TEKNOLOGI FORMULASI PUPUK HAYATI RIZOBAKTERIA DAN APLIKASINYA SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI DAN BIOFUNGISIDA PADA TANAH MASAM
BAYO ALHUSAERI SIREGAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Teknologi Formulasi Pupuk Hayati Rizobakteria dan Aplikasinya sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman Kedelai dan Biofungisida pada Tanah Masam adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, April 2011
Bayo Alhusaeri Siregar NIM G351090171
ABSTRACT BAYO ALHUSAERI SIREGAR. Technology of Formulation Rhizobacteria Biofertilizer and its Application as Plant Growth Promoters on Soybean and Biofertilizer in Acid Soils. Under direction of Aris Tri Wahyudi and Happy Widiastuti Soybean production in Indonesia is still low, therefore Indonesian government must import soybean from other countries up to 45-50% to fulfill national requirement. This is a problem that should be solved through many approaches. One of the approach to increase soybean production through the use of plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) that have been understood important in plant health and fitness. Our previous study resulted several indigenous strains of Pseudomonas sp. and Bacillus sp. from soybean rhizosphere that are combined with nitrogen-fixing bacteria Bradyrhizobium japonicum from soybean plant. The combinations of these bacteria were potential as plant growth promoter and biocontrol for root phytopathogenic fungi (biofungicide). For further use of these rhizobacteria, need to be developed bioprocess technology for formulation of inoculants production to increase soybean productivity. Objective of this research was to made biofertilizer containing rhizobacteria to be applied on soybean in acid soils. This research was conducted in 3 stages; optimalization media production in laboratory, formulation and bioassay in the greenhouse. The best medium for inoculants production are skim milk and molasses that produce bacterial population of 108-109 cfu/ml. Peat and talcum powder were used to formulation as carrier material. Three kind of prototype were produced; there were M-Sr (isolate Cr24, Crb17 dan Bj11); M-Rs (isolate Cr55, Crb64 dan Bj11); dan M-Fo (isolate Cr76, Crb86 dan Bj11). Each inoculant formed to three forms of formulations; there were granules (G), talc powder (T) and peat powder (S). Greenhouse test showed that several combinations of bacteria in the formula can stimulate the height of soybean plant, root weight, and plant performance. The biofertilizer applied with doses 400 g/ha for talc powder and peat powder. Rhizobakteria inoculants can be used as biofungicide. Disease suppression on Sclerotium roflsii, Rhizoctonia solani and Fusarium oxysporum respectively 79.98%, 27.27%, 50.12%. Storage up to 6 months was still able to maintain the bacterial population to 107-108 cells/g. Based on this result, we will asses this formula in field experiments under acid soils.
Keyword: rhizobacteria, inoculants, formulation, growth stimulator, biofungicide
RINGKASAN BAYO ALHUSAERI SIREGAR. Teknologi Formulasi Pupuk Hayati Rizobakteria dan Aplikasinya sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman Kedelai dan Biofungisida pada Tanah Masam. Dibimbing oleh Aris Tri Wahyudi dan Happy Widiastuti Hingga saat ini produksi kedelai di Indonesia masih rendah untuk mencukupi kebutuhan nasional sehingga pemerintah mengimpor kedelai hingga 45-50%. Hal ini merupakan suatu masalah yang dapat diatasi melalui berbagai pendekatan. Salah satu diantaranya yaitu meningkatkan produksi kedelai melalui pemanfaatan rizobakteria pemacu pertumbuhan tanaman (plant growth promoting rhizobacteria, PGPR) sebagai inokulan yang telah diketahui mempunyai peran penting dalam penyehatan dan kebugaran tanaman. Rizobakteria merupakan kelompok bakteri yang hidup dan berkembang di daerah rizosfer tanaman dan berpotensi meningkatkan produktivitas, pertumbuhan tanaman dan agen biokontrol secara langsung dengan memproduksi hormon asam indol asetat, asam giberelin, sitokinin, etilen, siderofor dan antibiotik. Pengembangan kemasan pupuk hayati dan biofungisida perlu dilakukan untuk memudahkan aplikasi pada tanaman. Aplikasi dalam bentuk formulasi kombinasi rizobakteri baik dalam bentuk serbuk maupun granul dimaksudkan agar mudah disimpan, didistribusikan maupun aplikasi di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat paket formulasi pupuk hayati berbahan aktif rizobakteri Pseudomonas sp. dan Bacillus sp., Bradyrhizobium japonicum menggunakan bahan pembawa talek dan gambut sebagai inokulan untuk tanaman kedelai pada kondisi asam. Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan yaitu 1). optimasi media produksi di laboratorium, 2) formulasi pupuk hayati dan 3) pengujian keefektifan pupuk hayati sebagai pemacu tumbuh dan biokontrol di rumah kaca. Optimasi media biakan untuk produksi masing-masing isolat dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan pengganti media standar laboratorium yaitu media SKM dan PDB. Pada kegiatan kedua yaitu formulasi dengan bahan pembawa menggunakan gambut (bahan organik) dan talek (anorganik). Bakteri yang telah ditumbuhkan di media alternatif digabung menjadi 3 paket formulasi yang masing-masing paket mengandung 3 isolat bakteri berbeda dengan perbandingan 1:1:1. Paket campuran diberi kode M-Sr (Cr55, Crb64, dan Bj11), M-Fo (Cr24, Crb17,dan Bj 11), dan M-Rs (Cr76, Crb86, dan Bj11). Campuran bakteri ini diinokulasi ke tiap bentuk pupuk (granul, serbuk, tepung). Pengujian pemacu tumbuh pada tanaman kedelai dilakukan di rumah kaca menggunakana tanah steril dan non-steril yang merupakan kegiatan ketiga. Rancangan faktorial digunakan dalam percobaan ini dengan faktor pertama jenis inokulum (M-Fo, M-Sr dan M-Rs) dan faktor kedua bentuk formulasi (Granul, Tepung dan Serbuk). Tiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan. Untuk mengetahui aktivitas biofungisida terhadap fungi patogen akar perlu dilakukan uji pada tanaman kedelai. Pengujian aktivitas biofungisida sebagai biokontrol terhadap fungi patogen Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsii dan Fusarium oxysporum dilakukan pada media steril dan non-steril di di rumah kaca (6 set percobaan).
Optimasi media produksi dengan menggunakan media alternatif menunjukkan hasil bahwa bakteri dapat tumbuh baik pada media alternatif PDB maupun SKM. Produksi biomassa sel pada media SKM umumnya lebih baik dibandingkan dengan media PDB, namun pada media SKM memberikan hasil waktu inkubasi bakteri yang lebih lama dibandingkan dengan media PDB untuk mencapai jumlah sel maksimum untuk ketiga jenis bakteri tersebut. Dari kombinasi tiga isolat Bacillus sp., tiga isolat Pseudomonas sp., dan B. japonicum (BJ11) menghasilkan tiga paket formula pupuk yaitu M-Sr, M-Rs dan M-Fo. Masing-masing paket formulasi tersebut dibuat menjadi tiga bentuk paket formulasi yaitu granul (G) memiliki kadar air berkisar 5-10%, bentuk tepung (T) dengan bahan dasar talek memiliki kadar air berkisar 2-6% dan bentuk serbuk (S) dengan bahan dasar gambut memiliki kadar air berkisar 44-46%. Pengaruh aplikasi pupuk hayati mampu meningkatkan tinggi tanaman, berat basah dan kering tajuk dan akar dibandingkan dengan tanpa perlakuan (kontrol). Perlakuan paket inokulan M-Fo (S), M-Sr (G), M-Sr (S) pada tanah steril menunjukkan rata-rata tnggi tanaman yang paling tinggi yaitu masingmasing 27,3 ; 26,3 dan 25,9 cm dibandingkan dengan kontrol. Bentuk formulasi yang paling baik sebagai pemacu pertumbuhan kedelai yaitu dalam bentuk serbuk berbahan baku gambut pada tanah steril. Penekanan penyakit terhadap S. roflsii, R. solani dan F. oxysporum. masing-masing mencapai 79,98%; 27,27%; 50,12%. Hal ini menunjukan bahwa paket inokulan dapat digunakan sebagai biofungisida. Penyimpanan yang dilakukan pada suhu ruang dan suhu 4oC sampai 6 bulan mampu mempertahankan jumlah inokulum bakteri sebanyak 107-108 sel/g bahan pembawa. Penelitian ini menunjukkan sebuah potensi pengembangan teknologi formulasi pupuk hayati dalam pemanfaatan aplikasi agen antagonis untuk tanaman. Aplikasi dalam bentuk formula kombinasi rizobakteria baik dalam bentuk serbuk maupun granul dimaksudkan agar mudah disimpan, didistribusikan maupun aplikasi di lapangan oleh petani. Berbagai optimasi bisa dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan formulasi pupuk hayati dan keefektifannya terhadap tanaman seperti penambahan unsur mikro pada pupuk hayati.
Kata kunci: rizobakteria, inokulan, formulasi, pemacu tumbuh, biofungisida
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh kaya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kitik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajarr IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh kaya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
TEKNOLOGI FORMULASI PUPUK HAYATI RIZOBAKTERIA DAN APLIKASINYA SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI DAN BIOFUNGISIDA PADA TANAH MASAM
BAYO ALHUSAERI SIREGAR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Tesis
Nama NIM
: Teknologi Formulasi Pupuk Hayati Rizobakteria dan Aplikasinya sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman Kedelai dan Biofungisida pada Tanah Masam : Bayo Alhusaeri Siregar : G351090171
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Drs. Aris Tri Wahyudi, M.Si Ketua
Dr. Ir. Happy Widiastuti, M.Si Anggota
Diketahui, Ketua Mayor
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Mikrobiologi
Dr. Ir. Gayuh Rahayu, M.Si
Tanggal Ujian: 25 Maret 2011
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang diambil berjudul Teknologi Formulasi Pupuk Hayati Rizobakteria dan Aplikasinya sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman Kedelai dan Biofungisida pada Tanah Masam. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si dan Dr. Happy Widiastuti, M.Si selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Drs. Edi Husen M.Sc dan Erny Yuniarti M.Si dari Balai Penelitian Tanah yang telah banyak membantu memberikan fasilitas serta saran selama pelaksanaan penelitian. Penelitian ini didanai dari proyek penelitian “Program Insentif Peningkatan Kapasitas IPTEK Sistem Produksi” dari Kementrian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) Republik Indonesia kepada Dr. Aris Tris Wahyudi tahun 2010. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada Shabrina, Yurina, Qotrunnada dan mikrotropisian 2009 dalam membantu pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu serta keluarga, atas segala doa dan kasih sayang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, April 2011
Bayo Alhusaeri Siregar
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 5 Mei 1985 sebagai anak pertama dari 5 bersaudara dari pasangan Drs. Husein Siregar dan Alm. Nenah Rosanah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB, lulus pada tahun 2007. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada Program Studi Mikrobiologi IPB diperoleh pada tahun 2009. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari perusahaan Sinarmas Forestry. Penulis bekerja sebagai peneliti di Reserch & Development Sinarmas Forestry sejak tahun 2007 dan ditempatkan di Pekanbaru. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah patologi hutan. Selama mengikuti program S2, penulis pernah mengikuti International Student Symposium yang diikuti oleh mahasiwa pascasarjana dari Jepang dan IPB di Bogor pada bulan September 2010. Selain itu penulis pernah mengikuti Internasional Seminar of Indonesian Society for Microbiology di Bogor pada bulan Oktober 2010 sebagai peserta. Penulis berkesempatan mengunjungi Jepang untuk menghadiri International Joint Activities di Universitas Ibaraki Jepang pada bulan Desember 2010 sebagai pemrasaran. Karya ilmiah yang dipaparkan merupakan bagian dari penelitian S2 penulis. Karya ilmiah ini juga pernah diseminarkan pada acara Seminar Sains III FMIPA pada bulan November 2010 di IPB Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................
1
Tujuan Penelitian .............................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA Pseudomonas sp. sebagai Agen Pemacu Pertumbuhan dan Biokontrol .............................................................................
4
Bacillus sp. sebagai Agen Pemacu Pertumbuhan dan Biokontrol ....
5
Bradyrhizobium japonicum .............................................................
5
Tanah Masam ..................................................................................
6
Bahan Pembawa ..............................................................................
7
Fusarium oxysporum .......................................................................
8
Rhizoctonia solani ...........................................................................
8
Sclerotium rolfsii .............................................................................
9
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................
10
Bahan ...............................................................................................
10
Teknologi Formulasi ........................................................................
10
Optimasi Media Produksi Skala Laboratorium ................... Bahan Pembawa (Carrier) ........................................................ Inokulasi Bakteri ke Dalam Bahan Pembawa ......................... Daya Simpan Inokulan Kemasan ............................................. Percobaan Rumah Kaca ...................................................................
10 11 11 12 12
Aktivitas Pemacuan Pertumbuhan Tanaman ............................ Aktivitas Biofungisida terhadap Fungi Patogen Akar .............
12 13
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil .................................................................................................
14
Optimasi Media Produksi ...................................................... Formulasi Pupuk Hayati ...........................................................
