BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemerolehan leksikon sangat penting dalam perkembangan bahasa seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang satu dengan yang lainnya untuk membentuk sebuah kalimat. Anak-anak yang memiliki leksikon yang luas dapat menyusun kalimat dengan mudah karena leksikon yang digunakan oleh anak mewakili ekspresi mereka dalam berbahasa. Dalam pemerolehan bahasa, hal yang pertama kali diperoleh oleh anakanak adalah kata (Clark,1993:1). Dengan leksikon seorang anak dapat menyampaikan keinginan mereka, misalnya ingin membeli mainan, ingin makan sesuatu, dan lain-lain. Leksikon yang dimiliki oleh anak-anak dapat diwujudkan dalam kalimat yang sederhana, yang terdapat kesesuaian antara subjek dan predikat. Misalnya pada kalimat, aku makan roti, aku merupakan subjek, makan adalah predikat, dan roti adalah objek. Jadi, tanpa kata tidak ada struktur bunyi, struktur kata, dan struktur sintaktis. Penguasaan leksikon dapat memengaruhi keterampilan berbahasa anak. Keterampilan berbahasa anak meningkat apabila kuantitas dan kualitas kosakatanya meningkat (Tarigan, 1993: 14). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak leksikon yang dimiliki oleh anak, makin baik pula bahasa yang disampaikannya. Anak akan mudah menyampaikan maksud dan tujuan dengan leksikon yang telah dimilikinya dan orang lain juga mudah memahami maksud yang disampaikan oleh anak.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu upaya untuk mempercepat penguasaan leksikon anak adalah melalui membaca. Rimm (dalam Pelenkahu, 2009:188) menyatakan bahwa membacakan buku untuk anak sangat berguna saat anak mulai dapat memusatkan perhatian untuk jangka waktu yang pendek (sebagian anak mulai bisa melakukan kegiatan ini pada usia enam bulan). Melalui buku anak dapat melakukan gerakan sederhana seperti bertepuk tangan atau menepuk-nepuk untuk menunjukkan perasaan senang. Mereka juga senang dengan kalimat-kalimat yang dibacakan atau mengisi kata-kata yang hilang atau mengoreksi jika secara sengaja melewatkan satu kata dalam membaca. Penelitian ini membahas pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun. Ada empat alasan mengapa topik ini dipilih. Pertama, ada silang pendapat di antara para ahli dalam kajian tentang pemerolehan leksikon, khususnya dalam penentuan jumlah kosakata anak usia 7 tahun. Misalnya, Fry dan Cutterden (dalam Raja, 2008:234) menyatakan bahwa kosakata aktif anak berjumlah 4.000 pada usia 7 tahun. Raja (2008:234) mengungkapkan bahwa kosakata aktif anak pada usia 7 tahun adalah 7.760 dan 10.908 kata. Sementara itu, Clark (1993: 13) memprediksikan bahwa usia 7 tahun anak memperoleh 17.000 kata. Alasan kedua adalah adanya pendapat ahli yang berbeda mengenai kelas kata yang dikuasai lebih awal oleh anak. Bloom (dalam Dardjowidjodjo, 2000: 37) mengatakan bahwa kata fungsi lebih banyak digunakan oleh anak daripada nomina. Begitu juga, Tardif (dalam Dardjowidjodjo, 2005: 259) menyatakan bahwa verba dikuasai lebih awal dan lebih banyak daripada nomina. Pada kasus Echa (Dardjowidjodjo, 2005:259) kelas kata nomina lebih banyak dikuasai
Universitas Sumatera Utara
daripada verba. Hal ini terjadi karena Echa bergantung pada masukan yang diterimanya. Dalam penelitian ini diungkapkan kelas kata yang dikuasai anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690 Medan. Alasan ketiga adalah bahwa anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690 Medan berasal dari berbagai suku, misalnya Jawa, Toba, Mandailing, Melayu, Karo dan Aceh. Keheterogenan suku anak di SD ini tampaknya memengaruhi leksikon yang diperoleh, contohnya, bahasa Indonesia bercampur dengan bahasa Jawa, seperti yang terdapat dalam kalimat Aku gak jadi ding. Contoh lain terdapat pada ujaran anak yang bersuku Karo, Siapa nama kam?, akibatnya, leksikon yang diperoleh anak memiliki perbedaan antara satu anak dan anak lainnya. Kenyataan ini didukung oleh Dardjowidjojo (2000: 34), yang menyatakan bahwa pemerolehan leksikon dipengaruhi oleh sejumlah faktor, di antaranya adalah budaya, latar belakang keluarga, taraf hidup, tingkat pendidikan, dan lokasi (desa atau kota besar). Anak-anak yang tinggal di desa akan memiliki kosakata yang berbeda dengan anak-anak yang tinggal di kota. Demikian pula anak-anak yang berasal dari keluarga yang kaya berbeda leksikonnya dengan anak-anak yang berasal dari keluarga yang miskin. Alasan keempat ialah bahwa leksikon adalah pusat dalam pemerolehan bahasa (Clark, 1993:1). Dalam berbahasa diperlukan leksikon. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam merangkai sebuah ide atau gagasan, anak juga memerlukan kata agar ide dan gagasan dapat disampaikan dengan baik. Kajian mengenai pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun merupakan dasar untuk memahami buku teks yang menjadi sumber belajar anak-anak. Meskipun leksikon
Universitas Sumatera Utara
