24 •
BEBERAPA MASALAH (HUKUM» KEBIASAAN INTERNASIONAL SEBAGAI SUMBER HUKUM INTERNASIONAL *) •
•
_ _ _ _ _ _ _ _ _ Oleh: Syahmin A.K., S.H._--_ _ _ _ __ •
Pendahuluan Hukum Internasional, pad a mulanya lebih banyak bersumber/pedoman kepada kebiasaan negara-negara dan kepada pendapat para ahli hukum ternama. Karena di masa lampau, kebiasaan internasional memegang peranan yang utama sebagai sumber hukum internasional. Akan tetapi kini keadaannya menjadi lain, di mana makna dari kebiasaan internasional itu telah menjadi kecil dengan bertambah banyaknya perjanjian yang membentuk hukum (law making treaties). Walaupun demikian hukum kebiasaan internasional tetap substantif, karena pada saat ini bagian terbesar dari peraturanperaturan yang menyangkut wilayah negara, jurisdiksi negara dan hubungan diplomatik masih diatur oleh hukum kebiasaan internasional. Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional yang lazim dikenal sebagai pasal yang secara resmi merupakan sumber hukum formal daripada hukum internasional. Sebagai sumber hukum dalam arti formal, kebiasaan internasional haruslah memenuhi unsur-unsur sebagaimana yang diformulasikan dalam pasal 38 ayat (1) sub b,
Yang oleh Mochtar Kusumaatmadja diterjemahkan "Kebiasaan internasio. nal yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum" I) Selanju tnya dikatakan bahwa, kebiasaan internasional diciptakan oleh dua faktor,2) yaitu: . ~
1. bahwa harus terdapat suatu k~bia sa an yang dilakukan dan dit uru ti oleh banyaknegara, 2. bahwa kebiasaan itu harus dianggap sebagai suatu kewajiban hukum . Unsur pertama oleh Mochtar Kusumaatmadja disebut "unsur material" dan unsur kedua disebut "unsur Psychologis" Mengenai pem bagian atas ked ua unsur inilah terdapat masalah yang cukup luas. Antara lain adalah apakah kebiasaan itu harus dilakukan dahulu oleh semuanegara untuk dapat diterima segagai hukum , bagaimanakah kedudukan kebiasaan internasional sebagai sum ber hukum internasional, apakah terdapat hubungannya antara kebiasaan internasional dengan sum ber • hukum yang lain sebagaimana yang disebut dalam pasal 38 ayat ( 1) Statuta 1)
Moehtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum · Intemasional, Buku I - Bagian Umum , Binaeipta, Bandung, eet, ke-4, 1982 - hal. 134.
2)
Moehtar., Ibid. Terkutif: Sunarjati Hartono , dalam Beberapa masalah Transnasional dalam PMA di Indo· nesia, Bina cipta , Bandung, 1972, hal. 240.
"International custom as evidence of general practice accepted as J.aw': .)
Makalah yang di sampaikan oleh penulis dalam forum Seminar pad a Program pendidikan Paseasarjana Hukum Internasional Fak. Hukum Unpad, Bandung, 1984 .
•
. "
.. . . ..
25
Kebiasaan Internasional
,
Mahkamah Internasional dan faktorfaktor apakah yang mempengaruhi peranan kebiasaan internasional sebagai sum ber hukum internasional. Dalam permasalahan di atas, studi ini hendak membatasi pembahasannya hanya pada masalah yang disebut kedua sampai keempat saja. Dengan demikian tidak termasuk dalam ruang lingkup pembahasan masalah apakah kebiasaan itu harus dilakukan dahulu oleh semua negara untuk dapat diterima sebagai hukum. Maksud dan tujuan daripada studi ini adalah di samping untuk mempelajari ruang lingkup kebiasaan internasional sebagai sumber hukum, juga memberikan gambaran secara tegas mengenai topik tersebut.