14 14
Uji Pemacu Pertumbuhan pada Tanaman Kedelai ................ Uji Biokontrol pada Tanaman Kedelai ................................ Pengujian Viabilitas Inokulan ................................................ Pembahasan ...........................................................................................
17 20 24 27
KESIMPULAN .........................................................................................
36
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
37
LAMPIRAN ...............................................................................................
41
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12. 13.
Jumlah sel maksimum dan waktu inkubasi isolat Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan B. japonicum pada media alternatif PDB dan SKM ................................................................................... Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap tinggi tanaman kedelai varietas Tanggamus umur 21 hari pada tanah steril dan non-steril di rumah kaca ..................................................................................... Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap berat basah akar dan tajuk kedelai varietas Tanggamus umur 21 hari pada tanah steril dan non-steril di rumah kaca .............................................................. Pengaruh bentuk paket inokulan terhadap tinggi, berat basah akar dan tajuk tanaman kedelai varietas Tanggamus umur 21 hari pada tanah steril dan non-steril ................................................................... Pengaruh jenis inokulan terhadap tinggi, berat basah akar dan tajuk tanaman kedelai varietas Tanggamus umur 21 hari pada tanah steril dan non-steril............................................................................... Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap perkembangan tanaman kedelai yang diinokulasi patogen S. roflsii pada tanah steril di rumah kaca. ......................................................................................... Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap perkembangan tanaman kedelai yang diinokulasi patogen S. roflsii pada tanah non-steril di rumah kaca. ..................................................................................... Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diinokulasi patogen R. solani pada tanah steril di rumah kaca. ..................................................................................... Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diinokulasi patoge R. solani pada tanah non-steril di rumah kaca ....................................................................................... Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diinokulasi patogen F. oxysporum pada tanah steril di rumah kaca. ...................................................................................... Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diinokulasi patogen F. oxysporum pada tanah non-steril di rumah kaca. ...................................................................... Perkembangan populasi bakteri pada masa penyimpanan sampai 3 bulan pada suhu kamar dan 4oC ........................................................ Kadar air (%) paket formulasi pupuk hayati yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 4oC, masa penyimpanan sampai 6 bulan ............
16
17
19
19
20
20
21
22
22
23
23 25 26
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. 2. 3.
4.
5. 6. 7.
Kurva tumbuh inokulan pupuk hayati pada media SKM dan PDB .. Kemasan pupuk hayati hasil formulasi. (a)granul, (b) tepung, (c) serbuk ............................................................................................. Penampilan tanaman kedelai pada berbagai perlakuan pada tanah steril. Diinokulasi pupuk hayati bentuk granul (a), Diinokulasi pupuk hayati bentuk tepung (b), Diinokulasi pupuk hayati bentuk serbuk (c) ............................................................................................ Penampilan tanaman kedelai pada berbagai perlakuan pada tanah non-steril. Diinokulasi pupuk hayati bentuk granul (a), Diinokulasi pupuk hayati bentuk tepung (b), Diinokulasi pupuk hayati bentuk serbuk (c) ............................................................................................. Gejala serangan S. roflsii pada benih kedelai (a), Penampilan tanaman kedelai pada tanah steril yang diinokulasi S. roflsii (b) ....... Gejala serangan R. solani pada benih kedelai (a), Penampilan tanaman kedelai pada tanah steril yang diinokulasi R. solani (b) ........ Penampilan tanaman kedelai pada tanah steril yang diinokulasi F. oxysporum .......................................................................................
15 16
18
18 21 22 23
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Karakteristik isolat-isolat rizobakteria yang digunakan .........................
41
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu tanaman pangan utama di Indonesia. Sebagai sumber protein nabati, kedelai banyak dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan protein. Di Indonesia, kedelai diolah menjadi berbagai macam olahan seperti susu, tempe, tahu, dan masih banyak lainnya. Kebutuhan masyarakat terhadap kedelai setiap tahun semakin meningkat, namun produksi kedelai nasional tidak dapat memenuhi permintaan tersebut. Kekurangan tersebut dipenuhi dengan impor kedelai dari berbagai negara dan mencatatkan Indonesia sebagai 10 besar pengimpor kedelai padahal negara Indonesia adalah negara agraris (FAO 2009). Peningkatan produksi kedelai perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan impor kedelai yang dapat mengganggu stabilitas ketahanan pangan nasional. Oleh karenanya, Kementrian Pertanian Republik Indonesia telah mencanangkan program peningkatan produksi nasional kedelai dan menargetkan dapat mencapai swasembada kedelai pada tahun 2014. Peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan dengan cara perluasan areal tanam dan meningkatkan produktivitas. Indonesia mempunyai 102 juta hektar luas lahan kering asam yang belum termanfaatkan (Mulyani 2006). Indonesia memiliki beberapa varietas kedelai tahan masam (Somantri et al. 2003), sehingga kendala yang biasanya dihadapi pada saat pemanfaatan lahan kering asam sudah sedikit terpecahkan. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan produktivitas kedelai adalah tersedianya organisme tanah yang melimpah. Mulyani et al. (2004) mengatakan bahwa populasi organisme tanah yang rendah pada tanah masam menjadi kendala pemanfaatan tanah kering masam. Salah satu jenis organisme tanah yang sudah banyak diteliti dan digunakan adalah rizobakteria. Rizobakteria merupakan kelompok bakteri yang hidup dan berkembang di daerah rizosfer tanaman dan berpotensi meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan tanaman (Gray & Smith 2005, Ryu 2003). Rizobakteria yang mampu meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan tanaman serta berpotensi menjadi agen antagonis untuk bakteri dan fungi disebut Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) (Widodo 2006). PGPR ini dapat memberi keuntungan bagi
2
pertumbuhan tanaman dengan menggunakan kemampuannya dalam memproduksi hormon pertumbuhan seperti asam indol asetat, asam giberelin, sitokinin dan etilen (Glick et al. 1999). Penelitian
sebelumnya
telah
menghasilkan
sejumlah
rizobakteria
Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. indigenus asal rizosfer kedelai yang sangat berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan biofungisida terhadap patogen akar. Kedua kelompok rizobakteria tersebut beberapa diantaranya telah ditapis toleransinya terhadap cekaman asam-Aluminium (Wahyudi et al. 2011a; Wahyudi et al. 2011b). Peranan rizobakteria tersebut sangat potensial sebagai inokulan jika dikombinasikan dengan Bradyrhizobium japonicum Bj11 toleran asam-Al (Endarini et al. 1995). Koinokulasi antara PGPR Pseudomonas sp, Bacillus sp. dan bakteri B. japonicum telah dilaporkan mampu memacu pertumbuhan tanaman kedelai dan mengendalikan cendawan patogen akar tanaman kedelai (Sulistyani 2009). Keberhasilan tersebut menunjukkan bahwa kombinasi ketiga bakteri tersebut berpotensi untuk menjadi pupuk hayati dan biofungisida pada tanamazn kedelai khususnya pada tanah masam. Pupuk hayati yang berbahan aktif rizobakteri sebagai pemacu tumbuh dan biokontrol perlu diformulasi untuk aplikasi pada tanah (Nakkeeran et al. 2006). Pengembangan kemasan pupuk hayati dan biofungisida perlu dilakukan untuk memudahkan aplikasi pada tanaman. Aplikasi dalam bentuk formulasi kombinasi rizobakteria baik dalam bentuk serbuk maupun granul dimaksudkan agar mudah disimpan, didistribusikan dan diaplikasikan di lapangan. Pemanfaatan PGPR seperti Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan biofungisida dikombinasikan dengan bakteri pemfiksasi nitrogen yang bersimbiosis dengan akar tanaman kedelai yaitu B. japonicum merupakan terobosan baru yang menjanjikan. Bahan pembawa kombinasi bakteri dapat menggunakan talek atau gambut yang berfungsi sebagai tempat bertahan hidup bakteri saat penyimpanan maupun sebelum menemukan tanaman inang. Penelitian ini dilakukan untuk memformulasikan kombinasi bakteri PGPR seperti Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. dengan bakteri penambat nitrogen B. japonicum dalam bentuk serbuk dan granul dengan bahan pembawa talek atau gambut. Parameter keberhasilan formulasi ini adalah kombinasi bakteri tersebut mampu
3
bertahan pada bahan pembawa pada masa penyimpanan tertentu, mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai pada kondisi asam dan mampu menekan penyakit busuk akar pada tanaman kedelai yang disebabkan oleh fungi Fusarium oxysporum, Rhizoctonia solani, dan Sclerotium roflsii.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan membuat paket formulasi pupuk hayati berbahan aktif rizobakteria Bacillus sp., Pseudomonas sp. dan B. japonicum menggunakan bahan pembawa talek dan gambut, dan mengaplikasikannya sebagai inokulan, untuk pemacu pertumbuhan tanaman kedelai dan pengendali fungi patogen akar S. rolfsii, F. oxysporum dan R. solani, pada kondisi tanah masam.
4
TINJAUAN PUSTAKA Pseudomonas sp. sebagai Agen Pemacu Pertumbuhan dan Biokontrol Pseudomonas sp. merupakan bakteri Gram negatif yang memiliki ciri-ciri berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap sel bakteri 0.5-0.11 µm x 1.54.0 µm, motil dengan satu atau beberapa flagel, aerob dan tidak membentuk spora (Madigan et al. 2000). Pseudomonas sp. bersifat katalase dan oksidase positif, mengakumulasi β-polihidroksi butirat sebagai sumber karbon, kemoorganotrof, dan memiliki kandungan GC tinggi yakni berkisar 58-68% (Ballows et al. 1992). Pseudomonas ditemukan secara luas pada ekosistem tanah dan air, mendegradasi sejumlah besar senyawa organik, berinteraksi dengan tanaman dan berasosiasi didalam rizosfer yang bersifat menguntungkan di bidang pertanian dan sebagian lainnya dapat sebagai agen biokontrol. Sebagai agen pemacu pertumbuhan tanaman, Pseudomonas banyak dilaporkan menghasilkan fitohormon dalam jumlah besar khususnya IAA untuk merangsang pertumbuhan yaitu asam giberelin, sitokinin dan etilen serta melarutkan fosfat, kalium atau nutrien lain sehingga tersedia bagi tanaman (Dey et al. 2004). Pada beberapa galur Pseudomonas sp. dapat membantu tanaman menghadapi cekaman lingkungan seperti kekurangan air dan nutrien serta pencemaran senyawa toksin (Shen 1997). Selain sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, Pseudomonas sp. juga mempunyai kemampuan sebagai agen biokontrol terhadap serangan fungi patogen tanaman. Mekanisme dalam menekan pertumbuhan fungi patogen tanaman diantaranya karena Pseudomonas sp. mampu menghasilkan senyawa siderofor, β1,3 glukanase, kitinase, antibiosis dan sianida (Chermin & Chet 2002, Selitrennikoff 2001). Pseudomonas sp. juga menghasilkan senyawa antibiotik antara lain bakteriosin, pioluteorin, pirolnitril, fenazin, 2,4-diasetil floroglusinol dan fusarisidin (Beatty & Susan 2002, Dwivedi & Johri 2003).
5
Bacillus sp. sebagai Agen Pemacu Pertumbuhan dan Biokontrol Bacillus sp. merupakan salah satu bakteri dari kelompok bakteri tanah yang seringkali dijumpai pada rizosfer tanaman. Bacillus sp. merupakan bakteri Gram positif, sel berbentuk batang dengan ukuran 0,6-0,8 x 2-5 µm, motil dan membentuk endospora pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan sehingga bakteri dapat bertahan hidup (Madigan et al. 2000). Kemampuannya dalam membentuk endospora menjadikan Bacillus sp. banyak digunakan dalam industri secara komersil karena dapat bertahan lama dan beradaptasi dengan formula dan bahan-bahan kimia yang diaplikasikan dalam tanah pertanian (Bai et al. 2003). Bacillus sp. mempunyai kemampuan sebagai biokontrol penyakit tanaman dengan memproduksi antibiotik yang disekresikan saat kultur memasuki fase stasioner dan memproduksi metabolit sekunder seperti enzim kitinase, mycobacilin, bacitrasin, dan zwittermicin (Madigan et al. 2000). Bakteri B. subtilis dan B. cereus positif menghasilkan senyawa siderofor. Dengan adanya siderofor, bakteri ini mampu berkompetisi dengan bakteri patogen dalam menggunakan Fe3+ yang konsentrasinya sangat terbatas dalam tanah. Pengambilan Fe3+ oleh bakteri tidak mengganggu kebutuhan tanaman karena tanaman hanya membutuhkan dalam jumlah sedikit dibandingkan dengan mikroorganisme (Nawangsih 2006).
