e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016
BAHASA JURNALISTIK DALAM RUBRIK CITIZEN JOURNALISM TRIBUN BALI: ANALISIS DARI SEGI UNSUR BAHASA YANG SINGKAT DAN GRAMATIKAL S. N. Wahyuni, I Wyn Wendra, IB. Putrayasa Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan penerapan bahasa jurnalistik pada rubrik Citizen Journalism Tribun Bali ditinjau dari segi unsur bahasa yang singkat, (2) mendeskripsikan penerapan bahasa jurnalistik pada rubrik Citizen Journalism Tribun Bali ditinjau dari segi unsur bahasa yang gramatikal. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah rubrik Citizen Journalism Tribun Bali edisi 1 – 29 Februari 2016 dan objek penelitian adalah karaktersitk singkat dan gramatikal. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan tulisan pewarta warga belum sepenuhnya sesuai dengan karakteristik singkat dan gramatikal. Dari hasil analisis, ditemukan 43 data atau 15,3% data yang tidak sesuai dengan karakteristik singkat. Kesalahan terjadi pada kata mubazir sebanyak 26 buah, pemakaian kata dan kalimat rancu 11 buah, kesalahan pada pemakaian kata sambung 3 buah, pemakaian kata depan 2 buah, dan hanya ada 1 data yang menggunakan hiponimi. Dari segi unsur gramatikal terdapat 130 data atau 46% ketidaksesuaian. Kesalahan terjadi pada penggunaan ejaan sebanyak 96 buah, penggunaan kalimat tidak efektif 24 buah, penggunaan kata-kata tidak baku 7 buah, dan yang mengalami aspek kesalahan kaidah tata bahasa normatif 3 buah. Kata kunci: citizen journalism, gramatikal, singkat
Abstract The purpose of this study are (1) describe the application of journalistic language in rubric Citizen Journalism of Tribun Bali that are observed from brief language elements and grammatical of elements and (2) describe the application of journalistic language in rubric Citizen Journalism of Tribun Bali that are observed from grammatical of elements. This study use a qualitative description design. The subjects are rubric Citizen Journalism Bali Tribun edition 1 to 29 February 2016 and the object of research is the characteristics of a brief charaktersitic and grammatical. The method are used to collect data is the documentation method. The results of this study showed that the citizen journalist writing on rubric Citizen Journalism Tribun Bali is not fully apporopite with the characteristics of brief and grammatical. Depended on the result of analysis, were founded 43 of datas or 15,3% datas that unappropriated with brief language elements. The error of redundant words occurs as many as 23 pieces, the use of ambiguous words and disorder sentences there were 11 pieces, there are 3 pieces of errors in the used of the conjunction, there are 2 pieces was used of prepositions, and there is only one data using hiponimi. In terms
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016
of grammatical elements there are 130 or 46% of data are discrepancies. The error are happened in the using of spelling as many as 96, there are 24 pieces of the using of uneffective sentence, there are 7 items that used of the standard words, and there are 3 pieces of experience aspects of normative rules in grammar error. Keywords: citizen journalism, grammatical, brief
PENDAHULUAN Bahasa sebagai alat komunikasi berperan penting dalam penyampaian informasi. Informasi dapat tersampaikan dengan baik apabila menggunakan bahasa yang baik. Selain itu, jelas tidaknya informasi yang disampaikan ditentukan oleh benar atau tidaknya bahasa yang dipakai. Sudirman (2005:118) mengemukakan, penggunaan bahasa yang baik dan benar sangat menentukan sampainya informasi itu kepada khalayak (pembaca, pendengar, penonton) secara jelas. Sebaliknya, bahasa yang kacau dalam menyampaikan informasi akan menyulitkan khalayak untuk memahami informasi tersebut. Oleh karena itu, penggunaan bahasa itulah yang menentukan apakah informasi sampai kepada khalayak atau tidak. Bahasa pada dasarnya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan dan tulis ini memiliki syarat-syarat berbeda. Bahasa tulis digunakan tanpa bantuan intonasi, gerak, dan situasi yang dapat dimanfaatkan dalam situasi lisan (Siregar dkk., 1998:89). Bahasa tulis sering digunakan dalam penyampaikan informasi seharihari. Salah satu informasi yang disampaikan melalui bahasa tulis adalah berita pada surat kabar. Bahasa yang digunakan dalam penulisan berita adalah bahasa jurnalistik atau bahasa pers. Bahasa jurnalistik atau bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia, di samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer (sastra) (Sudaryanto dalam Suroso,
2010:1). Sudirman (2005:118) mengatakan “Dunia pers juga memiliki kaidahkaidah bahasa agar bahasa yang digunakan dalam menyampaikan informasi lebih mudah lagi dipahami dan tidak membosankan khalayak. Prinsipnya bahasa jurnalistik itu harus jelas, padat, ringkas, dan lugas”. Sejalan dengan hal tersebut, Sumadiria (2010) mengungkapkan bahwa penulisan bahasa jurnalistik memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut terdiri atas tujuh belas macam, yakni sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, menarik, demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari kata dan istilah asing, pilihan kata (diksi) yang tepat, mengutamakan kalimat aktif, menghindari kata atau istilah teknis, dan tunduk kepada kaidah etika. Pernyataan di atas sejalan dengan pendapat Anwar (2004), yang mengatakan bahwa bahasa pers memiliki sifat-sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Kekhasan tersebut timbul karena berbagai keterbatasan yang dimiliki surat kabar (ruang, waktu). Anwar (2004) juga menekankan bahwa bahasa jurnalistik harus menerapkan ekonomi kata yang dapat dilakukan dalam dua lapisan, yaitu unsur kata dan unsur kalimat. Selain itu, bahasa jurnalistik juga harus didasarkan pada kaidah bahasa baku. Terkait dengan ekonomi kata atau karakteristik singkat, Sudirman (2005:119) berpendapat bahwa dalam bahasa jurnalistik, penggunaan kata harus ekonomis supaya berita bisa lebih pendek. Dengan demikian, bahasa jurnalistik memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang membedakannya dengan ragam bahasa yang lain, namun tidak sewenang-
