Kereta Kayu
HARUM kopi menyambutnya saat pintu kaca frameless dengan ketebalan 12 mm itu terbuka secara otomatis. Traince melangkah masuk ke ruangan ini, ruang operator Badan Investigasi yang selalu sibuk. Lihat semua orang-orang di sini, Traince sudah bosan melihat mereka hanya terpaku pada layar monitor komputer di hadapannya. Layar-layar monitor LCD 17 inch itu berjajar di meja kerja yang memanjang tanpa sekat dan semua meja itu dihiasi dengan aksesori yang sama. Satu atau dua cangkir kertas kopi dan kotak karton berisi sisa pizza. Tentunya mereka yang bekerja sehari-hari di depan layar monitor membutuhkan kafein dan banyak makanan. “Traince! Kau terlambat.” Serang seorang wanita berambut cokelat terang sebahu yang mengenakan kemeja berwarna gading saat Traince tiba di sebuah meja kerja yang terletak di dekat jendela bertirai horizontal blinds. Ia membenarkan letak kacamatanya sebelum berdiri menyambut kedatangan Traince. Traince tertawa jail. “Hanya memangnya aku harus tepat waktu?”
menemuimu,
Wajah jenius Lindsay Cloud terlihat jengkel menanggapi jawaban asal-asalan Traince.
“Baiklah, baiklah,” Traince pasrah. “aku minta maaf. Aku harus menyelesaikan sarapanku dulu tadi. Jadi…ada hal penting apa?” Lindsay tidak langsung menjawab. Ia mengambil sebuah ordner berwarna biru yang semula tergeletak di samping cangkir kopinya yang sudah kosong bekas semalam lalu memberikan pada gadis yang berdiri di depannya. Traince mengerutkan dahinya menerima ordner itu lalu menatap Lindsay. Lindsay memiringkan kepala, mengeluarkan bahasa isyarat agar Traince segera membuka dan melihat isinya. “Bisakah memberiku kursi lebih dulu? Kau tidak mau mempersilahkan seorang tamu duduk?” gurau Traince. “Percayalah. Kau tidak akan mau duduk setelah melihat itu.” Lindsay mengangkat kedua alisnya yang tebal dan rapih. Lagi-lagi, wanita itu selalu berhasil membuat Traince penasaran. Tanpa banyak pikir panjang jari telunjuk Traince mulai membuka cover ordner dengan sigap. Halaman arsip pertama adalah halaman personal identity seorang pria dengan foto 4x6 di sudut sebelah kiri. Fotonya tidak terlalu bagus. Pria yang lupa bercukur dengan mata sayu dan rambut gondrong seleher. Halaman berikutnya Traince buka asal-asalan. Nah, jadi apa yang penting dari arsiparsip ini? 2
“Jangan hanya karena aku single dan kau kehabisan stok pria untukku kau mengambil pria dari daftar pencarian investigasi untuk kau jodohkan denganku. Lucu, Lind.” Traince menutup ordner dengan jengkel. Tapi Lindsay malah terkekeh. “Seperti yang kau tahu, aku masih belum bisa mencintai pria lain selain Sersan John Wright. Jadi, jangan buang-buang waktu.” Ia menyimpan ordner itu di meja kerja Lindsay. Lindsay mendengus sebelum bicara. “Aku tidak sebodoh itu menjodohkanmu dengan pria yang telah menembak…” Lindsay ragu untuk menyelesaikan kalimatnya. Tapi mau tidak mau, Traince harus tahu. “Ayahmu.” Lanjutnya dengan suara yang lebih rendah. Seperti yang Lindsay kira, gadis itu, gadis dengan penampilan simpel−mantel hitam sepaha, syal rajut di lehernya, sepatu boot semata kaki berwarna cokelat kusam yang terlihat hampir tidak pernah dicuci, rambut cokelat gelap yang ia ikat asalasalan dan wajah natural tanpa make up−ekpresi wajahnya berubah dalam sekian detik. Ia terkejut. Dan seperti yang baru dikutuk menjadi patung, ia benar-benar seperti patung. Tidak berkedip bahkan tidak bergerak sedikitpun. “That’s why I call this information is important.” Setelah bicara Lindsay menggeser kursi kosong yang berada di sebelahnya ke arah Traince. Tapi gadis yang 4 tahun lebih muda darinya itu mengabaikan 3
keinginan awalnya untuk duduk. Ia tetap berdiri. Pandangannya kosong. “Dan prediksiku benar. Kau tidak akan mau duduk. Dan kau pasti menyesal karena telah datang terlambat.” Pandangan Lindsay kemudian beralih pada sosok jangkung Office Boy yang sedang menuju ke arahnya. “Good morning, Traince!” sapa office Boy tersebut pada Traince. “Kau terlihat lelah. habis tugas malam sheriff?” ia menaruh secangkir kopi di meja Lindsay. “Kau mau aku buatkan kopi?” Traince diam. Ia tidak menjawab.