merupakan bentuk yang sederhana bagi anak untuk diingat, dalam kenyataannya leksikon juga mudah dilupakan oleh anak karena tidak selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya, anak-anak tidak benar-benar lupa mengenai leksikon yang ingin diucapkan melainkan karena adanya gejala lain dalam wicara yang berkaitan dengan ingatan (lihat Dardjowidjodjo, 2005: 153). Pemilihan anak usia 7 tahun sebagai subjek penelitian ialah karena secara teoretis anak usia 7 tahun berbahasa sudah seperti orang dewasa. Namun, mereka masih kesulitan dalam menceritakan kegiatan harian mereka secara berurutan. Dalam hal ini pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun diteliti melalui cerita gambar seri yang mereka ungkapkan dalam bahasa mereka sendiri. Penelitian ini membahas kelas kata dan relasi semantis. Dalam penelitian ini diidentifikasi kelas kata yang digunakan anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690. Dalam pengamatan awal diperoleh data yang berupa hasil cerita berdasarkan gambar seri yang diberikan kepada anak. Berikut contoh teks yang dikutip dari dua responden. (1) Buaya dan kancil di sungai. Kancil meminum air sungai. Buaya berenang dan melihat kancil. Tiba-tiba buaya memakan kaki kancil karena buaya lapar. Itu bukan kakiku itu kayu kata kancil. Buaya kemudian melepaskan kaki kancil. Kancil berkata terima kasih buaya dan kancil pergi ke hutan meninggalkan buaya. (2) Kancil meminum air sungai. Tiba-tiba seekor buaya datang ia menggigit kaki si kancil. Kata si kancil itu bukan kakiku itu kayu. Buaya melepaskan kaki kancil. Terima kasih buaya kata si kancil kemudian si kancil berjalan meninggalkan buaya. Dari dua teks tersebut tampak bahwa anak sudah memiliki leksikon hewan, anggota tubuh, kegiatan dan lain-lain. Kelas kata yang terdapat dalam teks tersebut juga bervariasi seperti nomina kancil, buaya, sungai, kaki, dan hutan,
Universitas Sumatera Utara
verba meminum, melihat, menggigit, meninggalkan, dan melepaskan, dan konjungsi dan, karena, dan kemudian. Berdasarkan teks, kelas kata yang tampak adalah nomina, verba, dan konjungsi. Hal ini menjadi bagian dalam penelitian yang dilakukan untuk menemukan kelas kata yang diperoleh anak usia 7 tahun. Dalam kaitan dengan relasi semantis, anak usia 7 tahun sudah dapat menyebutkan beberapa jenis hewan yaitu gajah, kelinci, buaya, dan sapi. Jika dilihat relasi pada leksikon hewan akan diketahui bahwa terdapat bentuk relasi hiponim dalam leksikon hewan tersebut. Jenis hewan yang disebutkan anak merupakan kata khusus dari hewan. Artinya, bahwa leksikon anak usia 7 tahun sudah membentuk relasi semantis hiponim.
1.2 Rumusan Masalah Masalah yang dikaji difokuskan pada pemerolehan leksikon pada anak usia 7 tahun. Adapun masalahnya dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pemerolehan leksikon anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690? 2. Kelas kata apa sajakah yang dikuasai anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690? 3. Bagaimanakah relasi semantis yang terbentuk di antara kata-kata yang diperoleh anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690?
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan penelitian ini dinyatakan sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690. 2. Mengidentifikasi kelas kata yang dikuasai anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690. 3. Mendeskripsikan relasi semantis yang terbentuk di antara kata-kata yang diperoleh anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik pada tataran teoretis maupun pada tataran praktis di bidang pemerolehan bahasa khususnya pemerolehan leksikon. 1.4.1
Manfaat Teoretis Manfaat teoretis dalam penelitian ini antara lain:
1. Menjadi salah satu model acuan yang dapat diandalkan untuk penelitian tentang pemerolehan bahasa khususnya pemerolehan leksikon. 2. Memperkaya kajian tentang pemerolehan bahasa khususnya pemerolehan leksikon anak. 3. Menjadi bahan acuan bagi para peneliti yang berfokus pada kajian pemerolehan bahasa.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2
Manfaat Praktis Pada tataran praktis, hasil kajian ini dapat digunakan sebagai berikut:
1. Menjadi bahan pengajaran pemerolehan bahasa khususnya pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun. 2. Sumber informasi dan rujukan bagi penelitian lanjutan dan bahan perbandingan untuk melakukan kajian lanjut. 3. Masukan pemikiran kepada semua pihak yang terkait dalam perkembangan bahasa anak.
1.5 Definisi Istilah 1. Pemerolehan Bahasa Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang berlangsung dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya yang dilakukan secara natural (lihat Dardjowidjodjo, 2005: 225; Chaer, 2003: 167; bdk. Tarigan 1986: 243; O’grady 1989:270; Goodluck 1992: 1). 2. Pemerolehan Leksikon Pemerolehan leksikon adalah proses bagaimana anak mengidentifikasi kata-kata dari bahasa mereka, mengisolasi (memisahkan) bentuk kata, dan mengidentifikasi calon makna (Clark, 1997:14). 3. Leksikon Leksikon adalah daftar kata dan makna yang dimuat dalam kamus (Saeed, 2000:10).
Universitas Sumatera Utara
4. Leksem Leksem adalah sejumlah daftar kata yang ada dalam kamus (Saeed, 2000:55). 5. Relasi Semantis Relasi semantis adalah hubungan kemaknaan antara sebuah kata atau satuan bahasa dengan kata atau hubungan struktural di antara kata-kata (Geeraerts, 2010:52). Relasi semantis itu dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, dan ketercakupan makna. Dalam hal ini relasi semantis dapat dilihat dari bentuk relasi leksikal seperti sinonim, antonim, hiponim, dan lain-lain. 6. Kelas Kata Kelas kata adalah pengkategorian kata yang memposisikan suatu kata pada tempat tertentu seperti nomina, ajektiva, verba, dan lain-lain (Kridalaksana, 1994: 33).
Universitas Sumatera Utara