PROLOG :
“Apa
yang kau lakukan di sini? Apa Suster Kepala yang
menyuruhmu mencariku?” tanya seorang gadis kecil berambut panjang dan bergaun putih di dalam hutan yang tertutup salju. “Aku tersesat. Tempat apa ini? Aku mau keluar. Apa yang kau lakukan di tempat sedingin ini?” seorang anak laki-laki balik bertanya padanya. Dia gadis kecil yang aneh, di saat anak-anak lainnya sedang merayakan Natal bersama di dalam rumah dan makan makanan yang enak, dia justru berada di dalam hutan yang dingin dan gelap. “Aku sedang mencari Peri Salju. Peri Salju hanya muncul saat malam Natal dan akan mengabulkan permintaan anak yang selalu bersikap baik,” jawab si gadis kecil sambil tersenyum. “PERI SALJU?” ulang si anak laki-laki bingung. “Benar, Peri Salju,” jawabnya lagi. “Kau dengar omong kosong itu dari mana? Lucu sekali,” cibir si anak laki-laki, menertawakannya. “Anak orang kaya sepertimu, yang selalu mendapatkan apa yang mereka inginkan, memang tidak butuh Peri Salju untuk mengabulkan
keinginanmu,
benarkan?
Tapi
tidak
begitu
denganku. Ibuku meninggal dan ayahku membuangku. Kau tahu kenapa aku ingin menemukan si Peri Salju? Karena aku ingin dia membantuku membawa kembali Ayahku!” jawab gadis kecil itu, tiba-tiba menangis pelan.
Melihat airmatanya, perasaan bersalah mencengkeram si anak laki-laki. “Maaf. Aku benar-benar minta maaf,” si anak laki-laki meminta maaf karena merasa bersalah telah membuat gadis kecil itu menangis. “Kau ingin keluar dari hutan ini kan?” tanya si gadis kecil tibatiba seraya menghapus airmatanya. “Ikutilah jalan setapak itu dan berjalanlah lurus tanpa berhenti sampai kau melihat sebuah pondok kecil. Jika kau sudah sampai di pondok kecil itu maka kau sudah bisa melihat Panti Asuhanku. Bila masih bingung, kau pandanglah bintang itu, maka dia pasti akan membantumu menemukan jalan pulang,” lanjutnya lagi seraya menuding ke langit malam. “Bintang?” ulang si anak laki-laki bingung. “Bintang Polaris, bintang yang cantik di langit utara
yang
dijadikan penanda arah utara. Ikuti bintang itu maka kau akan bisa keluar dari hutan ini,” jawabnya lagi. “Lalu kau?” tanya si anak laki-laki. “Aku akan mencari Peri Salju dan aku tidak akan kembali sebelum menemukannya. Kau pergilah dulu! Sampai jumpa!” jawab si gadis kecil singkat lalu berjalan ke arah hutan. “Tapi sekarang sudah malam, tidakkah sebaiknya kau cari dia besok pagi saja? Kita pulang bersama,“ tawar si anak laki-laki padanya. “TIDAK! Peri Salju hanya muncul saat Natal, jika malam ini aku tidak menemukannya, aku harus menunggu tahun depan. Itu terlalu lama. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi besok?
2
Bagaimana
jika
seandainya
besok
aku
mati?
Aku
harus
menemukan Peri Salju sekarang juga,” jawabnya keras kepala. “Tapi...” Si anak laki-laki berusaha memprotes tapi gadis kecil itu memotong kalimatnya. “Setidaknya aku sudah berusaha kan? Walau gagal aku tidak akan menyesal. Sampaikan terima kasih pada Ayahmu untuk semua kebaikannya. Kami menikmati pesta Natalnya. Dan bajubaju yang dibelikannya untuk kami juga sangat indah,” jawabnya lagi sambil tersenyum manis. “Sama-sama. Boleh aku tahu namamu?” tanya anak laki-laki itu ingin tahu. Gadis kecil itu tersenyum dan menjawab “Little Snow,” ujarnya lalu menghilang ke dalam hutan. Begitu dia pergi, anak laki-laki itu menyadari sesuatu terjatuh dari tempat gadis kecil itu berdiri tadi. Dia memungut benda yang berkilauan itu dan menatapnya. Sebuah kalung berliontin bintang separuh yang mirip dengan miliknya sendiri tapi di belakang liontin itu terukir sebuah huruf Xue (雪) yang berarti “Salju”. “Kenapa sangat mirip dengan milikku?” ujar si anak laki-laki seraya menatap heran kalung itu, kemudian dia teringat sesuatu, “Little Snow, Kalungmu...” teriak si anak laki-laki tapi sepertinya si gadis kecil itu sudah tidak mendengar lagi.
3
Chapter 1 :
“Hari Natal. Bukankah seharusnya hari yang penuh dengan sukacita?” @@@@@@@ 25 Desember 1996...
Dinginnya
salju, hangatnya cinta...Saat salju yang dingin
menjadi saksi jatuhnya airmata. Bunyi lonceng kebahagiaan menggema di seluruh pelosok Shanghai, bahkan dunia. Hari ini, 25 Desember, Natal telah tiba. Banyak yang sejak pagi mengikuti misa di Gereja. Ada juga yang meski tidak merayakan namun ikut larut dalam perayaan sukacita ini. Pelukan dan ciuman dari sanak saudara, orang tua, kekasih, teman atau sahabat mewarnai hari ini. Semua tersenyum. Semua merasakan kebahagiaan dan keceriaan. Semua orang…Kecuali mereka. “Pergi kau! Kami tak sudi menerima kau dan anakmu di rumah ini!” ujar seorang wanita setengah baya berambut merah dengan kasar dan kejam, wanita itu menyuruh pelayannya melempar seorang wanita muda dan anak perempuannya ke jalanan di malam hujan salju yang dingin mencekam, mereka berdua berikut barang-barangnya.
4
“Ibu...” tangis anak perempuan berusia empat tahun sambil memeluk ibunya ketakutan. Wanita yang dipanggilnya Ibu itu langsung memeluk putri kecilnya erat seraya memunguti barangbarang mereka yang berserakan di tengah hamparan salju yang terus turun dari langit. “Jangan sampai kami melihat kalian muncul di rumah ini lagi!” seru wanita berambut merah itu sebelum menutup pintu rumah itu dan membantingnya dengan keras. Wanita muda itu perlahan berdiri sambil menggandeng tangan mungil gadis kecilnya sambil menahan tangisnya. “Ibu, kita akan ke mana? Dingin sekali,” rengek si gadis kecil. “Ibu tidak tahu, sayang,” jawab wanita muda itu dengan bingung sambil tetap menggandeng tangan gadis mungilnya sementara tangannya yang lain menyeret koper mereka. Dan itulah akhir dari mimpi indah wanita muda itu dan putrinya. Suami yang begitu dicintainya diam-diam berselingkuh dengan wanita lain di belakangnya selama lima tahun lamanya. Dan parahnya saat dia memergoki mereka berdua sedang tidur bersama,
bukannya
merasa
bersalah,
suaminya
malah
memintanya menandatangani surat cerai dan lebih memilih bersama
wanita
perselingkuhan
simpanannya,
itu,
yang
mereka sudah
ternyata
memiliki
dari
hasil
seorang
anak
perempuan berusia empat tahun, sebaya dengan putrinya sendiri. Wanita simpanan itu adalah seorang janda yang sudah memiliki dua anak laki-laki dari pernikahan sebelumnya, entah apa yang membuat suaminya tergila-gila padanya dan lebih memilih wanita itu daripada dia, istri sahnya dan anak mereka
5
yang masih berusia empat tahun. Bukan hanya itu, hanya selang sehari setelah perceraian itu, wanita simpanan brengsek itu segera mengusir dia dan putrinya ke jalanan. “Akulah yang seharusnya mengusir wanita itu dan anakanaknya dari rumahku. Itu rumahku. Rumah yang sudah dirampasnya dariku. Dan dia juga sudah merampas suamiku. Tuhan, apa salahku sehingga harus mengalami ini semua?” batin wanita muda itu dengan perih sambil tetap menggandeng tangan putri mungilnya yang mulai menggigil kedinginan di tengah hujan salju yang dingin mencekam. “Selamat Natal. Semoga kasih Natal bersama kita semua,” seru beberapa orang yang lewat di sekitar mereka saat Ibu dan anak itu berjalan di wilayah Nanjing Road, Shanghai. Pemandangan kota Shanghai di malam hari terlihat sangat indah. gedung-gedung dihiasi oleh lampu berwarna-warni yang menyala terang, bahkan ada gedung pencakar langit yang dipasangi layar-layar LED berukuran besar untuk menampilkan berbagai macam iklan menarik, layaknya layar raksasa. Kapal yang berlayar pun dihiasi oleh lampu berwarna-warni dan dari atas kapal itu, semua orang bisa melihat pemandangan dua sisi Kota Shanghai, kota lama dan kota baru. Di malam hari, Kota lama Shanghai, yaitu area Puxi yang terletak di sebelah barat Sungai tidak kalah menarik dibandingkan kota barunya, yaitu wilayah Pudong, yang terletak di sebelah timur. Menara TV Shanghai yang merupakan icon kota Shanghai juga terlihat sangat cantik di malam hari. Pemerintah China khususnya pemerintah kota Shanghai benar-benar bisa memanfaatkan aset
6
alam berupa sungai dan aset buatan manusia yaitu gedunggedung pencakar langit secara maksimal, untuk dijadikan atraksi wisata. Malam itu jam dinding di tengah kota sudah menunjukkan pukul sebelas malam lewat dua puluh menit, tetapi hal tersebut tidak terasa karena masih banyak kerumunan orang yang berlalulalang di sekitar wilayah Nanjing Road Shanghai. Di tengah kerumunan manusia tersebut tampak seorang wanita muda dan putrinya yang masih kecil berjalan dengan lemas di sepanjang jalan Nanjing Road yang ramai sesak oleh manusia. Malam ini adalah malam Natal, semua orang tumpah ruah ke jalanan Shanghai untuk merayakan sukacita Natal di jalan-jalan. Sekeliling jalan itu dihias dengan sangat indah, mayoritas penuh dengan warna merah dan emas. Senyum sukacita tergambar di wajah orang-orang itu saat mereka mendengar suara lonceng Natal bergema, mereka saling berpelukan dan memberikan hadiah Natal kepada orang-orang di samping mereka. Sementara wanita muda itu hanya tersenyum miris melihatnya. “Hari Natal. Bukankah seharusnya hari ini adalah hari yang penuh dengan sukacita? Aku sudah lupa berapa lama aku tidak merayakan Natal bersamanya. Entah berapa lama cintanya padaku sudah menghilang dan digantikan oleh wanita itu. Hari di mana semua orang merayakannya dengan orang terkasih mereka adalah hari di mana kebahagiaanku sudah dirampas dengan kejam. Aku tidak akan pernah melupakan hari ini,” batin wanita itu dengan sakit di hatinya.
7
“Xue Jian, kau dengar baik-baik. Hari ini ayahmu sudah mencampakkan kita, kelak apapun yang terjadi kau tidak boleh kembali padanya. Kau mengerti sayang? Mulai hari ini kau anggap ayahmu sudah mati, kau tak punya ayah lagi. Namamu sekarang bukanlah Li Xue Jian melainkan YANG XUE JIAN! Dan kau juga harus ingat satu hal, di dunia ini tak ada cinta sejati. JANGAN PERNAH MENCINTAI SESEORANG karena pada akhirnya orang itu hanya akan menyakitimu. CINTA ITU TAK ADA! Di dunia ini tak ada yang namanya cinta,” wanita muda itu berlutut seraya menasehati putri kecilnya. Gadis kecil itu hanya menangis melihat ibunya menangis, walau masih tak mengerti artinya, dia hanya bisa mengangguk pelan. Wanita muda itu menangis pelan sambil memeluk putri kecilnya, mulai hari ini mereka akan menghadapi kehidupan yang keras tanpa cinta. 25 Desember 1996 adalah hari di mana mereka berdua diusir keluar dari rumah mereka dan enam tahun kemudian ditanggal yang sama, di malam di mana hujan salju juga turun dengan lebat, 25 Desember 2002 wanita muda itu menghembuskan napasnya yang terakhir setelah sebuah mobil sedan hitam menabraknya dan melarikan diri begitu saja. Xue Jian tak pernah lupa hari itu, demi untuk membelikan hadiah Natal untuknya, ibunya rela bekerja keras hingga malam agar bisa memberikannya sebuah boneka beruang yang cantik. Tepat saat malam Natal, saat Ibu dan anak itu berjalan dengan penuh sukacita sambil bergandengan tangan menuju sebuah toko mainan yang terletak di seberang jalan, sebuah mobil sedan hitam
8
bergerak ke arah mereka dengan kecepatan penuh. Tak ingin putrinya celaka, sang Ibu mendorong putrinya ke tepi jalan dan membiarkan dirinya tertabrak. “Ibu...” Xue Jian kecil hanya bisa menangis pilu saat melihat mobil hitam itu menabrak ibunya dan pergi begitu saja. Xue Jian kecil yang malang, usianya baru sepuluh tahun ketika dia harus melihat ibunya meninggal tepat di depan matanya saat mobil itu menabrak ibunya dan membuatnya meninggal seketika. Xue Jian kecil hanya bisa menangis pasrah, dia tahu sejak itu hidupnya yang kelam akan segera dimulai. “Aku tak ingin apapun. Aku tak mau hadiah Natal apapun. Tuhan, jika Kau memang ada, tolong kembalikan Ibuku padaku. Aku janji akan jadi anak yang baik. Xue Jian akan jadi anak yang baik. Ibu...Ibu...bangunlah! Jangan tinggalkan Xue Jian sendiri!” raungnya sedih, airmata mengalir deras di pipinya yang seputih salju, jatuh mengenai timbunan salju yang ada di bawah kakinya. Salju yang putih itu kini berubah menjadi merah, seiring dengan darah yang mengalir dari tubuh Ibunya. Tak lama setelah itu, pemilik apartment tempat dia tinggal bersama Ibunya membawa Xue Jian ke sebuah panti asuhan. Di sanalah Xue Jian tinggal selama beberapa waktu sebelum akhirnya Panti Asuhan itupun terbakar, lagi-lagi tepat di Hari Natal.
9