“Dia Sam Colthness William.” Lindsay berhenti bicara sejenak saat seorang waitress mengantarkan pesanan makan siangnya. Waitress itu menaruh Sepiring Tuna Salad Wrap dan Smokey Ham Swis serta dua cangkir kertas coca-cola di meja bundar yang ditempati Lindsay dan Traince. Mereka memilih makan siang di tempat yang tidak terlalu jauh dari kantor Lindsay. Jam istirahat Lindsay terlalu singkat untuk mencari tempat makan siang di luar Kensington High St. Dan Crussh adalah tempat pilihan pertamanya. Waitress tersebut segera pergi setelah urusan mengantar pesanan Lindsay dan Traince selesai. 4
Karena mereka mengambil meja di sudut ruangan, mereka tidak perlu khawatir orang-orang mendengar pembicaraan mereka. “Agen Richard berhasil mendapatkan rekaman cctv Red Lion. Ini penembakan acak, tapi Richard melihat seorang pria menembak Ayahmu dengan cepat. Dan identitasnya dengan mudah diketahui. Dia Sam Colthness William.” Traince berubah menjadi lebih pendiam. Bahkan Lindsay pun tidak tahu gadis itu sedang mendengarkan ia bicara atau tidak. Sepertinya tidak. Lindsay mengamati mata gadis itu yang tidak juga mengedip. Itu yang dilakukan orang normal ketika pikirannya sedang tidak di tempat. Dengan kata lain, gadis itu sedang melamun. Ini seperti adegan flashback dalam sebuah film. Tanpa diminta pikiran Traince menerawang jauh ke masa lalu. Sudah satu bulan ia terpisah jarak dan waktu dari mendiang Ayahnya, jadi wajar ketika ia merasa sosok Ayahnya masih melekat di pikirannya. Seperti permen karet. Semakin lama ia menempel di suatu tempat, benda itu akan sulit dilepas. “Traince!” suara berat seorang pria muncul di belakangnya dengan tiba-tiba. menahan kedua lengannya yang otomatis menahan gerakan kakinya untuk menggapai bangunan dua lantai bergaya abad pertengahan itu. tidak perlu menengok untuk tahu siapa yang menahannya, walaupun ia hampir kehilangan kesadaran karena menangis terlalu lama 5
ia masih bisa mengenali suara Channing Fred, rekan kerja Ayahnya yang berotot besar. Tentunya Traince kalah kuat dengan pria itu. Red Lion mendadak ramai didatangi beberapa mobil polisi. Bangunan itu rusak di beberapa bagian. Terutama bagian jendela dan pintu. Beberapa petugas forensik kepolisian keluar dari pintu utama Red Lion, membawa pandu berisi seseorang yang diselimuti kain putih. Angin musim gugur yang berhembus menyibak kain putih yang menutupi wajah mayat petugas polisi tersebut. kepalanya yang semula tegak menghadap ke atas jatuh lemas sehingga menghadap miring. Dan Traince semakin terluka. Ia hanya bisa melihat wajah itu dari jauh. Ia tidak bisa mengusapnya, tidak bisa mencium keningnya, tidak bisa mengucapkan selamat tinggal. Tidak. Ia tidak ingin pria yang terbaring tak bernyawa di pandu itu mengucapkan selamat tinggal. Ia hanya ingin mendengar satu kalimat ucapan hari ini dari pria itu. Selamat Ulang Tahun. “Let me go please! Biarkan aku menemui Dad.” suara Traince parau. Ia hampir tidak bisa mendengar suaranya sendiri. Channing menahannya terlalu kuat, membuat Traince putus asa. Membuat kedua kakinya lemas karena terluka. Kedua lututnya jatuh ke jalanan paving block yang tiba-tiba terasa dingin seperti lapisan salju tebal.
