Bumi Kedua by Rudysetyawan69 [SAMPLE]
Beginilah nasib seorang anak yang hidup dalam Kost, Suka-duka perut ditanggung sendiri, teman kadang tak peduli . Ada sih beberapa teman wanita yang cukup peduli padaku, kadang-kadang mereka memberikan sepucuk rantang makanan, tapi jarang. Saat seperti ini selalu membuka memoriku tentang suasana di rumah. Biasanya kalau di rumah, setiap aku lapar, setidaknya masih ada satu atau dua bungkus camilan untuk ganjalan. Tapi semenjak satu tahun terakhir hidup dalam lingkungan Kost, semuanya berubah [drastis], tak lagi seperti saat dirumah. Seperti saat ini, sangat berlawanan dengan harapan, hanya tersisa sebungkus mie instan tergeletak tak bernyawa di dapur. Mau tak mau aku harus memutilasinya perutku,
agar
untuk dia
bisa
memasukannya
berhenti
meronta.
kedalam Meskipun
sebenarnya aku sudah sedikit bosan memakan makanan darurat semacam ini, tak ada pilihan lain. Asal lapar, apapun jadi. Mamaku yang biasanya rajin menyuruh supir keluarga mengantarkan makanan hasil masakannya kesini, sekarang sudah sangat jarang, bahkan tidak pernah. Mungkin Beliau juga sibuk, mengurus Perusahaanya. Biarlah, aku kan sudah gede, harus bisa hidup tanpa 1
[Bumi Kedua]
ketergantungan pada Orangtua. Harus bisa, wajib bisa!!. Karena nantinya aku juga tak mungkin bernaung terusterusan dibawah ketek orangtuaku. Bahkan suatu saat nanti ketika aku sudah berumah-tangga, aku dituntut untuk menjaga dan merawat masa tua Orangtuaku. Anggap saja semua ini pembelajaran awal untuk menjadi lelaki mandiri…** Gelas masih berserakan dimana-mana, berpencar ke segala penjuru ruangan. Diatas kasur, diatas meja, sampai diatas lemari. Kamar serasa mirip gudang, atau gudang mirip kamar?. Semua ini karena semalam anakanak membuat lagu ditempat ini, semua manusia pecinta dangdut metal berkumpul untuk mendiskusikan lagu apa yang akan dibuat untuk orkes dangdut lawas mereka. Untungnya Mbak Novi tidak melakukan acara sidak, coba kalau dia tiba-tiba sidak, terus nyelonong masuk kedalam kamarku, dapat dipastikan semua yang hadir harus siap-siaga uang puluhan juta untuk operasi organ dalam. "Sialan!, anak-anak pergi tanpa membantuku sama sekali untuk membereskan semua ini. Cuma mau
2
[Bumi Kedua]
enaknya saja. Makan, minum di tempat orang, seharusnya bantu beres-beres dong!. Nggak peka banget sih!. Sepertinya mereka sengaja membuatku mati muda!." Menggerutu pun sia-sia, tak ada yang mendengar, tak ada yang memahami, tak ada yang lihat, kecuali cicak yang sedari tadi menari salsa dilangit-langit. Seolah-olah mereka sengaja menghinaku yang sedang menggerutu seorang
diri.
Sesekali
mereka
julurkan
lidahnya,
mengerling padaku. Kubalas dengan menjulurkan lidahku ke mereka, tapi setelah aku sadar, ternyata mereka hanyalah seekor cicak dungu yang sedang dalam masa orientasi menuju pelaminan, bodohnya aku yang meladeni mereka. Kecerdasanku menyusut karena ulah dua ekor cicak. Segera melesat ke dapur, mengacuhkan tumpukan piring dan gelas yang amburadul, bertebaran diseluruh penjuru
ruangan,
nyangkut
dimana-mana.
Segera
memasak, memanjakan perut yang semakin rewel. Jangan sampai Maagku kumat gara-gara lambung ini tak kucumbukan dengan makanan. Karena sakit itu, sangat
3
RudySetyawan69
[Bumi Kedua]
menyiksa rasanya. Orang sehat aja kadang merasa enggak enak, apalagi orang sakit. Kompor gas segera mencumbu pantat wajan dengan erat. Kali ini kugunakan beberapa sayuran untuk kucampurkan kedalam masakanku yang kuminta dari Mbak Novi, si Pemilik Kost. Menu makan siang kali ini,sederhana saja, cukup dengan sebungkus Mie instan yang sudah berendam dan tenggelam didalam wajan, beradu dengan sedikit sayur-mayur, yang kuharap selain mengenyangkan juga menyehatkan. Menimbang bahwa porsi makanku sedikit banyak, sengaja kutambahkan air lebih banyak agar perutku tak cepat-cepat menuntut untuk kedua kalinya. Kupikir setelah kemarin makan pizza, aku tidak akan merasa lapar lagi, tapi prakiraanku keliru, aku masih saja merasakan lapar. Makanan enak nan mahal juga tak tahan lama ya?. Saat siang hari, saat istirahat, teman-teman wanitaku selalu mengganggu. Jam makan siang seperti ini memang sudah menjadi kebiasaan mereka untuk mengirim pesan singkat yang tak jelas apa maksudnya. Dari pertanyaan aneh, sampai pernyataan konyol. Membuat Tanganku
4
[Bumi Kedua]
sibuk mengurus wajan bersamaan membalas SMS. Andai ada sebuah teknologi baru, memasak lewat sms. Mungkin aku takkan se-repot ini, mengelus dua benda sekaligus.