Tinjauan Umum Tentang Kebiasaan Intemasional 1. Kedudukan Kebiasaan Internasional sebagai sumber HI. Dilihat dari tat a uru tannya ternyata kebiasaan internasional terse but menempati urutan kedua setelah perjanjian internasional. Adakah tata urutannya itu menunjukkan perbedaan dalam hal penting tidaknya arti dan peranan masing-masing sumber hukum internasional terse but ? Mochtar Kusumaatmadja, dengan tegas mengatakan, urutan penyebutan sumber-sumber hukum itu tidak menggambarkan urutan pentingnya masingmasing sumber tersebut sebagai sumber hukum formal, karena soal itu tidak diatur sarna sekali oleh pasal 38 ayat (I) Statuta Mahkamah .3 ) Tetapi dengan ditegaskannya dalam pasal 38 ayat (1) sub d, bahwa putusan pengadilan dan pendapat para ahli hukum terkemuka dari pelbagai bangsa sebagai cara-cara subsider untuk men emukan adanya peraturan hukum, secara 3)
Mochtar Kusumaatmadja, Ibid, hal. 108.
a contrario dapat disimpulkan bahwa, "sumber-sumber (formal) hukum internasional pada pasal 38 ayat (I) a, b dan c, adalah merupakan sumber Primer".4) Oleh karena itu (international conventions, international custom dan general principles of law) sarna-sarna mempunyai kedudukan sederaj at. Dengan tidak adanya urutan penting dan tidaknya kedudukan ketiga sumber hukum primer tersebut, sehingga tak dapat ditarik suatu garis prioritasnya, maka Mahkamah intern asional ataupun badan peradilan internasional lainnya, tidak dibatasi kebesannya untuk menerapkan salah satu dari ketiganya terhadap suatu kasus tertentu. Misalnya, Mahkamah dapat menerapkan prinsip-prinsip hukum umum walaupun terhadap kasus itu sudah ada pengaturannya dalam perjanjian internasional ataupun kebiasaan . internasional. Hal ini sudah barang tentu harus dengan pertim bangan mana . yang lebih menjamin rasa keadilan dan memenuhi kebutuhan hukum para pihak yang bersengketa . 2. Kebiasaan Internasional sebagai sumber hukum dalam arti formal . Istilah sources of international Law dapat diartikan bermacam-macam dan an tara lain diadakan perbedaan antara sumber hukum dalam arti formal dan • dalam arti materil walaupun di antara para sarjana hukum internasional tidak terdapat kesepakatan mengenai pengertiannya. Misalnya apa yang dimaksud dengan sumber hukum dalam arti formal oleh Mochtar Kusumaatmadja, diartikan sebagai sumber hukum dalam arti materiil oleh Starke. 4)
Wayan Parthiana, Kedudukan General Principles of Law sebagai aumber hukum internasional, Dalam Pro Jus-
titia, Majal!!Q Il$.atan Alumni FH. Unpar, Bandung, No. ke-13, 1981, hal. 997.
Pebruari 1985
26
Hukum dan P"mbangullall
Namun sebagai pegangan dapatlah diartikan bahwa sumber hukum dalam arti formal itu adalah di mana •ditemukan ketentuan-ketentuan hukum in ternasional itu. Yang terpenting bagi kita dalam membicarakan sumber-sumber hukum internasional adalah sumber hukum dalam arti formal ini, yaitu pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkas mah in ternasional ) yang berbunyi: Bagi Mahkamah yang tugasnya memberikan keputusan sesuai dengan hukum internasional untuk perselisihan yang diajukan padanya, akan berlaku: a. Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang urn urn maupun khusus, yang dengan t.egas menyebut ketentuan-ketentuan yang diakui oleh negara-negara yang berselisih ; b. Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti merupakan praktekpraktek umum yang diterima sebagai hukum; c. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab; d. Keputusan pengadilan dan ajaranajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka dari pelbagai negara sebagai sumber tambahan bagi menetapkan kaedah-kaedah hukum. Dari urutan sumber hukum yang disebut oleh pasal 38 ayat (1) Statuta tersebut, maka kebiasaan internasional sebagai sumber hukum dalam arti formal, tidak perlu diragukan lagi. 3. Hubungan Kebiasaan Internasional dengan Perjanjian-perjanjian Internasional dan dengan Prinsip-prinllip hukum Umum. Walaupun secara juridis formal antara ke biasaan, perj anj ian in ternasional dan prinsip-prinsip hukum umum H.W.A. Thirlway , International Customary Law and Codification, AW. Sijthoff/Leiden, 1972, hal. 31.
