politik Pembangunan Regional, Kasus Propinsi Kalimantan Barat, 2000 Parsudi Suparlan (ed); Kemiskinan di Perkotaan, 1995 Badan Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia & Smeru; Paket Informasi Dasar Manual Proyek Penangulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), 1999
Bahan | Pelatihan Dasar BKM/LKM BahanBacaan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 3333
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Perbaikan Gizi, Prioritas pada Perempuan (Fokus: Busung Lapar – Kompas, Sabtu 23 Desember 2006) Untuk mengatasi masalah kurang gizi, gizi buruk dan busung lapar di Nusa Tenggara Timur (NTT), pemberdayaan perempuan harus menjadi prioritas. Selama ini aspek perempuan, anak, sosial budaya, pendidikan, serta upaya menghapus ketidakadilan jender masih sangat lemah. Belum ada upaya untuk mengkaji sistem budaya ke arah yang lebih adil bagi perempuan dan kaum miskin. Rendahnya akses atas pendidikan dan belum dijadikannya pendidikan sebagai salah satu dimensi penting untuk menangani krisis pangan dan gizi menyebabkan upaya mengatasi kurang gizi, gizi buruk dan busung lapar juga terkendala. Para peneliti dari Institute for Ecosoc Rights yang secara khusus melakukan kajian terhadap pola penyediaan makanan di NTT menemukan adat budaya di NTT sendiri menempatkan suami lebih penting daripada anak dan perempuan dalam penyediaan makanan. Akibatnya jumlah anak yang menderita kekurangan gizi semakin banyak. Perempuan jelas kurang mendapat tempat dalam hal makanan, padahal beban kerja perempuan lebih tinggi daripada laki – laki. “Hampir semua pekerjaan, baik pekerjaan rumah tangga maupun pekerjaan mencari nafkah, dilakukan oleh perempuan secara sendiri atau bersama dengan anggota keluarga lainnya”, ungkap Ketua Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi. Pada rumah tangga dengan gizi buruk, sebanyak 13,4% ibu lebih mengutamakan suami dalam penyediaan makanan dan 38,4% mengutamakan anak – anak. Selebihnya, rumah tangga yang diteliti mengaku tidak ada yang diprioritaskan. Meskipun hanya 13,4% yang mengatakan mengutamakan suami dalam penyediaan makanan dalam keluarga, sebanyak 41,1% rumah tangga dengan anak gizi buruk memisahkan makanan untuk suami dari makanan untuk anggota keluarga lainnya. “Pemisahan ini, tidak berarti bahwa makanan untuk suami selalu lebih baik dari makanan untuk anggota keluarga lainnya. Pemisahan dilakukan agar suami tidak makan sisa makanan anggota keluarga lainnya. Pemisahan ini mengindikasikan bahwa secara kuantitas, laki – laki lebih mendapat prioritas dalam hal makanan daripada perampuan”, ujar Sri Palupi. Ia menambahkan, Laki – laki akan selalu kebagian atau mendapat jatah makan setiap hari, sedangkan perempuan mendapatkan sisanya. Dalam kondisi seperti ini, rawan pangan akan terjadi dan anak – anak serta perempuan yang pertama akan menjadi korban. Dalam kondisi rawan pangan, perempuan yang sedang hamil cenderung rentan untuk tidak terpenuhi gizinya. Kondisi ini akan berdampak pada status gizi bayi yang dikandungnya. Anak akan mengalami masalah gizi sejak dalam kandungan, dan pada akhirnya akan terlahir dengan berat badan rendah serta gizi buruk. Sebagaimana perempuan daerah lain, mayoritas perempuan di NTT, mengerjakan
34 Bahan 34 BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
seluruh pekerjaan rumah tangga. Padahal pada saat yang sama, perempuan juga mengerjakan pekerjaan produksi di kebun, sawah atau berdagang. Beban kerja perempuan ini memang tidak berhubungan langsung dengan status gizi anak. Namun di NTT, yang akses terhadap pangan relatif rendah, tingginya beban kerja perempuan berdampak pada kondisi kesehatan perempuan, khususnya perempuan hamil dan melahirkan. ”Cukup banyak perempuan NTT yang menderita anemia di saat hamil. Kondisi ini juga ditemukan pada rumah tangga lainnya. Tingginya beban kerja dan rendahnya akses rumah tangga atas pangan dan gizi itu pula yang membuat angka kematian ibu melahirkan di NTT tergolong tinggi” ujar Sri Palupi (PEP/TAT).
.
Bahan Bahan Bacaan Bacaan| |Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 35 35
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Perempuan dan Kemiskinan Marnia Nes Secara menyeluruh kualitas manusia Indonesia relatif masih rendah. Berdasarkan Human Development Report 2004 yang menggunakan data tahun 2002, angka Human Development Index (HDI) Indonesia adalah 0,692. Secara rinci angka indeks tersebut merupakan komposit dari angka harapan hidup saat lahir sebesar 66,6 tahun, angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas sebanyak 87,9%, kombinasi angka partisipasi kasar jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi sebesar 65%, dan Pendapatan Domestik Bruto per kapita yang dihitung berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parity) sebesar USD 3.320. HDI Indonesia hanya menempati urutan ke 111 dari 177 negara. Ini menunjukkan kemiskinan di Indonesia masih memprihatinkan. Data tahun 2003 menunjukkan jumlah penduduk yang menggerombol di antara garis kemiskinan satu atau dua dollar AS per hari mencapai 46%, terdiri dari 10% di bawah dan 36% di atas garis kemiskinan yang berlaku sekitar 1,5 dollar per hari. Walau tingkat kemiskinan menurun 1,1 juta orang atau 0,8% antara tahun 2002 – 2003, namun tingkat kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan meningkat. Hal ini mencerminkan adanya kelompok miskin yang memprihatinkan dan ketidakmerataan sistemik. Angka – angka itu bisa dibaca keliru kalau tidak bisa memahami bahwa dampak kemiskinan (dan pemiskinan), pada perempuan dan laki – laki berbeda. Edriana dari Women’s Research Center mengatakan bahwa laki – laki dan perempuan mempunyai pengalaman yang berbeda dalam menghadapi persoalan kemiskinan.Padahal angka kemiskinan di dunia menunjukkan bahwa 2/3 perempuan di dunia termasuk ketegori miskin. Permasalahan yang mendasar selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan , di samping masih adanya praktik diskriminasi terhadap perempuan. Dalam aspek politik, masih rendahnya perempuan terlibat di dalam pengambilan keputusan. Dalam sejumlah data, tentang kemiskinan, kesehatan dan pendidikan masih menunjukkan ketimpangan, dimana perempuan jauh lebih tertinggal dari kaum laki – laki. Kesenjangan ini mencerminkan masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang baik, pendidikan yang lebih tinggi dan keterlibatan dalam kegiatan publik. Hal ini menyebabkan rendahnya angka Indeks Pembangunan Gender (Gender – related Development Index, GDI), yaitu sebesar 59,2. Memprihatinkan bahwa dalam situasi – situasi kemiskinan, perempuan yang paling sedikit mendapat kesempatan untuk memperoleh makanan, pemeliharaan kesehatan, pendidikan, pelatihan, maupun untuk memperoleh kesempatan kerja dan lain – lain kebutuhan. (Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan).
Pendidikan dan Perempuan Dalam bidang pendidikan, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan formal masih lebih banyak diberikan kepada laki – laki dibanding perempuan. Di seluruh dunia, 860 juta orang dewasa tidak bisa membaca atau menulis, duapertiganya adalah perempuan. Di Indonesia 65 % anak tidak sekolah adalah perempuan.
36 Bahan BahanBacaan Bacaan || Pelatihan BKM/LKM 36 Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Dana alokasi anggaran pemerintah untuk pendidikan pada tahun 2005 sebesar 6,4 % dari total anggaran. Namun dana tersebut tidak jelas pengalokasiannya. Sementara itu kalau kita lihat angka buta huruf saja, dengan usia di atas 10 tahun untuk perempuan di pedesaan 16% dan di perkotaan 7%. Angka ini untuk laki – laki di pedesaan 8% dan di perkotaan 3%. Untuk usia 15 tahun ke atas angka buta huruf perempuan sebanyak 45% dan laki – laki sebanyak 23%. Data – data tersebut menunjukkan perbandingan yang tidak imbang antara laki – laki dan perempuan, akan tetapi alokasi anggaran tidak jelas menunjukkan pemakaiannya secara khusus. Angka GDI (Gender – related Development Index)Indonesia adalah 59,2 yang menunjukkan tingkat melek huruf perempuan lebih rendah, lebih sedikit waktu mereka untuk sekolah dan memperoleh bagian pendapatan. Pendapatan hanya 38% untuk perempuan dan 62% diterima laki – laki. Indonesia berada di urutan ke 91 dari 144 negara yang telah dihitung GDI-nya. (National Human
Development Report 2004, The Economics of Democracy Financing Human Development in Indonesia, BPS – Statistics Indonesia, Bappenas, UNDP)
Padahal perempuan merupakan separuh dari penduduk dunia menyumbangkan duapertiga dari seluruh jumlah jam kerjanya untuk mengurus hampir keseluruhan anak di dunia. Namun kesempatan pendidikan bagi mereka lebih buruk dari laki – laki. Mendidik anak perempuan akan membawa kesehatan keluarga yang lebih baik, rendahnya kematian anak dan perbaikan gizi. Dengan kata lain pendidikan bagi anak perempuan merupakan strategi yang sederhana dan mudah dicapai untuk membantu menanggulangi kemiskinan. Masalah perempuan dan pendidikan ini tidak cukup ditangani secara parsial. Sebagian dari anak – anak yang terjerumus dalam bentuk – bentuk pekerjaan terburuk adalah anak perempuan, sebagian dari mereka menjadi pekerja seks anak – anak. Perlu dorongan makro dari pemerintah dan dorongan mikro dari masyarakat untuk mengusahakan keadilan dalam bidang pendidikan.
Kesehatan dan Perempuan Selain data mengenai pendidikan yang lebih mencemaskan adalah data mengenai kesehatan. Menurut WHO (2005) di Indonesia, 2 orang ibu meninggal setiap jam karena persalinan yang buruk dan nifas, terutama ibu – ibu dari kalangan keluarga miskin. Data ini belum ditambah dengan rendahnya tingkat kesehatan perempuan akibat dari kondisi kemiskinan. Data yang dikelurakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2002 – 2003 angka kematian ibu (AKI) adalah sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup , ini belum termasuk Aceh, Maluku Utara, Maluku dan Papua. Sedangkan data yang dikeluarakan oleh UNDP angka AKI adalah sebesar 380 per 100.000 kelahiran hidup. Data tersebut menunjukkan angka AKI yang masih tinggi di Indonesia. Sebagian besar kematian perempuan disebabkan komplikasi karena hamil dan bersalin, termasuk pendarahan dan infeksi, tekanan darah tinggi, dan persalinan lama. Sebagian besar dari komplikasi – komplikasi tersebut sebenarnya dapat ditangani melalui penerapan teknologi kesehatan yang ada. Dengan kata lain, sebagian besar kematian ibu sebenarnya dapat dicegah. Namun demikian banyak faktor baik politis dan teknis yang membuat teknologi kesehatan kurang dapat diterapkan mulus di tingkat masyarakat. Pada waktu kesehatan didekatkan ke masyarakat, belum tentu masyarakat memanfaatkannya karena alasan, termasuk ketidaktahuan dan hambatan ekonomis. Kemiskinan dan rendahnya status sosial ekonomi perempuan mempunyai andil. Kesempat Terbatasnya kesempatan untuk memperoleh informasi dan pengetahuan baru, hambatan membuat keputusan, terbatasnya akses memperoleh pendidikan memadai, dan kelangkaan pelayanan kesehatan yang peka terhadap kebutuhan perempuan juga turut berperan terhadap situasi ini ( Safe Motherhood: A Matter of Human
Rights and Social Justice,1998).
Salah satu penyebab AKI adalah rendahnya gizi ibu hamil. Beberapa studi di Asia dan Afrika menunjukkan, asupan kalori kaum perempuan sekitar 50 – 70%. Padahal bila perempuan kurang gizi mengandung, maka mereka akan melahirkan bayi BBLR (berat bayi lahir rendah, kurang dari 2,5 kg).
Bahan Pelatihan BahanBacaan Bacaan| | PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 37 37
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN BBLR akan mempengaruhi tingkat gizi bayi dan balita, bahkan studi pada BBLR menunjukkan, ketika dewasa mereka sangat berpotensi menderita penyakit degeneratif seperti jantung koroner, sebab tidak sempurnanya struktur darah sehingga mudah tergores dan akhirnya menyebbakan timbunan kolesterol bayi BBRL, menghambat perkembangann organ hati dan berdampak pada munculnya penyakit jantung. Di Indonesia, pada tahun 2000 , masih diperkirakan dari 4 juta anak yang lahir 300.000 di antaranya meninggal dunia sebelum mencapai 5 tahun. Angka kematian bayi dan anak ini bervariasi cukup lebar antara provinsi. Dijumpai 23 kematian bayi per 1000 lahir hidup di Jogyakarta dan 111 kematian bayi per 1000 lahir hidup di NTB, hal yang sama terjadi juga untuk kematian balita (Sumantri, 2000). Berdasarkan hasil sementara SP 2000, maka diperkirakan jumlah penderita gizi buruk pada balita adalah 1.520.000 anak. Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita berhubungan dengan masih tingginya BBLR, yaitu berkisar antara 7 – 14% pada periode 1990 – 2000. Apabila melihat berita di koran dan televisi akhir – akhir ini barangkali angka ini menjadi lebih tinggi.
Human Development Index pada tahun 2000 yang dilaporkan oleh UNDP adalah 109 untuk Indonesia, tertinggal jauh dari Malaysia, Filipina dan Thailand. Masih tingginya masalah gizi , akan berpengaruh nyata terhadap tingkat pendidikan dan pendapatan per kapita. Rendahnya kondisi gizi akan berakibat pada rawannya penyakit infeksi dan semakin tinggi pengeluaran terhadap kesehatan.
Faktor penyebab dari tingginya angka kematian ibu, bayi dan balita menunjukkan pelayanan kesehatan masyarakat dan keadaan gizi, di luar faktor pencetus lainnya seperti keadaan ekonomi, kesadaran masyarakat dan tingkat pendidikan. Persoalan busung lapar atau gizi buruk sesungguhnya juga tidak terlepas dari pengetahuan dan keterampilan perempuan dalam merawat anak. Ibu berpendidikan tinggi akan lebih giat mencari dan meningkatkan pengetahuan keterampilan memelihara anak. Mereka juga akan menaruh perhatian lebih besar terhadap konsep hidup sehat untuk seluruh anggota keluarga sehingga anak – anak akhirnya dapat berkembang lebiih baik. Keselamatan dan kesejahtraan perempuan dan anak sangat penting tidak saja bagi pemenuhan hak hidup sehat bagi mereka, tetapi juga dalam mengatasi masalah ekonomi, sosial dan tantangan pembangunan (Pesan Kunci 2, Hari Kesehatan Dunia 2005). Ketika ibu dan anak meninggal atau sakit, maka keluarga, masyarakat dan negara mereka akan ikut merasakan penderitaan. Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan perempuan berarti meningkatkan status kesehatan masyarakat dan mengurang kemiskinan.
Air Bersih , Sanitasi dan Perempuan Persoalan pemenuhan air bersih kian hari menjadi isu yang penting di Indonesia, karena semakin hari air bersih menjadi semakin sulit didapat terutama pada musim kemarau. Dalam pemenuhan air bersih perempuan dan laki – laki mempunyai pengalaman yang berbeda,karena mempunyai kebutuhan yang berbeda. Air bersih bagi kaum perempuan menjadi kebutuhan yang sangat penting, karena perempuan merupakan kolektor, pengangkut, pengguna dan pengelola utama air untuk keperluan rumah tangga dan sebagai promotor dalam kegiatan – kegiatan yang berkaitan dengan sanitasi di rumah dan di masyarakat. Dalam studi ADB, mengenai proyek – proyek Air Bersih dan Sanitasi, penyediaan air bersih dan sanitasi mempunyai beberapa manfaat yaitu :
Manfaat ekonomi. Akses yang lebih baik pada air akan memberi kaum perempuan waktu yang lebih banyak untuk melakukan aktivitas mendatangkan pendapatan, menjawab kebutuhan – kebutuhan anggota keluarga, atau memberikan kesejahteraan dan waktu luang
38 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM 38 Bahan BahanBacaan Bacaan || Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
untuk kesenangan mereka sendiri. Perekonomian secara keseluruhan dapat pula memberikan berbagai manfaat.
Manfaat kepada anak – anak. Kebebasan dari pekerjaan mengumpulkan dan mengelola air yang memakan waktu dapat membuat anak – anak, khususnya anak perempuan untuk bersekolah.
Bahan Bacaan ||Pelatihan Bahan PelatihanDasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM
39
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Penyebab Kemiskinan Penyebab tk 4
K E M I S K I N A N
4tingkat 4
Penyebab tk 2
POLITIK YG TDK MEMBUKA AKSES KPD KAUM MISKIN, KURANG PARTISIPASI EKONOMI YG TDK MEMIHAK; TDK ADA KESEMPATAN, TDK ADA
KEBIJAK AN YG TDK BERPIH AK/ ADIL
SOSIAL YG SEGREGATIF; MARGINALISASI, INTERNALISASI BUDAYA
INSTITUSI PENGAMBIL KEPUTUSA N YG TDK MAMPU MENERAPK AN NILAI-NILAI
ORANG YG TIDAK BERDAY A (TDK BAIK
FISIK ; LINGKUNGAN KUMUH, ILEGAL, DSB
Penyebab tk 3
Penyebab tk 1
Jawaban Penanggulangan Kemiskinan (PNPM Mandiri Perkotaan) Penyebab tingkat 4
K E M I S K I N A N K E M I S K I N A N K U R
Penyebab tk 3 Penyebab tk 2
POLITIK YG TDK MEMBUKA AKSES KPD KAUM MISKIN, KURANG PARTISIPASI EKONOMI YG TDK MEMIHAK; TDK ADA KESEMPATAN, TDK ADA SOSIAL YG SEGREGATIF; MARGINALISASI, INTERNALISASI BUDAYA
KEBIJA KAN YG TDK BERPIH AK/ ADIL
FISIK ; LINGKUNGAN KUMUH, ILEGAL, DSB
INSTITUSI PENGAMBI L KEPUTUSA N YG TDK MAMPU MENERAP KAN NILAI-NILAI LUHUR UNIVERSA
ORANG YG TIDAK BERDA YA (TDK BAIK UPP/P2KP INTERVENSI AWAL
PEMBE NTUKAN BKM/LK
PENCARIA N ORANG & LEMBAGA YANG
Penyelesaian tk 2
Penyelesaian tk 1
PS, PRONANGKIS, PENENTUAN PRIORITAS, SURVEY SWADAYA, PEMBENTUKAN KSM, PENYALURAN BLM, CHANNELING, NEIGBORHOOD DEVELOPMENT
Penyelesaian tk 3 dan 4
Penyebab tk 1
40 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 40 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
PNPM Mandiri Perkotaan dan Kemiskinan Marnia Nes PNPM Mandiri Perkotaan merupakan program pemberdayaan masyarakat untuk memecahkan masalah kemiskinan yang merupakan pengembangan dari P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). Pemecahan masalah yang dilakukan oleh PNPM Mandiri Perkotaan tentu saja berdasarkan masalah – masalah yang sudah dianalisa sebelumnya. Dalam proses menemukenali penyebab kemikinan dan akar masalah kita temukan penyebab kemiskinan pada dasarnya merupakan akibat dari sikap mental para pelaku pembangunan yang negatif dan pandangan – pandangan yang merugikan kelompok masyarakat tertentu (warga miskin). Apabila kita uraikan secara lebih rinci kedua masalah tersebut adalah sebagai berikut :
Tidak semua masyarakat terlibat dalam proses pembangunan dari mulai menemukenali kebutuhan sampai memutuskan pemecahan masalah. . Di banyak tempat program – program untuk masyarakat disusun oleh ‘Orang Luar’ bukan oleh masyarakat setempat, sehingga banyak yang tidak tepat sasaran dan tidak tepatguna (jadi mubazir dan tidak berkelanjutan).
Adanya pandangan umum bahwa masyarakat tidak. mampu memecahkan masalah sendiri,tidak mempunyai pengalaman, kurang pengetahuan sehingga masyarakat tidak diberi kesempatan untuk memecahkan masalahnya sendiri.
Kesempatan untuk membangun hanya diberikan kepada kelompok tertentu begitu juga hasilnya hanya bisa dinikmati oleh kelompok tertentu, artinya tidak semua masyarakat mendapatkan hak yang sama (tidak ada kesetaraan).
Pelayanan publik baik bidang sosial, ekonomi maupun lingkungan hanya bisa dinikmati sebagian orang , sebagian lainnya tidak bisa mengakses karena mahal dan kurang informasi.
Melemahnya solidaritas sosial yang menyebabkan memudarnya modal sosial masyarakat.
Sikap mental dan perilaku masyarakat yang masih menggantungkan diri pada bantuan pihak luar, kurang bekerja keras, apatis, tidak percaya pada kemampuan sendiri.
Memudarnya kebersamaan, banyak pihak yang mempunyai pandangan bahwa masalah kemiskinan hanya tanggungjawab pemerintah dan orang miskin, sehingga banyak yang tidak peduli.
Pada umumnya masyarakat, tidak mempunyai wadah (lembaga) yang betul – betul memperjuangkan kepentingan masyarakat khususnya warga miskin karena pelaku – pelaku pengambil kebijakan pada suatu lembaga yang ada cenderung mementingkan diri sendiri, tidak perduli, dan tidak jujur.
Dengan melihat permasalahan di atas, maka boleh dikatakan ada 2 kelompok besar masyarakat yaitu:
Kelompok yang bisa mudah mengakses informasi, mempunyai pengetahuan dan pengalaman karena mempunyai pendidikan yang memadai, mempunyai sumberdaya seperti modal, penguasaan terhadap sumberdaya alam dan lain – lain. Dengan pengetahuan, pengalaman,
Bahan Bahan Bacaan Bacaan ||Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM
41 41
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
informasi dan sumberdaya yang dimilikinya kelompok ini dapat menguasai kelompok lainnya, sehingga mampu mendominasi dan sering disebut sebagai kelompok dominan. Contohnya seringkali pemilik modal bisa mempengaruhi kebijakan (keputusan) yang dikeluarkan oleh lembaga – lembaga keuangan. Oleh karena itu pengetahuan, informasi dan sumberdaya tadi sering disebut sumber kekuasaan. Apabila kelompok ini tidak mempunyai kepedulian, mementingkan diri sendiri, tidak jujur maka akan menyebabkan warga miskin semakin miskin.
Kelompok yang tidak mempunyai pengetahuan, pengalaman, kurang bisa mengakses informasi, tidak mempunyai akses terhadap sumberdaya. Kelompok ini biasanya merupakan kelompok miskin dan perempuan yang sering disebut kelompok yang terpinggirkan karena seringkali tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk proses pembangunan. Kelompok ini juga seringkali tidak berdaya karena tidak mempunyai sumber kekuasaan yang dibutuhkan.
Berdasarkan permasalahan di atas perlu perubahan dari kondisi yang sekarang (permasalahan) ke arah yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan . Artinya perlu dilakukan proses perubahan sebagai upaya pemecahan masalah di atas. PNPM Mandiri Perkotaan, sebagai upaya penanggulangan kemiskinan, melakukan pendampingan proses pembelajaran masyarakat melalui penyadaran kritis agar dapat memecahkan masalah sendiri. Proses perubahan yang diharapkan terjadi adalah dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya, menjadi mandiri dan pada satu saat akan menjadi masyarakat madani Masyarakat yang tidak berdaya, warga miskin dan perempuan, harus dimampukan dengan memberikan pengetahuan,meningkatkan keterampilan, mendapat sumberdaya dan merubah pola pikir mereka sehingga menjadi masyarakat yang berdaya melalui proses pemberdayaan. Di lain pihak kelompok yang selama ini mempunyai sumber kekuasaan tadi (kelompok dominan) harus mau membagikan pengetahuan, informasi, dan sumberdayanya bagi kelompok yang lain. Pada kenyataannya proses di atas tidak selalu berjalan mulus, karena :
Kelompok yang terpinggirkan ketika sudah berdaya seringkali menjadi kelompok baru yang mempunyai kekuatan karena mereka memiliki sumber kekuasaan. Hal ini dapat terjadi kalau orang – orang tersebut tidak mempunyai kepedulian dan mementingkan diri sendiri.
Kelompok yang dominan juga tidak akan serta merta dengan rela hati untuk membagikan sumber kekuasaannya bagi pihak lain. Sama dengan di atas hal ini juga terjadi apabila kelompok ini tidak mempunyai kepedulian terhadap pihak lain dan mementingkan diri sendiri sehingga tidak mempunyai rasa keadilan.
Kepedulian, sikap mau berbagi, keikhlasan menjadi landasan untuk membangun kebersamaan (solidaritas sosial) yang menjadi kontrol/landasan dari terciptanya ikatan – ikatan yang didasarkan saling percaya (modal sosial). Dengan demikian sikap mental dan pola pikir kita menjadi bagian yang utama untuk mengatasi permasalahan kemiskinan. Kedua hal inilah yang coba dipecahkan oleh PNPM Mandiri Perkotaan, karena pada dasarnya pendampingan yang dilakukan oleh PNPM Mandiri Perkotaan berusaha untuk menggali dan menumbuhkan sikap mental yang positif sesuai dengan nilai – nilai luhur kemanusiaan dan membongkar paradigma – paradigma mengenai manusia (pembangunan manusia) yang keliru. Oleh karena hal tersebut di atas, maka pendekatan pemberdayaan yang dipakai oleh PNPM Mandiri Perkotaan adalah pemberdayaan sejati. Pendekatan ini menekankan pada proses pemberdayaan agar manusia mampu menggali nilai – nilai baik yang telah dimiliki dan mampu menggunakannya secara merdeka (tidak tergantung kepada pendapat pihak lain yang keliru) sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan fitrahnya sebagai manusia. Dengan dilandasi oleh nilai – nilai kesetaraan, keadilan, kejujuran, keikhlasan dan nilai nilai kebaikan lainnya upaya perubahan untuk pemecahan masalah dilakukan melalui:
42 Bahan 42 BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
masyarakat dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan penanggulangan kemiskinan mulai dari proses menemukenali masalah, perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring evaluasi, sebagai wujud dari partisipasi dan demokrasi. Dengan keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan proses tersebut, maka:
Pengorganisasian
keputusan
Memberi hak yang sama (setara) kepada seluruh masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan, informasi dan kesempatan belajar yang sama. Dalam hal ini terkandung nilai – nilai keterbukaan (transparansi).
Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memahami masalah – masalah yang mereka hadapi terutama mengenai masalah kemiskinan dan mencari upaya pemecahan secara bersama.
Persoalan menjadi tanggungjawab semua pihak, bukan hanya tanggungjawab pemerintah ataupun kelompok masyarakat tertentu.
Menentukan kelompok sasaran secara mandiri, sehingga semua pihak diperlakukan secara adil untuk bisa terjangkau oleh pelayanan publik
Untuk menjamin keberlanjutan pengorganisasian masyarakat, dibutuhkan wadah (lembaga) yang dimotori oleh pemimpin – pemimpin yang mempunyai nilai – nilai kebaikan (sikap mental yang positif). Artinya pemimpin – pemimpin tersebut haruslah merupakan representasi dari nilai – nilai kemanusiaan. Diharapkan para pemimpin yang jujur, adil, ikhlas, amanah akan mampu menjadi motor penggerak proses penanggulangan kemiskinan di kelurahan/desa dengan dilandasi prinsip – prinsip keadilan (keputusan yang dikeluarkan tidak berpihak), keterbukaan (transparan), bertanggungjawab (akuntabel), keputusan tidak didasari oleh kepentingan – kepentingan pribadi atau golongan, memberikan kesempatan dan hak yang sama kepada seluruh masyarakat untuk terlibat dalam keseluruhan kegiatan dan sebagainya.
Terlaksananya proses di atas harus dibarengi dengan perubahan pola pikir (paradigma) sehingga keterlibatan seluruh pelaku pembangunan dalam proses penanggulangan kemiskinan bukan semata – mata karena proyek atau bahkan untuk mengejar BLM, akan tetapi merupakan keterlibatan yang didasari oleh kesadaran kritis.
Paradigma (pola pikir) yang ingin dikembangkan melalui PNPM Mandiri Perkotaan:
Akar persoalan kemiskinan adalah lunturnya nilai – nilai kemanusiaan yang melahirkan ketidakadilan, keserakahan, mementingkan diri sendiri atau golongan, ketidakperdulian dan sebagainya. Oleh karena itu musuh bersama kemiskinan adalah ‘sifat – sifat buruk manusia’, bukan organisasi atau lembaga.
Keadilan, kesetaraan, keperdulian yang menjadi dasar bagi penyelesaian masalah kemiskinan akan bisa dilaksanakan oleh orang – orang yang berdaya ,bukan orang – orang dari golongan tertentu, wilayah tertentu atau dari jenis kelamin tertentu.
Manusia yang berdaya sejati adalah manusia yang mampu menggunakan dan memberikan nilai – nilai kebaikan yang ada dalam dirinya untuk kepentingan kesejahteraan lingkungannya.
Manusia pada dasarnya baik, akan tetapi kebaikannya tertutup oleh sistem serta tatanan kehidupan di sekitarnya. Kebaikan – kebaikan manusialah yang merupakan perbedaan hakiki antara manusia dengan makhluk lain.
Kemiskinan merupakan masalah bersama, sehingga hanya akan bisa dipecahkan bersama. Oleh karena itu perlu keterlibatan semua pihak dalam proses pembangunan.
Masyarakat pada dasarnya mampu dan mempunyai potensi untuk memecahkan masalah dan menolong dirinya sendiri, sehingga mereka harus diberi kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pembangunan.
secara
BahanBacaan Bacaan| | PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 43 43 Bahan Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Demokrasi yang paling tinggi adalah pengambilan keputusan melalui musyawarah dan mufakat yang dilandasi kesadaran klritis.
Seluruh lapisan masyarakat mempunyai hak yang sama untuk ikut terlibat dalam pembangunan.
Apabilala proses penyadaran kritis yang menekankan pada perubahan paradigma dan sikap perilaku di atas dapat berkelanjutan, maka diharapkan pelan–pelan akan terjadi perubahan masyarakat secara bertahap, yaitu:
Dari masyarakat yang tidak berdaya menjadi masyarakat berdaya . Melalui proses belajar yang dilakukan, kelompok – kelompok yang terpinggirkan bisa mempuyai daya (kemampuan ) untuk menggapai kebutuhan hidupnya. Dari masyarakat berdaya menjadi masyarakat mandiri, yaitu dimana masyarakat bisa
menolong dirinya secara mandiri, tidak lagi bergantung kepada pihak lain . Hubungan – hubungan dengan pihak lain dilandasi kesetaraan (kesalingbergantungan). Acuan :
Parwoto : Anatomi Kemiskinan
Pedoman Umum PNPM Mandiri Perkotaan
44 Pelatihan Dasar 44 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar BKM/LKM BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Kiat Intervensi Pengembangan Masyarakat Beberapa kaidah dasar yang harus diperhatikan dan dilaksanakan sungguh-sungguh oleh para pelaku PNPM Mandiri Perkotaan dalam pelaksanaan kegiatan (intervensi) pengembangan masyarakat, adalah sbb:
a) Kaidah Membangun Dari Dalam (development from within) Proses pengembangan masyarakat dititikberatkan pada upaya membangun masyarakat dari dalam melalui penggalian kembali nilai-nilai luhur yang telah dimiliki masyarakat tetapi tidak mampu lagi diterapkan sehingga menghancurkan kapital social dan menghasilkan berbagai kerusakan multidimensi, termasuk kemiskinan dan masyarakat yang terkotak-kotak (fragmented community). Pemberdayaan dalam konteks ini adalah membangun kembali potensi manusia itu sendiri yang sudah dimiliki untuk kembali mampu bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur tersebut yang kondusif terhadap tumbuhnya kapital social sehingga pada gilirannya akan mampu membangun kepedulian dan integritas yang tinggi yang melahirkan tata pengelolaan urusan publik yang baik serta solidaritas sosial masyarakat untuk bersatu, bahu-membahu menanggulangi kemiskinan di wilayah masing-masing secara mandiri dan berkelanjutan, Secara singkat pembangunan dari dalam ini menekankan penggalian terhadap nilai-nilai luhur yang telah dimiliki manusia/masyarakat dan memberdayakan manusia/masyarakat untuk menjadi pelaku nilai sehingga mampu menjalankan tugas dan fungsi masing-masing di masyarakat sesuai dengan martabatnya sebagai manusia yang luhur. Hasil yang diharapkan dari proses pengembangan masyarakat ini adalah tumbuhnya kesadaran kritis dan kesiapan masyarakat bahwa persoalan kemiskinan di wilayahnya hanya dapat diatasi oleh mereka sendiri, dengan cara; (1) membangun kembali nilai-nilai luhur universal sebagai landasan dari semua keputusan dan tindakan, (2) menemukan dan menggalang pribadi-pribadi yang komit dan memiliki integritas tinggi dalam menangulangi kemiskinan yg sehari-harinya merupakan pelaku nilai, (3) bertumpu pada keswadayaan masyarakat dan prinsip pembangunan organik yang berkelanjutan. Pada dasarnya substansi pemberdayaan masyarakat dalam konteks ini intinya adalah perubahan perilaku pelaku sendiri. Peran dari pendampingan/ pihak luar hanyalah sebagai pelengkap dari adanya niat, parakarsa, untuk membangun kepedulian, dan komitmen masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, berhasil tidaknya PNPM Mandiri Perkotaan di suatu lokasi sasaran untuk sebagian besar justru akan sangat tergantung pada kepedulian, komitmen, motivasi dan ikhtiar masyarakat setempat. Dengan demikian, PNPM Mandiri Perkotaan diharapkan dapat dijadikan sarana bagi proses pembelajaran masyarakat untuk terus melakukan perubahan-perubahan sendiri ke arah yang lebih baik dan efektif, baik itu menyangkut pola pikir, pola perilaku, pola tindak dan lain-lain. Inilah yang menjadi hakekat membangun masyarakat dari dalam
(development from within).
Pada sisi lain, bagi para pendamping PNPM Mandiri Perkotaan (fasiliatator, konsultan dll), prinsip membangun dari dalam mengandung makna bahwa proses pendampingan tahapan kegiatan tidak diurus dan dilaksanakan sendiri oleh para pendamping, tetapi justru para pendamping seharusnya melakukan proses pendampingan yang menitikberatkan pada proses pembelajaran bagi masyarakat agar selain masyarakat akan mampu melakukan tahapan kegiatannya sendiri
Bahan Dasar BahanBacaan Bacaan| Pelatihan | Pelatihan DasarBKM/LKM BKM/LKM 45 45
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
juga dapat menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat terhadap susbstansi mengapa, apa dan untuk apa kegiatan itu harus mereka lakukan.
b) Kaidah Kerelawanan (Volunteerism) Proses pengembangan masyarakat dengan prinsip membangun ’masyarakat dari dalam’ akan membutuhkan pelopor-pelopor penggerak dari masyarakat sendiri yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas, peduli, dan memiliki komitmen kuat pada kemajuan masyarakat di wilayahnya. ’Proses membangun dari dalam’ tidak akan terlaksana apabila pelopor-pelopor yang menggerakkan masyarakat tersebut yang merupakan individu atau sekumpulan individu yang hanya memiliki pamrih pribadi dan hanya mementingkan urusan ataupun kepentingan pribadi serta golongan atau kelompoknya. Dengan kata lain, perubahan perilaku masyarakat akan sangat ditentukan oleh relawan-relawan atau motor penggerak setempat yang memiliki ’moral’ yang baik dan diakui kualitaskepribadiannya, bukan hanya sekedar relawan yang pengalaman, pendidikan tinggi atau punya kedudukan yang tinggi dll. Didasarkan pada keyakinan inilah, PNPM Mandiri Perkotaan mendorong masyarakat di lokasi sasaran agar membuka kesempatan seluas mungkin bagi warga-warganya yang ikhlas, jujur, adil, peduli dan memiliki komitmen tinggi untuk menjadi relawan-relawan yang membantu masyarakat dalam melaksanakan seluruh tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan agar bermanfaat bagi masyarakat miskin serta seluruh masyarakat di wilayahnya. Relawan-relawan yang diusulkan masyarakat tidak menjadi bagian dari struktur KMW ataupun Tim Fasilitator, namun akan didampingi khusus melalui proses penguatan kapasitas (capacity building) agar lebih mampu memahami substansi PNPM Mandiri Perkotaan berikut tahapantahapan kegiatannya, baik dengan cara pendampingan oleh Tim Fasilitator, bimbingan/ coaching, praktek, konsultasi dan pelatihan, dll. Relawan-relawan masyarakat ini memiliki posisi yang sama dan tidak ada perlakuan khusus (previllage) yang melekat pada salah satu dari mereka. Ciri utama relawanrelawan masyarakat adalah sama, yakni; orang-orang atau warga masyarakat setempat yang bersedia mengabdi secara ikhlas dan tanpa pamrih, tidak digaji/imbalan secara rutin, rendah hati, berkorban, diterima masyarakat berdasarkan kualitas kemanusiaan yang luhur atau moralitasnya, dan memiliki kepedulian serta komitmen yang sangat kuat bagi upaya memperbaiki kesejahteraan masyarakat miskin yang ada di sekitarnya maupun bagi upaya kemajuan masyarakat umumnya dan kondisi lingkungan wilayahnya. Bagi Tim Fasilitator, relawan-relawan masyarakat harus dipandang sebagai pelopor dan sekaligus pendamping mayarakat yang sangat menentukan berhasil tidaknya masyarakat melalui seluruh rangkaian proses pembelajaran untuk terus menerus menumbuhkembangkan nilai-nilai luhur universal kemanusiaan, prinsip-prinsip universal kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan sebagai pondasi yang kokoh dalam mengembangkan berbagai upaya menanggulangi masalah kemiskinan di wilayahnya.
c) Kaidah Pertumbuhan Alamiah (Organic Development) Siklus kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan dirancang untuk mendorong tumbuhnya kesiapan dan ’kesadaran kritis masyarakat’ di kelurahan sasaran agar mampu menanggulangi kemiskinan di wilayah masing-masing secara mandiri dan berkelanjutan. Kaidah pertumbuhan organik menekankan bahwa dinamika pertumbuhan/perubahan antara satu komunitas dengan yang lain berbeda sebagai konsekwensi lojik dari kaidah pembangunan dari dalam, bukan transplantasi. Situasi ini haruslah mampu diakomodasi oleh para pendamping khususnya Tim Fasilitator.
46 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM 46 Bahan BahanBacaan Bacaan || Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Disadari bahwa proses penumbuhan kesiapan dan kesadaran kritis masyarakat memerlukan waktu yang cukup panjang dan juga bukan merupakan proses yang dijalankan secara instan (serba cepat, formalitas dan mekanistis). Meskipun demikian, perlu juga diantisipasi bahwa proses tersebut kemungkinan dapat mentimbulkan kejenuhan, kebosanan, ketidak percayaan, ketidak yakinan, dll apabila proses yang dilaksanakan di masyarakat memberi kesan bertele-tele dan juga tidak sistematis. Umumnya hal ini terjadi karena adanya kegiatan di masyarakat di lokasi tertentu yang macet, vakum, dan atau terhenti sesaat berhubung harus menunggu selesainya aktivitas yang sama di kelurahan lain atau menunggu pelaksanaan kegiatan yang diselenggarakan secara terpusat (misalnya pelatihan yang diselenggarakan KMW, dll). Oleh karena itu, para pelaku PNPM Mandiri Perkotaan diharapkan dapat memahami arti penting pertumbuhan organik suatu masyarakat, yakni dengan menyelenggarakan rangkaian aktivitas pembelajaran masyarakat di lokasi sasaran dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan secara berkesinambungan dan runtun sesuai dengan siklus perkembangan dimasyarakat itu sendiri tanpa adanya kegiatan tambahan yang bersifat intervensi luar yang disengaja ataupun tidak disengaja akan menghentikan sementara aktivitas masyarakat di lokasi sasaran itu sehingga masyarakat kehilangan momentum. Berkaitan dengan upaya membangun pertumbuhan organik tersebut, PNPM Mandiri Perkotaan merancang agar proses pendampingan secara langsung dan intensif berada di Tim Fasilitator yang berkedudukan di kecamatan sasaran. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong Tim Fasilitator, bersama dengan para Relawan, mampu mendampingi masyarakat kelurahan dalam melaksanakan kegiatan secara berkesinambungan sesuai dengan siklus perkembangan di kelurahan masing-masing. Kalaupun dirasakan cukup berat untuk menjaga kesinambungan kegiatan di tingkat kelurahan, maka setidaknya kesinambungan kegiatan masyarakat secara organik dapat dikembangkan di tingkat kecamatan. Hal ini berarti ketika seluruh kelurahan di kecamatan bersangkutan telah melaksanakan satu siklus kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan dapat segera dilanjutkan dengan siklus berikutnya. Meskipun demikian tetap akan lebih baik apabila kesinambungan kegiatan tersebut dapat dikembangkan di tingkat kelurahan sehingga dapat dijaga semua kelurahan tidak akan kehilangan momentumnya. Bila kesimambungan akan diterapkan ditingkat Tim Fasilitator (kecamatan) maka seluruh strategi pendampingan masyarakat dan pengembangan kapasitas yang dilakukan akan bertumpu pada strategi pelaksanaan kegiatan di tingkat kecamatan, yang dikoordinasi oleh Tim Fasilitator setempat. Secara umum hasil yang diharapkan terjadi dalam proses pengembangan masyarakat ini adalah:
Masyarakat yang sadar akan kondisinya; potensi, kelemahan, peluang dan persoalan yang masih harus diselesaikan bersama dan tumbuhnya solidaritas sosial antar warga.
Masyarakat menyadari bahwa untuk menyelesaikan persoalan bersama ini secara sistematik dan efektif dibutuhkan; (1) relawan-relawan sebagai pelopor, (2) masyarakat yang terorganisasi (organized community), (3) dan kepemimpinan yang baik pula serta kelompok sasaran yang terorganisasi dgn baik pula.
Kondisi tersebut kemudian mendorong lahirnya para relawan, masyarakat warga yg terorganisasi, BKM/LKM sebagai pimpinan kolektif dan kelompok sasaran yang terorganisasi dalam bentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat).
Agar seluruh kegiatan penangulangan kemiskinan tersebut juga terrencana dengan baik BKM mengkoordinasi perumusan PJM dan Renta Pronangkis secara partisipatif.
Disamping ketiga kaidah tersebut di atas perlu juga dipahami bentukan-bentukan kelembagaan yang akan dihasilkan melalui siklus P2KP ini sebagai berikut.
a) BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat)/LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat)
BahanBacaan Bacaan| |Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 47 47 Bahan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
BKM adalah lembaga pimpinan kolektif masyarakat warga/penduduk suatu kelurahan/desa yang terdiri dari pribadi-pribadi yang dipilih dan dipercaya warga berdasarkan kriteria luhur kemanusiaan yang disepakati bersama dan dapat mewakili masyarakat kelurahan/desa dalam berbagai kepentingan. Anggota BKM/LKM terdiri dari 9 sampai dengan 11 orang sesuai kesepakatan masyarakat kelurahan/desa, yang semuanya adalah relawan dan bekerja sebagai dewan sehingga keputusan BKM?LKM adalah keputusan kolektif Jadi jelaslah bahwa BKM/LKM adalah suatu lembaga pimpinan kolektif dari himpunan masyarakat warga suatu kelurahan/desa yang anggota-anggotanya dipilih berdasarkan kriteria nilai-nilai luhur kemanusiaan dan bukan perwakilan golongan/RT/RW sehingga memungkinkan berperan secara penuh sebagai pemimpin masyarakat warga serta menghindarkan kecenderungan menjadi partisan. Kolektifitas kepemimpinan ini penting dalam rangka memperkuat kemampuan individu untuk dapat menghasilkan dan mengambil keputusan yang lebih adil dan bijaksana oleh sebab terjadinya proses saling asuh, saling asih dan saling asah antar anggota kepemimpinan yang pada akhirnya akan menjamin terjadinya demokrasi, tanggung gugat dan transparansi. Disamping itu pola kepemimpinan kolektif ini juga merupakan disinsentif bagi para pemimpin yang justeru ingin mendapatkan kekuataan absolute di satu tangan yang pada gilirannya akan melahirkan anargi dan tirani yang mementingkan diri sendiri sehingga meperkuat ketidakadilan. Peran utama BKM?LKM adalah mengawal penerapan nilai-nilai luhur kemanusiaan dalam proses penangulangan kemiskinan pada khususnya dan kehidupan bermasyarakat pada umumnya di kelurahan yang bersangkutan Pemilihan anggota BKM/LKM dilakukan tanpa pencalonan dan tiap pemilih harus menulis sekurang-kurangnya 3 nama (sesuai kesepakatan warga) secara rahasia, pribadi-pribadi penduduk kelurahan/desa yang dianggap memenuhi kriteria yang telah disepakati, dikumpulkan dan dihitung. Kemudian dipilih 9 s/d 11 nama yang mendapatkan perolehan suara terbanyak sebagai anggota BKM/LKM. Para anggota BKM/LKM tersebut kemudian memilih siapa diantara mereka yang akan menjadi koordinator, wakil, sekretaris, dsb sesuai dengan kemampuan masing-masing. Pada dasarnya pemilihan harus dilakukan di tingkat dimana warga saling kenal misalnya tingkat RT untuk memilih utusan RT dan kemudian kumpulan utusan RT di tingkat kelurahan/desa memilih anggota BKM/LKM dari antara para utusan tersebut. Bila kelurahan/desa yang bersangkutan cukup luas artinya terdiri dari RT yang banyak sekali, lebih dari 75 RT maka pemilihan dapat dilakukan berjenjang. Dipilih utusan RT, kemudian dari kumpulan utusan RT di tingkat RW/Dusun dipilih lagi utusan RW/Dusun untuk kemudian utusan RW/Dusun ini ke kelurahan/desa untuk memilih anggota BKM. Jumlah utusan RT atau RW/Dusun dapat ditetapkan sebelumnya sesuai kesepakatan warga. Yang penting pemilihan atau penjaringan orang-orang baik harus dilakukan di tingkat dimana antar warga saling mengenal. Tidak adanya pencalonan memungkinkan anggota masyarakat memilih tanpa paksaan siapapun yang mereka anggap bisa mewakili sifat-sifat baik kemanusiaan tersebut, sesuai pengalaman interaksi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Tidak mungkin adanya kampanye; karena yang dipilih adalah orang yang perbuatan sehari-harinya saat ini sesuai dengan kriteria tersebut di atas, bukan perkataan (janji) tentang masa depan yang belum pasti. Jadi konsepnya adalah membandingkan dan mengkonfirmasikan perbuatan/perilaku sehari-hari orang yang akan dipilih dan bukan perkataan (janji).
48 Bahan 48 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM Bahan Bacaan Bacaan | | Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
b) KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) KSM adalah kelompok masyarakat pemanfaat langsung dari PNPM Mandiri Perkotaan ini yang langsung menikmati hasil dari program penanggulangan kemiskinan yang direncanakan secara partisipatif oleh masyarakat kelurahan dibawah koordinasi BKM/LKM. Pembangunan KSM ini sengaja didorong sebagai kelompok basis dimana antar anggotanya dapat saling bantu, saling memperkuat dan saling belajar untuk bersama-sama keluar dari belenggu kemiskinan. Kesatuan dalam KSM ini didasari oleh ikatan pemersatu (common bound), antara lain kesamaan kepentingan dan kebutuhan, kesamaan kegiatan, kesamaan domisili dll, yang mengarah pada upaya mendorong tumbuh berkembangnya modal sosial. Pengertian kelompok dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan adalah kelompok masyarakat yang “sudah ada” (existing groups) dan atau kelompok-kelompok yang “dibangun baru” dalam rangka pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, yang dapat memenuhi syarat-syarat sebagai kelompok/lembaga masyarakat sebagaimana ditetapkan PNPM Mandiri Perkotaan. Diharapkan melalui pendekatan kelompok ini :
Warga masyarakat dapat lebih dinamis dan lebih nyata dalam mengembangkan praktek nilainilai kemanusiaan, misalnya; kejujuran, keikhlasan, dapat dipercaya, pengorbanan, kebersamaan, kesatuan, gotong royong, solidaritas antar sesama, dan lainnya;
Proses pemberdayaan (empowerment) berjalan lebih efektif dan efisien;
Terjadi konsolidasi kekuatan bersama baik antar yang lemah maupun antar yang kuat dan lemah di dalam suatu kelompok masyarakat (konsep sapu lidi);
Kelompok dapat berfungsi untuk melembagakan solidaritas dan kesatuan sosial, menumbuhkan keswadayaan, wadah proses belajar/ interaksi antar anggota, menyepakati aturan bersama, dan fungsi lainnya.
c) Relawan Pengertian relawan-relawan dalam PNPM Mandiri Perkotaan ini mengandung makna yang cukup luas, mencakup: (1) para relawan yang terlibat mendalam secara khusus dalam satu atau beberapa tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan sebagai pendamping masyarakat dan pengawal nilai, misalnya Refleksi Kemiskinan, Pemetaan Swadaya, FGD Kepemimpinan, FGD
Kelembagaan dan Pengelolaan Urusan Publik, Pembentukan BKM/LKM, Perencanaan Partisipatif dan pembentukan KSM, (2) Para relawan yang terpilih untuk duduk dalam struktur yang dibangun masyarakat untuk melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan, misalnya Anggota BKM/LKM, Pengurus KSM, berbagai panitia yang terkait dgn pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, dll serta (3) Para relawan yang mengikuti secara intensif seluruh proses pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan sebagai pendamping masyarakat dan pengawal nilai. Secara umum para relawan ini memberikan kontribusi nyata bagi kelancaran dan keberlanjutan PNPM Mandiri Perkotaan sebagai program dari, oleh dan untuk masyarakat.