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 wenang melanggar tata bahasa baku bahasa Indonesia. Karakteristik singkat dan gramatikal merupakan hal yang harus dipenuhi oleh ragam bahasa jurnalistik mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan berbeda. Selain itu, ruang yang tersedia pada kolom surat kabar terbatas. Pembaca pun biasanya sibuk sehingga tidak memiliki waktu untuk membaca informasi panjang dan bertele-tele. Oleh karena itu, pewarta harus menerapkan prinsip singkat atau ekonomi kata dalam menulis laporan peristiwa. Singkat artinya tidak berteletele, langsung ke pokok permasalahan (Sumadiria, 2010:14). Tulisan yang singkat (namun juga memuat informasi lengkap) akan mempermudah pembaca memahami isi tulisan, meski waktu yang dimiliki pembaca terbatas. Untuk menerapkan karakteristik singkat atau ekonomi kata, penulis harus memperhatikan: (1) pegulangan subjek, (2) hiponimi, pemakaian kata depan, (3) pemakaian kata sambung, (4) pemakaian kata mubazir, (5) kata dan kalimat rancu, dan (6) pemakaian akronim (Sumadiria, 2010). Dalam menerapkan karakteristik singkat, tidak bisa semena-mena mengesampingkan kaidah bahasa Indonesia. Oleh karena itu, karakteristik singkat dan gramatikal tetap berjalan berdampingan. Selain itu, surat kabar, sebagai salah satu media yang dibaca oleh semua kalangan, berperan penting dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia. “Peranan yang dimainkan oleh surat kabar dan majalah dalam pembinaan bahasa dapat bersifat positif, namun juga bersifat negatif” (Badudu, 1993:135). Bersifat positif apabila bahasa yang digunakan pers baik dan terpelihara, tetapi apabila bahasa yang digunakan pers kacau, baik dari ejaan, struktur kalimat, maupun penggunaan kata-katanya, tetentu bersifat negatif bagi masyarakat. Sejalan dengan pendapat Badudu, Sudiara (2006:73), berpendapat, media massa, baik media cetak maupun elektronik, banyak memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat penutur bahasa Indonesia. Suandi (dalam Wendra dan Putrayasa, 2015) mengatakan, media massa berperan penting dalam pembina-
an dan pengembangan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, peranan pers dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia dapat dicapai dengan menerapkan bahasa yang baik dan benar. Dalam bahasa jurnalistik, pewarta harus menerapkan prinsip gramatikal. Artinya sesuai dengan bahasa baku bahasa Indonesia. Untuk menerapkan karakteristik gramatikal atau sesuai dengan bahasa baku, pewarta harus memperhatikan: (1) pemakaian kaidah bahasa normatif, (2) penggunaan ejaan ragam tulis, (3) penggunaan kata-kata baku, dan (4) penggunaan kalimat efektif (Chaer, 2006). Akan tetapi, penggunaan bahasa jurnalistik pada surat kabar tidak selalu memenuhi karakteristik singkat dan gramatikal. Hal itu dikarenakan dewasa ini berita pada media cetak tidak hanya ditulis oleh wartawan, tetapi juga ditulis oleh masyarakat umum. Berita atau laporan yang ditulis oleh masyarakat umum disebut dengan citizen journalism atau jurnalisme warga. Dalam jurnalisme warga (citizen journalism) masyarakat umum berperan sebagai wartawan. Masyarakat akan ikut melaporkan kejadian maupun kegiatan yang ada di sekitarnya. Salah satu surat kabar yang melibatkan masyarakat dalam pembuatan berita adalah Tribun Bali. Tribun Bali merupakan surat kabar harian yang terbit di Bali, Indonesia. Kantor pusat Tribun Bali terletak di Jl. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, no. 88A, Ketewel, Gianyar-Bali. Koran ini kali pertama terbit pada 2014. Pada surat kabar ini terdapat rubrik Citizen Journalism. Rubrik Citizen Journalism dalam Tribun Bali dikhususkan bagi warga yang ingin melakukan reportase. Seperti yang dilansir dalam bali.tribunnews.com, penerbit memberikan ruang bagi masyarakat umum untuk melaporkan kejadian di sekitarnya, baik mengenai fasilitas umum maupun kegiatan atau aktivitas kelompok bersama masyarakat. Dengan begitu, surat kabar Tribun Bali memberikan wadah bagi masyarakat untuk memainkan peran pers, yakni sebagai pelapor. Laporan warga di rubrik Citizen Journalism ini terbit setiap Senin – Jumat. Peristiwa yang sering dilaporkan pewarta warga adalah peristiwa memiliki keterkaitan dengan kepentingan khalayak