mempunyai kedudukan sedl'rajal. namun secara juridis materiaL ia hl'rheda . Kebiasaan internasional adalah lIlerupakan kaedah positif, jadi konkrit dan real sifatnya. Sedangkan prinsipprinsip hukum umum, karena hanya sebagai prinsip atau sebagai azas hukum, ia bukan merupakan hukum positif, sifatnya jelas abstrak. Demikian pula perbedaannya dengan perjanjian internasional, sebagai kaedah hukum positif, tentulah lebih jelas bentuk dan wujudnya serta lebih mudah dikenal, oleh karena proses pembentukannya mengMcuti aturan tertentu. Ditinjau dari segi juridis materiil, tampak perbedaan antara kebiasaan dan perjanjian internasional disatu pihak dengan prinsip-prinsip hukum umum di lain pihak. Prinsip-prinsip hukum umum, dapat menjadi dasar bagi kaedah (hukum) kebiasaan dan perjanjian internasional. Setiap kebiasaan ataupun perjanjian internasional dapat dikembalikan kepada azasnya yaitu azas-azas hukum (umum) itu sendiri. Maupun dari prinsip-prinsip hukum umum terse but dapat diturunkan atau dirumuskan kaedah-kaedah hukum posit if. J adi jelaslah bahwa azas-azas hukum umum itu bukanlah hukum positif. Oleh karena prinsip-prinsip hukum umum itu secara juridis materiil terletak di atas daripada perjanjian atau pun kebiasaan internasional. Tim hul masalahnya , bagaimanakah jika suatu perjanjian interna,sional ataupun kebiasaan internasional bertentangan atau berbeda dengan azas-azas hukum UI1lUm tersebut? Apakah prinsip-prinsip hukum umum terse but bersifat imperatif? Dalam hal ini "Wayan Parthiana membedakan ke dalam dua ha16 ): Pengertian bertentangan itujika bertentangan secara diametral, dalam arti jiwa dan semangat dari kaedah 6)
Wayan Parthiana, Op. cit., halaman 103.
•
p",ilil. 'l'l1t'rli perpnJian inter11 .1'11I11 :!i :llallpUIl J..ehiasaan interna"ull.d ItU ,angat hntenlangan dengan atau I1ll'1anggar isi iiwa dan semangat yall!! tl'rkandung dalam prinsip-prinsip 11111..11111
hUJ..UII1 ul11um tersebut , maka kaedah hukuIll positif itLi harus dikesampingkan . Sehaliknya jika pengertian bertentangan ilu dalam arti kaedah hukum posit it hanya sebagai pengecualian terhallar azas-azas hukum terse but. setiap alas hukum pasti ada pengecualian. "'aedah hukum positif itu tetap harus 7 diak ui dan dijamin eksistensinya. )
,
Faktor-faktor yang mempengaruhi Peranan Kebiasaan Intemasional sebagai sumber Hukum Internasional I. Adanya penggeseran Sumber HI yang utama Custom menjadi yan1l utama Conventions atau Treaties Il:ilalll bab terdahulu telah disinggung. hahwa pada mulanya hukum internasional lebih banyak berpedoman kepada kebiasaan-kebiasaan negara dan kepada pendapat para ahli hukum terkemuka di dunia ". . . the teachings
of thl' most highly qualified publics o( th(' l'arious nations . ... "l) Karena di 11laS;J-masa lampau custom memegang peranan yang utama sebagai sumber huk um internasional. Akan tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dunia yang begitu pesat di pelbagai bidang. maka terdapatlah peralihan sumber hukum internasional yang utama ellst o III menjadi yang utama convent ions alau treaties. Sebab banyaknya negara-negara yang baru merdeka yang Ilalarn pasal 1 ayat (2) K.U.H. Pi
27
um u m nya "Non-EuropealJ" yang merasakan. bahwa hukum internasional conventional di ' masa-masa yang lalu sangat bersifat "European Centris" dan kurang atau bahkan sarna sekali tidak memperhatikan atau memperhitungkan kepentingan-kepentingan negara-negara yang kini menjadi negaranegara merdeka yang sedang berkembang. Negara-negara baru merdeka yang sedang berkem bang ini banyak yang merasa bahwa custom yang tumbuh dan berkem bang di dunia Barat banyak yang telah dipergunakan sebagai alat untuk menguasai mereka dan karena itu mereka merasa tidak banyak gunanya untuk mempertahankannya. Sebagai contoh, misalnya sewaktu Pemerintah Republik Indonesiamengadakan tindakan am bi! alih Perusahaan milik Belanda "terutama perkebunan yang kemudian disusul dengan tin9 dakan Nasionalisasi. ) Pengambil alihan milik Belanda yang kemudian disusul dengan Nasionalisasi ini merupakan tindakan yang melanggar hukum internasional yang memberikan perlindungan kepada orang asing dan mi!ik asing, yang kemudian dikenal dengan nama "Perkara Tern bakau Bremen". 10) Pelanggaran terhadap ketentuan hukum internasional di atas adalah merupaka'n suatu koreksi terhadap dalil klasik yang berbunyi " ... nasionalisasi adalah suatu tindakan pengambil alihan hak mi!ik asing yang harus disertai dengan ganti rugi "Prompt, hffective
dan Adequate". 11) Dalil-dalil lama seperti ini juga yang dirasakan oleh negara-negara yang baru merdeka sarna sekali tidak memper-
9)
Sunarjati Hartono. , Op. cit., hal. 186.