Para relawan tersebut masuk dalam proses pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan melalui beberapa jalur sebagai berikut :
Untuk relawan pendamping masyarakat melalui jalur pendaftaran ke ketua RT masingmasing.
Untuk relawan yang berkedudukan sebagai anggota BKM/LKM, pengurus KSM atau panitiapanitia yang terkait dengan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan akan dipilih sesuai tata tertib yang disepakati masyarakat dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip serta nilainilai yang dikandung PNPM Mandiri Perkotaan.
Bahan Bacaan Bacaan ||Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM Bahan
49 49
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Agar relawan-relawan masyarakat tersebut mampu menjadi motor penggerak dan pendamping masyarakat dalam melaksanakan tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan sesuai ketentuan, maka dalam kerja, mereka akan mendapat pendampingan intensif dari Tim Fasilitator yang ditugasi di wilayah masing-masing.
Bahan Bacaan| |Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 5050 Bahan Bacaan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
PENANGANAN AKAR KEMISKINAN OLEH MASYARAKAT MELALUI PNPM MP
DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
PELEMBAGAAN SIKLUS
PEMBANGUNAN PARTISIPATIF PNPM Mandiri Perkotaan
KEGIATAN
Penyiapan masyarakat
Pembentukan BKM
Penyusunan PJM Pronangkis
Pemanfaatan dana BLM
TUJUAN
Perbaikan Sikap, Perilaku, dan Cara Pandang
Belajar Bersinergi diantara Masyarakat
Belajar membuat program kegiatan
HASIL
STRATEGI TRASFORMASI SOSIAL MASYARAKAT PNPM MP
Peneladanan Nilai Universal & Prinsip Kemasyara - katan
Lembaga Masyarakat yang Representatif (BKM/LKM)
Program Masyarakat yg Mencerminkan TRIDAYA
Penanggulangan Kemiskinan Terpadu
Kemitraan, Replikasi
Programprogram khusus yang komprehensif
Pelaksanaan rencana kegiatan
Mampu bermitra dengan Pemerintah & lainnya
Mampu mengakses sumber daya potensial
Mengelola Pembangunan Permukiman
Penanggulangan Kemiskinan
Sinergi antara Pemerintah , Masy. & Lainnya
Bermitra dengan Sumber Daya lainnya
Komunitas yg Melembagakan GG dan permukiman yang tertata
SIKLUS MASYARAKAT
SIKLUS LANJUTAN TAHUN 2 /3 Musrenbang Desa/Ke, Kec dan Kab/Kota
2. Tahap Perencanaan 4. Pengorganisasian Mayarakat
5. Penyusunan Rencana Program
3. Pemetaan Swadaya
PJM/ RENTA
Membangun KSM 2. Refleksi Perkara Kritis
1. Tahap Persiapan
1. Sosialisasi,Sosm ap & RKM
PJM sebagai input bagi RPJM Des/Renstra Kel dan Renta sebagai input bagi RKP Desa atau Renja Kel
6. Pencairan Dana
Pencairan & Pemanfaatan BLM 7. Pelaksanaan Kegiatan, Pemantauan & Evaluasi
3. Tahap Pelaksanaan
4. Pemantauan & Evaluasi
REVIEW RENTA, KINERJA BKM/LKM, dan KEUANGAN
KSM
Tambahan BLM Tahun ke-2/3
51 BahanBacaan Bacaan || Pelatihan BKM/LKM 51 Bahan Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
SIKLUS LANJUTAN TAHUN KE-4 Musrenbang Desa/Ke, Kec dan Kab/Kota
PS
BKM/LKM
RK
PJM sebagai input bagi RPJM Des/Renstra Kel dan Renta sebagai input bagi RKP Desa atau Renja Kel
PJM/ RENTA
SKENARIO PELAKSANAAN Skenario Pelaksanaan
Skenario Pelaksanaan
Apr
Mei
Tahun ke-1 Jun Jul
Ags
Sep
Okt
Nop
Siklus Masyarakat
Skenario Pelaksanaan Intervensi Program Siklus Masyarakat Proses Musrenbang
Untuk
tahun ke-2 : Review Renta Tahun ke-1 & Penyusunan Renta Tahun ke-2 Untuk tahun ke-3 : Review Renta Tahun ke-2 & Penyusunan Renta Tahun ke-3 Review kinerja BKM/LKM sesuai AD/ART Review Keuangan BKM/LKM melalui penilaian kinerja Sekretariat dan UPK serta Audit
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Des
RKM, RK, PS, BKM/LKM, KSM, PJM, BLM RWT Pra-Musrenbang
Jan
Feb
Mar
Apr
Tahun ke-2 dan Tahun ke-3 Mei Jun Jul Ags
Sep
Okt
Nop
Des
Pencairan dan Pemanfaatan BLM Audit BPKP dan Inspektorat Kab/Kota
Intervensi Program
AGENDA REVIEW PARTISIPATIF
52 52
Mar
Proses Musrenbang
Pencairan dana (hasil sinergi program/ channeling)
KSM
Feb
Siklus Masyarakat
Proses Musrenbang
REFLEKSI 3 TH PNPM MP DI KELURAHAN
Jan
Intervensi Program
Review Partisipatif, RWT Audit Independen Msrb. Kel/ds, Kec, Kab/Kt
Jan
Feb
Mar
Pra-Musrenbang
Apr
Mei
Tahun ke-4 Jun Jul
Ags
Sep
Okt
Nop
Des
Pencairan dan Pemanfaatan BLM Audit BPKP dan Inspektorat Kab/Kota Refleksi 3 th PNPM MP di Kel/desa (Perencanaan Partisipatif, BKM/LKM, KSM), RWT Audit Independen Msrb. Kel/ds, Kec, Kab/Kt
Pra-Musrenbang
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
53 53
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
54 Bahan BahanBacaan Bacaan| | PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 54 Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 55 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 55
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
56
56
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
57
57
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
PNPM Mandiri Perkotaan: Proses Pembelajaran Penyadaran Kritis Marnia Nes PNPM Mandiri Perkotaan, merupakan proses pembelajaran masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan. Proses pembelajaran sebenarnya adalah proses pendidikan, artinya perubahan dapat terjadi melalui proses pendidikan yang didampingi oleh Fasilitator di wilayah Kelurahan/Desa sasaran. Melalui proses belajar ini, diharapkan masyarakat mampu untuk merubah pola pikir dan sikap perilaku sebagai manusia yang bertanggungjawab untuk menjalankan fitrahnya sebagai manusia, yaitu manusia yang mampu memberikan potensi yang ada dalam dirinya untuk kesejahteraan diri dan lingkungannya. PNPM Mandiri Perkotaan mengawal proses pembelajaran ini melalui tahapan siklus, yaitu: Apa yang dipelajari? Siklus
Prinsip Kemasyarakatan
Nilai – nilai
Pola pikir
Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM)
Partisipasi : masyarakat belajar memutuskan secara sadar upaya pemecahan masalah yang mereka butuhkan
Keadilan dan kesetaraan: semua lapisan masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi dan mengambil keputusan
Masyarakat merupakan subyek pembangunan dan berhak untuk menentukan nasibnya sendiri tanpa paksaan dari pihak luar, tetapi berdasarkan kesadaran kritis mereka
Refleksi Kemiskinan
Partisipasi, terlibat untuk menentukan masalah utama kemiskinan secara transparan dan demokratis.
Keadilan dan kesetaraan, saling memahami, dan saling perduli terhadap permasalahan orang lain.
Penyebab utama kemiskinan : lunturnya nilai – nilai kemanusiaan.
Kejujuran untuk mengakui permasalahan.
Semua pihak bertanggungjawab dalam pemecahan masalah kemiskinan. Masyarakat mampu melakukan analisa sebab akibat permasalahan kemiskinan
58 Pelatihan Dasar 58 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar BKM/LKM BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Apa yang dipelajari? Siklus
Pemetaan Swadaya
Prinsip Kemasyarakatan
Partisipasi, transparansi informasi dalam menggali potensi dan permasalahan bersama.
Nilai – nilai
Perduli terhadap permasalahan orang miskin, saling menghargai, saling memahami, kesetaraan dalam kegiatan, Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia, yang diperlakukan adil dan setara dengan memberi kesempatan yang sama untuk terlibat. Saling berbagi pengetahuan dan informasi (saling memberi)
Pola pikir
Masyarakat mampu melakukan kajian dan penelitian sederhana mengenai permasalahan di wilayahnya, karena masyarakatlah yang mempunyai pengetahuan terhadap permasalahan diri dan lingkungannya bukan ‘orang luar’. Masyarakat mempunyai potensi untuk memecahkan masalah tanpa harus selalu tergantung kepada bantuan pihak luar. Semua permasalahan kemiskinan baik itu masalah sosial, ekonomi maupun lingkungan bersumber dari sikap dan perilaku para pelaku pembangunan. Kemiskinan merupakan masalah bersama
Pembangunan BKM
Demokrasi, Partisipasi, Desentralisasi di dalam membangun kelembagaan milik warga masyarakat yang representative.
Kejujuran, keadilan, kesetaraan, kerelawanan menjadi komitmen semua warga masyarakat.
Masyarakat mampu untuk mengorganisir diri dalam menentukan siapa yang harus memimpin. Pemimpin yang dipilih adalah yang mempunyai kemampuan menggunakan potensinya untuk kesejahteraan orang lain, pemimpin yang mempunyai sikap mental positif artinya merupakan manusia yang berdaya (sejati).
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 5959 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Apa yang dipelajari? Siklus
PJM Pronangkis (perencanaan partisipatif)
Pengorganisasian KSM
Prinsip Kemasyarakatan
Nilai – nilai
Partisipasi, transparansi, demokrasi dalam proses belajar menyusun rencana – rencana untuk memenuhi kebutuhan warga masyarakat sesuai dengan persoalan – persoalan yang dihadapi.
Keadilan, kejujuran, dan kebersamaan dalam upaya memenuhi kebutuhan agar persoalan kemiskinan dapat ditanggulangi.
Partisipasi, demokrasi, akuntabilitas, di dalam proses berhimpun/berkel ompok sebagai bagian ‘modal sosial’.
Kejujuran, keadilan, kesetaraan, saling perduli di antara anggota kelompok, saling memahami, saling menghargai , saling percaya
Pola pikir
Masyarakat mampu untuk merencanakan program . Masyarakat mempunyai tanggungjawab untuk perencanaan. Adil bukan beararti bagi rata, tetapi memberikan bantuan bagi yang paling membutuhkan. Pengembangan program tidak hanya bertumpu pada bantuan pihak luar akan tetapi bisa mengoptimalkan potensi yang ada di masyarakat. Masyarakat mampu mengorganisasikan dirinya dalam kelompok Masyarakat Masayrakat miskin dapat dipercaya
Di dalam setiap tahapan siklus proses belajar tersebut dilaksanakan dengan pendekatan kelompok melalui Diskusi Kelompok Terarah, rembug – rembug dan melaksanakan refleksi – refleksi bersama. Melalui diskusi – diskusi dan refleksi dalam kelompok, maka diharapkan terjadi dialog dan saling berbagi pengetahuan, berbagi informasi, berbagi sumberdaya, berbagi peluang yang artinya berbagi ‘sumber kekuasaan’ yang dilandasi oleh nilai – nilai kemanusiaan. Diharapkan pada akhirnya akan tumbuh keperdulian terhadap permasalahan orang lain dan lingkungan. Pendekatan ini juga dapat menciptakan pola – pola hubungan masyarakat yang setara dan sekat – sekat sosial diharapkan bisa terbongkar. Untuk mencapai tujuan belajar di atas, maka proses pendidikan yang dilaksanakan seharusnya pendidikan yang dapat memanusiakan manusia, dimana di dalamnya terkandung sikap dan perilaku dari pendidik (Fasilitator, relawan dan pihak lain) maupun peserta didik yang menjunjung tinggi nilai - nilai kemanusiaan (saling menghargai, adil,setara, dsb). Proses pendidikan sangat bergantung kepada paradigma pendidikan yang diyakini oleh pelaku pendidik ( dalam hal ini lembaga pengembang program/Pelaku PNPMM Perkotaan). Karena paradigrna pendidikan berimplikasi pada metode yang dipakai dalam prosesnya yang pada akhirnya akan berdampak pada kesadaran masyarakat.
60 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM 60
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Untuk menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat, maka paradigma yang digunakan adalah paradigma pendidikan kritis. Dalam perspektif kritis, pendidikan semestinya bisa menciptakan ruang bagi masyarakat untuk mengidentifikasi secara bebas dan kritis menuju transformasi social. Masyarakat didorong untuk belajar mengidentifikasi, menganalisa pola - pola hubungan (interaksi) mereka dalam hidup bermasyarakat untuk membongkar sekat - sekat sosial sehingga terjadi hubungan yang setara dan adil. Hubungan sosial yang setara dan adil, tidak ada dominasi dari salah satu pihak, akan terjadi apabila masyarakat saling menghargai. saling memberi, saling memahami sehingga terjadi manusia - manusia yang berdaya (sejati). Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yang memberdayakan tentu saja harusnya yang memungkinkan proses di atas terjadi. Oleh karena itu dalam PNPM Mandiri melode pembelajaran yang digunakan dalam proses pendampingan adalah Participatory Andragogy. Dalam pe!aksanaannya, pendekatan pendidikan tersebut menekankan pada pembelajaran yang dialogis dengan prinsip – prinsip:
Pendamping adalah Fasilitator, bukan Guru
Baik Pendamping maupun Masyarakat adalah warga belajar
Semua warga belajar adalah subjek, artinya hubungan di antara semua warga belajar adalah hubungan yang adil dan setara, sedangkan obyeknya adalah reahlas kehidupan masyarakat Komunikasi yang dibangun, komunikasi multi arah Semua warga belajar, menjadi narasumber bagi yang lainnya karena masing -masing mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang khas yang bisa dibagikan kepada yang lain sehingga akan 'memperkaya' pemahaman masing – masing.
Dengan pernbelajaran yang dialogis di atas, dalam prosesnya diharapkan :
Tidak terjadi saling 'jegal' untuk kepentingan pribadi, maupun kelompok
Tidak ada diskriminasi
Tumbuh saling pemahaman terhadap permasalahan orang lain dan lingkungan, sehingga terjadi saling rnenghargai
Tumbuh kebersamaan
Tumbuh kepedulian, dsb
Oleh karena itu fungsi Fasilitator adalah 'membongkar sekat - sekat sosial’, yang bisa memungkinkan proses di atas terjadi. Dalam PNPM Mandiri Perkotaan, proses beIajar tersebut dilaksanakan dalam tahapan siklus , artinya dalam memfasilitasi semua tahapan siklus seharusnya terjadi pembongkaran sekat -sekat yang menghilangkan dominasi dan diskriminasi dimana hal ini bisa terjadi dengan menumbuhkan nilal - nilai kemanusiaan. Oleh karena itu penumbuhan nilai - nilai (sikap perilaku) untuk membangun manusia yang berdaya (pemberdayaan sejati) menjadi pilar ulama dalam pendekatan pembelajaran PNPM Mandiri Perkotaan.
Bahan Bahan Bacaan Bacaan| |Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 61 61
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
PEMBERDAYAAN: 1. PEMBERDAYAAN SEJATI 2. KEPEMIMPINAN MASYARAKAT MANUSIA 3. PENGORGANISASIAN MASYARAKAT
62
62
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Kekayaan Manusia yang Terbesar (Dari Kebahagiaan yang Membebaskan, Gde Prama)
”Bagi setiap pejalan kehidupan yang sudah mencoba serta berjalan jauh di jalur-jalur ’cukup’, segera akan mengerti, memang merasa cukuplah kekayaan manusia yang terbesar” Seorang sahabat yang mulai kelelahan hidup, pagi bangun, berangkat ke kantor, pulang malam dalam kelelahan, serta amat jarang bisa merasakan sinar matahari di kulit, kemudian bertanya, ”Untuk apa hidup ini?” Ada juga orang yang sudah benar-benar telah mengungsi (kecil mengungsi di rumah orang tua, dewasa mengungsi ke lembaga pernikahan, tua mengungsi di rumah sakit), dan juga bertanya serupa. Objek sekaligus subjek yang dikejar dalam hidup memang bermacam-macam. Ada yang mencari kekayaan, ada yang mengejar keterkenalan, ada yang lapar dengan kekaguman orang, ada yang demikian seriusnya di jalan-jalan spiritual sampai mengorbankan hampir segalagalanya. Dan tentu saja sudah menjadi hak masing-masing orang untuk memilih jalur bagi diri sendiri. Namun yang paling banyak mendapat pengikut adalah mereka yang berjalan atau berlari memburu kekayaan (luar maupun dalam). Pedagang, pengusaha, pegawai, pejabat, petani, tentara, supir, penekun spiritual sampai dengan tukang sapu, tidak sedikit kepalanya yang diisi oleh gambar-gambar hidup agar cepat kaya. Sebagian malah mengambil jalan-jalan pintas. Yang jelas, pilihan menjadi kaya tentu menjadi sebuah pilihan yang bisa dimengerti. Terutama dengan kaya materi manusia bisa melakukan lebih banyak hal. Dengan kekayaan di dalam, manusia bisa berjalan lebih jauh di jalan-jalan kehidupan. Dan soal jalur menjadi kaya mana yang akan ditempuh, pilihan yang tersedia memang amat melimpah. Dari jualan asuransi, ikut MLM, memimpin perusahaan, jadi pengusaha sampai dengan jadi pejabat tinggi. Namun, salah seorang bijak dari Timur pernah menganjurkan sebuah jalan: Contentment is the greatest wealth. Tentu agak unik kedengarannya terutama di zaman yang serba penuh dengan hiruk-pikuk pencarian keluar. Menyebut cukup, sebagai kekayaan manusia terbesar, tentu bisa dikira dan dituduh miring. Ada yang mengira itu menganjurkan kemalasan, ada yang menuduh anti kemajuan, dan tentu saja tidak dilarang untuk berpikir seperti ini. Cuman, bagi setiap pejalan kehidupan yang sudah mencoba serta berjalan jauh di jalur-jalur “cukup”, segera akan mengerti, memang merasa cukuplah kekayaan manusia yang terbesar. Bukan merasa cukup kemudian berhenti berusaha dan bekerja. Sekali lagi bukan. Terutama hidup serta alam memang berputar mellaui hukum-hukum kerja. Sekaligus memberikan pilihan-pilihan yang mengagumkan, bekerja dan lakukan tugas masing –masing sebaikbaiknya, namun terimalah hasilnya dengan rasa cukup. Dan ada yang berbeda jauh di dalam sini, ketika tugas dan kerja keras sudah dipeluk dengan perasaan cukup. Tugasnya berjalan, kerja kerasnya juga berputar. Namun rasa syukurnya mengagumkan. Sekaligus membukakan pintu bagi perjalanan kehidupan yang penuh dengan kemesraan. Tidak saja dengan diri sendiri, keluarga, tetangga serta teman. Dengan semua perwujudan Tuhan manusia mudah terhubung ketika rasa syukurnya mengagumkan. Tidak saja dalam keramaian manusia menemukan banyak kawan, di hutan yang paling sepi xeklaipun menemukan banyak teman. Dalam terang cahaya pemahaman seperti ini, rupanya merasa cukup jauh dari lebih sekedar memaksa diri agar lebih damai. Awalnya, apapun memang diikuti keterpaksaan. Namun begitu
BahanBacaan Bacaan| | PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 63 63 Bahan Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
merasa cukup nyaman ke sarang laba-laba kehidupan. Dimana semuanya (manusia, binatang, tetumbuhan, batu, air, awan, langit, matahari, dll) serba terhubung sekaligus menyediakan rasa aman nyaman di sebuah titik pusat. Orang tua mengajarkan hidup berputar seperti roda. Dan setiap pencaharian kekayaan ke luar yang tidak mengenal rasa cukup, mudah sekali membuat manusia terguncang menakutkan di pinggir roda. Namun di titik pusat, tidak ada putaran. Yang ada hanya rasa cukup yang bersahabatkan hening, jernih sekaligus kaya. Bagi yang belum pernah mencoba, apalagi diselimuti ketakutan, keraguan dan iri hati, hidup di titik pusat berbekalkan rasa cukup memang tidak terbayangkan. Hanya keberanian untuk melatih dirilah yang bisa membukakan pintu dalam hal ini. Hidup yang ideal memang kaya di luar sekligus di dalam. Dan ini bisa ditemukan orang-orang yang mampu mengkombinasikan antara kerja keras di satu sisi, serta rasa cukup di sisi lain. Bila orangorang seperti ini berjalan lebih jauh lagi di jalan yang sama, akan datang suatu waktu dimana bahagia dengan hidup yang bodoh di luar, namun pintar mengagumkan di dalamnya. Ini bisa terjadi, karena rasa cukup membawa manusia pelan-pelan mengurangi ketergantungan akan penilaian orang lain. Jangankan dinilai baik dan pintar, dinilai buruk sekaligus bodoh pun tidak ada masalah. Salah satu manusia yang sudah sampai di sini bernama Susana Tamaro. Dalam novel indahnya berjudul Pergi Ke Mana Hati Membawamu. Ia kurang lebih menulis: ”Kata-kata ibarat sapu”. Ketika dipakai menyapu, lantai lebih bersih namun debu terbang ke mana-mana. Dan hening ibarat lap pel. Lantai bersih tanpa membuat debu terbang. Dengan kata lain , pujian, makian, kekaguman, kebencian dan kata-kata manusia sejenis, hanya menjernihkan sebagian, sekligus memperkotor di bagian lain (seperti sapu). Sedangkan hening di dalam bersama rasa cukup seperti lap pel, bersih, jernih tanpa menimbulkan dampak negatif. Manusia lain yang juga sampai di sini bernama Chogyum Trungpa, di salah satu karyanya yang mengagumkan (Shambala, the Sacred Path of the Warrior) ia menulis:”This basic wisdom of
Shambala is that in this worl, as it is, we can find a good and meaningful human life that will also serve others. This is richness”. Itulah kekayaan yang mengagumkan, bahwa dalam hidup yang
sebagaimana adanya (bukan yang seharusnya) kita bisa menemukan kehidupan berguna sekaligus pelayanan bermakna buat pihak lain.
BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Pelatihan Dasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 6464 Bahan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
“Wabah Virus” Ketidakjujuran (dari: ”A Book of Wisdom”, Tasirun Sulaiman)
“Dan manusia itu ssungguhnya mencintai yang serba cepat” (QS Al-Qayimah - 75 : 20 ) Susu dan Air Seperti biasa khalifah Umar r.a. keliling di malam hari untuk memerikas keadaan kaum Muslimin. Ketika beliau sedang melintasi sebuah rumah seorang janda, tiba-tiba harus menghentikan langkahnya. Sang Khalifah kemudian mengendap-endap dan mendengar sebuah percakapan dari dalam rumah. ”Nak, campuri saja susunya dengan air biar banyak,” kata sang ibu. ”Jangan bu, karena khalifah Umar telah mengeluarkan peraturan, dan kita tidak boleh melanggarnya,” jawab si anak. ” Tidak apa nak, kan Khalifah Umar r.a tidak mengetahuinya,” timpal sang ibu. ”Benar bu, Khalifah Umar tidak melihatnya, tapi Allah Swt, mengetahuinya”. Jawab si anak. Percakapan mereka malam itu membuat hati Khalifah Umar benar-benar terharu. Beliau selalu memikirkan kejadian tersebut dan penasaran ingin mengetahui lebih jauh. Karenanya, keesokannya Khalifah Umar megutus pembantunya untuk menyelediki lebih detil lagi keadaan penghuni rumah itu: Khalifah ingin tahu dan menegaskan siapakah mereka itu sebenarnya? Setelah menyelidiki dan mendapatkan gambaran keluraga itu, akhirnya diketahui kalau sang ibu itu adalah seorang janda dan anak putrinya adalah seorang gadis. Khalifah Umar r.a. kemudian memanggil putranya Ashim. Ketika Ashim mendekat, beliau berkata: ”Pergilah putraku, temui seorang gadis. Ayah mengenalnya ketika sedang berkeliling. Nikahilah dia. Ayah berharap dia akan melahirkan seorang pahlawan yang mau memimpin kejayaan Islam kelak”. Ashim kemudian menuju rumah gadis itu lalu melamarnya. Dari pernikahan itu lahirlah seorang anak perempuan. Singkat cerita, anak perempuan itu kemudian dinikahi Abdul Aziz bin Marwan dan dari pernikahan mereka lahir seorang anak laki-laki bernama Umar bin Abdul Aziz, seorang Khalifah yang sangat harum namanya karena kejujuran dan keadilannya. ”Bermain Api” dengan ketidakjujuran Masih perlukah sikap jujur, di negeri dimana moral sudah tidak lagi bersendi? Moral sudah berserakserak?. Korupsi dimana-mana: dari birokrasi hingga lembaga perwakilan, dari pusat sampai ke desa, dari pejabat tinggi sampai RT. Apakah tidak merugi kita bersikap jujur?. Kejujuran adalah bawaan lahir manusia. Manusia betapapun rusak akhlaknya, tetap mencintai kejujuran. Seorang penjahat sungguh tidak pernah menginginkan anaknya menjadi penjahat. Seorang penipu tidak pernah terlintas dalam pikirannya agar anaknya menjadi penipu juga. Bahkan seorang koruptor juga tidak ingin anaknya melanjutkan karir sebagai koruptor.
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 65 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 65
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Mereka yang tidak jujur sebenarnya memiliki rasa bersalah. Mereka lantas menyalahkan keadaan: blaming the others. Seperti menyalahkan punya anak banyak. Punya istri banyak. Teman-temannya juga koruptor. Keadaan memaksa kalau tidak korup tidak akan langgeng menduduki jabatan karena jabatan itu menjadi transaksi korupsi. Kenapa korupsi merajalela?. Karena moral dan kejujuran sudah tidak dibudayakan. Moral dan kejujuran sebagai hiasan dan formalitas saja. Nama boleh diawali dengan Haji, KH, DR, SH, apalagi gelar-gelar yang mencerminkan manusia berpendidikan dan mengerti apa itu etika-kaidah benar dan salah-tapi kalau sudah berdekatan dengan masalah uang, langsung meleleh. Berubah warna dan pudar. Manusia juga sesungguhnya menyukai cara-cara yang instan dan cepat untuk mencapai tujuannya. Akhirnya, demi mencapai tujuan, cara apa pun bisa ditempuh. Apakah bertentangan dengan moral dan ajaran agama, itu tidak penting lagi. Yang penting adalah bagaimana saya mendapat keuntungan sebesar-besarnya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Masalah orang lain menderita kerugian itu urusan lain. Sekilas, ketidakjujuran terlihat menguntungkan, tapi sesungguhnya ketidakjujuran justru awal dari kejatuhan. Tidak saja kejatuhan moral dan integritas, tetapi kajatuhan ruhani. Bahkan, bisa dikatakan kebangkrutan ruhani. Kalau terus menerus tidak jujur, lama-lama dia akan hancur. Jalan kejujuran itu mirip dengan istilah jalan yang benar: jalan benar bukan berarti lurus seperti jalan tol. Tapi bisa jadi jalan yang benar itu berkelok-kelok. Sementara itu ketidakjujuran mirip dengan jalan pintas yang mengahantarkan seseorang tapi membahayakan. Ketidakjujuran terlihat dari luarnya menguntungkan, tapi sesungguhnya merugikan karena mengorbankan sesuatu yang paling berharga sebagai mansuia: concience atau hati nurani. Orang yang tidak jujur selalu bertentangan dan bertarung dengan dirinya. Oleh karenanya, dia tidak akan pernah merasakan kepuasan dan kebahagiaan hidup. Sekali seseorang berlaku tidak jujur, maka dia juga akan melakukan hal yang sama untuk kasuskausus lainnya. Jadi, ketidakjujuran ibarat bara api yang akan merembet dan menghabiskan gulungan kayu, bahkan hutan. Susah dihentikan. Hati –hatilah dengan perbuatan tidak jujur, meski hanya sekali.
66 Pelatihan Dasar 66 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar BKM/LKM BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Otoritas Alamiah dan Moral (dari: The 8th Habit, Stephen R. Covey) Apa itu otoritas moral? Otoritas moral adalah pemanfaatan kebebasan dan kemampuan kita untuk memilih berdasarkan suatu prinsip. Dengan kata lain, bila kita mengikuti prinsip-prinsip dalam hubungan kita dengan sesama kita, kita seperti sedang memasuki wilayah perizinan alam. Hukum alam (seperti gravitasi) dan prinsip-prinsip (seperti rasa hormat, kejujuran, kebaikan, hati, integritas, pelayanan dan keadilan) mengendalikan akibat dari pilihan-pilihan kita. Sebagaimana anda mendapatkan udara dan air yang tercemar kalau anda terus menerus bersikap tidak baik dan tidak jujur kepada orang lain. Dengan pemnafaatan kebebasan dan kemampuan untuk memilih secara bijaksana, dan didasari dengan prinsip-prinsip yang baik, orang yang rendah hati akan memperolah otoritas moral terhadap orang-orang, budaya, organisasi, maupun seluruh masyarakatnya. Nilai adalah norma sosial, yang bersifat personal, emosional, subyektif, dan dapat diperdebatkan. Kita semua punya nilai-nilai. Bahkan kriminal pun punya nilai-nilai. Pertanyaan yang harus anda ajukan terhadap diri sendiri adalah, apakah nilai-nilai anda didasarkan atas prinsip?. Bila anda runut sampai ujungnya, anda akan menemukan bahwa prinsip-prinsip tersebut adalah hukum alam, yang bersifat impersonal, faktual, objektif dan jelas dari sananya. Berbagai akibat atau konsekuensi ditentukan oleh prinsip, perilaku ditentukan oleh nilai, karena itu hargailah prinsip-prinsip itu! Orang yang terobsesi dengan ketenaran, adalah contoh dari mereka yang nilai-nilainya mungkin tidak mengakar kuat pada prinsip. Popularitas membentuk pusat moral mereka. Dengan kata lain, keinginan untuk tenar dan tetap tenar menghalalkan segala cara. Mereka tidak tahu sebenarnya siapa mereka itu, dan tidak tahu ke mana sebenarnya arah ”utara” yang benar. Mereka tidak tahu prinsip mana yang harus diikuti, karena kehidupan mereka didasarkan pada nilai-nilai sosial. Mereka tercabik karena tegangan antara kesadarannya akan tuntutan sosial dan kesadaran diri mereka di satu pihak, dan hukum alam dan prinsip di pihak lain. Bila sedang ada dalam pesawat terbang, keadaan seperti itu disebut vertigo. Dalam keadaan itu, Anda kehilangan arah atau acuan ke darat (yang dalam hal ini berarti prinsip) sehingga anda jadi benar-benar bingung dan tersesat. Banyak orang yang menjalankan hidup mereka dengan semacam vertigo, atau kebingungan moral. Anda menyaksikan mereka dalam kehidupan anda dan dalam budaya populer. Mereka tidak mau bersusah payah untuk benar-benar memusatkan dan mendasarkan nilai-nilai mereka pada prinsip-prinsip yang abadi. Karena itu, tugas pokok kita adalah menentukan di mana ”utara yang sesungguhnya” dan kemudian mengarahkan segalanya ke situ. Kalau tidak, anda akan hidup dengan berbagai konsekuensi negatif yang pasti akan muncul. Sekali lagi, konsekuensi negatif itu tak terelakan karena walau nilai mengendalikan tingkah laku, prinsiplah yang mengendalikan tingkah laku itu. Otoritas moral menuntut pengorbanan atas kepentingan egoistik berjangka pendek, dan keberanian untuk meletakkan nilai-nilai sosial di bawah prinsip-prinsip. Dan nurani kita adalah gudang dari prinsipprinsip tersebut. Nurani
Berupayalah untuk mempertahankan percikan api ilahi yang disebut nurani itu tetap menyala (George Washington).
Bahan Pelatihan BahanBacaan Bacaan| | PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 67 67
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Banyak yang telah dikatakan mengenai pentingnya nurani atau suara hati. Ada banyak sekali bukti yang menunjukkan bahwa nurani-yaitu kesadaran moral kita, cahaya batin kita-merupakan fenomena yang bersifat universal. Kodrat rohani dan kodrat moral manusia itu terlepas dari agama, atau pendekatan agama, budaya, geografi, nasionalitas atau ras tertentu. Kendati demikian, semua tradisi agama besar di dunia ini bertemu di dalam prinsip atau nilai dasar tertentu. Immanuel Kant berkata, ”Saya selalu dibuat kagum oleh dua hal: langit berbintang-bintang di atas kita, dan hukum moral di dalam diri kita.” Nurani adalah hukum moral di dalam diri kita. Banyak orang yang percaya, demikina juga saya, bahwa nurani adalah suara Tuhan kepada anak-anakNya. Orang lain mungkin saja tidak memiliki keyakinan seperti ini, tetapi tetap mengakui adanya suatu pemahaman yang sudah mereka bawa sejak lahir mengenai kejujuran dan keadilan, mengenai benar dan salah, mengenai apa yang baik dan buruk, mengenai apa yang mendukung dan apa yang mengganggu, mengenai apa yang memperindah dan apa yang merusak, mengenai apa yang benar dan salah. Tentu saja, berbagai budaya yang berbeda menerjemahkan pemahaman moral dasar ini dalam berbagai praktik dan istilah yang berbeda pula, tetapi terjemahan yang berbeda-beda itu tidak meniadakan pemahaman dasar mengenai baik dan buruk. Ketika bekerja di antara bangsa-bangsa yang menganut beragam agama dan budaya, saya menyaksikan penyingkapan nurani yang bersifat universal itu. Nurani itu sesungguhnya adalah seperangkat nilai, suatu kesadaran mengenai keadilan, kejujuran, rasa hormat, dan sumbangan yang mengatasi budaya-sesuatu yang abadi, yang mengatasi jaman, dan tidak memerlukan bukti lain (self evident). Sekali lagi, hal itu sama jelasnya dengan fakta bahwa kepercayaan menuntut sifat dapat dipercaya. ”Nurani rela berkorban”-mengalahkan diri sendiri dan menundukkan ego demi tujuan, alasan atau prinsip yang lebih tinggi. Pengorbanan itu sesungguhnya berarti melepaskan sesuatu yang baik demi sesuatu yang lebih baik lagi. Kendati demikian dalam benak orang yang melakukan pengorbanan, sesungguhnya tidak ada kerugian, dan hanya si pengamat yang melihat hal itu sebagai pengorbanan. Pengorbanan itu bisa mengambil banyak bentuk, sebagaimana dia dapat menampakkan diri dalam empat dimensi kehidupan kita: berkorban secara fisik dan ekonomis (tubuh); berupaya mengembangkan pikiran yang terbuka, selalu ingin tahu; dan membersihkan diri dari bermacam prasangka (pikiran); menunjukkan rasa hormat dan cinta mendalam terhadap sesama (hati); menundukkan kehendak diri kita kepada kehendak yang lebih tinggi demi kebaikan yang lebih besar (jiwa). Nurani megajarkan kepada kita bahwa tujuan dan cara mencapainya tidak terpisahkan, bahwa tujuan sesungguhnya sudah ada sebelumnya dalam cara mencapainya. Immanuel Kant mengajarkan bahwa cara yang digunakan untuk mencapai tujuan sama pentingnya dengan tujuan itu sendiri. Machiavelli mengajarkan sebaliknya, tujuan membenarkan, dan karen itu juga menghalalkan segala cara. Nurani terus menerus mengingatkan kita akan nilai-nilai dari tujuan maupun cara mencapainya, dan bahwa keduanya tidak terpisahkan. Ego mengatakan kepada kita bahwa tujuan membenarkan caranya, karena ego tidak sadar bahwa tujuan mulia tidak akan pernah dapat diraih dengan cara yang tidak semestinya. Mungkin tampaknya anda bisa mencapai tujuan mulia dengan cara yang tidak semestinya, tetapi akan ada sekian banyak konsekuensi yang tidak diharapkan, yang sebelumnya tidak tampak atau tidak jelas, yang pada akhirnya akan menghancurkan tujuan itu sendiri. Misalnya, anda dapat meneriaki anak anda untuk membersihkan kamarnya. Bila tujuan anda adalah ”kamarnya jadi bersih”, mungkin anda mencapai tujuan itu, tapi ya hanya itu. Saya jamin, cara yang anda pakai itu tidak akan hanya berpengaruh negatif terhadap hubungan anda dengan anak anda, tetapi kamar mereka juga tidak akan tetap bersih bila anda ke luar kota beberapa hari saja. Nurani secara lebih mendalam merubah visi, disiplin dan gairah kita dengan cara memperkenalkan kita dengan berbagai bentuk hubungan. Dia mendorong kita untuk berpindah dari keadaan mandiri jadi saling tergantung. Ketika hal ini terjadi segala sesuatunya jadi berubah, anda memahami bahwa
68 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 68 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN visi dan nilai harus disebarkan agar menjadi milik bersama, sebelum orang-orang bisa menerima menjadi disiplin yang dilembagakan dalam struktur dan sistem yang mengemban nilai-nilai bersama itu. Visi bersama itu akan menciptakan disiplin dan keteraturan tanpa menuntutnya. Nurani sering menyediakan alasan (kenapa); visi mengidentifikasi apa yang hendak dicapai; disiplin mewakili bagaimana anda mencapainya; dan gairah mewakili kekuatan perasaan dibalik kenapa, apa dan bagaimana tadi. Nurani mengubah gairah menjadi belarasa atau welas asih (compassion). Dia membangkitkan perhatian tulus kepada orang lain, suatu kombinasi antara simpati dan empati, sehingga kita bisa merasakan penderitaan orang lain. Belarasa adalah perwujudan gairah dalam keterkaitan kita dengan orang lain. Bila kita berusaha untuk hidup menurut nurani kita, nurani itu akan membangkitkan integritas dan ketenangan pikiran. Seorang pastor projo kelahiran Jerman yang sekaligus juga pembicara dan penulis yang membangkitkan motivasi, William J.H. Boetcker, pada awal abad kedua puluh mengatakan, ”Bila anda akan mempertahankan rasa hormat anda terhadap diri sendiri, lebih baik membuat orang lain tidak senang dengan melakukan hal-hal yang anda ketahui salah.” Kehormatan dan integritas itu pada gilirannya akan membuat orang yang memilikinya mampu menjadi baik hati sekaligus berani. ” Baik hati dalam arti bahwa dia akan menunjukkan rasa hormat yang mendalam terhadap orang lain, terhadap pandangan, perasaan, pengalaman, dan keyakinan mereka”. Berani dalam arti bahwa mereka dapat mengemukakan keyakinan mereka sendiri tanpa ancaman pribadi. Benturan di antara berbagai pendapat yang berbeda bisa menghasilkan alternatif ketiga, yang lebih baik daripada gagasan pertama yang muncul. Ini merupakan sinergi yang sesungguhnya, dimana keseluruhannya lebih besar daripada jumlah total bagian-bagiannya. Orang yang tidak hidup dari nuraninya tidak akan mengalami integritas batiniah dan ketenangan pikiran. Ego mereka akan terus berusaha mengendalikan hubungan dengan orang lain. Kendati barangkali mereka bisa berpura-pura baik hati dan berempati, mereka akan menggunakan manipulasi halus, bahkan bisa lebih jauh terlibat dalam perilaku diktator, yang sepintas lalu kelihatan baik, tetapi sesungguhnya tidak.
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 69 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 69
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
LK 2 – Kepemimpinan
Pertanyaan dan tugas yang terkait dengan diskusi tipe-tipe kepemimpinan dan pengaruhnya terhadap pemberdayaan masyarakat Kasus 2 A adalah seorang manajer suatu perusahaan import-eksport yang kurang berkembang. Banyak stafnya mengeluh atas perilakunya dalam memimpin perusahaan. Dia sulit menerima pendapat orang lain, dalam rapat staf bulanan tampak sekali bagaimana dia berupaya memaksakan kehendaknya. A beranggapan bahwa akulah yang paling berkuasa disini sudah seharusnyalah semua menuruti kemauanku. Sementara B adalah juga seorang manajer di sebuah perusahaan angkutan yang selalu menolak ajakan pelanggannya untuk menuliskan nilai sewa angkutan lebih tinggi dari yang sebenarnya dibayar oleh para pelanggannya. Disamping itu dia sangat memperhatikan kesejahteraan stafnya. Bila salah seorang stafnya menghadapi persoalan dia selalu menghiburnya dengan mengatakan biar nanti bapak yang selesaikan dan semua merasa senang karena hanya tinggal menunggu bapak B bertindak. Si C adalah tukang becak yang hidupnya serba pas-pasan. Meskipun demikian dia berupaya mengorganisasi teman-temannya sesama tukang becak untuk melakukan kegiatan simpan pinjam yang hasilnya dapat digunakan untuk saling tolong diantara mereka. Simpan pinjam ini berjalan dengan sangat baik sehingga modal yang dipupuk mencapai jumlah yang cukup besar. Semua ini terjadi bukan karena si C pandai mengelola keuangan simpan pinjam tersebut melainkan karena si C menjadi teladan bagi yang lain untuk menabung dan membayar pinjaman tepat waktu. Si C ini juga menjadi inspirator dan contoh pekerja yang gigih dan penuh dedikasi meskipun hanya sebagai tukang becak. D adalah salah satu staf senior A dalam ketidak puasannya terhadap kepemimpinan A berupaya selalu menjatuhkan A dengan berbagai tipu muslihat dan provokasi. Dia berhasil meyakinkan teman-temannya bahwa sumber penyakit di perusahaan ini justeru adalah si A, bila kita berhasil menggulingkan A maka perusahaan akan maju. Dengan dalih itulah D berhasil mengorganisasi sebagian besar karyawan untuk menolak kepemimpinan A dan melakukan protes ke dewan direksi sehingga kemudian dia dikenal sebagai sang pahlawan yg suka membela yang tertindas. Padahal dia berpikir kalau saja A jatuh maka peluang utama untuk mengganti A pasti jatuh ke dia. Tugas 1 a) Siapakah menurut Anda diantara A, B, C dan D yang benar-benar seorang pemimpin sejati ? b) Coba uraikan alasan Anda mengapa memilih dia sebagai pemimpin ?
70 Bahan 70 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM BahanBacaan Bacaan || Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Standard Tunggal Perilaku (dari Buku Keshavan Nair, A Higher Standard Of Leadership) Ketika kepemimpinan memberikan contoh teladan, standar gandapun merasuki organisasi. Dalam bisnis, karyawan baru yang ingin cepat sukses memahami benar bagaimana permainan dimainkan, dan banyak yang meninggalkan idealismenya demi mengejar sukses. Banyak diantara kita pernah hadir dipertemuan-pertemuan dimana kita menyaksikan seorang mendapatkan pujian dan penghargaan untuk suatu pekerjaan yang tidak mereka lakukan. Kita telah menyaksikan orang-orang secara sengaja menyembunyikan data dan sumber informasi untuk menghalangi peluang sukses rekan-rekan mereka.Penerimaan standar yang rendah ini juga terdapat di luar arena perusahaan dan arena poitik; mulai dari konsultan atau pengacara yang menambahkan jam-jam ekstra ketika mengenakan biaya pada kliennya, sampai ke montir mobil yang mengenakan biaya untuk pekerjaan yang tidak mereka lakukan,belum lagi orang-orang yang menyerahkan klaim asuransi dalam jumlah yang membengkak. Menjadi orang yang dewasa-seorang sesepuh atau orang tua, dalam banyak hal berarti menjadi seorang yang berada digaris depan kepemimpinan. Beberapa tahun yang lalu, saya mampir kesebuah restoran, duduk di satu meja bersama sepasang suami istri bersama putri mereka yang masih remaja. Ketika tanda terima kartu kredit tiba, sang ayah menuliskan sesuatu dibaliknya. Putrinya mengambilnya, memeriksanya dan berkata dengan agak keras “Tetapi, dia kan tidak makan bersama kita?” Kedua orang tua sang gadis remaja tersebut saling berpandangan tanpa berkata sepatah katapun. Di sini, standar ganda perilaku difokuskan pada tingkat paling mendasar, yakni dalam keluarga. Siorang tua, tanpa menyadari contoh yang diberikan, telah memperagakan bahwa berbohong dalam keadaan-keadaan tertentu adalah suatu hal yang layak dilakukan. Sang anak pun diperkenalkan pada standar ganda. Memberikan contoh merupakan hal yang penting bagi peran kepemimpinan. Untuk membela standar ganda, beberapa orang menunjuk pada fakta bahwa banyak individu dengan moralitas pribadi yang masih dipertanyakan mengerjakan tugas-tugas pelayanan publik yang penting dan banyak individu yang perilakunya dalam masyarakat dicurigai adalah anggota-anggota keluarga dan teman-teman yang baik. Ini memang benar, tetapi kenyataannya adalah bahwa rasa hormat kita terhadap para pemimpin kita akan hilang jika kita sendiri tidak menyetujui perilaku mereka (publik maupun pribadi). Pemimpin yang tidak menghormati kita akan berkurang legitimasi kepemimpinannya dan akan kehilangan kepercayaan dari kita. Pemimpin yang tidak dipercaya sulit untuk bersaing dengan pemimpin lainnya dalam meraih kejayaan. Hal ini bukan saja membuat kepemimpinan mereka kurang efektif, tetapi juga dapat membawa kemunduran menyeluruh terhadap harapan rakyat. Kita merasa putus asa dan menjadi sinis karena kita tak dapat mempercayai para pemimpin kita sendiri. Maka terjadilah kemerosotan dalam jiwa kita sendiri. Untuk meningkatkan legitimasi dan rasa hormat terhadap suatu kepemimpinan dan terhadap sistem di mana kita hidup, kita harus menerima standar tunggal; standar tunggal dalam berperilaku, baik dalam kehidupan publik maupun dalam kehidupan pribadi. Ini bukan seruan untuk menjadikan kita sempurna; ini merupakan sesuatu untuk mengukur tindakan kita; sesuatu untuk kita usahakan dengan keras dan untuk menolong diri kita sendiri dalam mengontrol ketidak sempurnaan kita.