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 umum, seperti bencana alam, kecelakaan lalu lintas akibat jalan yang rusak, kerusakan fasilitas umum yang mengganggu aktivitas warga, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok. Rubrik Citizen Journalism Tribun Bali menarik diteliti karena penulis atau pewarta rubrik ini adalah warga yang secara formal bukan wartawan. Pewarta pada umumnya belum mengetahui dan belum memahami karakteristik bahasa jurnalistik. Berbeda halnya dengan wartawan yang telah dibekali dengan pemahaman bahasa jurnalistik. Dari hasil pengamatan awal, peneliti menemukan tulisan yang tidak sesuai dengan karakteristik bahasa jurnalistik. Ketidaksesuaian yang sering muncul adalah penggunaan bahasa yang bertele-tele, tidak langsung ke pokok permasalahan dan tidak gramatikal. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengembangkan penelitian yang berjudul “Bahasa Jurnalistik dalam Rubrik Citizen Journalism Tribun Bali: Analisis dari Segi Unsur Bahasa yang Singkat dan Gramatikal”. Dari tujuh belas karakteristik yang ada, peneliti memfokuskan pada karakteristik singkat dan gramatikal karena kerakteristik tersebut merupakan ciri utama yang harus ada dalam berita, namun sering terabaikan. Walaupun bahasa yang digunakan singkat, namun sebisa mungkin mengandung informasi lengkap tanpa mengurangi makna. Keterbatasan ruang yang disediakan pun menuntut pewarta untuk menerapkan ekonomi kata tanpa mengesampingkan kaidah bahasa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan bahasa jurnalistik harus sesuai dengan kaidah bahasa baku bahasa Indonesia. Penerapan karakteristik gramatikal penting dilakukan mengingat surat kabar adalah salah satu media pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia di kalangan masyarakat. Penelitian ini dilakukan pada rubrik Citizen Journalism Tribun Bali edisi 1 – 29 Februari 2016. Pada Februari 2016, terdapat delapan belas Citizen Journalism. Peneliti memilih edisi Februari dengan pertimbangan kebaruan informasi yang ditulis pewarta. Selain itu, pada edisi Februari berita yang ditulis pewarta lebih banyak dilakukan dengan pengamatan
dan wawancara. Dengan kata lain, tidak serta-merta menulis laporan peristiwa tanpa melakukan wawancara. Hal tersebut terlihat dari tulisan pewarta yang mencantumkan pendapat orang lain terhadap peristiwa yang ditulis. Penelitian ini relevan dengan beberapa penelitian yang pernah ada. Pertama, skripsi yang berjudul “Analisis Penerapan Bahasa Jurnalistik Berita Utama Surat Kabar Empat Lawang Ekspress Edisi Desember 2010” oleh Zabrina Rosyadi tahun 2011. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang penulis rancang, yaitu sama-sama meneliti mengenai bahasa jurnalistik. Perbedaannya, Rosyadi meneliti bahasa jurnalistik dari segi karakteristik singkat, jelas, padat, sederhana, menarik, dan lancar, sedangkan penulis meneliti fokus pada karakteristik singkat dan gramatikal. Sumber data penelitian juga berbeda, Rosyadi meneliti berita utama surat kabar Empat Lawang Ekspress, sedangkan penulis meneliti rubrik Citizen Journalism Tribun Bali. Kedua, skripsi yang berjudul “Karakteristik Bahasa Jurnalistik Berita Utama Surat Kabar Harian Padang Ekspres” oleh Zarnila tahun 2014. Objek penelitian ini berbeda dengan yang penulis teliti. Zarnila (2014) meneliti ketujuh belas karakteristik bahasa jurnalistik, sedangkan peneliti fokus pada dua karakteristik. Selain itu, subjek penelitiannya pun berbeda. Ketiga, skripsi yang berjudul “Bahasa Indonesia Ragam Jurnalistik Pada Pemberitaan Politik Di Media Online Rol (Republika Online) Pada Tanggal 1 – 30 Juni 2013” oleh Rina Syafputri tahun 2014. Syafputri (2014) meneliti ragam bahasa jurnalistik dari segi penggunaan ejaan, diksi, kalimat, dan paragraf. Penelitian ini memiliki banyak perbedaan dengan yang penulis rangcang, baik perbedaan dari sumber data, subjek, maupun objek penelitian. Sehubungan dengan pemaparan pada bagian latar belakang di atas, masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah bahasa jurnalistik pada rubrik Citizen Journalism Tribun Bali ditinjau dari segi unsur bahasa yang singkat? (2) bagaimanakah bahasa jurnalistik pada rubrik Citizen Journalism
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 Tribun Bali ditinjau dari segi unsur gramatikal? Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan penerapan bahasa jurnalistik pada rubrik Citizen Journalism Tribun Bali ditinjau dari segi unsur bahasa yang singkat, (2) mendeskripsikan penerapan bahasa jurnalistik pada rubrik Citizen Journalism Tribun Bali ditinjau dari segi unsur gramatikal, (3) mendeskripsikan ketidaksesuaian bahasa jurnalistik pada rubrik Citizen Journalism Tribun Bali ditinjau dari segi unsur bahasa yang singkat, dan (4) mendeskripsikan ketidaksesuaian bahasa jurnalistik pada rubrik Citizen Journalism Tribun Bali ditinjau dari segi unsur gramatikal. Penelitian ini memberikan dua manfaat, yakni manfaat teoretis dan praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kajian dalam bidang jurnalistik, khususnya tentang bahasa jurnalistik. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat bagi pengembangan di bidang jurnalistik. Manfaat praktisnya meliputi, (1) bagi pewarta, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tulisan sesuai dengan karakteristik bahasa jurnalistik, (2) bagi guru dan calon guru, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membina peserta didik dalam menulis berita atau laporan peristiwa. Selain itu juga dapat digunakan untuk membina ekstrakurikuler jurnalistik di sekolah, (3) bagi tim redaksi, hasil penelitian ini dapat berkontribusi bagi praktisi, editor, penyunting, dan pihak-pihak yang terlibat dalam struktur redaksional media massa dalam meningkatkan kualitas bahasa laporan peristiwa atau berita dan (4) bagi peneliti lain, penelitian ini dapat diman-faatkan sebagai pembanding bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis terkait dengan bahasa jurnalistik.
METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang peneliti gunakan adalah rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan penggunaan bahasa jurnalistik dalam rubrik Citizen Journalism Tribun Bali
ditinjau dari segi singkat dan gramatikal serta mendeskripsikan bentuk-bentuk ketidaksesuaian bahasa jurnalistik dari segi singkat dan gramatikal. Selain itu juga memberikan alternatif perbaikan dari kesalahan tersebut. Subjek penelitian pada penelitian ini adalah rubrik Citizen Journalism Tribun Bali edisi Februari 2016. Pada edisi ini terdapat terdapat delapan belas Citizen Journalism. Objek penelitian ini adalah karateristik singkat dan gramatikal. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi dan metode wawancara tidak terstruktur. Instrumen dalam penelitian ini adalah tabel daftar data, kartu data karakteristik singkat dan gramatikal (ejaan dan penggunaan bahasa baku), dan tabel klasifikasi dan frekuensi data. Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Aktivitas analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui empat langkah, yaitu (1) identifikasi data, (2) kategorisasi, (3) penyajian data, dan (4) penarikan simpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa yang digunakan dalam menulis berita di media massa. Ragam ini memiliki karakteristik berbeda dibanding ragam bahasa lain. Kekhasan itu timbul karena keterbatasan ruang disediakan media dan minimnya waktu yang dimiliki pembaca untuk memahami isi berita. Salah satu kriteria yang harus dipenuhi dalam menulis berita adalah karakteristik singkat. Singkat artinya langsung ke pokok bahasan, tidak bertele-tele, sehingga tidak ada kata mubazir. Akan tetapi, kalimat yang singkat tidak dapat dilihat dari panjang pendeknya kalimat. Selain singkat, bahasa jurnalistik harus gramatikal atau sesuai dengan bahasa baku bahasa Indonesia, mengingat bahasa di media massa ikut berperan membina dan mngembangkan bahasa Indonesia. Untuk mempermudah memahami hasil penelitian, berikut adalah tabel klasifikasi dan frekuensi karakteristik singkat dan gramatikal.
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 Tabel
1
Klasifikasi dan Frekuensi Karakteristik Singkat Karakteristik Aspek Jumlah Bahasa Kesalahan Temuan Jurnalistik Pengulangan 0 Subjek Hiponimi 1 Pemakaian 2 kata depan Pemakaian 3 Singkat kata sambung Pemakaian 26 kata mubazir Kata dan kali11 mat rancu Pemakaian 0 akronim Jumlah Ketidaksesuaian 43 Persentase Keseluruhan 15,3% (%)
Tabel 2 Klasifikasi dan Frekuensi Karakteristik Gramatikal Karakteristik Aspek Jumlah Bahasa Kesalahan Temuan Jurnalistik Kaidah Tata 3 Bahasa Normatif Penggunaan 96 Ejaan Ragam Gramatika Tulis (Bahasa Baku) Penggunaan 7 Kata-kata Baku Penggunaan 24 Kalimat Efektif Jumlah Ketidaksesuaian 130 Persentase Keseluruhan (%) 46% Hasil penelitian ini menunjukkan, bahasa pada rubrik Citizen Journalism Tribun Bali belum sepenuhnya sesuai dengan karakteristik singkat dan gramatikal. Hal itu terlihat dari banyaknya ketidaksesuaian karakteristik singkat dan karakteristik gramatikal yang digunakan pewarta warga. Karakteristik singkat perlu diterapkan dalam menulis berita atau laporan peristiwa karena ruang yang disediakan terbatas. Meskipun pewarta harus menggunakan bahasa yang singkat, namun tidak boleh mengesampingkan kaidah
bahasa baku bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pewarta juga harus menerapkan karakteristik gramatikal. Berikut adalah contoh kutipan ketidaksesuaian tulisan warga dengan karaktersitik gramatikal. “Bhakti sosial bersih pantai diawali berkumpul di depan kantor camat bergerak ke pelabuhan tradisional Sampalan menyisiri pantai finish di pelabuhan Kapal Roro.” (Tribun Bali, Edisi 3 Februari 2016) Dalam EYD, istilah asing atau kata yang bukan bahasa Indonesia harus dicetak miring. Pada kutipan pertama, ketidaksesuaian terletak pada penulisan kata finish. Kata tersebut seharusnya dicetak miring karena finish merupakan istilah asing (bahasa Inggris). “Peserta bakti sosial bersih pantai berkumpul di depan kantor camat, lalu bergerak ke pelabuhan tradisional Sampalan menyisiri pantai, dan finish di pelabuhan Kapal Roro.” Selain itu, tidak jarang pula pewarta menggunakan kalimat tidak efektif. Masalah tersebut terlihat jelas pada susunan kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Hasil analisis menunjukkan ketidakefektifan terjadi karena susunan kalimat tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, penggunaan kata yang tidak sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan penulis, tidak ada kesatuan hubungan pikiran dan kesatuan yang logis dalam kalimat, tidak ada subjek kalimat, hingga tidak adanya penegasan pada unsur yang ingin ditonjolkan. Berikut adalah contoh kutipan data yang menggunakan kaimat tidak efektif. “’Pagelaran musik cara yang tetap disisipi kepedulian lingkungan terhadap semua kalangan tak terkecuali,’ terangnya.” (Tribun Bali, Edisi 3 Februari 2016) Kutipan di atas dikatakan tidak efektif karena kata atau istilah yang digunakan tidak sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan. Pagelaran musik pada kutipan di atas bukan cara, melain-
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 kan acara. Selain itu, kata depan untuk lebih tepat digunakan untuk menyatakan bagi, daripada menggunakan kata untuk. “Pagelaran musik, acara yang tetap disisipi kepedulian lingkungan untuk semua kalangan tak terkecuali,” terangnya. Sebagai pewarta yang secara formal bukan wartawan, penulis pada rubrik Citizen Journalism Tribun Bali juga masih menggunakan kata-kata tidak baku. Hal itu tidak sesuai dengan karakteristik gramatikal. Telebih, saat pewarta memilih kata tidak baku, kata tersebut tidak dicetak miring. Berikut adalah beberapa contoh kutipan penggunaan bahasa tidak baku. “Sayap lebar menggembang layaknya burung terbang, bayangan hitam nampak terlihat jelas dari atas bukit ketika ikan muncul di permukaan.” (Tribun Bali, Edisi 5 Februari 2016) Pada kutipan di atas, kata nampak bukanlah bentuk baku. Dalam KBBI, istilah yang benar adalah tampak. Berikut adalah perbaikan agar bahasa yang digunakan memenuhi karakteristik gramatikal. “Sayap lebar menggembang layaknya burung terbang, bayangan hitam tampak terlihat jelas dari atas bukit ketika ikan muncul di permukaan.” Pada aspek kesalahan penerapan kaidah tata bahasa normatif, hanya ditemukan tiga ketidaksesuaian. Berikut adalah contoh kutipan kalimat yang mengalami kesalahan penerapan kaidah tata bahasa normatif. “Senin, 15 Februari pagi, kami Komunitas Relawan Jembrana (KRJ) kembali menelusuri dan cek kondisi Nyoman Tunas di Banjar Ketiman, Manistutu, Kecamatan Melaya, Jembrana.” (Tribun Bali, Edisi 16 Februari 2016) Dalam penulisan judul berita, biasanya awalan me- dan ber- dihilangkan, tetapi, dalam paragraf, tetap harus diguna-
kan. Akan tetapi, pemakaian awalan awalan me- dan ber- secara eksplisit dan konsisten perlu diterapkan dalam tubuh berita. Pada kalimat di atas terdapat kata cek seharusnya ditulis mengecek. Berikut adalah perbaikan dari kutipan di atas. Senin, 15 Februari pagi, kami Komunitas Relawan Jembrana (KRJ) kembali menelusuri dan mengecek kondisi Nyoman Tunas di Banjar Ketiman, Manistutu, Kecamatan Melaya, Jembrana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahasa yang digunakan pewarta warga dalam rubrik Citizen Journalism Tribun Bali belum sepenuhnya menerapkan atau belum sesuai dengan salah satu karakteristik bahasa jurnalistik, yakni gramatikal. Hal itu terlihat dari jumlah ketidaksesuaian yang mencapai 129 data dari 281 data yang ada atau mencapai 46%. Sebagai salah satu media pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia, seharusnya bahasa yang digunakkan dalam surat kabar harus sesuai dengan kaidah bahasa baku bahasa Indonesia (gramatikal). Pentingnya penerapan karakteristik gramatikal juga dikemukan oleh Anwar (2004), yakni bahasa jurnalistik harus didasarkan pada kaidah bahasa baku. Bahasa yang digunakan di media massa, salah satunya surat kabar, menjadi anutan bagi pemakai bahasa Indonesia. Apabila bahasa yang digunakan kacau, akan berdampak buruk bagi pemakai bahasa Indonesia. Namun, apabila bahasa yang digunakan baik dan benar, akan berdampak positif bagi pemakai bahasa. Apabila ditinjau dari segi unsur bahasa yang singkat, bahasa yang diguna-kan pewarta warga dalam rubrik Citizen Journalism Tribun Bali juga belum sepenuhnya sesuai dengan karaktersitik singkat. Ketidaksesuaian ini cenderung lebih kecil daripada ketidaksesuaian karakteristik gramatikal. Dari hasil analisis data, aspek kesalahan banyak terjadi pada pemakaian kata mubazir, yakni sebanyak 26 buah. Selanjutnya, pemakaian kata dan kalimat rancu sebanyak 11 buah. Selain itu,