6
“Be strong please! Be strong..as always.” suara Channing begitu dekat di telinganya. Pria berotot itu mendekapnya. Menyandarkan kepala Traince di Dadanya yang bidang. “Traince!” Traince mengerjapkan mata dan kembali kea lam nyata saat suara Lindsay yang memanggilnya masuk kea lam bawah sadar, membuyarkan semuanya. “Are you okay?” tanya Lindsay sambil menyipitkan matanya. Pandangan Traince yang kosong tidak terlihat baik-baik saja. Seharusnya ia tahu itu. Traince hanya mengangguk dan sebagai pengalih perhatian karena Lindsay terus menatapnya ia meraih cup coca-cola, menyedotnya seperti orang kehausan. “Mungkin kau sudah menduga kenapa ordner data-data Sam ada di mejaku. Ya, benar. Karena Sam adalah target baru investigasi. Kau yang ditugaskan untuk menyelidikinya. Mengumpulkan bukti-bukti yang bisa memberatkan pengajuan investigasi untuk menahan Sam,” Lindsay memotong Tuna Salad Wrap-nya menjadi bagian-bagian kecil menggunakan pisau makan kemudian ia melahapnya satu potong. “yang ku dengar, selain dia telah diketahui menembak sersan John Wright, ia diduga sebagai agen pengusaha kokain terbesar di London Utara.
7
Janson akan mengadakan rapat nanti malam. Kau diminta online. Seperti biasa, video conference.” ‘Srooot srooot’ Traince tetap menyedot cup coca-colanya walaupun sebenarnya cup tersebut sudah kosong. “Baiklah.” Jawabnya acuh sambil menyimpan cup kosong di meja. “Ini bukan hanya tentang tugas. Kau bisa mencari keadilan untuk sersan dengan menangkap Sam.” Lindsay menatap Traince serius namun gadis itu menanggapinya dengan acuh. Malah dengan santai ia melahap sepiring makan siang dihadapannya yang belum ia sentuh sejak tadi. “Siapa yang ditunjuk untuk menjadi agen lapangannya?” tanya Traince dengan mulut penuh makanan. “Kau.” Gerak mulut Traince yang sedang mengunyah tertahan. Ia mengangkat alisnya tinggi-tinggi sambil menatap wanita jenius berkacamata diseberangnya. “Kau akan bekerja sendiri.” Lanjut Lindsay. Setelah bicara ia merogoh tas tangannya dan mengambil sebuah benda. Awalnya tangan Lindsay ragu untuk mengeluarkan benda itu dari dalam tas tangannya, tapi benda itu harus diserahkan segera ke pemiliknya.
8
“Agen Richard menemukan ini di saku rompi sersan.” Lindsay menyodorkan sebuah miniatur kereta yang terbuat dari kayu. Miniatur kereta tradisional inggris di jaman abad pertengahan. Ada selembar sticky note berbentuk balon udara dengan sederet kalimat ucapan ulang tahun menempel di miniatur kereta tersebut. Lindsay berani bertaruh. Gadis yang tidak pernah menangis di depan orang lain itu pasti akan menangis di hadapannya sekarang. Traince mengambil benda itu lalu tersenyum. Bibirnya memang tersenyum, tapi ia tidak bisa menutupi perasaannya bahwa ia terluka. Ia mencabut sticky notes balon udara itu dan membaca tulisan sambung ala Kepala Sekolah Hogwart di Film Serial Harry Potter.
9