BahanBacaan Bacaan| | PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 71 71 Bahan Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Perdebatan-perdebatan tentang teori-teori ekonomi dan bisnis seperti tentang pasar bebas, peranan pemerintah, maksimalisasi laba dan strategi bersaing tidak memberi dampak yang berarti pada sifat kepemimpinan atau masyarakat. Tetapi kesetiaan kita pada standar tunggal, ya. Idealisme merupakan santapan jiwa. Jika kita kehilangan idealisme, kita kehilangan kedalaman sebagai individu, kita berarti berhenti berfikir dan berhenti berusaha untuk berubah, dan yang paling penting adalah kita kehilangan rasa persaudaraan dengan orang lain. Kehilangan rasa persaudaraan inilah yang menyulut tindakan kekerasan di sekeliling kita. Untuk menciptakan masyarakat yang harmonis, kemajuan ekonomi haruslah dilingkupi oleh komitmen terhadap idealisme. Untuk menyitir apa yang dikatakan duaribu tahun yang lalu: “Apa yang akan dicapai suatu bangsa melalui kemajuan ekonominya jika ia kehilangan jiwanya?”. Tidaklah cukup mendesak orang untuk hidup dengan standar tunggal; kita harus membuatnya lebih praktis. Kita membutuhkan pedoman, sehingga setiap individu di semua segmen dalam masyarakat kita, mulai dari pemimpin potensial di sekolah dan universitas sampai orangtua dan guru, mulai dari para pemimpin di komunitas kita sampai para pemimpin di tingkat nasional dan internasional dapat memahami dan mencoba untuk mengikuti. Kita harus meletakkan di hadapan kita serangkaian proses bagi upaya mencapai standar tunggal dalam berperilaku. Setiap orang akan menyaksikan jalannya sendiri dalam proses ini. Upaya keras untuk mencapai idealisme membutuhkan komitmen. Ini tidak berbeda dari berusaha mencapai kesempurnaan dalam bidang kegiatan apapun, dari olahraga sampai ilmu pengetahuan, dari musik sampai matematika. Meskipun demikian, ada dua perbedaan penting. Berusaha keras untuk sebuah idealisme yang bertalian dengan perilaku individual lebih sulit karena ia mencakup segala sesuatu yang kita perbuat. Dipihak lain, tiap orang memiliki potensi untuk mencapai kesempurnaan-kita semua dapat mengatakan bahwa diri kita berbakat. Ada lima komitmen dasar yang membimbing kita ke suatu standar kepemimpinan yang lebih tinggi:
Kembangkan landasan bagi standar tunggal: pegang teguh nilai-nilai absolut.
Milikilah idealisme: Teguhkan hati dalam menempuh perjalanan anda.
Kembangkan pedoman yang akan menguatkan anda dalam perjalanan itu: teguhkan hati dalam melatih hati nurani anda.
Kurangi godaan-godaan yang membawa anda keluar jalur: teguhkan iman.
Bersiaplah untuk menghadapi pemeriksaan: teguhkan kemauan untuk mengurangi kerahasiaan.
Upaya ke arah tercapainya suatu standar moral tunggal amatlah sulit dalam konteks kepemimpinan adalah banyaknya penerapannya harus dilakukan di depan publik. Keberanian merupakan kualitas pribadi yang penting yang dibutuhkan untuk mempertahankan kelima komitmen diatas. Ini adalah keberanian jiwa yang dikaitkan dengan kemauan yang gigih. Kita masing-masing harus membuat komitmen untuk hidup berdasarkan standar tunggal dalam berperilaku, karena jika kita melakukannya, para pemimpin kita pun harus mengikutinya.
72 Bahan BahanBacaan Bacaan || Pelatihan 72 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Semangat Pengabdian Banyak diantara kita percaya bahwa memimpin adalah meraih kekuasaan. Tetapi, selama kekuasaan menguasai otak kita tentang kepemimpinan, kita tidak akan dapat bergerak maju menuju suatu standar kepemimpinan yang lebih tinggi. Kita harus menempatkan pengabdian sebagai inti; karena meskipun kekuasaan akan selalu dihubungkan dengan kepemimpinan, ia hanya memiliki satu penggunaan yang sah: pengabdian. Pentingnya pengabdian bagi kepemimpinan mempunyai sejarah yang panjang. Raja-raja zaman dahulu mengakui bahwa mereka mengabdi untuk negara dan rakyatnya, meskipun tindakan-tindakan mereka tidak konsisten dengan ucapan mereka. Upacara-upacara pelantikan di zaman modern bagi para petinggi negara semuanya melibatkan pengakuan akan pengabdian terhadap Tuhan, negara, dan rakyat. Para politisi merumuskan peran mereka sebagai pengabdian kepada rakyat. Dan di arena spiritual pengabdian selalu menjadi inti kepemimpinan. Pengabdian hadir dalam konteks suatu hubungan. Dalam politik, hubungan itu adalah hubungan antara para pejabat terpilih dengan para pemilihnya, di lingkungan akademik antara pengajar dan siswanya, dalam kehidupan beragama antara pemuka agama dengan umatnya. Idealnya adalah pengabdian yang tidak mementingkan diri sendiri, kita harus menganggap setiap orang sebagai diri kita sendiri dan kita tidak boleh mengharapkan imbalan. Tetapi, jika anda menunggu sampai anda dapat mengabdi tanpa motif pribadi, anda boleh menunggu “sampai tua”. Kepemimpinan yang berorientasi pada pengabdian tidak harus diartikan sebagai selalu menuruti kemauan orang lain. Pengabdian harus dilakukan dalam kerangka acuan nilai-nilai moral, ia harus merupakan pengabdian yang jujur. Jika kita mengikatkan diri pada pengabdian yang jujur, kita tidak harus selalu mengatakan kepada orang banyak apa yang mereka ingin dengar dari kita. Anda justru harus mengatakan kepada mereka jika anda anggap mereka salah. Sebagai pemimpin, kita harus membangun organisasi yang terikat pada pengabdian. Kita harus menciptakan kesadaran akan pengabdian, membentuk kelompok inti yang akan melatih orang-orang untuk mengabdi, mengembangkan sistem untuk memberikan pengabdian, dan mengukur pengabdian itu untuk mengevaluasi kinerjanya. Tidak ada yang baru dalam tugas-tugas ini. Banyak badan usaha dan organisasi sukarela melakukan semua ini dengan sangat baik. Jika standar tunggal merupakan pondasi standar kepemimpinan yang lebih tinggi, semangat pengabdian adalah bahan untuk mendirikan struktur bangunannya.
Lima langkah yang akan membantu pemimpin inti menjalankan pengabdiannya:
Fokus pada tanggun jawab
Menekankan pengabdian berlandaskan nilai
Membuat komitmen terhadap pengabdian pribadi
Memahami kebutuhan orang-orang yang akan anda abdi
Mendamaikan kekuasaan dengan pengabdian
Bakat khusus tidak diperlukan untuk meniti langkah-langkah ini, hanya hasrat dan komitmen untuk mengabdi.
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 7373 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Golongan Pemimpin2 (Jumat, 02 Agustus 2002) a) T: Saya ingin bertanya tentang pemimpin menurut pandangan Aa. Sebetulnya, ada berapa macam pemimpin yang ada di dunia ini? (Umarawangi, Jakarta) J: Qolbu atau hati itu ada tiga macam, yaitu qolbun maridh (hati yang sakit), qolbun mayyit (hati yang mati), dan qolbun saliim (hati yang selamat). Mengacu pada kategori tersebut, maka macam pemimpin pun ada tiga, yaitu pemimpin yang 'sakit' hatinya, pemimpin yang 'mati' hatinya, dan pemimpin yang selamat hatinya. Pemimpin yang berpenyakit hatinya selalu ingin mendapat perlakuan istimewa dari orang lain. Dia lebih mengutamakan dan mengikuti nafsunya. Salah satu penyakit yang ada pada pemimpin seperti itu adalah sombong. Dengan sombongnya dia sudah berani petantangpetenteng di hadapan orang banyak dan merajalela memberikan perintah. Sedangkan pemimpin yang mati hatinya sudah tidak bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dia hanya tahu bagaimana cara memuaskan nafsunya, maka segala cara akan dia lakukan. Dia akan memanfaatkan segala kesempatan dan kemudahan fasilitas yang ada demi kepuasan nafsunya. Dia tidak disukai orang-orang di sekitarnya. Seharusnya, orang semacam itu tidak boleh dijadikan pemimpin karena akan merusak negara dan bangsa dengan akhlak buruknya. Pemimpin seperti itu sungguh sangat jauh berbeda dengan pemimpin yang lebih mengutamakan akhlaknya karena hatinya selamat dari segala macam penyakit egois, merasa paling hebat, ujub, sombong, dengki, iri, serakah, suka pamer kekayaan, suka berfoya-foya, dan berbuat sia-sia. Pemimpin yang selamat hatinya akan selalu menjaga amanah dan selalu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. Sebetulnya pembahasan tentang masalah ini sangatlah luas. Mudah-mudahan jawaban ini dapat bermanfaat. b) T: Aa, mengapa manusia lebih cenderung punya ambisi untuk memimpin orang lain dibanding dirinya sendiri? (Adam, Jakarta). J: Begitulah manusia! Kita sebagai manusia lebih suka menuntut untuk disayangi, diperhatikan, dihormati, dan selalu minta diberi. Kita senang menuntut orang lain untuk berbuat sesuatu untuk kita, dan sebaliknya kita sendiri enggan memberikan kontribusi untuk orang lain. Sama halnya dengan seorang pemimpin yang lebih senang mencari kesalahan setiap orang tapi sayangnya dia tidak memiliki keberanian untuk melihat kekurangan dan kesalahan sendiri. Dari sinilah akan terlihat sukses atau tidaknya seseorang. Orang sukses itu adalah orang yang memiliki keterampilan untuk melihat kekurangan diri sendiri sebelum melihat kekurangan orang lain. 2
Dicuplik dari rubrik tanya jawab dengan KH. Abdullah Gymnastiar
74 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 74 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
c) T: Seringkali terjadi perbedaan pendapat sehingga pemimpin dan orang-orang yang dipimpinnya
tidak sejalan. Bagaimanakah sikap kita terhadap pemimpin yang berbeda pandangan dengan kita, apakah harus mengikutinya atau mengabaikannya? (Alisha, Jakarta)
J: Memiliki pemimpin ideal itu memang tidak mudah dan tidak bisa begitu saja atau istilah sekarang adalah instan. Kepemimpinan itu adalah sebuah keterampilan yang bisa dimiliki oleh setiap orang sejak kecil. Tapi tidak cukup begitu saja, karena sebuah keterampilan itu harus diasah oleh ilmu agar tidak dimanfaatkan untuk hal-hal negatif atau menjadi salah kaprah. Masalah menaati atau mengabaikan itu tergantung dari ajakannya. Jika ajakannya betul, maka kita anggap itu sebagai karunia Allah SWT. Dan jika ajakannya salah, berarti itu adalah ladang amal bagi kita untuk membantu memperbaikinya. Tidak perlu kita mengadakan kudeta! Kita sebaiknya bijaksana memandang persoalan ini sebagai proses perjalanan sejarah menjadi pelajaran. Kita sebaiknya mempelajari hal yang ada, baik hal yang negatif maupun positif sebagai bekal sebuah pembinaan. Kita harus siap melahirkan generasi mendatang yang siap menjadi pemimpin bagi bangsa ini. Kita harus mulai berpikir bahwa siapapun yang ingin memimpin orang lain dengan sukses harus mampu memimpin dirinya sendiri. Jatuhnya kita sebagai suami, istri, anak, atau pemimpin dari sisi manapun adalah akibat dari tidak adanya kesanggupan serius dari kita untuk memimpin diri sendiri.
BahanBacaan Bacaan| | PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 75 75 Bahan Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Bukan Bos Tapi Pemimpin Oleh: Gunawan Wibisono3 (Senin, 29/07/2002, 12:21 WIB) satunet.com. Belakangan ini sering kali kita mendengar istilah krisis kepemimpinan yang dapat diterjemahkan, bangsa Indonesia tidak memiliki orang yang memiliki kwalitas sebagai pemimpin nasional. Ada orang yang memiliki kemampuan memimpin namun tidak dapat ditunjukkan karena terhalang oleh beberapa hal atau situasi memang membuat keadaan, di mana seorang pimpinan tidak bisa lahir. Apapun representasi kita dalam menerjemahkan kata tersebut, adalah hal yang wajib dalam sebuah kelompok dipilih seorang pimpinan. Namun begitu seperti kata pepatah “semakin tinggi pohon cemara, maka semakin tinggi angin yang menerjang”, begitu juga perjalanan seorang pimpinan. Kwalitas seorang pimpinan tidak dapat kita nilai pada saat dia dilantik dengan menggunakan pakaian kebesaran yang membuatnya tampat berwibawa atau hiruk-pikuk massa pendukung. Kualitas pimpinan akan terlihat bagaimana pada saat dia menghadapi “angin-angin” tersebut. Dalam sebuah diskusi yang bertema mencari kepemimpinan bangsa, pembicara menanyakan pada floor mengenai apa yang membuat seseorang dapat menjadi pemimpin, dijawab oleh salah seorang peserta sebagai “Kemampuan orang itu dalam mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan bersama”, dan itu bukan jawaban yang salah. Namun apa yang membuat orang tadi dapat mempengaruhi orang lain sehingga orang mau mengikuti apa yang dikatakannya.
Ciri khas seorang pemimpin Apabila kita melihat pada dunia militer, hal yang wajar terjadi adalah bahwa pemimpin yang dipilih, biasanya orang yang memiliki pengalaman tempur yang baik, dan kemampuan tersebut sering dikenal dengan keberanian fisik. Keberanian fisik merupakan hal mutlak yang harus dimiliki setiap prajurit. Namun begitu tentu anda akan berpikir, apa cukup? Ya benar tentu dengan keberanian fisik saja tidak cukup, namun itu merupakan hal yang vital bagi dunia militer. Dan anda pasti setuju bahwa pimpinan tidak hanya ada di militer, pimpinan juga bisa berada di bidang sipil, yang tentu saja keberanian fisik bukan merupakan hal yang mutlak. Tentu ada kemampuan lain yang diminta dalam kelompok tersebut. Namun begitu ada beberapa hal lain yang biasanya dimiliki oleh orang sehingga dia bisa menjadi pimpinan walaupun dia hanya memiliki kemampuan rata-rata dalam kelompoknya tersebut. Hal lain tersebut berupa kwalitas–kwalitas yang dituntut dan dihargai selama hidup. Kualitas yang harus dimiliki oleh pimpinan adalah:
3 mahasiswa pasca sarjana pada Universitas Bina Nusantara, selain itu juga bekerja sebagai Dosen dan Staff IT di perguruan tinggi yang sama.
76 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 76 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN 1. Integritas. Didefinisikan sebagai kualitas yang membuat seseorang mempercayai anda. Kepercayaan adalah yang terpenting, dalam membentuk hubungan pribadi. Integritas ditunjukkan dari seluruh pribadi. 2. Antusiasme. Dapat digambarkan sebagai semangat seorang pimpinan dalam mencapai tujuan bersama. 3. Kehangatan. Orang yang kaku tidak cocok menjadi pemimpin. 4. Ketenangan. Hal ini sangat diperlukan terutama dalam pengambilan keputusan, sejarahwan Romawi, Tacitus, pernah mengatakan bahwa ‘Pertimbangan nalar yang diambil dengan tenang itulah kualitas istimewa yang dimiliki pemimpin’. 5. Tegas dan adil. Kombinasi ketegasan dan keadilan telah muncul sebagai kualitas yang dituntut oleh setiap organisasi pada pimpinannya. Kecendrungan salah satu faktor penyebabnya adalah semakin dinamisnya perubahan dan untuk itu diperlukan pemimpin yang konsisten. Komponen-komponen tersebut seperti senyawa kimia yang apabila anda gunakan dengan tepat ukurannya ditambah dengan kemampuan khusus yang dibutuhkan organisasi akan menghasilkan sebuah zat yang bermamfaat dan dapat diterima oleh banyak pihak.
Jenis pemimpin Dalam kenyataannya pun memang pemimpin dari asalnya dapat kita katagorikan dalam 2 (dua) macam, yaitu pemimpin yang dilahirkan dan pemimpin yang dibentuk oleh situasi. Pemimpin yang dilahirkan, kita bisa ambil contoh dari negara yang menganut sistem kerajaan, dimana seorang putra mahkota dilahirkan untuk menjadi seorang pimpinan. Sedangkan bagi para penganut kelompok situasional, mereka menganggap bahwa tidak ada istilah “dilahirkan sebagai pimpinan”, semuanya tergantung dari situasi. Mereka mengatakan bahwa tempatkanlah seseorang dalam suatu kondisi maka mungkin dia akan menjadi seorang pimpinan. Tempatkanlah dia dalam situasi lain dan mungkin dia tidak akan menjadi pimpinan. Churchill tak diragukan adalah pemimpin besar pada masa perang, namun apakah demikian juga dalam masa damai? Pada awal pemerintahan Churcill tahun 1940, W.O. Jenkins, profesor dari Amerika memuat studi tentang kepemimpinan dan dia mengatakan “Kepemimpinan bersifat spesifik menurut situasi tertenu yang diamati. Satu-satunya faktor paling umum tampaknya bahwa pemimpin dalam bidang khusus perlu cenderung memiliki kemampuan di atas rata-rata atau kompentensi atau kemampuan teknis dalam bidangnya”. Dalam perkataan profesor tadi “kemampuan diatas rata-rata atau kompentensi atau kemampuan teknis dalam bidangnya”, maka mungkin dapat kita bayangkan ada tiga macam otoritas dalam kepemimpinan, yaitu otoritas berdasarkan kedudukan atau pangkat, otoritas berdasarkan pengetahuan dan otoritas berdasarkan kepribadian. Nampaknya memang pendekatan situasional menekankan pada otoritas yang kedua. Dan memang pengalaman menunjukkan bahwa kecuali berada dalam lingkungan kerajaan, pemimpin yang baik adalah orang yang lahir dari kelompok dan diakui eksistensinya oleh kelompok tersebut. Kondisi tersebutlah yang membuat dia memiliki otoritas.
Mengendalikan Tim Adalah suatu hal yang pasti seorang pemimpin bekerja dalam sebuah tim dimana tim memiliki tujuan bersama. Untuk menyelesaikan tugas dan mempertahankan kebersamaan kelompok secara bersama, fungsi-fungsi pokok tertentu harus dijalankan. Beberapa fungsi pokok tersebut adalah:
BahanBacaan Bacaan| | Pelatihan DasarBKM/LKM BKM/LKM 77 77 Bahan Pelatihan Dasar
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN 1. Menentukan Tujuan. Menentukan batasan atau mengidentifikasikan maksud, tujuan dan sasaran organisasi atau kelompok. 2. Merencanakan. Memastikan bahwa ada rencana yang disetujui semua pihak, bila mungkin untuk mencapai sasaran. Pemimpin tahu apa yang akan dicapainya, bagaimana memulainya dan bagaimana berhentinya. 3. Memberi brifing. Menjelaskan tujuan dan rencana dengan gamblang. Pepmimpin harus mampu menjawab bertanyaan yang kerap diucapkan yaitu: “Mengapa kita melaksanakan dengan cara ini bukan dengan cara itu”. 4. Mengontrol. Mengontrol, mengawasi dan memantau semua hal yang mengacu pada pekerjaan yang sedang berlangsung. 5. Mengevaluasi. Evaluasi ini digunakan sebagai bahan yang bermanfaat untuk memberikan feedback bagi kelompok dengan harapan memperbaiki kekurangan dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Mungkin pernah juga ada pertanyaan apa perbedaan dari bos dengan pemimpin. Satu pertanyaan yang mendasar, ada sebuah analogi mengatakan bos adalah orang yang memiliki kedudukan, berhak mengatur sumber daya baik alam maupun orang, namun belum tentu dapat diterima oleh tim yang dipimpinya, sedangkan pimpinan adalah orang yang diakui keberadaannya, memiliki otoritas karena orang secara suka rela memberikan padanya dan dia diberi tempat “spesial” karena kemampuannya itu. Anda bisa saja ditunjuk untuk menjadi seorang bos, tetapi anda bukan seorang pemimpin sampai kepribadian dan karakter anda, pengetahuan dan kecakapan anda dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan diakui dan diterima oleh semua orang lain yang bekerja bersama anda. Inilah perbedaan yang sangat fundamental.
Pemimpin dan perubahan Kepemimpinan dan perubahan berlangsung seiring. Pemimpin menyukai perubahan, itulah unsur pilihan mereka. Mereka menyenanginya karena mereka memiliki banyak ide cermelang yang dapat digunakan untuk peningkatan kinerja tim dan usaha pencapaian organisasi. Sebaliknya bos menyukai menjalankan organisasinya bagaikan mesin. Mereka merasa paling bahagia dalam keadaan yang mapan, tanpa suatu apapun yang mengancam kemapanan itu. Meskipun pemimpin tulen secara insting berusaha mengubah dan meningkatkan segala keadaan, usahanya tidak akan cukup berhasil kecuali jika perubahan eksternal dan internal mempengaruhi organisasinya juga. Selain perubahan yang diciptakan oleh ide-ide yang dimilikinya seorang pimpinan yang baik juga harus siap menghadapi perubahan yang tidak diprediksikan, misalnya bencana alam, demo karyawan atau perubahan susunan managerial yang mendadak, dan ada wajib memiliki toleransi tinggi terhadap hal tersebut. Untuk menghadapi latar belakang perubahan itu dan terus menerus berupaya agar tetap berhasil dalam proses perubahan itu, diperlukan konsep yang dapat digunakan yaitu: 1. Keterarahan. Seorang pemimpin selalu akan menemukan jalan untuk maju. Pemimpin akan mengidentifikasi sasaran baru, produk atau bentuk pelayanan baru dan pasar baru. 2. Inspirasi/motivasi. Kepemimpinan berkait erat dengan inspirasi. 3. Pendekatan seorang pemimpin dan sikap yang diperlihatkannya mengobarkan motivasi yang ada dalam diri organisasi, tim dan individu. 4. Membangun tim. Seorang pemimpin dengan sendirinya akan berpikir dalam kerangka tim.
78 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM 78 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN 5. Teladan. Kepemimpinan pada dirinya sendiri adalah teladan. Seorang pemimpin harus memiliki sumbangsih langsung kepada tugas umum, sehingga membuatnya “memimpin dari depan”. 6. Penerimaan. Anda bisa menjadi bos, namun belum menjadi pemimpin sampai penunjukan itu diterima hati dan pikiran orang yang bekerja bersama anda. Dari berbagai jenis pendekatan dan pemahaman kepemimpinan yang ada selalu memiliki tujuan akhir yaitu bagaimana menciptakan sebuah tim dengan kinerja yang tinggi, karena memang itulah hasil dari pemimpin yang baik. Tim yang memiliki kinerja tinggi itu memiliki ciri–ciri sebagai berikut: 1. sasaran yang realistis 2. rasa tanggung jawab bersama terhadap tujuan 3. penggunaan sumber daya sebaik mungkin 4. suasana keterbukaan 5. mengkaji kembali kemajuan yang telah dicapai 6. membangun pengalaman 7. bertahan dalam krisis Tim dengan ciri–ciri seperti hal diatas, dapat dibangun dengan peran aktif seorang pemimpin didalamnya. Keberhasilan dari sebuah tim lima puluh persen tergantung dari pemimpin dan lima puluh persen sisanya tergantung dari kualitas, pelatihan dan moral mereka yang bekerja bersama anda sebagai pimpinan. Satu hal yang perlu diperhatikan pimpinan sebagai usaha mawas diri adalah “Prisip Peter” di mana dikatakan, “Keberhasil seorang pimpinan dalam satu tingkat, tidak selalu bahwa pemimpin tersebut memimpin dengan baik pada tingkat berikutnya”, karena para karyawan dalam hirarki cenderung akan naik samapai dimana kompetensi (kemampuan) mereka mentok. Hal ini sangat perlu diperhatikan seorang bos supaya dapat menjadi pimpinan, karena kepemimpinan merupakan peran kunci dalam setiap organisasi.
BahanBacaan Bacaan| | PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 79 79 Bahan Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Kriteria Kepemimpinan Oleh: EMHA Ainun Nadjib (Minggu, 17 Juni 2001) Dalam terminologi yang sederhana, wacana utama kriteria kepemimpinan sekurang-kurangnya harus melingkupi tiga dimensi: kebersihan hati, kecerdasan pikiran, serta keberanian mental. Jika pemimpin hanya memiliki kebersihan hati saja, misalnya, tanpa didukung kecerdasan intelektual dan keberanian, maka kepemimpinannya bisa gampang stagnan. Begitu pula sebaliknya. Jika pemimpin hanya memiliki kecerdasan belaka tanpa didukung kebersihan hati dan keberanian, maka jadinya seperti di 'menara gading' alias monumen yang bukan hanya tanpa makna, tapi juga nggangguin kehidupan rakyatnya. Apalagi, jika pemimpin hanya memiliki keberanian saja tanpa kebersihan hati dan kecerdasan, maka akan menjadikan keadaan semakin kacau dan buruk. Sebenarnya, kriteria kepemimpinan sama persis dengan kriteria manusia biasa atau orang kebanyakan, Kalau omong tentang pemimpin, sebaiknya jangan muluk-muluk. Berpikir sederhana saja. Misalnya. syarat menjadi suami. Pertama, harus manusia. Kedua, harus laki-laki. Baru yang ketiga, keempat, dan seterusnya. Syarat suami harus manusia itu banyak tak diperhatikan orang, padahal jelas banyak suami berlaku seperti ia bukan manusia. Bertindak hewaniah kepada istrinya, juga kepada orang lain. Bukankah menjadi manusia itu sendiri saja sudah sedemikian sukarnya? Kenapa kita punya spontanitas untuk mentertawakan dan meremehkan bahwa syarat menjadi suami itu harus manusia? Jadi, syarat menjadi Presiden atau Lurah itu ya sederhana saja: harus manusia. Sebab ratusan juta rakyat di muka bumi sengsara dalam berbagai era sejarahnya, gara-gara pemimpin negaranya berlaku tidak sebagaimana manusia, padahal semua orang sudah menyepakati bahwa ia manusia. Bukankah perilaku kebinatangan itu sebenarnya peristiwa jamak dan 'rutin' dalam konstelasi perpolitikan dan kekuasaan? Juga persaingan ekonomi? Dulu saya bangga hanya ada istilah political animal dan economic animal, tidak ada cultural animal. Saya bersombong yang punya kecenderungan kebinatangan hanya pelaku politik dan ekonomi, kebudayaan tidak. Tapi ternyata itu salah. Cultural animal juga bukan main banyaknya. Termasuk di bidang kesenian, hiburan, informatika dll. Mungkin sekali termasuk saya sendiri. Kemudian syarat menjadi suami yang kedua adalah harus laki-laki. Ternyata banyak suami berlaku tidak laki-laki. Ia jantan ketika di ranjang, tapi tidak dalam mekanisme politik rumah tangga, tidak di dalam pergaulan. Betapa banyaknya lelaki yang ternyata betina, yang berlaku tidak fair, curang, culas, suka mengincar, menyuruh bikin kerusuhan supaya nanti dia yang jadi pahlawan, merancang membakar gedung parlemen supaya bisa bikin dekrit, dan lain sebagainya. Meskipun, dari sudut ideologi pembelaan kaum perempuan, saya tidak mantap dengan etimologi dan filosofi kebahasaan kita. Kenapa orang yang jujur kita sebut jantan, yang pengecut kita sebut betina atau perempuan. Bukankah kejantanan yang dimaksud di situ bisa juga dilakukan oleh wanita? Bisa saja ada lelaki betina dan perempuan jantan. Jadi yang dimaksud pemimpin harus laki-laki bukan dalam pengertian fisik, melainkan dalam pengertian kepribadian. Tolonglah ada gugatan kepada Pusat Bahasa.
80 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 80 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Pengorganisasian Masyarakat Oleh: Parwoto, 2000
Mengapa Pengorganisasian Masyarakat Ada berbagai pandangan atau aliran dikaitkan dengan pengorganisasian masyarakat yang nantinya akan sangat berpengaruh dalam pemahaman “pengorganisasian masyarakat” itu sendiri. Sekurang-kurangnya ada tiga pandangan sebagai berikut ini: a) Kelompok pertama melihat “pengorganisasian masyarakat” sebagai alat untuk mensukseskan program-program pemerintah. Agar program-program secara efektif diterima oleh masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat perlu diorganisasikan karena masyarakat yang terorganisasi dapat menjadi wadah yang efektif untuk proses internalisasi untuk memahami keputusan-keputusan yang telah ditetapkan pemerintah dan mudah digerakkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kelompok ini berasumsi bahwa pemerintah adalah representasi masyarakat dan selalu tanggap terhadap kebutuhan masyarakat dan selalu bekerja keras hanya untuk kebaikan masyarakat. Kelompok ini percaya bahwa sistem yang ada cukup layak dan melihat bahwa struktur masyarakat yang ada adalah didasarkan atas konsensus. b) Kelompok kedua melihat “pengorganisasian masyarakat” sebagai tujuan akhir yang perlu dilakukan karena kelompok ini meskipun percaya bahwa sistem yang ada adalah layak dan berfungsi tetapi ada penyimpangan-penyimpangan yang perlu diperbaiki dan masyarakat terdiri dari berbagai unsur yang bersifat majemuk sehingga perlu wadah organisasi dimana berbagai kepentingan dapat dipertemukan. Penekanan disini adalah organisasi masyarakat terbentuk dan bukan masyarakat yang berorganisasi. c) Kelompok ketiga melihat “pengorganisasian masyarakat” sebagai upaya terstruktur untuk menyadarkan masyarakat akan kondisi mereka dan perlunya menggalang potensi untuk melangkah menuju perbaikan dalam konteks tatanan sosial politik yang lebih luas. Kelompok ini melihat bahwa sistem yang ada tidak berfungsi dengan baik, struktur sosial yang ada juga konflik dan pemerintah tidak sepenuhnya tanggap dengan kebutuhan masyarakat. Bagi kelompok ini “pengorganisasian masyarakat” lebih merupakan langkah awal menuju masyarakat berorganisasi untuk mengembangkan tatanan sosial yang lebih peka dan tanggap terhadap kondisi yang dialami menuju pembangunan yang lebih menyeluruh ( comprehensive).
Pengertian Dalam kehidupan sehari-hari makin jelas bahwa pengertian “pengorganisasian masyarakat” (community organization) telah banyak disalah-artikan dan dimanipulasikan serta seringkali juga dikecilkan artinya sehingga hanya terbatas pada membentuk organisasi atau badan hukum, jadi lebih ditekankan pada fisik organisasi sebagai bentuk akhir dari upaya pengorganisasian masyarakat. Dalam makalah ini “pengorganisasian masyarakat” mencakup hal-hal yang lebih luas dan bersifat langkah-langkah penyadaran masyarakat terhadap kondisi dan permasalahan yang dihadapi dan kebutuhan menggalang potensi untuk memperbaiki dan mengembangkan tatanan kemasyarakatan dalam rangka membangun komunitas yang ada agar lebih peka dan tanggap serta mampu menjawab perubahan yang terjadi. Ini berarti komunitas yang terbentuk melalui proses “pengorganisasian
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 81 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 81
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN masyarakat” ini akan merupakan komunitas yang dinamik dan mampu menjawab berbagai perubahan yang terjadi baik dari dalam maupun dari luar. Dengan demikian suatu komunitas bukan hanya sekedar suatu badan hukum (legal entity) tetapi lebih merupakan himpunan antar pribadi yang saling berinteraksi dan memiliki keterikatan atau kesaling-bergantungan dan yang berakar pada suatu tatanan budaya setempat. Pengorganisasian masyarakat ini juga merupakan bagian dari proses membangun potensi dan kapasitas suatu kelompok masyarakat (empowerment) agar mereka mampu secara aktif berpartisipasi dalam pembangunan sehingga pada gilirannya akan mampu melakukan manajemen komunitas (community management) terhadap lingkungan.hidupnya.
Siapa Saja yang Harus Berorganisasi Organisasi masyarakat pada dasarnya adalah organisasi dimana kepentingan bersama menjadi utama dan hanya karena itulah organisasi masyarakat menjadi penting dan mencapai esensinya. Oleh sebab itu organisasi ini harus mewakili berbagai kepentingan dari unsur-unsur masyarakat dan merupakan rekonsilisasi berbagai kepentingan yang berbeda. Jadi pada dasarnya pengorganisasian harus mencakup seluruh unsur masyarakat dari berbagai strata ekonomi dan sosial, lintas kemajemukan dan heterogenitas masyarakat. Bila hal ini tidak dilakukan maka yang terjadi hanyalah suatu organisasi masyarakat yang ekslusif yang hanya akan menimbulkan purba wasangka/kecurigaan. Oleh sebab itu perlu dilakukan terlebih dahulu analisis pelaku petaruh (stakeholder) yang akan sangat berpengaruh dalam pembangunan, yaitu semua pihak yang sangat peduli terhadap lingkungan mereka, tidak tergantung tingkat pendidikan, kedudukan di masyarakat, kekayaan, dsb. Yang penting dalam hal ini adalah kepedulian mereka dan dedikasi mereka dalam memperjuangkan perbaikan kehidupan dan penghidupan bersama yang akan terefleksi dalam sikap melayani dan dapat dipercaya sehingga merupakan representasi dari berbagai pihak dan kepentingan. Secara nyata harus dapat mewakili masyarakat dari berbagai segi seperti antara lain usia, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, organisasi (kelompok arisan, kelompok doa, pkk, dll) dsb. Dari analisis pelaku petaruh (stake holder) tersebut akan diperoleh klasifikasi sebagai berikut ini
Petaruh dengan Kepedulian Tinggi dan Pengaruh Tinggi
Petaruh dengan Kepedulian Rendah dan Pengaruh Tinggi
Petaruh dengan Kepedulian Tinggi dan Pengaruh Rendah
Petaruh dengan Kepedulian Rendah dan Pengaruh Rendah (lihat Diagram 1)
82 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM 82 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Diagram 1: Peta Pelaku Petaruh KEPEDULIAN TINGGI
P E N G A R U H
RENDAH
T I N G G I
Kepedulian Tinggi Pengaruh Tinggi
Kepedulian Rendah Pengaruh Tinggi
R E N D A H
Kepedulian Tinggi Pengaruh Rendah
Kepedulian Rendah Pengaruh Rendah
Siapakah Organisator Masyarakat Organisator masyarakat (community organiser) dapat siapa saja baik merupakan unsur dari dalam masyarakat (komunitas) sendiri atau dari luar. Yang penting seorang organisator masyarakat (community organiser) harus memiliki beberapa kwalitas dasar sebagai berikut: 1. Mencintai Masyarakat dengan tulus Mencintai disini diartikan suatu komitmen untuk memberikan hidupnya kepada masyarakat khususnya yang tertinggal. Mencintai disini juga bukan pemanjaan artinya harus memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menghadapi tantangan yang dibutuhkan untuk tumbuh dengan wajar. 2. Tekun Sifat ini sangat dibutuhkan karena mengorganisasi masyarakat bukan hanya kerja satu gebrakan (one-shot operation) tetapi lebih merupakan proses berlanjut yang penuh tantangan dan kesulitan 3. Memiliki Rasa Humor Agar tidak mudah putus asa dan frustrasi dalam mengorganisasi masyarakat seorang organisator masyarakat harus memiliki tingkat humor yang cukup. Artinya dia harus mampu mendudukkan segala sesuatu secara proporsional tidak terlalu menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan orang lain dan mampu menerima segala kesulitan dengan tetap gembira. 4. Kreatif Kreativitas juga sangat dibutuhkan dalam kerja mengorganisasi masyarakat karena pada dasarnya mengorganisasi masyarakat tidak ada resep baku, jadi kreativitas seorang organisator sangat dibutuhkan.
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 83 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 83
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
5. Fleksibel Disamping kreatif seorang organisator masyarakat juga dituntut fleksibel. Artinya seorang organisator harus mampu menyesuaikan diri dan rencananya dengan situasi nyata di lapangan. Perlu dibedakan antara fleksibel dan oportunis. Fleksibel adalah penyesuaian (adaptasi) ke suatu situasi agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan sedangkan oportunis tidak punya tujuan.
Beberapa Konsep Dalam Pengorganisasian Masyarakat PARTISIPASI
Pengertian Pengertian partisipasi ini juga telah mengalami berbagai penyimpangan sehingga lebih mendekati apa yang sering disebut sebagai “mobilisasi” atau malah sering kali diartikan sebagai ”rekayasa sosial” dimana masyarakat tetap saja didudukkan sebagai obyek pembangunan. Beberapa pengertian partisipasi yang dapat dipakai sebagai acuan adalah sebagai berikut: Pelibatan diri pada suatu tekad yang telah menjadi kesepakatan bersama (Hasan Poerbo) a) Voluntary involvement of people in making & implementing decisions directly affecting their lives, ….(UNCHS, 1991)
Pelibatan secara suka rela oleh masyarakat dalam pengambilan dan pelaksanaan keputusan yang langsung menyangkut hidup mereka…… b) A voluntary process by which people including the disadvantaged (income, gender,ethnicity, education) influence or control the decisions that affect them (Deepa Narayan, 1995) Suatu proses yang wajar dimana masyarakat termasuk yang kurang beruntung (penghasilan, gender, suku, pendidikan) mempengaruhi atau mengendalikan pengambilan keputusan yang langsung menyangkut hidup mereka
Ciri-ciri partisipasi Partisipasi masyarakat selalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini: a) Bersifat proaktif dan bukan reaktif artinya masyarakat ikut menalar baru bertindak. b) Ada kesepakatan yang dilakukan oleh semua yang terlibat c) Ada tindakan yang mengisi kesepakatan tersebut d) Ada pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam kedudukan yang setara
Jenjang partisipasi Ibu Sherry Arntein, seorang sosiolog mencoba membuat jenjang partisipasi dalam delapan jenjang, dimana tingkat terendah adalah “manipulasi” atau “rekayasa sosial” dan yang tertinggi adalah bila terjadi “kontrol sosial” atau “pengendalian oleh masyarakat”. Kemudian delapan jenjang tersebut dikelompokkan lagi menjadi 3 kelompok sebagai berikut ini Kelompok yang paling rendah adalah: Non Partisipasi Termasuk didalamnya secara berjenjang mulai dari yang terendah adalah:
84 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 84 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
a) Manipulasi/rekayasa sosial, yaitu pendekatan yang mendudukkan masyarakat sebagai obyek pembangunan dan dimanipulasi agar sesuai dengan harapan/program yang telah dirumuskan oleh pengambil keputusan (pemerintah) b) Terapi, yaitu pendekatan yang mendudukkan masyarakat sebagai pihak yang tidak tahu apa-apa (orang sakit) dan harus percaya terhadap apa yang diputuskan oleh pemerintah (dokter) Kelompok menengah adalah yang memiliki Kadar Hadiah (tokenism) Termasuk didalamnya secara berjenjang mulai dari yang terendah adalah: c) Informasi, yaitu pendekatan pembangunan dengan pemberian informasi akan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah seperti pemasyarakatan program, dll d) Konsultasi, yaitu pendekatan pembangunan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berkonsultansi mengenai apa yang akan dilakukan oleh pemerintah di lokasi yang bersangkutan e) Penenteraman, yaitu pendekatan pembangunan dengan misalnya merekrut tokoh-tokoh masyarakat untuk duduk dalam panitia pembangunan sebagai upaya menenteramkan masyarakat tetapi keputusan tetap ditangan pemerintah. Ketiga pendekatan ini tetap mendudukkan masyarakat sebagai obyek dimana kewenangan pengambilan keputusan tetap berada di tangan pemerintah. Kelompok tertinggi adalah yang memiliki Kadar Kedaulatan Rakyat Termasuk didalamnya secara berjenjang mulai dari yang terendah adalah: f)
Kerjasama, yaitu pendekatan pembangunan yang mendudukkan masyarakat sebagai mitra pembangunan yang setara sehingga keputusan dimusyawarahkan dan diputuskan bersama
g) Pendelegasian, yaitu pendekatan pembangunan yang memberikan kewenangan penuh kepada masyarakat untuk mengambil keputusan yang langsung menyangkut kehidupan mereka. h) Kontrol sosial, yaitu pendekatan pembangunan dimana keputusan tertinggi dan pengendalian ada di tangan masyarakat. Kesimpulannya partisipasi baru benar-benar terjadi bila memiliki kadar kedaulatan rakyat yang cukup dan kadar kedaulatan rakyat tertinggi adalah terjadinya kontrol sosial ( social control/citizen control) dimana keputusan penting dan pengendalian pembangunan ada di tangan rakyat.
Diagram 2: Jenjang Partisipasi (Ladder of Participation) oleh Sherry Arntein Kontrol sosial Pendelegasian
Kadar Kedaulatan Rakyat
Kerjasama Penentraman (placation) Konsultasi
Kadar Hadiah
Informasi Terapi
Non
Bahan Bacaan Bacaan ||Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM
85
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Manipulasi/rekayasa sosial
Partisipasi
SINERGI
Pengertian Secara umum sinergi diratikan bila hasil kerjasama lebih banyak dibanding dengan penjumlahan hasil masing-masing Sinergi juga merupakan suatu proses, jadi bukan sekedar kerja sesaat, untuk mewujudkan alternatif ketiga sehingga akan terjadi budaya kerjasama yang kreatif.
Ciri-ciri sinergi Sinergi selalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Berorientasi pada hasil bersama b) Punya tujuan bersama c) Mengembangkan berbagai alternatif ketiga d) Kerjasama secara kreatif, e) Merupakan proses Untuk memperjelas pengertian sinergi dapat dilihat juga apa yang bukan sinergi sebagai berikut ini a) Bukan sekedar sumbang saran b) Bukan teknik berunding c) Bukan menyerah terhadap pendapat pihak lain d) Bukan persaingan/teknik bersaing
Perbedaan antara Sinergi dan Kompromi Untuk makin memperjelas pengertian sinergi maka sinergi dibandingkan dengan kompromi: Sinergi
: 1 plus 1 > dari 2
Kompromi
: 1 plus 1 < dari 2, oleh sebab ada bagian yang dikorbankan.
Persyaratan Terjadi Sinergi a) Ada perbedaan atau keragaman b) Ada sikap menang-menang c) Ada upaya untuk mengerti terlebih dahulu d) Hargai perbedaan e) Jakin bersama akan menemukan alternatif ketiga.
86 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 86 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
KEMANDIRIAN
Pengertian Meskipun sudah berkali-kali digunakan tetapi ternyata pengertian kemandirian masih sulit dijelaskan. Sering kali kemandirian diartikan situasi dimana seseorang/suatu komunitas mampu mengurus dirinya/mereka sendiri. Dengan kata lain suatu komunitas disebut mandiri bila dapat menjadi programer bagi diri mereka sendiri, artinya sadar akan berbagai ; persoalan yang dihadapi, kelemahan, kekuatan dan peluang yang dimiliki serta mampu menyusun program untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi, mengatasi berbagai kelemahan yang dimiliki dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang yang dimiliki.
Jenjang Kemandirian Jenjang kemandirian ini pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 tahapan sebagai berikut: a) Tahap: Tergantung (dependent) Suatu kondisi masyarakat yang belum mandiri;
merasa tergantung pihak lain
sangat reaktif,
tidak mengenal diri/komunitasnya
selalu menyalahkan pihak lain,
tidak bertanggung jawab atas perbuatan/tindakan mereka
b) Tahap: Mandiri Suatu kondisi masyarakat yang sudah mandiri
tidak tergantung pihak lain,
proaktif,
mengenal diri/komunitasnya dengan baik
mampu mengambil inisiatif/prakarsa,
bertanggung jawab atas perbuatan/tindakan mereka
mampu mengelola organisasi dan program-program mereka
c) Tahap: Kesaling-bergantungan Suatu kondisi masyarakat yang tidak saja mampu mengurus komunitasnya tetapi juga mampu mendudukkan komunitasnya sebagai bagian integral dari komunitas-komunitas lain yang harus saling melayani untuk kemajuan bersama. Kegagalan komunitas yang lain merupakan kegagalan seluruh sistem dimana komunitasnya hidup (konsep hadir di tengah masyarakat). Komunitas pada tingkat ini akan memiliki kemampuan untuk mengelola jaringan/jaring kerja (networking) dan menciptakan sinergi untuk kemajuan bersama
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 87 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 87
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
PEMBANGUNAN PARTISIPATIF 1. KONSEP PARTISIPASI 2. PARTISIPASI PEREMPUAN 3. DAUR PROGRAM PEMBANGUNAN DAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN
88 88
Bahan Bacaan Bacaan| |Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM Bahan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
PEMBANGUNAN PARTISIPATIF
Sebagai Bagian Integral Dari Pengorganisasian Masyarakat
Pengertian Dalam upaya membangun kesadaran suatu komunitas/masyarakat dan sekaligus menata kembali tatanan sosial yang ada maka metoda yang sangat efefktif adalah pembangunan pertisipatif, yaitu pembangunan yang secara langsung melibatkan semua pihak yang terkait dalam proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan dengan tetap mendudukkan komunitas/masyarakat pemanfaat sebagai pelaku utama, artinya keptusan-keputusan penting yang langsung menyangkut hidup mereka sepenuhnya ada di tangan komunitas/masyarakat. Pembangunan partisipatoris ini merupakan model pembangunan yang melibatkan komunitas pemanfaat sebagai pelaku utama untuk secara aktif mengambil langkah langkah penting yang dibutuhkan untuk memperbaiki hidup mereka. Pembangunan partisipatoris ini juga merupakan koreksi dan sekaligus model pembangunan yang memadukan dua ancangan yaitu ancangan dari atas, dimana keputusan-keputusan dirumuskan dari atas dan ancangan dari bawah, yang menekankan keputusan di tangan masyarakat yang keduaduanya memiliki kelemahan masing-masing. Dengan kata lain pembangunan partisipatoris tidak berarti meniadakan peran pelaku luar; ahli, pemerintah, dll tetapi mendudukkan merepa sebagai fasilitator dan katalis dalam suatu proses yang sepenuhnya dikendalikan oleh komunitas/masyarakat pemanfaat Pembangunan partisipatoris ini mengembangkan ancangan ketiga dengan cara menggabungkan keuntungan dan membuang kerugian masing-masing ancangan ; top down dan bottom up sehingga diperoleh ancangan ketiga yang disebut “ancangan partisipatoris” yang mempertemukan gagasan makro yang bersifat "top down" dengan gagasan mikro yang kontektual dan bersifat "bottom up". Ancangan ini memungkinkan dilakukannya perencanaan program yang dikembangkan dari bawah dengan masukan dari atas. Pola pembangunan dengan "ancangan partisipatoris" disebut pembangunan partisipatoris, yang akan menghasilkan pembangunan "mikro" yang tidak terlepas dari konteks "makro". Yang perlu diperhatikan dalam pola pembangunan partisipatoris ini peran “pelaku eksternal” bukan untuk mengambil alih pengambilan keputusan melainkan untuk menunjukkan konsekuensi dari tiap keputusan yang diambil masyarakat, dengan kata lain menjadi "fasilitator" dalam proses pengambilan keputusan sehingga keputusan yang diambil akan rasional. Dalam pembangunan partisipatoris, tiap tahapan pembangunan, mulai dari pengenalan persoalan dan perumusan kebutuhan, perencanaan dan pemrograman, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan merupakan kesepakatan bersama antar pelaku pembangunan yang terlibat (pemerintah, swasta dan masyarakat), dimana seluruh proses pembangunan sekaligus merupakan proses belajar bagi tiap pihak yang terlibat. Pemerintah dalam hal ini bertindak sebagai "katalis pembangunan" dan masyarakat sebagai "klien" yang diberdayakan dan difasilitasi agar mampu berperan sebagai "pelaku utama" untuk memecahkan persoalan mereka melalui hasil kerja mereka sendiri.
Bahan Pelatihan BahanBacaan Bacaan| | PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 89 89
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Ciri-ciri ancangan partisipatif
Pelaku eksternal (Katalis persoalan yang dihadapi
Pembangunan)
bersama
masyarakat
merumuskan
Masyarakat aktif mengambil sikap dan tindakan untuk mengatasi persoalan tersebut serta menentukan cara menangani persoalan tersebut
Pelaku eksternal (Katalis Pembangunan) bersama masyarakat menetapkan sumber-daya yang dapat dialokasikan untuk memecahkan persoalan tersebut
Pelaku eksternal (Katalis Pembangunan) bersama masyarakat memutuskan rencana dan program pelaksanaan untuk mencapai tujuan pemecahan persoalan tersebut di atas.
Pelaku eksternal (Katalis Pembangunan) lebih menekankan pada upaya untuk mendorong masyarakat mengembangkan diri sendiri untuk mampu mengambil keputusan yang rasional, dan merencanakan perbaikan masa depan mereka melalui tata organisasi yang berakar dalam masyarakat.
Kelebihan
Pembangunan lebih efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya secara terpadu baik dari masyarakat maupun pemerintah atau pihak lain yang terlibat, sehingga dengan alokasi yang relatif sama dapat menjangkau lebih luas
Pembangunan lebih menyentuh masyarakat tetapi sesuai dengan rencana makro oleh sebab adanya masukan dari pelaku eksternal (pemerintah atau profesional)
Masyarakat sadar akan persoalan yang mereka hadapi dan potensi yang mereka miliki
Masyarakat lebih bertanggung pemanfaatan hasil pembangunan.
Masyarakat saling belajar dalam proses pembangunan dengan rekan-rekan seperjuangan/senasib dan dengan para profesional
Tumbuhnya solidaritas dengan pihak lain
Tumbuhnya masyarakat mandiri, menentukan masa depan mereka.