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 kesalahan pada pemakaian kata sambung sebanyak 3 buah, pemakaian kata depan 2 buah, dan hanya ada 1 data yang menggunakan hiponimi. Pada saat melakukan analisis data, tidak ditemukan pengulangan subjek dan pemakaian akronim. Untuk memperjelas pembahasan, berikut akan dipaparkan contoh kutipan kalimat yang tidak sesuai dengan karakteristik singkat. Pertama, akan dibahas kalimat yang di dalamnya terdapat kata mubazir. Kata mubazir pada kutipan-kutipan di bawah ini dapat dihilangkan tanpa mengurangi makna yang ingin disampaikan. “Sesuai arahan Bupati Klungkung saat pertemuan sebelumnya, bahwa pemerintah Klungkung terbebas sampah plas-tik.” (Tribun Bali, Edisi 3 Februari 2016) Pada kutipan di atas terdapat penggunaan kata mubazir bahwa. “Bahwa” ialah kata sambung yang digunakan untuk menggabungkan induk kalimat dengan anak kalimat secara eksplisit. Apabila dilihat dari keperluan bahasa jurnalistik yang menghendaki sifat singkat, kata tersebut sebaiknya ditiadakan. Tanpa kata bahwa kalimat tersebut menjadi pendek tanpa mengurangi kejelasan makna kalimat. Anwar (2004) berpendapat apabila hedak menerapkan prinsip singkat melalui strutur kalimat, maka pembubuhan kata bahwa bisa ditiadakan. Sebagai ganti bahwa dapat diberi koma (,). Berikut adalah kalimat yang singkat. “Sesuai arahan Bupati Klungkung saat pertemuan sebelumnya, pemerintah Klungkung terbebas sampah plastik.” Selain penggunaan kata mubazir, berikut adalah contoh kutipan data yang mengalami kerancuan. Kerancuan pada tulisan pewarta warga terjadi pada tataran kalimat dan susunan kata. “Bhakti sosial bersih pantai diawali berkumpul di depan kantor camat bergerak ke pelabuhan tradisional Sampalan menyisiri pantai finish di pelabuhan Kapal Roro.” (Tribun Bali, Edisi 3 Februari 2016)
Kerancuanpada kutipan di atas terletak pada frasa diawali berkumpul di depan kantor camat. Penulis menuliskan dua ide. Kata diawali seharusnya disandingkan dengan kata depan dari untuk menunjukkan tempat. Apabila menggunakan kata kerja berkumpul sebagai predikat, kata diawali dihapus, namun subjek diganti dengan peserta bhakti sosial bersih pantai. a.“Peserta bhakti sosial bersih pantai berkumpul di depan kantor camat, lalu bergerak ke pelabuhan tradisional Sampalan menyisiri pantai, dan finish di pelabuhan Kapal Roro.” b. “Bhakti sosial bersih pantai diawali dari depan kantor camat, lalu bergerak ke pelabuhan tradisional Sampalan menyisiri pantai, dan finish di pelabuhan Kapal Roro.” Pada aspek kesalahan penggunaan kata sambung, pewarta menggunakan kata tersebut tidak sesuai dengan fungsi kata dalam kalimat. Oleh karena itu, kata sambung yang digunakan perlu dihilangkan atau diganti dengan kata lain. Selain itu, kata sambung intrakalimat yang sebenarnya berfungsi untuk menghubungkan klausa dalam kalimat, diletakkan di awal kalimat. Hal itu membuat kata sambung yang digunakan mubazir, tidak berfungsi, bahkan tidak sesuai dengan kaidah. Berikut adalah contoh kutipan yang menggunakan kata sambung mubazir. “Sehingga masyarakat mengikuti secara perlahan dan tidak seperti Nusa Dua maupun Kuta.” (Tribun Bali, Edisi 18 Februari 2016) Pada kutipan di atas, terdapat kata sehingga yang merupakan kata sambung untuk menghubungkan bagian-bagian kalimat (intrakalimat). Kata sambung ini tidak dapat diletakkan di awal kalimat. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kata sambung sehingga pada data di atas melanggar aspek penggunaan kata sambung dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Oleh karena itu, penulis dapat menggunakan kata hubung oleh sebab itu. “Oleh sebab itu” adalah kata transisi sebab-akibat yang dapat diletakkan di
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 awal kalimat. Selain “oleh sebab itu”, kata transisi lain yang dapat digunakan adalah “akibatnya” dan “maka”. Oleh karena itu, berikut adalah perbaikan kalimat di atas. “Oleh sebab itu, masyarakat mengikuti secara perlahan dan tidak seperti Nusa Dua maupun Kuta.” Ketidaksesuaian karakteristik singkat juga terjadi pada penggunaan kata depan. Berikut adalah kutipan kalimat yang menggunakan kata depan yang seharusnya dapat dihilangkan. “Di saat musim hujan banyak sampah baik organik maupun anorganik terbawa ke laut.” (Tribun Bali, Edisi 3 Februari 2016) Kata depan di pada kalimat di atas tidak diperlukan. Langsung saja diawali dengan kata saat. Berikut adalah kalimat yang dapat digunakan penulis untuk menerapkan karakteristik singkat. “Saat musim hujan, banyak