Bradyrhizobium japonicum Bakteri simbion Bradyrhizobium memiliki kemampuan berinteraksi dengan kelompok tanaman legum dengan membentuk bintil untuk memfiksasi nitrogen dari udara dan dapat digunakan oleh tanaman dalam simbiosis mutualisme. B. japonicum merupakan bakteri dengan sel berbentuk batang berukuran 0,5-0,9 µm x 1,3-3,0 µm, motil, Gram negatif, memiliki flagel polar atau subpolar, pertumbuhannya lambat dan membentuk bintil akar pada tanaman legum (Madigan et al. 2000). B. japonicum termasuk dalam grup II Rhizobium yang spesifik menodulasi kedelai. Grup II tumbuh lambat dan menghasilkan basa. Anggota dari kelompok ini memerlukan waktu pertumbuhan 3-5 hari pada medium cair dan rata-rata waktu pembelahan 6-7 jam. Kebanyakan galur dalam
6
kelompok ini tumbuh dengan baik dengan menggunakan pentosa sebagai sumber karbon (Somasegaran & Hoben 1994). Bradyrhizobium diketahui mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui peningkatan pembentukan bintil dan berat bintil tanaman legum. Beberapa tahap infeksi dan perkembangan bintil (Madigan et al. 2000) yaitu : (1) pengenalan bakteri terhadap bagian tanaman pada inang yang sesuai dan pelekatan pada rambut akar, (2) invasi bakteri pada rambut akar dengan membentuk benang-benang infeksi, (3) perluasan infeksi menuju akar utama melalui benang infeksi, (4) pembentukan sel-sel bakteri di dalam sel tanaman yang disebut bakteroid dan berkembang pada tahap fiksasi nitrogen, dan (5) pembelahan sel tanaman dan bakteri membentuk bintil akar dewasa (matang). Mekanisme Bradyrhizobium dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman inang secara langsung melalui produksi IAA dan pengambilan nutrisi fosfat dan mineral lainnya dari tanah. Mekanisme secara tidak langsung dengan melindungi akar dari serangan patogen melalui produksi metabolit sekunder seperti siderofor dan rizobitoksin (Deshwal et al. 2002).
Tanah Masam Tanah masam adalah tanah mineral yang mempunyai nilai pH kurang dari 5,5 dan nilai kejenuhan basa (KB) < 50% biasanya berada pada lahan kering. Derajat kemasaman bergantung pada faktor lingkungan selama pembentukan tanah; iklim, materi bahan dan vegetasi sangat penting dalam pembentukan pH. Nilai pH terkadang digunakan sebagai indikator ketersediaan unsur hara dalam tanah. Pada pH normal ketersediaan unsur hara berada pada komposisi seimbang. Pada pH kurang dari 6,5 terjadi defisiensi unsur P, Ca dan Mg serta toksisitas B, Mn, Cu, Zn dan Fe (Hanafiah 2005). Tanah masam terdapat di berbagai wilayah Indonesia maupun di dunia. Tiap daerah yang sama-sama memiliki tanah masam mungkin mempunyai sifat yang berbeda. Luas tanah kering masam di Indonesia mencapai 102 juta hektar yang belum termanfaatkan (Mulyani 2006). Lahan tidur ini dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Teknologi pengelolaan lahan masam dapat didekati dengan 2 aspek yaitu : (1) aspek tanah dan air yang
7
bertujuan untuk mengkondisikan lingkungan yang sesuai bagi tanaman dengan ketersediaan air dan hara yang cukup (pemupukan seimbang, pengelolaan bahan organik, irigasi, dan menekan tingkat kejenuhan Al), serta (2) aspek tanaman yang bertujuan untuk menseleksi varietas tanaman yang dapat tumbuh pada kondisi lahan yang masam. Pengembangan varietas tanaman yang toleran terhadap lahan masam dapat ditempuh dengan cara pemuliaan tanaman atau rekayasa genetika (Setyorini et al. 2004).
Berdasarkan
hasil
penelitian
dari
Badan
Litbang
Pertanian
menginformasikan bahwa varietas kedelai unggul seperti Leuser, Kawi dan Slamet tergolong cukup tahan terhadap penyakit karat dan sesuai untuk tanah masam (Hafsah 2004, Somantri et al. 2003).
Bahan Pembawa Bahan pembawa yang digunakan untuk formulasi PGPR dalam penelitian ini yaitu talek dan gambut. Talek adalah mineral yang sangat lunak dengan komposisi kimia (Mg3SiO10(OH)2), dan umumnya terjadi sebagai mineral sekunder hasil hidrasi batuan pembawa magnesium, seperti peridotit, gabro, dan dolomit. Talek mempunyai luas pemukaan <20µm. Talek dapat berada di dalam pasir, lumpur, dan list yang mempunyai ikatan sangat kuat. Talek merupakan jenis tanah mineral yang dominan berasosiasi dengan kaolinit dan gibsit. Stabilitas talek relatif berbeda dengan mineral lain karena komponen talek mempunyai kandungan tanah liat yang sangat kuat. Talek juga memiliki sifat halus, licin, penghisap minyak dan lemak, konduktivitas listrik rendah, penghantar panas tinggi dan berkekuatan tinggi (Dixon 1989). Gambut secara tradisional didefinisikan sebagai turf yang merupakan bagian dari jaringan tanaman yang terkarbonasi sebagian dan terbentuk pada kondisi basah, melalui proses dekomposisi berbagai tumbuhan dan lumutlumutan. Komposisi kimiawi bahan-bahan gambut dipengaruhi terutama oleh vegetasi asal, derajat dekomposisi dan lingkungan kimiawi asal. Di dalam gambut juga terdapat senyawa organik yang mengandung nitrogen yang jumlahnya kecil kalau dibandingkan dengan fraksi-fraksi lain, dan kebanyakan bersifat protein. Kandungan fosfor total pada tanah-tanah gambut yang ada di Indonesia sekitar
8
0,006%. Beberapa tanah gambut terkenal karena kandungan belerang yang tinggi (Andriesse 2003).
Fusarium oxysporum Fusarium oxysporum merupakan fungi tular tanah (soil borne), penghuni akar, memiliki ras fisiologi yang berbeda dan menimbulkan penyakit yang bersifat monosiklik. Fungi ini adalah saprofit fakultatif yang tumbuh dan dapat bertahan hidup dalam periode yang lama pada bahan organik, di dalam tanah dan rizosfer berbagai tanaman. F. oxysporum hidup dalam tanah, masuk ke akar melalui lubang alamai atau luka dan berkembang cepat menuju batang sampai jaringan pembuluh. Selain itu fungi ini mampu menginfeksi bermacam-macam tanaman inang dan menyebabkan berbagai macam penyakit, diantaranya layu batang, kerdil, busuk akar dan kematian pada kecambah. Beberapa spesies diketahui memproduksi mikotoksin pada tanaman gandum yang dapat berdampak buruk bagi manusia dan binatang yang mengkonsumsinya. Fumonisin dan trikotekanes merupakan racun utama yang diproduksi Fusarium (Gonsalves & Ferreira 1993). Kebanyakan tanaman yang diserang oleh F. oxysporum menunjukkan gejala menghitam atau cokelat pada sistem vaskuler akar dan batang yang telah dipotong, sehingga tanaman kemungkinan menjadi klorosis, kering dan akhirnya mati. Pada tanaman yang masih muda batangnya menjadi lunak. Pada kulit kacang-kacangan yang terinfeksi seringkali perkembangannya tidak sehat tetapi jarang sekali terjadi pembusukan akar (Hartman et al. 1999)
Rhizoctonia solani Rhizoctonia solani adalah fungi patogen yang dapat menyebabkan penyakit busuk akar pada kedelai. Gejala paling umum adalah damping off dari persemaian dan pembusukan akar serta batang dari tanaman yang sedang tumbuh. Tanaman yang diserang mengalami luka cokelat kemerah-merahan pada hipokotil pada garis tanah yang paling nyata setelah semaian dipindahkan dari tanah. Temperatur yang tinggi dan tanah yang lembab menyebabkan perkembangan penyakit kedelai semakin tinggi. Luka oleh serangga tanah seperti ulat/larva
9
meningkatkan keparahan dari penyakit semaian (Hartman et al. 1999, Agrios 2004). Fungi R. solani mempunyai hifa bercabang pada sudut kanan dan terbatas pada titik original, hifa berwarna cokelat, mempunyai sel miltinukleat, septa doliphore dan membentuk sklerotium berwarna coklat hingga hitam. Semua Rhizoctonia memiliki miselium steril (Agrios 2004). R. solani menhasilkan toksin karbohidrat yang mengandung glukosa, manosa, N-asetilgalaktosamin dan Nasetilglukosamin (Vidhyasekaran et al. 1997). Selain itu, fungi ini mengeluarkan endoproteinase, glukanase dan fosfolipase yang semuanya berpotensi merusak dinding sel atau integritas membran sel tanaman (Bertagnolli et al. 1996).
Sclerotium rolfsii Fungi Sclerotium rolfsii dapat menyebabkan busuk akar pada berbagai tanaman dengan gejala infeksi layu pada pucuk tanaman akibat kerusakan pada pangkal batang dan akar. Tanaman kedelai sangat rentan terhadap serangan S. roflsii yang menyerang tanaman sejak persemaian. Penurunan hasil dari tanaman kedelai sebanyak 59% telah dilaporkan di Nigeria. Serangan penyakit ini biasanya terjadi selama musim hujan dan panas. Perkembangan penyakit secara maksimum terjadi pada suhu sekitar 25-35oC. Penyakit sklerosia paling umum merusak pada tanah berpasir yang beraerasi baik atau tanah liat berpasir (Agrios 2004). Gejala pertama biasanya pada tanaman menjadi kuning tiba-tiba menjadi layu. Daun tanaman yang terserang berubah menjadi coklat, kering dan sering lengket pada batang yang mati. Bagian daun yang terserang ditandai oleh daerah luka yang berbentuk lingkaran berwanra coklat kemerah-merahan yang akhirnya menjadi coklat dengan pinggir berwarna coklat tua (Hartman et al. 1999). Serangan ini mengakibatkan luka berwarna coklat pada bagian tanaman di bawah permukaan tanah kemudian menyerang daun-daun yang lebih rendah lalu daundaun pada bagian atas sehingga seluruhnya menjadi kuning atau layu dan akhirnya mati. Fungi ini membunuh jaringan inang pada tingkat lanjutan dari serangan miselia dengan menghasilkan enzim dan asam oksalat yang menurunkan pektin dan selulosa (Agrios 2004).
10
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas MIPA IPB, rumah kaca Balai Penelitian Tanah Cimanggu Bogor dimulai bulan Maret 2010 sampai bulan Februari 2011.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah: kedelai varietas Tanggamus; fungi patogen
tanaman kedelai yakni F. oxysporum dan S. rolfsii diperoleh dari Departemen Proteksi Tanaman IPB, dan R. solani diperoleh dari Balai Penelitian Tanah, Cimanggu-Bogor; bakteri sebagai agen biokontrol dan pemacu pertumbuhan; Pseudomonas sp. (Crb 17, Crb 64, Crb 86), Bacillus sp. (Cr 24, Cr 55, Cr 76) dan Bradyrhizobium japonicum BJ 11. Karakteristik yang dimiliki oleh isolatisolat rizobakteria yang digunakan dijabarkan pada Lampiran 1. Media yang digunakan adalah; King’S B agar (KB) untuk pertumbuhan Pseudomonas sp., nutrient agar (NA) untuk pertumbuhan Bacillus sp., yeast extract mannitol agar (YMA) untuk pertumbuhan B. japonicum, dan potato dextrose agar (PDA) untuk fungi patogen akar.
Teknologi Formulasi Optimasi Media Produksi Skala Laboratorium Optimasi media biakan untuk produksi masing-masing isolat dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan pengganti media standar laboratorium. Media alternatif yang digunakan yaitu media dengan komposisi susu skim 20 g/l, molase 15 ml/l, K2HPO4 1,5 g/l, MgSO4 1,5 g/l dalam 1 L air (SKM) dan media dengan komposisi kentang 200g/L, gula 20 g/L dalam 1 L air (PDB). Optimasi medium ini dilakukan dengan menginokulasikan 7,5 ml starter dengan populasi 108 sel/ml kedalam 150 ml medium cair dengan pH media optimal (pH 7). Laju pertumbuhan bakteri diamati dengan menghitung populasi bakteri menggunakan hemasitometer pada 0, 3, 6, 9, 12, 24, 36, 48 dan 60 jam setelah inokulasi untuk mengetahui waktu yang tepat pemanenan bakteri untuk diinokulasikan ke bahan pembawa.
11
Bahan Pembawa (Carrier) Bahan pembawa yang digunakan dalam penelitian ini adalah gambut (bahan organik) dan talek (anorganik). Gambut yang digunakan berasal dari Rawa Pening (Jawa Tengah) berasal dari tanaman air eceng gondok, sedangkan talek atau yang sering dikenal dengan talcum powder merupakan bahan mineral magnesium silikat [H2Mg3(SiO3)4 atau Mg3Si4O10(OH)2]. Kedua bahan pembawa ini akan diformulasi dalam bentuk serbuk, tepung dan granul. Penyiapan bahan pembawa tersebut menyesuaikan dengan prosedur Somasegaran dan Hoben (1994). Komposisi pupuk bentuk serbuk yaitu gambut 85%, fosfat alam 10%, dan kaptan 5% dari total berat campuran. Bahan-bahan ini kemudian dicampur hingga rata, lalu dikemas dengan berat 25 gram setiap kemasan. Komposisi bahan pembawa pupuk bentuk granul yaitu gambut 50%, kaolin 10%, fosfat alam 10%, kapur pertanian 10% dan zeolit 20% dari total berat campuran. Setelah itu, semua bahan diaduk hingga rata dan dikemas menjadi 250 gram setiap sachet. Berbeda dari pupuk serbuk dan granul, persiapan bahan pembawa pupuk tepung mengikuti prosedur Nandakumar et al. (2001). Bahan talek ditambah kapur pertanian sebanyak 1% dari total berat campuran dan dikemas sebanyak 300 gram/sachet. Semua bahan pembawa yang telah dikemas selanjutnya disterilisasi pada suhu 1210 C dan tekanan 1 atm selama 15 menit sebanyak dua kali.