Tumbuhnya organisasi yang berakar pada masyarakat menjamin keberlanjutan pertumbuhan yang organik
antar
jawab
anggota yang
atas
keberhasilan
masyarakat mampu
dan
antara
mengambil
pembangunan,
anggota
masyarakat
keputusan-keputusan
sebagai
wadah
dan
yang
untuk mampu
Kekurangan
Diperlukan perubahan sikap dari pihak pemerintah dan para dari “provider” menjadi “enabler” yang sering kali membutuhkan waktu lama.
Tata administrasi proyek pemerintah sering tidak mendukung
Diperlukan unsur pendamping yang kaum awam sebagai penyandang proyek
profesional
90 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 90 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
untuk
mengisi
profesional
kelemahan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Konsep Partisipasi Disarikan dari: Partisipasi, Pemberdayaan dan Demokrasi Komunitas, Driyamedia dan KPMNT
Asal-Usul Konsep Partisipasi Pengertian partisipasi di dalam literatur yang tersedia, banyak yang berasal dari literatur di kalangan penelitian partisipatif. Di dalam wacana penelitian partisipatif, agenda penelitian dikaitkan dengan 2 agenda lainnya yaitu proses pembelajaran dan pengembangan program aksi bersama masyarakat. Ketiganya (penelitian, pembelajaran masyarakat dan program aksi) ditujukan untuk mendorong terjadinya perubahan (transformasi) sosial sebagai suatu tanggungjawab moral karena kritik terhadap kalangan peneliti (konvensional) yang selama ini dianggap menjadikan masyarakat sebagai obyek penelitian dan sumber informasi. Kalangan ‘pembelot’ yang menggeluti riset partisipatif/riset aksi inilah yang kemudian berkecimpung dalam pemikiran mengenai pengembangan pembangunan yang berbasis pada manusia ( peoplecentered approach) yang akhirnya menjadi atau harus bekerja bersama para praktisi pembangunan. Di kalangan praktisi pembangunan memang muncul kalangan yang berkecimpung dalam pengembangan wacana konseptual dan metodologi pendekatan pembangunan, tetapi sebagian besar dari praktisi pembangunan adalah pengguna ( aplikator) dari metodologi dan riset aksi yang digunakan dalam mengembangkan program aksi di tingkat masyarakat. Jadi, sejumlah akademisi dan praktisi telah menggeluti riset partisipatif ini dan menggunakan terminologi riset partisipatif dan disesuaikan dengan tujuan masing-masing.
Pengertian dan Jenis Partisipasi Dengan mengutip pengkategorian oleh Deshler dan Sock (1985), disebutkan bahwa secara garis besar terdapat 3 tipe partisipasi, yaitu: partisipasi teknis ( technical partisipation), partisipasi semu (pseudo participation), dan partisipasi politis atau partisipasi asli (genuine participation). Partisipasi teknis dan partisipasi politis kelihatannya sepadan dengan 2 tipe partisipasi yang ditemukan dalam referensi lain, yaitu partisipasi untuk partisipasi yang digunakan dalam pengembangan program, dan partisipasi yang diperluas untuk partisipasi yang merambah ke dalam isu demokratisasi ( Dalam buku: Impact Assesment for Development Agencies, Christ Roche, OXPAM-NOVIB, 1999). Partisipasi Teknis adalah keterlibatan masyarakat dalam pengidentifikasian masalah, pengumpulan data, analisis data, dan pelaksanaan kegiatan. Pengembangan partisipasi dalam hal ini adalah sebuah taktik untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan praktis dalam konteks pengembangan masyarakat. Partisipasi asli (Partisipasi politis), adalah keterlibatan masyarakat di dalam proses perubahan dengan melakukan refleksi kritis dan aksi yang meliputi dimensi politis, ekonomis, ilmiah, dan ideologis, secara bersamaan. Pengembangan partisipasi dalam ini adalah pengembangan kekuasaan dan kontrol lebih besar terhadap suatu situasi melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam melakukan pilihan kegiatan dan berotonomi. Partisipasi Semu, yaitu partisipasi politis yang digunakan orang luar atau kelompok dominan (elite masyarakat) untuk kepentingannya sendiri, sedangkan masyarakat hanya sekedar obyek.
Bahan Pelatihan BahanBacaan Bacaan| | PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 91 91
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Dalam pengertian partisipasi di atas, bukan berarti partisipasi teknis tidak penting dibandingkan dengan partisipasi politis), bisa sekaligus ada dalam sebuah program pengembangan masyarakat dimana pemberdayaan masyarakat dalam kehidupannya secara lebih luas (kehidupan sosial, budaya, politik, ekonomi). Berdasarkan tingkat atau derajat kontrol partisipasinya (masyarakat), partisipasi semu (pseudo participation) dan partisipasi yang sesungguhnya (genuine participation) dijelaskan dalam tabel berikut: Jenis partisipasi
Pola hubungan kekuasaan (kontrol) antara pihak luar dengan masyarakat
Partisipasi semu
Penindasan (domestikasi)
Manipulasi
Kontrol sepenuhnya oleh ‘orang luar’ dan kelompok dominan (elite masyarakat) untuk kepentingan mereka, bisa saja prosesnya partisipatif atau menggunakan partisipasi teknis
Pemberian terapi
Asistensi (paternalisme)
Konsultasi
Esensi sama dengan di atas
Menenangkan
Kerjasama
Kemitraan
Masyarakat terlibat dalam keseluruhan proses program yang bersifat bottom-up; kontrol dibagi antara orang luar dengan masyarakat; manfaat program untuk masyarakat.
Kekuasaan (kontrol) diwakilkan (partisipasi belum menjadi budaya di tingkat komunitas)
Pemberdayaan
Kontrol diberikan kepada masyarakat
Partisipasi asli (partisipasi politis)
Masyarakat sebagai pengelola program sepenuhnya; muncul kesadaran kritis; demokratisasi; solidaritas dan kepemimpinan masyarakat; partisipasi komunitas berkembang
Perlakuan terhadap masyarakat
Pemberian informasi
Manipulai/rekayasa sosial, yaitu pendekatan yang mendudukkan masyarakat sebagai obyek pembangunan dan dimanipulasi agar sesuai dengan harapan/program yang telah dirumuskan oleh pengambil keputusan (pemerintah) Terapi, yaitu pendekatan yang mendudukkan masyarakat sebagai pihak yang tidak tahu apa-apa (orang sakit) dan harus dipercaya terhadap apa yang diputuskan oleh pemerintah (dokter) Informasi, yaitu pendekatan pembangunan dengan pemberian informasi akan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah seperti pemasyarakatan program, dan lain-lain. Konsultasi, yaitu pendekatan pembangunan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berkonsultasi mengenai apa yang akan dilakukan oleh pemerintah di lokasi yang bersangkutan. Penenteraman, yaitu pendekatan pembangunan dengan misalnya merekrut tokoh-tokoh masyarakat untuk duduk dalam panitia pembangunan sebagai upaya menenteramkan masyarakat, tetapi keputusan tetap di tangan pemerintah.
92 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 92 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Kerjasama. Pendekatan pembangunan yang mendudukkan masyarakat sebagai mitra pembangunan setara, hingga keputusan dimusyawarahkan dan diputuskan bersama. Pendelegasian, yaitu pendekatan pembangunan yang memberikan kewenangan penuh kepada masyarakat untuk mengambil keputusan yang langsung menyangkut kehidupan mereka Kontrol sosial, yaitu pendekatan pembangunan dimana keputusan tertinggi dan pengendalian ada di tangan masyarakat. Artinya partisipasi baru benar-benar terjadi bila ada kadar kedaulatan rakyat yang cukup dan kadar kedaulatan rakyat tertinggi adalah terjadinya kontrol sosial.
Ciri-ciri partisipasi Partisipasi masyarakat selalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Bersifat proaktif dan bukan reaktif, artinya masyarakat ikut menalar baru bertindak Ada kesepakatan yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat Ada tindakan yang mengisi kesepakatan tersebut Ada pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam kedudukan yang setara.
Penyempitan Arti Partisipasi dalam Wacana Pembangunan Pemaknaan konsep partisipasi dalam wacana pembangunan, cenderung menjadi semakin teknis (instrumental) meskipun sebagai jargon seringkali dihubungkan dengan konsep pemberdayaan dan perubahan sosial. Terjadi gradasi perbedaan pengertian terhadap peristilahan ini, tergantung dari latar belakang orang yang memaknainya. Akhirnya bagaimana aplikasi partisipasi akan berbeda, apabila pengertian tentang terminologi tersebut berbeda. Berdasarkan pengalaman di Indonesia, pengertian partisipasi yang diartikan sebagai mobilisasi masih sering terjadi, dimana program pembangunan dianggap berhasil mendorong partisipasi apabila bisa mengerahkan keterlibatan masyarakat dalam jumlah besar (massal) meskipun dengan cara-cara yang tidak partisipatif.
Partisipasi yang Memberdayakan Dalam wacana pembangunan, mengapa terminologi partisipasi sangat melekat dengan terminologi pemberdayaan? Apakah pengembangan partisipasi berarti dengan sendirinya adalah proses pemberdayaan? Ataukah pengembangan partisipasi harus disertai dengan proses pemberdayaan? Dalam kenyataannya, pengembangan partisipasi tidak selalu berarti demokratisasi, karena ada jenisjenis partisipasi yang bersifat teknis/instrumental. Karena itu, partisipasi teknis tidak dapat dihubungkan dengan pemberdayaan karena proses pemberdayaan jelas tidak akan terjadi tanpa adanya agenda demokratisasi komunitas. Sebab pengembangan partisipasi, bisa saja dilakukan tanpa pemberdayaan . partisipasi juga tidak selalu mendorong proses pemberdayaan. Sama seperti konsep partisipasi, konsep pemberdayaan dalam pembangunan seringkali disalahartikan (dikebiri pemaknaannya) menjadi teknis. Pemberdayaan diartikan sebagai peningkatan kemampuan (bahkan keterampilan masyarakat yang tidak dalam konteks perubahan komunitas dan demokratisasi. Pemberdayaan, adalah proses yang sangat politis, karena berhubungan dengan upaya mengubah pola kekuasaan dan mereka bekerja dengan kerangka pemberdayaan berarti menentang kelompok pro-status quo yang pastinya tidak begitu saja bersedia melakukan perubahan (dalam arti power sharing). Proses pemberdayaan selalu memerlukan proses demokratisasi, atau sebaliknya proses
Bahan Dasar BahanBacaan Bacaan| Pelatihan | Pelatihan DasarBKM/LKM BKM/LKM 93 93
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN demokratisasi selalu memerlukan proses pemberdayaan. Pengembangan demokrasi hanya akan berhasil jika masyarakat berhasil mengidentifikasi hal-hal yang tidak demokratis dan secara bertahap melakukan perubahan terhadapnya agar menjadi lebih demokratis. Hal ini membutuhkan kesadaran masyarakat mengenai adanya aktor-aktor yang sangat berkuasa (powerfull), di berbagai level yang berbeda, yang memiliki kepentingan dan kemungkinan besar akan menolak usaha-usaha perubahan tersebut.
Partisipasi dan Pemberdayaan Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan ‘kekuasaan’ (power). Dalam tulisan Robert Chambers, kekuasaan ( power) diartikan sebagai kontrol terhadap berbagai sumber kekuasaan, termasuk ilmu pengetahuan dan informasi. Karena itu, pemikiran penting Chambers mengenai pemberdayaan masyarakat adalah pengambilalihan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan informasi, sebagai salah satu sumber kekuasaan yang penting, dari orang luar (peneliti dan agen pembangunan) oleh masyarakat. Caranya dengan menggali dan menghargai pengetahuan dan teknologi lokal, serta menjadikan proses pembelajaran sebagai milik masyarakat, bukan milik orang luar. Selain itu, Chambers juga melihat isu kekuasaan dalam konteks pola hubungan antara kelompok dominan/elite masyarakat dengan kelompok ‘bawah’, antara negaranegara miskin (dalam skala komunitas, nasional maupun global). Kekuasaan dalam konteks politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan mengatur kehidupan warga (rakyat). Kekuasaan politik harus dibatasi dengan membangun sistem demokrasi. Karena itu, salah satu prinsip dasar demokrasi adalah tersedianya ruang partisipasi warga yang mampu mengontrol penyalahgunaan kekuasaan oleh pemimpin yang diberi mandat oleh warga. Jadi, kekuasaan sebenarnya adalah milik rakyat, tetapi yang terjadi kemudian adalah pengambilalihan kekuasaan oleh elite politik karena belum/tidak berfungsinya sistem pemerintahan yang mungkin ditegakkannya kedaulatan rakyat. Hal ini terjadi karena rakyat belum mampu melindungi kekuasaannya. Sedangkan, pemimpin politik, cenderung untuk tidak bersedia membatasi kekuasaannya, bahkan lebih suka memperbesar kekuasaan tersebut. Terdapat tujuh macam jenis kekuasaan yang dapat dijadikan dasar pengembangan strategi pemberdayaan berbasis masyarakat (Jim Ife: Community Development; Creating Community Alternatives, Vision , Analysis & Paractice,1995). Ketujuh jenis kekuasaan ini satu sama lain saling berhubungan dalam cara-cara yang kompleks, dan kategori (jenis) yang lain dapat saja ditambahkan.
Kekuasaan atas kesempatan dan pilihan pribadi Di negara berkembang seperti Indonesia, sebagian besar orang hanya memiliki sedikit kekuasaan untuk menentukan kehidupan mereka sendiri: misalnya untuk membuat keputusan tentang gaya hidup, dimana akan bertempat tinggal, dan jenis pekerjaannya. Struktur masyarakat seringkali membatasi pilihan pribadi seseorang, misalnya , struktur patriarki dan nilai-nilai gender seringkali membatasi kekuasaan bagi perempuan dalam membuat pilihan sendiri ( pendidikan, kesehatan, pekerjaan, bahkan jodohnya) dan kelompok etnis mayoritas bekerja untuk mengurangi kekuasaan etnis minoritas. Begitu juga norma-noma dan nilai-nilai budaya, seringkali membatasi kekuasaan seseorang atas pilihan hidupnya., berdasarkan pembedaan kelas, rasial, agama, dan gender. Salah satu konsekuensi dari kemiskinan yang utama dalah tersedianya hanya sedikit pilihan atau kekuasaan untuk membuat keputusan tentang kehidupan mereka sendiri. Jenis pekerjaan, pelayanan kesehatan,pendidikan, kehidupan pribadi, hampir tidak tersedia banyak pilihan. Pemerintah mengatur banyak hal (agama, orientasi seksual yang diijinkan, dokter menentukan pengobatan tanpa memberi penjelasan atau menanyakan pendapat pasien, dsb.).
94 Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 94 Bahan Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Agenda pemberdayaan seharusnya juga bekerja untuk mengembangkan kemampuan individu dalam menentukan berbagai pilihan pribadi.
Kekuasaan atas definisi dan kebutuhan Negara seringkali merasa bertanggung jawab untuk menenukan dan merumuskan kebutuhan masyarakat. Selain itu, para profesional seperti dokter, pekerja sosial, psikolog, guru dan manajer, juga merasa memiliki keahlian dalam mendefinisikan kebutuhan orang lain. Pada sudut pandang pemberdayaan, seharusnya masyarakat diberikan kekuasaan untuk mendefinisikan dan merumuskan kebutuhan mereka sendiri. Agar masyarakat mampu mendefinisikan kebutuhan yang relevan dengan suatu pengetahuan dan keahlian, maka proses pemberdayaan menuntut pengembangan akses terhadap pendidikan dan informasi secara merata.
Kekuasaan atas ide Penguasaan ide merupakan sumber kekuasaan, baik berupa bahasa, ilmu pengetahuan, dan budaya yang dominan. Untuk mengurangi dominasi kekuasaan atas ide perlu dikembangkan kapasitas seseorang dalam memasuki forum dialog dengan yang lainnya. Selain itu perlu dikembangkan kemampuan orang tersebut untuk menggali ide-ide dan berkontribusi terhadap pemikiran umum. Untuk itu, pendidikan merupakan aspek penting dari pemberdayaan.
Kekuasaan atas institusi Berbagai kesepakatan dan keputusan dipengaruhi oleh institusi sosial seperti lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, keluarga, gereja, lembaga pemerintahan, media massa, dan lain-lain. Karena itu, strategi pemberdayaan juga bisa bertujuan untuk meningkatkan akses dan kontrol masyarakat dan seseorang terhadap institusi-institusi ini. Selain itu, perlu dilakukan perubahan terhadap institusiinstitusi ini agar lebih terbuka, responsif, dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap semua anggota (transparan).
Kekuasaan atas sumberdaya Sebagian besar manusia memiliki sedikit akses dan kontrol terhadap sumberdaya, baik sumberdaya keuangan maupun sumberdaya bukan moneter seperti pendidikan, pengembangan diri, rekreasi dan pengembangan budaya. Di dalam masyarakat modern dimana kriteria ekonomi menjadi sumber penghargaan, kekuasaan terhadap sumberdaya ekonomi juga menjadi sangat penting. Salah satu strategi pemberdayaan adalah semaksimal mungkin memberi akses pada banyak orang terhadap pembagian dan penggunaan sumbedaya yang lebih merata. Biasanya, di masyarakat (terutama masyarakat modern) terjadi ketimpangan akses terhadap berbagai sumberdaya.
Kekuasaan atas aktivitas ekonomi Akses dan kontrol terhadap mekanisme produksi, distribusi dan pertukaran merupakan sumber kekuasaan yang sangat vital dalam masyarakat mana saja. Kekuasaan ini dibagi secara tidak merata terutama pada masayarakat kapitalis modern. Karena itu, proses pemberdayaan seharusnya juga memastikan bahwa kekuasaan atas aktivitas ekonomi dapat dibagikan (didistribusikan) secara cukup adil meskipun tidak merata.
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 95 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 95
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Kekuasaan atas reproduksi Pengambilan keputusan dan kontrol atas proses reproduksi telah menjadi kritik yang sangat penting dari kaum feminis. Reproduksi tidak hanya diartikan sebagai proses kelahiran, melainkan juga proses membesarkan anak, memberikan pendidikan dan keseluruhan mekanisme (sosial, ekonomi, dan politik) yang mereproduksi genersi penerus. Kekuasaan atas proses reproduksi merupakan pembagian yang tidak sama dalam setiap masyarakat, berdasarkan nilai gender, kelas dan rasial. Kekuasaan atas reproduksi termasuk kategori kekuasaan atas pilihan pribadi dan kekuasaan atas ide.
Pembedayaan Sebagai Upaya Power Sharing Adanya segelintir orang yang memiliki akses dan kontrol besar terhadap sumber-sumber kekuasaan, dibandingkan orang yang lain merupakan struktur ketimpangan, sedangkan orang yang dirugikan disebut sebagai kelompok terpinggirkan atau kelompok lemah. Pemberdayaan adalah upaya yang ditujukan untuk orang atau sekelompok orang yang mempunyai akses dan kontrol yang terbatas terhadap berbagai sumber kekuasaan. Pemberdayaan adalah upaya yang ditujukan untuk orang atau sekelompok orang yang terpinggirkan. Tujuan pembedayaan adalah untuk mengembangkan struktur masyarakat yang seimbang dan adil. Di tingkat negara, agenda besar pemberdayaan berarti upaya untuk mengembalikan pola hubungan kekuasaan antara rakyat dengan elite politik ke dalam kerangka demokrasi. Masyarakat yang lemah, tidak mampu melindungi kekuasaannya, bahkan tidak memiliki kesadaran kritis terhadap hak-hak dan kedaulatannya, disebut masyarakat yang tidak berdaya. Sedangkan negara, atau dalam hal ini elite politik yang memiliki kekuasaan tanpa terbatas, disebut sebagai pihak yang sangat berkuasa. Sementara, di tingkat komunitas, masyarakat miskin yang marjinal adalah kelompok yang tidak berdaya, sedangkan kelompok elite yang dominan adalah kelompok yang sangat berkuasa. Menurut Chambers, pembangunan adalah upaya untuk mengembangkan tatanan hidup yang lebih baik (komunitas,nasional, maupun global), yang berarti adalah berbagi kekuasaan ( power sharing) untuk mengembangkan keseimbangan. Pemberdayaan adalah upaya untuk mewujudkan power sharing, dengan cara memperbesar daya (empowerment) kepada pihak yang tidak/kurang berdaya. Dan mengurangi daya pihak yang terlalu berkuasa.
Pengertian Pemberdayaan di Tingkat Komunitas Lokal
Proses pengembangan hubungan yang lebih setara, adil, dan tanpa dominasi di suatu komunitas. Pemberdayaan memerlukan proses penyadaran kritis masyarakat tentang hak-hak dan kewajibannya. Pemberdayaan juga memerlukan proses pengembangan kepemimpinan lokal yang egaliter dan memiliki legitimasi pada rakyatnya.
Proses untuk memberi daya/kekuasaan (power) kepada pihak yang lemah, dan mengurangi kekuasaan (disempower) kepada pihak yang terlalu berkuasa sehingga terjadi keseimbangan.
Membutuhkan pembagian kekuasaan (power sharing) antara kepemimpinan lokal dengan masyarakat secara adil. Pembagian kekuasaan yang adil berarti adalah penyelenggaraan sistem demokrasi di tataran komunitas (community democracy). Paling tidak itu yang saat ini dipercaya oleh gerakan demokrasi di seluruh dunia.
Partisipasi yang Memberdayakan Dalam wacana pembangunan, mengapa terminologi partisipasi sangat melekat dengan terminologi pemberdayaan? Apakah pengembangan partisipasi berarti dengan sendirinya adalah proses
96 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM 96 Bahan BahanBacaan Bacaan || Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN pemberdayaan? Ataukah pengembangan partisipasi harus disertai dengan proses pemberdayaan? Dalam kenyataannya, pengembangan partisipasi tidak selalu demokratisasi, karena ada jenis-jenis partisipasi yang bersifat teknis/instrumental. Karena itu, partisipasi teknis tidak dapat dihubungkan dengan pemberdayaan karena proses pemberdayaan jelas tidak akan terjadi tanpa adanya agenda demokratisasi komunitas. Sebab, pengembangan partisipasi bisa saja dijalankan tanpa pemberdayaan. Partisipasi juga tidak selalu mendorong proses pemberdayaan. Sama seperti konsep partisipasi, konsep pemberdayaan seringkali dikebiri pemaknaannya menjadi teknis. Pembedayaan seringkali diartikan sebagai peningkatan kemampuan (bahkan keterampilan) masyarakat yang tidak dalam konteks perubahan komunitas dan demokratisasi. Pemberdayaan adalah proses yang sangat politis, karena berhubungan dengan upaya mengubah pola kekuasaan dan mereka yang bekerja dengan kerangka pemberdayaan berarti menantang kelompok pro status quo yang pastinya tidak begitu saja bersedia melakukan perubahan (dalam arti power sharing). Proses pemberdayaan selalu memerlukan proses demokratisasi, atau sebaliknya, proses demokratisasi selalu memerlukan proses pemberdayaan. Pengembangan demokrasi hanya akan berhasil jika masyarakat berhasil mengidentifikasi hal-hal yang tidak bersifat demokratis dan secara bertahap melakukan perubahan terhadapnya agar menjadi lebih demokratis. Hal ini membutuhkan kesadaran masyarakat mengenai adanya aktor-aktor yang sangat berkuasa, di berbagai level yang berbeda, yang memiliki kepentingan dan kemungkinan besar akan menolak usaha-usaha perubahan tersebut.
Partisipasi dan Demokrasi Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat ( demos artinya rakyat, cratos artinya kewenangan). Artinya, rakyat memberikan kewenangan/mandat kepada pemerintah untuk ’memerintah’ mereka. Dengan demikian, pemerintah memiliki ’kekuasaan’ (power)
karena kekuasaan itu diberikan oleh rakyat. Tetapi, karena dalam praktek-praktek pemerintah seringkali menyalahgunakan kekuasaan tersebut, maka dalam sistem demokrasi harus ada mekanisme agar rakyat bisa mengontrol dan mengawasi sepak terjang pemerintah. Selain itu, rakyat juga harus memiliki ukuran-ukuran dalam menilai performa pemerintahannya, antara lain: perumusan hak-hak sipil dalam suatu negara, adanya perlindungan HAM, dan adanya penegakan hukum untuk semua.
Partisipasi sebagai Prinsip demokrasi Dalam konsep politik, partisipasi warga merupakan keharusan (sebagai salah satu prinsip dasar sistem demokrasi). Partisipasi warga itu dimaksudkan untuk mengontrol penyalahgunaan kekuasaan oleh pemimpin, menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, melibatkan warga dalam pelaksanaan pemerintahan, memberi masukkan pada saat pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan warga (publik). Bentuk-bentuk partisipasi warga dalam konsep politik sebenarnya sangat luas, yaitu: keterlibatan warga dalam organisasi sosial kemasyarakatan (organisasi sipil), kesediaan masyarakat untuk memberikan opini terhadap isu-isu yang menyangkut kepentingan masyarakat (opini publik), keterlibatan masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan, dan sebagainya. Partisipasi dalam kosakata politik sebenarnya jauh lebih tua daripada partisipasi dalam wacana pembangunan. Dalam politik, kata partisipasi dipadankan dengan kata warganegara ( citizen participation). Sedangkan dalam pembangunan, kata partisipasi lebih banyak dipadankan dengan kata masyarakat (community participation).
Pemilahan Partisipasi Sosial dan Partisipasi Politik
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 97 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 97
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Istilah partisipasi, dalam perkembangannya lebih populer dalam wacana pembangunan dan cenderung berubah menjadi terminologi yang steril (a-politis). Kebanyakan lembaga pemerintah, LSM dan donor menggunakan istilah partisipasi dalam program pembangunan diartikan sebagai partisipasi sosial. Sehingga terjadilah pemilahan partisipasi sosial dengan partisipasi dalam proses demokrasi. ( Hans Antlov, Paradigma Baru dalam Partisipasi Masyarakat, Buletin Lesung Edisi 02, FPPM). Kedua istilah ini masing-masing mempunyai keterbatasan: partisipasi sosial yang diartikan sebagai upaya meningkatkan pengawasan masyarakat terhadap sumber-sumber sosial terutama program-program pembangunan, ternyata tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan struktural yang dihadapi di dalam konteks persoalan di Indonesia. Sedangkan partisipasi politik yang diartikan sebagai peran serta masyarakat dalam pengertian politik secara sempit, tidak memadai sebagai wilayah kerja untuk menegakkan demokrasi masyarakat. Partisipasi sosial dalam pembangunan, memiliki kecenderungan untuk dimaknai dan diaplikasikan secara teknis dan instrumental. Hal ini mendorong terjadinya manipulasi partisipasi, karena sebenarnya dipergunakan untuk mendorong peran serta masyarakat dalam agenda orang luar. Jelas kedua jenis partisipasi di atas tidak akan mendorong demokratisasi dan restrukturisasi masyarakat karena tidak mengembangkan kesadaran dan kepedulian yang lebih luas dari warga masayrakat (elite dan warga masyarakat lainnya) dalam membangun komunitas yang lebih baik. Partisipasi masyarakat (community participation) di kalangan pembangunan lebih sering diartikan sebagai partisipasi sosial daripada partisipasi politik. Anggapan ini nampaknya menjadikan partisipasi sebagai pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan, bukan partisipasi untuk mengembangkan sistem dan struktur baru komunitas yang lebih setara, partisipatif, dan demokratis. Partisipasi yang tidak mengembangkan perluasan di tingkat komunitas, jelas tidak akan banyak berpengaruh terhadap demokratisasi komunitas. Di dalam konsep demokrasi, terdapat sejumlah pilar atau prinsip yang harus ada sehingga bisa dikatakan demokrasi berjalan, yaitu: PARTISIPASI WARGA; kesetaraan atau tidak adanya diskriminasi golongan, agama, etnis, dan gender, toleransi terhadap perbedaan, akuntabilitas pemerintah terhadap rakyat, transparansi pemerintahan, kebebasan berusaha untuk mengembangkan ekonomi, kontrol terhadap penyalahgunaan kekuasaan, jaminan perlindungan hak-hak sipil, perlindungan HAM, serta aturan dan penegakan hukum. Partisipasi warga (citizen participation) di dalam konsep demokrasi, diartikan sebagai keterlibatan warga dalam berbagai proses pemerintahan, antara lain dalam pengembangan kebijakan publik, dalam mengawasi jalannya pemerintahan, menyampaikan aspirasi dan kepentingan masyarakat dan dalam mendukung berbagai upaya pembangunan. Masyarakat (komunitas) partisipatif adalah sebuah keadaan yang menunjukkan bahwa partisipasi sudah menjadi nilai, sikap-perilaku, dan budaya di suatu masyarakat, sehingga mereka bisa mengambil peran yang menentukan, baik dalam proses-proses pembangunan maupun dalam pemerintahan yang sesuai dengan asas-asas demokrasi.
Partisipasi Asli, Partisipasi yang Mengembangkan Demokrasi Komunitas Karena itu, Hans Antlov, dalam tulisannya, menganjurkan penggunaan kembali istilah partisipasi warga yang meliputi partisipasi sosial dan partisipasi politik dalam arti luas. Partisipasi warga ini diartikan sebaga keterlibatan warga masyarakat dalam pemerintahan lokal secara penuh, termasuk dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, dalam program-program pembangunan,dalam proses pengambilan keputusan publik tingkat lokal, dalam pemilihan kepemimpinan lokal (formal maupun informal),dsb, yang merupakan seluruh bagian dari kehidupan masyarakat (komunitas). Karena itu, peran Lembaga –lembaga pengembang program pembangunan juga meliputi peran sebagai pengorganisir rakyat (community organizer) karena partisipasi warga harus dikembangkan melalui penguatan lembaga-lembaga masyarakat/rakyat (organisasi sipil) yang bilsa menjadi kelompok kepentingan dan kelompok penekan tingkat lokal dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan
98 Pelatihan Dasar 98 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar BKM/LKM BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN (mempengaruhi lembaga politik formal melalui legislatif dan eksekutif lokal). Penguatan kelembagaan masyarakat/rakyat (organisasi sipil) ini, diperlukan dalam menopang pemerintahan lokal yang partisipatif (participatory local governance) atau komunitas yang demokratis (demokratic community).
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 99 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 99
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Gender Bukan Tabu Apakah Gender Melawan Kodrat? Disarikan dari “Gender Bukan Tabu” Catatan Perjalanan Fasilitasi Kelompok Perempuan di Jambi-Dede Wlliam-de Vries
Pengertian Sex, Gender dan Kodrat Sex atau jenis kelamin adalah hal yang paling sering dikaitkan dengan gender dan kodrat. Dikarenakan adanya perbedaan jenis kelamin, perempuan dan laki-laki secara kodrat berbeda satu sama lain. Hubungan antara jenis kelamin (seks) dengan kodrat, secara sederhana dapat kita ilustrasikan seperti: Ketika dilahirkan laki-laki ataupun perempuan secara biologis memang berbeda. Laki-laki memiliki penis dan buah zakar sedangkan perempuan mempunyai vagina. Pada saat mulai tumbuh besar, perempuan mulai telihat memiliki payudara, mengalami haid dan memproduksi sel telur.Sementara laki-laki mulai terlihat memiliki jakun dan memproduksi sperma. Secara alamiah, perbedaanperbedaan tersebut bersifat tetap, tidak berubah dari waktu ke waktu dan tidak dapat dipertukarkan fungsinya satu sama lain. Hal-hal seperti ini yang kemudian kita sebut dengan kodrat. Berdasarkan hal tersebut, logikanya seseorang dianggap ’melanggar kodrat ’ jika mencoba melawan atau mengubah fungsi-fungsi biologis yang ada pada dirinya. Gender sama sekali berbeda dengan pengertian jenis kelamin. Gender bukan jenis kelamin. Gender bukanlah perempuan atau laki-laki. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial yang terbentuk oleh lingkungan tempat kita berada. Gender tercipta melalui proses sosial budaya yang panjang dalam suatu lingkup masyarakat tertentu, sehingga dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, misalnya laki-laki yang memakai tatto di badan dianggap hebat oleh masyarakat Dayak, akan tetapi di lingkungan komunitas lain seperti Yahudi misalnya, hal tersebut merupakan hal yang tidak dapat diterima. Gender juga berubah dari waktu ke waktu, sehingga bisa berlainan dari satu generasi ke generasi berikutnya.Contohnya, di masa lalu perempuan yang memakai celana panjang dianggap tidak pantas, sedangkan saat ini dianggap hal yang baik untuk perempuan aktif. Pertanyaannya sekarang, apakah gender melanggar kodrat?. Jawaban dari pertanyaan tersebuit kita bisa analisis dari rangkaian pertanyaan berikut:
Apakah gender berkaitan dengan ciri-ciri biologis manusia?
Apakah gender bersifat tetap dari waktu ke waktu?
Apakah fungsi gender tidak boleh berbeda dari satu tempat dengan lainnya?
Apakah fungsi gender tidak bisa dipertukarkan?
Jika jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah tidak, maka jelas ahwa gender tidak melawan kodrat. Peran gender tidak akan melawan kodrat manusia, tidak megubah jenis kelamin, tidak
100 Pelatihan Dasar 100 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar BKM/LKM BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN mengubah fungsi-fungsi dalam diri perempuan menjadi laki-laki dan tidak juga dimaksudkan untuk mendorong perempuan mengubah dirinya menjadi seorang laki-laki, ataupun sebaliknya.
Gender Tidak Melawan Kodrat Mengapa selama ini orang sering mencampuradukan pengertian gender dan kodrat?. Dikarenakan perbedaan kodrat yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki tersebut, masyarakat mulai memilahmilah peran sosial seperti apa yang (dianggap) pantas untuk laki-laki dan bagian mana yang (dianggap) pantas untuk perempuan. Misalnya, hanya karena kodratnya perempuan mempunyai rahim, dan bisa melahirkan anak, maka kemudian berkembang anggapan umum masyarakat bahwa perempuanlah yang bertanggungjawab mengurus anak. Selanjutnya, anggapan tersebut semakin berkembang, jauh dimana perempuan dianggap tidak pantas sibuk di luar rumah karena tugas perempuan mengurus anak akan terbengkalai. Kebiasaan ini lama kelamaan berkembang di masyarakat menjadi suatu tradisi dimana perempuan dianalogikan dengan pekerjaan-pekerjaan domestik dan ’feminin’ sementara laki-laki dengan pekerjaan-pekerjaan publik dan ’maskulin’. Peran gender adalah peran yang diciptakan masyarakat bagi lelaki dan perempuan. Peran tersebut melalui berbagai sistem nilai termasuk nilai-nilai adat, pendidikan, agama, politik, ekonomi dan lain sebagainya.Sebagai hasil bentukan sosial, terutama peran gender bisa berubah-ubah dalam waktu, kondisi, tempat yang berbeda-beda sehingga sangat mungkin dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan. Mengurus anak, mencari nafkah dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci dll) adalah peran yang bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan, sehingga bisa bertukar tempat tanpa menyalahi kodrat. Dengan demikian pekerjaan tersebut bisa kita istilahkan sebagai peran gender. Jika peran gender dianggap sebagai sesuatu yang dinamis dan bisa disesuaikan dengan kondisi yang dialami seseorang, maka tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menganggap aneh seorang suami yang pekerjaan sehari-harinya memasak dan mengasuh anak-anaknya, sementara isterinya bekerja di luar rumah. Karena di lain waktu dan kondisi,ketika sang suami memilih bekerja di luar rumah dan istrinya memilih untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga, juga bukan hal yang dianggap aneh. Dalam masyarakat tradisional pattriarkhi (yaitu masyarakat yang selalu memposisikan laki-laki lebih tinggi kedudukan dan perannya dari perempuan) kita dapat melihat adanya pemisahan yang tajam bukan hanya pada peran gender akan tetapi juga pada sifat gender. Misalnya, laki-laki dituntut untuk mempunyai sifat pemberani dan gagah perkasa sedangkan perempuan harus bersifat lemah lembut dan penurut. Padahal, laki-laki maupun perempuan adalah manusia biasa, yang mempunyai sifatsifat tertentu yang dibawanya sejak lahir. Sifat lemah lembut, perasa, pemberani, penakut,tegas, pemalu dan lain sebagainya , bisa ada pada diri siapapun, tidak peduli apakah dia perempuan atau laki-laki. Sayangnya konstruksi sosial di masyarakat merubah pandangan ’netral’ pada sifat-sifat gender tersebut. Sejak kecil, anak laki-laki sudah dipaksa utuk ’tidak manusiawi’, dimana mereka dilarang untuk menangis, bersikap lemah lembut dan pemalu. Ciri dan nilai-nilai seperti itu di masyarakat berkembang menjadi norma yang dikuatkan, disosialisasikan, dipertahankan bahkan terkadang dipaksakan sehingga kemudian dianggap sebagai tradisi. Konsep subjektif tersebut lama kelamaan berkembang dalam berbagai alur kehidupan sosial masyarakat, yang mengakibatkan adanya ketimpangan antara peran dan kedudukan perempuan dan laki-laki. Ketimpangan peran gender seperti ini membatasi kreativitas, kesempatan dan ruang gerak kedua belah pihak, baik itu laki-laki maupun perempuan. Contohnya , perempuan yang mempunyai kemampuan dalam bidang otomitif tidak bisa bebas menggunakan keahliannya untuk mendapatkan pekerjaan sebagai sopir truk atau montir karena dianggap bukan pekerjaan perempuan. Demikian halnya dengan laki-laki yang terampil menghias diri tidak mau menjadi perias pengantin karena dianggap bukan jenis pekerjaan laki-laki. Seorang suami malu untuk bekerja di sektor domestik karena takut dianggap bukan laki-laki sejati. Padahal, suami yang memasak dan mengasuh anak tidak berubah fungsi biologisnya menjadi
Bahan Bacaan Bacaan| |Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 101 101 Bahan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN perempuan, demikian juga sebaliknya, perempuan yang menjadi sopir, tidak akan berubah menjadi seorang laki-laki di keesokan harinya. Jadi jelas bahwa bertukar peran sosial antar laki-laki dan perempuan sama sekali tidak menyalahi atau melawan kodrat. Berbagi dan bertukar peran gender dalam kehidupan sehari-hari secara harmonis dapat membangun masyarakat yang lebih terbuka dan maju, karena semua orang mempunyai kesempatan, peluang dan penghargaan yang sama saat mereka memilih pekerjaan yang diinginkannya. Laki-laki maupun perempuan tidak dibatasi ruang geraknya untuk memanfaatkan kemampuannya semaksimal mungkin di bidang pekerjaan yang sesuai dengan minat dan keahliannya. Dengan demikian, peran gender yang seimbang, memicu semakin banyak sumberdaya manusia produktif di masyarakat, yang dapat menyumbangkan kemampuannya untuk kemajuan bersama.
Bagaimana Peran Gender Berlaku di Masyarakat
Kesetaraan Gender Tidak sedikit orang yang masih berpikir bahwa membicarakan kesetaraan gender adalah sesuatu yang mengada-ngada.Hal yang terlalu dibesar-besarkan. Kelompok orang yang berpikir konservatif seperti ini menganggap bahwa kedudukan perempuan dan laki-laki dalam keluarga dan masyarakat memang harus berbeda.
’Perempuan tidak usah sekolah tinggi-tinggi, percuma menghabiskan biaya saja, toh akhirnya akan masuk dapur juga’ Pernah mendengar ungkapan seperti itu?. Hal ini masih kerap terlontar saat dipertanyakan apakah anak perempuan atau laki-laki yang akan diberikan kesempatan untuk meneruskan sekolah. Dari ungkapan tersebut sudah dapat dilihat ada dua hal yang tidak mencerminkan kesetaraan gender, yaitu:
Perempuan tidak diberikan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang berguna bagi dirinya dan keluarganya.
Laki-laki tidak diberikan penghargaan yang sama dengan perempuan jika mereka memilih ’ masuk dapur’.
Pemikiran seperti itu muncul terutama pada kelompok traditional pattriarkhi yang masih menganggap bahwa sudah kodratnya perempuan untuk melakukan pekerjaan di dapur. Sebagaimana yang telah dibahas, sekali lagi ditegaskan bahwa peran gender tidak sama dengan kodrat. Bukan kodratnya perempuan masuk dapur, karena peran memasak di dapur tidak ada kaitannya dengan ciri-ciri biologis yang ada pada perempuan.Kegiatan memasak di dapur (atau kegiatan domestik lainnya) adalah salah satu bentuk pilihan pekerjaan dari sekian banyak jenis pekerjaan yang tersedia (misalnya guru, dokter, pilot, sopir, montir, pedagang dll), yang tentu saja boleh dipilih oleh perempuan maupun laki-laki. Kesetaraan gender memberikan pilihan,peluang dan kesempatan tersebut sama besarnya pada perempuan dan laki-laki. Supaya bisa lebih jelas kita bisa melihat kesetaraan gender terjadi, dalam kehidupan sehari-hari, berikut ilustrasi sederhana yang terjadi pada dua keluarga. Yang pertama adalah seorang istri yang memilih bekarja di rumah dan suaminya memilih bekerja sebagai buruh pabrik. Pada saat mengambil keputusan di keluarga, istri bebas menentukan apakah dia ingin bekerja di luar atau di dalam rumah Demikian juga sang suami tidak keberatan bertukar peran suatu saat istrinya mempunyai kesempatan bekerja di pabrik. Dalam hal ini kita bisa mengatakan bahwa telah tercipta kesetaraan gender di dalam keluarga tersebut. Istri tidak dipaksa suami untuk tinggal di rumah dan suami tidak diharuskan bekerja di pabrik.Mereka memilih peran tersebut atas dasar kemauan dan keinginan masing-masing pihak, tidak ada paksaan ataupun
102 Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 102 Bahan Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN tekanan dari istri maupun suami. Kesetaraan gender tercipta manakala istri dan suami mempunyai peluang yang sama untuk memilih jenis pekerjaan yang disukainya dan mempunyai posisi yang sama saat mengambil keputusan dalam keluarga. Yang kedua adalah seorang perempuan yang bekerja sebagai pengacara. Orang menganggap dia sudah sadar gender, berpikiran modern dan sudah memiliki kesetaran gender dalam keluarganya. Penampilannya yang cerdas dan gaya bicaranya yang lantang di depan publik, seolah-olah telah menghapus bayangan stereotype perempuan tradisional. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah dia tidak memilih pekerjaan menjadi pengacara, melainkan terpaksa menjadi pengacara karena suaminya seorang pengusaha yang menginginkan istri menangani urusan-urusan hukum dengan klien-klien bisnisnya. Sang istri selalu bekerja di bawah tekanan suami, tidak mempunyai kebebasan mengeluarkan pendapatnya dan tidak mempunyai kesempatan untuk memilih pekerjaan yang lain yang diinginkannya. Kita seringkali membuat dan menilai sesuatu hanya dari penampakkan luarnya saja. Demikian pula dengan kesetaraan gender. Orang sering menghubung-hubungkan kesetaraan gender dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan. Namun, melihat contoh kedua keluarga di atas, jelas bagi kita bahwa jenis pekerjaan seseorang bukanlah ukuran yang dapat menunjukkan adanya kesetaraan gender. Kesetaraan gender ditunjukkan dengan adanya kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan di dalam pengambilan keputusan dan di dalam memperoleh manfaat dari peluangpeluang yang ada di sekitarnya. Kesetaraan gender memberikan penghargaan dan kesempatan yang sama kepada perempuan dan laki-laki dalam menentukan keinginannya dan menggunakkan kemampuannya secara maksimal di berbagai bidang. Tidak peduli apakah dia seorang ibu rumah tangga, presiden, buruh pabrik, sopir, pengacara, guru ataupun profesi lainnya. Jika kondisi-kondisi tersebut tidak terjadi pada dirinya maka dia tidak dapat dikatakan telah menikmati adanya kesetaraan gender. Di lain pihak, berkembangnya isu gender di masyarakat dan maraknya inisiatif-inisiatif yang memperjuangkan gender juga memicu sebagian orang berpikir dikotomis.Yang dimaksud adalah cara berpikir yang menempatkan perempuan dan laki-laki pada dua kubu yang berseberangan. Perempuan ditempatkan pada kubu yang teraniaya dan lemah, sedangkan laki-laki pada kubu penguasa yang menjajah perempuan. Hasil dari pemikiran ini tidak akan memunculkan perilaku sadar gender dan tidak akan mendukung ke arah terjadinya kesetaraan gender. Yang akan muncul justru ’perang’ antara perempuan pada kubu ’teraniaya’ yang merasa terjajah, ingin menguasai laki-laki , sementara laki-laki pada kubu ’penguasa’ yang takut kekuasaannya diambil dan selalu khawatir terhadap dominsai kaum perempuan. Yang terjadi selanjutnya adalah terjadinya pertarungan antara kubu perempuan dan laki-laki tanpa jelas apa yang sebenarnya diperdebatkan. Kondisi ini tentunya tidak mendukung sama sekali pada tujuan utama kita membicarakan ’kesetaraan gender’. Terminologi kesetaraan gender seringkali disalahartikan dengan mengambil alih pekerjaan dan tanggungjawab laki-laki.
’Katanya mau disamakan dengan laki-laki, kalau begitu panjat saja atap dan betulkan genting yang bocor, saya tidak perlu mengerjakan pekerjaan itu lagi sekarang’ ...... Bukan hanya sekali dua kali ungkapan itu muncul dalam forum diskusi mengenai gender. Kesetaraan gender bukan berarti memindahkan semua pekerjaan laki-laki ke pundak perempuan, bukan pula mengambil alih tugas dan kewajiban seorang suami oleh istrinya. Jika hal ini terjadi bukan kesetaraan yang tercipta melainkan penambahan beban dan penderitaan pada perempuan. Dengan kedudukan yang sama maka setiap individu mempunyai hak yang sama, menghargai fungsi dan tugas masing-masing, sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa berkuasa, merasa lebih baik atau lebih tinggi kedudukannya dari yang lainnya. Singkatnya inti dari kesetaraan gender adalah kebebasan memilih peluang-peluang yang diinginkan tanpa adanya tekanan dari pihak lain, kedudukan dan kesempatan yang sama di dalam pengambilan
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 103 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 103
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN keputusan dan di dalam memperoleh manfaat dari ligkungan. Bukankah keseimbangan selalu menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih baik?.
