AKU, KAU, DAN ANJANI
“…Jika keyakinan dalam hati saja sudah tidak ada, lalu apa lagi yang harus diharapkan...”
Savana hijau itu terhampar luas sepanjang mata memandang,sengat matahari membakar kulit tat kala mereka melintas diantara hamparan hijaunya savana,tak ada pohon yang menjadi penghalang sengatan mentari siang itu. Disepanjang jalan hanya disuguhi gundukan tanah yang hijau oleh ilalang,dari kejauahan sisi gunung Rinjani itu terlihat memanggil mengajaknya untuk melihat langsung syurga tersembunyi dari atas puncaknya. “masih lama apa ga.?” Tanya Pute pada Tia Eka Nur Aripin| 152
ini kali kedua Pute mendaki gunung setelah awal pertemuannya denngan tiga manusia aneh dipangrango yang juga membawanya pada benihbenih cinta dipandangan pertama. “puncaknya itu.” tunjuk Tia. “hah.!” Pute terkejut,lalu melanjutkan ucapannya. “Masih jauh dong.” sambil terkulai lemas setelah melewati padang rumput yang terbuka dengan sengat mentari yang amat terik ia duduk dianatara rumput dan ilalang hijau yang terhampar luas,tak ada pohon rindang yang bisa dijadikan sebagai tempat berteduh disepanjang jalur savana itu. “hayo semangat,ada syurga tersembunyi disana.” kata Didit memberi semangat pada Pute. “dimana syurganya.?” “dibalik tujuh gundukan bukit itu,disana ada syurga bagi mereka yang mencintai keindahan dan hasil karya dari Sang Pencipta.” Jawab Didit sambil meneguk air dari botol miliknya. Samz sudah berjalan agak jauh dari keempat temannya ia berhenti disebuah shelter yang terbuat dari material besi membentuk sebuah gajebo sebagai tempat peristirahatan sementara bagi para pendaki yang melintas. Nasibnya hampir sama dengan shelter-shelter yang ada digunung-gunung jawa lainnya,penuh dengan vandalisme coretan-coretan tangan jahil dan sampah-sampah bekas pembakaran
7Sunrisie| 153
menjadi pemandangan yang tak bisa dipisahkan dari shelter itu. “istirahat disini aja ada tempat neduhnya.” Teriak Samz dari tempatnya berdiri yang agak sedikit jauh dari tempat keempat temannya. Mendengar teriakan Samz Andrey dan Tia bergegas menuju kearahnya,nampaknya disana bisa lebih nyaman untuk beristirahat sejenak setelah hampir dua jam berjalan meliuk-liuk mengitari savana hijau yang bermandikan terik panas mentari. Didit dan Pute berjalan bersamaan,Pute berada didepan dan Didit setia mengiringi persis dibelakangnya, menjaganya agar tetap melangkah sambil sesekali menjulurkan tangannya untuk dijadikan pegangan dikala Pute hilang keseimbangan dan kesulitan mencari pijakan untuk melangkah. “gila tu sijenong romatis bener dah.” ucap Samz sambil mencondongkan sedikit kepalanya kearah Pute dan Didit pada kedua temannya yang sedang duduk bersandar ditiang penyanggah shelter. “iye jadi iri gue?” jawab Andrey yang melipatkan kedua tangannya keatas kepala. Samz menyenggol bahu Tia melirik kearah Andrey sambil menaik turunkan alisnya kemudian tertawa geli melihat wajah Tia yang merah merona. “ada apan si.?” Tanya Andrey yang merasa menjadi bahan candaan.