Inokulasi Bakteri ke dalam Bahan Pembawa Bakteri yang telah ditumbuhkan di media alternatif digabung menjadi 3 paket formulasi yang masing-masing paket mengandung 3 isolat bakteri berbeda dengan perbandingan 1:1:1. Paket campuran diberi kode M-Sr (Cr55, Crb64, dan Bj11), M-Fo (Cr24, Crb17,dan Bj 11), dan M-Rs (Cr76, Crb86, dan Bj11). Campuran bakteri ini diinokulasi ke tiap bentuk pupuk (granul, serbuk, tepung). Inokulasi untuk bentuk serbuk menggunakan syringe, yaitu sebanyak 10 ml/25 gram gambut. Sedangkan untuk bentuk tepung diinokulasi 100 ml/300 gram talc. Untuk bentuk granul, sebanyak 110 ml diinokulasi ke dalam 250 gram bahan pembawa pada mesin granulasi. Pupuk hayati bentuk granul dan tepung dikeringanginkan kemudian dikemas 25 gram/kemasan. konsentrasi akhir bakteri yang
12
diinokulasikan pada bahan pembawa sebesar 108 sel/g bahan pada masing-masing jenis bakteri.
Daya Simpan Inokulan Kemasan Kestabilan inokulan ditentukan dengan mengamati populasi inokulan yang disimpan pada bulan ke 0, 3 dan 6 pada suhu kamar dan 4oC. Indikator kestabilan inokulan dalam bahan pembawa ditentukan oleh jumlah sel hidup setelah masa penyimpanan. Populasi ditentukan dengan pencawanan pada media yang sesuai yaitu media YMA untuk mengamati populasi inokulan B. japonicum BJ11, media K’B untuk populasi Pseudomonas sp., dan media NA untuk Bacillus sp.
Percobaan Rumah Kaca Aktivitas Pemacuan Pertumbuhan Tanaman Masing-masing prototipe inokulan diinokulasikan pada kedelai yang akan ditanam pada tanah steril dan non-steril. Pengujian di rumah kaca menyesuaikan dengan prosedur yang diterangkan Cattelan et al. (1999). Dua kecambah kedelai yang sudah diinokulasi dengan masing-masing prototipe inokulan dari masingmasing perlakuan ditumbuhkan pada 2 kg tanah (non-setril) dan 0,5 kg tanah (steril) pada pot plastik polietilen. Tanah yang digunakan berasal dari Cinangneng, Bogor dengan pH tanah 5,5. Kelembaban tanah diatur dengan penyiraman setiap hari. Rancangan faktorial digunakan dalam percobaan ini dengan faktor pertama jenis inokulum (M-Fo, M-Sr dan M-Rs) dan faktor kedua bentuk formulasi (Granul, Tepung dan Serbuk). Tiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan. Tanaman dipelihara selama 21 hari setelah diinokulasi pupuk hayati untuk mengetahui efek pupuk hayati pada pertumbuhan awal tanaman (Cattelan et al. 1999). Parameter pemacu tumbuh diukur dari tinggi tanaman, berat basah tajuk dan akar. Dosis pupuk hayati untuk bentuk serbuk dan tepung 0,12 gram/30 benih kedelai, sedangkan bentuk granul 0,25 gram per benih.
13
Aktivitas Biokontrol terhadap Fungi Patogen Akar Untuk mengetahui aktivitas biofungisida terhadap fungi patogen akar perlu dilakukan uji pada tanaman kedelai. Pengujian aktivitas biofungisida sebagai biokontrol terhadap fungi patogen R. solani, S. rolfsii dan F. oxysporum dilakukan pada media steril dan non-steril di rumah kaca (6 set percobaan). Uji terhadap patogen F. oxysporum menggunakan paket inokulan M-Fo; uji terhadap patogen S. rolfsii menggunakan paket inokulan M-Sr; sedangkan uji terhadap patogen R. solani menggunakan paket inokulan M-Rs. Pengujian pada media steril (3 set/fungi patogen) menyesuaikan prosedur yang dilakukan Cattelan et al. (1999), yakni 0,5 kg tanah (steril) disterilisasi 2 kali dengan autoklaf, masing-masing selama 1 jam dengan interval waktu 1 hari. Sterilisasi pot plastik polietilen dilakukan dengan cara desinfeksi permukaan plastik dengan alkohol 95%. Masing-masing inokulan fungi patogen disiapkan dengan mengambil satu lup patogen yang ditumbuhkan pada media PDA selama 5 hari dan disonikasi selama 1 jam dalam 200 mL aquades (Cattelan et al. 1999). Selanjutnya
tanah
diinokulasi
dengan
suspensi
fungi
patogen
yang
kepadatannya ditetapkan dengan cawan petri pengenceran bertingkat. Kepadatan sel fungi yang diinokulasikan ke tanah sekitar 103 sel/g tanah. Aplikasi pupuk hayati bentuk serbuk, tepung dan granul sama seperti pengujian pemacu tumbuh. Penempatan pot percobaan menggunakan rancangan acak kelompok. Tiap perlakuan memiliki 3 blok kelompok dengan 4 ulangan pada masing-masing blok. Tiap pot terdiri atas 4 tanaman.
Kelembaban
tanah
dijaga dengan
penyiraman setiap hari. Tanaman dipelihara selama 14 hari dan diamati dengan parameter pengukuran biokontrol didasarkan atas kejadian penyakit (%), penekanan penyakit (%) (Wiyono 2003), berat basah tajuk dan akar. Pengujian pada tanah non-steril (3 set percobaan) mengikuti prosedur Cattelan et al. (1999) seperti diuraikan di atas (pengujian aktivitas pemacu tumbuh pada tanah non-steril). Rancangan percobaan, pemeliharan dan parameter biokontrol sama seperti diuraikan di atas.
14
HASIL Optimasi Media Produksi Optimasi media produksi dengan menggunakan media alternatif menunjukkan hasil bahwa bakteri dapat tumbuh baik pada media alternatif PDB maupun SKM. Produksi biomassa sel pada media SKM umumnya lebih lebih tinggi dibandingkan dengan pada media PDB. Hal ini dapat terlihat pada kurva tumbuh isolat Bacillus sp. Pseudomonas sp. dan B. japonicum (Gambar 1). Namun, pada media SKM memberikan hasil waktu inkubasi bakteri yang lebih lama dibandingkan dengan media PDB untuk mencapai jumlah sel maksimum untuk ketiga jenis bakteri tersebut. Pada media SKM isolat Cr 24, Cr 55, dan Cr 76 mencapai jumlah maksimum masing-masing 1,10 x 109 sel/ml; 1,00 x 109 sel/ml; dan 2,33 x 109 sel/ml, sedangkan isolat Crb 17, Crb 64, dan Crb 76 pada media SKM secara berurutan mencapai jumlah populasi 1,09 x 109 sel/ml; 3,42 x 109 sel/ml; dan 3,53 x 108 sel/ml. Waktu inkubasi Bacillus sp. berkisar antara 24-48 jam, sedangkan Pseudomonas sp. berkisar antara 12-48 jam (Tabel 1). Hal yang berbeda terjadi pada isolat B. japonicum (Bj11) yang memiliki jumlah sel maksimum lebih banyak pada media PDB yaitu 5,60 X 1010 dibandingkan dengan media SKM sebanyak 1,13 X 1010. Waktu inkubasi untuk mencapai jumlah maksimum lebih lama pada media SKM yaitu 72 jam dibandingkan dengan pada media PDB yaitu 60 jam. Dari optimasi media alternatif ini diperoleh bahwa media SKM digunakan untuk tahap selanjutnya untuk memproduksi biomassa inokulan untuk semua jenis bakteri tersebut. Formulasi Pupuk Hayati Dari kombinasi tiga isolat Bacillus sp., tiga isolat Pseudomonas sp., dan B. japonicum (BJ11) menghasilkan tiga paket formula pupuk yaitu M-Sr (isolat Cr24, Crb17 dan Bj11); M-Rs (isolat Cr55, Crb64 dan Bj11); dan M-Fo (isolat Cr76, Crb86 dan Bj11). Masing-masing paket formulasi tersebut dibuat menjadi tiga bentuk paket formulasi yaitu granul (G), tepung (T) dan serbuk (S) (Gambar 2). Paket formulasi bentuk granul (G) memiliki kadar air berkisar 5-10%, bentuk tepung (T) dengan bahan dasar talek memiliki kadar air berkisar 2-6%, sedangkan
15
8 Cr 24
7
Cr 55
Laju pertumbuhan Pseudomonas sp. pada media SKM
9 8 Crb 17 Crb 64 Crb 86
7
Cr 76
6 3
6
9
12 24 36 48 60
0
3
6 9 12 24 36 Pengamatan Jam Ke‐
Pengamatan Jam Ke‐
Laju pertumbuhan Bacillus sp. pada media PDB
10
9 8
Cr 24 Cr 55 Cr 76
7 6
Log populasi bakteri
Log populasi bakteri
10
48
3
6 9 12 24 36 48 60 Pengamatan Jam Ke‐
9
Bj11
8 7
0
60
1
2
3
4
5
6
Pengamatan hari Ke‐
Laju pertumbuhan Pseudomonas sp. pada media PDB
Laju pertumbuhan B. japonicum pada media PDB
9 8 Crb 17 Crb 64 Crb 86
7
11 10 9 8
Bj11
7 6
6 0
10
6
6 0
Laju pertumbuhan B. japonicum pada media SKM
11 Log populasi bakteri
9
Log populasi bakteri
Log populasi bakteri
10
Log populasi bakteri
Laju pertumbuhan Bacillus sp. pada media SKM
10
0
3
6 9 12 24 Pengamatan Jam Ke‐
36
0
1
2 3 4 5 Pengamatan hari Ke‐
6
Gambar 1 Kurva tumbuh inokulan pupuk hayati pada media SKM dan PDB
16
bentuk serbuk (S) dengan bahan dasar gambut memiliki kadar air berkisar 4446%. Total kombinasi pupuk hayati yang diaplikasikan dalam pengujian terhadap tanaman kedelai ada sembilan macam dengan kode M-Sr(G), M-Fo (G), M-Rs(G), M-Sr(S), M-Fo(S), M-Rs(S), M-Sr(T), M-Fo(T), dan M-Rs(T). Tabel 1 Jumlah sel maksimum dan waktu inkubasi isolat Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan B. japonicum pada media alternatif PDB dan SKM. Kode Isolat Bacillus sp. Cr 24 Bacillus sp. Cr 55 Bacillus sp. Cr 76 Pseudomonas sp. Crb 17 Pseudomonas sp. Crb 64 Pseudomonas sp. Crb 86 BJ 11 (wt)
Media produksi laboratorium PDB SKM Jumlah sel Waktu inkubasi Jumlah sel Waktu Inkubasi maksimum (Jam) maksimum (Jam) 8 9 2,70 X 10 24 1,10 X 10 48 8,81 X 108 24 1,00 X 109 48 8 8 24 2,33 X 10 24 1,50 X 10 5,60 X 108 36 1,09 X 109 48 8,42 X 108 9 3,42 X 109 36 9 3,53 X 108 12 3,98 X 108 60 1,13 X 1010 72 5,60 X 1010
Gambar 2 Kemasan pupuk hayati hasil formulasi. (a) granul, (b) tepung, (c) serbuk
17
Uji Pemacu Pertumbuhan pada Tanaman Kedelai Pengaruh aplikasi pupuk hayati mampu meningkatkan tinggi tanaman, berat basah tajuk dan akar dibandingkan dengan tanpa perlakuan (kontrol). Perlakuan paket inokulan M-Fo (S), M-Sr (G), M-Sr (S) pada tanah steril menunjukkan rata-rata tinggi tanaman yang paling tinggi yaitu masing-masing 27,3 ; 26,3 dan 25,9 cm dibandingkan dengan kontrol (Tabel 2). Pada tanah nonsteril tidak terlihat pengaruh perlakuan pupuk hayati terhadap tinggi tanaman kedelai dibandingkan dengan kontrol. Penampilan tanaman pada masing-masing perlakuan yang dibandingkan dengan kontrol terlihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Tabel 2 Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap tinggi tanaman kedelai varietas Tanggamus umur 21 hari pada tanah steril dan non-steril di rumah kaca. Paket Inokulan M-Fo (G) M-Sr (G) M-Rs (G) M-Fo (T) M-Sr (T) M-Rs (T) M-Fo (S) M-Sr (S) M-Rs (S) Kontrol
Tanah Steril 23,6 ± 2,50 ab 26,3 ± 2,99 a 24,2 ± 2,79 ab 20,4 ± 5,59 b 22,9 ± 4,70 ab 24,5 ± 1,29 ab 27,3 ± 1,70 a 25,9 ± 0,75 a 25,1 ± 3,15 ab 25,1 ± 1,11 ab
Tinggi Tanaman (cm) Tanah Non-steril 24,4 ± 3,35 24,9 ± 1,18 26,0 ± 3,24 26,5 ± 1,41 24,9 ± 1,08 24,9 ± 4,37 25,3 ± 2,29 22,6 ± 3,48 22,6 ± 8,34 26,4 ± 2,50
a a a a a a a a a a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT)
Pengaruh aplikasi pupuk hayati juga mampu meningkatkan berat basah tajuk dan akar dibandingkan dengan tanpa perlakuan (kontrol). Perlakuan paket inokulan M-Fo (S) pada tanah steril menunjukkan rata-rata berat basah tajuk dan akar tertinggi yaitu masing-masing 3,061 dan 4,105 gram per tanaman dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan kontrol (Tabel 3). Paket inokulan MSr (G), M-Sr (S) juga memiliki berat basah akar dan tajuk yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Pada tanah non-steril beberapa paket inokulan memperlihatkan hasil lebih baik namun tidak signifikan dibandingkan dengan kontrol.