Ketidakadilan Gender Sangat penting untuk perempuan untuk mengetahui ketidakadilan gender sebab akan sulit untuk menenetukan persamaan dan keseimbangan tanpa mengenali ketidakadilan gender yang terjadi di sekitar kita. Kondisi seperti apa yang dapat dikatakan tidak adil gender?. Ketidakadilan terjadi manakala seseorang diperlakukan berbeda (tidak adil) berdasarkan alasan gender. Misalnya seorang perempuan yang ditolak bekerja jadi sopir bis karena sopir dianggap bukan pekerjaan perempuan, atau seorang laki-laki yang tidak bisa menjadi guru TK karena dianggap tidak bisa berlemah lembut dan tidak bisa mengurus anak-anak kecil. Ketidakadilan gender bisa terjadi pada perempuan maupun laki-laki. Namun pada kebanyakan kasus, ketidakadilan gender lebih banyak terjadi pada perempuan. Itulah sebabnya masalah-masalah yang berkaitan dengan gender sering diidentikan dengan masalah kaum perempuan. Secara garis besar bentuk-bentuk ketidakadilan yang sering terjadi (terutama pada perempuan) adalah sebagai berikut:
1. Penomorduaan (Subordinasi) Penomorduaan atau subordinasi pada dasarnya pembedaan perlakuan terhadap salah satu identitas sosial, dalam hal ini terhadap perempuan. Cukup adil rasanya kalau saya menganggap dalam kultur budaya di Indonesia, perempuan masih dinomorduakan dalam banyak hal, terutama dalam pengambilan keputusan.Suara perempuan dianggap kurang penting dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut kepentingan umum. Akibatnya, perempuan tidak dapat mengontrol apabila keputusan itu merugikan mereka dan tidak bisa ikut terlibat maksimal saat hasil keputusan itu diimplementasikan. Tradisi,adat atau bahkan aturan agama paling sering dipakai alasan untuk menomorduakan perempuan. Padahal secara teologis (dipandang dari sudut keagamaan) prinsip-prinsip tauhid (ketuhanan, berlaku untuk agama apapun) pada dasarnya adalah menganggap semua makhluk yang ada di dunia ini sama kedudukannya di mata Tuhan. Implikasinya, jika Penciptanya saja sudah menganggap kedudukan semua manusia adalah sama, laki-laki ataupun perempuan, kulit hitam ataupun putih, dan lain sebagainya, alasan apa yang membolehkan adanya perempuan diperlakukan berbeda dengan laki-laki?. Oleh karena itu menganggap kedudukan laki-laki lebih tinggi dan lebih penting dari perempuan dikarenakan motif keagamaan, menurut saya, kurang beralasan. Manusia dilahirkan sama, tanpa baju, pangkat, status ataupun jabatan. Lingkungan (masyarakat) yang kemudian menetapkan nilai dan norma tertentu yang menyebabkan terjadinya oembedaanpembedaan perlakuan. Jika masyarakat dulu bisa membangun nilai dan norma yang kita jalani sekarang, bukankah hal yang sama bisa kita lakukan juga saat ini?. Bukankah kita juga sekarang merupakan bagian dari masyarakat yang berhak untuk mengubah, menetapkan dan mengembalikan nilai-nilai tersebut sehingga tidak terjadi ketidakadilan gender yang serupa di masa datang?. Perlu diingat bahwa gender hal yang bisa berubah dari waktu ke waktu dan manusia (masyarakat) bisa mengubah kondisi ketidakadilan gender tersebut menjadi keseimbangan atau kesetaraan. Kita ambil contoh lain dalam bidang pendidikan perempuan masih sering dinomorduakan, terutama di lingkup keluarga di pedesaan atau di kalangan masyarakat yang lemah status ekonominya. Dengan tingginya biaya pendiidkan dan dana yang tersesedia, anak perempuan seringkali mendapat tempat kedua setelah anak laki-laki, dalam hal melanjutkan pendidikan tinggi. Dengan anggapan bahwa lakilaki akan menjadi penopang keluarga, pencari nafkah utama maka dia harus mempunyai tingkat pendididkan lebih tinggi dari perempuan. Anggapan seperti ini bukan saja merugikan kaum perempuan, tetapi juga memberikan tekanan dan tuntutan lebih berat kepada laki-laki. Laki-laki
104 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM 104 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN dituntut harus lebih kuat, lebih pandai, harus mempunyai pekerjaan yang bagus dan sederet kata harus lainnya, sebagai ’konsekuensi’ dari pandangan masyarakat yang menempatkan mereka pada kedudukan lebih tinggi dari perempuan. Sementara itu perempuan yang dianggap nomor dua dan tidak begitu penting dalam peran sosialnya di masyarakat, perlahan-lahan akan semakin tertinggal dan tidak bisa berkontribusi banyak terhadap proses-proses pembangunan di lingkungannya. Tidak heran, jika sampai sekarang ini pembangunan di negara kita masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara maju lainnya yang relatif lebih sedikit memiliki sumberdaya. Salah satu sebabnya adalah sumberdaya manusia yang produktif dan dapat menyumbangkan kemampuannya untuk kemajuan negara, masih sangat terbatas jumlahnya. Hasil survei BPS tahun 2000 diketahui bahwa jumlah perempuan di Indonesia hampir setengahnya (49,9 %) dari jumlah penduduk. Dari jumlah terebut pada tahun 2001 terdapat 14,54% perempuan yang buta huruf (dibandingkan dengan laki-laki yang 6,87%) dan sebanyak 12,28% pada tahun 2003 dibandingkan dengan laki-laki 5,84%). Padahal pada saat yang sama di negara-negara maju , jumlah perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi (setingkat universitas) lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Sebagai contoh di New Zealand tercatat 89% pelajar perempuan melanjutka pendidikan ke universitas dibandingkan dengan pelajar laki-laki yang hanya mencapai 62%; di Iceland terdapat 80% pelajar permpuan yang memutuskan ingin masuk ke tingkat yang lebih tinggi dibandingkan pelajar laki-laki yang hanya 42%; dan di Inggris dilaporkan bahwa 49% perempuan mengenyam pendidikan universitas dibandingkan laki-laki yang hanya 41%. Bisa kita bayangkan seberapa besar sumberdaya manusia (perempuan) yang potensial untuk membangun negara ini telah disia-siakan dengan sistem budaya tradisional pattriarkhi. Sumberdaya manusia yang berpendidikan rendah cenderung mempunyai peluang lebih sempit untuk memenfaatkan kemampuannya secara maksimal di bidang pekerjaan yang diminatinya. Jika saja semua orang, baik laki-laki maupun perempuan diberikan peluang yang sama untuk maju, untuk lebih produktif menyumbangkan kemampuannya di berbagai sektor yang berbeda, dengan dukungan sumberdaya alam yang kaya seperti ini bukan tidak mungkin kita seharusnya sudah menjadi salah satu negara adidaya. Sayangnya, sampai saat ini masih banyak belenggu-belenggu yang menghambat proses perubahan ke arah kemajuan tersebut.
Pelabelan Negatif Pada Perempuan (Stereotype) ”Isi kepala perempuan itu: satu pikiran dan sembilan sisanya hanya emosi saja”. Pertama kali mendengar kalimat seperti itu, saya sangat kecewa. Bukan karena tidak tahu bahwa perempuan sering dianggap lebih emosional dibandingkan dengan laki-laki, tetapi tidak menyangka bahwa begitu kentalnya pelabelan negatif yang dilekatkan kepada perempuan. Pada saat perempuan berusaha menyampaikan ketidaksetujuannya akan sesuatu hal dengan mengemukakan alasanalasannya, dianggap bahwa dia terlalu cerewet, emosional, dan tidak berpikir rasional. Sedangkan jika laki-laki berada pada kondisi yang sama mungkin dianggap tegas dan berwibawa karena mempertahankan pendapatnya. Label negatif senada banyak kita temukan di masyarakat . contohnya jika perempuan pulang larut malam dari tempatnya bekerja dipandang sebagai perempuan tidak benar, sedangkan jika laki-laki dianggap sebagai pekerja keras. Padahal mungkin mereka mempunyai jenis pekerjaan yang sama. Citra buruk perempuan yang emosional, tidak rasional, lemah, pendendam, penggoda, dan lain sebagainya, secara tidak langsung telah menghakimi dan menempatkan perempuan pada posisi yang tidak berdaya di masyarakat. Dengan label-label negatif seperti itu, mustahil bagi perempuan untuk dapat memperoleh kedudukan yang sejajar denga laki-laki dalam pandangan masyarakat. Perempuan selalu akan tertinggal di belakang karena dianggap memang posisi terbaiknya ada di belakang laki-laki.
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 105 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 105
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Peminggiran (Marginalisasi) Sebagai akibat langsung dari penomorduaan (subordinasi) serta melekatnya label-label buruk pada diri perempuan (stereotype), perempuan tidak memiliki peluang, akses dan kontrol seperti laki-laki dalam penguasaan sumber-sumber ekonomi. Dalam banyak hal, lemahnya posisi seseorang dalam bidang ekonomi mendorong pada lemahnya posisi dalam pengambilan keputusan. Lebih jauh hal ini akan berakibat pada terpinggirkan pada termarginalkannya kebutuhan dan kepentingan pihak-pihak yang lemah tersebut, dalam hal ini perempuan. Di kantor-kantor staf perempuan sulit mendapatkan posisi pengambil keputusan. Perempuan dianggap masih tidak mampu untuk melakukan tugas-tugas penting dan serius seperti menangani proyek-proyek pembangunan. Sebagai contoh di Kabupaten Tanjabbar, perempuan yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil berjumlah kurang dari 10% yaitu 44 orang dari 510 orang. Dari jumlah tersebut hanya 6 orang yang menempati eselon III dan tidak ada satupun staf perempuan yang menempati posisi pengambil keputusan yaitu eselon IIa dan IIb (misalnya kepala dinas atau badan). Perempuan juga belum berpartisipasi aktif dalam perencanaan program-program pembangunan di daerah. Contohnya di Kabupaten Tanjabbar. Hampir seluruh anggota aktif dari Tim 9, yakni sebuah tim yang bertugas menyelesaikan permasalahan tata ruang kabupaten, adalah staf laki-laki yang berasal dari badan atau instansi-instansi terkait di kabupaten. Hanya satu (1) orang staf perempuan yang terlibat dalam proses dan itupun tidak terlibat aktif dalam pengambilan keputusan karena tidak selalu dapat hadir di pertemuan tim. Fenomena ini umum terjadi dalam tubuh instansi pemerintahan, baik skala nasional maupun daerah. Kondisi ini juga terjadi pula dalam tubuh lembaga legislatif. Pembedaan posisi dan kedudukan perempuan di tempat kerja bukan hanya pada terbatasnya manfaat finansial yang didapat (gaji), namun juga perempuan tidak mempunyai akses dan kontrol terhadap program-program kerja yang direncanakan, apakah akan berimplikasi positif atau negatif terhadap perempuan, atau malah sama sekali mengesampingkan kepentingan dan kebutuhankebutuhan (buta gender). Dalam lingkup masyarakat tradisional di Indonesia , kondisi perempuan yang terpinggirkan dianggap lumrah dan biasa. Seperti sudah ada aturan tidak tertulis bahwa perempuan tidak aktif diikutkan dalam pertemuan-pertemuan penting di masyarakat (misalnya dalam pengurusan lembaga adat dan musbang). Karena laki-laki yang ditempatkan pada posisi pemegang kontrol dan pembuat keputusan.
Beban Kerja Berlebih (Multi-burdened) Ketidakadilan gender yang terjadi pada perempuan bisa berbentuk muatan yang berlebihan. Hal inilah juga yang sering menjadi bahan diskusi dalam forum-forum yang membahas tentang gender. Sebagian khawatir bahwa jika perempuan semakin pintar, semakin maju , ikut aktif dalam kegiatankegiatan sosial , meningkatkan kemampuan dan keahliannya di berbagai bidang , maka pada akhirnya ’kebebasan berekspresi’ tersebut pada akhirnya akan berbalik menjadi senjata makan tuan. Beban kerja perempuan akan bertambah banyak dengan kegiatan-kegiatan yang ingin dia ikuti dia ikuti di luar rumah. Hal ini disebabkan karena pada saat yang bersamaan perempuan masih terbebani dengan setumpuk tugas dan pekerjaan di dalam rumah tangganya (domestik). Sebagian yang lain, terutama laki-laki , khawatir jika perempuan dilbatkan secara aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial, mereka tidak punya waktu dan tidak bersedia lagi melakukan pekerjaan-pekerjaan di dalam rumah tangga.
’Jangan sampai ketika perempuan sadar gender kemudian menjadi tidak mau membuatkan kopi untuk suaminya dan membuat situasi rumah tangga jadi berantakan’
106
106
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Bukan hanya satu dua kali saya mendengar celotehan seperti itu diungkapkan kaum laki-laki. Pertanyaannya adalah apakah hanya perempuan yang bisa membuat kopi?. Apakah hanya perempuan yang harus menjaga situasi rumah tangga tetap harmonis?. Apakah hanya tugas perempuan untuk membuat rumah tangga bahagia?. Jika jawabannya tidak, maka tidak perlu takut rumah tangga menjadi runyam. Terlebih lagi, bukan hanya perempuan yang harus sadar gender, tetapi juga laki-laki sebagai bagian dari keluarga yang mempunyai hak dan kewajiban yang setara dalam keluarga. Keluarga yang sadar gender akan lebih menyadari bahwa kebahagiaan rumah tangga adalah tanggungjawab bersama dan gender tidak dijadikan alasan bagi perempuan untuk berbuat semena-mena terhadap laki-laki ataupun sebaliknya. Jadi jelas bahwa kekhawatiran-kekhawatiran tersebut setidaknya tidak beralasan, Jika seluruh anggota keluarga, laki-laki maupun perempuan sudah sadar gender maka beban tanggung jawab yang ada dalam keluarga tersebut akan terbagi rata dan tidak bertumpuk pada satu orang. Tidak pada istri, ibu, suami, anak, dan anggota keluarga lainnya. Inti dari kesetaraan gender seperti yang telah dibahas dimuka, adalah saling menghargai hak-hak dan kewajiban masing-masing, saling membantu, dan berbagi peran untuk meringankan beban pekerjaan satu sama lain, karena semua jenis pekerjaan yang dilakukan sama pentingnya. Pekerjaan domestik tidak lebih rendah posisinya dari peran publik. Jika seluruh anggota keluarga aktif dalam kegiatan publik, maka mereka dapat mencari alternatif waktu dan cara bagaimana kedua peran tersebut bisa dilakukan bersama-sama, misalnya dengan mengatur waktu , tenaga dan kemampuan yang dimilikinya secara maksimal ketika menjalankan peran publik maupun peran domestik karena tidak terbebani dengan ’antrian’ tugastugas lain yang harus dikerjakannya. Komunikasi dan keterbukaan tentunya menjadi kunci untuk terciptanya kesetaraan gender, sehingga tidak ada salah satu pihak yang terpaksa harus mengalah untuk pihak lainnya.
Kekerasan Kekerasan terhadap perempuan adalah salah satu bentuk ketidakadilan gender yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini dalam media. Bentuk kekerasan yang terjadi sangat beragam, mulai dari kekerasan fisik (pemukulan), kekerasan psikis ( misalnya kata-kata yang merendahkan dan melecehkan), kekerasan seksual (contoh perkosaan dll). Bentuk-bentuk kekerasan ini bisa terjadi pada siapa saja, dan dimana saja, bisa di wilayah pribadi (rumah tangga) atau di wilayah publik (lingkungan).
Sensitif Gender Diperlukan dalam Program Program Pembangunan Daerah Kebanyakan program-program pembangunan daerah masih belum memasukkan komponen gender sebagai faktor penting yang mengukur keberhasilan program. Seringkali program-program tersebut dianggap sudah berhasil jika memenuhi kriteria berikut:
Masyarakat lokal telah berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan
Adanya pemerataan distribusi biaya dan manfaat
Upaya-upaya pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan sudah dilakukan secara efisien.
Dengan memenuhi ketiga komponen di atas, status program yang melibatkan masyarakat memang akan terlihat sukses . Namur jika kita melihatnya dari perspektif gender, bukan tidak mungkin program terebut jauh dari tanda-tanda keberhasilan. Tingkat partisipasi biasanya diukur dengan keterwakilan dan kontribusi ide/pendapat yang diperolah pada saat berlangsungnya statu perogram kegiatan. Jika kita memasukkan komponen gender, beberapa kriteria diperlukan untuk melihat sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam program tersebut, yaitu:
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 107 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 107
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Apakah perempuan mempunyai untuk ikut terlibat dalam kegiatan?
peluang
yang
sama
besarnya
dengan
laki-laki
Berapa presentase perempuan yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut?
Dari jumlah keseluruhan program, berapa jumlah perempuan yang duduk dalam kepengurusan?
Apakah perempuan yang menjadi pengurua dalam program mempunyai akses dan control dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program.
Bagaimana tingkat keaktifan perempuan peserta program dalam kegiatan yang dilakukan (peserta aktif atau cuma hadir sebagai peserta pasif).
Dengan mengetahui informasi-informasi tersebut dapat diukur sampai sejauh mana program kegiatan yang dilaksanakan telah melibatkan seluruh komponen ‘masyarakat lokal’ (termasuk perempuan) secara aktif dalam pengambilan keputusan. Kecenderungan yang sering terjadi adalah program-program kegiatan/pembangunan di daerah hanya menghitung jumlah masyarakat yang ikut serta dalam program tanpa melihat apakah ada perempuan yang terlibat ataukah hanya laki-laki yang dianggap telah mewakili suara satu keluarga, dengan label ‘kepala keluarga’. Kedua, distribusi manfaat program dianggap sudah merata jika masyarakat yang terlibat dalam program tersebut telah merasakan hasilnya. Sebagai contoh dalam program kehutanan, misalnya pemberian ijin pemungutan kayu rakyat. Program ini dianggap berhasil mencapai ‘sasaran program’ yaitu memberikan manfaat kepada masyarakat lokal, manakala anggota masyarakat yang tergabung dalam koperasi atau kelompok yang mendapat ijin tersebut memperoleh pendapatan yang seimbang dan merata. Namun, jika kita menganalisisnya dari sisi gender, kondisi tersebut belum tentu mencerminkan keberhasilan dari sistem perijinan tersebut. Beberapa hal yang masih harus dipenuhi supaya program tersebut lebih sensitif gender, adalah:
Apakah perempuan mempunyai akses yang sama untuk memperoleh ijin pemungutan kayu tersebut? (dilihat dari sisi prosedur dan prasyarat memperoleh ijin, peluang negosiasi,dll).
Berapa jumlah perempuan yang memperoleh manfaat dari sistem perijinan tersebut.
Apakah dampak yang ditimbulkan oleh sistem perijinan tersebut mempengaruhi perempuan (misalnya, perempuan kehilangan tempat mencari kayu bakar , sumber air dan sebagainya).
Kriteria-kriteria tersebut dapat diperluas dengan melihat apakah perempuan juga mempunyai kontrol untuk memutuskan bagaimana manfaat yang diterimanya ingin dia gunakan. Karena pada kebanyakan kasus, selain tidak mempunyai akses terhadap sumber-sumber ekonomi , perempuan juga sangat lemah posisinya dalam menentukan kontrol terhadap penggunaan sumberdaya yang dimilikinya. Jika hal-hal tersebut telah menunjukkan adanya keseimbangan antara jumlah perempuan dan lakilaki yang mendapatkan manfaat program, maka dapat kita katakan bahwa manfaat program tersebut telah terdistribusikan secara merata ditinjau dari perspektif gender. Ketiga efesiensi dari pelaksanaan program dapat dilihat dari bagaimana peserta program dapat menjaga ketersediaan dan keberlangsungan sumberdaya yang dibutuhkan untuk keberlanjutan program di masa yang akan datang. Sebagai contoh , misalnya kegiatan yang berhubungan dengan pengaturan lahan pertanian. Dengan memasukkan komponen gender ke dalam analisis program, kita memerlukan beberapa informasi tambahan antara lain:
Bagaimana posisi perempuan dalam kepemilikan lahan pertanian di daerah tersebut?
Apakah perempuan mempunyai posisi yang sama dalam pengambilan keputusan atas penggunaan lahan tersebut? Misalnya penentuan jenis tanaman.
108 Pelatihan Dasar 108 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar BKM/LKM BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Apakah perempuan mempunyai akses dan kontrol terhadap modal yang cukup untuk dapat mengelola lahan tersebut? Apakah perempuan mempunyai akses yang cukup terhadap informasi yang berkaitan dengan lahan tersebut?
Apakah teknik-teknik pengelolaan lahan yang ditawarkan memungkinkan untuk dilakukan dengan mudah oleh perempuan?
Hal-hal tersebut sangat penting untuk mengetahui bagaimana sumberdaya yang ada saat ini dapat mendukung keberlanjutan program tersebut di masa yang akan datang. Pada kebanyakan kasus, kebanyakan perempuan tidak mempunyai akses dan kontrol terhadap lahan. Mereka hanya dapat menggunakan lahan tersebut namun tidak mempunyai kekuatan untuk menentukan bagaimana lahan tersebut ingin mereka gunakan. Hak-hak kepemilikan lahan lebih banyak jatuh di tangan laki-laki. Tentu saja hal ini berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, yang dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial budaya daerah-daerah yang bersangkutan. Dari uraian-uraian di atas dapat kita lihat dengan jelas bahwa kebanyakan program-program pembangunan yang ada di daerah belum berspektif gender. Absennya komponen gender dalam program pembangunan di derah selama ini didasarkan alasan bahwa manfaat program dapat dinikmati oleh perempuan dan laki-laki dalam porsi yang sama, sehingga komponen gender tidak perlu dipermasalahkan. Padahal dalam kenyataannya, banhyak kendala-kendala yang menyulitkan bagi perempuan untuk memperoleh manfaat-manfaat tersebut secara seimbang seperti yang diterima oleh laki-laki. Dengan demikian setiap program harus mempertimbangkan komponen perempuan dan laki-laki sebagai dua faktor yang sama pentingnya terhadap keberhasilan suatu program . Hal ini dapat dilakukan secara sederhana dengan membuat data terpilah pada setiap program , mulai dari perencanaan program sampai kepada evaluasi (akhir).
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 109 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 109
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Langkah-Langkah Pembangunan-Partisipatif Parwoto
Untuk menjamin terjadinya proses belajar dari semua pelaku pembangunan baik di sektor pemerintah, swasta dan masyarakat maka langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penyelenggaraan pembangunan partisipatoris mencakup kegiatan di berbagai tingkat sebagai berikut ini Di Tingkat Non Komunitas (Pemerintah dan Pihak Terkait) Mengingat pola pembangunan partisipatoris meskipun berakar dari budaya bangsa tetapi dalam praktek manajemen pembangunan belum lazim dilakukan maka diperlukan beberapa kegiatan yang bersifat orientasi, konsultasi dan pelatihan untuk membuka wawasan sehingga terjadi pemahaman akan peran masing-masing dalam konteks demokratisasi pembangunan dan terjadi perubahan sikap dari perangkat pemerintah dan pihak terkait serta keterpaduan misi pembangunan makro. Di Tingkat Komunitas/Masyarakat Berbentuk proses penyadaran, pelatihan dan pembentukan sikap yang melahirkan kesepakatankesepakatan pembangunan dan rencana tindak sebagai tersebut dibawah ini (lihat Lampiran 1). a
Persiapan sosial Langkah ini merupakan langkah awal sebelum memulai pembangunan partisipatoris, yaitu suatu upaya untuk mendekati para pimpinan dan tokoh masyarakat, mengenali persoalan dan kebutuhan masyarakat, dan upaya untuk memulai membahasnya dengan para pimpinan dan tokoh masyarakat tersebut. Hasil Para pimpinan dan tokoh masyarakat sepakat untuk menangani persoalan yang dihadapi masyarakat/komunitas.
b
Survai Swadaya Melalui SS ini beberapa anggota masyarakat mulai diajak dan didampingi untuk mengenali persoalan yang dihadapi kampung/desa mereka dan potensi yang mungkin dapat dikembangkan dari sumber daya yang ada untuk mengatasi persoalan tersebut. Hasil Masyarakat sadar akan kondisi mereka dan daftar persoalan serta potensi komunitas/lingkungan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman)
c
Kesepakatan persoalan yang akan ditanggulangi Pada tahap ini persoalan yang ditemukan melalui SS dibahas dalam suatu rembug kampung/desa untuk ditetapkan mana dulu yang akan ditangani. Hasil Daftar dan urutan prioritas persoalan yang disepakati untuk ditangani.
110 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM 110 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN d
Kesepakatan tingkat perbaikan yang ingin dicapai Setelah adanya kesepakatan persoalan yang akan ditanggulangi langkah selanjutnya adalah menetapkan bersama tingkat perbaikan yang akan/ingin dicapai. Kesepakatan tingkat perbaikan ini merupakan tujuan akhir yang akan dicapai. Pada tahap ini harus diupayakan terjadinya kebulatan tekad untuk bersama-sama saling tolong menolong mencapai tujuan tersebut. Hasil Gambaran kondisi yang ingin dicapai setelah pembangunan yang disepakati sebagai tujuan akhir.
e
Kesepakatan tentang hambatan-hambatan yang mungkin ditemui dalam mencapai tingkat perbaikan yang telah disepakati tersebut diatas. Pada tahap ini sebenarnya yang terjadi adalah proses mawas diri "mengapa tujuan akhir tersebut di atas tidak pernah terjadi sebelumnya?" Hal ini penting dilakukan untuk menemukan apa yang sebenarnya terjadi di kampung/desa tersebut sehingga dari dahulu tidak pernah mencapai kondisi seperti yang diharapkan di atas. Hasil Daftar antisipasi hambatan yang perlu disingkirkan agar tercapai tujuan akhir yang disepakati tersebut di atas. Hambatan ini dapat bersifat fisik, aturan, tradisi, dsb
f
Kesepakatan penggalangan dan alokasi sumber daya untuk menciptakan dan menumbuhkan potensi pembangunan. Pada tahap ini dilakukan kesepakatan penanganan penggalian, penggalangan dan pengembangan sumber daya sebagai potensi pembangunan untuk di alokasikan dalam proses pemecahan persoalan. Hasil Daftar berbagai sumber daya (internal/eksternal) yang dapat dikerahkan untuk menanggulangi persoalan dan mencapai tujuan akhir yang telah disepakati.
g
Kesepakatan rencana pemecahan persoalan Pada tahap ini dipilih dan disepakati alternatif penanggulangan persoalan dalam bentuk USULAN RENCANA KERJA PENANGGULANGAN PERSOALAN, mencakup
Usulan rencana teknik (kegiatan yang akan dilakukan)
Usulan pola pendanaan (pendanaan/pembiayaan)
Usulan manajemen/pola penanganan (kelembagaan)
Usulan pengelolaan lanjut (kelembagaan)
Selanjutnya usulan tersebut bila memerlukan bantuan dana dari APBD/APBN dapat diajukan melalui Camat ke tingkat yang lebih tinggi. Hasil Rencana Kerja Pembangunan (program pembangunan/development program)
h
Pelaksanaan Pola penanganan pelaksanaan ini telah disepakati pada tahap sebelumnya, maka pada tahap ini hanya tinggal melaksanakan sesuai dengan kesepakatan. Sebaiknya proses pelaksanaan ini menerapkan ancangan manajemen terbuka, dimana segala informasi dengan mudah dapat dibaca/diketahui oleh semua anggota masyarakat yang terlibat/terkena, misalnya dengan
BahanBacaan Bacaan| | Pelatihan DasarBKM/LKM BKM/LKM 111 111 Bahan Pelatihan Dasar
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN menuliskan pada papan tulis di Balai Desa segala sesuatu yang perlu diketahui masyarakat, nilai bantuan, kontribusi tiap warga, sumbangan dari pihak lain, penggunakan dana, dll Hasil Sesuai yang direncanakan (fisik bangunan/lingkungan, kegiatan usaha, sistem perkreditan yang lebih baik, dsb).
i
Evaluasi internal Tahap ini sering kali dilupakan pada hal pada tahap inilah sebenarnya terjadi proses peralihan dari pengalaman fisik menjadi pengalaman mental yang sangat bermanfaat dalam mengubah perilaku Hasil Pendalaman pemahaman dan perubahan sikap
j
Pemanfaatan hasil pembangunan. Pada tahap inilah terjadi proses berlanjut yang bersifat siklik dan organik, bila yang dibangun fisik maka akan ditandai dengan adanya pemeliharaan, perbaikan, penambahan, perombakan, pengulangan sebagai bukti perubahan sikap dan perilaku, tetapi bila yang dibangun adalah kegiatan usaha maka akan ditandai dengan membaiknya ekonomi keluarga dan bertumbuhnya kegiatan ekonomi kawasan, dsb. Semuanya ini hanya akan terjadi bila tercapai kemantapan kelembagaan yang mengelola seluruh kegiatan tersebut dari awal sampai akhir. Hasil Pertumbuhan atau perubahan yang organik baik dalam bentuk fisik lingkungan maupun kegiatan ekonomi atau tatanan sosial yang ada
112 Pelatihan Dasar 112 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar BKM/LKM BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Siklus Pembangunan Partisipatoris
Persiapan Sosial
Survai Swadaya
Pemanfaatan Hasil
Kesepakatan Persoalan Evaluasi Internal Kesepakatan Tujuan
Pelaksanaan
P5D
Kesepakatan Hambatan
Kesepakatan Alternatif Pemecahan Kesepakatan Sumber daya
USULAN ALTERNATIF 1) usulan pembangunan 2) pola pendanaan 3) pola penanganan pembangunan 4) pola penanganan pasca pembangunan
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 113 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 113
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Daur Program Pembangunan Partisipatif Marnia Nes Untuk memungkinkan pelaksanaan pendekatan partisipatif dalam menanggulangi permasalahan kemiskinan perlu dilakukan proses pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk mendorong masyarakat agar lebih mampu untuk mengkaji masalah/kebutuhannya sendiri, memikirkan jalan keluar untuk memperbaiki keadaannya serta mengembangkan potensi–potensi dan keterampilan mereka untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pada dasarnya, pelaksanaan kegiatan pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat dilakukan mengikuti tahapan–tahapan daur program berikut ini.
PENJAJAGAN KEBUTUHA N PERENCANAAN KEGIATAN
Kajian kebutuhan, potensi, masalah
EVALUASI KEGIATAN
Alternatif kegiatan, rencana tindak, tahapan kegiatan
Daur Program
Kajian hasil akhir program
PEMANTAUAN KEGIATAN
PELAKSANAAN KEGIATAN Melaksanakan program yang sudah direncanakan
Perkembangan program
Identifikasi Masalah (pengenalan kebutuhan) Pengenalan masalah seringkali disebut sebagai pengenalan kebutuhan, karena biasanya masyarakat memiliki kebutuhan untuk mengatasi masalah–masalah yang mengganggu kesejahteraan hidupnya. Pengkajian masalah ini disertai dengan pengenalan potensi masyarakat, terutama apabila program yang dikembangkan bertujuan untuk mengembangkan keswadayaan masyarakat.
114 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM 114 Bahan Bahan Bacaan Bacaan | | Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Berbagai kegiatan studi, antara lain studi kelayakan dan survai kemiskinan, dikembangkan untuk merencanakan program pembangunan (pengentasan kemiskinan) dalam skala luas (nasional). Dengan melakukan studi semacam ini, diharapkan pengembangan kebijakan pembangunan (program pengentasan kemiskinan), didasarkan kepada pemahaman tentang apa dan mengapa kemiskinan terjadi menurut kacamata kelompok miskin itu sendiri. Dalam studi-studi yang dilakukan tersebut, dikaji kecenderungan pilihan dan harapan masyarakat mengenai berbagai kebutuhan mereka, terutama kebutuhan dasar (basic human needs), serta sekaligus usaha untuk menemukan apa saja kegagalan pelayanan publik yang terjadi dan mengapa kegagalan itu terjadi atau tidak mampu menyelenggarakan upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut. Dengan demikian, tujuan dari penjajakan kebutuhan dalam program pembangunan berskala nasional ( program pemerintah) adalah mengembangkan kebijakan program pembangunan yang memperoleh legitimasi dari masyarakat sebagai bagian dari proses demokrasi partisipatif, serta sebagai bagian dari tugas pemerintah untuk menjalankan pelayanan publik demi kesejahteraan rakyatnya. Dengan berkembangnya metodologi pendekatan partisipatif, penjajakan kebutuhan menjadi bagian dari proses pengelolaan program secara partisipatif (participatory need assessment). Hal ini mendorong terjadinya inovasi metodologi, metode dan teknik yang lebih memungkinkan diakomodasirnya kebutuhan dan harapan masyarakat yang berbeda pada setiap komunitas. Bahkan di dalam sebuah komunitas pun, bukan suatu pekerjaan yang mudah untuk melakukan penjajakan kebutuhan karena adanya keberagaman kebutuhan dan harapan masyarakat. Karena itu, salah satu proses penting dalam penjajakan kebutuhan secara partisipatif adalah proses mengembangkan kriteria kebutuhan berdasarkan kesepakatan masyarakat sendiri untuk mengembangkan perencanaan program yang spesifik lokal (spesifik komunitas). Dengan demikian, tujuan dari penjajakan kebutuhan dalam pengembangan program adalah: Mengembangkan perencanaan dan perancangan program berbasis masyarakat (bottom –up approach) agar lebih tepat guna atau sesuai dengan kebutuhan dan potensi masyarakat yang bersifat unik atau spesifik dari suatu masyarakat ke masyarakat lainnya. Selain itu, dalam filosofi partisipasi, kegiatan penjajakan adalah juga merupakan proses pembelajaran masyarakat. Dalam pelaksanaannya penjajakan kebutuhan dengan filosofi partisipasi, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Adanya keragaman atau sifat lokal/individual kebutuhan; artinya kebutuhan masyarakat berbeda dari satu komunitas ke komunitas lain, bahkan berbeda di antara individu, keluarga dan kelompok yang berbeda.
Adanya keberagaman potensi dan sumberdaya masyarakat yang tersedia, artinya kemampuan masayarakat untuk melakukan upaya memenuhi kebutuhannya sendiri berbeda dari satu komunitas ke komunitas lainnyam, sehingga program dari luar juga perlu mengembangkan intervensi dan dukungan yang berbeda pada setiap komunitas dampingan.
Karena dalam filosofi metodologi partisipatif , penjajakan kebutuhan merupakan bagian dari proses pembelajaran masyarakat, maka tugas pemandu/fasilitator adalah untuk mendorong berkembangnya pemaknaan kebutuhan oleh masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini semestinya fasilitator memahami konsep kebutuhan dasar (basic human needs) dan konsep kebutuhan secara luas (human needs) yang meliputi dimensi ekonomi, sosial, budaya, politik .dengan demikian maka fasilitator memiliki kerangka konsep untuk mambantu masayarakat dalam perumusan kebutuhan praktis (jangka pendek) maupun kebutuhan strategis (jangka panjang) . Pada tahap awal ini yang biasa dikaji adalah informasi-informasi yang yang mengungkapkan keberadaan lingkungan dan masyarakatnya secara umum serta melakukan analisis atas keadaan masyarakat tersebut. Langkah-langkah penjajagan kebutuhan adalah:
Pengenalan masalah, kebutuhan dan potensi masyarakat.
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 115 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 115
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Pengkajian hubungan sebab akibat masalah-masalah ( identifikasi akar masalah)
Pengkajian potensi lokal dan luar
Perencanaan Kegiatan Apabila penjajakan kebutuhan (need assesment) semula berkembang sebagai wacana pengambilan keputusan publik di dalam kerangka demokrasi, maka perencanaan pada awalnya berkembang dalam wacana pengelolaan (manajemen) program. Wacana mengenai program berbasis masyarakat (people centered approach) kemudian juga mendorong berkembangnya metodologi perencanaan partisipatif (participatory planning approach) dengan mengembangkan proses perencanaan dari bawah (bottom up planing). Meskipun berbagai modifikasi dan adaptasi dilakukan untuk mengembangkan proses partisipatif bersama masyarakat, perencanaan tetap merupakan aspek pengelolaan (manajemen) program yang menggunakan logika dan kerangka pikir tertentu. Perencanaan adalah proses pengambilan keputusan untuk menentukan tujuan kegiatan/program , memilih jenis-jenis kegiatan, menyiapkan sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilakukan. Biasanya ketika bekerja dengan masyarakat, ada 3 level perencanaan yang dilakukan yaitu: perencanaan tingkat masyarakat, perencanaan tingkat program, dan perencanaan tingkat lembaga. Masing-masing level mengembangkan jenis perencanaan yang berbeda dan berkaitan satu sama lain. Perencanaan di tingkat lembaga (perencanaan program maupun perencanaan lembaga/organisasi) dimunculkan dari kebutuhan masyarakat dampingan. Perencanaan kegiatan merupakan proses mengembangkan rencana kerja berdasarkan penjajakan kebutuhan yang telah dilakukan. Hasil kajian masalah dan potensi masyarakat dijadikan bahan untuk menyusun rencana kegiatan yang sederhana, jelas dan realistis. Artinya bentuk perencanaan ini benar–benar dapat dilaksanakan oleh masyarakat. Hasil rumusan masalah dan potensi-potensi, dijabarkan menjadi:
Penetapan prioritas masalah berdasarkan kriteria masyarakat.
Alternatif alternatif pemecahan untuk setiap masalah
Alternatif-alternatif kegiatan yang bisa dilakukan sesuai dengan ketersediaan sumber daya baik lokal maupun dari luar
Penentuan para pelaksana, penanggung jawab dan pendamping kegiatan
Rencana kegiatan yang dikembangkan perlu mencantumkan dengan jelas apa, bagaimana, siapa, untuk apa, untuk siapa dan kapan akan dilaksanakan kegiatan tersebut. Semakin konkrit dan jelas rencana yang dihasilkan semakin besar kemungkinan rencana kegiatan dilakukan berdasarkan hasil keputusan masyarakat. Pelaksanaan kegiatan sebaiknya diorganisir dan dipimpin oleh anggota masyarakat sendiri, sedangkan petugas lembaga program hanya mendampingi.
Pemantauan (monitoring) dan Evaluasi Program Monitoring dan evaluasi adalah bagian dari pengelolaan (manajemen) program. Monev merupakan kegiatan yang semestinya diintegrasikan dengan perencanaan sejak awal. Pada saat dilakukan perencanaan program, semestinya sudah dirumuskan ukuran-ukuran (kuantitatif maupun kualitatif) pencapaian program, sehingga dapat menjadi acuan dalam melakukan monev setelah kegiatan
116 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM 116 Bahan BahanBacaan Bacaan || Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN berjalan. Merencanakan monev yang diperlukan dalam pengembangan program, merupakan bagian dari perencanaan yang baik. Monitoring merupakan kegiatan pengelolaan program, yang dirancang untuk:
Melakukan kajian mengenai berlangsungnya kegiatan/program secara periodik apakah berjalan sesuai dengan rencana/tujuan yang ditetapkan sebelumnya ataukah terjadi perubahan.
Melakukan perekaman secara sistematis mengenai inormasi perkembangan kegiatan/program beserta analisa dan gagasan (rekomendasi) mengenai penyesuaian/modifikasi kegiatan/program yang perlu dibuat; biasanya dalam bentuk progress report.
Mengembangkan tradisi pembelajaran (refleksi-aksi-refleksi ) baik untuk masyarakat dampingan maupun staf lembaga pendamping agar secara terus menerus memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sejak awal dipantau terus menerus untuk melihat apakah rencana yang telah disusun bersama dilaksanakan dan hambatan-hambatan yang terjadi pada saat pelaksanaan. Penyimpangan yang terjadi pada saat pelaksanaan dipelajari dan diperbaiki agar tetap dapat mencapai tujuan akhir yang diinginkan. Monitoring ini bertujuan untuk menilai apakah program memang berjalan pada arah yang benar, mengidentifikasi permasalahan dalam pelaksanaan program dan kegiatan, memperkirakan antisipasi yang dibutuhkan untuk menjaga alur pelaksanaan program. Pemantauan biasanya dilakukan dalam jangka waktu yang pendek ( per 3 bulan atau 6 bulan) hasilnya disusun ke dalam ‘buku dokumentasi perkembangan program’. Monitoring dilaksanakan secara partisipatif, artinya masyarakat lah yang menjadi pelaku bukan Fasilitator (Orang Luar)
Evaluasi Evaluasi merupakan kegiatan pengelolaan program, yang dirancang untuk:
Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, dan relevansi program terhadap kondisi masayrakat setelah berlangsungnya program tersebut dalam suatu jangka waktu tertentu;
Bagi masyarakat, menggunakan hasil-hasil yang dicapai untuk merencanakan pengembangan kegiatan baru yang lebih bertumpu pada kemampuan (potensi dan sumberdaya) lokal.
Bagi lembaga pendamping, menganalisis hasil-hasil yang dicapai untuk digunakan dalam perencanaan, penyusunan kebijakan dan strategi program lembaga ke depan.
Mengkaju dampak program terhadap kehidupan mesyaraka, dampak artinya perubahan yang terjadi di masyarakat.
Forum pengambilan keputusan masyarakat mengenia tujuan dan kegiatan baru yang ingin dikembangkan.
Merupakan pembelajaran (refleksi-aksi-refleksi) maupun staf lembaga pendamping (Fasilitator)
Evaluasi kegiatan juga dimaksudkan sebagai proses belajar bersama untuk menilai pencapaian hasil kegiatan, kesesuaian rencana dan tindakan dan mengidentifikasi permasalahan yang muncul secara terus menerus.
baik
untuk
masyarakat
dampingan
Biasanya, terdapat dua macam evaluasi program, yaitu:
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 117 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 117
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Evaluasi setelah melihat adanya perkembangan-perkembangan atau perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dengan adanya kegiatan bersama (program), dilakukan setelah satu jangka waktu tertentu (misal: per tahun)
Evaluasi akhir program, dilakukan antara lain untuk:
Mengkaji tujuan program, apa saja yang sudah tercapai serta mengapa terjadi demikian.
Mengkaji pengaruh program terhadap kesejahteraan masyarakat (disebut studi dampak)
Evaluasi juga merupakan proses identifikasi awal untuk daur selanjutnya, sehingga program yang sudah ada bisa diperbaiki secara menerus sesuai dengan kebutuhan pemecahan masalah yang berkembang di masyarakat. Evaluasi program sebaiknya dilakukan oleh masyarakat sendiri yang merasakan manfaat dari kegiatan-kegiatan yang dikembangkan. Daur program merupakan kegiatan yang terus menerus sehingga dapat dijamin keberlanjutan dari program-program untuk menjawab kebutuhan masyarakat.
118 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM 118 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Bahan Dasar BahanBacaan Bacaan| Pelatihan | Pelatihan DasarBKM/LKM BKM/LKM 119 119
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
TUGAS DAN FUNGSI LKM/BKM: 1. KONSEP BKM/LKM DAN MODAL SOSIAL 2. TUGAS DAN ETIKA BKM/LKM 3. PERANGKAT ORGANISASI BKM/LKM 4. TAHAPAN PERKEMBANGAN BKM/LKM
120 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 120 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Penyalahgunaan Dana Pinjaman Pada Bulan Juni 2004, telah dicairkan pinjaman kepada KSM ‘S’ di BKM ‘MA’, sebesar RP 6.000.000,00. Pencairan pinjaman dilakukan melalui Kepala Dukuh untuk dibagikan kepada anggota KSM sebanyak 15 orang, masing–masing sebesar Rp. 400.000,00. Ternyata oleh Kepala Dukuh seluruh dana pinjaman tersebut dibagikan kepada 25 orang, masing–masing sebesar RP. 200.000,00., sedangkan sisanya sebanyak Rp 1.000.000,00 digunakan sendiri oleh Kepala Dukuh. Sampai Bulan Maret 2005, 25 orang peminjam tersebut telah mengangsur sebesar RP 2.240.000,00 (pokok) dan RP 428.000,00 (bunga), sedangkan Kepala Dukuh belum pernah mengangsur sama sekali.
Dari kejadian tersebut anggota KSM ‘S’ enggan mengangsur pinjamannya, sehingga tunggakan KSM ‘S’ per 31 Maret 2005 sebesar RP 3.760.000,00 (pokok) dan Rp 772.000,00 (bunga).
Bahan Bahan Bacaan Bacaan| |Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 121 121
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Tulislah dalam kertas plano hal – hal di bawah ini, sebelum pelatihan dimulai sebagai Media Bantu untuk menjelaskan dan memberikan penegasan kepada peserta Mengapa BKM/LKM diperlukan
Selama ini pembangunan didominasi oleh pihak luar Maka masyarakat tidak terlibat , hanya menjadi objek Masyarakat menjadi lemah Terjadi perpecahan dalam masyarakat ke dalam golongan – golongan (kaya – miskin, kaum elite, kewilayahan dsb) Setiap golongan mementingkan diri dan kelompoknya masing – masing, tidak peduli lagi pada kelompok yang lain Maka lunturlah kebersamaan , kepedulian, dan sebagainya Makin memiskinkan orang miskin, karena golongan ini selalu terpinggirkan termasuk perempuan miskin di dalamnya. Diperlukan motor penggerak untuk menumbuhkan kembali gerakkan kebersamaan Motor penggerak yang berupa kepemimpinan kolektif dan berlandaskan nilai – nilai kemanusiaan.
Pengertian BKM/LKM
BKM/LKM adalah nama generik (umum), jadi namanya bisa dengan nama lain asal mempunyai misi dan fungsi yang sama Boleh merupakan lembaga bentukan baru atau menggunakan lembaga yang ada sejauh prinsip – prinsip dan nilainya tidak menyimpang Merupakan pimpinan kolektif dari organisasi masyarakat warga Anggota pimpinan kolektif adalah pribadi – pribadi yang dipercaya warga berdasarkan nilai – nilai kemanusiaan Anggota BKM/LKM dipilih oleh warga, berdasarkan kriteria sifat – sifat baik yang disepakati oleh warga Proses pengambilan keputusan dalam BKM dilakukan secara kolektif dan dilandasi oleh musyawarah
Misi BKM/LKM
Membangun modal sosial dengan menumbuhkan kembali nilai – nilai kemanusiaan.
Fungsi BKM/LKM
Menjadi motor penggerak gerakkan kolektif (bersama) masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan.
122 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 122 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Apa itu Modal Sosial
Kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan bersama Kemampuan ini akan muncul dari kepercayaan umum di dalam masyarakat
Modal Sosial yang harus ditumbuhkan oleh BKM/LKM
Kerjasama Kerjasama Kerjasama Kerjasama
dan kepercayaan di antara anggota BKM/LKM dan kepercayaan antara anggota BKM/LKM dengan masyarakat dan kepercayaan antar anggota masyarakat antara BKM/LKM dengan pihak luar
Menumbuhkan kerjasama dan kepercayaan di antara anggota
Merumuskan semua keputusan bersama, meminimalkan kepentingan individu Menjalin dialog terbuka, saling memberikan informasi, saling menghargai antar anggota Informasi disajikan secara transparan temasuk menyangkut keuangan
Menumbuhkan masyarakat
kerjasama
dan
kepercayaan
antara
BKM/LKM
dengan
Menjalankan tugas dengan jujur dan adil, prioritas berdasarkan kebutuhan nyata masyarakat Tidak mencari keuntungan pribadi Tidak memihak kepada kelompok tertentu, memberi kesempatan kepada semua warga untuk terlibat (partisipasi) Memberikan informasi kegiatan BKM/LKM, transparansi keuangan dan informasi lain melalui papan info dan media lainnya Mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan dan kegiatan lain (akuntabilitsas), melalui rapat tahunan dan rapat istimewa apabila diperlukan
Menumbuhkan kerjasama dan kepercayaan antar warga masyarakat
Menumbuhkan kepedulian warga, melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan program (perumusan masalah, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi) Menggalang kegiatan – kegiatan yang bisa menumbuhkan kebersamaan baik melalui KSM atau kepanitiaan.
Menumbuhkan kerjasama antara BKM/LKM dengan pihak luar
Menginformasikan kegiatan BKM/LKM, UP dan KSM kepada pihak luar Mencari dan bermitra untuk mengembangkan program sesuai PJM Pronangkis dengan pihak luar (Dinas, lembaga swasta, Perguruan Tinggi, LSM dll). Mencari dukungan dana dari pihak luar untuk pelaksanaan PJM Pronangkis Mencari dukungan dari pihak Pemda setempat (kelurahan, Kecamatan, Kabupaten) dengan mendorong diakomodirnya PJM Pronangkis dalam Musrenbang. Bekerjasama dengan BKM/LKM dari Kelurahan/Desa lain dalam Forum BKM/LKM
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 123 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 123
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Beberapa Pertanyaan Mengenai BKM /LKM 1) Apakah BKM/LKM itu ?
Jawab : BKM/LKM adalah dewan pimpinan kolektif masyarakat warga penduduk kelurahan/desa yang menggerakkan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. 2) Apakah hakekat BKM/LKM ?
Jawab : Sebagai lembaga BKM/LKM adalah representasi masyarakat warga penduduk kelurahan. 3) Siapakah pemilik BKM/LKM ?
Jawab : BKM/LKM sebagai dewan pimpinan kolektif adalah milik seluruh penduduk kelurahan yang bersangkutan. 4) Apakah bukti atau indikator kepemilikan tersebut
Jawab : BKM/LKM didirikan dan anggotanya dipilih oleh warga penduduk kelurahan yang bersangkutan dan bertanggung jawab kepada warga penduduk kelurahan, warga berhak bertanya dan mendapatkan informasi mengenai semua keputusan dan kegiatan BKM/LKM serta situasi keuangan yang di percayakan ke BKM/LKM. 5) Apakah dan bagaimana kedudukan BKM/LKM ditengah masyarakat kelurahan ?
Jawab BKM/LKM berkedudukan sebagai lembaga pimpinan masyarakat warga penduduk kelurahan dan merupakan lembaga pengendali kegiatan penanggulangan kemiskinan di kelurahan yang bersangkutan, yang posisinya di luar institusi pemerintah, militer, agama, pekerjaan dan keluarga. 6) Siapa saja yang berhak duduk di BKM/LKM
Jawab Semua penduduk kelurahan yang bersangkutan, terpilih dan memenuhi kriteria dasar yang telah ditentukan dalam pemilihan anggota BKM/LKM secara berjenjang tanpa pencalonan dan tanpa kampanye. Bukan perwakilan unsur-unsur masyarakat sebab BKM/LKM tidak mengenal partisan, boleh perempuan/laki-laki, tua/muda
124 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 124 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
7) Anggota BKM/LKM terpilih sebenarnya mewakili apa/siapa ?