sampah baik organik maupun anorganik terbawa ke laut.” Aspek kesalahan terakhir yang membuat tulisan pewarta tidak singkat adalah penggunaan hiponimi. Berikut adalah kutipan data tersebut. “Apa yang disampaikan Ida Pandita Mpu Arcaryananda pada saat hari Penampahan Galungan di Wantilan Desa Pakraman membuat para yowana karang taruna (katar) menjadi panutan ke masa depan.” (Tribun Bali, Edisi 15 Februari 2016) Pada data di atas terdapat bentuk hiponimi, yakni hari Penampahan. Seharusnya hari Penampahan pada kalimat di atas cukup ditulis Pemanpahan. Berikut adalah perbaikan kalimat di atas agar lebih singkat. “Apa yang disampaikan Ida Pandita Mpu Arcaryananda pada saat Penampahan Galungan di Wantilan Desa Pakraman membuat para
yowana karang taruna (Katar) menjadi anutan masa depan.” Sesuai dengan nama rubrik yang dianalisis, yakni Citizen Journalism (jurnalisme warga), kesalahan atau ketidaksesuaian tulisan dengan karakteristik bahasa jurnalistik wajar terjadi. Hal itu disebabkan oleh ketidaktahuan pewarta warga dengan karakteristik bahasa jurnalistik. Berbeda halnya dengan wartawan yang sudah dibekali pemahaman tentang bahasa jurnalistik. Dari empat sampel pewarta warga yang diwawancarai, mereka mengaku tidak mengetahui karakteristik singkat yang perlu diterapkan dalam menulis berita. Pewarta warga menulis berita untuk mengasah kemampuan. Mereka juga berpendapat bahwa sebelum diterbitkan, tulisan akan disunting oleh editor, sehingga pewarta warga tidak melakukan proses penyuntingan secara intensif. Mengenai kesalahan yang sering dilakukan pewarta warga, Suparyo dan Muryanto (2011:87) mengatakan, “Terkadang pewarta pemula sering menyepelekan proses penyuntingan. Mereka sering mengirim tulisan yang masih mentah. Belum dicek soal ketepatan kata, tanda baca, pemenggalan kalimat, dan lain-lain. Ini tentu tidak benar.” Selain itu, karena bahasa jurnalistik juga didasarkan pada kaidah bahasa baku bahasa Indonesia, penyebab ketidaksesuaian disebabkan oleh kekurangpahaman penulis atau pewarta warga terhadap aturan bahasa Indonesia. Penyebab kesalahan atau ketidaksesuaian sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Suandi, dkk. (2011:70), yakni kemungkinan penyebab timbulnya kesalahan berasal dari pemakai bahasa. Pewarta warga belum sepenuhnya memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Ketidaksesuaian pada tulisan pewarta warga dilihat dari segi unsur gramatikal disebabkan oleh kurang adanya kesadaran pihak pemakai bahasa, dalam hal ini pewarta warga dan kekurangpahaman terhadap aturan bahasa Indonesia.
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 Ketidaksesuaian bahasa laporan peristiwa dengan karakteristik bahasa jurnalistik juga ditemukan Rosyadi (2010). Dalam peneitiannya, Rosyadi menemukan banyak kesalahan-kesalahan atau ketidaksesuaian dalam menulis berita dengan karakteristik bahasa jurnalistik, terutama pemakaian kata mubazir, kalimat ambigu, dan kesalahan ejaan. Selain itu, hasil serupa juga ditemukan oleh Syafputri (2014). Syafputri menemukan kesalahankesalahan dalam penggunaan ejaan dan tidak banyak ditemukan kalimat rancu dan pemborosan kata atau kalimat tidak singkat. Pada penelitian ini, peneliti hanya meneliti bahasa jurnalistik pada rubrik Citizen Journalism Tribun Bali ditinjau dari segi unsur bahasa yang singkat dan gramatikal. Karena keterbatasan peneliti, masih ada karakteristik yang luput dari penelitian ini. Dalam bahasa jurnalistik, masih banyak karakteristik yang harus dipenuhi oleh pewarta. Karakteristik yang luput dari penelitian ini, diantaranya, sederhana, padat, lugas, jelas, jernih, menarik, demokratis, populis, logis, menghindari kata tutur, menghindari kata dan istilah asing, pilihan kata (diksi) yang tepat, pengutamakan kalimat aktif, menghindari kata atau istilah teknis, dan tunduk pada kaidah etika. Oleh karena itu, penelitian terkait bahasa jurnalistik pada tulisan warga perlu dilakukan, mengingat pewarta warga bukanlah wartawan secara formal yang telah mengantongi ilmu bahasa jurnalistik. PENUTUP Ada dua hal yang menjadi simpulan dalam penelitian ini. Pertama, keterbatasan ruang yang disediakan surat kabar membuat pewarta harus menerapkan karaktersitik singkat, tanpa mengurangi informasi penting dalam laporan peristiwa. Berdasarkan analisis, bahasa yang digunakan pewarta warga dalam rubrik Citizen Journalism Tribun Bali belum sepenuhkan sesuai dengan karakteristik singkat. Peneliti menemukan 43 data atau 15,3% data yang tidak sesuai dengan karakteristik singkat. Pada karakteristik singkat, aspek kesalahan terjadi pada pemakaian kata mubazir sebanyak 26