18
(a)
(b)
(c)
Gambar 3 Penampilan tanaman kedelai pada berbagai perlakuan pada tanah steril. Diinokulasi pupuk hayati bentuk granul (a), Diinokulasi pupuk hayati bentuk tepung (b), Diinokulasi pupuk hayati bentuk serbuk (c)
(a)
(b)
(c)
Gambar 4 Penampilan tanaman kedelai pada berbagai perlakuan pada tanah nonsteril. Diinokulasi pupuk hayati bentuk granul (a), Diinokulasi pupuk hayati bentuk tepung (b), Diinokulasi pupuk hayati bentuk serbuk (c)
19
Tabel 3 Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap berat basah akar dan tajuk kedelai varietas Tanggamus umur 21 hari pada tanah steril dan non-steril di rumah kaca. Berat Basah (g/tanaman) Paket Inokulan
Tanah Steril Akar Tajuk
Tanah Non-steril Akar Tajuk
M-Fo (G) M-Sr (G)
2,67 ab 2,74 ab
3,021 bc 3,812 ab
2,685 a 2,764 a
3,485 a 4,003 a
M-Rs (G)
2,85 ab
3,238 ab
2,804 a
4,223 a
M-Fo (T)
1,98 c
2,206 c
2,73 a
3,848 a
M-Sr (T)
2,29 bc
2,983 bc
3,278 a
4,124 a
M-Rs (T)
3,05 a
3,568 ab
2,385 a
3,681 a
M-Fo (S)
3,06 a
4,105 a
2,882 a
4,345 a
M-Sr (S) M-Rs (S)
2,93 ab 2,67 ab
3,751 ab 3,432 ab
2,676 a 2,174 a
3,942 a 3,087 a
Kontrol
2,64 abc
3,789 ab
2,727 a
3,615 a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT)
Analisa statistik digunakan untuk melihat pengaruh bentuk paket inokulan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai. Tabel 4 memperlihatkan bahwa bentuk paket inokulan serbuk (S) rata-rata mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai umur 21 hari dibandingkan dengan bentuk lainnya pada tanah steril. Pada tanah non-steril, pengaruh bentuk paket inokulan tidak terlihat sama sekali perbedaannya (Tabel 4). Analisa juga dilakukan untuk melihat pengaruh paket inokulan (M-Fo, M-Rs, M-Sr) terhadap pertumbuhan tanaman kedelai, namun hasilnya tidak berbeda nyata antar paket inokulan baik pada tanah steril maupun non-steril (Tabel 5). Tabel 4 Pengaruh bentuk paket inokulan terhadap tinggi, berat basah akar dan tajuk tanaman kedelai varietas Tanggamus umur 21 hari pada tanah steril dan non-steril Tanah Non-steril
Tanah Steril Berat Basah Tinggi (g/tanaman) Tanaman Tajuk (cm) Akar
Tinggi Tanaman (cm)
Granul (G)
24,6 ab
2,749 a 3,357 ab
25,1 a
2,751 a
3,791 a
Tepung (T)
22,6 b
2,441 a 2,919 b
25,8 a
2,798 a
2,884 a
Serbuk (S)
26,1 a
2,882 a 3,762 a
24,8 a
2,577 a
3,791 a
Paket Inokulan
Berat Basah (g/tanaman) Tajuk Akar
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT)
20
Tabel 5 Pengaruh jenis inokulan terhadap tinggi, berat basah akar dan tajuk tanaman kedelai varietas Tanggamus umur 21 hari pada tanah steril dan non-steril Tanah Non-steril
Tanah Steril Berat Basah Tinggi (g/tanaman) Tanaman Tajuk (cm) Akar
Tinggi Tanaman (cm)
M-Fo
23,8 a
2,571 a 3,110 a
25,6 a
2,765 a
M-Sr M-Rs
25,0 a 24,6 a
2,649 a 3,515 a 2,855 a 3,413 a
25,5 a 24,5 a
2,906 a 4,023 a 2,454 a 3,664 a
Paket Inokulan
Berat Basah (g/tanaman) Tajuk Akar 3,893 a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT)
Uji biokontrol pada Tanaman Kedelai Hasil uji biokontrol di rumah kaca menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati pada umumnya mampu mengurangi serangan cendawan patogen pada tanaman kedelai. Perlakuan paket formulasi M-Sr mampu menekan cendawan patogen S. rolfsii pada tanah steril. Penekanan penyakit paling besar terjadi pada paket inokulan bentuk serbuk sebesar 79,98%. Tanaman yang terserang oleh patogen menimbulkan gejala kerdil/mati dan terdapat tanda patogen berupa sclerotia pada kotiledon yang akan berkecambah (Gambar 5). Pertumbuhan tanaman antar perlakuan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (Tabel 6). Pada tanah non-steril perlakuan paket inokulan M-Sr (S) memberikan hasil terbaik baik pertumbuhan tinggi tanaman maupun berat basah akar dan total (Tabel 7). Tabel 6 Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap perkembangan tanaman kedelai yang diinokulasi patogen S. roflsii pada tanah steril di rumah kaca. Berat basah (g/tanaman) Paket Penekanan Inokulan Penyakit (%) Akar Tajuk Total M-Sr (G) M-Sr (T) M-Sr (S) Kontrol + Kontrol -
30,00 79,98 60,01 -
3,358 3,526 3,667 3,251 3,701
a a a a a
4,755 5,037 5,127 4,379 5,041
a a a a a
8,114 8,563 8,743 7,630 8,743
a a a a a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT)
21
(a) (b) Gambar 5 Gejala serangan S. roflsii pada benih kedelai (a), Penampilan tanaman kedelai pada tanah steril yang diinokulasi S. roflsii (b) Tabel 7 Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap perkembangan tanaman kedelai yang diinokulasi patogen S. roflsii pada tanah non-steril di rumah kaca. Paket Inokulan M-Sr (G) M-Sr (T) M-Sr (S) Kontrol + Kontrol -
Tinggi tanaman (cm) 18,83 16,00 19,75 17,33 19,00
ab b a ab ab
Berat basah (g/tanaman) Akar 0,816 ab 0,689 abc 0,884 a 0,535 c 0,556 bc
Tajuk 1,557 a 1,473 a 1,655 a 1,566 a 1,461 a
Total 2,373 ab 2,162 ab 2,540 a 2,100 ab 2,017 b
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT)
Pengujian lainnya dilakukan terhadap patogen R. solani. Hasil uji biokontrol pada tanah steril di rumah kaca menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati belum mampu mengendalikan patogen R. solani kecuali perlakuan M-Rs (G) (Tabel 8). Perlakuan pupuk hayati tersebut mampu menekan patogen sebesar 22,27% sedangkan perlakuan lainnya tidak mampu menekan kejadian penyakit. Kedelai yang diserang oleh R. solani memperlihatkan gejala pada daun kotiledon mengalami malformasi. Kotiledon kedelai yang terserang menjadi tebal, berwarna hijau tua dan pertumbuhan terhambat (kerdil) (Gambar 6). Serangan ini lamakelamaan akan hilang seiiring dengan pertumbuhan kedelai sehingga tanaman dapat tumbuh kembali walaupun tidak optimal. Pada tanah non-steril perlakuan pupuk hayati mampu meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan kontrol negatif namun tidak demikian terhadap berat basah akar dan tajuk (Tabel 9)
22
Tabel 8 Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diinokulasi patogen R. solani pada tanah steril di rumah kaca. Berat basah (g/tanaman) Paket Penekanan Inokulan Penyakit (%) Akar Tajuk Total M-Rs (G) M-Rs (T) M-Rs (S) Kontrol + Kontrol -
27,27 * * -
2,609 2,467 2,295 2,571 3,251
b b b b a
3,863 3,807 3,728 4,004 4,543
b b b ab a
6,472 6,274 5,856 6,575 7,798
b b b b a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT) * Tidak terjadi penekanan penyakit.
Gambar 6 Gejala serangan R. solani pada benih kedelai (a), Penampilan tanaman kedelai pada tanah steril yang diinokulasi R. solani (b) Tabel 9 Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diinokulasi patogen R. solani pada tanah non-steril di rumah kaca. Berat basah (g/tanaman) Paket Tinggi Inokulan tanaman (cm) Akar Tajuk Total M-Rs (G) M-Rs (T) M-Rs (S) Kontrol + Kontrol -
16,6 17,8 17,5 14,1 16,4
ab a a b ab
0,532 0,995 0,790 0,622 1,015
b a ab b a
1,113 1,350 1,342 1,283 1,360
a a a a a
1,645 2,344 2,132 1,905 2,375
b ab ab ab a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT)
Hal yang sama terjadi pada pengujian terhadap F. oxysporum Hasil uji biokontrol pada tanah steril di rumah kaca menunjukkan bahwa hanya perlakuan M-Fo (G) yang mampu menekan patogen yaitu sebesar 50.12% sedangkan perlakuan lainnya tidak mampu menekan kejadian penyakit (Tabel 10). Kedelai yang diserang oleh F. oxysporum memperlihatkan gejala menguning pada daun
23
kedelai (Gambar 7). Pertumbuhan kedelai pada perlakuan tersebut mendekati pertumbuhan kontrol negatif namun tidak berbeda nyata dengan kontrol positif. Hasil berkebalikan terjadi pada tanah non-steril, hanya perlakuan pupuk hayati MFo (G) yang menunjukkan hasil tidak lebih baik dari kontrol positif (Tabel 11) Tabel 10 Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diinokulasi patogen F. oxysporum pada tanah steril di rumah kaca. Berat basah (g/tanaman) Paket Penekanan Inokulan Penyakit (%) Akar Tajuk Total M-Fo (G) M-Fo (T) M-Fo (S) Kontrol + Kontrol -
50,12 * * -
3,116 2,766 2,296 2,839 3,306
ab b c b a
5,119 4,793 4,537 4,742 5,236
ab b ab ab a
8,235 7,393 7,437 7,581 8,543
ab b b ab a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT) * Tidak terjadi penekanan penyakit.
Gambar 7 Penampilan tanaman kedelai pada tanah steril yang diinokulasi F. oxysporum Tabel 11 Pengaruh inokulasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diinokulasi patogen F. oxysporum pada tanah non-steril di rumah kaca. Berat basah (g/tanaman) Paket Tinggi Inokulan tanaman (cm) Akar Tajuk Total M-Fo (G) M-Fo (T) M-Fo (S) Kontrol + Kontrol -
17,3 18,1 18,8 16,3 17,9
a a a a a
0,532 0,504 0,568 0,414 0,416
b a a ab ab
1,190 1,656 1,355 1,276 1,287
b a ab ab ab
1,731 2,490 2,211 1,944 1,961
b a ab ab ab
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT)
24
Pengujian Viabilitas Inokulan Kepadatan sel masing-masing inokulan bakteri yang diinokulasikan kedalam paket formulasi yaitu isolat Cr24, Cr55, Cr76, Crb 17, Crb 64, Crb86 dan Bj11 berturut-turut sebanyak 1,56 X 1010; 2,32 X 108; 1,56 X 108; 2,72 X 109; 2,46 X 108; 2,35 X 108 dan < 103 sel/g bahan pembawa. Inokulan tersebut diinokulasikan dalam 3 jenis bentuk formulasi yaitu granul, serbuk dan tepung. Paket formulasi tersebut disimpan pada dua suhu yang berbeda yaitu suhu ruang dan suhu 4oC dengan masa simpan 0, 3 dan 6 bulan. Perkembangan populasi inokulan bakteri pada masa penyimpanan ditunjukkan pada Tabel 12. Pada 0 bulan kandungan inokulan bakteri Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. berkisar antara 1.20 X 107 – 1.72 X 108 sel/g paket formulasi. Bentuk formulasi tepung mengandung jumlah inokulan yang lebih banyak dibandingkan dengan serbuk dan granul. Pada penyimpanan selama 6 bulan terjadi penurunan jumlah inokulan baik penyimpanan pada suhu kamar maupun suhu 4oC. Penurunan terjadi rata-rata sebesar 1/10 kali dari populasi awal sehingga jumlah inokulan berkisar 107 sel/g paket formulasi. Jumlah inokulan tersebut tidak berbeda nyata antara ketiga bentuk paket formulasi berbeda dengan yang terjadi pada 0 bulan. Pada inokulan Bj11 baik pada penyimpanan 0 bulan maupun 6 bulan jumlah inokulan < 103 sel/g paket formulasi. Masing-masing bentuk paket formulasi memiliki kandungan air yang berbeda (Tabel 13). Pada awal pembuatan paket formulasi, bentuk granul memiliki kadar air berkisar 4.8 – 9.9%, bentuk tepung berkisar 1.9 – 6.3% dan serbuk berkisar 44.47 - 46.60%. Penyimpanan selama 6 bulan baik pada suhu ruang maupun suhu 4oC tidak mengalami perubahan kadar air yang signifikan pada paket formulasi. Kadar air paket formulasi yang disimpan pada suhu 4oC memiliki kadar air sedikit lebih tinggi daripada penyimpanan pada suhu kamar.
25
Tabel 12 Perkembangan populasi bakteri pada masa penyimpanan sampai 6 bulan pada suhu kamar dan 4oC Populasi bakteri (sel/gram) 0 bulan (suhu kamar) 3 bulan (suhu kamar) 6 bulan (suhu 4oC) KODE Suhu Penyimpanan Bj11 Cr Crb Bj11 Cr Crb Bj11 Cr Crb o 7 7 6 6 7 7 C 25 2,90 X 10 1,65 X 10 M-Fo (G) * 7,23 X 10 4,00 X 10 * 15,5 X 10 5,40 X 10 * M-Sr (G) 6,50 X 106 8,65 X 107 * 1,50 X 107 1,00 X 106 * 9,00 X 107 2,50 X 107 * 7 7 7 7 7 7 M-Rs (G) 6,70 X 10 4,95 X 10 * 9,00 X 10 6,00 X 10 * 6,60 X 10 2,90 X 10 * 8 7 7 6 6 6 * 1,30 X 10 1,50 X 10 * 7,00 X 10 3,50 X 10 * M-Fo (T) 4,20 X 10 9,92 X 10 M-Sr (T) 1,25 X 108 9,75 X 107 * 9,50 X 106 6,75 X 106 * 1,90 X 107 1,80 X 107 * 8 7 7 7 7 6 M-Rs (T) 1,20 X 10 9,50 X 10 * 2,10 X 10 1,70 X 10 * 3,20 X 10 2,00 X 10 * 8 8 6 6 8 8 * 9,60 X 10 2,25 X 10 * 1,33 X 10 1,06 X 10 * M-Fo (S) 1,72 X 10 1,18 X 10 M-Sr (S) 3,55 X 107 5,50 X 107 * 1,50 X 107 4,00 X 106 * 3,84 X 108 3,50 X 107 * 7 8 6 6 7 7 M-Rs (S) 1,30 X 10 1,63 X 10 * 3,90 X 10 2,50 X 10 * 4,75 X 10 6,65 X 10 * o 7 6 7 7 4 C M-Fo (G) * 1,70 X 10 2,00 X 10 * 3,60 X 10 4,75 X 10 M-Sr (G) 2,95 X 107 4,45 X 107 * 1,84 X 108 2,70 X 107 * 6 6 7 7 M-Rs (G) 7,06 X 10 2,73 X 10 * 1,85 X 10 2,50 X 10 * M-Fo (T) 3,80 X 107 5,70 X 106 * 7,80 X 107 6,80 X 107 * 6 6 7 7 M-Sr (T) 6,85 X 10 8,00 X 10 * 1,44 X 10 3,60 X 10 * 6 6 7 7 M-Rs (T) 6,00 X 10 1,50 X 10 * 6,40 X 10 3,66 X 10 * * 5,65 X 107 3,75 X 107 * M-Fo (S) 1,12 X 107 1,36 X 107 6 7 7 7 M-Sr (S) 3,10 X 10 1,40 X 10 * 6,10 X 10 3,80 X 10 * 6 6 7 8 M-Rs (S) 6,80 X 10 2,65 X 10 * 1,35 X 10 1,15 X 10 * Cr : Bacillus sp. Crb: Pseudomonas sp. Bj11: Bradyrhizobium japonicum Bj11
* : <103
26
Tabel 13 Kadar air (%) paket formulasi pupuk hayati yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 4oC, masa penyimpanan sampai 6 bulan Kadar air (%) KODE Suhu Penyimpanan 0 bulan 3 bulan 6 bulan o 25 C M-Fo (G) 9,90 7,68 8,49 M-Sr (G) 9,10 8,41 7,59 M-Rs (G) 4,80 7,78 8,20 M-Fo (T) 6,30 3,60 4,00 M-Sr (T) 5,30 3,40 4,90 M-Rs (T) 1,90 0,60 1,90 M-Fo (S) 46,60 44,30 45,90 M-Sr (S) 46,60 46,95 47,00 M-Rs (S) 44,70 44,70 45,40 o 4 C M-Fo (G) 8,78 8,50 M-Sr (G) 9,41 9,30 M-Rs (G) 8,18 8,59 M-Fo (T) 4,10 6,60 M-Sr (T) 4,40 5,60 M-Rs (T) 3,30 3,00 M-Fo (S) 47,35 47,75 M-Sr (S) 48,20 46,15 M-Rs (S) 46,00 47,55
27
PEMBAHASAN Optimasi media produksi dilakukan untuk mengetahui jenis media yang paling baik untuk produksi inokulan dan waktu optimum untuk pemanenan inokulan. Penggunaan media alternatif bertujuan untuk memilih bahan baku media yang murah serta mudah didapatkan dibandingkan dengan menggunakan media di laboratorium. Dari kedua media alternatif yang dioptimasi, bakteri uji dapat tumbuh baik pada media alternatif PDB maupun SKM serta menghasilkan jumlah inokulan yang lebih banyak dibandingkan dengan media laboratorium dengan masa inkubasi hingga 60 jam (data tidak ditampilkan). Media alternatif SKM menghasilkan jumlah inokulum yang lebih banyak dibandingkan dengan PDB. Hal ini dikarenakan pada media SKM mengandung susu skim dan molase. Susu skim mengandung protein yang merupakan sumber nitrogen dan kalsium, selain itu molase mengandung berbagai sumber karbohidrat seperti glukosa, sukrosa dan fruktosa (Paturau 1982). Kandungan karbohidrat yang kompleks pada molase dapat menyebabkan bertambah lamanya waktu inkubasi bakteri sebelum mencapai populasi maksimum. Dari optimasi media alternatif ini diperoleh bahwa media SKM digunakan untuk memproduksi biomassa inokulan untuk semua jenis bakteri. Penggunaan susu skim sebagai media perbanyakan pernah dilakukan untuk bakteri asam laktat (Chick et al. 2001), sedangkan molase digunakan dalam fermentasi bakteri untuk produksi asam amino glutamat (Crueger & Crueger 1984). Kinetika
pertumbuhan
mikroorganisme
sangat
diperlukan
untuk
menunjang bioproses. Pertumbuhan mikroorganisme pada umunya terdiri dari 4 fase yaitu fase lag, eksponensial, stasioner dan kematian. Pada proses produksi inokulan bakteri untuk formulasi pupuk hayati, fase late exponential digunakan dalam penentuan pemanenan inokulan. Hal ini didasarkan karena pada fase tersebut laju pertumbuhan biomassa mencapai maksimum (Atlas & Bartha 1998). Konsentrasi sel maksimum untuk isolat Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. pada kisaran 108–109 sel/ml, sedangkan B. japonicum Bj11 dengan jumlah sel 1,13x1010 sel/ml. Hal ini sesuai dengan konsentrasi minimum kultur isolat
28
rizobakteria untuk penginokulasian ke bahan pembawa yaitu 5 x 108 sel/ml (Somasegaran & Hoben 1994). Rizobakteria yang digunakan dalam formulasi pupuk hayati pada penelitian ini terdiri dari Bacillus sp. (Cr24, Cr55, Cr76), Pseudomonas sp. (Crb17, Crb64, Crb86), dan B. japonicum (BJ11). Semua bakteri yang digunakan telah dilakukan uji antagonisme dan kompatibel antar jenis bakteri untuk dilakukan koinokulasi (Tahar 2009). Koinokulasi ketiga bakteri tersebut telah diuji dan mampu memacu pertumbuhan tanaman kedelai dan mengendalikan cendawan patogen akar tanaman kedelai (Sulistyani 2009). Potensi tersebut perlu dikembangkan dengan dibuatnya formulasi pupuk hayati. Formulasi dilakukan untuk mempermudah aplikasi, penyimpanan serta transportasi ke petani. Aplikasi pupuk hayati berbahan aktif rizobakteria rata-rata mampu meningkatkan tinggi tanaman, berat basah tajuk dan akar dibandingkan dengan tanpa perlakuan (kontrol). Tabel 2 menunjukkan bahwa beberapa paket inokulan mampu meningkatkan pertumbuhan kedelai dibandingkan dengan kontrol yaitu paket inokulan M-Fo (S), M-Sr (G), M-Sr (S). Peningkatan pertumbuhan ini hanya terjadi pada tanah steril. Hal ini mengindikasikan bahwa rizobakteria yang diaplikasikan pada kedelai berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan kedelai. Pada tanah steril tidak terdapat mikroorganisme lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Pada tanah non-steril diduga terdapat interaksi antara mikroorganisme tanah dan rizobakteria dalam pupuk hayati sehingga efek penambahan rizobakteria terhadap pertumbuhan tanaman tidak dapat terlihat. Selain itu dalam tanah non-steril dimungkinkan kehadiran mikroorganisme patogen yang dapat mengurangi pertumbuhan kedelai. Peningkatan pertumbuhan kedelai melalui aplikasi paket inokulan kemungkinan disebabkan oleh pengaruh langsung dari rizobakteria Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. dalam memacu pertumbuhan kedelai. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, rizobakteria Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. yang digunakan dalam penelitian ini mampu menghasilkan hormon pertumbuhan IAA dan memiliki kemampuan dalam melarutkan fosfat (Astuti 2008b). Hormon IAA berperan sebagai hormon pertumbuhan tanaman sedangkan kemampuan
29
melarutkan fosfat dapat menyababkan meningkatnya ketersediaan fosfat dalam tanah yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sebagai sumber nutrisi. Bentuk formulasi yang diaplikasikan pada tanaman kedelai ternyata mempengaruhi peningkatan pertumbuhan kedelai. Dari ketiga bentuk formulasi yang diuji, bentuk serbuk secara umum memberikan hasil pertumbuhan kedelai yang paling baik. Hasil ini kemungkinan disebabkan oleh bahan dasar formulasi. Bentuk serbuk dan granul berbahan dasar gambut namun dengan komposisi yang berbeda dengan komposisi gambut pada serbuk lebih banyak dibandingkan dengan pada granul. Tabel 4 menunjukkan bahwa urutan pengaruh bentuk paket inokulan terhadap pertumbuhan kedelai berturut-turut yaitu serbuk, granul dan tepung. Gambut merupakan bagian dari jaringan tanaman yang terkarbonasi sebagian dan terbentuk pada kondisi basah melalui proses dekomposisi berbagai tumbuhan dan lumut-lumutan (Andriesse 2003). Senyawa organik yang terkandung secara tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan bakteri yang tumbuh dalam paket inokulan tersebut. Dibandingkan dengan serbuk dan granul, bentuk tepung hanya terdiri dari talek yang berupa mineral dengan komposisi kimia (Mg3SiO10(OH)2) (Dixon 1989). Analisa juga dilakukan untuk melihat pengaruh paket inokulan (M-Fo, MRs, M-Sr) terhadap pertumbuhan tanaman kedelai, namun hasilnya tidak berbeda nyata antar paket inokulan baik pada tanah steril maupun non-steril (Tabel 5). Secara umum ketiga paket tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan kedelai. Bila diurutkan, paket inokulan M-Sr (Cr55, Crb64, Bj11) dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan M-Rs (Cr76, Crb86, Bj11) dan M-Fo (Cr24, Crb17, Bj11) baik pada tanah steril maupun non-steril. Pengaruh pertumbuhan kedelai yang terjadi tidak dapat dikatakan hanya dipengaruhi oleh bahan dasar paket inokulan. Hal ini disebabkan karena pengaruh bentuk paket inokulan tersebut tidak berbeda nyata bila dilakukan pada tanah nonsteril. Selain itu, pada Tabel 2 dan Tabel 3 diketahui bahwa ada beberapa paket inokulan berbahan granul dan tepung yaitu M-Sr (G) dan M-Rs (T) yang memiliki pengaruh pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada paket inokulan serbuk M-Rs (S) dan M-Sr(S). Selain itu aplikasi pupuk hayati per benih
30
dalam jumlah sedikit. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh inokulan rizobakteria dalam pupuh hayati terhadap pertumbuhan tanaman. Hasil uji biokontrol di rumah kaca menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati pada umumnya mampu menekan kejadian penyakit dengan intensitas yang berbeda tiap fungi patogen. Penekanan penyakit terhadap fungi S. rolfsii terjadi pada ketiga paket inokulan (M-Sr (G), M-Sr (T), M-Sr (S)) (Tabel 6). Penekanan tertinggi sebesar 79.98% terjadi dengan perrlakuan paket inokulan M-Sr (T). Hal yang berbeda terjadi pada aplikasi paket inokulan terhadap F. oxysporum dan R. solani, dimana hanya satu jenis dari tiga paket inokulan yang mampu memperlihatkan penekanan penyakit. Penekanan penyakit terhadap fungi F. oxysporum hanya terjadi pada aplikasi paket inokulan M-Fo (G) yaitu sebesar 50,12%, sedangkan Penekanan penyakit terhadap fungi R. solani hanya terjadi pada aplikasi paket inokulan M-Rs (G) yaitu sebesar 27,27%. Keberhasilan aplikasi pupuk hayati dalam menekan ketiga patogen tanaman kedelai ini sejalan dengan yang telah diteliti sebelumnya. Tahar (2009) telah melakukan aplikasi inokulan yang sama dengan metode langsung tanpa formulasi terlebih dahulu. Pada penelitian tersebut, rizobakteria diuji dengan metode perendaman benih dan mampu menekan kejadian penyakit patogen F. oxysporum, S. rolfsii dan R. solani. Hal ini menunjukkan bahwa formulasi pupuk hayati yang dilakukan pada penelitian kali ini tidak merubah atau mengurangi secara signifikan kemampuan rizobakteria sebagai biofungisida. Kemampuan rizobakteria dalam menekan penyakit yang disebabkan oleh fungi disebabkan oleh fungsi enzim peroksidase yang dihasilkan rizobakteria. Peroksidase dapat memperkuat dinding sel tanaman terhadap degradasi enzim yang dihasilkan oleh patogen (Vance et al. 1980). Namun mekanisme tersebut bukan
menjadi
satu-satunya
mekanisme
penghambatan
yang
dilakukan
rizobakteria terhadap menekan kejadian penyakit (Tahar 2009). Diperlukan mekanisme terpadu yang diduga dapat menekan kejadian penyakit seperti dihasilkannya enzim kitinase, β-1-3 glukanase, siderofor, senyawa antibiotik, kompetisi atau dengan mekanisme lainnya. Enzim kitinase yang dihasilkan rizobakteria mampu mendegradasi dinding sel fungi yang berupa kitin sehingga perkembangan patogen terganggu (Sigh et al. 1999). Mekanisme lain seperti
31
dihasilkannya senyawa siderofor oleh Pseudomonas sp. ikut berperan dalam menghambat pertumbuhan patogen (Fernando et al. 2006). Siderofor merupakan senyawa pengkelat besi yang memiliki afinitas tinggi terhadap Fe3+, sehingga terjadi kompetisi antara rizobakteria dan fungi dalam mengkelat besi yang keberadaannya di tanah sangat terbatas. Kondisi tersebut membuat fungi tidak tumbuh optimal karena tidak mendapatkan zat besi yang dibutuhkan. Pengambilan Fe3+ oleh rizobakteria tidak mempengaruhi kebutuhan tanaman akan besi yang sangat sedikit dibandingkan dengan mikroorganisme. Mekanisme tidak langsung juga dapat terjadi dalam menekan kejadian penyakit yang disebabkan oleh fungi. Rizobakteria Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. yang digunakan pada penelitian ini telah dilaporkan menghasilkan senyawa IAA yang dapat memacu pertumbuhan tanaman (Astuti 2008b). Selain itu inokulan B. japonicum Bj11 telah diuji kemampuannya dalam membentuk bintil sehingga dapat meningkatkan penambatan nitrogen oleh tanaman (Handayani 2009). Mekanisme tidak langsung lainnya melalui induce systemic resistance (ISR). Mekanisme ISR terjadi sebagai akibat perubahan fisiologis tanaman yang kemudian menstimulasi terbentuknya senyawa kimia yang dapat menguatkan sistem pertahanan tanaman terhadap serangan patogen (Rammamoorthy et al. 2001). Sistem pertahanan yang terjadi dapat berupa modifikasi struktural dinding sel atau perubahan reaksi biokimia pada tanaman inang. Ada hal menarik dari hasil pengujian paket inokulan terhadap fungi patogen. Pada pengujian terhadap S. rolfsii paket inokulan yang efektif dalam menekan penyakit adalah bentuk tepung dan serbuk, sedangkan terhadap F. oxysporum dan R. solani adalah bentuk granul. Hal ini mungkin disebabkan oleh karakteristik patogen dalam menimbulkan gejala penyakit pada tanaman kedelai. Dibandingkan dengan patogen lain, fungi S. roflsii lebih cepat dan lebih banyak menyebabkan kematian. Kematian berlangsung cepat (<7 hari setelah tanam) sehingga diperlukan perlindungan terhadap benih kedelai dalam tanah. Gejala yang ditimbulkan yaitu benih tidak dapat berkecambah atau busuk dan terdapat tanda patogen berupa sclerotia pada benih atau bakal kotiledon yang akan berkecambah (Gambar 4). Hal ini mungkin yang menyebabkan bentuk tepung dan serbuk menjadi efektif dalam menekan penyakit. Inokulan bentuk tepung dan
32
serbuk mampu melindungi benih lebih baik daripada bentuk lainnya dalam melumati benih kedelai. Kombinasi perlindungan bentuk paket inokulan dan aktivitas rizobakteria yang terkandung didalamnya diduga yang menjadikan bentuk tepung dan serbuk mampu menekan kejadian penyakit hingga mencapai 79,97% dan 60%. Paket inokulan bentuk serbuk dan tepung pada dasarnya memiliki kemampuan proteksi lebih baik dibandingkan dengan granul. Hal ini didasarkan pada metode aplikasi yang dilakukan. Paket inokulan bentuk serbuk dan tepung diaplikasikan dengan membubuhkan langsung pada benih kedelai, sedangkan bentuk granul diaplikasikan pada lubang tanam bersama-sama pada saat menanm benih. Namun, paket inokulan granul mampu menekan kejadian penyakit pada F. oxysporum dan R. solani. Serangan R. solani pada kedelai mengakibatkan daun kotiledon menjadi tebal dan terdapat lesio atau luka pada kotiledon seperti yang pernah dilaporkan Whitney (1989). Kotiledon kedelai menjadi kerdil dan pertumbuhan terhambat (Gambar 5). Serangan F. oxysporum menimbulkan gejala tanaman menjadi kekuningan, layu dan mati (Gambar 6). Serangan yang terjadi pada kedua patogen tersebut jarang terjadi sampai menyebabkan kematian. Tanaman yang bergejala masih dapat tetap hidup dan mengalami pemulihan (recovery) serta tumbuh kembali normal walaupun tidak seperti tanaman pada kontrol negatif. Peran paket inokulan granul diduga ikut berperan dalam proses pemulihan tersebut. Pemulihan tersebut terjadi pada sekitar 7-10 hari setelah tanam. Tidak seperti paket inokulan serbuk dan tepung, paket inokulan granul tetap berada di sekitar perakaran ketika dilakukan pemanenan pada umur 14 hari. Sebagian besar pertumbuhan akar yang terjadi mampu mencengkram granul sehingga tetap berada di sekitar akar. Hal ini yang menyebabkan rizobakteria bisa terus berada disekitar perakaran dan tidak tercuci oleh air siraman. Paket inokulan serbuk dan tepung sebagian besar terbawa pada saat benih tumbuh menjadi kotiledon. Hasil pengujian biokontrol pada tanah non-steril juga memberikan suatu fenomena menarik. Pada pengujian pemacu tumbuh di tanah non-steril tidak ditemukan hasil yang signifikan antar perlakuan dan kontrol (Tabel 2 dan 3), tetapi hal yang berbeda terjadi pada pengujian biokontrol. Pada pengujian
33
biokontrol di tanah non-steril memberikan hasil yang signifikan antar perlakuan dengan kontrol. Bahkan beberapa perlakuan paket inokulan mampu menghasilkan parameter pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol negatif. Aplikasi paket inokulan M-Sr (S) terhadap S. roflsii, M-Rs (T) terhadap R. solani, dan perlakuan M-Fo (T) terhadap F. oxysporum memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol positif bahkan dengan kontrol negatif (Tabel 7, 9, dan 11). Fenomena ini menunjukkan bahwa diperlukannya kondisi mikro tanah yang mendukung perkembangan rizobakteria dalam mengendalikan penyakit. Pada tanah non-steril dimungkinkan terdapatnya mikroorganisme asli tanah yang memiliki kemampuan antagonis terhadap patogen kedelai. Mikroorganisme tersebut mungkin kompatibel dengan rizobakteria yang diaplikasikan ke benih kedelai. Nawangsih (2006) melaporkan bahwa kombinasi yang saling kompatibel lebih efektif dalam mengendalikan dan menekan patogen. Interaksi antara rizobakteria yang diaplikasikan dengan mikroorgaisme tanah yang saling kompatibel menjadi kunci penting dalam keberhasilan aplikasi pupuk hayati di lapangan. Salah satu faktor keberhasilan formulasi pupuk hayati adalah kemampuan bertahan rizobakteria dalam bahan pembawa yang digunakan. Uji viabilitas dilakukan terhadap semua paket inokulan yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 4oC. Penyimpanan yang dilakukan sampai 6 bulan baik pada suhu ruang maupun suhu 4oC mampu mempertahankan populasi rizobakteria rata-rata berkisar 107-108 sel/g bahan pembawa untuk masing-masing jenis bakteri. Untuk populasi B. japonicum hanya <103 sel/g bahan pembawa. Populasi tersebut masih berada pada ambang batas syarat baku mutu pupuk hayati yang disyaratkan (Simanungkalit et al. 2007). Populasi B. japonicum masih berada di bawah batas mutu pupuk hayati dimana syarat untuk terbentuknya nodulasi minimal harus ada 300 sel/benih. Koinukalasi antara Pseudomonas sp. Cr24, dan Bacillus sp. Crb17 dilaporkan mampu menginduksi B. japonicum Bj11 dalam meningkatkan rata-rata jumlah bintil akar kedelai (Sulistyani 2009). Koinokulasi rizobakteria dengan rizobia mampu meningkatkan jumlah bintil akar (Catellan et al. 1999). Pada penelitian ini tidak diamati jumlah bintil yang terbentuk sebagai tolak ukur keberhasilan proses nodulasi B. japonicum Bj11 karena pengamatan hanya
34
dilakukan pada awal pertumbuhan kedelai sehingga belum bisa diamati jumlah bintil akar yang terbentuk. Viabilitas sel bakteri dipengaruhi oleh media pembawa, media alternatif produksi dan kemampuan bertahan bakteri. Media pembawa seperti gambut bisa menjadi sumber bahan organik bagi bakteri untuk tumbuh mempertahankan populasinya selama penyimpanan. Media alternatif produksi bisa menjadi cadangan makanan bakteri selama penyimpanan. Kemampuan bertahan bakteri selama penyimpanan berbeda-beda antar spesies bakteri dan isolat bakteri. Kemampuan tersebut yang akan menentukan viabilitas sel selama penyimpanan. Bakteri dari golongan Bacillus sp. mempunyai struktur bertahan dengan menghasilkan endospora pada saat tidak diperolehnya sumber makanan atau dalam keadaan ekstrim (Bai et al. 2003). Bahkan endosporan Bacillus sp. dapat bertahan
bila
dipanaskan
sampai
mendidih.
Strategi
bertahan
bakteri
Pseudomonas sp. salah satunya yaitu dengan mengakumulasi β-polihidroksi butirat (PHB) dalam sel yang berfungsi sebagai sumber karbon dan energi cadangan pada saat kondisi nutrisi non karbon dan oksigen terbatas dan diproduksi pada fase stasioner. Peran PHB mirip dengan peranan polimer karbohidrat seperti glikogen pada manusia (Aneja & Charles 1999). Penyimpanan yang dilakukan pada suhu ruang dan suhu 4oC memiliki pengaruh terhadap viabilitas sel dan kadar air. Pada suhu ruang dapat terjadi kemungkinan kontaminasi dari lingkungan luar dan kadar air mengalami penurunan lebih besar dibandingkan dengan penyimpanan suhu 4oC. Penurunan kadar air secara tidak langsung dapat mengurangi viabilitas sel selama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu 4oC dapat mempertahankan viabililas sel bakteri dan mengurangi potensi berkembangnya bakteri kontaminan karena pada suhu tersebut mikroorganisme mengurangi aktivitas pertumbuhan sel. Penelitian yang dilakukan ini menunjukkan sebuah potensi pengembangan teknologi formulasi pupuk hayati sebagai agen agen pengendali patogen untuk tanaman. Aplikasi dalam bentuk formulasi kombinasi rizobakteria baik dalam bentuk serbuk maupun granul dimaksudkan agar mudah disimpan, didistribusikan maupun aplikasi di lapangan oleh petani. Berbagai optimasi bisa dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan formulasi pupuk hayati dan keefektifannya terhadap
35
tanaman. Pupuk hayati dengan bentuk tablet effervescent dapat dikembangkan dengan bantuan teknologi yang sekarang dimiliki. Penambahan unsur hara mikro juga dapat dilakukan untuk menambah keefektifan pupuk hayati.