Jawab : Oleh sebab anggota BKM/LKM dipilih berdasarkan sifat-sifat baik yang dimiliki maka sebenarnya yang dia wakili adalah sifat-sifat baik itu sendiri dalam mengendalikan kegiatan penangulangan kemiskinan di kelurahan/desanya. Artinya bila ternyata dalam pelaksanaannya (pada saat dia memerankan fungsinya sebagai anggota BKM/LKM) dia tidak mampu menunjukkan/merepresentasikan sifat-sifat baik tersebut maka dia harus diganti/diturunkan 8) Apakah bentuk organisasi BKM/LKM dan bagaimana legitimasi BKM/LKM Berbentuk dewan-kah dimana tidak ada kekuasaan absolut pada individu (kepala/ketua) sehingga keputusan harus diambil secara kolektif atau hirarki-kah dimana kekuasaan absolut ada pada kepala/ketua dan dari mana BKM/LKM memperoleh legitimasinya
Jawab : Berbentuk dewan, jadi tidak ada kekuasaan absolut ditangan satu orang; ketua/kepala/koordinator. Artinya keputusan BKM/LKM merupakan keputusan kolektif lembaga. Anggota BKM/LKM tidak saja dipilih oleh masyarakat penduduk kelurahan masing-masing tetapi juga memperoleh legitimasinya dari masyarakat penduduk kelurahan yang telah memilih dan mempercayai mereka sebagai pimpinan kolektif. 1) Mungkinkah proyek penanggulangan kemiskinan di kelurahan yang ditangani oleh orang-orang yang tidak jujur, tidak adil dan penuh kepentingan pribadi (vested interest), dsb dapat berhasil?
Jawab : Tidak mungkin berhasil karena tidak ada ketulusan, dedikasi dan pengabdian karena kepentingan pribadi/golongan diutamakan sehingga yang terjadi adalah kebocoran, salah sasaran, penipuan dgn berbagai dalih, KKN dan ketidak adilan terus menerus 2) Mungkinkah keputusan-keputusan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai luhur membuahkan kebaikan dan bermanfaat untuk si miskin ?
Jawab : Tidak mungkin karena yang terjadi justru sebaliknya menimbulkan perpecahan yang menyebabkan kehancuran modal sosial sehingga pada gilirannya memperparah kemiskinan 3) Secara umum mungkinkah orang-orang yg tidak menerapkan nilai-nilai luhur dlm hidupnya sehari-hari menghasilkan keputusan yang bernilai luhur, adil, kesetaraan, mengutamakan yang lemah, dsb dan bermanfaat bagi kaum miskin ?
Jawab : Bila BKM/LKM terdiri dari orang-orang yang tidak menerapkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan mereka sehari-hari maka yang akan terjadi adalah kehancuran karena perbuatan baik yang bukan dilandasi oleh hati nurani yang murni akan dengan cepat luntur sehingga kehancuran hanya soal waktu saja 4) Jadi tantangan kita adalah menemukan orang-orang baik dan murni (ikhlas) tersebut di atas. Coba diskusikan apakah nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh orang-orang baik dan murni ini sebenarnya sudah ada di masyarakat tetapi tertutup oleh polusi asap kehidupan atau harus diperkenalkan dari luar oleh proyek ?
Bahan Dasar BahanBacaan Bacaan| Pelatihan | Pelatihan DasarBKM/LKM BKM/LKM 125 125
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Jawab : Pada dasarnya manusia adalah baik, diciptakan sempurna sebagai mahluk yang paling luhur oleh Sang Pencipta Yang Maha Agung, tetapi sering kali situasi lingkungan yang dibuat oleh ulah manusia menyebab sifat-sifat baik ini tidak dapat muncul. Artinya bila peluang untuk berbuat baik juga diberikan sama besarnya maka lebih banyak orang baik akan muncul karena pada dasarnya orang memang baik, rindu untuk jadi baik, rindu untuk dikenal sebagai orang baik, jadi tantangan kita menemukan orang baik dan murni (ikhlas) tersebut dengan membuka peluang berbuat baik tersebut seperti misalnya relawan, kepedulian, pengorbanan, dsb. Bukan menciptakan orang baik dan murni (ikhlas) seolah-olah orang baik dan murni (ikhlas) hanya kita. Sering kali juga orang-orang baik dan murni (ikhlas) ini dalam keadaan tidak berdaya untuk mewujudkan kebaikannya, jadi tantangan kita adalah bukan hanya agar orang paham akan nilai moral melainkan juga mampu (kapabel) melakukannya. Sikap yang harus diambil menghadapi situasi ini adalah memberdayakan manusia untuk memulihkan kembali keberdayaan manusia sehingga menjadi manusia seutuhnya yang sarat dengan nilai-nilai luhur universal sebagai pantulan Sang Pencipta dan mampu bertindak mengamalkan nilai-nilai luhur tersebut (moral capability). 5) Lembaga apakah yang sesuai (atau yang sudah ada), yg memberi kesempatan orang-orang berkwalitas yg menerapkan nilai-nilai luhur dalam hidupnya dapat duduk sebagai pimpinan dan menangani penanggulangan kemiskinan sebagai representasi masyarakat serta mendapatkan legitimasi dari masyarakat ? Jadi lembaga yang pemilihan anggotanya didasarkan perbuatan baik (rekam jejak) bukan janji.
Jawab : Sampai saat ini sistem pemilihan pemimpin suatu lembaga masyarakat yang kecil (seperti kelurahan) lebih didasarkan atas kepentingan elit penguasa, popularitas, kemampuan intelektual dsb yang akhirnya untuk dapat mengoperasikan demokrasi, pemilihan dilakukan dengan pencalonan dan kampanye (janji). Dalam hal BKM/LKM sistem pemilihan anggota BKM/LKM yang didasarkan atas rekam jejak nilai-nilai luhur yang hanya dapat dilihat/dibuktikan dari perilaku sehari-hari dari orang yang akan dipilih, karena memang wilayahnya kecil dan saling kenal. Lebih lanjut lembaga BKM/LKM beroperasi berdasarkan mandat dan legitimasi dari masyarakat dan bukan surat keputusan pejabat yang bila dicabut maka lembaga tersebut juga kehilangan legitimasinya. Dalam tautan BKM/LKM semua bentuk legalisasi hanyalah pengukuhan terhadap legitimasi masyarakat basis kelurahan yang sudah terlebih dahulu diberikan.
126 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 126 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Badan Keswadayaan Masyarakat dan Modal Sosial Marnia Nes Dalam proses pengorganisasian masyarakat untuk mengenali masalah (kebutuhan) dan melakukan upaya pemecahan masalah, intervensi yang dilakukan PNPM Mandiri Perkotaan adalah dengan menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya membangun organisasi masyarakat warga.Organisasi masyarakat yang dimaksud adalah adalah organisasi dan lembaga yang dibangun (ataupun dimampukan) oleh masyarakat yang didorong oleh kebutuhan untuk menanggulangi persoalan bersama yaitu kemiskinan secara terorganisasi dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan di wilayah mereka misalnya BKM/LKM, Kelompok Kemitraan, UPK, KSM, Forum BKM/LKM dan lain-lain. Penggunaan istilah pembangunan dimaksudkan bahwa organisasi dan lembaga masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan tersebut terbentuk melalui serangkaian proses kegiatan dan kesepakatan yang dilandasi oleh kesadaran kritis masyarakat terhadap persoalan dan potensi mereka serta pemahaman akan makna organisasi masyarakat warga. Pada dasarnya pengorganisasian masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan menganut paham bahwa pengorganisasian masyarakat merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran kritis masyarakat akan kondisi yang dihadapi bersama termasuk persoalan, potensi dan peluangnya, sehingga kalau kemudian masyarakat membangun suatu wadah, maka hal tersebut terjadi akibat masyarakat yang berorganisasi sehingga muncul kebutuhan wadah organisasi. Membangun BKM/LKM Persoalannya wadah organisasi yang bagaimana yang paling cocok dengan tujuan PNPM Mandiri Perkotaan?. Organisasi dalam PNPM Mandiri Perkotaan adalah organisasi masyarakat warga yang dinamai secara generik sebagai BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) atau LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat). Organisasi masyarakat warga ini dibangun dan dibubarkan atas dasar kesepakatan warga penduduk kelurahan yang bersangkutan sehingga mampu mempertahankan kemerdekaan dan otonominya terhadap berbagai lembaga yang ada. Hal ini penting karena merupakan sifat dasar suatu organisasi masyarakat warga, oleh sebab itu benar-benar dimiliki oleh seluruh warga, dan bukan dimiliki sekelompok unsur/ perwakilan atau pihak-pihak diluar masyarakat. Pembangunan BKM/LKM haruslah didasarkan atas kebutuhan warga masyarakat. PNPM Mandiri Perkotaan mengajak masyarakat belajar menemukan kebutuhan akan organisasi masyarakat melalui refleksi – refleksi, yaitu :
Refleksi Kemiskinan, untuk menemukenali penyebab kemiskinan termasuk pola – pola pengambilan keputusan dalam masyarakat, dan keterlibatan warga miskin di dalamnya.
Refleksi Kelembagaan, untuk mengkaji lembaga – lembaga masyarakat yang ada apakah sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat memahami substansi Organisasi Masyarakat Warga sebelum organisasi tersebut dibentuk, dimana keputusan masyarakat untuk kebutuhan pembangunan lembaga baru hanya bisa dilakukan apabila masyarakat memahami substansi dan organisasi masyarakat warga termasuk peran strategis, azas dan
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 127 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 127
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
prinsip serta posisi, tugas dan fungsinya. Ini berarti bahwa sebelum keputusan pembangunan organisasi masyarakat warga, termasuk lembaga-lembaga yang dibutuhkan untuk mengelola organisasi tersebut ditetapkan, telah dilakukan kegiatan sosialisasi secara intensif mengenai makna subtansif Organisasi Masyarakat Warga. Kebutuhan pembangunan organisasi dan lembaga masyarakat harus atas dasar penilaian warga masyarakat sendiri, tidak diatasnamakan atau diwakilkan kepada sekelompok orang atau sekelompok unsur/ perwakilan masyarakat tertentu. Fokus utama penggalian dan penjagaan kebutuhan masyarakat terutama pada aspirasi dari masyarakat miskin dan perempuan.
Refleksi kepemimpinan, sebagai penyadaran kritis terhadap kriteria pemimpin yang akan dipilih dan menjadi motor penggerak dalam BKM/LKM dan pembangunan masyarakat kelurahan.
Kerangka aturan main disusun bersama oleh warga masyarakat. Konsekuensinya pembahasan aturan main dan tata nilai organisasi masyarakat, misalnya AD/ ART, harus dibahas terlebih dahulu oleh warga masyarakat, karena menyangkut kepentingan dan kebutuhan seluruh warga sendiri. Aturan dasar organisasi masyarakat warga tidak dapat dibicarakan atau disepakati oleh hanya sekelompok orang atau malah perwakilan unsur dengan mengatasnamakan seluruh masyarakat
Melibatkan masyarakat seluas mungkin, khususnya masyarakat miskin dan termiskin, dalam keseluruhan proses pembangunan organisasi dan kelembagaan, sejak tahap penilaian lembaga yang ada, pembahasan aturan dasar, pemilihan anggota dan lain-lain.
Kriteria dan Pemilihan Pemimpin Kolektif BKM/LKM Dalam menentukan kriteria pemimpin, masyarakat diajak berdiskusi melalui FGD – FGD kepemimpinan dengan menggunakan beberapa tools yang sudah disiapkan berupa pertanyaan – pertanyaan kritis untuk menemukan bahwa pemimpin dipilih bukan atas golongan, jabatan, jenis kelamin dan lainnya akan tetapi berdasarkan kepada sifat – sifat baik. Dari diskusi yang berkembang biasanya masyarakat menemukan bahwa kriteria pemimpin yang diharapkan adalah yang jujur, adil, peduli dan ikhlas sedangkan kriteria yang menyangkut kemampuan intelektual biasanya tidak menjadi prioritas. Orang – orang yang mempunyai sifat – sifat baik, biasanya ditentukan atau bisa diidentifikasi dari ‘ rekam jejak’ sikap perilakunya sehari – hari. Oleh karena itu dalam pemilihan anggota BKM/LKM sebagai pemimpin dari organisasi masyarakat warga dilakukan dari mulai komunitas terkecil seperti RT, karena hanya orang – orang yang mengenal dari dekat yang tahu sikap perilaku seseorang sehari – hari. Proses pemilihan anggota BKM/LKM juga tidak melalui pencalonan dan kampanye, karena biasanya orang –orang yang mempunyai kriteria seperti disebutkan di atas tidak suka menyombongkan diri dan dengan sengaja ingin dipilih. Selain itu kampanye dan pencalonan seringkali tidak memberikan kesempatan yang luas kepada semua warga untuk ‘muncul’ sebagai pemimpin. Orang yang dicalonkan oleh kelompok tertentu, pada saat terpilih harus menyuarakan aspirasi kelompok yang diwakilinya sehingga menyebabkan ketidakadilan dalam pengambilan keputusan. Anggota kepemimpinan kolektif BKM/LKM bukanlah perwakilan golongan, akan tetapi merupakan perwakilan dari nilai – nilai (sifat – sifat baik). Dengan demikian mereka bertanggungjawab untuk mengambil keputusan berdasarkan sifat – sifat baik tadi,sehingga yang bisa menurunkan mereka dari jabatannya adalah pengingkaran terhadap sifat – sifat baiknya. Untuk menjamin orang – orang baik yang muncul sebagai pemimpin kolektif, proses pemilihan dilakukan sebagai berikut :
128 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM BKM/LKM 128 Bahan Bahan Bacaan Bacaan | | Pelatihan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Pemilihan di tingkat akar rumput , dilakukan di tingkat RT atau komunitas terkecil. Warga masyarakat yang mempunyai hak pilih (warga dewasa), diminta untuk menuliskan 3 – 5 nama yang menurut mereka sesuai dengan kriteria yang telah disepakati bersama pada saat refleksi kepemimpinan. Apabila sudah selesai maka dilakukan penghitungan suara di depan seluruh pemilih dan ditentukan siapa yang akan masuk ke putaran pemilihan tingkat desa/kelurahan. Penentuan jumlah yang akan masuk ke pemilihan tingkat kelurahan/desa sudah ditentukan sebelumnya dalam proses penyusunan tata tertib pemilihan.
Pemilihan di tingkat kelurahan/desa. Semua orang yang sudah terpilih dalam komunitas terkecil menjadi calon di tingkat kelurahan/desa dan mempunyai hak pilih dan dipilih. Masing – masing calon diberi hak untuk menuliskan 3 – 5 nama yang dipilih dari daftar semua calon yang masuk ke tingkat kelurahan/desa.
Dengan pemimpin kolektif yang mempunyai kriteria sifat – sifat baik, diharapkan akan memunculkan keputusan yang adil dan didasarkan pada keikhlasan dan kejujuran, sehingga menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga dan pemimpin. Kepercayaan merupakan modal yang sangat berharga bagi BKM/LKM, dengan kepercayaan, swadaya dan keterlibatan masyarakat bisa digalang dengan lebih mudah, di pihak lain juga akan menumbuhkan kepercayaan pihak luar untuk bermitra dan berjaringan dengan BKM/LKM dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Modal Sosial : Modal BKM/LKM dalam Menanggulangi Kemiskinan Apa Ikatan Sosial dan Modal Sosial itu? Sebuah komunitas terbangun karena adanya ikatan – ikatan sosial di antara anggotanya. Kita sering mendengar komunitas petani, komunitas tukang becak, perkumpulan nelayan, asosiasi insinyur dan sebagainya. Komunitas warga kelurahan merupakan ikatan sosial di antara semua warga kelurahan yang terdiri dari individu–individu dan atau kelompok – kelompok yang berinteraksi dalam sebuah hubungan sosial yang didasarkan kepada suatu tujuan bersama. Komunitas masyarakat kelurahan bisa digambarkan sebagai berikut :
BahanBacaan Bacaan| Pelatihan | Pelatihan DasarBKM/LKM BKM/LKM 129 129 Bahan Dasar
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Semua masyarakat kelurahan satu sama lain pasti saling berhubungan, hanya saja kualitas hubungan di antara masing – masing warga akan sangat berlainan. Kualitas ikatan sosial akan terbangun apabila di antara warga saling berinteraksi pada waktu yang relatif lama dan mendalam. Biasanya kualitas ikatan sosial tadi akan lebih baik apabila sesama warga tergabung untuk melakukan kegiatan – kegiatan bersama dalam berbagai kelompok atau organisasi atau kegiatan kegiatan yang sifatnya sesaat. Modal dasar dari adanya ikatan sosial yang kuat adalah adanya kerjasama di antara anggota kelompok atau organisasi dalam hal komunitas kelurahan ikatan sosial akan terbangun apabila ada kerjasama di antara semua warga masyarakat. Kerjasama akan terbangun dengan baik apabila berlandaskan kepercayaan di antara para anggotanya.
Kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan bersama di dalam berbagai kelompok dan organisasi disebut MODAL SOSIAL. Kemampuan bekerjasama muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian – bagian paling kecil dalam masyarakat. Modal sosial bisa dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam kelompok yang paling kecil ataupun dalam kelompok masyarakat yang besar seperti negara.
Masyarakat yang mempunyai modal sosial yang kuat adalah masyarakat yang guyup (Jawa) dan dinamis. Di Indonesia modal sosial yang paling menonjol adalah gotong royong yang dalam masa sekarang terutama di daerah perkotaan sudah mulai luntur.
Untuk apa menumbuhkan modal sosial?
130 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 130 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Kemampuan komunitas atau kelompok – kelompok untuk bekerjasama dan menumbuhkan kepercayaan baik di antara anggota – anggotanya maupun dengan pihak luar merupakan kekuatan yang besar untuk bekerjasama dan menumbuhkan kepercayaan pihak lain, karena itulah disebut ‘modal sosial’. Jika warga masyarakat saling bekerjasama dan saling percaya yang didasarkan kepada nilai – nilai universal yang ada , maka tidak akan ada sikap saling curiga, saling jegal, saling menindas dan sebagainya sehingga ketimpangan – ketimpangan antara kelompok yang miskin dengan yang kaya akan bisa diminimalkan. Di pihak lain komunitas kelurahan yang kuat dan mempunyai modal yang layak dipercaya akan memudahkan jaringan kerjasama dengan pihak luar.
Bagaimana Membangun Kepercayaan? Kepercayaan tidak akan tercapai dengan sendirinya, memerlukan proses untuk membangun kepercayaan secara terus menerus. Untuk menumbuhkan kepercayaan setiap kelompok (komunitas) paling tidak membutuhkan 4 hal yang mendasar, yaitu :
Penerimaan
Sejak awal hubungan, setiap orang membutuhkan jaminan bahwa mereka diterima sepenuhnya, termasuk rasa aman untuk mengemukakan pendapat dan berkontribusi dalam kegiatan kelompoknya. Membutuhkan suasana saling menghargai untuk tumbuhnya penerimaan dalam kelompok, sehingga kelompok tersebut akan tumbuh menjadi komunitas yang kuat. Dalam perkembangan ikatan sosial sebuah komunitas, saling mengenal dengan baik merupakan awal dari tumbuhnya komunitas tersebut, kepercayaan tidak akan tumbuh terhadap orang baru dengan begitu saja, perlu pembuktian dalam sikap dan perilaku masing–masing dalam waktu yang relatif lama. Sikap dan perilaku yang berdasarkan kepada nilai–nilai universal yang diyakini sebagai nilai yang berlaku di seluruh tempat di dunia seperti jujur, adil, kesetiaan, saling melindungi di antara sesama semua warga komunitas. Apabila salah satu warga melakukan kecurangan, maka kepercayaan terhadap orang tersebut otomatis akan luntur.
Berbagi Informasi dan Kepedulian
Setiap orang yang berhubungan dalam satu komunitas, agar bisa memecahkan masalah bersama, membutuhkan informasi mengenai : Kehidupan, pengalaman, gagasan, nilai masing–masing. Masalah–masalah yang dianggap penting dalam kehidupan mereka. Untuk menumbuhkan kepercayaan,pertukaran informasi yang diberikan di antara warga haruslah informasi yang jujur dan terbuka. Informasi yang diberikan tidak akan berarti apabila dalam hubungan–hubungan tadi tidak didasari kepedulian. Setiap warga yang berhubungan dalam masyarakat akan menggunakan dan terlibat untuk memecahkan masalah di lingkungannya apabila ada kepedulian di antara mereka. Apabila warga masyarakat mempunyai kemampuan dan kemauan saling berbagi, saling peduli , maka kepentingan–kepentingan individu akan mengalah kepada kepentingan–kepentingan komunitas kelompok.
Menentukan Tujuan
Kebutuhan yang ketiga adalah untuk menentukan tujuan bersama. Setiap anggota (warga) tidak akan tertarik dan memberikan komitmen yang dibutuhkan apabila tidak terlibat dalam perumusan tujuan. Proses pengambilan keputusan akan menentukan komitmen warga dalam pelaksanaan pemecahan masalah bersama.
Pengorganisasian dan Tindakan
Bahan Pelatihan Dasar BahanBacaan Bacaan| | Pelatihan DasarBKM/LKM BKM/LKM 131 131
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Pada tahap awal dalam menentukan tujuan yang hendak dicapai oleh seluruh anggota (warga masyarakat), memastikan ada yang akan bertanggung jawab untuk menggerakan semua kegiatan untuk mencapai tujuan, untuk itu diperlukan seorang atau sekelompok pemimpin. Dalam organisasi, kelompok, atau komunitas warga masyarakat peranan sikap dan perilaku pemimpin sangat dominan untuk menumbuhkan kepercayaan anggotanya. Perilaku pemimpin yang jujur, adil, peduli dan melindungi anggotanya (warga), akan menumbuhkan kepercayaan dari semua unsur komunitasnya. Setelah tujuan ditetapkan, harus ada perencanaan untuk melaksanakan keputusan–keputusan yang sudah dibuat. Adalah penting untuk mengetahui kebutuhan–kebutuhan apa yang dirasakan oleh anggotanya untuk memecahkan masalah.Untuk itulah perlunya keterlibatan (partisipasi) warga masyarakat dalam proses menemukenali masalah (kebutuhan) mereka yang akan menjadi dasar perencanaan.Kebutuhan yang ditentukan oleh pemimpin tanpa melibatkan warga masyarakat, sering tidak menjawab masalah yang sebenarnya ada sehingga dapat menghilangkan kepercayaan warga kepada niat baik pemimpinnya. Untuk memastikan bahwa rencana yang sudah dibuat efektif dalam pelaksanaannya, dan semua orang melaksanakan yang menjadi tanggung jawabnya maka harus dilakukan pemantauan dan evaluasi secara terbuka dengan semua warga.
Bagaimana BKM/LKM membangun modal sosial? BKM/LKM , sebagai dewan pimpinan kolektif , yang bertanggung jawab untuk menggerakan potensi warga masyarakat kelurahan untuk menanggulangi kemiskinan, mempunyai tugas untuk membangun modal sosial di wilayahnya. Modal sosial yang dibangun akan menjadi modal (potensi) yang sangat besar bagi seluruh warga kelurahan untuk berjaringan di antara sesama warga, maupun dengan pihak luar.
Modal sosial yang harus dibangun oleh BKM/LKM: Menumbuhkan kerjasama kepercayaan di antara anggota BKM/LKM Menumbuhkan kepercayaan BKM/LKM dengan warga masyarakat Menumbuhkan kerjasama kepercayaan antar kelompok masyarakat
dan antara dan
Menumbuhkan kerjasama dan kepercayaan antara BKM/LKM dengan pihak luar
Menumbuhkan kepercayaan anggota BKM/LKM
di
antara
Keterbukaan dan kejujuran di antara anggota
132 Pelatihan Dasar 132 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar BKM/LKM BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN BKM/LKM, merupakan unsur yang paling penting untuk bekerjasama. Oleh karena itu BKM/LKM harus menerapkan pola – pola hubungan yang jujur dan terbuka, dengan cara: Merumukan semua keputusan dan tindakan bersama, tidak ada anggota yang memutuskan sendiri berdasarkan kepentingannya. Menjalin dialog terbuka dengan diskusi – dikusi secara berkala, saling memberikan informasi dan bertukar pengalaman. (transparansi informasi) Mencatat semua kegiatan yang dilakukan dan informasi yang diterima, agar semua anggota bisa mengakses informasi tersebut. (transparansi informasi) Memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota untuk berpendapat dan mengemukakan perasaan – perasaannya dalam suasana saling menghargai.
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 133 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 133
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Menumbuhkan kerjasama dan kepercayaan antara BKM/LKM dengan masyarakat
Sebagai pemimpin kolektif dari masyarakat warga, BKM/LKM harus mendapat kepercayaan warganya. Untuk kepentingan tersebut, BKM/LKM harus mengembangkan pola – pola hubungan yang timbal balik antara BKM/LKM dengan masyarakat. Beberapa cara menumbuhkan kepercayaan masyarakat yang bisa dilakukan oleh BKM/LKM adalah: Menjalankan tugas yang diamanahkan oleh masyarakat dengan pengelolaan yang jujur dan adil. Adil bukan berarti bagi rata, akan tetapi menentukan prioritas berdasarkan kebutuhan yang nyata, bukan untuk kepentingan pribadi. Contohnya dalam menentukan penerima manfaat langsung, harus berdasarkan data KK miskin berdasarkan hasil PS, bukan atas dasar kekeluargaan atau kedekatan. Tidak mencari keuntungan pribadi, akan tetapi menjalankan tugas dan tanggung jawab semata – mata untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Mampu melindungi masyarakatnya (terutama warga miskin), tidak memihak kepada kelompok tertentu akan tetapi memberikan kesempatan kepada semua warga untuk terlibat dalam keseluruhan kegiatan. Memberikan kesempatan seluas – luasnya kepada warga mayarakat untuk berpartisipasi dalam proses dari menemukenali masalah (refleksi kemiskinan dan pemetaan swadaya,merencanakan (menyusun PJM) dan monitoring evaluasi kegiatan, walaupun keputusan terakhir BKM/LKM yang menentukan sebagai pengambil kebijakan. Memberikan informasi mengenai kegiatan BKM/LKM, keuangan dan informasi lain yang dibutuhkan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi tanggung jawab BKM/LKM (transparansi). Transparansi informasi tersebut bisa melalui informasi terbuka di kantor BKM/LKM, papan pengumuman yang ditempatkan di tempat strategis, rapat tahunan atau rapat lain apabila diperlukan, melalui media warga dan sebagainya. Mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan dengan audit independen dan mensosialisasikannya kepada warga masyarakat melalui papan informasi dan media warga lainnya ,kegiatan – kegiatan yang dilakukan dalam rapat pertanggungjawaban dan kebijakan yang dikeluarkan (akuntabilitas).
Menumbuhkan kerjasama dan kepercayaan antar warga masyarakat
Dalam mencapai tujuan penanggulangan kemiskinan, masyarakat tidak bisa bergerak sendiri – sendiri, akan tetapi perlu kerjasama di antara mereka. Untuk dapat bekerjasama diperlukan hubungan sosial yang kuat dan guyup (Jawa). Oleh karena itu BKM/LKM perlu menggerakan modal sosial di masyarakat dengan menciptakan hubungan – hubungan tadi dengan berbagai cara di antaranya : Menumbuhkan kepedulian warga dengan menggerakan kesadaran kritis masyarakat terhadap permasalahan bersama terutama yang menyangkut kemiskinan dengan cara melakukan refleksi kritis dengan berbagai pihak, misal melalui Komunitas Belajar Kelurahan; melibatkan seluruh unsur masyarakat di dalam setiap tahapan program dari mulai identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring evaluasi. Menggalang kegiatan yang bisa menumbuhkan kebersamaan melalui kelompok – kelompok seperti KSM, sehingga KSM dibentuk bukan hanya sekedar untuk kepentingan pencairan dana BLM akan tetapi menjadi sarana kegiatan bersama. Saling menghargai, saling percaya di antara anggota kelompok akan tumbuh apabila kelompok tersebut dibangun dalam suasana keterbukaan, kejujuran, keikhlasan dan saling peduli di antara anggotanya. Dalam kelompok yang seperti ini yang menjadi hal utama adalah tujuan kelompok bukan tujuan pribadi. Kejujuran dalam
134 Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM 134 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN pengelolaan KSM juga akan menjadi modal untuk dapat dipercaya oleh kelompok masyarakat yang lain baik warga kelurahan setempat atau pihak lain, sehingga kemungkinan untuk bermitra dengan berbagai pihak menjadi sangat terbuka. Misal: pengembalian dana bergulir dari KSM, akan menumbuhkan kepercayaan dari warga lain, juga BKM/LKM terhadap KSM tersebut.
Menumbuhkan kerjasama antara BKM/LKM dengan pihak luar
Apabila kerjasama dan kepercayaan dalam ketiga hal di atas dapat terwujud, hal tersebut merupakan modal bagi BKM/LKM untuk dapat dipercaya oleh pihak luar. Apabila kepercayaan pihak luar sudah tumbuh, merupakan keniscayaan bagi para pihak baik itu lembaga swasta, pemerintah maupun individu–individu untuk mau bermitra dengan BKM/LKM. BKM/LKM yang menjunjung tinggi kejujuran, keterbukaan, keadilan, tidak mementingkan kepentingan pribadi dan bekerja untuk kepentingan penanggulangan kemiskinan merupakan modal sosial yang sangat besar untuk dapat memperoleh kepercayaan dari berbagai pihak baik masyarakat kelurahan maupun pihak luar. Dengan demikian modal sosial ini akan menjadi modal yang sangat penting untuk mengembangkan jaringan dengan berbagai pihak, sehingga masyarakat dapat semakin maju dan sejahtera.
BahanBacaan Bacaan| Pelatihan | Pelatihan DasarBKM/LKM BKM/LKM 135 135 Bahan Dasar
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
BKM SEBAGAI LEMBAGA PIMPINAN KOLEKTIF MASYARAKAT WARGA Parwoto PENDAHULUAN
I.
1. Sadar tidak sadar proses pembangunan yang dilaksanakan sampai saat ini telah membentuk polapola kemasyarakatan yang cenderung terkotak-kotak baik berdasarkan penghasilan, suku/ras, agama, politik, dsb. Situasi ini sebenarnya sangat tidak kondusif untuk pembangunan itu sendiri yang pada hakekatnya menuntut adanya kesatuan dan persatuan berdasarkan kewargaan. Lebih lanjut situasi ini juga memudarkan kepemimpinan yang berakar pada masyarakat, sehingga sulit sekali ditemukan pemimpin masyarakat yang sejati, yang banyak muncul adalah pemimpin golongan/kelompok yang justeru secara konseptional memperkuat polarisasi masyarakat dan menghasilkan keputusan-keputusan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai moral yang universal, hal ini terlihat dimana keputusan yang dihasilkan lebih untuk kepentingan kelompok tertentu saja yang pada akhir menyebabkan terjadinya bias pembangunan dengan korbannya adalah rakyat kecil. 2. PNPM Mandiri Perkotaan sebagai suatu program penanggulangan kemiskinan yang dalam konsepsinya dilandasi oleh keyakinan bahwa : kemiskinan adalah suatu produk atau hasil dari keputusan-keputusan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai luhur (membela yg lemah, adil, jujur, kesetaraan, dsb). perbaikan nasib kaum miskin hanya dapat dilakukan melalui perbuatan baik yang murni manusia pada dasarnya baik dan suka memberi Ditambah dengan kesadaran akan memudarnya kebersamaan dan kemampuan bertindak secara moral (moral capability) di berbagai tataran, maka PNPM Mandiri Perkotaan telah mencoba memperkenalkan pola kepemimpinan masyarakat melalui konsep BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat)/ LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat) sebagai suatu pimpinan kolektif masyarakat warga. II.
MASYARAKAT WARGA
2.1.
Apakah Masyarakat Warga
3. Yang dimaksud dengan masyarakat warga dalam hal ini adalah terjemahan umum dari civil society yang secara konsepsional dapat diuraikan sebagai berikut di bawah ini.
4. Civil society adalah himpunan masyarakat warga yang diprakarsai dan dikelola secara
mandiri oleh warga, yang secara damai berupaya memenuhi kebutuhan atau kepentingan bersama, memecahkan persoalan bersama dan atau menyatakan kepedulian bersama dengan tetap menghargai hak orang lain untuk berbuat yang sama dan tetap mempertahankan kemerdekaannya (otonomi) terhadap institusi negara, keluarga, agama dan pasar.
Civil Society is totally of self initiating and self regulating organizations, peacefully pursuing a common interest, advocating a common cause, or expressing a common passion; respecting
136 Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 136 Bahan Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN the right of others to do the same, and maintaining their relative autonomy vis-à-vis the state, the family, the temple and the market (Saad Eddin Ibrahim, Nurturing Civil Society at the World Bank, Dec 1996) 5. Secara singkat sering kali masyarakat warga dirumuskan sebagai ; Organisasiorganisasi warga yang diprakarsai dan dikelola oleh warga masyarakat yang posisinya berada diantara keluarga dan negara Civil society is generally defined as the self initiating and self regulating organizations that are situated between the household and the state 2.2.
Ciri Utama Masyarakat Warga
6. Ciri utama suatu masyarakat warga atau civil society adalah sebagai berikut.
2.3.
Adanya kesetaraan, dimana masyarakat terbentuk sebagai himpunan warga yang setara Tiap anggota atau warga berhimpun secara proaktif, yaitu telah mempertimbangkan berbagai aspek sebelum bertindak, karena adanya ikatan kesamaan (common bond) seperti antara laín kepentingan, persoalan, tujuan, dsb. Tiap anggota atau warga berhimpun secara suka rela dan bukan karena karena adanya paksaan Membangun semangat saling percaya Bekerja sama dalam kemitraan Secara damai memperjuangkan berbagai hal termasuk dalam hal ini menanggulangi kemiskinan Selalu bersikap menghargai keragaman dan hak azasi manusia sebagai dasar membangun sinergi Menjunjung nilai-nilai demokrasi, dalam konsep musyawarah, dalam setiap keputusan yang diambil Selalu mempertahankan otonomi atau kemerdekaan dari berbagai pengaruh kepentingan. Mampu bekerja secara mandiri Posisi Masyarakat Warga
7. Secara tegas dapat dikatakan bahwa masyarakat warga ini adalah himpunan warga yang posisinya : di luar institusi pemerintah di luar institusi militer di luar institusi agama di luar institusi pekerjaan atau usaha di luar institusi keluarga 8. Jadi tidak ada yang diwakili, dalam hal ini semua orang sebagai warga mewakili diri sendiri jadi semua dalam kesetaraan, meskipun mungkin saja kedudukan sehari-hari seseorang adalah kepala sekolah, yang lain tukang sapu dinas kebersihan, yang lain lagi tukang pos, guru, direktur suatu perusahaan, dokter, komandan kodim, pendeta, dsb dalam himpunan masyarakat warga berkedudukan mereka setara yaitu sesama warga. Oleh sebab itu masyarakat warga baik secara keseluruhan maupun dalam arti himpunan atau paguyuban warga setempat selalu memiliki kemerdekaan sendiri.
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 137 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 137
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
III.
BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT
3.1.
Pengertian BKM/LKM
9. Pedoman Umum PNPM Mandiri Perkotaan menguraikan tentang BKM/LKM sebagai berikut : Untuk memimpin organisasi masyarakat warga ini dipilih pimpinan kolektif yang terdiri dari pribadipribadi yang dipercaya warga berdasarkan kriteria kemanusiaan yang disepakati bersama dan dapat mewakili warga dalam berbagai kepentingan. Pimpinan kolektif warga ini kemudian secara jenerik disebut BKM/LKM. Tidak ada satupun anggota BKM/LKM yang memiliki hak istimewa dan semua keputusan BKM/LKM dilaksanakan secara kolektif melalui mekanisme Rapat Anggota BKM/LKM . Musyawarah menjadi norma utama yang mendasari semua pengambilan keputusan. 10. Sebagai pimpinan kolektif dari suatu himpunan masyarakat warga setempat BKM/LKM merupakan bagian organik dari himpunan masyarakat warga tersebut sehingga haruslah memiliki ciri-ciri yang sama dan posisinya pun sama seperti layaknya masyarakat warga itu sendiri, yaitu : di luar institusi pemerintah di luar institusi militer di luar institusi agama di luar institusi pekerjaan atau usaha di luar institusi keluarga 11. Jadi jelaslah bahwa BKM/LKM adalah suatu lembaga pimpinan kolektif dari himpunan masyarakat warga setempat (suatu kelurahan) yang anggota-anggotanya dipilih berdasarkan kriteria kemanusiaan bukan perwakilan golongan sehingga memungkinkan berperan secara penuh sebagai pemimpin masyarakat warga dan menghindarkan kecenderungan menjadi partisan. 12. Kolektifitas kepemimpinan ini penting dalam rangka memperkuat kemampuan individu untuk dapat menghasilkan dan mengambil keputusan yang lebih adil dan bijaksana oleh sebab terjadinya proses saling asuh, saling asah dan saling asih antar anggota kepemimpinan yang pada akhirnya akan menjamin terjadinya demokrasi, tanggung gugat dan transparansi. Disamping itu pola kepemimpinan kolektif ini juga merupakan disinsentif bagi para pemimpin yang justeru ingin mendapatkan kekuataan absolut di satu tangan yang pada gilirannnya akan melahirkan anarki dan tirani yang mementingkan diri sendiri sehingga memperkuat ketidakadilan. 13. BKM/LKM ini menjadi unsur strategik dalam himpunan masyarakat warga setempat yang selalu peka terhadap berbagai perubahan khususnya yang terkait dengan kemiskinan dan merumuskan jawaban-jawabannya dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur dan merencanakan perbuatan-perbuatan baik yang murni untuk dilaksanakan oleh UP – UP (unit pengelola) 14. Sebagai lembaga pimpinan BKM/LKM juga menjadi sumber energi dan inspirasi untuk membangun prakarsa dan kemandirian warga, yang secara damai berupaya memenuhi kebutuhan atau kepentingan warga bersama, memecahkan persoalan bersama dan atau menyatakan kepedulian bersama khususnya dikaitkan dengan kemiskinan dengan tetap menghargai hak pihak lain untuk berbuat yang sama dan tetap mempertahankan kemerdekaannya (otonomi) terhadap berbagai dominansi pengaruh. 15. BKM/LKM dalam posisinya sebagai pimpinan kolektif himpunan warga yang juga merupakan representasi warga yang sah dapat menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai organisasi dan lembaga lain baik setempat atau di tingkat yang lebih tinggi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh himpunan masyarakat warga setempat dengan lebih mudah dan efektif.
138 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 138 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
16. Berdasarkan keyakinan bahwa kemiskinan adalah suatu produk atau hasil dari keputusankeputusan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai luhur (membela yg lemah, adil, jujur, kesetaraan, dsb). perbaikan nasib kaum miskin hanya dapat dilakukan melalui perbuatan baik yang murni dan benar yang dimungkinkan karena manusia pada dasarnya baik dan suka memberi. Oleh sebab itu anggota BKM/LKM haruslah pejuang-pejuang nilai untuk memulihkan nilai-nilai luhur kemanusia yang sempat luntur dan membangun kembali kapital sosial di masyarakat sehingga tidak mungkin terdiri dari orang-orang bayaran (yang menerima honor untuk melakukan sesuatu) yang dalam hidupnya sehari-hari di lingkungan masyarakat tidak menerapkan nilai-nilai luhur tersebut. Umumnya bayaran justru akan melemahkan kekuatan pribadi mereka dalam upaya membangun nilai-nilai dan mempengaruhi masyarakat. Pengorbanan waktu dan pikiran justru ádalah kekuatan andalan. Oleh sebab itu anggota BKM/LKM adalah relawan-relawan sejati yang akan tetap konsisten memperjuangkan nilai-nilai luhur tersebut, ada atau tidak ada PNPM Mandiri Perkotaan, karena masing-masing anggota BKM/LKM adalah tauladan pelaku nilai. Mereka bukanlah wakil dari kelompok tetapi justru mereka adalah wakil dari nilai-nilai luhur dan bertanggung jawab kepada nilai-nilai luhur yang diyakini dan dipegangnya. Dengan kata lain untuk itulah mereka dipilih, jadi mereka dipilih karena mereka reprensentasi dari nilai-nilai luhur tersebut (jujur, dapat dipercaya, rendah hati, penuh dedikasi, adil, dsb), sehingga kalau pada saatnya mereka tidak lagi mewakili sifat-sifat/nilai-nilai luhur tersebut maka mereka sudah seharusnya turun dan diganti. BKM/LKM dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi siapapun untuk terpilih dan memilih asal mau berkorban untuk sesamanya serta menerapkan nilai nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi anggota BKM/LKM bukan suatu profesi pekerjaan, tetapi justru merupakan aktualisasi diri untuk pengabdian yang tulus dari seorang manusia sejati kepada sesamanya yang kurang beruntung. Kegagalan mendapatkan orang-orang dengan perbuatan relatif paling baik dan murni di kelurahan sudah pasti akan membuat program ini gagal. 3.2.
Bagaimana Anggota BKM/LKM Dipilih
17. Anggota BKM/LKM dipilih dari dan oleh warga masyarakat di kelurahan bersangkutan yang memenuhi kriteria kemanusiaan yang disepakati bersama (jujur, rendah hati, tanpa pamrih, misalnya) yang ditunjukkannya dalam hidupnya sehari-hari. Kriteria dasar ini harus disepakati terlebih dahulu oleh para calon pemilih (warga) dan ditetapkan sebagai aturan main dalam membentukan BKM/LKM. Konsep dasar yang dianut dalam memilih pemimpin adalah : “Lebih baik mendapat
pilihan pemimpin yang paling buruk dari kumpulan orang-orang baik dari pada mendapat pilihan pemimpin yang terbaik dari dari kumpulan orang-orang buruk”. Dengan dasar
pemikiran ini maka pemilihan anggota BKM/LKM sejak awal dilakukan melalui proses penjaringan (menyaring) orang-orang baik atau orang-orang yang memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat kemanusiaan, yang biasanya orang tersebut rendah hati, tidak suka menyombongkan diri dan tidak suka mengumbar janji-janji. Sehingga menyaring orang-orang seperti ini tentu saja tidak dapat dilakukan dengan cara KAMPANYE, tetapi harus dilakukan melalui proses konfirmasi nama-nama orang yang dapat dipercayai memiliki ciri-ciri kemanusiaan semacam itu langsung dari masyarakat. Oleh sebab itu proses pemilihan dilakukan secara khusus sebagai diuraikan di bawah. 18. Pemilihan dilakukan tanpa pencalonan dan tiap pemilih harus menulis 3 s/d 5 nama (sesuai kesepakatan warga) yang dianggap memenuhi kriteria tersebut di atas secara rahasia, dikumpulkan dan dihitung. Kemudian dipilih 9 s/d 13 nama yang mendapat perolehan suara terbanyak sebagai anggota BKMLKM/. Para anggota BKM/LKM tersebut kemudian memilih siapa diantara mereka yang akan menjabat koordinator, wakil, sekretaris. Sesuai dengan kemampuan mereka dsb.
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 139 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 139
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
19. Pemilihan atau penjaringan utusan dilakukan berjenjang dari mulai tingkat RT, RW, Dusun, dst. Yang penting pemilihan utusan harus dilakukan di tingkat dimana antar warga saling mengenal (komunitas terkecil seperti RT misalnya) karena pemilihan didasarkan atas rekam jejak (track record). Bila jumlah RT sedikit maka semua utusan yang terpilih di tingkat RT, yang jumlahnya telah disepakati sebelumnya misalnya 3 s/d 5 orang, kemudian pada hari yang telah ditentukan langsung berkumpul di kelurahan/desa untuk memilih anggota BKM/LKM yang jumlahnya 9 s/d 13 orang dari antara utusan. Jadi para utusan memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Bila jumlah RTnya terlalu banyak maka para utusan RT dapat melakukan pemilihan di tingkat RW untuk menetapkan utusan RW yang jumlahnya juga telah disepakati sebelumnya di tingkat kelurahan/desa, baru kemudian utusan RW, pada hari yang telah ditetapkan berkumpul di kelurahan/desa untuk memilih anggota BKM/LKM dari antara mereka. 20. Tidak adanya pencalonan memungkinkan anggota masyarakat memilih tanpa paksaan siapapun yang mereka anggap bisa mewakili sifat-sifat baik kemanusiaan tersebut, sesuai pengalaman interaksi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Tidak adanya kampanye; karena yang dipilih adalah orang yang perbuatan sehari-harinya saat ini sesuai dengan kriteria tersebut di atas (rekam jejak), bukan perkataan (janji) tentang masa depan yang belum pasti. Jadi konsepnya adalah membandingkan dan mengkonfirmasikan perbuatan/perilaku sehari-hari orang yang akan dipilih (rekam jejak) dan bukan perkataan (janji).
140 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 140 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
1) Bagaimana proses pengambilan keputusan dalam BKM/LKM dilakukan ?
Jawab Sebagai pimpinan kolektif maka BKM/LKM berperan sebagai dewan dimana ketua lebih berperan sebagai koordinator, jadi semua keputusan dilakukan secara kolektif melalui musyawarah. Hanya dalam kondisi yang sangat memaksa dapat dilakukan dengan cara suara terbanyak (voting). Oleh sebab itu untuk tiap pertemuan utamanya yang membahas perkara yg menyangkut kepentingan orang banyak harus ditetapkan quorum yaitu 50% + 1 (satu) dari jumlah anggota BKM/LKM sehingga bila terjadi pengambilan suara masih cukup representatif dan jumlah anggota yang hadir juga ganjil 2) Bagaimana BKM/LKM menjalankan tugas, pokok dan fungsinya ? Jawab :
BKM/LKM harus mempunyai program kerja (di luar PJM Pronangkis)yang jelas, untuk menjalankan kegiatan – kegiatannya. Progam ini memuat antara lain : Bagaimana monitoring dan evaluasi kegiatan UP – UP Rancangan rapat – rapat secara berkala. Bagaimana membangun transparansi, harus dijamin bahwa informasi kegiatan dan pengelolaan keuangan bisa diakses oleh semua warga. Bagaimana membangun mekanisme pertanggungjawaban : audit, laporan berkala, laporan tahunan. Bagaimana memperkenalkan program kepada pihak lain dan menjalin kemitraan (chanelling) Bagaimana evaluasi PJM Pronangkis. Bagaimana menjamin pelaksanaan daur program (pengulangan siklus). Bagaimana menjamin kepedulian dan kebersamaan di antara warga masyarakat. Bagaimana membangun mekanisme keterlibatan warga dalam proses pengambilan keputusan, Dan sebagainya. 3) Dalam kerja sebagai BKM/LKM tersebut bolehkah anggota BKM/LKM menerima gaji/honor tetap? Mengapa demikian ?
Jawab : Tidak boleh karena : BKM/LKM adalah wahana yang memberi peluang orang-orang baik dan tulus (ikhlas) mengaktualisasikan dirinya. BKM/LKM juga merupakan wahana konsolidasi sifat-sifat baik yang dituangkan dalam kebijakan BKM/LKM. Anggota BKM/LKM bukan orang bayaran (yang tunduk pada yang membayar) melainkan orang-orang merdeka yang secara sadar memberikan sebagian waktunya untuk orang lain. BKM/LKM bukanlah tempat untuk bekerja sebagai pengganti pekerjaan sehari-hari, melainkan wahana pengadian bagi para anggotanya. Pengabdian adalah motivasi dan insentif terbesar. Dibayar dalam hal ini justeru dapat menurunkan otoritas dan pengaruh dari anggota BKM/LKM sebagai manusia sejati Dibayar hanya akan menimbulkan konflik kepentingan bagi anggota BKM/LKM
Bahan BahanBacaan Bacaan| |Pelatihan PelatihanDasar DasarBKM/LKM BKM/LKM 141 141
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Sengaja dibuat tidak dibayar supaya mereka yang punya niat lain (kepentingan pribadi) selamanya tak tertarik jadi anggota BKM/LKM . Dengan kata lain ini adalah anti virusnya (Disinsentif) bagi orang-orang yang bermaksud kurang baik
4) BKM/LKM ingin sekali menambah modalnya dengan membuka usaha yang menguntungkan dan untuk menjamin agar usaha tersebut berjalan dengan baik maka usaha tersebut akan langsung dikelola oleh BKM/LKM sebagai lembaga. Bagaimana pendapat Anda ?
Jawab : Tidak dapat dibenarkan karena BKM/LKM akan terperangkap dalam kegiatan praktis sehingga membahayakan semangatnya untuk membela di miskin melalui pemikiran dan advokasi, juga pada gilirannya akan menjadi pesaing KSM 5) Bolehkah BKM/LKM menanam modal di suatu perusahaan swasta dengan menggunakan dana BLM.
Jawab : Tidak boleh karena BKM/LKM akhirnya akan menjadi pengusaha, tidak sesuai dengan tupoksinya dan makna dana BLM sebagai sumber dana untuk menglaksanakan rencana bersama PJM/Renta Pronangkis tidak mungkin dilaksanakan disamping itu manfaat BLM harus langsung dapat dinikmati oleh kaum miskin 6) Bolehkah BKM/LKM mendepositkan dana BLM ke bank.
Jawab : Di larang keras mendepositkan BLM ke Bank karena : kaum miskin masih sangat membutuhkan dana BLM sebagai sarana untuk masyarakat berlatih mengembangkan program penanggulangan kemiskinan dari, oleh dan untuk masyarakat menjadi tak berfungsi melanggar aturan proyek 7) Bolehkah salah satu anggota BKM/LKM sebagai anggota BKM/LKM mengelola langsung kegiatan usaha yang dibiayai BKM/LKM dengan dana BLM ?
Jawab : Tidak boleh karena ini konflik kepentingan 8) Apakah yang nomor satu harus dihindarkan dalam kerja BKM/LKM dan mengapa demikian ?
Jawab Semua hal yang memungkinkan terjadinya konflik kepentingan karena hal ini akan menyebabkan BKM/LKM tidak lagi dapat mengambil keputusan secara adil dan demokratis serta kehilangan otoritasnya 9) Bolehkah seseorang atau suatu lembaga menanam modal dengan imbalan di BKM/LKM atau UPK ? Jawab
Tidak boleh karena BKM/UPK pada dasarnya bekerja hanya untuk anggota yaitu penduduk kelurahan yang bersangkutan dan juga tidak berfungsi sebagai bank. Bila BKM/LKM melakukan hal tersebut maka BKM/LKM dapat dituduh melakukan praktek bank gelap
142 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 142 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Tulislah dalam kertas plano hal – hal di bawah ini sebelum pelatihan dimulai sebagai Media Bantu untuk menjelaskan dan memberikan pencerahan kepada peserta Perangkat Organisasi BKM/LKM
BKM/LKM Sekretariat
UPS
UPL
UPK
KSM/ Panitia
KSM/ Panitia
KSM
LKM (Koperasi, PT,CV)
Garis Perintah
Garis Fasilitasi
Garis Kemitraan
Bahan Dasar BahanBacaan Bacaan| Pelatihan | Pelatihan DasarBKM/LKM BKM/LKM 143 143
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Unit Pengelola Keuangan (UPK) Dipimpin oleh seorang manajer yang dipilih melalui rapat anggota BKM/LKM Anggota sesuai kebutuhan Tidak diperbolehkan dirangkap oleh BKM/LKM Pengawasan pelaksanaan UP oleh BKM/LKM Pelayanan UP berorientasi pada masyarakat miskin Apabila diperlukan BKM/LKM bisa mengangkat dewan pengawas keuangan untuk membantu menjalankan tugas BKM/LKM yang sifatnya tidak permanen Unit Pengelola (UP) Masing – masing Unit Pengelola berkedudukan mandiri dalam melaksanakan kegiatan dan pengelolaan dana Bertanggung jawab kepada BKM/LKM Berkewajiban memberikan informasi dan laporan perkembangan masing – masing kegiatan Memberikan pertanggung jawaban berkala dan pertanggung jawaban akhir Memberi masukkan bagi pertimbangan keputusan BKM/LKM Sekretariat Pelaksana operasional dan administrasi kegiatan sehari – hari Maksimum 3 orang, bekerja purna waktu Tidak diperkenankan dirangkap oleh BKM/LKM atau UP
Hubungan kerja antara BKM/LKM dan UP – UP diatur di dalam AD/ART BKM/LKM kelurahan bersangkutan dan secara rinci dalam keputusan – keputusan yang dikeluarkan BKM/LKM Mekanisme PengambilanKeputusan 1. Rembug Warga Kelurahan/Desa (RWK/RWD) Dilakukan di tingkat kelurahan/Desa Sebagai mekanisme pertanggungjawaban dan tanggung gugat BKM/LKM kepada seluruh warga Mekanisme pergantian anggota BKM/LKM apabila masa jabatannya berakhir Mekanisme apabila ada indikasi penyimpangan Keputusan RWK/RWD sifatnya mengikat Mengundang segenap lapisan masyarakat dan perangkat kelurahan Mekanisme diatur dalam AD BKM/LKM 2. Rapat Anggota BKM/LKM
Rapat Anggota Tahunan (RAT)
Dilakukan setiap tahun Sebagai evaluasi dan penilaian kinerja UP Terbuka untuk semua masyarakat Mekanisme diatur dalam AD/ART BKM/LKM
Rapat Koordinasi Anggota Rutin (RKA)
Dilakukan sekurangnya satu kali dalam sebulan Mebahas perkembangan program dan kegiatan Menetapkan rencana kegiatan lanjutan dari BKM/LKM dan UP
Rapat Prioritas Usulan Kegiatan (RPUK)
144 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 144 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN Untuk menetapkan prioritas (perangkingan) usulan – usulan kegiatan hasil penilaian UP
Rapat Keputusan Khusus (RKK)
Dilakukan sesuai kebutuhan Pengambilan keputusan yang berkenaan dengan kegiatan BKM/LKM dan penaggulangan kemiskinan Pengelolaan Keuangan BKM/LKM 1. Penyaluran Dana Bantuan BKM/LKM akan mengelola dana bantuan dari PNPM Mandiri Perkotaan Dana ini adalah dana publik Hanya dapat digunakan untuk kepentingan penanggulangan kemiskinan Disalurkan melalui KSM atau Panitia Dana disalurkan melalui rekening BKM/LKM (berbentuk Giro) atas nama BKM/LKM, bukan perorangan Spesimen rekening Bank ditandatangani oleh minimal 3 orang anggota BKM/LKM Nama – nama penandatangan spesimen diputuskan melalui rapat anggota 2. Sumber Dana Lain Selain dari dana bantuan PNPM Mandiri Perkotaan, keuangan BKM/LKM dapat pula bersumber dari uang iuran, uang sumbangan, hibah dan atau penerimaan lain yang sah,dan tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan BKM/LKM. 3. Biaya Operasional sumber keuangan diperoleh dari biaya administrasi dan opersional alokasi dana PNPM Mandiri Perkotaan Besarnya : 1) RP 5 juta untuk pagu BLM 150 juta 2) RP 7,5 juta untuk pagu BLM 200 jt 3) Rp 10 juta untuk pagu BLM 350 jt Pencairan dilakukan bertahap (dihitung dari seluruh kegiatan yang telah disetujui BKM/LKM) Sumber lain : dibiayai dari keuntungan hasil usaha unit – unit pengelola yang besarnya harus disepakati dalam rapat anggota BKM/LKM dan kemampuan keuangan yang ada
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 145 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 145
Struktur Organisasi
Visi-Misi
ASPEK
Struktur dan tupoksi organisasi BKM dipahami dan mampu dijalankan oleh anggota BKM/UP
Visi-Misi dipahami oleh anggota BKM/UP sebagai cita-cita BKM ke depan menyangkut perubahan sosial yang diinginkan.
Visi-Misi, sebagaimana tertulis dalam AD/ART BKM, disusun oleh panitia pembangunan BKM
Struktur organisasi BKM mengikuti kerangka PNPM
BERDAYA
AWAL
BKM mampu mengkaji ulang struktur organisasi sesuai kebutuhan kerja penanggulangan kemiskinan di daerahnya
Visi-Misi menjadi acuan dalam penyusunan program dan kegiatan BKM.
MANDIRI
TAHAP PERKEMBANGAN BKM/LKM
146 Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3 146 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
STATUTA ORGANISASI
BIDANG / SUMBERDAYA ORGANISASI
Kisi-Kisi Tingkat Perkembangan Organisasi BKM/LKM
Struktur organisasi BKM ditetapkan oleh BKM/UP, KSM, masyarakat, pemerintah lokal dan kelompok peduli lainnya sesuai kebutuhan
Visi-Misi BKM dipahami oleh masyarakat dan dijadikan cita-cita bersama menyangkut perubahan sosial yang diinginkan.
MENUJU MADANI
Hal yang hendak diukur dari indikator ini adalah (1) pemahaman pelaku mengenai visi misi; dan (2) apakah visi misi menjadi acuan penyusunan program. Visi misi bukanlah rangkaian kata-kata yang hanya terdapat di AD/ART BKM. Visi misi sesungguhnya menunjukkan untuk apa BKM itu ada. Sebagai citacita bersama, visi misi BKM harus dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan terhadap BKM. Secara konkrit, visi misi mestilah menjadi acuan dalam penyusunan program. Hal yang hendak diukur adalah (1) apakah pelaku memahami struktur dan tupoksi BKM; (2) kemampuan mengkaji struktur terhadap kebutuhan kerja organisasi. Struktur organisasi mestinya mengikuti kebutuhan kerja organisasi. Seiring perkembangan peran BKM, BKM dapat memutuskan struktur organisasi seperti apa agar kerja optimal. Sebagai organisasi masyarakat warga, perubahan halhal fundamental seperti struktur organisasi seharusnya diputuskan
KISI-KISI
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
KEPEMIMPINA N
Partisipasi Anggota BKM
Mekanisme Minta Usulan Masyarakat
Perempuan dlm Pengambila n Keputusan
Pengambila n Keputusan
Legitimasi Pemilihan Anggota BKM
Lebih dari separuh anggota BKM ikut dalam pengelolaan
Ada mekanisme tetapi tidak digunakan
Tidak ada
Hanya beberapa anggota BKM
Anggota BKM perempuan hadir dalam rapat-rapat pengambilan keputusan meskipun suaranya seringkali masih diabaikan
Ada konsultasi antara BKM dan PNPM
Semua keputusan berdasarkan arahan dari PNPM Tidak terdapat perempuan dalam keanggotaan BKM atau hanya sekedar tercantum namanya
Pemilihan dilakukan sesuai mekanisme yang diadopsi dari PNPM, tepat waktu dan diikuti sedikitnya 50% penduduk dewasa
Pemilihan dilakukan sesuai mekanisme yang ditetapkan oleh PNPM dan diikuti sedikitnya 30% penduduk dewasa
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Seluruh anggota BKM aktif mengelola BKM
Pemilihan dilakukan sesuai mekanisme yang disepakati bersama BKM/UP, KSM, masyarakat, pemerintah lokal dan kelompok peduli lainnya, tepat waktu dan diikuti sedikitnya 90% penduduk dewasa Keputusan berdasarkan musyawarah BKM, KSM, masyarakat dan pemerintah kelurahan Semua orang, lakilaki atau perempuan, anggota BKM/UP, KSM, masyarakat, aparat pemerintahan, dsb., berhak mengemukakan pendapat dalam musyawarah BKM. Tersedia berbagai mekanisme yang disepakati bersama dengan masyarakat
147 147
Kata kunci dari indikator ini adalah keaktifan anggota BKM mengelola organisasi, sesuai kapasitas dan
Hal yang hendak diukur adalah kemampuan BKM menggali aspirasi dari masyarakat.
Kata kunci dari indikator ini adalah kesetaraan peran laki-laki dan perempuan.
Hal yang hendak diukur adalah (1) kemandirian dalam pengambilan keputusan, lepas dari ‘bayangbayang’ PNPM; (2) kemampuan BKM menyerap aspirasi dari masyarakat.
Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Ada mekanisme dan digunakan untuk mendapatkan masukan Hampir seluruh anggota BKM aktif mengelola
Seluruh anggota BKM memiliki penghargaan yang sama terhadap setiap pendapat yang muncul baik dari anggota laki-laki maupun perempuan.
Ada konsultasi antara BKM/UP kepada KSM dan masyarakat
Pemilihan dilakukan sesuai mekanisme yang diadopsi dari PNPM, tepat waktu dan diikuti sedikitnya 70% penduduk dewasa
bersama seluruh pihak yang berkepentingan terhadap BKM/LKM. Kata kunci dari indikator ini adalah legitimasi. Semakin banyak penduduk yang ikut memberikan suara dalam pemilihan anggota BKM, akan membuat BKM semakin mengakar di masyarakat.
Dokumentas
Monitoring Evaluasi
Tidak memiliki
Dilakukan atas permintaan PNPM dan sesuai format PNPM
Hanya menjalankan aktivitasaktivitas yang direncanakan oleh PNPM
Dilakukan tetapi
Mulai mengembangkan monev atas kebutuhan sendiri dengan menggunakan metode dan format sendiri, diluar yang ditetapkan oleh PNPM
Dilakukan secara
Mulai mengembangkan monev partisipatif atas semua kegiatan yang dilakukan.
Pertemuan rutin dilakukan dan dihadiri oleh hampir seluruh anggota BKM, hasilnya dituangkan dalam risalah pertemuan BKM & UP memiliki rencana kerja yang disusun berdasarkan PJM dan Renta Pronangkis.
Pertemuan rutin terjadual meski tidak selalu terealisasi
BKM memiliki rencana kerja meski belum sistematis
BKM sesuai pembagian tugas yang disepakati
BKM dan menunjukkan kapasitas kepemimpinannya
148 Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3 148 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
SISTEM MANAJEMEN
Perencanaa n
Pertemuan BKM
yang meluangkan waktu ikut dalam pengelolaan BKM Pertemuan dilakukan hanya ketika ada kebutuhan pelaksanaan program
Dokumentasi
Perencanaan monev terintegrasi dalam perencanaan program, dilakukan terencana dan rutin serta partisipatif.
Pertemuan rutin dilakukan sesuai jadual dan melibatkan masyarakat, hasilnya dituangkan dalam risalah pertemuan. BKM & UP memiliki rencana kerja yang disusun dgn melibatkan masyarakat berdasarkan PJM dan Renta Pronangkis.
sesuai kapasitas, minat dan pembagian tugas yang disepakati.
Hal yang hendak diukur adalah keaktifan BKM. Organisasi yang aktif dapat diukur dari kemampuannya mengelola pertemuan. Apalagi BKM saat ini berbentuk kepemimpinan kolektif, dimana keputusan semestinya diambil dalam pertemuan. Kata kunci dari indikator ini adalah (1) kemampuan merencana; (2) konsistensi perencanaan BKM/UP thd rencana masyarakat (PJM & Renta Pronangkis). Menurut ahli manajemen, 70% keberhasilan program ditentukan oleh perencanaannya. Bekerja tanpa rencana yang jelas akan sulit mengukur apakah berhasil atau gagal. Dalam penyusunan program kerja BKM/UP harus merujuk pada PJM dan Renta Pronangkis. Hal yang hendak diukur adalah kemampuan BKM melakukan monitoring evaluasi secara partisipatif terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan. Monev tidak dilakukan untuk mencari kesalahan, tetapi untuk mendapat pembelajaran baik dari keberhasilan maupun kegagalan. Kalau berhasil, mengapa berhasil dan kalau gagal mengapa gagal. Hal yang hendak diukur adalah
pembagian tugas yang disepakati.
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
SUMBERDAYA KEUANGAN
Rencana
Sumber pendanaan
Penerima Manfaat Kegiatan/ Program
Penanganan Pengaduan Masyarakat (PPM)
i Informasi
Mampu menyusun
Sumber dana darI PNPM lebih kecil dibandingkan dengan sumber lain (masyarakat, pemerintah daerah, swasta, dsb) Mampu
Sumber dana berasal dari PNPM dan sumber lain (masyarakat, pemerintah daerah, swasta, dsb)
Mengikuti
Minimal 90% RTM di desa/kelurahan tersebut telah menjadi penerima manfaat kegiatan, sebagaimana terdapat dalam data pemetaan swadaya
Minimal 70% RTM di desa/kelurahan tersebut telah menjadi penerima manfaat kegiatan, sebagaimana terdapat dalam data pemetaan swadaya.
Minimal 50% rumah tangga miskin (RTM) di desa/kelurahan tersebut telah menjadi penerima manfaat kegiatan, sebagaimana terdapat dalam data pemetaan swadaya PNPM menjadi satu-satunya sumber dana
Mampu menyusun
Sumberdana berasal dari masyarakat, pemerintah daerah, swasta, dsb.
dilakukan sistematik, mudah diakses dan uptodate. BKM telah memiliki mekanisme mandiri untuk menyelesaikan setiap masalah, ditandai dengan media pengaduan yang efektif, sistem dokumentasi yang up-date serta respon atas pengaduan yang efektif 100% RTM di desa/kelurahan tersebut telah menjadi penerima manfaat kegiatan, sebagaimana terdapat dalam data pemetaan swadaya.
149 149
Hal yang hendak diukur adalah
Kata kunci dari indikator ini adalah kemandirian pendanaan, lepas dari dana PNPM untuk selanjutnya menggali dana dari masyarakat, pemerintah daerah, swasta dan pihak peduli lainnya.
Kata kunci dari indikator ini adalah legitimasi. Selalu ingat, BKM ada untuk penanggulangan kemiskinan.
kemampuan BKM mendokumentasikan informasi seperti arsip, hasil-hasil kegiatan, hasil evaluasi, dsb. Kata kunci dari indikator ini adalah penanganan pengaduan masyarakat. PNPM mengembangkan mekanisme PPM yang diharapkan dapat dijadikan pembelajaran bagi BKM untuk mengembangkan kemampuan menangani masalah dan menyelesaikan konflik.
Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Minimal 90% pengaduan yang diterima BKM dapat diselesaikan
Mekanisme PPM diketahui dan digunakan oleh BKM/UP, masyarakat, pemerintah dan pihak lain untuk menyelesaikan masalah terkait program.
Mekanisme PPM yang dirancang PNPM dipahami oleh anggota BKM
sistematik dan mudah diakses
tidak sistematik
sistem dokumentasi informasi
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Pengemban gan kapasitas
Laporan keuangan dan hasil audit diumumkan secara terbuka kepada masyarakat.
Mampu mengidentifikasi dan menyusun rencana pengembangan kapasitas sendiri, serta memiliki akses
Disusun sesuai standar PNPM, semua bukti pemasukan dan pengeluaran ada dan tercatat, tersedia tepat waktu.
Mengumumkan laporan keuangan secara terbuka kepada masyarakat.
Muncul kebutuhankebutuhan pengembangan kapasitas untuk menjawab tantangan kegiatan yang semakin meningkat, meski
Disusun sesuai standar PNPM, meski seringkali tidak lengkap dan tidak tepat waktu
Lebih disiapkan untuk pelaporan kepada PNPM, memberitahuka n laporan keuangan kepada masyarakat hanya jika ditanya Hanya mengakses menu pengembangan kapasitas yang tersedia dalam PNPM
menyusun perkiraan kebutuhan keuangan untuk menjalankan kegiatan 1 tahun ke depan serta rencana sumberdaya Dilakukan audit independen terhadap laporan keuangan.
perkiraan kebutuhan keuangan untuk menjalankan 1-2 kegiatan.
kerangka PNPM
150 Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3 150 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
SUMBERDAYA MANUSIA
Pertanggung jawaban
Laporan Keuangan
Keuangan
Rencana pengembangan kapasitas disusun secara sistematis, bersama-sama perencanaan program, dan memiliki akses
Hasil audit independen terhadap laporan keuangan menunjukkan tidak ditemukan penyalahgunaan keuangan atau kesalahan dalam pengelolaan keuangan. Terdapat forum bersama masyarakat, pemerintah, dsb., untuk pertanggungjawaba n keuangan dan hasil audit
perkiraan kebutuhan keuangan, serta strategi dan metode pengumpulan dana untuk memenuhi visi-misi program 3 tahun ke depan
Hal yang ingin diukur adalah kemampuan BKM mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kapasitas dirinya (anggota BKM/UP/ relawan), menyusun rencana pengembangan kapasitas serta mencari sumber-sumber pengembangan kapasitas.
Kata kunci indikator ini adalah akuntabilitas dan transparansi.
Kata kuncinya adalah akuntabilitas pengelolaan keuangan.
kemampuan BKM menyusun rencana keuangan seiring penyusunan rencana program.
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
HUBUNGAN EKSTERNAL
Pemerintah
Masyarakat
KSM
Kaderisasi
Komunikasi BKMKSM meliputi berbagai masalah dan perkembangan KSM
BKM mengembangkan mekanisme untuk menarik masukan dari masyarakat terhadap perkembangan BKM
BKM menjadi agen komunikasi antara pemerintah dan
Komunikasi BKMmasyarakat bersifat satu arah (sosialisasi)
Sosialisasi untuk apa dan apa yang akan
belum mampu mengakses sumberdaya lain di luar PNPM Telah mulai melakukan kaderisasi namun belum memiliki sistem
Komunikasi BKM-KSM terbatas pada pertanggungjaw aban penggunaan BLM
Tidak memiliki agenda kaderisasi
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
151
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Kata kunci dari indikator ini adalah organisasi masyarakat warga. BKM merupakan organisasi masyarakat warga, organisasi yang hidup dari, oleh dan untuk masyarakat. Masyarakat merupakan pember mandat keberadaan BKM. Karena itu hubungan antara pemberi mandat yang dimandati tidak boleh putus. Selain itu bagi BKM, masyarakat merupakan sumberdaya tak terbatas. Kata kunci dari indikator ini adalah pengakuan. BKM dan pemerintah harus bekerjasama menanggulangi
Pengembangan kapasitas ini ditujukan agar pelaku dapat menjalankan berbagai program yang telah direncanakan. Kata kunci indikator ini adalah kaderisasi kepemimpinan. Kaderisasi ini tidak hanya soal pemilihan anggota BKM setiap 3 tahun sekali. Lebih besar dari itu BKM terus memproduksi orangorang yang berperan sebagai agen perubahan sosial di wilayahnya. Dengan kata lain, anggota BKM mereplikasi dirinya (memperbanyak orang seperti dirinya). Kata kunci dari hubungan eksternal adalah komunikasi. Komunikasi tidak serta merta terjadi kalau tidak diciptakan. Keberhasilan pengentasan kemiskinan sangat ditentukan kemampuan pendampingan BKM terhadap KSM.
151
Ada program bersama untuk menyelesaikan
BKM dan masyarakat mengembangkan komunikasi multi arah untuk membicarakan masalah masyarakat
BKM dan KSM mengembangkan komunikasi multi arah untuk membicarakan masalah masyarakat
Makanisme kaderisasi berjalan efektif
kepada berbagai pengembang kapasitas
Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3
Ada koordinasi untuk menyelesaikan
BKM-KSM membangun komunikasi timbal balik mendiskusikan berbagai masalah dan perkembangan KSM dan BKM BKM mengembangkan media warga untuk membangun komunikasi timbal balik BKM dan masyarakat
BKM menetapkan sistem dan mekanisme kaderisasi
pengembang kapasitas selain PNPM
masyarakat untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan di desa/kelurahan Komunikasi tentang kegiatan yang dilakukan masingmasing.
152 Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3 152 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Organisasi nonpemerintah
Tidak ada komunikasi
dilakukan BKM
Kesepakatan kerjasama jangka panjang untuk menanggulangi kemiskinan
persoalan kemiskinan di desa/kelurahan Ada program bersama di wilayah BKM
persoalan kemiskinan di desa/kelurahan
Kata kunci dari indikator ini adalah kesamaan tujuan dan sumberdaya. BKM harus mendorong pihak-pihak non pemerintah seperti LSM, ormas, swasta, perguruan tinggi untuk bersama-sama menanggulangi kemiskinan.
kemiskinan di wilayahnya.
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Nasib BKM Bersama Kita Bisa Pertama sekali, sewaktu PNPM Mandiri Perkotaan disosialisasikan kepada masyarakat Kelurahan Perintis Perjuangan, warga masyarakat menerimanya dengan penuh pengharapan. Setiap ada musyawarah, baik itu di tingkat kelurahan maupun pertemuan di tingkat RT yang diadakan Faskel, selalu banyak yang hadir. Hal ini juga dibuktikan dengan banyaknya warga masyarakat yang mendaftar untuk jadi relawan. Tahapan demi tahapan dilalui, dengan dipandu Faskel relawan dibekali dengan nilai-nilai dasar yang sudah mulai pudar ditengah-tengah masyarakat. Peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan , menjadi misi penting dalam program ini. Relawan yang bekerja membentuk Badan Keswadayaan Masyarakat, juga telah sukses membentuk BKM Bersama Kita Bisa, dengan jumlah anggota 13 orang. Pada awal perjalanan BKM, segala sesuatu berjalan dengan lancar. Prinsip musyawarah diutamakan dalam mengambil keputusan. Hal ini berlangsung sampai pelaksanaan dana tahap I dengan dana 40 juta. Penyimpangan mulai terjadi sejak pencairan dana tahap II dengan nilai 100 juta. Pengambilan dan penggunaan uang dilakukan sendiri oleh koordinator BKM, dengan terlebih dahulu meminta 2 tanda tangan anggota BKM lainnya pada beberapa slip pengambilan. Begitupun anggota BKM lainnya tidak pernah dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan BKM. Bahkan ketika pengajuan proposal tahap III dilakukan, anggota BKM diminta menandatangani proposal pengajuan dengan cara menemui satu demi satu anggota BKM di rumahnya. Selain itu, menurut ketua Unit Pengelola Ekonomi (UPE), ada dana yang diperuntukkan bagi UPE yang dialihkan kepada Unit Pengelola Lingkungan (UPL) sebesar Rp 10 juta. Kebijakan ini diambil tanpa ada musyawarah dengan anggota BKM lainnya. Yang menjadi tanda tanya adalah mengapa fasilitator kelurahan membiarkan kondisi ini terjadi, padahal dalam setiap pertemuan dengan BKM yang hadir hanya koordinator dan satu anggota BKM. Bagaimana sebaiknya kami menangani persoalan ini? Hormat kami Anggota BKM Bersama Kita Bisa
153 153 Bahan Bacaan | Pelatihan DasarDasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Slide 1
Slide 2
Slide 3
Slide 4
154 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 154 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Slide 5
Slide 6
Slide 7
Slide 8
Slide 9
Slide 10
155 155 Bahan Bacaan | Pelatihan DasarDasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Slide 11
Slide 12
Slide 13
Slide 14
Slide 15
Slide 16
156 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 156 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Slide 17
Slide 18
Slide 19
Slide 20
Slide 21
Slide 22
157 157 Bahan Bacaan | Pelatihan DasarDasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Apa itu Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (PPM)? PPM adalah singkatan dari Pengelolaan Pengaduan Masyarakat, adalah suatu kegiatan menampung dan menindaklanjuti aduan dari masyarakat maupun pelaku PNPM Mandiri berkaitan dengan pelaksanaan PNPM Mandiri di lapangan. Jadi PPM itu proses pengelolaan aduan atau tempat menyampaikan aduan atau apa? PPM itu sejenis unit atau satuan kerja yang menangani pengaduan yang masuk. Di unit tersebut masyarakat bisa menyampaikan pengaduannya. Kalau begitu di mana tempat PPM itu? PPM itu ditangani oleh BKM, jadi di mana tempat PPM itu tergantung BKM yang menempatkannya. Mengapa PPM diperlukan ? PPM diperlukan agar ada wadah atau media yang menampung keluhan dan aspirasi masyarakat maupun pelaku PNPM Mandiri sehingga ketidak tahuan dan keluhan yang dialami oleh masyarakat dapat segera terpecahkan. Selain itu aspirasi masyarakat perlu diwadahi agar masyarakat terdorong untuk melakukan kontrol sosial terhadap pelaksanaan PNPM Mandiri sehingga penyimpangan bisa diminimalisir Keberadaan PPM bermakna apa bagi masyarakat? Dengan PPM masyarakat bisa belajar banyak, karena PPM bisa berfungsi dalam beberapa hal antara lain: Membantu masyarakat untuk menyampaikan keluhan yang muncul berkaitan dengan pelaksanaan PNPM Mandiri Mendorong terwujudnya transparansi, akuntabilitas dan partisipasi pelaksanaan kegiatan penaggulangan kemiskinan di wilayah kelurahan Membantu masyarakat untuk mewujudkan sistem kontrol bagi pelaksanaan PNPM Mandiri sebagai program penanggulangan kemiskinan. Mendorong masyarakat untuk bisa menjadi kritis dan peka terhadap penyimpangan-penyimpangan Prinsip apa saja yang mendasari pelaksanaan PPM? Ada beberapa prinsip yang menjadi dasar PPM di PNPM Mandiri antara lain: Mudah : Sistem pengaduan masyarakat harus mudah dipahami dan dilakukan oleh semua pihak. Sikap positif : Setiap jenis pengaduan harus diterima dan disikapi secara positif, dan harus ditangani secara optimal. Demikian juga terhadap pihak pengadu, harus diposisikan secara proporsional dan positif, karena pengaduan adalah salah satu bentuk kepedulian yang bersangkutan untuk memperlancar kegiatan yang sedang berlangsung. Transparan: Semua pihak yang ingin mendapatkan penyelesaian masalah diberi informasi yang lengkap dan secara transparan. Demikian pula dengan hasil penyelesaian pengaduan, disampaikan ke semua pihak secara transparan pula. Obyektif: Penanganan masalah pengaduan dilakukan dengan menghindari keberpihakan yang tidak berimbang terhadap pihak-pihak yang terlibat. Rahasia dijamin : Dalam upaya penanganan pengaduan, kerahasiaan identitas pengadu harus dapat dijamin untuk rasa keamanan yang bersangkutan.
158 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 158 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Pengaduan itu wujudnya apa saja? Apakah penyimpangan-penyimpangan yang berkaitan dengan pelaksanaan PNPM Mandiri? Ya, itu termasuk tapi tidak selalu penyimpangan, keluhan-keluhan yang muncul dikarenakan ketidaktahuan maupun ketidakpuasan atas pelaksanaan program PNPM Mandiri di lapangan. Namun kadangkala pengaduan juga bisa dikategorikan sebagai aspirasi yang muncul dari masyarakat yang merasa pendapatnya perlu disampaikan. Mengapa masyarakat sampai menyampaikan pengaduan? Karena masyarakat mempunyai keluhan dan aspirasi yang perlu disampaikan kepada PNPM Mandiri, dan kalau di tingkat kelurahan disampaikan kepada BKM Keluhan itu disebabkan oleh apa ya? Ketidakpuasan terhadap pelaksanaan PNPM Mandiri bisa disebabkan oleh banyak hal antara lain: Pemahaman substansi PNPM Mandiri dan informasi yang disampaikan kurang utuh Proses kegiatan di lapangan kurang sempurna, sehingga muncul penyimpangan Pendekatan yang digunakan keliru sehingga menimbulkan pemahaman yang salah di masyarakat. Adanya kepedulian masyarakt dan kontrol sosial pada PNPM Mandiri Siapa saja yang bisa menyapaikan pengaduan kepada PPM ? Pengaduan dapat berasal dari individu, kelompok masyarakat, lembaga, institusi pemerintah, kelompok peduli dan pihak lain yang berkepentingan. Apa saja jenis /sifat pengaduan ? Pengaduan Informatif : termasuk dalam sifat ini, adalah setiap pengaduan yang dapat diselesaikan dengan memberikan keterangan selengkapnya kepada pengadu. Pengaduan Masalah : Yang termasuk dalam sifat ini adalah setiap pengaduan yang dalam penyelesaiannya perlu langkah-langkah penanganan lebih lanjut (lihat langkah penanganan pengaduan) Sekarang bicara tentang penyimpangan yang diadukan masyarakat, apa penyebabnya? Berdasarkan penyebab terjadinya indikasi penyimpangan, di PPM PNPM Mandiri pengaduan dapat dibedakan ke dalam 7 (tujuh) kategori, yaitu : a. Kategori 1 = Pelanggaran mekanisme dan prosedur : Berkaitan dengan pengaduan masalah yang disebabkan adanya penyimpangan mekanisme dan prosedur dari yang telah ditetapkan. b. Kategori 2 = Penyimpangan dana : Berkaitan dengan pengaduan masalah yang disebabkan adanya penyimpangan, penyelewengan ataupun penyalahgunaan dana c. Kategori 3= adanya intervensi negatif : Berkaitan dengan pengaduan masalah yang disebabkan karena adanya intervensi negatif yang dapat menyebabkan kerugian masyarakat maupun kepentingan proyek/program. d. Kategori 4 = Masalah Kebijakan : Berkaitan dengan pengaduan terhadap masalah yang diakibatkan adanya perubahan/pelanggaran terhadap suatu kebijakan/ketetapan sesuai dengan tingkatannya. e. Kategori 5 = Kejadian Forje majeur : Berkaitan dengan pengaduan masalah yang diakibatkan kejadian yang mengarah diluar kemampuan manusia, misalkan bencana alam, kerusuhan masal dan sejenisnya. f. Kategori 6 = Pelanggaran kode etik/kinerja pelaku : berkaitan dengan pengaduan masalah yang disebabkan adanya pelangaran kode etik atau kinerja pelaku g. Kategori 7 = Lain-lain Berkaitan dengan pengaduan masalah yang diakibatkan diluar katagori 1,2,3,4,5 dan 6
159 159 Bahan Bacaan | Pelatihan DasarDasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Melalui media apa aja masyarakat bisa menyampaikan pengaduannya? Sesuai dengan prinsip kemudahan maka pengaduan dapat disampaikan mulai tingkat kelurahan sampai dengan tingkat pusat, dengan cara sebagai berikut : 1. Lisan, disampaikan kepada anggota ataupun sekretariat PPM secara langsung atau melalui telepon, khususnya sekretariat PPM yang ada fasilitas telponnya. 2. Tertulis, disampaikan baik melalui surat, faksimili, sms, maupun e-mail. Bagaimana agar masyarakat mudah menyampaikan pengaduan? Sekretariat BKM menyediakan sarana untuk menerima pengaduan masyarakat (misal : kotak pengaduan dan alamat sekretariat, dan jika ada dapat disediakan no.telp, e-mail, sms, dsb). Bagaimana caranya agar masyarakat mau mengadukan masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan PNPM Mandiri, sebab tidak banyak orang peduli….. Keberadaan PPM disosialisasikan kepada masyarakat agar masyarakat tahu. Untuk itu alamat pengaduan disebarluaskan kepada masyarakat dengan berbagai cara. Salah satu cara adalah menempel poster mengenai PPM minimal di 5 (lima) tempat umum yang strategis (misal : kantor kelurahan, pasar, tempat ibadah dan fasilitas umum lainnya). Agar masyarakat terdorong unutk menyampaikan pengaduan maka BKM perlu memotivasi mereka baik secara langsung maupun tidak langsung, agar masyarakat menyampaikan pengaduan Setelah ada sosialisasi dan ternyata banyak pengaduan yang masuk, mengindikasikan kinerja PNPM Mandiri sangat buruk ?
apakah itu
Banyaknya pengaduan memang bisa menunjukkan banyaknya penyimpangan dan ketidakpuasan masyarakat, dan itu memang bisa menunjukkan kinerja yang kurang bagus. Namun di sisi lain adanya pengaduan bisa dianggap sebagai koreksi sehingga akan mendorong terjadinya perbaikan kinerja PNPM Mandiri. Selain itu jika pengaduan yang disampaikan ternyata merupakan gambaran dari ketidak tahuan atau kesalahpahaman maka tindak lanjut pengaduan tersebut merupakan klarifikasi dan penjelasan pokok persoalan. Dengan demikian ketidaktahuan dan kesalahpaman yang mengakibatkan ketidakpuasan bisa dikurangi . Hal itu jauh lebih bagus dibandingkan jika ada penyimpangan atau kesalahpahaman akan tetapi tidak ada pengaduan atau koreksi dari masyrakat maka bukan hanya tidak ada perbaikan melainkan akan mengakibatkan masalah besar. Terus, kalau sudah disosialisasi ternyata tetap saja tidak ada orang yang menyampaikan pengaduan, hal itu mengindikasikan apa ? Ada dua indikasi, pertama : masyarakat memang sudah paham dan pelaksanaan PNPM Mandiri memang tidak ada penyimpangan sehingga tidak perlu ada pengaduan. Kedua ada penyimpangan tapi masyarakat tidak menyampaikan pengaduan, dikarenakan beberapa hal, antara lain : Masyarakat tidak berani melakukan karena takut ada resiko Masyarakat tidak enak hati dan menghindari konflik, apalagi bila menyangkut orang yang telah dikenal Masyarakat tidak peduli dan apatis
160 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 160 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Pelajaran apa yang bisa diperoleh masyarakat maupun BKM sebagai pimpinan kolektif dari adanya PPM ini? Dengan adanya pengaduan yang masuk kemudian ditangani dan dicarikan jalan keluarnya. Dari langkah tersebut masyarakat bisa belajar bahwa jika ada masalah ataupun penyimpangan perlu dikelola dengan baik.
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 161 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 161
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
PENANGANAN PENGADUAN KETENTUAN UMUM PELAKSANAAN PENANGANAN PENGADUAN Pelaksanaan penanganan pengaduan masyarakat oleh PPM secara operasional dilaksanakan oleh Sekretariat BKM. Sementara itu BKM bertanggungjawab terhadap upaya penemuan solusi dan upaya tindak lanjutnya dari setiap pengaduan yang berasal dari masyarakat di wilayahnya. Segala upaya penanganan masalah dan proses pelaksanaannya harus disosialisasikan kepada masyarakat umum sebagai bagian dari prinsip transparansi dan akuntabilitas. Hasil penanganan pengaduan masyarakat harus dapat menjadi bagian dari kegiatan pemeriksaan/audit oleh pihak masyarakat, pemerintah (misal : kegiatan audit oleh BPKP), maupun oleh auditor independen. Setiap bentuk maupun cara pengaduan harus diusahakan untuk ditangani melalui satu pintu yaitu melalui PPM. PPM BKM mempunyai kewajiban untuk mencarikan solusi untuk setiap pengaduan masyarakat diwilayahnya yang terkait dengan pelaksanaan PNPM Mandiri. Namun sesuai dengan kapasitasnya, apabila permasalahan tidak dapat diselesaikan pada tingkat PPM BKM maka harus secepat mungkin disampaikan kepada tingkat yang lebih tinggi (PPM Kabupaten/Kota). Penyelesaian pengaduan tidak hanya terhadap pihak-pihak yang terkait secara langsung, akan tetapi perlu juga melibatkan pihak lain yang dapat memberikan masukan dalam penyelesaian masalah terhadap pokok pengaduan. Dengan keterlibatan pihak yang lebih luas, maka penyelesaiannya dapat lebih menyeluruh. SARANA DAN PRASARANA YANG PERLU ADA DI PPM Untuk mengelola pengaduan dengan baik BKM memerlukan beberpa sarana yang memperlancar pengaduan. Kotak pengaduan/saran, yang ditempatkan di BKM, di kantor Kelurahan/desa atau di tempat berkumpulnya warga. Blanko format Pengaduan Masyarakat untuk pengaduan masalah di wilayah kerja BKM. Buku Pengaduan, yang selalu tersedia di sekretariat PPM. Media Sosialisasi PPM dilakukan dengan menggunakan Media Warga baik yang dikelola BKM maupun Media Warga lainnya. LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT 1. Pengaduan masyarakat yang diterima oleh Fasilitator/Sekretariat BKM melalui berbagai sarana dicatat berdasarkan prinsip administratif yang baik 2. Pengaduan diidentifikasi dan dikelompokkan sesuai dengan format yang ada 3. Proses penyelesaian dimulai : data di lapang dikumpulkan, pihak-pihak terkait di konfirmasi, dan di klarifikasi, dan dilakukan investigasi untuk mendapatkan kejelasan permasalahan sebenarnya. 4. Fasilitator beserta Anggota BKM melakukan pembahasan secara internal terhadap temuan lapang, dan menindaklanjuti dengan pembahasan umum dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait. 5. Hasil pembahasan dan kesepakatan didokumentasikan, kemudian disosialisasikan kepada masyarakat umum dengan cara yang seefektif mungkin. DERAJAT MASALAH DALAM PENGADUAN Berdasarkan tingkat penanganan masalah yang seharusnya dilakukan, maka masalah yang dikelola oleh PPM PNPM Mandiri dapat diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) derajat masalah, yaitu :
162 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 162 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Derajat 1 = Apabila sumber dan pokok masalah yang diadukan dapat dikelola dan diselesaikan di tingkat Kelurahan/desa. Dalam mengelola pokok masalah yang menjadi pengaduan dapat diselesaikan oleh atau bersama-sama BKM, Aparat kelurahan, Faskel, Institusi tingkat kelurahan, Tomas, pihak peduli, dan lainnya. Contoh : Apabila dalam pelaksanaan pemilihan BKM ada seseorang yang melakukan kampanye, Apabila Panitia kegiatan fisik/sosial tidak transparan dalam mengelola dana kegiatan fisik, dan sebagainya. Derajat 2 = Apabila sumber dan pokok masalah yang diadukan dalam pengelolaan ataupun penyelesaian masalah perlu dukungan dan fasilitasi oleh PPM tingkat Kabupaten/Kota. Dukungan dan fasilitasi dapat diberikan oleh atau bersama-sama Korkot, Instansi tingkat Kota/Kabupaten, PJOK, pihak peduli, aparat hukum ataupun pihak lainnya. Contoh : Apabila dalam penyusunan PJM pronangkis diindikasikan adanya intervensi aparat untuk memaksakan kegiatan di tingkat kelurahan/desa, apabila suatu permasalahan berlarut-larut tidak dapat diselesaikan oleh PPM BKM, kinerja faskel dipertanyakan, BKM dan atau UPK tidak transparan dalam mengelola kegiatan atau dana BLM, BOP kelurahan/desa tidak jelas, dan sebagainya. Derajat 3 = Apabila sumber dan pokok masalah yang diadukan dalam pengelolaan ataupun penyelesaian masalah perlu dukungan dan fasilitasi oleh PPM tingkat Provinsi/KMW. Dukungan dan fasilitasi dapat diberikan oleh atau bersama-sama TKPP Prov, KMW, Instansi tingkat Prov, pihak peduli, aparat hukum ataupun pihak lainnya. Apabila sumber dan pokok masalah yang diadukan dalam pengelolaan Derajat 4 = ataupun penyelesaian masalah perlu dukungan dan fasilitasi oleh PPM tingkat Pusat. Dukungan atau fasilitasi dapat diberikan oleh atau bersama-sama PMU, Proyek, Bank Dunia, Departemen/Lembaga/Badan tingkat pusat, KMP. INDIKATOR PENANGANAN PENGADUAN Penanganan pengaduan dinyatakan selesai ditangani, apabila : 1. Pengaduan masalah adalah berasal dari masyarakat yang diasumsikan merugikan masyarakat, sehingga masalah dianggap ”masalah selesai” harus ada legitimasi dari masyarakat itu sendiri (ada keputusan hasil musyawarah). 2. Jika permasalahan disebabkan adanya salah/perbedaan informasi, maka masalah dianggap selesai, apabila pihak yang menerima informasi berbeda telah menerima informasi yang sebenarnya dan dapat diterima oleh pengadu. 3. Jika masalahnya adalah mengenai penyimpangan mekanime atau prosedur, maka kegiatan yang mekanisme atau prosedurnya diselewengkan sudah dapat diluruskan kembali sesuai dengan ketentuan dan panduan yang berlaku. 4. Diupayakan penanganan masalah yang merugikan masyarakat harus dipulihkan atau kerugian diminimalisir. Jika masalahnya disebabkan adanya penggelapan/penyelewengan uang untuk keperluan diluar ketentuan PNPM Mandiri, maka seluruh uang yang digelapkan sudah dikembalikan dan dapat dipergunakan kembali oleh masyarakat. 5. Pelaku sebagai pembuat masalah (siapapun tanpa pilih bulu / tebang pilih) harus diberikan sanksi, sebagai pembelajaran bagi masyarakat. 6. Harus ada upaya fasilitasi/terjadinya musyawarah khusus untuk pembahasan hasil investigasi atau hasil klarifikasi sehingga dapat disepakati langkah selanjutnya dan target penyelesaian. 7. Ada bukti-bukti pendukung dan saksi-saksi terhadap upaya penanganan pengaduan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, seperti; kuitansi, sebagai bukti pengembalian dana, rekening bank, foto, berita acara penanganan masalah.
163 163 Bahan Bacaan | Pelatihan DasarDasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
8. Jika masalahnya disebabkan oleh intervensi negatif, maka intervensi negatif sudah dapat dihentikan, dan kegiatan yang diakibatkan sudah dapat berjalan sesuai aturan, mekanime dan prosedur yang berlaku. 9. Jika permalahan disebabkan karena adanya perubahan kebijakan, maka masalah dianggap selesai apabila telah terjadi singkronisasi antara kebijakan dengan sesuatu yang dipermasalahkan 10. Terhadap permasalahan yang dinyatakan benar-benar karena kondisi force majeur, semaksimal mungkin tetap diupayakan adanya langkah perbaikan terhadap kegiatan yang mengalami kerusakan, baik melalui swadaya masyarakat atau pihak-pihak lain yang memungkinkan membantu upaya perbaikan. Jika kegiatan menyangkut pinjaman bergulir maka proses pengambilan keputusannya harus didasarkan atas tim investigasi terlebih dahulu untuk memastikan kebenarannya. 11. Jika masalahnya disebabkan oleh kinerja pelaku/kode etik, maka kegiatan yang tidak optimal yang diakibatkan oleh pelaku bersangkutan sudah dapat berjalan optimal sesuai dengan aturan yang berlaku. Dan pelaku menyadari kesalahan dan siap untuk menerima segala konsekuensinya. 12. Apabila masalah yang penanganannya sudah sampai pada wilayah hukum, maka dinyatakan selesai: Jika prosesnya sudah di tangani oleh aparat hukum (secara administrasi untuk penutupan database aplikasi PPM). Namun demikian PPM harus tetap memantau dan melaporkan proses perkembangannya. Dalam memenuhi rasa keadilan serta pembelajaran kepada masyarakat, maka masalah dianggap selesai jika sudah ada keputusan tetap pengadilan. Selama proses hukum, konsultan diwajibkan memonitor dan melaporkan sampai ada keputusan tetap pengadilan. Catatan Tahapan Langkah-langkah tersebut diatas tidak bersifat kaku, sangat mungkin suatu langkah merupakan gabungan dari langkah lainnya dan langkah tertentu perlu diulang untuk mendapat hasil yang terbaik.
164 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 164 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Pencatatan Masalah
Identifikasi masalah
Analisis Masalah
- Fakta Lapangan - Verifikasi - Investigasi - Klarifikasi
Fasilitasi Penanganan
Umpan Balik ke pengadu / Diseminasi ke Masyarakat
KETERANGAN BAGAN
165 165 Bahan Bacaan | Pelatihan DasarDasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
1.
2.
3.
4. 5. 6.
7.
Pengaduan dari siapapun dan darimanapun harus mudah untuk menyampaikannya. Untuk itu, pengadu dapat menyampaikan pengaduan baik pada PPM tempat keberadaan pengadu maupun kepada PPM yang ada di seluruh level, dengan mengunakan media-media yang diinginkan. Media pengaduan dapat berupa lisan, tertulis, telepon, SMS, Website dan media lain yang dapat dipergunakan. Demikian juga keberdaan PPM di seluruh tingkatan harus diketahui oleh masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan Pengaduan sedapat mungkin dapat diselesaikan di setiap PPM asal pengadu, hal ini dimaksudkan agar penangan pengaduan dapat ditangani dengan cepat, tepat dan menguntungkan semua pihak. Disampaing itu apabila pengaduan dapat diselesaikan di PPM bersangkutan, dapat menjadi media pembelajaran dan pemberdayaan bagi seluruh pihak di level bersangkutan. Namun begitu, apabila pengaduan tersebut tidak dapat dikelola di PPM bersangkutan dikarenakan otoritas penanganan tidak di tingkat PPM bersangkutan, harus segera disampaikan pada PPM di tingkat yang lebih tinggi. Untuk itu mekanisme dan prosedur penanganan pengaduan harus jelas dan dapat diimplementasikan di seluruh tingkatan. Apabila PPM tingkat kelurahan/desa tidak mampu untuk menangani, maka segera mungkin sampaikan kepada PPM di tingkat yang lebih tinggi, demikian seterusnya. Sebaliknya PPM di tingkat yang lebih tinggi harus segera menangani pengaduan yang berasal dari PPM di bawahnya, dan segera menyampaikan informasi penanganan dan hasil pengaduan kepada pengadu dan pihak lain yang berkepentingan. Penyampaian penanganan pengaduan baik kepada pengadu maupun pihak lain yang membutuhkan sangat penting dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menumbuhkan kepercayaan terhadap pelaksanaan PNPM Mandiri (atau kegiatan pembangunan lainnya), pelaku PNPM Mandiri maupun keberadaan PPM sendiri. Informasi penanganan pengaduan harus segera mungkin disampaikan dan memberikan kepuasan bagi pengadu maupun pihak lain yang membutuhkan. Untuk itu penanganan pengaduan haruslah tuntas dan memberikan jawaban yang tepat atas persoalan/masalah yang diadukan.
166 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 166 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
MEKANISME PENANGANAN PENGADUAN TIM KOORDINASI NASIONAL
Koordinasi Penyelesaian
PMU/PIMPRO
Tidak Dapat Diselesaikan?
E-mail , Web , telepon,,SMS PO.BOX 2222 JKPMT
PMT
Ya Tidak
Derajat Masalah 4
Dapat Diselesaikan?