Atau
setidaknya
ada
alat
baru,
sms
menggunakan wajan. Karena jujur saja, aku tak begitu suka repot-repot masak seperti ini, tapi bagaimana lagi, kantongku
sedang
mengalami
musim
kemarau
berkepanjangan, sampai kekeringan gara-gara terlalu sering kugaruk setiap saat untuk membeli makanan di
KFC. Sementara iti, menunggu tanggal gajian masih lama. Sebenarnya, pekerja lepas sepertiku tidak bisa disebut gajian. Karena hasil penjualan buku masih harus dibagi laba dengan penerbit. Kadang dapat banyak, kadang sedikit. Tergantung jumlah buku yang terjual. Terlebih lagi, aku tak terikat kontrak satupun dengan penerbit manapun. Tamatlah sudah riwayatku jikalau sampai kehabisan dana sebelum mendapat dana baru. apalagi anak muda jaman sekarang tak begitu suka membaca buku, novel buatankupun tak begitu diminati. Padahal novelku bagus-bagus. Mereka lebih suka dan lebih betah membaca sms pacarnya yang suka gombal
5
RudySetyawan69
[Bumi Kedua]
[yang jelas menipu] dibanding baca koran. Kalaupun membaca, paling cuma dibaca headline nya doang. **
Saat
meminta
sayur
ke
rumah
Mbak
Novi,
sebenarnya ia menawariku untuk makan siang disana (Rumahnya), tapi aku sendiri yang tak enak hati menerima tawaran baiknya. Jadi, kutolak dengan beribu macam alasan. Alasan utamanya karena Dia hanya tinggal sendirian dirumah itu, tidak ada satupun saudara atau orangtua
yang
menemaninya.
Ditambah
dengan
statusnya yang masih lajang, sungguh membuatku sangat galau setiap kali dimintai tolong datang kesana untuk sekedar mengganti lampu yang habis masa aktifnya. Tatapan Ibu Kost selalu berhasil membuatku salah tingkah. Aku selalu berusaha untuk tidak menatap matanya saat berbicara, aku takut. Tatapan mata sayunya yang sedikit sipit namun tajam, sekaligus hangat dan mempesona, membuatku blingsatan tak karuan, jantungku selalu berontak dibuatnya. Seperti pemain tinju yang terombang-ambing diatas Ring. Mungkin itulah gambaran perasaanku saat dia menatapku. Entah
6
[Bumi Kedua]
perasaan bodoh macam apa itu?.