10)
Mochtar Kusurnaatrnadja., Op. cit., hal. 64.
11)
Mochtar Kusumaatrnadja., Ibid., hal. 65.
Pebruari 1985
•
28
. Hukum oon Pembangunan •
hitungkan kepentingan-kepentingan negara-negara yang kini menjadi negara merdeka yang tergolong ke dalam negara yang sedang berkembang, yang sering disebut sebagai kelompok 77. Kini, negara-negara yang tersebut belakangan ini ikut serta membuat aturan-aturan yang berlaku umum (hukum internasional), ~an keinginan ini telah dapat ditempuh melalui jalan konperensi, konpensi atau treaties. Kemudian sebagai suatu contoh adanya kesenjangan yang luar biasa baik dalam bidang teknologi maupun kesejahteraan pada umumnya antara negara-negara maju dengan negara-negara yang sedang berkembang. Untuk itu negaranegara yang sedang berkembang berusaha menolong dirinya melalui kerjasarna regional Dialog Utara - Selatan, Forum/Gerakan Non-Alignment, UNCTAD Konperensi Islam, dan lainlain. Contoh adanya keikut-sertaan kelompok 77 terse but adalah dalam "Third United Nations Conference on the Law of the Sea (UNCLOS III) yang Draft FinaJnya diterima melalui voting pada tanggal 30 April 1982, dengan 130 negara setuju, 4 negara menentang dan 17 negara abstain.! 2) •
2. Peran3Jl HI dalam masalah Ekonomi Internasional Hal ini terutama disebabkan oleh karen a negara-negara di dunia kini semakin banyak terlibat dan menUlfipahkan perhatiannya kepada soal-soal kesejahteraan umat manusia daripada masa-masa lalu. Dengan munculnya multi-polarisme dalam bidang politik dan ekonomi, sementara dalam bidang militer Amerika Serikat dan Uni Soviet masih terus memegang supremasi. Peningkatan anggaran militer negara-negara mliju merupakan salah satu sebab utama berkurangnya bantuan ekonomi l~
J
Sinar Harapan, Edisi: Sabtu, 1 Mei 1982, hal. I.
kepada negara-negara yang sedang ber13 kembang. ) Negara-negara berkembang penghasil minyak telah memanfaatkan, minyaknya untuk tujuan-tujuan politik seperti pada kasus em bargo minyak Arab pada masa yang la14 lu. ) Secara umum embargo tersebut mengenai sasarannya, tetapi secara ekonomis memukul negara-negara berkern bang yang mengimpor minyak. Krisis pangan dunia yang menyangkut nasib dan harkat hidup umat manusia nampaknya hampir lolos dari perhatian negara-negara maju . Dengan demikian jelas bahwa di dalam soal-soal yang menyangkut segisegi sosial-ekonomis ini perlu normanorma baru yang sesuai dan harus disepakati bersama dan sukar dicarikan penyelesaiannya dalam hukum kebiasaan internasional di masa-masa lame pau. 3. Tendem;i HI dewasa ini dalam masalah konflik bersenjata Dunia modern tidak saja membawa kit a kepada kemajuan-kemajuan teknologi yang menakjubkan akan tetapi juga pada bayangan ketakutan akan semakin bertambah meningkatnya segala macam bentuk kejahatan, seperti pembajakan di udara , terorisme. serta penggunaan teknologi baru di bidang perlengkapan (senjata) perang.! s) Negara-negara anggotaPBB mempunyai kewajiban untuk m~ahan diri dengan tidak mengorganisir , menganjurkan , !3)
Sumpena. Prawirasaputra., Politik Luar Negeri RI. Remadja Karya CV. Bandung, 1984. hal. 20.
!4)
Sumpena Prawirasaputra., Ibid., hal. 21.
1 )
Dewasa ini berita-berita utama yang memenuhi halaman muka surat-surat kabar, banyak berkisar pada masalah peperangan, mulai perang Vietnam, teluk Persia serta beberapa tindakan terorisme maupun gerakan-gerakan separatisme dan lain sebagainya.
29
K ebiasaan Internasional
mcmhantu. mcngambil inisiatif at au bcrpl'rang dalam aksi-aksi tcrorismc scsuai dcngan apa yang dianjurkan oleh Resolusi yang telah mereka cetuskan bersama melalui Sidang Umum PBB 16) Dalam menghadapi perkembangan y"ang membahayakan itu maka PBB dalam tahun 1980 telah mengadakan pembahasan masalah terse but secara intensif dan akhirnya telah dikeluarkan resolusi Majelis Umum PBB dengan judul 1 7) "Consideration of effective measures to enhance the protection, security and safety of diplomatic and consular missions and representatives". Resolusi tersebut an tara lain mend'e sak kep.a da semua anggota PBB untuk mematuhi dan melaksanakan prinsip-prinsip dan aturan hukum internasional yang mengatur tentang hubungan diplomatik dan konsuler. Namun di lain pihak adanya kecenderungan bahwa kedua negara superpower (adi kuasa) secara diam-diam telah membagi-bagi dunia dalam beberapa daerah pengaruh (sphere of influence) hal mana dikenal sebagai "back-yard policy" Kiranya perlu dicatat usaha Perdana Menteri Kanada Pierre Elliott Trudeau. yang pada awal Nopember 1983 telah melakukan apa yang disebut oleh pemerintah Ottawa pilgrim age for peace and disarmament , ziarah 16)
1'1\
I
Ny. Ett y R. Agoes . , Beberapa per· kembangan HI dewasa ini, Pro Jus· titia, No. ke·18, ed. Juni 1983. hal. 95, terkutif: "Declaration of Prin· ciples of International Law concern· ing Friendly Relations and Coopera· tion among States in Accordence with the Charter of the United Na· tions, 24·10-1970, jo. pasal 51 Piagam PBB. Reso lusi Majelis Urnurn PBB No .35/ 168. 15·12-1980.
untuk perdamaian dan pl"Elul'Ulan sen1 jata . II) Dalam perjalanannya selama lima hari ia mengunjungi enam ibu kota negara Eropa Barat: Paris , Den Haag, Brussel, Roma, Bonn dan London, untuk menggerakkan apa yang disebutnya dialogue of confience, dialog berdasarkan sikap saling percaya antara Uni Soviet dan Amerika Serikat beserta sekutu-sekutunya masing-masmg . Sebagai langkah pertama, Trudeau menyarankan penyelenggaraan konperensi Lima Negara nuklir , untuk mencapai persetujuan pem batasan persenjataan nuklir. Tidak disebut dalam berita, nama-nama kelima negara itu. Tetapi tentunya Uni Soviet , Amerika Serikat, Perancis, Inggeris dan Cina. Trudeau dikabarkan merasa prihatin mengenai apa yang diistilahkannya megaphone diplomacy atau diplomasi pengeras suara, yang menurut penilaiannya sekarang dominan dalam hubungan antar bangsa . Pengertian yang terkandung dalam istilah "diplomasi pengeras suara" itu tentunya diplomasi saling meneriakkan, saling tuduhmenuduh, ancam-mengancam dan tantang-menantang. Ini mencerminkan tiadanya saling percaya. Maka Trudeau menyatakan penunya diplomasi jenis itu diredahkan , diganti dengan dialogue of confidence, 1 9) dialog berdasarkan sikap saling percaya. •
Rangkaian peristiwa dalam bulanbulan terakhir 1983 mulai dari ditembak jatuhnya pesawat KAL Korea Selatan, ledakan-ledakan di Lebanon, Invasi ke Grenada , pidato-pidato serba keras di Majelis Umum PBB, rencana penempatan peluru kendali di Eropa Barat yang dimulai akhir tahun ini de1~ I~
I
Harian Merdeka, Senin 7 Nopember 1983. Harian Kompas, Senin 7 Nopernber 1983, diolah kern bali.
Pe bruari 1985
•
Hukum dan Pcmbangunan
30
ngan berbagai dimensinya. mempertontonkan pula dengan jelas makin kuatnya arus "diplomasi pengeras suara" itu. Lebih dari dua dasawarsa yang lalu Martin Luther King menyatakan
"Mankind's survival is dependent upon man's ability to solve the problems of racial injustice proverty and war . .. " Pernyataan ini masih berlaku sampai kini. Ketidak adilan yang dirasakan pada adanya perbedaan ras dan kemiskinan masih dapat kita temukan, antara lain di Etiopia Afrika Selatan, di mana , Pemerintah Afrika Selatan melakukan penyerbuan berdarah terhadap negara-negara tetangganya, dan ketegangan terus berlangsung di antara negara-negara Afrika itu sendiri. Peperangan masih terus berkobar di manamana. Perang Vietnam telah menimbulkan akibat yang ternyata tidak hanya menyangkut negara Amerika Serikat dan Vietnam yang berperang saja.
22 sional ) telah herhasil menyusun I'ro· tokol-protoko! haru untuk mc!cngkapi ketentuan-ketentuan keempat Konvensi Jenewa 1949. Salah satu hasilnya adalah sekitar tujuh buah Resolusi. yang terpenting di di antaranya aualah Resolusi No.21 tentang penyebarluasan pengetahuan tentang hukum Humaniter yang dapat diterapkan pada sengketa-sengketa bersenjata. Penutup
Kalau diinventarisir kembali uraianuraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Makna daripada kebiasaan internasional telah menjadi kecil dengan bertambah banyakriya perjanJ ianperjanjian yang membentuk hllkum yang mengatur hllbungan mercka secara internasionaI. Hal terse hut disebabkan oleh adanya peralihan sumber hukum internasional yang utama custom menjadi yang lItallla convention atau treaties. Matl'ri yang diatur dalam hukum intcrnasional semakin lama semakin banyak menyangkut soal-soal ekonomis di samping masalah politis . Juga tendensi hukum internasional dewasa ini lebih cenderung ke arah mencegah konflik bersenjata daripada mengatur masalah konflik bersenjata itu sendiri.
Akibatnya ternyata diikuti dengan serangkaian kejadian lain yang tak kalah pentingnya,20) seperti misalnya apa yang kini terjadi di Kampuchea. Keadaan terse but telah menim bulkan suatu perkembangan baru dalam hukum internasional, yaitu timbulnya kebutuhan akan suatu pengaturan bagi masalah pengungsi. Tokoh-tokoh dari UNHCR 21) merupakan pelopor yang menghendaki dibentuknya cabang hukum baru yaitu "Refugee Law", hukum pengungsi. Perlu pula dicatat dalam studi ini bahwa antara tahun 1974 sampai dengan tahun 1977 suatu konperensi interna•
20\
/
21)
Ian Trownlie, Principles of Public International Law, 3rd-Ed. Oxford University Press, 1979, hal. 569 -572. United Nations High Commissioner for Refugees, suatu badan yang dibentuk oleh PBB untuk menangani segala permasalahan para pengungsi.
•
- Dilihat dari tata urutannya. ternyata internation'"aio- custom tersebut. kini menempati urutan kedua sesudah convention atau treaties. Namun penyebutan urutan S1l1l1hcrsuinber hukum itu tidak menggambarkan pentingnya masing-masing 22)
Diplomatic Conference on the Reaffirmation and Development of Inter national Humanitarian Law Applicable in Armed Conflicts (Final Act). 10-6-1977. Lihat AJIL. Vol. 77 No.3 July 1983, hal. 591.
•
31
K ebiasaan lntemasional
tif. tentulah lebih jelas bent uk dan wujudnya serta mudah dikenal, <11eh karena proses pembentukannya mengikuti aturan tertentu.
sumber tersebut sebagai sum her hukum formal karena soal itu tidak diatur sarna sekali oleh pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional. Walaupun secara yuridis formal antara kebiasaan, perjanjian internasional dan prinsip-prinsip hukum umum mempunyai kedudukan sederajat. Namun secara yuridis materiil, ia berbeda: Kebiasaan internasional ialah merupakan kaedah positif yang konkrit dan real , sedangkan prinsip-prinsip hukum umum, karena hanya sebagai prinsip (azas) hukum, ia bukan merupakan hukum positif, sifatnya jelas lebih abstrak. Demikian pula perbedaannya dengan perjanjian internasional sebagai kaedah hukum posi-
Secara keseluruhan Hukum Internasional yang kini hendak dikembangkan, adalah hukum yang dapat menjamin kepentingan-kepentingan negara-negara di dunia , teristimewa negara-negara yang sedang berkembang , bukan hanya hukum internasional yang mengkodifikasikan kebiasaan-kebiasaan negara-negara maju tertentu, yang hanya menguntungkan segelintir negara-negara adi kuasa saja, tetapi mencakup kepentingan seluruh aspek hidup dan kehidupan umat manusia.
,
; . , •\ .",.
I
•
\.
,
PebruaTl' 1985