Eka Nur Aripin| 154
“kaga ada apa-apa,ini si Tia mukanya merah kepanasan katanya.” jawab Samz sekenanya. Pute dan Didit sudah hampir sampai hanya tinggal melintasi satu tanjakan,wajah Pute terlihat sangat letih, keringatnya mengucur dari dahinya menetes ketanah kering yang dipijaknya,Didit yang berada dibelakangnya harus berkali-kali menghela napasnya untuk tetap bisa berpijak menapaki jalan yang menanjak. Pute langsung menjatuhkan tubunya dishelter yang beralaskan lempengan besi dan beratap asbes,begitu juga dengan Didit ia menurunkan tas Daypack milik Pute yang dikenakan dibagain depan lalu menurunkan Carrier dari bagian belakangnya. “mas abis morterin* ya.?” Tia meledek Didit sambil menaik turunkan alisnya. “asem lu…” jawab Didit sambil mengambil minuman penyegar yang baru saja Samz buat. “mau dong diporterin.” Samz yang juga tak mau kalah meledek Didit. Pute kembali terbangun setelah sejenak membaringkan badannya dan menarik nafasnya. Didit memberinya minuman yang diambilnya dari Samz,siang itu begitu terik dan debu dari jalur pendakian begitu tebal terbawa angin saat berhembus. Dishelter ini mereka istirahatkan sejenak sambil membuat beberapa bungkus mie instan sebagai santap siang sebelum melanjutkan perjalanan yang masih panjang. *|orang yang menawarkan jasa pembawa barang 7Sunrisie| 155
Cuaca digunung memang sulit untuk diprediksi kadang panas namun bisa berubah secara seketika menjadi mendung ataupun berkabut,sama halnya saat mereaka sedang beristirahat,panas yang tadi menyengat perlahan berubah menjadi kabut-kabut tipis yang membuat jarak pandang agak sdikit berkurang,sosok gunung Rinjani pun hilang tertutup oleh sekawanan kabut yang sedang berjalan perlahan meninggalkan sisi selatan menuju sisi utara dari gunung Rinjani. Cuaca seperti ini yang sebenarnya mereka harapkan sejak tadi,berawan dan berkabut sedang namun tidak turun hujan agar panas terik matahari tidak langsung mengenal kulit mereka secara langsun karna terhalang oleh awan dan kabut tipis tadi. “jalan lagi yu,udah adem nih,biar gak terlau malam sampai diplawangannya.” ajak Samz pada keempat temannya setelah mengemas ulang alat-alat masak yang sempat ia keluarkan,Andrey berjalan terlebih dahulu diikuti dengan Tia dibelakangnya lalu Pute dan Didit, Samz mengecek ulang keadaan disekitar shelter takut ada barang yang tertinggal lalu membawanya serta mengemas samapah-sampah bekas logistik yang mereka bawa. jalur yang mereka lalui masih savana terbuka menanjak melewati beberapa gundukan tanah yang semakin dijejaki semakin menuai decap kagum dengan apa yang mereka lihat. Bukit-bukit berbaris berwana hijau,pohon-pohon yang tak terlalu besar berjajar dipunggungannya seperti siluet manusia yang Eka Nur Aripin| 156
berbaris menuju puncak-puncak dari bukit itu. Matahari sudah mulai condong kearah barat,jam disini lebih cepat satu jam dari waktu yang terpampang dijam tangan yang mereka kenakan. Langit senja mulai perlahan menyapa saat mereka berada diatas bukit yang entah berapa ketinggiannya dan entah ini bukit keberapa yang mereka naiki setelah melalui bebrapa bukit terjal lainnya dibawah sana,mereka rehat kembali ditengah jalur yang disebelah kanannya terdapat tanah sedikit lapang untuk beristirahat. “keren,kaya di Andalusia.” decap kagun kelaur dari bibir tipis Pute yang seakan membayar perjuangannya sejak siang tadi hingga sampai ditempat yang menyuguhkan cahaya senja yang memukau. “emang pernah ke Andalusia?” Tanya Didit sambil duduk menghadap semburat senja yang menawan. “pernah dong satu tahun yang lalu,menapaki puingpuing kuno di Cordova yang pernah merasakan masa keemasan kerajaan islam dahulu kala,lihat bukitbukit hijau yang dibawahnya mengalir anak-anak sungai yang jernih yang dikala siang menjelang senja gerombolan domba dengan pengembalanya datang melintas untuk meminum air yang mengalir sebelum kembali menuju kandang yang berada dihamparan hijau dekat bukit-bukit barisan itu,seindah senja ini.” Kata Pute menjelaskan pada Didit yang juga ikut duduk disampingnya. 7Sunrisie| 157
“ko gak pernah cerita kalo pernah ke Andalusia.?” “buat apa..? Pute balik bertanya dan memasang senyum diakhirnya. “berarti tau dong salah satu sastrawan asal Andalusia yang terkenal itu.?” “Tau dong.” “Ahmad Abu Walid bin Zaidun,atau lebih dikenal dengan nama Ibnu Zaidun,yang sajak-sajaknya sering kamu kirim ke aku,sampai hapal diluar kepala.” lanjut Pute menjawab “yang bunyi sajaknya gini bukan.?” Didit mengambil ancang-ancang utuk mengucapkannya,mencubit sedikit tenggorokannya sambil mengeluarkan sedikit dahakan suaranya kemudian melantunkan sajak Ibnu Zaidun yang sering ia kirim kepada Pute lewat pesan singkanya. “ya… kedua tulisanku…”
plupuk
matamu
dalam
lembar
Pute menyelanya dan melanjutkan bagian dari sajak tersebut. “…kau dapatkan air mataku meleleh terhampar….” Kemudian mereka tertawa menikmati senja yang mulai membenamkan mentari pada peraduannya. Samz sedang sibuk dengan alat masknya,ia membuat beberapa cangkir kopi dan teh untuk mengusir rasa dingin dan menunggu Tia melaksanakan kewajibannya. Andrey dengan kamera dan tripodnya Eka Nur Aripin| 158