Diusianya kini yang
hampir memasuki kepala tiga, ternyata ia masih cukup cuek dengan status singlenya. Sangat jarang terlihat, atau bahkan bisa dikatan tidak pernah terlihat Mbak Novi jalan sambil bergandengan tangan dengan lawan jenis. Ia lebih sering terlihat menggandeng tas LV, dibanding bermesraan didepan publik. Aku maklumi, relasinya banyak, koleganya tak terhitung, menjaga sikap memang harus, apalagi bagi wanita karir sepertinya. Setidaknya harus menjaga gengsi, menjaga nama baik juga. Wajar-wajar saja sih. Aku tidak begitu tahu alasan yang lain, selain itu. Jika dilihat secara kasat mata, Mbak Novi memang terlihat nyaman-nyaman saja dengan kesendiriannya. Meskipun sebenarnya tak banyak orang yang tahu, tak jarang pundakku menjadi sandaran saat air matanya saat ia tak mampu menahan rasa sedih karena kesepian. Aku coba berpikir positif dan logis saja, ‘Biar
bagaimanapun
keadaannya,
bagaimanapun
sikapnya, yang cuek dan acuh, Mbak Novi adalah wanita yang sama dengan wanita lain pada umumnya. Tentu, dan sangat pasti, kalau dia akan merasakan kesepian, apalagi hidup dalam kesendirian.’ 7
RudySetyawan69
[Bumi Kedua]
Ia bilang padaku, saat melihat teman-teman sebayanya, ia merasa sedikit iri, karena kebanyakan dari temannya sudah menggendong baby, sudah memiliki peran baru dalam kehidupan rumah tangga, sebagai Ibu Rumah Tangga. Menyusui, mengasuh anaknya, mengurus segala keperluan anak dan suami. Terkadang juga semua itu membuat Mbak Novi merasa sedikit putus asa pada Tuhan yang tak kunjung mendekatkan pasangan hidupnya. Keluh kesahnya padaku tak berbeda jauh dengan keluhan-keluhan sebelumnya: Ia hanya seorang
laki-laki
yang
memiliki
menginginkan
pekerjaan
tetap,
berpenghasilan cukup, pengasih, penyayang dan bisa diandalkan, baik dalam hal ekonomi dan yang lain. Lalu ia juga berniat untuk berhenti menjadi wanita karir, setelah menemukan lelaki yang dimaksudkannya. Beralih profesi menjadi Istri yang patuh pada Suami, menjaga dan merawat suami serta anak-anaknya kelak. Menjadi pembantu rumah tangga dirumahnya sendiri, mencuci, menyapu, memasak dan membersihkan rumah. Itu semua menjadi sebuah harapan besar Mbak Novi, yang sering kudengar dari bibirnya. Aku tak bisa memberikan 8
[Bumi Kedua]
komentar lebih banyak, selain takut salah berkomentar, aku memang bukan penceramah orang lain. Secara hatihati, hanya bisa menenangkannya dengan mendekapnya, dan berusaha menjadi lebih dewasa, mencoba memahami dan memberikan sedikit pujian atas keberhasilannya menjadi wanita karir yang mandiri + mapan diusia yang masih cukup muda. Lelaki sepertiku saja belum bisa apaapa, setidaknya pencapaian Mbak Novi sejauh ini, sedikit lebih jauh dariku. “Mbak kan sudah sukses di usia muda, sudah mapan pula, jodoh pasti akan segera Tuhan kirimkan untuk Mbak. Sabarlah!, Tuhan maha baik kok Mbak.” Kalimat tersebut yang rajin kuulangi, setiap kali Mbak Novi terlihat down. Dia selalu mampir ke Kostku jika ingin berkeluh-kesah, atau sekedar bercerita ringan untuk menghilangkan kejenuhan. Sampai saat ini aku juga tidak tahu, entah kenapa dia memilihku sebagai teman curhatnya dibanding anak-anak Kost yang lain?. Padahal banyak
berkeliaran
para
Mahasiswa
yang
level
kegantengannya sedikit diatasku. Aku ingin bertanya padanya, tapi malah takut. Takut kalau kedekatanku
9
RudySetyawan69
[Bumi Kedua]
dengannya pupus, gara-gara aku menanyakan hal yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan. Cukup kutanyakan pada diri sendiri saja. Apa ada sesuatu yang lain dariku daripada yang lain? Atau ada sesuatu yang berbeda dari dalam diriku, yang tak dimiliki orang lain?.
Temanku
berbaik hati menghiburku, mereka bilang : “Ya, kamu memang berbeda. Lain daripada yang lain” Aku hanya bisa bersyukur, berterimakasih (dan sedikit merasa GR). Ternyata kelainanku ini tidaklah buruk. Tenyata aku cukup dipercaya untuk memendam, menampung, dan menjaga rahasia orang lain. Karena aku masih memegang teguh prinsip Orang Tuaku yang berkata kurang lebih begini bunyinya: ‘Jangan pernah coba-coba membuka rahasia orang lain yang dipercayakan kepada kita, karena bisa jadi orang itu takkan pernah lagi percaya pada kita’ Aku coba amalkan itu seikhlas mungkin. Menakutkan sekali jikalau sampai tidak dipercaya sama sekali oleh orang lain. Memang percaya diri jauh lebih penting, tapi kepercayaan orang lain padaku juga tak kalah penting bukan?. Makanya, kucoba menjalankannya setulus
10
[Bumi Kedua]
mungkin, tidak membocorkan informasi rahasia dari dan pada siapapun, and Walhasil, setidaknya saat ini aku merasa menjadi orang yang cukup bisa menjaga kepercayaan orang lain. Dengan banyak belajar dari pengalaman diri sendiri, kalau cerita pribadi dibocorkan orang lain pasti tidak terima, aku menjaga rahasia Mbak Novi dengan cara aku memposisikan diriku sebagai Mbak Novi. Cerita pribadinya adalah cerita pribadiku. Tentu akan sangat tidak suka, bahkan marah jika orang yang dipercaya malah mengingkari kepercayaannya.
11
RudySetyawan69