PPM Pusat
KMP
Ya
Dapat Tidak Diselesaikan?
Derajat Masalah 3
PEMDA Prov.
TKPP KOTA/ KAB
Ya
PPM Provinsi
KMW
Tidak
PPM KAB/ KOTA
Derajat Masalah 2
Dapat Diselesaikan?
KORKOT
Ya
FKA BKM TIM FASILITATOR
Camat/PJOK
Tidak BKM Derajat Masalah 1
Lurah/Kades Kantor Kel./ Desa
PPM BKM.
Dapat Diselesaikan?
FASILITATOR /RELAWAN
Ya
MASYARAKAT, LSM, PT, KEL. PROFESI, KEL. PEDULI
Garis Penyelesaian Garis Pengaduan Garis Distribusi Penyelesaian
167 167 Bahan Bacaan | Pelatihan DasarDasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Laporan Pengaduan Pengelola Pengaduan Masyarakat (PPM) Kelurahan/desa : Kecamatan :
Kabupaten /Kota Provinsi
Tanggal Pengaduan :
Media pengaduan
: : No :
Datang/lapor ke PPM
Surat
Telepon
Catatan : Coret media yang digunakan
Nama pengadu : Permasalahan yang diadukan
Temuan kunjungan lapangan
Alamat: Personal yang diadukan
Surat kabar
Lain-lain
Status Pengadu : Harapan
Pengadu
Penerima
(................................) Nama dan tanda tangan
(...................................) Nama dan tanda tangan
Format ini digunakan untuk mencatat pengaduan, khusunya pengaduan di tingkat kelurahan/desa atau di tingkat Kabupaten/kota
168
168 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Keterangan Pengisian Format PPM : 1.
Tanggal Pengaduan : adalah tanggal pengadu menyampaikan pengaduan pada PPM, isikan juga bulan dan tahun.
2.
No Pengadu : Isikan dengan nomor urut pengaduan sesuai dengan urutan pengaduan yang diterima oleh sekretariat PPM
3.
Media pengaduan : Coret media pengaduan yang digunakan
4.
Nama Pengadu : Cukup jelas Alamat : Cukup jelas Status : Yang dimaksud adalah posisi/jabatan pengadu dalam proyek, misal : Masyarakat, relawan, BKM,UP, kelembagaan di desa (BPD,LPM,PKK,Karang taruna, dll) Aparat kelurahan, aparat Pemda, Faskel,Korkot,TA KMW, TL,RM/Staf, TA KMP, Co-Tl,TL, dll.
5.
Permasalahan yang diadukan : Tuliskan pokok yang diadukan, yakinkan kepada pengadu tentang isian format ini.
6.
Personal yang diadukan : Jika ada personal yang dianggap menjadi sumber masalah (kotak ini tidak wajib diisi)
7.
Harapan : Tuliskan harapan penyelesaian pengaduan dari pengadu atas pokok pengaduan. Kolom ini dapat menjadi kontrol terhadap pelaksanaan pengaduan.
169 169 Bahan Bacaan | Pelatihan DasarDasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Format Pengaduan, Klarifikasi, Analisis dan Monitoring penanganan Provinsi Kecamatan
: :
Kabupaten : Kelurahan/desa :
No :
Nama pengadu dan status :
Tgl Klarifikasi/pengu mpulan fakta
Oleh
Tanggal Penanganan
Oleh
Tanggal Status
Alamat: Tanggal : Permasalahan yang diadukan
Hasil Klarifikasi dan hasil analisis
Langkah Penanganan
Status
Permasalahan
1. Identifikasi/ klarifikasi lapangan 2. Proses Penanganan 3. Selesai Acuan Catatan: Format di atas hanya format dasar, dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
Mengetahui ................... BKM Keterangan Pengisian Format PPM :
170
...................,................ ...,........ Sekretariat PPM
170 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Hasil
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
1. No Pengadu : Isikan dengan nomor urut pengaduan sesuai dengan urutan pengaduan yang diterima oleh sekretariat PPM 2. Nama Pengadu : Cukup jelas b. Alamat : Cukup jelas c. Status : Yang dimaksud adalah posisi/jabatan pengadu dalam proyek, misal : Masyarakat, relawan, BKM,UP, kelembagaan di desa (BPD,LPM,PKK,Karang taruna, dll) Aparat kelurahan, aparat Pemda, Faskel,Korkot,TA KMW, TL,RM/Staf, TA KMP, Co-Tl,TL, dll. 3. a. Tanggal Pengaduan : adalah tanggal pengadu menyampaikan pengaduan pada PPM, isikan juga bulan dan tahun. b. Permasalahan yang diadukan : Tuliskan pokok yang diadukan, yakinkan kepada pengadu tentang isian format ini. 4. a. Tanggal Klarifikasi : Isikan tanggal, bulan dan tahun dilaksanakan klarifikasi/pencarian fakta atas pengaduan yang diterima. b. Oleh : Isikan nama dan jabatan pelaksana klarifikasi(contoh Oneng/Anggota BKM). c. Rekomendasi Penanganan : Isikan dengan rekomendasi penanganan berdasarkan akar masalah pengaduan, pihak terkait dengan masalah, pihak yang mempunyai otoritas penanganan, strategi penanganan, tahap penanganan, target penanganan (jangka waktu penanganan dan target masakah dianggap selesai). 5. a. Tanggal Penanganan : Isikan tanggal, bulan dan tahun setiap tahap penanganan. b. Oleh : Isikan pelaksana penanganan c. Langkah penanganan : Isikan dengan langkah-langkah penanganan, apabila ternya langkahlangkah tersebut berbeda dengan rekomendasi, sebutkan alasanya. d. Hasil : Isikan hasil setiap langkah penanganan 6. a. Tanggal status : Isikan tanggal di tahapan setiap status b. Status : Cukup jelas c. Permasalah : Jika ada, isikan permasalahan utama setiap tahapan status.
7. Acuan: tuliskan dasar acuan dalam menyelesaikan masalah, contoh pedoman umum, pedoman teknis P2KP, AD/ART BKM, surat perjanjian antara UPK dengan KSM/anggota dll.
171 171 Bahan Bacaan | Pelatihan DasarDasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan BKM/LKM
TABEL KENDALA DAN LANGKAH PENANGANAN
172 Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3 172 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Lampiran Format Monitoring
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
A3.
A2.
A1. 2 koordinasi dengan instansi yang lebih tinggi 3 bukti ancaman harus selalu terdokumentasi 4 menggunakan informan atau pihak ketiga/networking
1. terorganisir
2. akan tutup mulut
3. ancaman
Konsultan atau fasilitator tidak menguasai masalah atau mekanisme penanganan
3
3. data atau bukti dihilangkan
1 2 3 4
173 173
Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
menegaskan alur dan mekanisme program dan penanganan masalah melakukan pendampingan/asistensi dari supervisor dalam melakukan penanganan masalah memunculkan kembali komitmen dan iktikad baik dari konsultan/fasilitator penanganan masalah termasuk dalam indicator evaluasi kinerja
Langkah :
5 proses eksekusi
4 membuat surat pernyataan dari pihak yang dirugikan
mencari orang atau saksi kunci yang mendukung terjadi penyimpangan
2 pendekatan persuasive terhadap pihak-pihak yang mengetahui terjadinya masalah
2. tidak berani membuat surat pernyataan
Langkah :
1 penelusuran administrasi dari awal dengan melakukan cross check di lapangan
Bukti tertulis sulit didapat 1. surat penyataan yang bertentangan
2
membuat kesepakatan penyelesaian secara komprehensif baik masalah utama maupun masalah ikutan 3 menjalankan dan mengevaluasi kesepakatan penyelesaian masalah
1 memanggil kedua belah pihak baik yang melapor dan terlapor oleh pihak yang lebih tinggi
Langkah lanjutan :
1 pendekatan personal dengan tokoh yang netral/tidak terlibat
Langkah penanganan
Asumsi :
Adanya ancaman/intimidasi
LANGKAH PENANGANAN
DALAM PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT
No KENDALA A. Kesulitan memperoleh data dalam investigasi
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Langkah :
Pelaku melarikan diri
A6.
B2.
174
174
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
hasil musyawarah desa
melibatkan tuha peut dalam penyelesaian masalah jika tidak selesai pada tahapa desa maka masyarakat akan melanjutkan ke jenjang berikutnya harus disosialisasikan hasil penanganan dari awal sampai akhir pada masyarakat terutama pelapor
3 4 5 6
Melapor ke konsultan yang lebih tinggi Melakukan verifikasi dan turun ke lapangan Dokumentasi verifikasi
1 2 3
Langkah :
melakukan verifikasi dengan tokoh desa mengadakan rembuk desa dengan lembaga desa dan masyarakat
2
menghimpun informasi dari berbagai pihak
1
Langkah :
3 dana yang diselewengkan akan disita 4 melakukan pendekatan kepada pihak keluarga untuk membuat kesepakatan penggantian
hasil dari musyawarah desa dibuat berita acara yang akan digunakan sebagai bukti melapor ke pihak berwenang
-
1 melapor kepada pihak berwajib untuk dimasukan dalam daftar pencarian orang 2 Proses yang dilakukan sebelum melapor :
Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3
Konsultan
B. Hambatan terkait dengan para pihak B1. aparat desa, kecamatan
Penjelasan sama dengan ancaman dan intimidasi
Aparat ikut bermain
A5.
memperkuat/membangkitkan kembali lembaga masyarakat yang ada dengan cara melibatkan dalam penanganan masalah, contoh tuha peut, tuha delapan, imam mukim, imam mesjid, fonrakhe (Nias)
Langkah :
Tidak ada khusus perangkat di masyarakat
A4.
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Pihak lain (preman, aparat keamanan dll)
B4.
C2.
C1.
Sidang majelis kode etik dan diputuskan bersalah atau tidak, ada kesepakatan terhadap pelaku.
5
Ada forum musyawarah yang melibatkan lembaga desa dan kecamatan, tokoh masyarakat dan pelaku Ada penyelesaian berupa kesepakatan dan sanksi Disosialisasikan ke masyarakat melalui forum formal dan informal
2 3 4
Sosialisasi dan koordinasi 2
b. investigasi terhambat karena tidak kooperatif
Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Penjelasan program
Langkah : 1
a. kutipan/pungli
Reward and punishment
Penerapan aturan secara konsisten
-
aparat/ instansi pemerintah
3
pemantauan secara periodic
-
Monev secara periodik
2
b. mentalitas
coaching dan pelatihan
175 175
Dilaporkan pada pihak berwajib
4
1
Apabila belum berhasil, ada koordinasi dengan atasan.
3
a. pemahaman
Dilakukan sosialisasi oleh konsultan terhadap orang yang bersangkutan
2
Langkah :
Melakukan identifikasi pelaku
1
Langkah :
Tahapan awal sama dengan aparat
1
Langkah :
Pelaku akan dihadirkan di provinsi yang melibatkan semua pihak dan dilakukan proses hearing
4
Konsultan
C. Hambatan oleh Pelaku
Masyarakat
B3.
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Membangun mekanisme control di semua level
informasi tidak utuh
-
D2.
D1.
Membangun hubungan emosional dengan masyarakat dampingannya
5
176 Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3 176 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Membekali masyarakat dengan instrument pengawasan contoh BA pertemuan
1
a. Lemahnya pengawasan
Memetakan program yang ada
2
Langkah :
Mengumpulkan profil desa
1
Kesulitan dalam memastikan hasil kesepakatan dapat dijalankan dengan benar
c. Minimnya data
Menggunakan media informasi
Teknik mengendalikan forum
4
2
Kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat dampingannya
3
Sosialisasi secara kontinyu formal maupun non formal
Fasilitator harus memahami karakter, budaya dari masyarakat dampingannya
2
1
Fasilitator harus menguasai dan paham tentang program secara menyeluruh
1
a. kemampuan fasilitasi yang lemah
b.Masyarakat tidak/kurang memahami program
Langkah :
Mediasi
3
Kesulitan dalam membangun kesepakatan
Deiminasi dan sosialisasi berlanjut pelaksanaan program dan hasil musyawarah
2
1
lemahnya mekanisme control
-
Penjelasan program
4
Langkah :
Sosialisasi dan koordinasi
3
masyarakat
D. Tidak konsisten dengan hasil musyawarah (formal)
C3.
c. pajak nanggroe
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Melibatkan tokoh-tokoh masyarakat sebagai penggerak pengawasan
3
Ketika pelaku tidak kooperatif
4
D4.
Membangun kemampuan merespon masalah (melakukan koordinasi, melakukan crosscheck lapangan, melakukan klarifikasi data, melakukan klarifikasi langsung terhadap object masalah, upaya penyelesaian masalah secara berjenjang dalam kerangka hukum)
3
Untuk PPK, R2PM, P2KP dan Rekompak agar dapat mengalokasikan dana dukungan bagi proses hukum yang berasal dari prosentase biaya OP kegiatan Membangun jaringan untuk sumber dana lain
2 3
Laporkan kepada yang berwajib Yang bersangkutan dimasukkan ke dalam daftar hitam
2 3
Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3 177 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 177
Investigasi khusus secara berjenjang
1
Langkah :
Disarankan kepada program untuk menyediakan dana dukungan untuk kasuskasus hukum dan advokasi
1
Langkah :
Adanya kemampuan mengidentifikasi masalah
2
Tidak tersedianya dana dalam melakukan proses hukum
Membangun kepekaan terhadap masalah
1
c. Pembiaran masalah
D3.
Memperkaya wawasan masyarakat dengan informasi tentang peran dan tanggung jawab masyarakat sesuai dengan aturan program dan aturan hukum
1
Memperkaya wawasan masyarakat dengan informasi tentang peran dan tanggungjawab sesuai dengan aturan program dan aturan hukum (adat, agama dan hukum Negara)
Membangun hubungan emosional dengan masyarakat
2
b. Kurangnya otoritas
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
adanya ancaman dan intimidasi
kurang pemahaman
Rendahnya komitmen konsultan
E2.
E3.
E4.
178 Bahan Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 178 Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3
Adanya kejenuhan dan kebosanan dalam tataran masyarakat dalam kejenuhan permasalahan
E1.
Penguatan masyarakat/kelompok Pendekatan pada tokoh (toga, toda, toma) Diadakan musyawarah khusus
2 3 4
pendekatan pada pengancam klarifikasi dan penjelasan secara utuh perlunya informasi dari program lain mencari tokoh kunci pendekatan personal
2 3 4 5 6
perlu ada pelatihan khusus tentang handling komplain pada tahap berjenjang
2
recruitment konsultan perlu menggunakan psikotest perlu kode etik konsultan dan penilaian kinerja di semua program memanfaatkan database bagi konsultan nakal untuk 6 program standarisasi salary dan fasilitas berdasarkan kondisi wilayah
1 2 3 4
Langkah :
pemanfaatan media papan informasi, lebih aktraktif dan berpola
1
Langkah :
perlu adanya pemetaan kekuatan yang dapat mempengaruhi pengancam
1
Langkah :
Sosialisasi
1
Langkah :
E. Kesulitan dalam fasilitasi pengambilan keputusan penanganan
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Sulit mendapatkan data yang akurat sertifikasi pelaksanaan pekerjaan dengar pendapat kunjungan lapangan untuk uji silang
2 3 4
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan KSM Ekonomi Tahun 2 & 3
verifikasi data laporan
Langkah : 1
( Sumber : WORKSHOP HCU BANDA ACEH, 17-19 APRIL 2007 )
E5.
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
179 179
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
MANAJEMEN RELAWAN 1. MENGAPA MENJADI RELAWAN 2. MERAWAT RELAWAN NANGKIS
180 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 180 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Prinsip Dasar Kesukarelawanan Pilihan: Kesukarelawanan harus merupakan pilihan bebas masing-masing individu tanpa paksaan dari siapa pun. Dorongan, dalam bentuk apapun, untuk terlibat dalam kesukarelawanan harus tidak berakibat pada paksaan. Kebebasan untuk menjadi relawan sama halnya dengan kebebasan untuk tidak terlibat. Keragaman: Kesukarelawanan harus terbuka bagi siapa pun, tanpa membedakan latar belakang, umur, ras, orientasi seksual, kepercayaan/agama, dsb. Keterlibatan menjadi relawan dapat membangun keterikatan, membantu sekelompok orang yang beragam sehingga ia merasa berguna dengan keterlibatannya itu. Penghalang atau batasan-batasan sosial dapat diatasi oleh keterampilan, pengalaman, percaya diri dan kontak yang didapat ketika membantu yang lain. Prinsip kesempatan yang sama merupakan dasar untuk mendukung keragaman. Timbal balik: Relawan menawarkan untuk berkontribusi tanpa harus dibayar, tetapi sebagai gantinya mendapatkan manfaat dengan cara lain. Menyediakan waktu dan keterampilan secara sukarela harus diakui sebagai upaya untuk mendukung hubungan timbal balik dimana relawan menerima sesuatu yang bermanfaat buat dirinya. Manfaat yang diharapkan oleh relawan termasuk perasaan pencapaian yang berguna, keterampilan yang berguna, pengalaman dan bertambahnya kontak/relasi, pergaulan dan kesenangan, dan keterlibatannya dalam kehidupan berorganisasi. Pengakuan: Pengakuan secara eksplisit terhadap nilai sumbangan relawan terhadap organisasi, komunitas, maupun tujuan sosial yang lebih luas, merupakan dasar untuk membangun hubungan yang adil antara relawan dengan organisasi. (Dikutip dari Sri Indiyastuti & Cecep AB, Relawan Sebagai Agen Perubahan, dalam Aliansi Vol. 31 No. XXXV Agustus - September 2006)
Bahan Bacaan | Pelatihan BKM/LKM 181 181 Bahan Bacaan | Pelatihan DasarDasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Potret Relawan :
Haswa Kenalkan Aksara dari Pintu ke Pintu Salah satu indikasi lemahnya sumber daya manusia Indonesia adalah buta aksara yang masih disandang sebagian warga masyarakat kita. Sebuah huruf sebesar gedung stadion olahraga di Senayan, Jakarta, pun tidak bisa dibaca akibat penyakit buta yang satu itu. Kondisi ini menjadi keprihatinan Haswa sehingga dengan sukarela dia memperkenalkan aksara Latin dari pintu ke pintu. Itu dilakukannya sejak pria ini bertugas di SMP Negeri 6 Raha, ibu kota Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, tahun 1997. Ia menyangsikan keakuratan data statistik yang menyebutkan penduduk buta huruf di Sultra tinggal 73.787 orang pada tahun 2006 dan di Kabupaten Muna tersisa 13.457 orang. “Di lapangan, saya melihat penduduk buta baca tulis masih sangat banyak, termasuk di Kota Raha sendiri,” kata Haswa. Sebagai warga baru di Kelurahan Wapunto, Kota Raha, Haswa membangun hubungan sosial mulai dari masjid. Dari pergaulan sesama jamaah masjid dia mengetahui bahwa sebagian teman barunya tidak pandai baca-tulis alias buta aksara. Sebagian besar mereka bekerja sebagai buruh pelabuhan. Ketika ditawari untuk belajar baca-tulis, para buruh tersebut menyatakan mau. “Tanpa pikir panjang saya langsung mengunjungi mereka dari rumah ke rumah untuk mulai memperkenalkan huruf alfabet,” tutur anak keempat dari delapan bersaudara buah perkawinan dari Lasimpa dan Wahaya ini. Karena mulai banyak peminat dan rata-rata dari pekerja di pelabuhan, teknik pembelajaran dilakukan secara klasikal, sistem kelas. Untuk itu, dia menggunakan balai desa atau rumah-rumah peserta yang agak luas sebagai ruang belajar. Biaya untuk pengadaan papan tulis white board, spidol, buku tulis, pensil, dan sebagainya berasal dari kocek Haswa sendiri. Pengaruh ponsel Waktu Haswa makin tersita ketika sebagian penyandang buta aksara di kelurahan itu enggan bergabung dengan warga yang belajar di balai desa maupun berkelompok dengan sesama peserta baru. Mereka ini kebanyakan para ibu rumah tangga. Lagi-lagi Haswa harus melayani dari rumah ke rumah. Pelayanan seperti ini agak memberatkan dari segi finansial karena harus menyediakan alat tulis-menulis dan bahan bacaan lebih banyak untuk disebar ke rumah-rumah warga binaan. “Ini risiko dari sebuah pekerjaan sosial,” katanya. Untuk mencapai bobot yang diharapkan, Haswa menyusun sendiri kurikulumnya. Bahan ajar meliputi pelajaran membaca, menulis, dan berhitung. Pekerjaan itu tidak asing baginya karena profesi Haswa memang seorang guru berijazah S-1 dari Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Haluoleo (Unhalu), Kendari. Ketika masih studi di perguruan tinggi negeri itu, Haswa juga aktif dalam kegiatan pembebasan buta aksara. Bukan aksara Latin, melainkan buta aksara Al Quran. Santrinya mencapai ratusan anak dari berbagai kalangan, mulai dari anak tukang becak sampai anak pejabat.
182 Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 182 Bahan Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Selanjutnya, selama 1997-2004 dia telah ‘memelekkan’ lebih kurang 300 orang buta aksara di Kelurahan Wapunto. Mereka diberi semacam sertifikat berupa Surat Keterangan Melek Aksara. Bila ingin memperoleh ijazah setara sekolah dasar, mereka bisa mengikuti ujian Paket A versi Departemen Pendidikan Nasional. “Tetapi, mereka menyatakan sudah cukup mahir membaca dan menulis,” ujarnya. Setelah menyelesaikan pendidikan S-2 jurusan Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Makassar tahun 2006, Haswa kembali melanjutkan kegiatannya memberantas buta aksara di Wapunto. Saat ini ia tengah menangani 150 peserta baru, sekitar 80 persen di antaranya adalah ibu-ibu rumah tangga. Pengaruh alat telekomunikasi telepon genggam atau telepon seluler (ponsel) ikut memotivasi ibu-ibu itu untuk segera bebas dari buta aksara. Seperti diungkapkan Haswa, ibu-ibu itu mengaku ingin pandai baca-tulis agar bisa menggunakan telepon genggam. Kegiatan Haswa sebagai relawan pemberantasan buta huruf menarik perhatian Ketua Penggerak Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Muna Waode Siti Nurlaila. Istri Bupati Muna Ridwan itu kemudian menyerahkan dua kelompok PKK penyandang buta aksara untuk dimelekkan. Setiap kelompok berjumlah 20 orang. “Tugas itu sudah saya selesaikan,” ujarnya. Lahir pada 1 Juni 1972 di Desa Bubu, Kecamatan Bonegunu (kini Kabupaten Buton Utara), Haswa kini merasa tugasnya mulai agak ringan sebagai relawan. Sebagai Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Cabang Kecamatan Lohia, ia membagi tugas itu dengan temannya yang memiliki komitmen sama. “Sejumlah anggota PGRI saya telah termotivasi untuk menjadi relawan,” katanya. Dia juga bukan lagi guru biasa untuk bidang studi IPS di sekolahnya sebab sejak 19 September 2007, Haswa diangkat sebagai Kepala SMP Negeri 6 Raha. Dibekali keterampilan Sasaran pelayanan Haswa kini tidak lagi hanya sebatas Kelurahan Wapunto, tetapi seluruh wilayah Kecamatan Lohia. Tantangannya pun mulai bermunculan. “Kita ini sudah tua, buat apalagi belajar,” katanya mengutip pernyataan sebagian warga. Tantangan itu dijawabnya dengan memberikan bekal keterampilan sebagai pelajaran tambahan. Pelatihan mengolah jambu mete gelondongan menjadi kacang mete, membuat pot bunga, serta budidaya tanaman hias merupakan beberapa contoh keterampilan yang diajarkan Haswa. Anak-anak muda putus sekolah pun digalangnya. Mereka dihimpun dalam wadah Karang Taruna Soliwunto. Sebanyak 83 anggota karang taruna itu dilatih membuat pot dan membudidayakan tanaman hias di lahan pekarangan rumah mertua Haswa yang tak seberapa luas di Jalan Sutan Syahrir Nomor 15, Kelurahan Wapunto, Raha. Bersama istrinya, Waode Mulyana, serta kedua anaknya, Haswa masih menumpang di rumah mertua. Waode Mulyana yang berijazah S-1 juga guru IPS di SMP Negeri 1 Raha. “Baru mulai bikin fondasi,” ujar Haswa mengenai rencana membangun rumahnya sendiri. Penulis: Yasmin Indas /KOMPAS (Dikutip dari Kompas Cyber Media Community, Sabtu | 24 November 2007)
183 183 Bahan Bacaan | Pelatihan DasarDasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Sekilas Tentang Kerelawanan
(Nurani Galuh Savutri dalam ”Panudan Manajemen Kerelawanan, Ford Foundation – PIRAC) Kerelawanan merupakan sumbangan masyarakat bagi pengembangan pembangunan masyarakat sipil. Relawan memiliki peranan penting dalam pembangunan terutama apabila dikaitkan dengan pengembangan sector nirlaba khususnya organisasi nirlaba (LSM). Masyarakat sipil yang kuat hanya mungkin dibangun dengan dukungan keberadaan organisasi nirlaba yang berdaya dan filantropi yang efektif. Kerelawanan juga merupakan proses pendidikan masyarakat. Tidak ada seorang pun bersedia menjadi relawan tanpa menanyakan “saya bekerja untuk apa?” Lembaga harus menjelaskan isu apa yang sedang diperjuangkan secara menarik sehingga hati dan pikiran calon relawan menjadi terbuka serta secara sukarela bersedia menyumbangkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk membantu lembaga mencapai visi dan misi lembaga. Relawan memiliki peranan penting dalam (1) filantropi, (2) fundraising (seorang relawan dapat menjadi donatur yang sangat loyal), (3) kaderisasi,(4) peningkatan akuntabilitas lembaga, dan (5) sebagai penghubung antara lembaga dan publik (vita link). Masyarakat sipil yang kuat dapat dipastikan memiliki tingkat kerelawanan yang tinggi. Kita dapat mengambil contoh Amerika, United Kongdom, Kanada dan Belanda yang secara umum telah dikenal sebagai negara yang sangat mengutamakan kerelawanan dan kerelawanan telah menjadi suatu tradisi kuat yang telah menjadi bagian gaya hidup masyarakat. Di Amerika, 55 % penduduk Amerika terlibat dalam dunia kerelawanan. Prosentase tersebut terdiri dari 49 % pria dan 61 % perempuan, sekitar 70 % menjadi relawan di lembaga-lembaga nirlaba, 20 % menjadi relawan di organisasi kepemerintahan, dan 10 % menjadi relawan untuk lembaga profit misalnya rumah sakit, panti asuhan. Di Amerika, siapa pun dapat menjadi relawan. Setiap relawan meyumbangkan waktunya sekitar 4,2 jam. Di UK, ada sekitar 22 juta relawan. Waktu yang disumbangkan oleh semua relawan di UK selama satu minggu adalah sekitar 90 juta jam per minggu dan hal ini berarti para relawan tersebut telah memberikan kontribusi ke negara tidak kurang dari £40 millar per tahun. Kerelawanan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap kondisi perekonomian suatu negara. Cynthia P Scheneider dari American Women’s Club mengatakan bahwa dari hasil penelitian di 22 negara menunjukan kerelawanan di Amerika sama dengan 10,5 juta pekerjaan full-time. Pada tahun 2000, lebih dari 6,5 juta orang Kanada menjadi relawan. Rata-rata seorang relawan menyumbangkan waktunya sekitar 162 jam per tahun, yang berarti waktu yang disumbangkan oleh semua relawan di Kanada kira–kira 1,05 millyar jam. Hal ini sama dengan 549.000 pekerjaan full time (national survey of Giving, Volunteering, and Participating in 2000). Di negara-negara tersebut diatas, kerelawanan sudah menjadi elemen penting untuk pembangunan perekonomian negara dan masyarakat sipil. Sehingga pengelolaaan kerelawanan menjadi salah satu prioritas negara. Di setiap provinsi setiap negara memiliki pusat pengelolaan kerelawanan. Bahkan di setiap lembaga yang membutuhkan jasa relawan pasti memiliki divisi khusus yang bertanggung jawab terhadap manajemen kerelawanan lembaga. Di bulan November 1997, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan tahun 2001 sebagai International Year of Volunteer (IYV) dengan tujuan utama ditingkatkannya pengenalan (recognition), fasilitasi (Facilitation), jaringan (networking), dan promosi (promotion) kerelawanan. IYV diharapkan dapat menciptakan suatu peluang unik untuk menunjukan prestasi jutaan relawan di seluruh dunia dan dapat mendorong lebih banyak orang untuk terlibat dalam kegiatan kerelawanan.
184 Bahan 184 Pelatihan Dasar BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar BKM/LKM BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Dalam budaya Indonesia kerelawanan sebenarnya bukan hal baru. Sejak jaman dahulu, kerelawanan sudah mengakar dalam tradisi dan dipraktekan dalam kehidupan bermasyarakat. Bentuk kerelawanan yang paling umum dipraktekan oleh masyarakat Indonesia terutama di pedesaan adalah gotong royong dalam kegiatan pembangunan rumah, pembangunan sarana sosial, perkawinan, maupun kematian. Para pemuda, orang tua, dan wanita secara sukarela memberikan kontribusi baik berupa tenaga, uang dan sarana sesuai dengan kemampuan mereka. Sedangkan perkotaan, nilai-nilai kerelawanan sudah mulai luntur. Di kota, setiap tenaga atau bantuan yang dikeluarkan selalu diukur dengan uang atau materi. Dalam kegiatan semacam kerja bakti atau ronda, warga lebih memilih membayar orang atau mewakilkan ke pembantu daripada harus terkena giliran. Namun dekimian, seiring dengan menjamurnya lembaga nirlaba atau LSM di Indonesia paska-reformasi dan rentetan bencana alam serta kerusuhan yang kuantitasnya lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, semangat kerelawanan (Voluntarism) dan solidaritas kemanusiaan (genuine solidarity) nampak semakin menonjol. Bahkan Prof. Mitsua Nakamura, research fellow di Harvard University mengatakan bahwa mengingkatnya kerelawanan dan solidaritas kemanusiaan di Indonesia menunjukan adanya peningkatan pertumbuhan partisipasi masyarakat sipil (civil siciety) dan kemungkinan besar dapat menjadi sebuah faktor politik yang penting di masa mendatang. Pertumbuhan partisipasi di masa mendatang. Pertumbuhan partisipasi masyarakat sipil tersebut harus dipertahankan bahkan diperkuat agar semangat solidaritas kemanusiaan dan kerelawanan di masyarakat Indonesia tidak hilang. Pemerintah Indonesia juga mulai memandang pentingnya peran kerelawanan dalam pembangunan bangsa. Untuk meningkatkan kerelawanan dan meningkatkan kapasitas relawan di Indonesia, pada bulan Agustus 2003 Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi bekerjasama dengan UNDP membuka Pusat Pengembangan Kerelawanan (Volunteer Development Center atau VCD). Di samping sebagai pusat informasi relawan dan kerelawanan di Indonesia, VDC juga berfungsi sebagai forum bagi relawan, organisasi kerelawanan dan stakeholder yang lain untuk saling bertukar informasi, pengetahuan, skill dan keahlian. Hampir semua LSM baik organisasi karitas, organisasi pelayanan masyarakat dan organisasi advokasi membutuhkan relawan. Sayangnya, banyak lembaga yang hanya melibatkan relawan untuk kegiatankegiatan yang bersifat incidental saja, belum mensinergikan relawan dalam struktur lembaga sebagai bagian penting lembaga yang juga memiliki peranan penting untuk mencapai visi dan misi lembaga serta untuk keberlanjutan pencapaian misi lembaga di masa mendatang. Potensi kerelawanan masih digunakan sebatas untuk menanggulangi berbagai masalah yang diakibatkan bencana alam dan penyakit, belum disinergikan untuk mengatasi berbagai masalah sosial secara lebih strategis. Akibatnya, relawan tidak dikelola secara profesional dan akhirnya lembaga akan kehilangan media kampanye yang efektif dan modal sosial (social capital) yang sangat mahal. Yang akhirnya, lembaga akan kehilangan dukungan publik dalam memperluas gerakan sosial. Oleh karena itu peranan relawan perlu dipandang sebagai salah satu sumber daya lembaga yang dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mencapai visi dan misi lembaga. Karenanya relawan perlu dikelola secara profesional di mana sistem pendekatan manajemen kerelawanan yang dipakai hampir sama dengan sistem manajemen staf lembaga. Dengan adanya sistem manajemen kerelawanan yang bagus maka peran dan fungsi relawan akan dapat menjadi optimal dan akhirnya dapat membantu lembaga dalam mencapai misi lembaga.
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 185 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 185
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Manfaat memiliki relawan Relawan telah menjadi sumber daya yang bernilai bagi sebagian besar lembaga non-profit (LSM). Ada beberapa alasan mengapa LSM mulai melihat pentingnya melibatkan relawan dalam program mereka, yaitu :
(1)
Relawan memiliki peranan penting untuk membangun masyarakat sipil yang adil dan demokratis.
Hal ini akan membantu memperkuat tanggungjawab, partisipasi dan interaksi masyarakat sipil. Program relawan bermanfaat baik bagi lembaga maupun relawan
(2)
Program relawan akan membantu mempercepat terjadinya perubahan sosial dan pencapaian pembangunan masyarakat sipil yang kuat. Program relawan bermanfaat baik bagi lembaga maupun relawan
(3)
Program kerelawanan dapat meningkatkan kapasitas lembaga dalam upaya mencapai visi dan misi lembaga dan memberikan peluang atau kesempatan bagi relawan untuk dapat mengembangkan diri dan berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sipil. Program kerelawanan menghargai.
(4)
didasarkan
pada
hubungan
setara
dan
saling
Relawan berhak untuk mendapatkan tugas yang berarti, diperlakukan sebagai teman kerja yang setara, mendapatkan supervisi secara efektif, dan terlibat serta berpartisipasi secara penuh. Namun demikian, relawan juga harus bertanggung jawab dan melakukan tugastugasnya secara aktif berdasarkan kemampuannya dan loyal pada tujuan dan prosedurprosedur lembaga. Beberapa manfaat yang sering diaungkapkan oleh beberapa LSM baik di Indonesia maupun diluar negeri tentang program kerelawanan, antara lain :
Relawan dapat menjadi penghubung antara lembaga dan masyarakat, sehingga memperkuat hubungan lembaga ke masyarakat;
186
186
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Lembaga memperoleh tenaga, waktu dan keahlian gratis yang bernilai sama atau bahkan lebih besar dari pekerjaan staf yang digaji dan bekerja penuh waktu; Lembaga membangun dukungan publik, yang akhirnya dapat memperluas gerakan sosial lembaga; Lembaga memiliki media kampanye gratis; Lembaga melakukan proses pendidikan masyarakat; Staf memiliki banyak waktu untuk pengembangan program dan/atau perluasan kegiatan dan pelayanan yang ditawarkan lembaga; Memberi peluang ke staff untuk meningkatkan keahlian atau expertise di area program yang sedang mereka kerjakan; Staf memiliki lebih banyak waktu untuk memperkuat jaringan lembaga; Relawan memiliki potensi besar untuk menjadi donatur lembaga; Relawan menjadi sumber ide dan energi bagi pengembangan program lembaga.
Apa dan Siapa Relawan Pekerjaan kerelawanan (volunteer work) adalah segala bentuk bantuan yang diberikan secara sukarela untuk menolong orang lain. Sedangkan relawan adalah seseorang yang secara sukarela (uncoerced) menyumbangkan waktu, tenaga, pikiran dan keahliannya untuk menolong orang lain ( help others) dan sadar bahwa tidak akan mendapatkan upah atau gaji atas apa yang telah disumbangkan (unremunerated). Menjadi relawan adalah salah satu aktivitas yang dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai wujud kepedulian dan komitmennya terhadap sebuah visi tertentu. Hampir semua relawan yang terlibat dalam pekerjaan kerelawanan termotivasi oleh semangat untuk menolong orang lain sebagai bentuk rasa kepedulian dan tanggung jawab untuk membantu meningkatkan kesejahteraan orang lain. Tentu saja motivasi yang bersifat altruistik tersebut juga diikuti oleh motivasi-mitivasi pribadi yang lain, misalnya keinginan untuk memperoleh pengalaman baru, mendapatkan teman baru, mendapatkan perspektif baru, menggali potensi atau hanya sekedar untuk mengisi waktu luang. Melalui kerelawanan, relawan dapat saling belajar, dapat lebih memahami isu yang diminati secara lebih kritis, lebih mampu mengorganisasi diri dan sekaligus mampu melakukan aksi nyata dalam keterlibatannya di berbagai kegiatan. Dilihat dari pola pelaksanaannya, ada tiga pola kerelawanan yang saat ini berkembang. Pertama, kegiatan kerelawanan yang dilakukan oleh individual dan tidak dikoordinir oleh lembaga atau organisasi tertentu. Aktivitas ini banyak berlangsung di masyarakat, namun sulit untuk diukur ataupun diteliti karena dianggap sebagai kegiatan rutin harian. Kedua, kegiatan kerelawanan yang dikoordinir oleh kelompok organisasi, atau perusahaan tertentu, namun bersifat insidentil atau dilakukan secara tidak kontinyu. Misalnya, kegiatan bakti sosial dan donor darah dalam rangka ulang tahun lembaga atau perusahaan. Ketiga, kegiatan kerelawanan yang dikelola kelompok atau organisasi secara profesional dan kontinyu. Pola ketiga ini ditandai dengan adanya komitmen yang kuat dari relawan (baik tertulis maupun lisan) untuk terlibat aktif dalam kegiatan yang dilakukan, adanya aktivitas yang rutin dan kontinyu serta adanya divisi atau organisasi yang khusus merekrut dan mengelola para relawan secara profesional. Relawan dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu : Relawan jangka panjang, adalah relawan yang memiliki kepedulian dan komitmen tinggi terhadap suatu isu, visi atau kelompok tertentu dan bersedia mendedikasikan diri untuk memperjuangkan isu/visi yang di yakininya dalam jangka waktu tak tertentu. Relawan jangka panjang memiliki ikatan yang kuat baik dengan lembaga maupun isu atau program yang sedang dilakukan oleh relawan lembaga. Biasanya
187 187 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar Dasar BKM/LKM Bahan Bacaan | Pelatihan BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
relawan tipe ini memiliki ikatan emosi yang kuat terhadap isu atau tugas yang sedang dikerjakan dan sejalan dengan lamanya partisipasinya dalam suatu lembaga, maka nilai, identitas diri dan rasa kepemilikan terhadap isu/tugas/lembaga juga akan meningkat. Umumnya, relawan jangka panjang direkrut melalui salah satu cara berikut : rekrutmen sendiri (memiliki kepedulian dan komitmen terhadap isu dan berusaha menemukan dan bergabung dengan lembaga atau wadah yang dapat mewujudkan komitmen dirinya), keterikatan diri terhadap isu atau lembaga yang berkembang semakin kuat (ikatan batin dengan suatu isu atau lembaga tumbuh menjadi lebih kuat), dan kloning (bergabung dengan lembaga karena ajakan staf atau relawan yang sudah bergabung terlebih dahulu). Karena lamanya bergabung dan semakin meningkatnya kapasitas relawan dalam suatu isu atau program, relawan jangka panjang dapat dilibatkan dalam penentuan deskripsi tugas relawan, bahkan relawan tersebut dapat berinisiatif untuk menambah atau memodifikasi tugas-tugasnya. Bahkan apabila diperlukan, mereka juga bersedia meluangkan lebih banyak waktu dan tenaganya agar misi yang diembannya tercapai. Pengakuan atau reward dari lembaga akan semakin memperkuat komitmen dan keterlibatannya dalam pencapaian misi lembaga.
Relawan Jangka Pendek, adalah relawan yang bergabung dengan suatu lembaga hanya dalam jangka waktu tertentu. Biasanya relawan tipe ini memiliki kepedulian terhadap suatu isu tetapi tidak menganggap isu atau keterlibatannya dalam lembaga tersebut sebagai suatu prioritas dalam hidupnya. Relawan jangka pendek sebelum bergabung dengan suatu lembaga akan memastikan terlebih dahulu tentang deskripsi tugas yang akan mereka lakukan dan berapa lama komitmen yang harus mereka berikan ke lembaga tersebut. Mereka hanya bersedia melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan jangka waktu mereka sediakan, sehingga biasanya relawan tipe ini tidak bergabung dalam suatu lembaga untuk jangka waktu lama. Relawan jangka pendek biasanya direkrut oleh suatu lembaga melalui salah satu cara berikut : mereka tertarik bergabung dengan suatu lembaga karena tertarik dengan deskripsi tugas relawan, bukan pada misi lembaga; mereka terekrut melalui kegiatan-kegiatan atau event-event lembaga, biasanya mereka tertarik pada jenis event atau kegiatan yang dilakukan oleh suatu lembaga; dan mereka bergabung dengan suatu lembaga karena ajakan teman. Agar suatu lembaga dapat memiliki cukup relawan jangka panjang, maka lembaga harus memiliki kegiatan promosi internal yang bagus dengan cara memberikan pengakuan atau recogition baik formal maupun informal ke relawan yang dimiliki, memberikan tanggung jawab dan tugas-tugas yang jelas, menarik dan menantang, serta perlahan-lahan meyakinkan mereka agar bersedia memberikan komitmen yang lebih lama. Semua hal ini dapat dilakukan apabila lembaga memiliki desain dan sistem manajemen kerelawanan yang efektif. Desain dan sistem manajemen kerelawanan tidak dapat diciptakan secara spontan, tetapi harus direncanakan dan disusun secara sistematis serta memandang program kerelawanan sebagai salahsatu bagian dari komponen utama lembaga dalam upaya mencapai misi lembaga.
188 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 188 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Relawan dalam Penanggulangan Kemiskinan
Siapakah yang dimaksud dengan “Relawan” ?
Mengapa PNPM Mandiri Perkotaan menumbuhkan relawan ?
Relawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan nuraninya memberikan apa yang dimilikinya tanpa mengharapkan imbalan/upah ataupun karier. Kenyataan bahwa hampir di semua masyarakat aktivitas sosial berupa sifat tolong-menolong sudah sejak lama sering kita jumpai. Salah satunya yang sering kita kenal adalah “gotong-royong” yang dalam kerelawanan merupakan suatu bentuk tipikal dari jaring pengaman sosial yang paling utama di masyarakat miskin. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sesungguhnya modal sosial berupa sifat-sifat “kerelawanan” di masyarakat sudah ada, kemudian melalui PNPM Mandiri Perkotaan justru diberikan peluang pada masyarakat untuk menumbuh-kembangkan potensi modal sosial ini dengan mengaktualisasikan dirinya sebagai relawan. PNPM Mandiri Perkotaan merupakan gerakan moral menanggulangi kemiskinan. Hal ini sangat sejalan dengan fitrah kita sebagai manusia yang sesungguhnya adalah mahluk sosial yang sifat-sifat utamanya justru ditunjukkan oleh kemampuannya membantu orang lain sebagai wujud rasa syukur kepada Illahi.
Siapakah yang dapat menjadi Relawan ?
Semua warga yang secara ikhlas tanpa membeda-bedakan derajat dan status sosial bersedia mengabdikan dirinya tanpa mengharapkan imbalan ataupun karier dapat menjadi relawan. Artinya, siapapun dapat menjadi relawan, selama memiliki semangat dan jiwa kerelawanan. Relawan tidak tergantung dari kelompok masyarakat mana dia berasal.
Apa kontribusi Relawan bagi penanggulangan kemiskinan?
Apa peran Relawan dalam menanggulangi kemiskinan ?
Kreatifitas seseorang untuk berkontribusi membantu orang lain sesungguhnya dapat diwujudkan dengan banyak cara, bahkan mungkin tidak terhitung. Pada dasarnya, kontribusi yang dapat diberikan oleh relawan adalah semua karunia yang telah diperolehnya, antara lain: Waktu Tenaga Bakat termasuk kemampuan intelektualitas Harta Peran utama para relawan adalah sebagai “Agen perubahan” atau “Agen Pembaruan” di masyarakat yang berfungsi mempercepat terjadinya proses penanggulangan kemiskinan. Membangun masyarakat adalah misi utama relawan dalam menanggulangi kemiskinan, yang secara khusus melalui PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan dengan berbagai aktivitas pendampingan masyarakat (terutama KSM, BKM dan UP-UP). Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan oleh para relawan ini antara lain : Peningkatan kapasitas (capacity building) bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin dengan memberikan bimbingan dan pelatihan (coaching and training).
Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 189 Bahan Bacaan | Pelatihan Dasar BKM/LKM 189
PNPM MANDIRI | PERKOTAAN
Memberikan bantuan teknis bagi masyarakat yang dibutuhkan dalam menjalani rangkaian siklus proses PNPM Mandiri Perkotaan. Membangun jaringan kerja dan jaringan sumberdaya, sebagai upaya membuka ruang dan akses masyarakat pada informasi, teknologi, kapital, dll. Melakukan upaya-upaya mobilisasi sumberdaya, sehingga berbagai upaya penanggulangan kemiskinan dapat secara efektif terselenggara bersama masyarakat.
Para relawan pun ikut berperan mendorong tumbuhnya komunitas belajar kelurahan (KBK), yang dimulai dengan membangun kelompok-kelompok diskusi diantara para relawan, kemudian mengikutsertakan pihak-pihak lain yang peduli baik dari kalangan pemerintah kelurahan/desa, maupun lembaga sosial atau kemasyarakatan yang ada di lingkungan kelurahan/desa. Dengan demikian upaya kajian atau pembelajaran mengenai berbagai hal pembangunan masyarakat, terutama penanggulangan kemiskinan dapat terus berlangsung di masyarakat. Artinya, masyarakat secara dinamis terus meningkatkan kapasitasnya, dan proses belajar menjadi budaya komunitas.
Bagaimana PNPM MANDIRI PERKOTAAN membuka peluang menumbuhkan Kerelawanan ?
Sejak awal Rembuk Kesiapan Masyarakat (RKM), setiap tahapan siklus, dan setiap saat dibuka kesempatan seluas-luasnya bagi relawan melalui Pendaftaran Relawan. Konsep dasar PNPM Mandiri Perkotaan: manusia pada dasarnya baik dan kebaikan dapat diwujudkan dalam sikap memberi/membantu orang lain secara “Ikhlas”. Tidak dibayar (upah) untuk berbuat baik adalah peluang untuk seseorang mengaktualisasikan dirinya sebagai relawan, dan membangun kultur sehat di warga agar terjamin keberlanjutan nilai-nilai dan prinsip seperti yang ditumbuh kembangkan melalui PNPM Mandiri Perkotaan. PNPM Mandiri Perkotaan secara sengaja membuka ruang pengabdian yang dapat diisi oleh para Relawan, seperti menjadi anggota BKM/LKM, merintis pengembangan Komunitas Belajar Kelurahan, pendampingan dalam pengembangan KSM, beraktivitas secara gotong-royong, membangun semangat kebersamaan dalam menyikapi kemiskinan, dsb adalah bidang-bidang kerja yang dipromosikan PNPM Mandiri Perkotaan untuk para Relawan. PNPM Mandiri Perkotaan seraca sistematis mengupayakan berbagai fasilitasi bagi para relawan melalui pengembangan kapasitas dan pengakuan, seperti: - kesempatan mengikuti pelatihan-pelatihan - pengembangan jejaring
Bagaimana memelihara Semangat dan Jiwa Kerelawanan?
Dalam rangka keberlanjutan program penanggulangan kemiskinan di masyarakat maka peran para relawan menjadi sangat penting, terutama untuk terus menjaga dinamika masyarakat. Kondisi yang perlu terus dipertahankan bagi keberadaan peran para relawan ini adalah dengan terus memelihara semangat dan jiwa kerelawanannya. Hasilnya adalah semakin tumbuhnya kebersamaan ( social cohesion), yang merupakan dampak positif dari tindakan kerelawanan. Baik atas prakarsa pemerintah maupun prakarsa BKM/LKM bersama unsur perangkat kelurahan/desa perlu terus (i) Membangun jejaring kebersamaan, (ii) peningkatan kapasitas, (iii) mengupayakan penghargaan dan pengakuan dari Pemda. Salah satu komponen penting bagi keberlanjutan peran para relawan dalam penanggulangan kemiskinan adalah dengan ”manajemen relawan” melalui: perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring aktivitas kerelawanan secara terbuka dan bertanggung jawab (prinsipnya: transparansi dan akuntabilitas). Dengan demikian hasil kerja para relawan ini menjadi semakin nyata dan berarti di masyarakat.
190 Bahan BahanBacaan Bacaan|| Pelatihan Dasar BKM/LKM BKM/LKM 190 Pelatihan Dasar