36
KESIMPULAN Penggunaan pupuk hayati dengan bahan aktif rizobakteria Bacillus sp., Pseudomonas sp. dan B. japonicum berpotensi untuk memacu pertumbuhan tanaman kedelai pada kondisi tanah masam. Kombinasi bakteri dalam formulasi dengan dosis 400 g per hektar untuk bentuk paket inokulan serbuk dan tepung mampu memacu pertumbuhan kedelai baik tinggi tanaman, berat basah akar maupun tajuk tanaman. Bentuk formulasi yang paling baik untuk memacu pertumbuhan kedelai yaitu dalam bentuk serbuk berbahan baku gambut. Penekanan penyakit terhadap fungi patogen akar S. roflsii, R. solani dan F. oxysporum, masing-masing mencapai 79,98%; 27,27%; 50,12%. Penyimpanan hingga 6 bulan masih mampu mempertahankan populasi bakteri hingga 107-108 sel/g.
37
DAFTAR PUSTAKA [FAO] Food and Agriculture Organization The United Nations. 2009. Import: Country by Comodities (Soybean) 2007. http://faostat.fao.org [27 Desember 2009]. Agrios GN. 2004. Plant Pathology Fifth Edition. San Diago: Elsivier Academic Press Andriesse JP. 2003. Ekologi dan Pengelolaan Tanah Gambut Tropika. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Aneja P, Charles TC. 1999. Poly-3-hidroxybutirate degradation in Rhizobium (Sinorhizobium) meliloti: Isolation and characterization of gene encoding 3hidroxybutirate dehidrogenase. J Bacteriol 181:849-857 Artita R. 2008. Penapisan Pseudomonas dari rizosfer tanaman kedelai yang berpotensi rizobakteri sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan biokontrol fungi pada akar. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Astuti RI. 2008a. Analisis karakter Pseudomonas sebagai agen pemacu tumbuh pertumbuhan tanaman dan biokontrol fungi patogen. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Astuti RP. 2008b. Rizobakteria Bacillus sp. Asal tanah rizosfer kedelai yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Atlas RM, Bartha R. 1998. Microbial Ecology, 4th Ed. California: Addision Wesley Longman. Inc. Bai Y, Zhou X, Smith DL. 2003. Enhanced soybean plant growth resulting from co inoculation of Bacillus strains with Bradyrhizobium japonicum. Crop Sci 43: 1774-1781. Ballows A, Thruper HG, Dworkin M, Harder W, Schleifer HH. 1992. The Prokaryote, second edition. New York: SpringerVerlag Inc. Beatty PH, Susan EJ. 2002. Paenibacillus polymyxa produce fusaricidin – type antifungal antibiotics active againts Leptospaeria maculans, the causative agent of blackleg disease of canola. Can J Microbiol 48: 159-169. Bertagnolli BL, Dal SFK, Sinclair JB. 1996. Extracelluler enzyme profile of the fungal pathogen Rhizoctonia solani isolate 2b-12 and two antagonists, Bacillus megaterium strains b153-2-2 and Trichoderma harzianum isolate th008.1 possible correlation with inhibition of growth and biocontrol. Physiol Mol Plant Pathol 48: 145-160. Cattelan AJ, Hartel PG, Fuhrmann JJ. 1999. Screening for plant growth promoting rhizobacteria to promote early soybean growth. Soil Sci Soc Am J 63: 1670-1680. Chermin L, Chet I. 2002. Microbial enzymes in the Biocontrol of Plant Pathogens and Pests. Di Dalam: Burns RG, Dick RP, editor. New York: Maecel Dekker, Inc. Enzymes in the Environment. Hlm 171-226
38
Chick H, Shin HS, Ustunol Z. 2001. Growth and acid production by lactid acid bacteria and bifidobacteria grown in skim milk containing honey. J Food Sci 66: 478-481 Crueger W, Crueger A. 1984. Biotechnology: A Textbook of Industrial Microbiology. Madison: R.R Donnelley and Co. Deshwal VK, Dubey RC, Maheshwari DK. 2002. Isolation of plant growth promoting strains of Bradyhizobium (arachis) sp. with biocontrol potential againts macrophomina phaseolina causin charcoal rot of peanut. Curr Sci 84: 443-448. Dey R, Pal KK, Bhatt DM, Chauhan SM. 2004. Growth promotion and yield enhancement of peanut (Arachis hypogeal L.) by application of plant growth promoting rhizobacteria. Microbiol Res 159: 371-394. Dixon JB. 1989. Kaolinit and Serpentine Group Mineral. Di Dalam: Dixon JB, Weed SB, editor : Mineral ini Soil Environment. Ed Ke-2. USA: Wisconsin. Hal 357-398 Dwivedi D, Johri BN. 2003. Antifungals from Fourescens pseudomonads : biosynthesis and regulation. Curr Sci 85: 1693-1703. Endarini T, Wahyudi AT, Imas T. 1995. Screening of indigenous strains Bradhyrhizobium japonicum for tolerance to acid-aluminium media. Hayati J Biosci 2: 74-79 Fernando WGD, Nakkeran S, Zhang Y. 2006. Biosynthesis of antibiotic by PGPR and its relation in biocontrol of plant disease. Di dalam: Siddqui ZA, Editor. PGPR: Biocontrol and Biofertilizer. Netherland: Springer. Glick Br, Patten CL, Holguin G, Penrose DM. 1999. Biochemical and Genetic Mechanism Used by Plant Growth Promoting Bacteria. Ontario: Imperial Collage Press. Gonsalves AK, Ferreira S. 1993. Fusarium oxysporum. Department of Plant Pathology, CTAHR. University of Hawaii at Manoa. Gray EJ, Smith DL. 2005. Intracelluler and extracelluler PGPR: commonalities and distinctions in the plant-bacterium signaling processes. Soil Biol Biochem 37: 395-412. Hafsah
MJ. 2004. Kebijakan Pendayagunaan Tanah Masam untuk Pengembangan Komoditas Tanaman Pangan. Di Dalam : Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam; Bandar Lampung, 29-30 September 2003. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Hlm 97-105.
Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Handayani L. 2009. Inokulan Bradyrhizobium japonicum toleran asam-al: uji viabilitas dan efektivitas simbiotik terhadap tanaman kedelai. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Hartman GL, Sinclair JB, Rupe JC. 1999. Compedium of Soybean Disease Fourth Edition. USA. APS Press. Hlm 35-49
39
Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2000. Brock Biology of Microorganisms. New Jersey: Prentice-Hall. International Edition. Mulyani A, Hikmatullah, Subagyo H. 2004. Karakteristik dan Potensi Tanah Masam Lahan Kering di Indoneia. Di Dalam: Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam; Bandar Lampung, 29-30 September 2003. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Hlm 1-27. Mulyani A. 2006. Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam. Sumber Tani Edisi 24-30 Mei 2006. Bogor: Balai Besar Pertanian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Nakkeeran S, Fernando WGD, Siddqui ZA. 2006. Plant growth promoting rhizobacteria formulations and its scope in commercialization for the management of pest and diseases. In: PGPR: Biocontrol and Biofertilization (Ed. Siddiqui ZA). Springer, The Netherlands. Nandakumar R, Babu S, Viswanathan R, Sheela J, Raguchander T, Samiyappan R. 2001. A new bio-formulation containing plant growth promoting rhizobacterial mixture for the management of sheath blight and enhanced grain yield in rice. Biocontrol 46: 493-510. Nawangsih AA. 2006. Seleksi dan karakterisasi bakteri biokontrol untuk mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tomat. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Panjaitan M. 2007. Konstruksi mutan Pseudomonas Crb-17 untuk meningkatkan produksi asam indol asetat melalui mutagen dengan transposon. [skripsi]. Bogor: Fakultas MIPA IPB. Paturau JM. 1982. By-Peoduct of The Cane Sugar Industry. Amsterdam: Elsevier Scientific Publishing Company. Rammamoorthy V, Raguchander T, Samiyappan R. 2001. Induction of defencerelated protein in tomato roots treated with Pseudomonas fluorescens Pf1 anf Fusarium oxysporum f.sp.lycopersici. Plant Soil 239:55-68. Ryu CM. 2003. Bacterial volatile promote growth in arabidopsis. Proc Natl Acad Sci 100: 4927-2894. Selitrennikoff CP. 2001. Antifungal protein. Appl Environ Microbiol 67: 28832894. Setyorini et al. 2004. Hasil Rumusan Simposium Nasional dan Temu Lapang Pendayagunaan Tanah Masam. Di Dalam : Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam; Bandar Lampung, 29-30 September 2003. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Shen D. 1997. Microbial diversity and appliccation of microbial product for agricultural purposes in china. Agric Ecosyst Environ 62: 237-245. Sigh PP, Shin YC, Park CS, Chung YR. 1999. Biological control of fusarium wilt od cucumber by chitinolytic bacteria. Phytopatology 89:92-99
40
Simanungkalit RDM, Husen E, Saraswati R. 2007. Buku Mutu Pupuk hayati dan Sistem Pengawasannya. [terhubung berkala] www.balttanah.litbang.deptan.go.id (3 Ferbuari 2011). Somantri IH, Sutono, Minantyorini, Kurniawan H, Setyowati M. 2003. Katalog Varietas Tanaman Pertanian. Edisi Februari 2003. Vol 1. Tanaman Pangan. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi dan sumberdaya Genetika Pertanian. Somasegaran P, Hobben HJ. 1994. Handbook for Rhizobia. Methode in Legumerhizobium Technology. New York: Springer Verlag. Sulistyani N. 2009. Koinokulasi galur Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. dengan Bradyrhizobium japonicum dalam pemacuan pertumbuhan dan pengendalian cendawan patogen akar tanaman kedelai. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Tahar. 2009. Rizobakteria Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. toleran asam aluminium sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan pengendali fungi patogen akar tanaman kedelai. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Vance CP, KrikTK, Sherwod RT. 1980. Lignification as a mechanism of disease resistance. Annu Rev Phytopatol 36: 259-288 Vidhyasekaran et al. 1997. Host spesific toxin production by Rhizoctonia solani, the rice sheath blight pathogen. Phytopathology 87: 1258-1263 Wahyudi AT, Astuti RI, Giyanto. 2011a. Screening of Pseudomonas sp. isolated from rhizosphere of soybean plant as plant growth promoter and biocontrol agents. Am J Agri. Biol Sci 6: 134-141 Wahyudi AT, Astuti RP, Widyawati A, Meryandini A, Nawangsih AA. 2011b. Characterization of Bacillus sp. strains isolated from rhizosphere of soybean plant for their as potensial plant growth promoting rhizobacteria. J Microbiol Antimicrob 3: 34-40 Wahyudi AT, Rachmania N. 2008. Kajian Bakteri Rizosfer Pemacu Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max): Isolasi, Karakterisasi, dan Peningkatan Pemacuan Pertumbuhan. IPB Bogor: Laporan Akhir Insentif Riset Dasar. Whitney G. 1989. Seedling Disease. In: Atlas Soybean Disease (Ed. Colye PD). Lousiana: The Workers. Widodo. 2006. Peran Mikroba Bermanfaat dalam Pengelolaan Terpadu Hama dan Penyakit Tanaman. Makalah disampaikan pada Apresiasi Penanggulangan Tanaman Sayuran, Nganjuk 3-6 Oktober 2006. Widyawati A. 2008. Bacillus sp. asal rizosfer tanaman kedelai yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan biokontrol fungi pada akar. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Wiyono S. 2003. Optimization of biological control of dumping off of sugar beet (Beta vulgaris L. ssp. vulgaris var. altissima Doell) caused by Phytium ultinum Trow by using Pseudomonas flourescens B5. [disetasi]. Gottingen. Faculty of Agriculture. Georg-August University Gottingen.
41
Lampiran 1 Karakteristik isolat-isolat rizobakteria yang digunakan1 Isolat bakteri
1
Produksi
Resisten antibiotik2
Kemampuan antagonis
IAA
Pelarut fosfat
Siderofor
Enzim peroksidase
S. roflsii
F. oxysporum
R. solani
Amp
Chl
Rif
Kan
Cr 24
+
*
*
+
-
+
+
+
-
-
-
Cr 55
+
+
+
+
+
+
+
-
-
-
-
Cr 76
+
+
+
+
-
+
+
+
-
-
-
Crb 17
+
*
+
+
-
+
-
+
+
-
-
Crb 64
+
+
*
+
+
-
+
+
+
-
-
Crb 86
+
+
*
+
-
+
+
-
-
-
-
Bj 11
+
*
*
+
*
*
*
+
+
+
-
Sumber: Panjaitan (2007), Artati (2008), Astuti (2008a), Wahyudi dan Rachmania (2008), Widyawati (2008), Tahar (2009), Sulistyani (2009). Dilakukan dalam penelitian ini. Amp: Ampisilin (10µg/ml), Chl: Klorampenikol (10µg/ml), Rif: Rifampisin (50µg/ml), Kan: Kanamisin (10µg/ml). * Belum didapatkan data 2