buah, pemakaian kata dan kalimat rancu sebanyak 11 buah, kesalahan pada pemakaian kata sambung sebanyak 3 buah, pemakaian kata depan 2 buah, dan hanya ada 1 data yang menggunakan hiponimi. Akan tetapi, tidak ditemukan aspek kesalahan pengulangan subjek dan pemakaian akronim. Kedua, tulisan pewarta warga dalam rubrik Citizen Journalism Tribun Bali belum sepenuhnya sesuai dengan karakteristik gramatikal. Pada edisi 1 – 29 Februari 2016, peneliti mengakumulasikan 281 kalimat. Dari keseluruhan data tersebut, terdapat 130 data atau 46% data yang tidak gramatikal. Kesalahan penggunaan ejaan sebanyak 95 buah, penggunaan kalimat tidak efektif sebanyak 25 buah, penggunaan kata-kata tidak baku sebanyak 7 buah, dan yang mengalami aspek kesalahan kaidah tata bahasa normatif sebanyak 3 buah. Dari penelitian ini, ada beberapa saran dari peneliti mengenai bahasa jurnalistik, yaitu (1) hendaknya pewarta tetap mempelajari kaidah atau karakteristik bahasa jurnalistik serta belajar mengenai penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, (2) bagi tim redaksi, terutama editor, agar tidak tergesa-gesa dan lebih memperhatikan tulisan pewarta warga, sehingga tulisan sesuai dengan karakteristik bahasa jurnalistik, (3) praktisi dalam bidang kebahasaan maupun bidang jurnalistik hendaknya memberikan pembinaan mengenai bahasa jurnalistik di masyarakat, instansi pemerintahan, maupun kelompok atau komunitas di masyarakat, (3) bagi pendidik, khususnya guru Bahasa Indonesia, penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk mengajarkan siswa mengenai penulisan berita, terutama dalam membimbing ekstrakurikuler jurnalistik, (4) bagi mahasiswa/i, peneliti berharap mahasiswa/i mempelajari dan menguasi bahasa jurnalistik, terutama mahasiswa yang mengambil konsentrasi jurnalistik yang akan berkecimpung dalam dunia pers, dan (5) bagi peneliti lain, mengingat keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti, penelitian ini hanya dilakukan pada karakteristik singkat dan gramatikal. Masih banyak karaktersitik yang luput dari perhatian peneliti. Oleh karena itu, penelitian terkait bahasa
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 jurnalistik pada dilakukan.
tulisan
warga
perlu
DAFTAR PUSTAKA Anwar, Rosihan. 2004. Bahasa Jurnalistik Indonesia & Komposisi. Yogyakarta: Media Abadi. Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. (online:http://bali.tribunnews.com/2015/04/ 28/kamu-wajib-kontrol-fasilitasumum-caranya-kirim-tulisanmu-kekami. diakses pada 11 April 2015). Rosyadi, Zabrina. 2011. Analisis Penerapan Bahasa Jurnalistik Berita Utama Empat Lawang Ekspress Edisi 2010. Skripsi (tidak diterbitkan). Konsentrasi Jurnalistik, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN syarif Hidayatullah. Suandi, I Nengah, dkk. 2011. Buku Ajar Aplikasi Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi Berorientasi Integrasi Nasional dan Harmoni Sosial. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Sudiara, I Nyoman Seloka. 2006. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Modul (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Sumadiria, Haris. 2010. Bahasa Jurnalistik Panduan: Praktis Penulis dan
Jurnalis. Bandung: Rosdakarya.
PT
Remaja
Suparyo, Yosi dan Bambang Muryanto. 2011. Pewarta Warga. Yogyakarta: Combine Resource Institution. Susanti, Ratna.2012. EYD Klaten: CV Sahabat.
Terbaru.
Syafputri, Rina. 2014. Bahasa Indonesia Ragam Jurnalistik Pada Pemberitaan Politik di Media Online Rol (Republika Online) Pada Tanggal 130 Juni 2013. Skripsi (tidak diterbitkan). Program Studi PBSI, Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Seni, FKIP, Universitas Bengkulu. Tebba, Sudirman. 2005. Jurnalistik Baru. Ciputat: Penerbit Kalam Indonesia. Wendra, I Wayan dan I. B. Putrayasa. 2015. “Penggunaan Bahasa Jurnalistik dalam Penulisan Headline Berita: Kajian Penelusuran Antara Kepentingan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Kepentingan Bisnis”. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Ganesha. Zarnilla. 2014. Karakteristik Bahasa Jurnalistik Berita Utama Surat Kabar Harian Padang Ekspres. Skripsi (tidak diterbitkan). Prodi Pendididikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat.