Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
BAHAN RESES FPG DPR RI MASA SIDANG II TAHUN 2009-2010
KOMISI I : Bidang Pertahanan, Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika, BIN, Lemsaneg No 1.
2.
3.
Isu Aktual Penyempurnaan UU Otsus
Informasi dan Analisa
Komisi I DPR-RI dan tim peneliti dari LIPI sepakat bahwa UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua harus disempurnakan dan dilakukan penajaman agar dapat diimplementasikan secara optimal. Implementasi UU ini harus dilakukan, mengingat otonomi khusus tersebut adalah solusi yang sampai saat ini masih dianggap merupakan penyelesaian yang tepat terhadap berbagai masalah yang terjadi di Papua Usulan UU Industri Strategis Komisi I DPR-RI dan direksi BUMNIS sepakat perlu adanya UU Bidang Pertahanan Keamanan Industri Strategis bidang Pertahanan dan Kemanan. Dalam UU tersebut, diatur pula mengenai penggunaan kandungan lokal (local content) minimal 40% dan pemanfaatan industri dalam negeri dalam menunjang kebutuhan Alutsista TNI/Polri Penyelesaian Masalah Papua Dalam rangka penyelesaian masalah Papua yang kompleks, Komisi I DPR-RI dan tim peneliti dari LIPI sepakat bahwa perlu adanya dialog yang berlandaskan rasa saling percaya di antara pemerintah pusat dan masyarakat Papua, dan sebaliknya. Untuk itu, disepakati pula perlu diterapkan Papua Road Map (Peta Jalan Papua). Dalam Papua Road Map tersebut, LIPI menawarkan penyelesaian Papua dari empat sudut masalah, yaitu kegagalan pembangunan, marginalisasi dan diskriminasi, sejarah dan status politik, serta kekerasan negara dan pelanggaran HAM.
Sikap Fraksi Secara prinsipil, FPG memandang UU Otonomi khusus masih relevan dengan permasalahan di Papua. FPG mendukung usulan penajaman UU Otonomi khusus dengan memperhatikan berbagai kesulitan implementasi yang selama ini terjadi dalam otonomi khusus. FPG memandang pengembangan BUMNIS harus memiliki landasan yang kuat melalui Undang-undang agar Pemerintah memiliki kekuatan untuk lebih berpihak menggunakan produk dalam negeri dalam penyediaan alutsista. FPG mendukung dialog yang saling percaya antara Pemerintah Pusat dan masyarakat Papua sebagai bagian dari sesama anak bangsa. FPG juga mendukung segala upaya yang memudahkan terjadinya solusi yang tuntas atas masalahmasalah Papua.
TIM AHLI FPG DPR RI
1
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
4.
5.
Pemberdayaan Industri Strategis Dalam Negeri
a. Untuk memberdayakan BUMNIS di bidang Pertahanan Nasional, Komisi I DPR-RI dan BUMNIS sepakat perlu diterapkan persyaratan penggunaan local content minimal 40% dan pemanfaatan industri dalam negeri. b. Pemberdayaan BUMNIS harus diprioritaskan minimal dilakukan secara bertahap mulai dari suku cadang dan sumber daya pemeliharaan alat tempur. c. Berkaitan dengan keterbatasan anggaran, Komisi I DPR-RI akan mengusulkan kepada Menteri Keuangan, sebagai kuasa pemegang saham pemerintah pada BUMNIS, agar anggaran BUMNIS ditingkatkan, sehingga dapat menunjang bidang pertahanan dan intelijen. BUMNIS yang anggarannya akan ditingkatkan adalah PT PINDAD, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT LEN Indonesia, PT Dahana, dan Lapan. Efisiensi dan Efektifitas Dana Komisi I DPR-RI akan meminta pemerintah agar efisien dan efektif Pembangunan Papua dalam menggunakan dana pembangunan di Papua guna menghindari kemungkinan terjadinya penyalahgunaan keuangan negara dan praktik korupsi.
FPG mendukung pemberdayaan BUMN strategis baik dalam anggaran, persyaratan local content maupun dalam hal penguatan payung hukum.
FPG mendukung efisiensi dan efektivitas penggunaan dana pembangunandi Papua agar dana otonomi khusus yang jumlahnya besar dapat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat Papua.
KOMISI II : Bidang Pemerintahan Dalam Negeri, Otonomi Daearah, Aparatur Negara dan Agraria No
Isu Aktual
1.
System Manajemen Daya Manusia
2.
Tata Kerja dan Ombudsman
Informasi dan Analisa
Sumber Dalam rangka mendukung fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman, Komisi II mendorong kepada Ombudsman untuk segera menyusun system manajemen sumber daya manusia termasuk melakukan koordinasi dengan Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam menyusun struktur organisasi, fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawab Sekretariat Jenderal Ombudsman Mekanisme Komisi II meminta kepada Ombudsman segera membuat tata kerja dan mekanisme mengenai proses penyelesaian pengaduan masyarakat termasuk dalam melakukan haknya untuk pemanggilan paksa (subpoena power) terhadap pihak yang tidak melaksanakan rekomendasi
Sikap Fraksi FPG mendukung upaya Ombudsman untuk segera menyusun system manajemen sumber daya manusia dan Reformasi Birokrasi dalam menyusun struktur organisasi, fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawab Sekretariat Jenderal Ombudsman FPG meminta agar Ombudsman segera membuat tata kerja dan mekanisme mengenai proses penyelesaian pengaduan masyarakat termasuk dalam melakukan haknya untuk pemanggilan paksa (subpoena power) terhadap pihak yang tidak melaksanakan rekomendasi, sehingga diharapkan fungsi pelayanan publik aparat akan lebih meningkat lagi. TIM AHLI FPG DPR RI
2
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
3.
4.
5.
Perwakilan Daerah Ombudsman Untuk mendukung tugas dan fungsi Ombudsman dalam kegiatan RI pelayanan public di daerah, Komisi II mendorong kepada Ombudsman untuk segera membentuk perwakilan di daerah yang bersifat hirarkis menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Mengingat keberadaan Ombudsman di daerah sangat dibutuhkan dalam upaya menangani permasalahanpermasalahan daerah Grand Design dan Road Map Terkait dengan reformasi birokrasi, pandangan dan masukan dari Reformasi Birokrasi LAN merupakan bagian penting bagi Komisi II dalam mengawal jalannya reformasi birokrasi sekaligus sebagai bahan untuk pengawasan bagi penyelesaian Grand Design dan Road Map reformasi birokrasi yang disusun Pemerintah, khususnya yang terkait dengan substansi besrikut, antara lain: a. Ada prioritas lembaga yang direformasi, yaitu lembaga yang terkait dengan keuangan, lembaga yang terkait dengan pelayanan dan lembaga yang terkait dengan penegakan hukum. b. Ada 5 (lima) pilar Undang-undang yang penting, yaitu UU Pelayanan Publik, UU Kementerian Negara, UU Administrasi Pemerintahan, UU Kepegawaian Negara dan UU Kode Etik Penyelenggaraan Negara. c. Komisi II meminta kepada LAN untuk segera memberikan hasil kajian terhadap Revisi Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, RUU Administrasi Pemerintahan, dan RUU Etika Penyelenggaraan Pemerintahan. Masukan LAN tentang Revisi - Terkait dengan Revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 UU Nomor 22 Tahun 2007 dan tentang Penyelenggaraan Pemilu. Komisi II memberikan apresiasi atas pandangan dan masukan dari LAN, dan selanjutnya akan menjadi bahan masukan bagi Komisi II untuk penyempurnaan undang-undang tersebut, antara lain pandangan tentang hal-hal berikut: a. Rekruitmen anggota KPU dan BAWASLU diperbaiki sekaligus memperkuat kesekretariatan b. Manajemen penyelenggaraan Pemilu agar diperbaiki c. Pemilihan Gubernur tetap melalui Pemilu Kepala Daerah langsung, yang perlu ditata adalah jadwal Pemilu Kepala Daerah dalam 1 (satu) provinsi agar bisa serentak
FPG meminta agar Ombudsman segera membentuk perwakilan di daerah yang bersifat hirarkis menurut Undangundang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dalam rangka peningkatan upaya penanganan permasalahpermasalahan di daerah yang semakin banyak. FPG mendukung upaya Komisi II di dalam mengatasi hambatan dan pemecahan masalah Reformasi Birokrasi dengan perlunya disusun Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi secara utuh dan komperhensif.
FPG meminta kepada LAN agar hasil kajian, penelitian dan rekomendasi-rekomendasinya dapat segera di komunikasikan kepada pihak-pihak terkait agar dapat dimanfaatkan secara maksimal dan dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan oleh lembaga terkait, untuk itu perlu dipublikasikan
TIM AHLI FPG DPR RI
3
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
6.
Masukan LAN tentang Revisi - Komisi II memberikan apresiasi kepada LAN yang memberikan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan masukan untuk Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, antara lain substansi yang berkaitan dengan : a. Pemekaran daerah/pembentukan daerah otonom baru harus melalui proses terlebih dahulu menjadi daerah administrative b. Perlu persamaan persepsi bahwa PNS adalah perekat NKRI karena itu PNS menjadi urusan pemerintah pusat c. Wakil Kepala Daerah seyogyanya diberikan kepada pejabat karir d. Titi berat Otonomi Daerah ada ditingkat Kabupaten/Kota , titik berat Gubernur adalah sebagai wakil Pemerintah Pusat karena itu perlu menambah kewenangan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dengan perangkatnya e. Kecamatan diberi kewenangan sebagai pusat pelayanan masyarakat f. Gubernur agar lebih berperan untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan antar daerah, karena itu dalam soal DAK peranan Gubernur diperbesar Masukan LAN selanjutnya akan menjadi bahan kajian di Komisi II dalam rangka penyempurnaan undang-undang tersebut Konflik Yayasan Bina Setia Komisi II memberikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi DKI Indonesia Jakarta yang telah melakukan berbagai upaya penyelesaian dalam penyelesaian konflik yang terjadi antara pihak Yayasan Bina Setia Indonesia dengan masyarakat
7.
Permasalahan Pertanahan
8.
Pengangkatan Tenaga Honorer
FPG mengharapkan agar langkah-langkah yang telah dijalankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang telah melakukan berbagai upaya penyelesaian dalam penyelesaian konflik yang terjadi antara pihak Yayasan Bina Setia Indonesia dengan masyarakat di diteruskan sehingga penyelesaian konflik yang terjadi antara pihak Yayasan Bina Setia Indonesia dengan masyarakat bisa selesai secara menyeluruh dan permanen. FPG meminta agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat lebih meningkat kinerjanya dalam menyelesaiakan masalah pertanahan yang semakin lama semakin pelik. Disamping itu perlu upaya pencegahan sedini mungkin terjadinya pengalihan tanah-tanah lajur terbuka hijau, pedestrian, fasos, fasum, dan lapangan-lapangan olahraga untuk publik.
Komisi II meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk segera menyelesaikan masalah-masalah pertanahan yang terkait dengan HPL, HGU, dan HGB serta meminta kepada Sekretariat Tim Pertimbangan Usuran Tanah (STPUT) agar tetap konsisten dengan mekanisme dan pengelolaan tahan di DKI Jakarta, termasuk mencegah sedini mungkin terjadinya pengalihan tanah-tanah lajur terbuka hijau, pedestrian, fasos, fasum, dan lapangan-lapangan olahraga untuk publik. Terkait dengan pengangkatan Tenaga Honorer yaitu tenaga PTT dan FPG mendukung upaya Komisi II agar pemerintah TIM AHLI FPG DPR RI
4
dan
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
Guru Bantu menjadi PNS dilingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, baik sebgai Tenaga Guru dan Non Guru, Komisi II meminta agar tetap berpedoman pada Peraturan pemerintah tentang pengangkatan tenaga honorer yang sekarang dalam proses penyelesaian peraturan pemerintah sebagai payung hukumnya, sehingga bagi pegawai honorer yang telah memenuhi syarat harus segera diangkat, sedangkan tenaga honorer yang tidak memenuhi syarat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus tetap diakomodasi dengan pendekatan kesejahteraan
PEMDA DKI memberikan prioritas kepada tenaga honorer dan guru bantu yang telah memenuhi syarat harus segera diangkat menjadi PNS, sedangkan tenaga honorer yang tidak memenuhi syarat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus tetap diakomodasi dengan pendekatan kesejahteraan, serta terus melakukan peningkatan kemampuan baik dalam bidang keilmuan maupun bidang pendidikan. Berkenaan dengan rekrutmen PNS maka FPG berpendapat bahwa selain pengangkatan PNS baru, hendaknya pemanfaatan dan peningkatan kemampuan PNS yang telah ada, serta penyebarannya secara merata perlu dilakukan, sedang pengangkatan PNS baru hendaknya difokuskan pada tenaga kesehatan dan guru. FPG mendukung upaya Kementerian Dalam Negeri, KPU dan BAWASLU yang telah bersepakat mencari titik temu dalam menyelesaikan pembentukan Panwaslu Kepala Daerah tahun 2010, sehingga ada jaminan dari penyelenggara pemilu akan adanya pemilukada akan bisa berjalan dengan luber dan jurdil. FPG juga memahami ikhtiar KPU dan BAWASLU dalam mengatasi kevakuman pengawasan dalam Pemilu Kepala Daerah dengan membuat kesepakatan bersama.
9.
Penyelesaian pembentukan Komisi II memberikan apresiasi kepada Kementerian Dalam Negeri, Panwaslu Kepala Daerah tahun KPU dan BAWASLU yang telah bersepakat mencari titik temu 2010 dalam menyelesaikan pembentukan Panwaslu Kepala Daerah tahun 2010
10.
Upaya mengatasi kevakuman Komisi II memahami ikhtiar KPU dan BAWASLU dalam mengatasi pengawasan dalam Pemilu kevakuman pengawasan dalam Pemilu Kepala Daerah dengan Kepala Daerah membuat kesepakatan bersama
11.
Surat Kesepakatan Bersama KPU dan BAWASLU harus mematuhi dan mentaati hasil antara KPU dan BAWASLU kesepakatan Rapat Pembahasan Pembentukan Pengawasan Pemilu Kepala Daerah yang difasilitasi Kementerian Dalam Negeri pada tanggal 11 Februari 2010 dan tanggal 16 Februari 2010 sesuai dengan surat edaran bersama tanggal 9 Desember 2009 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Komisi II meminta KPU dan BAWASLU agar kesepakatan tersebut ditungankan dalam Surat Kesepakatan bersama.
12.
Anggaran Pemilu Kepala Daerah Komisi II meminta kepada Menteri Dalam Negeri untuk memastikan FPG juga meminta Menteri Dalam Negeri agar memastikan 2010 malalui APBD ketersediaan anggaran Pemilu Kepala Daerah 2010 malalui APBD. ketersediaan anggaran Pemilu Kepala Daerah 2010 malalui APBD sehingga tidak ada perasaan pesimis terhadap berlangsungnya pemilukada sesuai jadwal yang sudah ada. Koordinasi dan Komunikasi Komisi II meminta kepada KPU dan Kementerian Dalam Negeri FPG mendukung upaya Komisi II agar Depdagri segera
13.
FPG meminta KPU dan BAWASLU agar kesepakatan tersebut dituangkan dalam Surat Kesepakatan bersama dan akan dijalankan oleh keduanya secara konsisten dan proporsional.
TIM AHLI FPG DPR RI
5
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
dalam proses pemutakhiran data sesuai dengan kewenangannya sampai jajaran tingkat bawah lebih pemilih meningkatkan koordinasi dan komunikasi dalam proses pemutakhiran data pemilih mulai dari DP4 sampai menjadi DPT dalam Pemilu Kepala Daerah dilaksanakan dengan cermat dan hatihati sehingga menghasilkan DPT yang akurat.
melakukan penataan Adminduk dan melakukan evaluasi terhadap peran dan tanggung jawab DEPDAGRI dan Pemerintah Daerah, serta segera menyelesaikan pemberian Nomor Induk kependudukan (NIK) bagi setiap penduduk dan pembangunan, dalam rangka mendukung upaya pemutakhiran data pemilih sehingga menghasilkan DPT yang akurat.
14.
KPU dan BAWASLU harus mengedepankan kepentingan publik dan meninggalkan ego sektoral
Komisi II mendesak kepada KPU dan BAWASLU agar meningkatkan kinerja yang lebih profesional terhadap semua pentahapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dengan mendahulukan kepentingan publik dan meninggalkan ego sektoral masing-masing lembaga
FPG meminta kepada Kementerian Dalam Negeri bekerjasama dengan KPU dan BAWASLU terus menyempurnakan penyelesaian (regulasi, anggaran, DPT, pengawasan, personil, mis-interpretasi surat edaran dan lainlain) permasalhan tentang Pemilu Kepala Daerah, berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat, etika demokrasi, dan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
15.
Komisi II akan melakukan Sesuai fungsi pengawasan Komisi II akan melakukan monitoring monitoring dalam secara dekat di berbagai daerah yang menyelenggarakan Pemilu penyelenggaraan Pemilu Kepala Kepala Daerah. Daerah.
16.
Penataan Lembaga Negara Non Komisi II memberikan apresiasi terhadap kinerja Sekretariat Negara Struktural (LNS) dalam penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah secara kualitatif bukan hanya kuantitatif yang melampaui target awal yang ditetapkan, penataan dan perampingan kelembagaan Sekretariat Negara serta langkah-langkah yang telah, sedang dan akan ditempuh Sekretariat Negara dalam penataan Lembaga Negara Non Struktural (LNS) selambat-lambatnya pada akhir tahun 2010. Komisi II mendorong agar kinerja ini dipertahankan dan ditingkatkan untuk masa yang akan datang, sehingga dapat mendorong efisiensi dan efektifitas pemerintahan dalam pengambilan kebijakan. Rencana Program Pembelian Dalam hal rencana program pembelian pesawat kepresidenan, Pesawat Kepresidenan Komisi II meminta agar Sekretariat Negara menyampaikan penjelasan tertulis secara lebih terperinci mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan pengadaan pesawat kepresidenan, terutama spesifikasi teknis, biaya pemeoiharaan, biaya asuransi dan biaya-biaya
FPG mendukung pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan oleh Komisi II di berbagai daerah dengan melakukan monitoring secara dekat yang menyelenggarakan Pemilu Kepala Daerah.Diharapkan dengan langkah tersebut permasalahan terkait dengan penyelenggaraan pemilu akan diatasi dengan segera. FPG mendukung penataan dan perampingan kelembagaan Sekretariat Negara serta langkah-langkah yang telah, sedang dan akan ditempuh Sekretariat Negara dalam penataan Lembaga Negara Non Struktural (LNS). Diharapkan kinerja ini dipertahankan dan ditingkatkan untuk masa yang akan datang, sehingga dapat mendorong efisiensi dan efektifitas pemerintahan dalam pengambilan kebijakan
17.
FPG meminta berkenaan dengan rencana program pembelian pesawat kepresidenan agar Sekretariat Negara menyampaikan penjelasan tertulis secara lebih terperinci mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan pengadaan pesawat kepresidenan, terutama spesifikasi teknis, biaya TIM AHLI FPG DPR RI
6
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
terkait lainnya. 18.
pemeoiharaan, biaya asuransi dan biaya-biaya terkait lainnya.
Regulasi Dasar Hukum dan Kebijakan program dan kegiatan yang dilakukan pemerintah Mekanisme Pengeluaran Perpu mestinya didukung oleh regulasi dasar hukum yang kuat. Dalam hal ini Komisi II meminta Sekretariat Negara agar mengidentifikasi dan menginventarisasi kebijakan, program dan kegiatan pemerintah yang tidak didukung oleh regulasi yang kuat dan segera mencari solusinya. Khusus terkait dengan perpu, komisi II mendesak pemerintah agar benar-benar selektif dalam mengeluarkan perpu sesuai dengan hal ihwal kegentingan yang memaksa
FPG meminta agar Sekretariat Negara mengidentifikasi dan menginventarisasi kebijakan, program dan kegiatan pemerintah yang tidak didukung oleh regulasi yang kuat dan segera mencari solusinya, hal yang sama juga terhadap proses pengeluaran Perppu agar benar-benar selektif dalam mengeluarkan perpu sesuai dengan hal ihwal kegentingan yang memaksa.
KOMISI III : Bidang Hukum dan Perundang-Undangan, HAM dan Keamanan No 1.
Isu Aktual Status Kepemimpinan KPK ( Perpu No.4 Tahun 2009 tentang Perubahan UU.30 Tahun 2002 tentang KPK )
Informasi dan Analisa UUD 1945 dan UU No.10 Tahun 2004 memberikan kewenangan kepada pemerintah (Dalam hal ini Presiden) untuk membentuk Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang), secara hierarki peraturan perundang-undangan Perpu memiliki posisi setingkat dengan UU dimana lembaga negara yang memiliki kekuasaan membentuknya adalah DPR. UUD 1945 memberikan kewenangan ini dengan catatan bahwsannya perpu yang dikeluarkan akan dibahas oleh DPR pada masa sidang berikutnya, pembahasan ini utamnay adalah untuk menentukan apakah DPR akan menerima atau menolak Perpu yang dikeluarkan pemerintah. Adapun yang harus diperhatikan adalah seluruh kebijakan yang telah diambil berdasarkan perpu yang dikeluarkan tersebut tetap berlaku walaupun kemudian DPR menolak Perpu tersebut. Kaitannya dengan Partai Golkar adalah tentunya apabila Perpu yang dikeluarkan tersbut tidak mengganggu kepentingan Partai Golkar bahkan memfasilitasi kepentingan Partai Golkar adalah suatu hal yang positif yang menjadi permasalahan adalah apabila sebaliknya, oleh karena itu selurh kader Partai Golkar khususnya yang berada didalam ranah eksekutif harus betul-betul waspada untuk mengantisipasi hal ini. Terkait dengan kepemimpinan KPK saat ini dibentuk berdasarkan Perpu No. 4 Tahun 2009 yang intinya berisi kewenangan Presiden untuk
Sikap Fraksi Sikap Fraksi Partai Golkar menolak perpu ini. Dengan alasan apabila Perpu ini diterima maka akan menjadi sebuah alat penyelundupan hukum bagi kekuasaan eksekutif untuk bertindak sewenang-wenang. Hal ini telah terbukti dengan rangakaian kasus “Cicak-Buaya” beberapa waktu yang lalu.
TIM AHLI FPG DPR RI
7
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
2.
Pemilihan Hakim Agung
mengangkat sementara pimpinan KPK atas kondisi kekosongan kepemimpnan KPK, kemudian berdasarkan Perpu tersebut terpilihlah Tumpak Panggabean, Waluyo dan Mas Ahmad Santosa sebagai pimpinan KPK. Perpu tersebut sebagaimana di atur didalam UUD 1945 akan dibahas pada DPRRI persidangan berikutnya, akan tetapi dikarenakan jadwal pembahasan sidang baru masuk bulan Januari 2010-Maret 2010, maka Perpu tersebut baru bisa dibahas saat ini, sedangkan begitu banyak kebijakan Pemerintah yang sudah dikeluarkan berdasarkan Perpu tersebut. Termasuk didalamnya Kepres pemberhentian Bibit-Chandra dan Kepres pengangkatan Sementara Mas Ahmad Santosa-Tumpak Panggabean-Waluyo. Status Kepemimpinan KPK bisa dilihat keabsahannya dari Kepres yang dikeluarkan. Bagaimana Bunyi Kepres tersebut entah itu Kepres Pemberhentian Sementara Bibit-Chandra apakah didalamnya ada pernyataan waktu berlaku Kepres ini atau tidak ? kalau memang tidak ada keterangan waktu maka diperlukan Kepres pengangkatan kembali. Begitu pula Kepres pengangkatan Mas Ahmad Santosa dan Waluyo. Untuk Tumpak Panggabean dikarenakan mengganti posisi Antasari sebagai Ketua KPK tetap berlaku terus dikarenakan didalam asas hukum berlaku asas tidak berlaku surut, hal ini dikarenakan Keputusan MK, yang intinya mengatur berhentinya masa jabatan pimpinan KPK dapat diberlakukan apabila telah berkekutan hukum tetap bersalah di dalam pengadilan, keluar setelah Antasari ditetapkan menjadi terdakwa. Selain itu amar putusan MK mengecualikan hal ini untuk posisi Antasari. Pada tanggal 19 Februari 2010, Komisi III DPRRI telah memilih 6 Fraksi Partai Golkar menerima dan mendukung hakim agung orang dari 20 orang calon Hakim Agung menjadi Hakim Agung MA. terpilih dan memang hakim agung terpilih merupakan pilihan Ke-6 orang tersebut adalah Suryajaya (hakim ad hoc pada Pengadilan dari Fraksi Partai Golkar Tinggi DKI Jakarta) dengan 42 suara, Salman Luthan (staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia) dengan 55 suara, Supandi (hakim karier yang saat ini menjabat Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mahkamah Agung) dengan 45 Suara, Achmad Yamanie (Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin) dengan 39 suara, Soltony Mohdally (Ketua PT Banjarmasin) dengan 53 suara, dan Yulius (hakim tinggi Tata Usaha Negara Jakarta) dengan 50 suara. Poksi III FPG DPRRI dalam proses pemilihan Hakim Agung ini membentuk sebuah Tim kecil yang beranggotakan 2 orang TIM AHLI FPG DPR RI
8
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
3.
4.
anggota yaitu H.Nudirman Munir dan Andi Rio Padjalangi. Selain memperhatikan aspek integritas dan intelektualitas terkait bidang hukum, calon hakim agung pilihan fraksi partai golkar harus terukur dengan baik keberpihaknnya kepada partai gollkar minimal kepentingan partai golkar bisa dikomunikasikan secara baik kepadanya. Kasus Bank Century KPK masih terus menyelidiki skandal kasus Bank Century. Penyelidikan kasus yang merugikan negara sekitar Rp 6,7 triliun ini bakal dibagi tiga fase. "Kita lihat ada tiga fase dalam penanganan kasus ini,”terang Wakil Ketua Bidang Penindakan Chandra M Hamzah. Sementara itu Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto menerangkan,penuntasan skandal kasus Bank Century ini telah dikoordinasikan bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan serta BPK sekitar Juni lalu. Maka,lanjut Bibit,KPK terus akan memakai data hasil audit serta temuan kedua lembaga itu untuk penyelidikan.KPK juga mengklasifikasikan sembilan temuan pada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan. “KPK mengklasifikasi apakah masuk pada tipikor atau terjadi perbankan atau money laundering karena Bank Century adalah swasta,"terang juru bicara KPK Johan Budi SP. Yang menjadi catatan adalah pasal 3 UU No.31 tahun 1999 tentang TIPIKOR bahwasannya Penyalahgunaan kewenangan yang dapat menyebabkan kerugian negara dikategorikan juga berupa tindakan pidana korupsi. KPK mengacu pasal 11 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Disebutkan jika KPK berwenang mengusut tipikor yang melibatkan penyelenggara negara atau penegak hukum. Johan menegaskan, kasus Bank Century ini akan ditangani satu tim yang beranggotakan lebih dari 10 orang penyidik KPK. PPNS & POLRI ( Penyidik PNS Menurut KUHAP pasal 1 butir 1 dan pasal 6 PPNS mendapatkan Dirjen Pajak) kewenangannya sebagai penyidik bersama-sama dengan Polri. Begitu pula diatur didalam UU.No.2 Tahun 2002 tenang Kepolisian RI yang mengatur posisi PPNS sebagai salah satu pihak yang mengemban tugas Penyidikan. Yang harus dicatat adalah sampai sejauh mana peranan PPNS didalam proses penyidikan tergantung Undangundang yang mengatur lebih lanjut tentang peranan PPNS tersebut. Adapun menurut UU. No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) pasal 1 butir 32 PPNS merupakan pihak yang diberi kewenangan didalam proses penyidikan tindak pidana pajak.
Sikap Fraksi Partai Golkar (FPG) tegas dan jelas tentang kasus ini, membuka seterang-terangnya dan mendorong agar dilakukan langkah lebih lanjut yaitu langkah hukum terhadap pihak yang bertanggung jawab. Bahkan pada pembacaan pandangan pansus FPG jelas menyebutkan Pihak (Instansi), Jabatan, Inisial dan Kepanjangannya dari pihak yang bertanggung jawab
FPG mempertanyakan MoU tersebut sekaligus mempertanyakan Polri apakah keterlibatannya didalam proses kasus tindak pidana pajak tidak menyalahi kewenangannya?mengingat bahwa satu-satunya penyidik didalam tindak pidana pajak adalah PPNS dan peran Polri hanya fasilitator penyerahan laporan penyidikan PPNS kepada Penuntut umum (Kejaksaan).
TIM AHLI FPG DPR RI
9
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
5.
Mafia Hukum (Kejaksaan)
6.
HAM
7.
Perlindungan Saksi & Korban
UU.No.28 Tahun 2007 tentang KUP pasal 43 ayat (3) menyebutkan PPNS menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Polri. Jadi Polri berperan sebagai “fasilitator” hasil penyidikan PPNS kepada Penuntut umum untuk penyidikan tindak pidana perpajakan. Baru-bari ini Depkeu dan Polri menandatangani sebuah MoU yang mengatur tentang koordinasi antara Depkeu dan Polri terhadap pihak-pihak (wajib pajak) yang terindikasi melakukan tindak pidana pajak. Pada tanggal 8 Februari 2010 diadakan rapat kerja komisi 3 DPRRI dengan Kejaksaan RI, pada pertemuan tersebut Komisi 3 mempermasalahkan pemberantasan mafia hukum di tubuh kejaksaan, dan kejaksaan menjawab sudah memiliki strategi yang tepat untuk memberantasnya. Jaksa Agung menyatakan mafia hukum terjadi karena ada niat dan kesempatan, oleh karena itu diperlukan pembinaan dan perbaikan di berbagai lini termasuk kesejahteraan dan reformasi birokrasi dimana pada beberapa kesempatan pertemuan sebelumnya jaksa agung mengajukan penambahan anggaran 10 Milyar untuk keperluan tersebut. Pada tanggal 11 Februari 2010 Komisi 3 DPRRI mengadakan rapat dengar pendapat dengan Komnas HAM dimana pada pertemuan tersebut Komisi 3 mendesak Komnas HAM untuk menyusun Naskah Akademik tentang pendekatan dan falsafah HAM yang memiliki jangkauan jangka panjang dan sistemik sebagai bahan untuk mengoptimalkan fungsi Komnas HAM ke berbagai pihak, termasuk dalam hal ini terhadap pelaksanaan fungsi pemerintahan negara di bidang eksekutif, legislatif dan yudisial. Komisi 3 juga mendesak Komnas HAM untuk menyusun Proker secara optimal agar mendapat dukungan penuh dari komisi 3 dalam penyusunan anggaran Komnas HAM berdasarkan Kinerja. Komisi 3 mendesak Komnas HAM untuk menenuntaskan berbagai kasus-kasus HAM yang belum terelesaikan sesuai dengan kewenangan yang ada pada komnas HAM. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengeluhkan kondisi anggaran yang memadai untuk mensupport Tupoksinya agar maksimal. LPSK mengusulkan agar unit satuan kerjanya dibuat tersendiri tidak lagi bergabung dengan Setneg.
FPG mendesak kejaksaan agar berbenah diri terhadap maraknya mafia hukum yang berada di lingkungan Kejaksaan
Selain FPG bersikap sesuai dengan sikap Komisi III, FPG juga mengapresiasi Komnas HAM yang berjuang menegakkan HAM di Indonesia, bahkan khususnya sikap Komnas HAM menggandeng mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla dalam menangani kasus HAM di PAPUA.
FPG mendesak LPSK untuk mempercepat penguatan kelembagaan dengan cara melakukan kegiatan capacity building berupa penyusunan peraturan Organisasi Tata Laksana (Ortala), manajemen SDM serta melakukan sosialisasi lembaga LPSK itu sendiri kepada masyarakat. FPG TIM AHLI FPG DPR RI 10
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
8.
Mafia Hukum (MK&KPK)
9.
Penanganan Perkara Pilkada
10.
Fasilitas Mewah dalam LAPAS (Depkumham)
mendesak LPSK melakukan peningkatan pengawasan Internal Beberapa waktu yang lalu Satgas Pemberantasan Mafia Hukum FPG mendukung setiap gerakan untuk menghabisi Mafia melakukan koordinasi dengan Mahkamah Konstitusi. Dalam hukum di Indonesia. pertemuan tersebut, Ketua MK Mahfud MD juga menyerahkan datadata dugaan adanya mafia hukum di KPK. Data-data yang dimaksud termasuk nama tempat, tanggal transaksi, kuintansi serta alamat. Mahfud MD bersikeras tidak mau mengungkapkan lebih lanjut mengenai data yang sudah disampaikan. Sepanjang tahun 2010 diperkirakan akan berlangsung sekitar 244 FPG mendorong serta mendesak MK berbenah diri dan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) yang terdiri dari 7 menyiapkan mekanisme Case Management yang tepat untuk daerah tingkat provinsi dan 237 tingkat kabupaten/kota. Berdasarkan menangani kasus-kasus yang berhubungan dengan sengketa pengalaman MK menangani sengketa perselisihan hasil pemilihan Pemilu&Pilkada. umum (PHPU) selama ini, maka diprediksi sekitar 30-50% dari Pemilukada 2010 masih berpotensi menjadi sengketa yang akan dimohonkan kepada MK. Dengan asumsi demikian, maka sejumlah kurang lebih 73 s.d. 122 Pemilukada berpeluang masuk menjadi perkara di MK. Sementara itu, berbeda dengan batas waktu penanganan PHPU Legislatif yang bertenggat 30 hari kerja, maka Mahkamah hanya diberikan waktu hanya 14 hari kerja untuk memutus perkara Pemilukada sejak suatu permohonan diregistrasi di Kepaniteraan MK. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum beberapa waktu lalu melakukan FPG mendesak agar Depkumham berbenah diri, khususnya inspeksi mendadak ke beberapa Lapas. Dan ketika Satgas dalam hal penanganan narapidana didalam Lapas. FPG juga Pemebrantasan Mafia Hukum tersebut memeriksa di salah satu mendesak agar ditegakkan disiplin dan sanksi terhadap Lapas, ditemukan beberapa penghuni Lapas menghuni kamar yang pejabat di lingkungan Depkumham yang terlibat dalam dilengkapi beberapa fasilitas mewah. Sehingga dalam hal ini Satgas memfasilitasi narapidana tertentu didalam Lapas. Pemberantasan Mafia Hukum menaruh curiga terhadap oknum Lapas tersebut yang mengizinkan memberikan fasilitas mewah kepada penghuni Lapas. Kemudian isu ini berkembang sehingga menimbulkan kecurigaan dari masyarakat terhadap Lapas-Lapas di tempat lain
TIM AHLI FPG DPR RI 11
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
KOMISI IV : Bidang Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan dan Pangan No 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Isu Aktual
Informasi dan Analisa
Fungsi Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Komisi IV meminta Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) agar dalam merencanakan fungsi Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan tidak menciptakan birokrasi baru yang semakin memperpanjang proses perijinan bagi nelayan serta menciptakan terjadinya pungutan liar. Kapal Sitaan untuk Kepetingan Komisi IV merekomendasikan kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) agar kapal sitaan digunakan untuk kepentingan kapal pengawasan atau dihibahkan kepada kelompok nelayan, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku Roadmap dan Key Performance Komisi IV meminta Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Indicator (KPI) Kelautan dan Perikanan (PSDKP) membuat Roadmap dan Key Performance Indicator (KPI) sebagai tolak ukur keberhasilan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Peningkatan Program Komisi IV meminta Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulaupulau kecil meningkatkan program konservasi, rehabilitasi, dan mitigasi bencana pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil akibat abrasi, bencana alam, dan perusakan oleh aktivitas manusia Penerbitan Pemerintah Pengusaha (HP3)
Peraturan Komisi IV meminta Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulautentang Hak pulau Kecil untuk segera menyelesaikan terbitnya Peraturan Perairan Pesisir Pemerintah dan Peraturan Perundang-undangan lainnya atas UU Nomor 27 Tahun 2007. Komisi IV meminta peraturan pemerintah dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang implementasi hak pengusahaan perairan pesisir (HP3) dengan tetap mengutamakan kepentingan Negara dan menghidarkan konflik kepentingan Sosialisasi Peningkatan Komisi IV meminta Dirjen pengelolaan dan pemasaran hasil Konsumsi Makan Ikan perikanan lebih giat mensosialisasikan peningkatan konsumsi makan ikan perkapita. Komisi IV meminta Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan untuk menekankan peningkatan jaminan mutu dan keamanan produk perikanan
Sikap Fraksi FPG mendorong pengelolaan pelayanan satu atap (One Stop Services) dalam pelayanan perijinan usaha perikanan tangkap dan mendorong kerja sama aktif dengan TNI AL dalam pengamanan wilayah laut Indonesia FPG meminta Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) untuk melakukan inventarisasi kapal sitaan yang ada agar dapat digunakan untuk kepentingan pengawasan atau dihibahkan kepada nelayan, tetapi tetap memperhatiakan peraturan yang berlaku FPG mendukung Penggunaan Key Performance Indicator (KPI) dan Roadmap pada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) untuk memudahkan pengawasan dan efektifitas kerja untuk melindungi wilayah laut Indonesia FPG mendorong pengelolaan pesisir dan Pulau pulau kecil dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat melalui program pemberdayaan ekonomi masyarakat serta perlindungan dan konservasi terhadap wilayah pesisir dan pulau pulau kecil FPG meminta dalam penerbitan Peraturan Pemerintah khususnya terkait dengan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) sebagai amanah UU No.27 tahun 2007 harus benar – benar memperhatikan perlndungan terhadap hak – hak masyarakat pesisir serta kegiatan ekonomi nelayan dan pemberdayaan masyarakat. FPG mendorong sosialisasi peningkatan konsumsi makan ikan melalui berbagai program untuk peningkatan Gizi keluarga serta mencegah kemungkinan terjadinya loss generation. FPG juga mendukung penerapan standarisasi produk perikanan nasional untuk antisipasi penerapan TIM AHLI FPG DPR RI 12
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
7.
8.
Pelaksanaan Program PUAP dan Komisi IV DPR RI meminta Badan Pengembangan Sumber Daya LM3 Manusia Pertanian untuk menyerahkan laporan pelaksanaan program PUAP dan LM3 tahun 2009 kepada Komisi IV selambat – lambatnya 15 (Lima Belas Hari) sejak tanggal 28 Januari 2010. Untuk tahun 2009 program PUAP dilakukan di 10.000 desa/GAPOKTAN tersebar di 417 kabupaten/kota, di 33 propinsi, dana sebesar Rp. 1 Triliun. Program LM3 (Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat) pada tahun 2009 disalurkan Rp. 200 Milyar untuk 1.289 Unit LM3. Sistem Informasi Pasar Komisi IV DPR RI meminta Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pertanian Pemasaran Hasil Pertanian untuk menyediakan sistem informasi pasar yang mudah diakses petani dan melakukan standarisasi mutu hasil pertanian baik segar maupun olahan serta mendorong pertumbuhan industri pengolahan hasil pertanian
9.
Program Food Estate Dan Komisi IV meminta kepada Ditjen Peternakan, Ditjen Hortikultura Penghapusan Impor Jeroan dan dan Ditjen Tanaman Pangan bersinergi untuk mendukung program LQ Food estate berbasis kemitraan. Dan Komisi IV juga meminta kepada pemerintah untuk menghapus impor jeroan dan LQ
10.
Evaluasi ACFTA
dan
Implementasi Komisi IV DPR RI menyepakati RDP gabungan dengan komisi dan mitra terkait dalam rangka evaluasi pelaksanaan dan implementasi kesepakatan perdagangan bebas (FTA). Data trade balance (neraca perdagangan) produk pertanian dengan ASEAN-Cina, Indonesia masih meraih surplus US$ 2,2 miliar (nilai ekspor US$ 2,89 miliar dikurangi impor US$ 689,1 juta). Nilai surplus terbesar diperoleh dari sektor perkebunan, seperti minyak kelapa sawit dan turunannya, karet SIR 20, minyak dan lemak dari sayuran, karet lembaran, minyak kopra, biji cokelat (pecah, setengah pecah, dan mentah), serta gaplek iris dan kering sebesar US$ 2.756 miliar. Impor terbesar terjadi pada subsektor hortikultura, seperti bawang putih segar, buah apel, pir, serta kwini Mandarin segar, dan komoditas buah lainnya sebesar US$ 434,4 juta
perdagangan bebas dan perlindungan terhadap produk perikanan nasional. FPG mendorong dalam pelaksanaan program PUAP dan LM3 untuk tahun 2010 dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan dan transparansi. Hal ini diperlukan untuk memastikan program tersebut dapat dirasakan manfaatnya kepada masyarakat sebagai upaya peningkatan produksi pertanian khususnya di pedesaan untuk menwujudkan ketahanan pangan nasional FPG mendorong penyediaan Sistem Informasi pasar yang mudah diakses oleh petani untuk membantu petani dalam melakukan pemasaran hasil – hasil pertanian. FPG juga mendukung penerapan standarisasi mutu hasil pertanian untuk melindungi produk pertanian nasional dalam menghadapi pasar bebas. FPG mendukung penuh kebijakan untuk menghapus impor jeroan dan LQ dalam rangka mendukung program swasembada daging nasional serta mencegah penularan penyakit pada hewan akibat kebijakan impor tersebut. FPG juga mendukung program Food Estate di Merauke sebagai program peningkatan ketahanan pangan nasional. FPG meminta pemerintah secara serius untuk melindungi produk pertanian nasional dalam melakukan renegosiasi pelaksanaan China – ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) khususnya produk holtikultura. Hal ini merupakan upaya dasar untuk melindungi kepentingan petani nasional serta mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan sebagai sentra produksi pertanian nasional. FPG juga meminta kepada pemerintah untuk mempercepat penerapan SNI dan Sertifikasi halal bagi produk pangan impor sebagai upaya perindungan terhadap produk pangan nasional.
TIM AHLI FPG DPR RI 13
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
11.
Program Subsidi Benih, Cadangan Benih Nasional (CBN), Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Dan Bantuan Langsung Pupuk (BLP)
12.
Pembangunan Hutan Rakyat
13.
Program Konservasi Alam
14.
Komisi IV DPR RI meminta PT. Sang Hyang Seri dan PT. Pertani agar dalam melakukan penugasan program Subsidi Benih, CBN, BLBU dan BLP ditingkatkan kinerja pendampingan teknis dan pengawalan di lapangan sehingga penyalurannya lebih efisien, tepat waktu, dan tepat sasaran serta pelaporannya dengan menyertakan Key Performance Indicator (KPI) serta neraca dan rugi laba perusahaan selam 3 (tiga) tahun terakhir. Dan Komisi IV DPR RI meminta PT. Sang Hyang Seri dan PT. Pertani untuk mengurangi penggunaan benih hibrida impor dan mendukung program Farm Food Estate untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Komisi IV mendorong Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan RI agar meningkatkan pembangunan hutan rakyat dalam program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL), serta meminta Kementerian Kehutanan RI agar menyempurnakan regulasi tata niaga kayu hasil hutan rakyat.
FPG meminta dalam pelaksanaan program Subsidi Benih, Cadangan Benih Nasional dan Bantuan Langsung Bibit Unggul yang dilakukan oleh PT.Sang Hyang Seri dan PT. Pertani tahun 2010 dengan menerapkan prinsip – prinsip akuntabilitas, tranparansi dan pemerataan akses bagi petani dan peternak serta bersungguh – sungguh memperbaiki kinerja pelaksanaan program tersebut. FPG juga mendukung penggunaan benih hibrida lokal untuk mendukung program food estate serta peningkatan ketahanan pangan nasional. FPG mendorong Pemerintah khususnya Departemen Kehutanan untuk meningkatkan peran masyarakat sekitar hutan dalam program rehabilitasi hutan dan lahan dengan memberikan perlindungan terhadap kegiatan – kegiatan ekonomi untuk melakukan perlindungan dan rehabilitasi kawasan hutan FPG meminta Direktorat Jenderal perlindungan Hutan dan Konservasi Alam untuk bersungguh – sungguh mencegah kerusakan yang meluas terhadap kawasan semenanjung kampar Riau dan melakukan inventarisasi dan perlindungan terhadap Fauna yang ada di kawasan hutan Indonesia.
Komisi IV meminta Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kehutanan RI untuk memperhatikan secara khusus kelestarian lingkungan di Semenanjung Kampar Riau dan menyelesaikan persoalan harimau dan gajah liar di wilayah sumatera serta melakukan pencegahan dan pemberantasan perdagangan dan peredaran berbagai satwa langka yang dilindungi khususnya di Provinsi Maluku dan Papua Program Peningkatan Komisi IV meminta Direktur Jenderal Pengolahan Lahan dan Air Ketahanan Pangan Nasional untuk a. Melanjutkan program-program yang terkait dengan perbaikan infrastruktur pertanian, optimalisasi dan perluasan lahan pertanian, dan pengembangan Sistem of Rice Intensification (SRI), serta meminta Direktorat Jenderal Pengolahan Lahan dan Air untuk lebih berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum RI, Badan Pertanahan Nasional, dan Instansi terkait lainnya dalam usaha mengoptimalkan sumber daya lahan dan air untuk pertanian b. Program tahun 2010 harus mengacu pada hasil evaluasi program tahun 2009 dan perlu ada peningkatan pengawasan serta lebih mengedepankan program yang dapat
FPG mendukung program – program perbaikan infrastuktur pertanian serta perluasan lahan pertanian dengan melakukan koordinasi intensif dengan kementerian Pekerjaan umum dan Pertanahan Nasional sebagai upaya menjaga produksi pangan nasional dan mendukung swasembada pangan. FPG juga meminta Direktur Jenderal Pengolahan Lahan dan Air untuk melakukan pemetaan terhadap kebutuhan infrastruktur dan pengunaan lahan pertanian serta peningkatan pengawasan terhadap realisasi program tersebut. FPG mendukung program Food Estate sebagai kawasan peningkatan produksi pertanian nasional serta mendorong TIM AHLI FPG DPR RI 14
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
meningkatkan kesejahteraan petani.
perluasan program di daerah lain di Indonesia dengan memperhatikan kebutuhan pangan dan ketersediaan lahan yang ada.
c. Program Food Estate perlu diapresiasikan dalam menuju
Indonesia berswasembada pangan 2014, namun dalam pelaksanaannya harus lebih memperhatikan dan melibatkan petani/masyarakat setempat
15.
Program Revitalisasi Perkebunan
Komisi IV meminta Direktorat Jenderal Perkebunan untuk: a. Melanjutkan program revitalisasi perkebunan b. Peningkatan produksi gula (produktivitas dan perluasan area menuju swasembada tahun 2014 dan Gernas peningkatan mutu produksi kakao c. Program tahun 2010 harus mengacu pada hasil evaluasi program tahun 2009 dan perlu ada peningkatan pengawasan serta lebih mengedepankan program yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani
FPG meminta Direktur Jenderal Perkebunan untuk memperhatikan masalah konflik lahan yang ada di sekitar perkebunan dan mendorong perlindungan terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakt di sekitar area perkebunan. a. FPG mendorong program swasembada gula tahun 2014 melalui perluasan area perkebunan tebu dan peningkatan produktifitas dan kualitas pabrik gula nasional melalui peningkatan produktifitas perkebunan rakyat
KOMISI V : Bidang Perhubungan, Telekomonikasi, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, Pembangunan Pedesaan Dan Kawasan Tertinggal No 1.
Isu Aktual Pembangunan Infrastruktur sektor Pekerjaan Umum
Informasi dan Analisa Sehubungan dengan hasil rapat kerja tentang evaluasi program kerja pada sektor pekerjaan umum tahun 2009, Komisi V DPR RI menyatakan sikap sebagai berikut: 1. Meminta Kementerian Pekerjaan Umum untuk melakukan evaluasi dan audit terhadap proyek-proyek tertentu yang manfaatnya belum optimal dirasakan oleh masyarakat. Selanjutnya, hasil evaluasi dan audit tersebut disampaikan kepada Komisi V DPR RI. 2. Bersepakat dengan Kementerian Pekerjaan Umum untuk segera melakukan pengkajian atas program pembangunan jalan paralel sepanjang perbatasan negara dengan berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. 3. Meminta Kementerian Pekerjaan Umum menjadikan perencanaan tata ruang sebagai pedoman penyusunan program
Sikap Fraksi Fraksi Partai Golkar mendukung langkah Komisi V DPR RI melalui langkah-langkah sebagai barikut: 1. Hendaknya Kementerian Pekerjaan Umum, menyampaikan kepada Komisi V DPR RI tentang datadata terkait program/kegiatan Tahun Anggaran 2009 berdasarkan provinsi. 2. mendorong Kementerian Pekerjaan Umum untuk memprioritaskan pembagunan infrastruktur di wilayah perbatasan Mengingat wilayah tersebut merupakan kawasan strategis yang penuh dengan berbagai permasalahan: a) kondisi perekonomian masih relatif tertinggal, b) terjadi kesenjangan pembangunan kawasan perbatasan dengan negara tetangga, c) terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi (sarana TIM AHLI FPG DPR RI 15
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
internal Ke-PU-an, utamanya pada sektor Bina Marga, Sumber Daya Air dan Cipta Karya.
2.
Pembangunan Infrastruktur sektor Perhubungan
4.
Sehubungan dengan keterbatasan anggaran dalam penanganan jalan yang rusak, Komisi V DPR RI meminta Kementerian Pekerjaan Umum untuk menyiapkan tanda atau rambu pada jalan rusak yang belum dapat tertangani, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 24 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
5.
Meminta Kementerian Pekerjaan Umum untuk menyiapkan materi-materi yang terkait dengan rencana usul inisiatif DPR tentang revisi sejumlah Undang-undang yang menjadi domain Kementerian Pekerjaan Umum.
Sehubungan dengan hasil rapat kerja tentang evaluasi program kerja pada sektor perhubungan, Komisi V DPR RI menyatakan sikap sebagai berikut: Komisi V DPR RI mendukung Rencana Kerja Kementerian Perhubungan tahun 2010 guna mendukung aspek-aspek pelayanan, antara lain sebagai berikut: a. Keselamatan dan Keamanan Transportasi; b. Pelayanan Keperintisan; c. Pengembangan Kapasitas dan peningkatan Pelayanan Transportasi; dan d. Pengembangan Sumber Daya Manusia Komisi V DPR RI mendesak Kementerian Perhubungan untuk menyampaikan program percepatan penyelesaian berbagai peraturan pelaksanaan perundang-undangan, Kelembagaan, penyiapan SDM, dan perintah lain dalam masa transisi disertai
dan prasarana perhubungan, telekomunikasi, permukiman, perdagangan, listrik, air bersih, pendidikan, dan kesehatan). Keterbatasan tersebut menyebabkan minimnya kegiatan investasi, rendahnya optimalisasi pemanfaatan SDA, rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan, sulit berkembangnya pusat pertumbuhan, keterisolasian wilayah, ketergantungan masyarakat terhadap pelayanan sosial ekonomi dari negara tetangga, tingginya biaya hidup, serta rendahnya kualitas sumberdaya manusia. 3. Mendorong implementasi dibentuknya badan pengelola dana preservasi jalan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 22 Tahun 2009 Tentangg Lalulintas dan Angkutan Jalan. Dimana peruntukan dana preservasi ini adalah untuk pemeliharaan atau perbaikan kondisi jalan khususnya untuk jalan negara, provinsi dan kabupaten/kota. 4. Melakukan dengar pendapat dengan berbagai stakeholder yang berkaitan dengan rencana revisi undang-undang tentang: a) Jalan [UU No. 38 Tahun 2004] dan b) Jasa Konstruksi [UU No. 18 Tahun 1999]. Fraksi Partai Golkar mendukung langkah Komisi V DPR RI melalui langkah-langkah sebagai barikut: 1. Mendukung dan mendorong agar Komisi V DPR-RI untuk segera merespon rencana kerja kementerian Perhubungan Tahun 2010 khususnya untuk aspek keselamatan dan Keamanan Transportasi, pelayanan keperintisan, pengembangan kapasitas dan peningkatan pelayanan transportasi dan pengembangan sumberdaya manusia, sebagai mana yang sudah diamanatkan dari UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, UU No. 16 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan.
TIM AHLI FPG DPR RI 16
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
3.
4.
Sektor Perumahan Rakyat
Pembiayaan Perumahan Jangka Panjang
dengan jadual waktunya (Time Table) agar tujuan Road Map To Zero Accident dapat tercapai. Terkait pelaksanaan AFAS (Asean Framework Agreement on Trade in Services) di dalam Asean Free Trade Area (AFTA), Komisi V DPR RI meminta Kementerian Perhubungan untuk segera mengambil kebijakan yang mendorong penciptaan pelayanan efektif.
Sehubungan dengan hasil rapat kerja tentang evaluasi program kerja pada sektor perumahan rakyat, Komisi V DPR RI menyatakan sikap sebagai berikut: 1. Komisi V DPR RI meminta Kementerian Perumahan Rakyat untuk mengevaluasi dan melakukan kajian mendalam terhadap pembangunan Rusunawa, utamanya di daerah yang kurang padat penduduknya. Selain itu perlu adanya kajian lebih lanjut untuk merealokasikan anggaran-anggaran yang dinilai kurang efektif diarahkan pada peningkatan kuantitas dan kualitas pembangunan rumah swadaya. 2. Komisi V DPR RI mendorong dan mendukung Kementerian Perumahan Rakyat yang terus menerus melakukan upaya-upaya terobosan guna mempermudah dan mempercepat perijinan bagi pengembangan perumahan.
Komisi V DPR RI menyetujui usulan Kementerian Negara Perumahan Rakyat untuk melakukan perubahan skema pengembangan pembiayaan perumahan jangka panjang diantaranya dengan menyediakan dana murah menggunakan metode Blended
Fraksi Partai Golkar mendukung langkah Komisi V DPR RI melalui langkah-langkah sebagai barikut: 1. Mendorong dan mendukung kegiatan pengkajian terhadap penggunaan anggaran yang efektif dalam memenuhi kebutuhan perumahan untuk rakyat Indonesia di masa dating. 2. Mendorong upaya pengintegrasian materi perumahan, permukiman, rumah susun, Kasiba Lisiba, penyediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) termasuk juga penerapan pola pembangunan yang mengakomodir kepentingan pembangunan rumah menengah dan rumah sederhana selain rumah mewah (hunian berimbang), ke dalam strategi nasional pembangunan perumahan dan permukim. 3. Mendengarkan dan mengakomodir berbagai masukan terkait Revisi UU Nomer 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman. Masukan-masukan tersebut dapat bersumber dari Sesmen Kementerian Perumahan Rakyat, Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Direksi Perumnas, Direksi BTN, Asosiasi Pengembang Perumahan Seluruh Indonesia (APERSI), DPP Real Estate Indonesia (REI), Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Ikatan Ahli Perencana (IAP), Masyarakat Perduli Perumahan dan Permukiman Indonesia (MP3I), FPG DPR-RI mendukung Kementerian Negara Perumahan Rakyat untuk melakukan perubahan skema pengembangan pembiayaan perumahan jangka panjang diantaranya dengan menyediakan dana murah menggunakan metode Blended TIM AHLI FPG DPR RI 17
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
Financing. Komisi V DPR RI meminta agar kebijakan ini juga dapat memberikan kemudahan persyaratan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan masyarakat berpenghasilan tidak tetap yang selama ini dinilai kurang Bankable/mengalami kesulitan mendapatkan kredit perbankan.
Financing. Selanjutnya FPG DPR-RI berharap agar kebijakan ini dapat memberikan kemudahan persyaratan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan masyarakat berpenghasilan tidak tetap yang selama ini dinilai kurang Bankable/mengalami kesulitan mendapatkan kredit perbankan FPG DPR-RI mendukung Kementerian Negara Perumahan Rakyat untuk meningkatkan pengawasan terhadap kualitas bangunan baik Rusunawa/Rusunami maupun RsH/s. selanjutnya FPG DPR-RI mendesak Kementerian Negara Perumahan Rakyat untuk berkoordinasi dengan badan/instansi termasuk Pemerintah Daerah dalam menunjangg tersedianya pasokan listrik, jaringan air minum dan jaringan jalan FPG DPR-RI mendukung Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal untuk melakukan pemetaan tentang daerah tertinggal yang belum diintervensi, Daerah Tertinggal yang sedang diintervensi, dan Daerah Tertinggal yang telah diintervensi dan keluar dari ketertinggalannya.
5.
Peningkatan Kualitas Bangunan Rusunawa/Rusunami
Komisi V meminta Kementerian Negara Perumahan Rakyat untuk meningkatkan pengawasan terhadap kualitas bangunan baik Rusunawa/Rusunami maupun RsH/s. Selanjutnya Komisi V mendesak Kementerian Negara Perumahan Rakyat untuk berkoordinasi dengan badan/instansi termasuk Pemerintah Daerah dalam menunjangg tersedianyta pasokan listrik, jaringan air minum dan jaringan jalan.
6.
Pemetaan Daerah Tertinggal
Komisi V DPR-RI meminta Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal untuk melakukan pemetaan tentang daerah tertinggal yang belum diintervensi, Daerah Tertinggal yang sedang diintervensi, dan Daerah Tertinggal yang telah diintervensi dan keluar dari ketertinggalannya.
KOMISI VI : Bidang Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi UKM dan BUMN No 1.
Isu Aktual Penundaan FTA
Pelaksanaan
Informasi dan Analisa AC- Demi kepentingan nasional (national interest), mengingat bahwa sudah ada keterikatan perjanjian AC-FTA, Komisi VI DPR RI meminta Kepada Pemerintah, cq Kementerian Perdagangan dan Kementerian Peridustrian RI agar menunda pelaksanaan AC-FTA dan merenegosiasikan kembali dengan mengikut sertakan para pemangku kepentingan, baik lintas Kementerian maupun dengan para pelaku usaha. Hal ini mengingat masih banyak sektor industri dalam negeri yang belum siap menghadapi kesepakatan perjanjian perdagangan bebas, khususnya FTA dengan China.
Sikap Fraksi FPG mendukung Komisi VI untuk mendesak Pemerintah, cq Kementerian Perdagangan dan Kementerian Peridustrian RI agar menunda pelaksanaan AC-FTA dan merenegosiasikan kembali dengan mengikut sertakan para pemangku kepentingan, baik lintas Kementerian maupun dengan para pelaku usaha.
TIM AHLI FPG DPR RI 18
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
2.
Perlunya Crash Programe dalam Komisi VI meminta agar dalam fase penundaan pelaksanaan Fase Penundaan Pelaksanaan kesepakatan AC-FTA tersebut perlu membuat crash programme yang AC-FTA komprehensif yang jelas target dan jangka waktunya bagi kepentingan pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan.
3.
Perlunya pembenahan terhadap Komisi VI juga mendesak agar hal-hal yang menghambat daya saing faktor-faktor yang menghambat industri dalam negeri seperti pasokan energi, infrastruktur yang daya saing industri domestik. belum memadai, tingginya suku bunga dan ekonomi biaya tinggi agar segera dibenahi. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing produk nasional agar bisa bersaing di pasar global. Disamping itu, dalam rangka melindungi industri dalam negeri agar segera dilakukan hal-hal berikut : - Percepatan penyelesaian UU Perdagangan; - Peningkatan kemampuan keahlian tenaga kerja lokal; - Peningkatan kemudahan akses permodalan dan investasi dalam negeri; - Mengoptimalkan implementasi Inpres Nomor 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri; - Implementasi / penerapan instrumen safeguard dengan lebih optimal; - Mempercepat mekanisme dan prosedur penanganan anti dumping dan safeguard oleh KADI dan KPPI; - Penyederhanaan birokrasi, antara lain dalam rangka pengurusan SNI bagi produk-produk domestik khususnya yang berbasis IKM Renegosiasi 228 Pos Tarif dalam Mengingat bahwa pada kenyataannya banyak sektor industri yang Pelaksanaan AC-FTA belum siap, Komisi VI meminta Pemerintah cq Kementerian Perdagangan untuk mengirimkan notifikasi ke Sekretariat ASEAN guna melakukan penangguhan dan renegoisasi terhadap sejumlah 228 pos tarif dari berbagai komoditi dari kondisi tarif Normal Track (NT1) ke jalur Normal Track (NT2) dan dalam jangka panjang diharapkan bisa menjadi produk-produk yang masuk dalam kategori Sensitif List (SL). Adapun sektor industri yang diminta penangguhan dan penundaan adalah sebagai berikut: a. Tekstil dan produk tekstil b. Makanan dan minuman
4.
FPG mendukung Komisi VI agar dalam fase penundaan pelaksanaan kesepakatan AC-FTA, perlu adanya crash programme yang komprehensif, jelas target dan jangka waktunya bagi kepentingan pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. FPG meminta agar hal-hal yang menghambat daya saing industri dalam negeri seperti pasokan energi, infrastruktur yang belum memadai, tingginya suku bunga dan ekonomi biaya tinggi agar segera dibenahi. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing produk nasional agar bisa bersaing di pasar global.
FPG meminta pemerintah cq Departemen Perdagangan untuk mengirimkan notifikasi ke sekretariat ASEAN guna melakukan penagguhan dan renegosiasi terhadap sejumlah 228 pos tarif dari berbagai komoditi dari kondisi tarif Normal Track 1 ke jalur Normal Track 2 dan dalam jangka panjang diharapkan bisa menjadi produk-produk yang masuk dalam kategori Sensitif List.
TIM AHLI FPG DPR RI 19
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
c. Petrokimia d. Alat-alat dan mesin hasil pertanian e. Alas kaki f. Sintetik fiber g. Elektronika h. Kabel dan peralatan listrik i. Industri permesinan j. Besi dan Baja k. Industri Komponen manufaktur otomotif l. Kosmetik dan Jamu m. Mebel dan furniture n. Ban o. Jasa konstruksi / engineering procurement construction (EPC) Komisi VI meminta Pemerintah segera melakukan pembenahan dan memperkuat kelembagaan antara lain KADI, KPPI, BSN, BPEN dan BPOM dengan dukungan SDM yang kompeten dan profesional. Komisi VI DPR RI berpendapat perlunya reformasi birokrasi yang berkaitan dengan dukungan anggaran terhadap keberadaan lembagalembaga tersebut perlu diperbesar. Dalam rangka meningkatkan perlindungan pada industri dalam negeri utamanya menghadapi unfair trade, Komisi IV juga mendesak agar segera dilakukan usaha untuk memperkuat dan memperluas penerapan Standar NasionaI Indonesia (SNI), antara lain dengan mengajukan notifikasi penggunaan SNI ke WTO serta penerapan SNI wajib untuk seluruh produk yang dimasukkan dalam kategori NT1 dan NT2, terutama yang berhubungan dengan keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan, serta penggunaan labelisasi dan optimalisasi instrumen subsidi, anti dumping, countervailing duties dalam rangka counter measures.
5.
Pembenahan& Penguatan Berbagai Kelembagaan seperti, BPOM, KADI, KPPI, BSN, BPEN.
6.
Perlindungan Industri Dalam Negeri dalam menghadapi ACFTA.
7.
Peningkatan Daya Saing Dalam upaya meningkatkan daya saing produk-produk nasional, Produk-produk Nasional. Komisi mendesak Pemerintah cq Kementerian terkait untuk mempercepat: Perbaikan akses sarana dan prasarana (infrastruktur pendukung) seperti jalan dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan utama (Hub).
FPG mendukung upaya pembenahan dan penguatan kelembagaan antara lain; KADI, KPPI, BSN, BPEN dan BPOM. FPG juga mendukung perlunya upaya reformasi birokrasi yang berkaitan dengan dukungan anggaran terhadap lembaga-lembaga tersebut diperbesar. FPG mendukung upaya perlindungan terhadap industri dalam negeri utamanya menghadapi unfair trade. Berkenaan dengan hal itu, FPG meminta agar segera dilakukan usaha untuk memperkuat dan memperluas penerapan Standar NasionaI Indonesia (SNI), antara lain dengan mengajukan notifikasi penggunaan SNI ke WTO serta penerapan SNI wajib untuk seluruh produk yang dimasukkan dalam kategori NT1 dan NT2, terutama yang berhubungan dengan keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan, serta penggunaan labelisasi dan optimalisasi instrumen subsidi, anti dumping, countervailing duties dalam rangka counter measures. FPG mendukung upaya peningkatan daya saing produkproduk nasional. Berkenaan dengan hal itu, FPG meminta pemerintah cq Kementrian terkait untuk melakukan berbagai langkah-langkah yang mendukung bagi upaya peningkatan kualitas daya saing produk nasional.
TIM AHLI FPG DPR RI 20
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
8.
PANJA terkait pelaksanaan ACFTA.
9.
Perlunya Penyusunan Road Map bagi Asosiasi Domestik Dalam Menghadapi Pelaksanaan AC-FTA
10.
Program revitalisasi, restrukturisasi dan profitisasi BUMN Perkebunan
Pelaksanaan asas cabotage dalam sektor transportasi. Pembenahan ketersediaan pasokan energi listrik dan gas bagi kelancaran produksi nasional. Peningkatan efisiensi dan efektifitas produksi sehingga dapat bersaing dengan produk-produk dari luar utamanya dari RRC. Peningkatan iklim usaha yang kondusif, melalui pemberian insentif, perluasan peraturan investasi yang transparan, efisien dan ramah dunia usaha. Peningkatan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi termasuk promosi pemasaran dan lobby bagi para pelaku usaha, baik di lingkungan BUMN maupun terutama dikalangan Koperasi dan UKM, dalam rangka mendorong penguatan ekspor nasional. Pemberian insentif fiskal dan subsidi bunga pada sektor industri yang terkena dampak FTA. Komisi VI meminta Pemerintah untuk mengmbil kebijakan dan langkah-langkah konkrit untuk jangka waktu kurang lebih 6 (enam) bulan kedepan, dan selanjutnya Komisi VI DPR RI akan membentuk PANJA (Panitia Kerja) Pelaksanaan AC- FTA. Komisi VI meminta kepada para Asosiasi untuk menyiapkan Road Map terkait dengan kesiapan mereka dalam menghadapi pelaksanaan AC-FTA yang telah diberlakukan. Pihak Asosiasi juga diminta menyiapkan diri untuk melakukan pembenahan dan meningkatkan daya saing para pelaku industri yang berada di bawah Asosiasi. Komisi VI meminta kepada Kementerian BUMN RI agar secara terus menerus melakukan revitalisasi, restrukturisasi dan profitisasi dalam upaya menjadikan BUMN Perkebunan ke arah penguatan perusahaan, baik dalam bentuk Holding Company maupun bentukbentuk sinergitas lainnya (strategic alliance) baik antara BUMN Bidang Agro maupun BUMN lainnya dan meningkatkan optimalisasi kinerjanya, baik dalam aspek teknis (produksi dan produktivitas), aspek pemasaran melalui peningkatan strategi pemasaran, dan aspek keuangan antara lain melalui efisiensi biaya, maupun pelaksanaan restrukturisasi keuangan.
FPG mendukung pembentukan PANJA AC-FTA dalam rangka melakukan kajian secara komprehensif sekaligus pengawasan terhadap pelaksanaan AC- FTA. FPG meminta berbagai Asosiasi untuk menyiapkan diri dengan melakukan pembenahan dalam rangka meningkatkan daya saing para pelaku indistri yang berada dibawah Asosiasi dalam menghadapi pelaksanaan AC-FTA. FPG mendukung program revitalisasi, restrukturisasi dan profitisasi dalam upaya menjadikan BUMN Perkebunan ke arah penguatan perusahaan, baik dalam bentuk Holding Company dan bentuk-bentuk sinergitas lainya.
TIM AHLI FPG DPR RI 21
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Peningkatan peran & fungsi PT Dalam upaya peningkatan usaha yang diperoleh BUMN Perkebunan, Kharisme Pemasaran Bersama Komisi VI meminta agar Kementerian BUMN RI meningkatkan Nusantara peran dan fungsi PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, tidak hanya sebagai lembaga trader tetapi juga bisa berperan sebagai market inteligent dan kemungkinan turut serta dalam penentuan harga, guna mencari peluang pasar baru seiring dengan semakin ketatnya persaingan pemasaran sebagai dampak pemberlakuan AC-FTA. Penegembangan Strategi Komisi VI mendesak kepada Kementerian BUMN RI segera Industrialisasi Agro. mengembangkan Strategi Industrialisasi Agro dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk primer perkebunan dan kehutanan serta mengembangkan strategi industrialisasi hulu dan hilir (Upstream and Downstream) produk-produk perkebunan dan kehutanan. Perhatian terhadap BUMN Secara khusus kepada BUMN Perkebunan dan Kehutanan yang perkebunan dan kehutanan yang masih merugi, Komisi VI meminta Kementerian BUMN RI agar merugi. memberikan perhatian khusus dan melakukan optimalisasi asset yang ada serta merekomendasikan strategi penanganannya. Kerjasama Perum Perhutani Komisi VI meminta agar Perum Perhutani meningkatkan kerjasama dengan masyarakat. dengan masyarakat sekitar dalam bentuk program pengembangan hutan masyarakat (Social Forestry), dan dalam koordinasi dengan Kementerian Kehutanan, Perum Perhutani maupun PT Inhutani terlibat juga dalam program pemeliharaan area hutan yang berfungsi sebagai pendukung hutan industri, sebagai bagian dari pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) oleh BUMN agro dan kehutanan. Daya Saing Koperasi Dalam rangka memperkuat daya saing koperasi menghadapi pasar global seiring pemberlakuan AC-FTA, Komisi VI DPR RI meminta kepada DEKOPIN untuk berperan aktif dalam penguatan sentrasentra produksi usaha skala mikro dan kecil dalam wadah koperasi terutama di daerah yang terpencil dan terisolir, sehingga dapat meningkatkan pengembangan pemasaran produk dan jaringan usaha koperasi. Kerjasama dalam penyaluran KUR. Komisi VI meminta kepada DEKOPIN untuk berkoordinasi dengan Bank BUMN dalam penyaluran program Kredit Usaha Rakyat (KUR) terutama dalam meningkatkan kerjasama untuk perluasan jaringan penyaluran agar pembangunan sektor riil, terutama usaha mikro dalam wadah koperasi, dapat tumbuh dan merata sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
FPG meminta Kementrian BUMN RI meningkatkan peran dan fungsi PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, tidak hanya sebagai lembaga trader tetapi juga bisa berperan sebagai market intelegent dan kemungkinan turut serta dalam penentuan harga, guna mencari peluang pasar baru dalam menghdapi ketatnya persaingan pemasaran sebagai dampak pemberlakuan AC-FTA. FPG meminta Kementrian BUMN RI untuk mengembangkan Strategi Industrialisasi Agro dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk primer perkebunan dan kehutanan serta mengembangkan strategi industrialisasi hulu dan hilir produk-produk perkebunan dan kehutanan. FPG meminta kementian BUMN RI memberikan perhatian kusus bagi BUMN Kehutan dan Perkebunana yang merugi serta melakukan optimalisasi asset-asset yang ada. FPG meminta supaya Perum Perhutani dapat meningkatkan kerjasama dengan masyarakat sekitar dalam bentuk program pengembangan hutan masyarakat.
FPG meminta DEKOPIN untuk berperan aktif dalam peguatan sentra-sentra produksi UMKM dalam wadah koperasi terutama didaerah terpencil dan terisolir sehingga dapat meningkatkan pengembangan pemasaran produk dan jaringan usaha koperasi. FPG meminta DEKOPIN untuk berkoordinasi dengan Bank BUMN dalam penyaluran Program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
TIM AHLI FPG DPR RI 22
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
17.
Insentif pajak terhadap impor barang-barang modal dan suku cadang dalam penambahan kapasitas kilang minyak Pertamina.
18.
Perlunya sinergitas dengan BUMN lainya
19.
Komisi VI meminta kepada Pemerintah untuk memberikan kebijakan fiskal (insentif pajak) berupa pembebasan bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) terhadap barang-barang modal serta menanggung PPN atas katalis dan suku cadang dalam penambahan kapasitas kilang minyak.
FPG meminta Pemerintah untuk memberikan kebijakan fiskal (insentif pajak) berupa pembebasan bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) terhadap barang-barang modal serta menanggung PPN atas katalis dan suku cadang dalam penambahan kapasitas kilang minyak.
Pertamina Komisi VI meminta kepada Pertamina untuk : meningkatkan sinergi antar BUMN dalam menuntaskan program konversi minyak tanah ke LPG dengan mengutamakan pengadaan tabung dari hasil produksi pabrikan dalam negeri, khususnya BUMN. memanfaatkan BUMN Strategis seperti PT. PAL dan PT. BBI dalam kegiatan penunjang, engineering, eksplorasi dan perkapalan sebagai upaya untuk meningkatkan sinergitas antar BUMN. Pengelolaan pasar tradisional. Komisi VI meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pendataan ulang jumlah pasar dan pedagang, baik pedagang formal maupun informal, agar dapat diketahui kondisi terkini potensi ekonominya sehingga dapat disiapkan strategi pembinaannya. Selanjutnya, Komisi VI meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pendekatan persuasif dalam melakukan relokasi pedagang-pedagang tradisional.
FPG meminta kepada Pertamina untuk meningkatkan sinergi antar BUMN dalam menuntaskan program konversi minyak tanah ke LPG dengan mengutamakan pengadaan tabung dari hasil produksi pabrikan dalam negeri, khususnya BUMN.
20.
Penataan ulang Kios Blok B dan C, Komisi VI meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk Pasar Sindang dan Pasar Rawa melakukan penataan ulang lapak-lapak/kios di lokasi binaan Blok B Badak. dan C serta Pasar Sindang dan Pasar Rawa Badak Kecamatan Koja seperti tata letak lapak, sarana-prasarana, sehingga menciptakan suasana yang kondusif, aman, bersih, nyaman.
21.
Relokasi pedagang lama eks lorong Komisi VI meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar 104 Kecamatan Koja segera menyelesaikan pembangunan di lokasi binaan Blok B dan C serta Pasar Sindang dan Pasar Rawa Badak Kecamatan Koja untuk kepentingan relokasi pedagang lama eks lorong 104 Kecamatan Koja.
22.
FPG meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pendataan ulang jumlah pasar dan pedagang, baik pedagang formal maupun informal, agar dapat diketahui kondisi terkini potensi ekonominya sehingga dapat disiapkan strategi pembinaannya. FPG juga meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pendekatan persuasif dalam melakukan relokasi pedagangpedagang tradisional. FPG meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan penataan ulang kios Blok B dan C serta Pasar Sindang dan Pasar Rawa Badak Kecamatan Koja seperti tata letak lapak, sarana-prasarana, sehingga menciptakan suasana yang kondusif, aman, bersih, nyaman.
FPG meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar segera menyelesaikan pembangunan di lokasi binaan Blok B dan C serta Pasar Sindang dan Pasar Rawa Badak Kecamatan Koja untuk kepentingan relokasi pedagang lama eks lorong 104 Kecamatan Koja. Mekanisme perizinan Komisi VI meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk FPG meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pendirian/pembangunan pasar meningkatkan mekanisme perizinan pendirian/pembangunan pasar untuk meningkatkan mekanisme perizinan pendirian/ modern. modern sehingga tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan pembangunan pasar modern sehingga tetap sesuai dengan TIM AHLI FPG DPR RI 23
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
23.
Pelaporan hasil terhadap Perindustrian
audit BPKP Kementrian
24.
Subsidi pupuk bagi petani
25.
Daya saing industri lokal berbasis Sumber Daya Alam
26.
Pengembangan daerah.
27.
Pengelolaan pasar tradisional.
IKM
yang
unggulan
yang berlaku dan lebih memperketat mekanisme pengawasannya peraturan perundang-undangan yang berlaku dan lebih sehingga tidak mengancam eksistensi pedagang tradisional. memperketat mekanisme pengawasannya sehingga tidak mengancam eksistensi pedagang tradisional. Dalam rangka peningkatan Good Governance, Komisi VI meminta FPG meminta Kementerian Perindustrian RI untuk kepada Kementerian Perindustrian RI untuk menyerahkan Hasil menyerahkan Hasil Audit Kinerja oleh Badan Pengawasan Audit Kinerja oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap pelaksanaan (BPKP) terhadap pelaksanaan Program Restrukturisasi Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Industri Tekstil dan Mesin/Peralatan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT). Produk Tekstil (ITPT). Terkait dengan rencana Pemerintah dalam melakukan penyediaan FPG mendukung rencana Pemerintah untuk menyediakan pupuk yang murah dengan pemberian subsidi langsung pada petani pupuk yang murah dengan pemberian subsidi langsung pada mulai Tahun 2010, Komisi VI meminta Pemerintah untuk petani mulai Tahun 2010. membahasnya terlebih dahulu di DPR RI secara komprehensif. Komisi VI meminta kepada Kementerian Perindustrian RI untuk FPG meminta Kementerian Perindustrian RI untuk lebih lebih memperkuat daya saing dalam sektor-sektor industri yang memperkuat daya saing industri yang berbasis sumber daya berbasis sumber daya alam (natural resources) dan mendukung langkah- alam (natural resources) dan mendukung langkah-langkah langkah pemerintah dalam upaya melakukan pemantapan daya saing pemerintah dalam upaya melakukan pemantapan daya saing berbasis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya berbasis industri manufaktur yang berkelanjutan serta pilar industri andalan masa depan, termasuk pengembangan industri terbangunnya pilar industri andalan masa depan. hulu dan hilir melalui 7 (tujuh) sasaran strategis dan pencapaian Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perindustrian 2010-2014 yang sistematis, terukur, dan terstruktur. Komisi VI mendukung langkah Kementerian Perindustrian RI terkait FPG mendukung langkah Kementerian Perindustrian RI dengan Pengembangan IKM Unggulan Daerah, berupa pembinaan terkait dengan Pengembangan IKM Unggulan Daerah. IKM di 33 Provinsi dan 75 Kabupaten/Kota serta penerapan metode One Village One Product (OVOP) di 14 Provinsi; Revitalisasi Sentra-sentra IKM dan Fasilitasi Layanan UPT, berupa pembinaan 20 sentra IKM dan fasilitasi 40 Unit Pelayanan Teknis (UPT); serta Peningkatan Standardisasi Industri, berupa penyusunan 118 Rancangan Standard Nasional Indonesia. Komisi VI meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk FPG meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan pendataan ulang jumlah pasar dan pedagang, baik untuk melakukan pendataan ulang jumlah pasar dan pedagang formal maupun informal, agar dapat diketahui kondisi pedagang, baik pedagang formal maupun informal, agar terkini potensi ekonominya sehingga dapat disiapkan strategi dapat diketahui kondisi terkini potensi ekonominya sehingga pembinaannya. Selanjutnya, Komisi VI meminta kepada Pemerintah dapat disiapkan strategi pembinaannya. FPG juga meminta Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pendekatan persuasif dalam kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan melakukan relokasi pedagang-pedagang tradisional. pendekatan persuasif dalam melakukan relokasi pedagangpedagang tradisional. TIM AHLI FPG DPR RI 24
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
28.
Penataan ulang Kios Blok B dan C, Komisi VI meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk Pasar Sindang dan Pasar Rawa melakukan penataan ulang lapak-lapak/kios di lokasi binaan Blok B Badak. dan C serta Pasar Sindang dan Pasar Rawa Badak Kecamatan Koja seperti tata letak lapak, sarana-prasarana, sehingga menciptakan suasana yang kondusif, aman, bersih, nyaman.
FPG meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan penataan ulang kios Blok B dan C serta Pasar Sindang dan Pasar Rawa Badak Kecamatan Koja seperti tata letak lapak, sarana-prasarana, sehingga menciptakan suasana yang kondusif, aman, bersih, nyaman.
29.
Relokasi pedagang lama eks lorong Komisi VI meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar 104 Kecamatan Koja segera menyelesaikan pembangunan di lokasi binaan Blok B dan C serta Pasar Sindang dan Pasar Rawa Badak Kecamatan Koja untuk kepentingan relokasi pedagang lama eks lorong 104 Kecamatan Koja.
30.
Mekanisme perizinan Komisi VI meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk pendirian/pembangunan pasar meningkatkan mekanisme perizinan pendirian/pembangunan pasar modern. modern sehingga tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan lebih memperketat mekanisme pengawasannya sehingga tidak mengancam eksistensi pedagang tradisional.
FPG meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar segera menyelesaikan pembangunan di lokasi binaan Blok B dan C serta Pasar Sindang dan Pasar Rawa Badak Kecamatan Koja untuk kepentingan relokasi pedagang lama eks lorong 104 Kecamatan Koja. FPG meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan mekanisme perizinan pendirian/ pembangunan pasar modern sehingga tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan lebih memperketat mekanisme pengawasannya sehingga tidak mengancam eksistensi pedagang tradisional.
KOMISI VII : Bidang Energi, Sumber Daya Mineral, Riset dan Teknologi, Lingkungan Hidup No 1.
2.
3.
Isu Aktual
Informasi dan Analisa
Strategi Pengelolaan Blok Migas Komisi VII mendesak Direktur Utama PT. Pertamina (Persero) agar segera menyusun strategi perusahaan di dalam rencana pengambilalihan pengelolaan blok-blok migas yang kontraknya akan berakhir, terutama dalam hal kemampuan teknologi, keuangan, sumber daya manusia dan menajemen untuk disampaikan secara tertutup ke Komisi VII Peningkatan Kapasitas Industri Komisi VII mendesak PT. Pertamina (persero) agar lebih berperan Migas didalam meningkatkan kapasitas nasional di industri migas dengan memprioritaskan penggunaan barang modal dan jasa produksi dalam negeri dan melakukan percepatan didalam proses alih teknologi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pengadaan Minyak Mentah Komisi VII mendesak Direktur Utama PT. Pertamina (Persero) agar segera melakukan pembenahan didalam proses pengadaan minyak mentah (crude oil) impor dan untuk segera membangun buffer stock
Sikap Fraksi FPG mendukung penyusunan strategi perusahaan Pertamina dalam rangka pengambilalihan blok-blok migas yang kontraknya segera berakhir untuk memastikan pasokan gas di masa mendatang. FPG mendesak Pemerintah agar lebih memprioritaskan Perusahaan dalam negeri untuk mengelola potensi migas nasional. FPG mendorong Pertamina untuk lebih berperan dalam peningkatan kapasitas industri migas dengan menggunakan sumber daya dalam negeri. FPG mendorong pembenahan di tubuh Pertamina dalam proses pengadaan minyak mentah dan mendukung pembangunan buffer stock. TIM AHLI FPG DPR RI 25
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
4.
5.
6.
7.
8.
9.
di lawe-lawe untuk crude belnding dan untuk produk di Tanjung Uban tanpa bermitra dengan pihak lain dalam kepemilikan. Pasokan Gas Pasokan gas yang kurang untuk dalam negeri mengancam beberapa industri strategis termasuk suplai untuk pembangkit dan pabrik pupuk. Bila tidak segera dicarikan jalan keluar, akan banyak pembangkit dan pabrik pupuk yang berhenti berproduksi. Perlu ada ketegasan dari pemerintah untuk mengatur distribusi gas untuk dalam negeri Jaminan Pasokan Gas untuk Komisi VII DPR RI mendesak kepala BP Migas untuk menjamin PLN dan PGN pasokan gas yang dibutuhkan oleh PT PLN (Persero) dan PT PGN (persero) antara lain pengikatan kontrak HOA antara PT PGN (Persero) 1-1,5 juta ton gas per tahun dengan memperhatikan sumber-sumber gas yang lain sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan LNG receiving terminal paling lambat 3 bulan yang didukung oleh kepastian rencana infrastruktur Dana Bagi Hasil Komisi VII mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI, Menteri Keuangan RI dan Kepala BPMigas agar memperbaiki mekanisme pembayaran dana bagi hasil migas ke daerah yang hingga saat ini belum terbayarkan Penyusunan Proyeksi Komisi VII DPR RI mendesak Dirut PT PLN agar menyusun Kebutuhan Gas proyeksi kebutuhan gas untuk pembangkit listrik serta kemampuan pendanaan dan struktur harga untuk pembelian gas pada periode 2010-2018 berdasarkan RUPTL-PLN agar memberikan kepastian pengembangan lapangan gas sesuai kebutuhan dalam negeri Elektrifikasi Listrik Pemerintah menjamin ketersediaan listrik di tahun 2010 lebih baik, sementara secara faktual problem penyediaan listrik masih banyak kendala antara lain : 1) suplai energi primer yang tidak terjamin, 2) Independent power producer banyak terkendala, 3) tarif listrik yang masih jauh dari harga keekonomian sehingga menyebabkan elektrifikasi dan supali listrik masih jauh dari target. Hingga saat ini elektirifikasi masih berkisar 65 %. Review Tarif listrik 6000 VA Komisi VII mendesak Direktur Utama PT. PLN (Persero) agar melakukan review terhadap keputusan Direksi mengenai peningkatan Tarif Dasar Listrik (TDL) sesuai harga keekonomian khusunya untuk kelompok pelanggan dengan daya 6600 VA keatas berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini untuk disampaikan dan dikonsultasikan ke Komisi VII
FPG mendesak pemerintah untuk mengambil kebijakan tegas untuk menjamin pasokan gas untuk kebutuhan dalam negeri. FPG mendorong Domestic Market Obligation untuk menjamin pasokan gas dalam negeri. FPG berharap jaminan gas untuk PLN akan mampu mengatasi krisis listrik dan mendukung efisiensi PT PLN dengan konversi dari BBM ke gas. Demikian juga jaminan kepada PGN akan dapat memenuhi kebutuhan industri.
FPG mendukung perbaikan mekanisme pembayaran dana bagi hasil agar pembangunan daerah dapat semakin meningkat dan masyarakat daerah segera dapat lebih sejahtera. FPG mendukung penyusunan proyeksi gas untuk dapat dijadikan dasar rencana pengembangan gas dan dasar kebijakan pemasaran gas antara dalam negeri dan luar negeri. FPG mendesak Pemerintah untuk segera mengatasi problem faktual penyediaan listrik sehingga elektrifikasi kita semakin meningkat. FPG juga mendesak Pemerintah untuk menyediakan listrik pada daerah-daerah terpencil dengan memanfaatkan potensi lokal yang tersedia seperti air, angin, gelombang dan surya. FPG mendukung review keputusan direksi karena kenaikan tersebut secara prosedur tidak sesuai dengan UU. Kenaikan tersebut juga harus mempertimbangkan daya saing industri.
TIM AHLI FPG DPR RI 26
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
10.
11.
12.
13.
14.
Koordinasi Teknologi
Pengembangan
Komisi VII mendesak Kementerian Riset dan Tekonologi dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) untuk meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar institusi pemasok teknologi, penyedia sumber daya manusia, dan pengguna teknologi (industri, pemerintah dan masyarakat) agar terciptanya hubungan timbal balik yang kuat dan keterkaitan yang dapat mendorong permintaan (demand driven) teknologi yang mampu menjembatani pemasok dan pengguna teknologi. Pengembangan Teknologi Komisi VII mendesak Kementerian Riser dan Teknologi (KRT) Nuklir dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) untuk mengatasi informasi yang tidak berimbang (asimetric information) dalam pengembangan teknologi nuklir dan inovasi teknologi lainnya antara Pemerintah dengan stakeholder lainnya. Penanganan Daerah Aliran Komisi VII mendesak Kementerian Negara Lingkungan Hidup Sungai (DAS) untuk lebih serius terhadap mengatasi berbagai permasalahan lingkungan hidup termasuk penanganan pencemasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Teluk Jakarta yang telah tercemar logam berat seperti Hg, pb dan cd, serta meminta Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk lebih intens melakukan koordinasi dengan instansi lainnya maupun dengan Pemerintah daerah yang berada disekitar Teluk Jakarta diantaranya provinsi DKI Jakarta, provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten. Penangan Kerusakan Terkait dengan meningkatkan kerusakan ekologi yang terus Lingkungan Hidup berlangsung dengan intensitas tinggi, Komisi VII mendukung Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk melakukan terobosan yang dianggap perlu dalam penanganan kerusakan lingkungan hidup di Indonesia Singkronisasi RPP Komisi VII mendesak Kementerian ESDM RI dan Kementerian Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup RI untuk melakukan sinkornisasi terhadan Lingkungan Hidup Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang sedang disusun dengan melibatkan instansi terkait terutama yang menyangkut a. Masalah kewenangan inventarisasi sumber daya alam (mineral dan batubara dan panas bumi termasuk sumber daya alam) b. Pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam termasuk penetuan wilayah pertambangan menjadi bagian RPPLH
FPG mendukung diadakannya koordinasi dan kerjasama antar institusi agar mampu mendorong peningkatan penciptaan dan penggunaan teknologi.
FPG mendorong agar nuklir sebagai energi yang aman dan bersih disosialisasikan dengan baik supaya masyarakat mendapat informasi yang sebenarnya. FPG meminta Pemerintah untuk segera mengatasi berbagai permnasalahan lingkungan hidup terutama daerah aliran sungai untuk mencegah bencana yang lebih besar akibat kerusakan lingkungan.
FPG mendukung dan mendorong langkah-langkah terobosan dalam mengatasi kerusakan lingkungan hidup di indonesia.
FPG mendorong dilakukannya koordinasi dan singkronisasi penyusunan RPP PPLH yang sedang disusun agar dapat menjawab permasalahan yang seringkali tumpang tindih.
TIM AHLI FPG DPR RI 27
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
15.
Peningkatan Negara Sektor Lingkungan
Penerimaan SDA dan
16.
Konvensi Perubahan Iklim
17.
Strategi Penurunan Emisi
18.
Cost Recovery
c. Masalah izin lingkungan dan analisa resiko lingkungan d. Masalah penyediaan dana jaminan lingkungan dengan penyediaan dana jaminan reklamasi dan jaminan penutupan tambang e. Masalah tumpang tindih kewenangan antara pejabat pengawas lingkungan dengan pajabat pengawas disubs sektor mineral batubara dan panas bumi Komisi VII mendesak Menteri ESDM untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui peningkatan koordinasi dan pengawasan terhadap izin-izin pengelolaan Sumber Daya Alam di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang diterbitkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang berimplikasi terhadap besaran PNBP, jaminan reklamasi dan bentuk-bentuk penerimaan negara lainnya. Komisi VII meminta Kementerian Negara Lingkungan Hidup Untuk melakukan Koordinasi dengan Dewan Nasional Perubahan Iklim terkait hasil konferensi PBB untuk perubahan Iklim (Cop 15 UNFCCC) di Kopenhagen yang termuat dalam ”Copenhagen Accord” agar hasil kesepakatan tersebut dapat diimplementasikan secara nasional, baik ditingkat pusat maupun daerah Komisi VII meminta Kementerian Negara Lingkungan Hidup beserta Dewan Nasional Perubahan Iklim untuk menyusun strategi pencapaian penurunan emisi hingga 26% di tahun 2020 dengan melibatkan seluruh elemen pemangku kepentingan. Komisi VII mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI, Menteri Keuangan RI dan Kepala BPMigas agar mempercepat penyelesaian RPP tentang Cost Recovery sebagaimana diamanatkan didalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 41 Tahun 2008 tentang APBN tahun 2009 yang seharusnya berlaku efektif 1 Januari 2009.
FPG mendukung peningkatan koordinasi untuk mengoptimalkan penerimaan negara di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup.
FPG meminta dilakukannya koordinasi intensif terkait dengan strategi implementasi hasil COP 15 antara Kementrian Lingkungan Hidup dan Dewan Nasional Perubahan Iklim. FPG mendesak kepada pemerintah untuk segera menyusun strategi implementasi berkaitan dengan komitmen pemerintah RI dan hasil kesepakatan yang termuat dalam Copenhagen Accord. FPG mendukung dan mendorong percepatan penyelesaian RPP tentang Cost Recovery agar ada kepastian hukum dan kejelasan terhadap apa saja komponen cost recovery.
TIM AHLI FPG DPR RI 28
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
KOMISI VIII: Bidang Agama, Sosial dan Pemberdayaan Perempuan No. Isu Aktual Informasi dan Analisa 1. Peningkatan Kualitas Pelayanan Komisi VIII berpendapat bahwa dalam rangka mencapai target dan Perlindungan Sosial meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan sosial untuk meningkatkan investasi sosial pada tahun 2010, maka Ditjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial hendaknya terus meningkatkan kinerja, dan perlu segera mengambil langkah-langkah strategis antara lain : a. Perlunya dilakukan terobosan program pelayanan social dan perlindungan social bagi pengungsi dan daerah-daerah terpencil. b. Membangun kemitraan/kerjasama dengan pihak dunia usaha dan kerjasama internasional untuk meningkatkan anggaran dan kualitas pelayanan dan perlindungan social bagi PMKS c. Pelayanan dan rehabilitasi social bagi penyandang cacat hendaknya tidak hanya bersifat charity, namun juga dalam bentuk pemberdayaan, sehingga memungkinkan pengambangan potensi diri untuk dapat hidup mandiri. 2. Program Pelayanan Kesejahteraan Komisi VIII mendukung program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Social Anak (PKSA) Anak (PKSA) hendaknya dikembangkan secara kreatif yang diarahkan bagi anak terlantar, anak korban tindak kekerasan dan anak korban bencana. 3. Program Pemberdayaan Komisi VIII bersepakat dengan Dirjen Pemberdayaan Sosial Tahun Komunitas Adat Terpencil (KAT) 2010 diantaranya memfokuskan program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) untuk diperluas jangkauannya dan sinergikan dengan program antara kementerian terkait yang juga melakukan program didaerah perbatasan dengan negara tetangga dan antar daerah, sehingga Out put dari program tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan, memperluas semangat kebangsaan dan ketahanan sosial masyarakat perbatasan. 4. Program Dirjen Bantuan dan Komisi VIII meminta kepada Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial Jaminan Sosial agar memperhatikan dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan program 2010 yaitu: a. Segera dalam waktu secepatnya menangani pengungsi yang dikategorikan sebagai warga miskin secara komperhensif sesuai tugas pokok dan fungsinya. b. Meningkatkan koordinasi dalam melaksanakan program menangani korban tindak kekerasan dan pekerja migran dengan
Sikap Fraksi Dalam memberdayakan para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), pemerintah perlu melibatkan peran swasta khususnya dalam menjalankan programprogram Corporate Social Responsibiliti (CSR) sehingga ada sinergi antara swasta dan pemerintah
FPG mengapresiasi penerapan program kesejahteraan sosial anak namun dalam pelaksanaanya lebih ditekankan pada program yang mendidik moralitas dan kemandirian anak FPG mendukung penguatan masyarakat adat terpencil khususnya yang ada di daerah perbatasan dengan melakukan kerjasama dengan departemen terkait sehingga mereka merasa nyaman dan merasakan dampak pembangunan pemerintah
FPG mendorong penyelesaian masalah pengungsi yang dikategorikan sebagai orang miskin secara komprehensif, karena jika masalah ini tidak secepatnya diselesaikan akan menjadi masalah sosial, terkait buruh migran, Pemerintah perlu melakukan pemberdayaan terhadap buruh migran sebelum diberangkatkan ke daerah tujuan
TIM AHLI FPG DPR RI 29
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
pihak Kementerian Luar Negeri RI dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. c. Perlu meningkatkan koordinasi dalam melaksanakan program Bantuan Sosial Korban Bencana Alam (BSKBA) dan peran Taruna Siaga Bencana (TAGANA) dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 5.
Penyerapan Anggaran Ditjen Komisi VIII mengharapkan kepada Ditjen Pelayanan dan FPG mendukung pemerintah dalam upayanya untuk Pelayanan dan Rehabilitasi Rehabilitasi social melakukan langkah-langkah konkrit dan transparan meningkatkan anggaran guna mendukung program serta akuntabilitas anggaran atas realisasi program pelayanan social pelayanan sosial yang dilakukan berbagai daerah (dana dekonsentrasi) sesuai ketentuan UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
6.
Pelaksanaan Program Keluarga Komisi VIII mendorong Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial Harapan menjadikan Program Bantuan Tunai Bersyarat melalui Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi program unggulan dan pelaksanaan PKH hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Mendorong diperluas jangkauan target sasaran PKH dapat dilakukan di seluruh daerah secara merata dan proporsional, sehingga perlu penambahan alokasi anggaran PKH. b. Akurasi dan validasi data Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) untuk PKH dari Badan Pusat Statistik (BPS) hendaknya berbasis by name by address c. Pelaksanaan program keluarga harapan dapat diakses dengan mudah oleh anggota masyarakat yang memerlukan informasi tentang PKH d. Meningkatkan sosialisasi PKH kepada masyarakat baik melalui mendia massa, media cetak, dan media elektronik maupun langsung kepada elemen masyarakat e. Pelaksanaan PKH harus tepat sasaran bagi Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), tepat waktu pelaksanaan kegiatan, dan tepat jumlah bantuan yang diberikan kepada masyarakat. Peningkatan Mutu Pendidikan Komisi VIII dan Ditjen Pendidikan Islam sepakat untuk Islam meningkatkan program dan anggaran dalam rangka pengembangan dan pembangunan pendidikan diniyah dan pesantren sebgaimana
7.
FPG meminta pelaksanaan program Keluarga Harapan (PKH) perlu memperhatikan akurasi sasaran keluarga yang dituju. peningkatan sosialisasi program sehingga masyarakat dapat mengakses dengan mudah
FPG mendukung peningkatan mutu pendidikan Islam dengan melakukan terobosan program seperti meningkatkan mutu tenaga pendidik, ruang laboratorium yang memadai TIM AHLI FPG DPR RI 30
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
8.
Pendidikan Kewirausahaan
9.
Program Bantuan Madrasah
10.
Pengarus utamaan Gender
sistem pendidikan nasional. Selain itu Komisi VIII berpendapat bahwa Ditjen Pendidikan Islam perlu menyusun suatu langkah terukur dan strategis yang dapat memacu peningkatan kualitas pendidikan di lingkungan Kementerian Agama RI. Komisi VIII mendorong Ditjen Pendidikan Islam untuk mengembangkan satuan pendidikan sejenis Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) sebagai suatu sistem pendidikan yang menghasilkan lulusan yang terampil, siap kerja dan sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja dalam rangka mencermati fenomena sulitnya lapangan kerja di kalangan tenaga kerja terdidik dan rendahnya daya serap terhadap lulusan satuan pendidikan di lingkungan Kementerian Agama RI. Selain itu Ditjen Pendidikan Islam diminta mengembangkan pendidikan kewirausahaan di lembaga pendidikan di lingkungan Kementerian Agama RI. Komisi VIII mendorong agar Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI dalam implementasi program dan anggaran tahun 2010 hendaknya memperhartikan saran dan pendapat Anggota Komisi VIII antara lain : a. Program bantuan bagi madrasah perlu dikelola secara memadai dengan memperhatikan keterjangkauan, keadilan dan distribusi secara merata serta proporsional melalui inventarisasi data madrasah per provinsi b. Perlu disusun standarisasi pesantran sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan pesantren secara berkualitas c. Ditjen Pendidikan Islam perlu berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan Nasional dalam pengelolaan program pendidikan luar sekolah d. Perlunya peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru non PNS baik pada satuan pendidikan negeri maupun swasta di linkungan Kementerian Agama RI e. Program wajib belajar 9 tahun dan pendidikan anak usia dini hendaknya dilaksanakan secara serius dengan standar capaian yang terukur, sehingga dalam pengawasan dan evaluasi kinerja dapat dilakukan secara akurat
sehingga mutu pendidikan Islam setara dengan pendidikan di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional FPG mendukung Pemerintah untuk mendirikan pendidikan kejuruan di lingkungan pendidikan Islam sebagai respon persaingan dunia kerja yang kompetitif
FPG mendorong Ditjen Pendidikan Islam untuk berkoordinasi dengan Kementrian Pendidikan Islam guna meningkatkan mutu pendidikan madrasah, aliyah dan pesantren serta pendidikan luar sekolah
Komisi VIII bersepakat dengan Deputi Bidang Pengarusutamaan FPG mendukung penyelesaian Rancangan Undang-Undang Gender Kesetaraan Gender sehingga masalah pengarusutamaan TIM AHLI FPG DPR RI 31
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
11.
Penanggulangan Bencana Kelembagaan BNPB
12.
Penanganan Masalah Sosial
13.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP & PA) untuk mendorong proses Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesetaraan Gender yang telah masuk dalam daftar prolegnas Tahun 2009 – 2014 agar dibahas pada tahun 2011. Selanjutnya, Komisi VIII mendorong agar dalam APBN-P tahun 2010 Penyempurnaan Draft naskah akademis RUU tentang Kesetaraan Gender, advokasi anggaran responsive gender, dan pengembangan kampanye kesetaraan gender diprioritaskan dan BNPB berpendapat bahwa dalam penanganan bencana di daerah ternyata msih dihadapkan pada beberapa permaslahan serius dan menjadi perhatian panitia kerja yaitu: a. Masih banyak daerah yang belum membentuk BPBD, ditingkat provinsi masih ada 5 provinsi yaitu Papua, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Banten dan DIY, sedangkan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota baru terbentuk 61 Kab/Kota (524 Kab/Kota) yang memiliki BPBD. Baru BPBD Provinsi Jawa Tengahyang memiliki unsur pengarah b. Sampai saat ini belum semua daerah memiliki peta rawan bencana c. Pemerintah daerah belum mengalokasikan anggaran yang memadai dalam APBD.
Komisi VIII bersepakat dengan Menteri Sosial RI untuk melakukan langkah-langkah cepat dan konkrit dalam hal: a. Menangani berbagai masalah yang dihadapi anak jalanan melalui pendekatan persuasif dan assesment b. Meningkatkan koordinasi dengan BNPB dalam menangani dampak sosial korban bencana c. Meningkatkan kemitraan dengan dunia usaha dan kerjasama dengan lembaga luar negeri dalam berbagai program pelayanan sosial. Masalah Penyelenggaraan Ibadah Dalam rangka meningkatkan kinerja pelaksanaan penyelenggaraan Haji ibadah haji Pemerintah hendaknya memperhatikan saran dan pendapat Anggota Komisi VIII antara lain: d. Menteri Agama RI segera melakukan percepatan penerbitan seluruh peraturan pelaksanaan UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan ibadah haji yang harus diselesaikan
gender mendapat payung hukum
FPG mendorong dalam pembentukan kelembagaan badan kebencanaan perlu memperhatikan peraturan perundangundangan, kualitas sumber daya manusia dan ketersediaan anggaran untuk penanganan bencana
FPG mendukung pemerintah dalam menangani masalah sosial, korban bencana perlu melibatkan peran swasta yang biasanya mempunyai program Corporate Sosial Responsibility (CSR)
FPG mendorong pemerintah untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah haji yang tiap tahun timbul seperti masalah pemondokan, cathring dan transportasi. Untuk menyelesaikan masalah ini pemerintah perlu mengeluarkan peraturan untuk mengatasi masalah yang timbul TIM AHLI FPG DPR RI 32
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
pada tahun 2010 e. Kementerian Agama RI segera mengambil suatu kebijakan dan langkah yang tepat dalam rangka mengatasi permasalahan jemaah haji non kuota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 14.
15.
Amandemen Undang-Undang Dalam rangka pembahasan Amandemen Undang Undang No. 38 No. 38 Tahun 1999 tentang Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dipandang perlu Pengelolaan Zakat memperhatikan masukan pemikiran Anggota Komisi VIII DPR-RI berikut: a. Dalam rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengeloalaan zakat harus jelas peranan regulator, opearator dan inspector dalam pengelolaan zakat; b. Perlu dikembangkan nilai idealism dalam pengelolaan zakat, sehingga pengelolaan zakat dapat dijadikan salah satu instrument dalam menanggulangi berbagai permasalahan social yang berkembang di masyarakat; c. Pengelolaan zakat hendaknya dikelola dengan menggunakan dengan sistem Badan Layanan Umum (BLU); d. Zakat hendaknya dapat dijadikan sebagai factor pengurang pajak, sehingga mengurangi beban warga negara dalam membayar pajak; e. Dalam RUU tentang Pengelolaan Zakat hendaknya mengakomodasikan semangat reformasi, efiesiensi dan efektitas dalam pengelolaan zakat; f. Srtuktur organisasi pengelolaan zakat hendaknya terdiri atas pusat, provinsi, kabupaten/kota; dan g. RUU tentang Pengelolaan Zakat hendaknya dapat menjembatani berbagai permasalahan yang timbul di masyarakat berkaitan dengan pengelola zakat di masyarakat. Masalah Penanggulangan Panitia Kerja Penanggulangan Bencana berpendapat, dalam Bencana mengimplementasikan UU. Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana masih dihadapkan beberapa masalah mendasar, antara lain: a. Masih melemahnya koordinasi antar kementrian/lembaga terkait dalam melaksanakan program dan kegiatan penangulangan bencana.
FPG meminta dalam amandeman undang-undang tentang pengelolaan haji tetap mengakomodasi peran serta masyarakat dalam mengumpulkan zakat yang tercermin dari pendirian lembaga-lembaga pengumpul zakat
FPG mendukung penyempurnaan penanggulangan bencana meliputi pembentukan kelembagaan badan penanggulangan bencana, ketersediaan sumber daya manusia dan penganggaran penanggulangan bencana yang disusun berdasarkan prioritas program
TIM AHLI FPG DPR RI 33
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
b. Penanggulangan bencana merupakan bagian dari urusan pemerintahan,namun Struktur kelembagaan dan ketersediaan Sumber Daya Manusia di daerah bervariasi, c. Keterbatasan dana siap pakai (on call). d. Usulan program dan anggaran pemerintah daerah masih perlu dievaluasi oleh Bappenas, BNPB dan Kementrian Keuangan RI, sehingga program dan anggaran dapat disusun sesuai skala prioritas serta sistem dan mekanisme pendanaan penanggulangan bencana. 16.
17.
18.
Penanganan Masalah Kesehatan Ditjen Banjamos Kementrian Sosial RI meningkatkan upaya Korban Bencana penanggulangan bencana terutama pada tahap Pra Bencana dalam kesiap siagaanmasyarakat melalui pemetaan daerah rawan bencana, deteksi dini, mitigasi dan upaya pencegahan. Kementrian Kesehatan melalui Ditjen Binkemas perlu meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap korban bencana tidak hanya di awal saja dan perlu menambah sebaran posko kesehatan di lokasi bencana. Penggunaan Anggaran Jamaah Komisi VIII menyetujui penggunaan anggaran setoran jemaah haji Haji sebesar 30% untuk dana awal penyewaan perumahan jemaah haji dan persiapan lainnya yang bersifat mendesak untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 1431 H/2010 M. Adapun penetapan secara definitive akan dibahas dalam Panja BPIH. Namun demikian, dalam penggunaannya perlu memperhatikan asas kehati-hatian dan dengan memperhatikan Kesimpulan Rapat Kerja dengan Menteri Agama RI tanggal 10 Februari 2010, maka jarak pemondokan di Makkah paling jauh 4.000 Meter dari Masjidil Haram dan pemondokan di Madinah 95% di wilayah Markaziah. Standar Pelayanan Haji Dalam rangka peningkatan kinerja Ditjen PHU, hendaknya memperhatikan saran dan pendapat Anggota Komisi VIII sebagai berikut; b. Pemerintah hendaknya dapat memenuhi Standar Pelayanan Minimum Penyelenggaraan Ibadah Haji yang selanjutnya akan dibahas dalam Panja BPIH tahun 1431 H/2010 M; c. Pengelolaan SISKOHAT (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu) hendaknya dilakukan secara efisien dengan
FPG mendukung pemerintah untuk melakukan koordinasi dengan Departemen Kesehatan dalam menangani korban bencana dan masalah-masalah sosial yang terkait penanganan pasca bencana
FPG meminta dalam penggunaan anggaran setoran haji sebesar 30% digunakan untuk meningkatkan pelayanan penyelenggaraan ibadah haji khususnya dalam mengatasi masalah yang timbul seperti pemondokan yang jauh, masalah cathring dan lainnya
FPG meminta peningkatan kualitas pelayanan penyelenggaran haji dengan memanfaatkan teknologi sehingga masyarakat merasa nyaman dalam menjalankan ibadah haji
TIM AHLI FPG DPR RI 34
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
mengoptimalkan hardware dan software yang sudah tersedia dalam rangka mendukung peningkatan kinerja penyelenggaraan ibadah haji.
KOMISI IX : Bidang Kesehatan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BKKBN, BPOM dan Jamsostek No 1.
Isu Aktual Realisasi Anggaran Kesehatan
Informasi dan Analisa
Sikap Fraksi
Komisi IX mendukung secara efektif realisasi anggaran kesehatan FPG berpendapat realisasi anggaran harus digunakan secara 5% dari APBN sebagaimana diamanatkan UU Nomor 36 Tahun efektif terutama meliputi pelaksanaan : 2009 tentang Kesehatan dengan catatan adanya pembahasan a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang bina bersama Grand Design program kesehatan yang strategis dan penggunaan obat rasional, farmasi komunitas dan klinik, mendasar dan Blue Print arah dan sasaran pembangunan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta bina produksi kesehatan Indonesia, dan ditindaklanjuti dengan Rapat Kerja dan distibusi alat kesehatan; Gabungan antara Komisi IX, Menkes, Menkeu dan Bappenas. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang bina penggunaan obat Komisi IX mendukung Kementerian Kesehatan RI untuk secara rasional, farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan aktif mendorong Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan perbekalan kesehatan, serta bina produksi dan distribusi anggaran Kesehatan sebesar 10% dari APBD sebagaimana alat kesehatan; temaktub dalam UU Kesehatan. Dan upaya mencapai MDGs, c. Penyusunan standard, norma, pedoman, criteria, dan Komisi IX dan Kemenkes bersepakat untuk meningkatkan dan prosedur di bidang bina penggunaan obat rasional, merubah strategi program promotif dan preventif termasuk farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan perbekalan revitalisasi Puskesmas dan Posyandu dan program sadar gizi dan kesehatan, serta bina produksi dan distribusi alat akan mengagendakan pembahasan khusus dengan Kementerian kesehatan; Kesehatan RI tentang revitalsisasi Puskesmas, dengan d. Perumusan kebijakan dan perizinan yang berkaitan mengevaluasi sistem rujukan dengan obat dan makanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. Didalam tender pengadaan obat esensial oleh Kementrian Kesehatan, dalam penetapan harga obat hendaknya tidak dibawah harga pabrik, hal ini mengakibatkan banyak produsen obat mengurangi produksi dan kualitas obat esensial tersebut. f. Mengenai pendataan untuk pengadaan alat kesehatan hendaknya lebih dikoordinasikan, hal ini untuk mencegah terjadinya pengadaan alat kesehatan yang sia-sia (tidak TIM AHLI FPG DPR RI 35
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
dapat dipakai) oleh karena tidak adanya tenaga kesehatan yang dapat mengoperasionalkan alat tersebut. g. Hendaknya dalam membuat program MDG’s /kegiatan dan anggaran harus di sesuaikan dengan anggaran lebih rinci dan jelas penggunaannya.serta dalam penentuan prioritas kegiatan hendaknya lebih terarah. 2.
Program Jamkesmas
3.
Peraturan Pemerintah Berdasarkan Komisi IX mendukung Pelaksanaan UU No 36 Tahun 2009 UU no 36 Tahun 2009 mengenai termasuk turunan kebijakannya dapat menyelesaikan sebagian Kesehatan besar permasalahan kesehatan di Indonesia dan mempercepat turunan kebijakan dari UU Kersehatan yg belum selesai Peningkatan Anggaran untuk Komisi IX DPR – RI mendesak pemerintah agar meningkatkan Penelitian dana APBN untuk penelitian, meningkatkan jumlah peneliti yang berkualitas serta meningkatkan penghargaan terhadap para peneliti sehingga kerjasama internasional antara peneliti Dalam Negeri dan peneliti asing berada pada kesetaraan yang sama, hasil – hasil penelitian menjadi milik bangsa Indonesia untuk dipublikasikan secara luas dan transparan, serta digunakan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
4.
Terkait pelaksanaan program Jamkesmas, akan membentuk Panitia Kerja/Panja utk JAMKESMAS/Jaminan Kesehatan Masyarakat dan mendorong Kementerian Kesehatan RI untuk : a. Melibatkan anggota Komisi IX dalam sosialisasi programprogram Jamkesmas termasuk pembagian kartu. b. Melakukan percepatan penyesuaian sistem jaminan kesehatan dalam Jamkesmas dengan UU SJSN c. Melakukan monitoring dan evaluasi berkala sehingga ada keserasian dengan program Jamkesmasda d. Menata ulang sistem kepesertaan Jamkesmas yang didukung oleh data yang sudah diverifikasi e. Memasukan pengobatan thalasemia ke dalam program Jamkesmas f. Mengagendakan pertemuan khusus pembahasan Jamkesmas
FPG mendesak Departemen Kesehatan dan PT. ASKES untuk terus berkoordinasi dengan BPS dalam penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010, sehingga hasil sensus tersebut dapat menghasilkan data yang maksimal. FPG mendorong Departemen Kesehatan untuk melakukan diversifikasi pendataan kependudukan tidak hanya melalui sensus dan survey namun bisa dengan registrasi vital penduduk dan data-data kependudukan yang dimiliki oleh instansi lain. FPG menyadari minimnya anggaran untuk Jamkesmas oleh karena itu FPG mendukung adanya peningkatan anggaran perbaikan gizi perorangan terutama Balita dan Ibu Hamil melalui APBN-P. Dan meminta pihak Depatemen kesehatan untuk memberikan manfaat hasil program Jamkesmas kepada penderita Thalasemia FPG meminta Departemen Kesehatan sebagai regulator dalam bidang kesehatan untuk konsisten membuat peraturan pemerintah sesuai dengan UU no 36 Tahun 2009 FPG akan membantu menambah anggaran penelitian dan menyarankan Badan Litbankes perlu melakukan koordinasi internal maupun eksternal dengan instansi lain, lembaga-lembaga penelitian dan universitas-universitas dalam rangka pemanfaatan hasil penelitian, agar hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan RI bermanfaat bagi institusi dan masyarakat dan hendaknya orientasi penelitian dari Badan Litbangkes tidak hanya pada penelitian yang bersifat TIM AHLI FPG DPR RI 36
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
5.
Kerjasama Riset Biomedis
6.
Revisi UU No. 13 Tahun 2003
7.
RUU BPJS /JAMSOSTEK
pengetahuan alam akan tetapi juga yang bersifat sosial dan berspektif gender. Perumusan kebijakan, standarisasi teknis, penelitian dan pengembangan di bidang sistem dan kebijakan kesehatan, biomedis dan farmasi, ekologi dan status kesehatan serta gizi dan makanan; Perumusan program penelitian dan pengembangan di bidang sistem dan kebijakan kesehatan, biomedis dan farmasi, ekologi dan status kesehatan serta gizi dan makanan; Komisi IX mendesak agar kerjasama riset biomedis melibatkan FPG mendorong pelaksanaan penelitian dan pengembangan dan meningkatkan koordinasi antar kementerian dan instansi di bidang sistem dan kebijakan kesehatan, biomedis dan terkait demi keselamatan, keamanan dan kesehatan bangsa farmasi, ekologi dan status kesehatan serta gizi dan makanan; Indonesia Komisi IX meminta Kemenakertrans RI agar memperdalam FPG meminta Kemenakertrans RI agar memperdalam substansi revisi UU No. 13 Tahun 2003, sehingga tidak hanya substansi revisi UU No. 13 Tahun 2003, sehingga tidak mencakup persoalan kondisi ketenagakerjaan, melainkan juga hanya mencakup persoalan kondisi ketenagakerjaan, persoalan perubahan posisi pekerja dan pengusaha dalam melainkan juga persoalan perubahan posisi pekerja dan hubungan kerja, yang memungkinkan terjadinya relasi yang pengusaha dalam hubungan kerja, yang memungkinkan imbang antara kedua pihak terjadinya relasi yang imbang antara kedua pihak o PT Jamsostek (Persero) menyelenggarakan program JHT FPG mendesak PT. Jamsostek (Persero) untuk melakukan dan Non JHT yang terdiri dari JKK, JK, JPK. Pengelolaan persiapan-persiapan yang lebih matang dalam upaya keuangan PT Jamsostek (Persero) mengacu pada Pedoman transformasi menuju BPJS sesuai amanat UU No.40 Tahun Akuntansi Jamsostek (Pajastek), dimana seluruh hasil 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) investasi dana JHT setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan dikembalikan seluruhnya kepada peserta FPG mendesak PT. Jamsostek (Persero) untuk sedangkan untuk Program Non JHT masih menjadi sumber menggunakan keuntungan yang diperoleh perusahaan laba perusahaan. Untuk dapat menyelaraskan dengan 9 sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. prinsip SJSN (kegotong-royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepersertaan bersifat wajib, dana amanat, hasil pengelolaan dana jaminan sosial FPG meminta PT. Jamsostek (Persero) untuk tidak dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan membuat komitmen apapun dengan pihak asing dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta. mewajibkan PT. Jamsostek (Persero) untuk melakukan o Pada prinsipnya jaminan sosial merupakan hak semua warga negara seperti diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945.
sosialisasi investasi yang akan dilaksanakan. Terhadap hal tersebut FPG bersama PT. Jamsostek (Persero) melakukan pembahasan secara mendalam terhadap rencana investasi TIM AHLI FPG DPR RI 37
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
Dalam pelaksanaannya PT. Jamsostek (Persero) menyelenggarakan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana ditetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 bagi tenaga kerja swasta dan BUMN yang akumulasi iurannya ditanggung oleh perusahaan dan tenaga kerja, sementara terhadap penduduk miskin sepenuhnya menjadi tanggung-jawab negara melalui bantuan sosial, sarana sosial. 8.
RUU BPJS/ASKES
9.
Revisi APBN 2010
tersebut selambat-lambatnya sebelum reses Persidangan II, dapat diperpanjang bila diperlukan.
Masa
PT. Askes (Persero) untuk terus memperluas cakupan FPG meminta kepada PT. Askes (Persero) untuk memberikan laporan secara tertulis mengenai pelaksanaan program dan jangkauan kepesertaan Program Jaminan CSR (Corporate Social Responsibility) PT. Askes Kesehatan Masyarakat Umum (PJKMU) sebagai langkah sepanjang tahun 2008 dan 2009 kepada Komisi IX dan untuk mencapai “universal coverage” pada tahun 2014 rencana CSR tahun 2010. sebagaimana dimaksud dalam UU SJSN. FPG mendukung upaya PT. Askes (Persero) untuk Komisi IX DPR RI sangat menghargai berbagai perubahan menjadi penyelenggara program Jamkesmas sehingga yang dilakukan oleh PT. Askes (Persero) dalam upaya Kementerian Kesehatan RI hanya berperan sebagai regulator tidak merangkap sebagai operator. transformasi menuju BPJS sesuai dengan amanat UU Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional FPG meminta kepada PT. Askes (Persero) untuk (UU SJSN). memberikan laporan secara tertulis hasil audit sejak tahun 2007 mulai dari kekurangan dana Askeskin dan besarnya Komisi IX DPR RI mendesak PT. Askes (Persero) untuk benefit serta alokasi investasi yang dilakukan oleh PT. terus melakukan sosialisasi internal terhadap karyawan PT. Askes (Persero) pada tahun 2008 dan 2009 juga Askes (Persero) terkait perubahan status dari BUMN ke mengenai rencana-rencana investasi tahun 2010. BPJS. Komisi IX dan Kemenakertrans RI menyepakati merevisi APBN FPG mendesak Kemenakertrans RI untuk segera 2010 dan mendukung APBNP 2010 sesuai kebutuhan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagaimana Kemenakertrans RI, sehingga dalam perencanaan ketenagakerjaan diamanatkan melalui UU No. 29 Tahun 2009 tentang lebih komprehensif, reformis, terarah dan orientasi Perubahan atas UU No.15 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan yang lebih menyeluruh serta meningkatkan 3 Ketransmigrasian. Dan meminta Kemenakertrans untuk (tiga) sisi yaitu pelatihan, sertifikasi, dan sisi penyerapan lapangan menetapkan prioritas pembangunan Kota Terpadu Mandiri kerja. dan meningkatkan koordinasi lintas sektor, serta perlu mengkritisi konsep inti plasma di wilayah KTM terutama untuk di daerah perbatasan, sehingga kelanjutan pembangunan unit KTM dilakukan atas dasar evaluasi TIM AHLI FPG DPR RI 38
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
10.
Badan POM
Komisi IX mendorong Badan POM RI untuk bekerja sama dengan pihak penegak hukum untuk memberantas dan menertibkan peredaran produk Obat, Makanan dan kosmetika ilegal termasuk produk impor illegal dan disarankan untuk menindaklanjuti MoU yang sudah dibuat (Kepolisian, Kejaksanaan, Bea Cukai) dan mitra kerja terkait agar dapat dilaksanakan baik di pusat maupun di daerah-daerah.
11.
Depnakertrans
Komisi IX mendorong Ditjen Binapenta dan Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan (PPK), untuk segera menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) yang akan digunakan dalam menindaklanjut rencana pelarangan tenga kerja anak. Dalam hal ini, Ditjen Binapenta dan PPK harus memiliki solusi yang realistis dalam menjawab persoalan sosial-ekonomi yang dihadapi oleh anak-anak miskin yang selama ini terpaksa bekerja.
12.
BNP2TKI, Ditjen Binapenta, kemnakertrans, dan Ditjen Protokol dan konsuler Kemenlu RI
mendesak instansi BNP2TKI, DITJEN BINAPENTA KEMNAKERTRANS RI, dan DITJEN PROTOKOL DAN KONSULER KEMLU RI agar saling berkoordinasi secara sinergis, yang sifatnya integratif dan kolaboratif dalam melindungi dan menangani setiap permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) khususnya TKI yang bekerja di Luar Negeri, untuk menghasilkan solusi yang konkrit.
13.
BNP2TKI
Komisi IX mendorong BNP2TKI dan Menakertrans bersamasama mereformasi dan mengevaluasi mekanisme pemulangan
pembangunan sebelumnya. FPG meminta Kemenakertrans RI untuk selalu menggunakan hasil penelitian dari Balitfo Kemenakertrans RI dalam menyusun Rencana Strategis (Renstra) Kemenakertrans RI yang dibutuhkan oleh masyarakat. FPG mendorong Koordinasi penelitian dan pengembangan dan promosi di bidang sistem dan kebijakan kesehatan, biomedis dan farmasi, ekologi dan status kesehatan serta gizi dan makanan; dan pembinaan dan fasilitasi teknis penelitian dan pengembangan di bidang sistem dan kebijakan kesehatan, biomedis dan farmasi, ekologi dan status kesehatan serta gizi dan makanan; dan bahaya bahan kimia dalam makanan kepada masyarakat Pengkajian dan penapisan teknologi di bidang kesehatan; Penyebaran hasil-hasil penelitian dan pengembangan; Evaluasi pelaksanaan penelitian dan pengembangan kepada masyarakat terutama di daerah kordinasi dengan lembaga hukum FPG mendorong Kemenakertrans RI untuk menjalin kerjasama/koordinasi dengan Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian lainnya, untuk mengadakan pelatihan tenaga kerja yang profesional, kompetensi, terstandar, mandiri serta berperspektif gender dan mengeksploitasi anak-anak atau masih dibawah umur,baik yang akan bekerja di luar negeri maupun yang bekerja di dalam negeri. FPG mendorong koordinasi dengan semua instansi terkait untuk melindungi semua dan menangani setiap permasalhan Tenaga kerja indonesia khususnya yang bekerja di luar negeri. FPG juga mendukung revitalisasi dan menumbuhkembangkan potensi BLK yang sudah ada dengan beberapa perangkat peralatan dan standarisasi sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di dalam negeri dan luar negeri. FPG mendesak Kemenakertrans RI untuk menindaklanjuti rencana penghentian Terminal IV di Bandara Soekarno – TIM AHLI FPG DPR RI 39
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
TKI, menyiapkan shelter bagi TKI yang bermasalah, help desk, mekanisme rujukan bekerjasama dengan kepolisian untuk masalah keamanan sebagai sebuah proses penutupan terminal IV Selpajang.
14.
BKKBN
Hatta, dengan menyiapkan payung hukum, mekanisme, dan fasilitas yang jelas dalam meningkatkan keselamatan pemulangan TKI sampai di rumahnya masing-masing. Dalam hal ini, Kemenakertrans dapat berkoordinasi dengan setiap pemerintahan daerah dan instansi terkait untuk merancang aturan bersama. Perlu adanya desk-desk khusus di Teriminal IV Bandara Soekarno-Hatta, yang mampu memberi pelayanan yang baik kepada para TKI. Oleh karena itu perlu adanya koordinasi dengan pihak-pihak terkait, misalnya Kementerian Hukum dan HAM RI menyangkut keimigrasian yang mudah, cepat dan khusus. Kementerian BUMN, melalui Angkasa Pura berhubungan dengan proses pemberangkatan dan pemulangan TKI. mendorong BKKBN untuk melakukan diversifikasi pendataan FPG mendesak BKKBN untuk segera melakukan kependudukan tidak hanya melalui sensus dan survey namun bisa reorganisasi dan lebih memfokuskan program dengan registrasi vital penduduk dan data-data kependudukan pembangunan berwawasan kependudukan dan yang dimiliki oleh instansi lain. menyelenggarakan keluarga berencana sesuai dengan amanat UU No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. FPG mendesak BKKBN untuk terus berkoordinasi dengan BPS dalam penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010, sehingga hasil sensus tersebut dapat menghasilkan data yang maksimal. FPG mendorong BKKBN untuk melakukan diversifikasi pendataan kependudukan tidak hanya melalui sensus dan survey namun bisa dengan registrasi vital penduduk dan data-data kependudukan yang dimiliki oleh instansi lain. FPG menyadari minimnya anggaran untuk BKKBN oleh karena itu FPG mendukung adanya peningkatan anggaran BKKBN melalui APBN-P.
KOMISI X : Bidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Pariwisata, Kesenian dan Budaya
TIM AHLI FPG DPR RI 40
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
No
Isu Aktual
Informasi dan Analisa
1. Tenaga Honorer
Penuntasan pengangkatan tenaga honorer untuk menjadi CPNS secara bertahap dengan memprioritaskan penyelesaian pada: 1. Tenaga honorer yang sudah masuk Data Base BKN Per Tanggal 30 Juni 2006 sejumlah 920.702 (Guru 351.505), termasuk 6743 Guru Bantu di DKI tanpa melalui tes (langsung diangkat menjadi CPNS). 2. Tenaga honorer yang memenuhi aturan PP 48/2005 Jo PP 43/2007 tetapi yang tercecer, dalam arti belum masuk Data Base BKN namun telah diterima BKN (Guru Bantu 4.502; Guru Honda 24.526; Tenaga Lapangan Pendidikan Masyarakat 1.726; Fasilitator Desa Intensif 839; Penyuluh Pertanian 1.275) tanpa melalui tes, yang harus selesai pada tahun 2010, yang pengaturannya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah yang baru. 3. Tenaga honorer yang tidak memenuhi PP 48/2005 Jo PP 43/2007, baik yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta, yang sudah bertugas lebih dari 5 (lima) tahun maupun belum 5 (lima) tahun, dan mengisi kebutuhan instansi bersangkutan, tetapi patut dipertimbangkan untuk diangkat menjadi CPNS melalui tes sesuai analisis riil kebutuhan instansi yang ada untuk tahun 2011 yang pengaturannya juga ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah yang baru. 4. Tenaga Honorer yang tidak dapat diangkat menjadi CPNS, khususnya Guru, harus ditingkatkan kesejahteraannya dalam bentuk tunjangan fungsional minimal setara kebutuhan hidup minimum (KHM) sebagaimana ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU 14/2005 tentang Guru Dan Dosen dengan melibatkan peran Gubernur, Bupati/Walikota.
1. Ujian Nasional
Sikap Fraksi Mendesak kepada Pemerintah agar penuntasan pengangkatan tenaga honorer untuk menjadi CPNS dari yang sudah masuk Data Base BKN maupun yang tercecer harus selesai semuanya pada Tahun 2010. Mengusulkan kepada Pemerintah agar dalam menyelesaikan persoalan tenaga honorer yang tidak memenuhi PP 48/2005 Jo PP 43/2007 (Guru Honda, Guru Tidak Tetap, Tenaga Kependidikan) mendahulukan yang bekerja di instansi pemerintah dengan mempertimbangkan lamanya pengabdian sebagai ukuran, tidak semata-mata lulus tes. Mendesak Pemerintah agar tahun 2012 tidak ada lagi masalah yang berkaitan dengan tenaga honorer. Mendesak Pemerintah agar pengangkatan CPNS untuk tahun-tahun berikutnya, khususnya Guru, harus benarbenar mengikuti kebutuhan riil instansi yang bersangkutan dengan memperhatikan ratio guru dan mata pelajaran yang diampu, ratio guru dan jumlah jam mata pelajaran, ratio guru dan murid, per satuan pendidikan, per kabupaten/kota, per propinsi serta pola distribusi penyebarannya agar tidak terjadi kesenjangan antara daerah urban, rural, dan remote seperti yang selama ini terjadi. Mendesak Pemerintah agar kendali pengangkatan CPNS, khususnya Guru, harus tetap berada ditangan Pemerintah Pusat, supaya tidak terjadi politisasi di Daerah terutama saat kampanye Pilkada.
Amar putusan MA tentang Ujian Nasional tidak bermakna Memberikan
persetujuan
terhadap
TIM AHLI FPG DPR RI 41
tetap
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
untuk menunda apalagi membatalkan Ujian Nasional. Putusan diberlangsungkannya Ujian Nasional 2010 dengan catatan MA lebih mengarah kepada keharusan Pemerintah untuk agar memperketat pengawasan pada pelaksanaannya memperbaiki dengan sungguh-sungguh sarana prasarana supaya berjalan adil dan kredibel, dan memberikan pendidikan, mutu guru dan proses pembelajaran, pemerataan penghargaan kepada Daerah maupun Sekolah yang akses pendidikan serta penanggulangan peserta didik yang tidak mampu menyelenggarakan Ujian Nasional tanpa lulus Ujian Nasional. Sehingga, Ujian Nasional 2010 tetap kebocoran soal serta kecurangan dalam mengerjakannya. dilaksanakan sesuai rencana Kementerian Diknas dengan waktu Mendukung Pemerintah untuk mengadakan Ujian Ulangan yang tetap, yaitu pertengahan Maret 2010 menyesuaikan dengan bagi peserta didik yang tidak lulus Ujian Nasional. Ujian Masuk Perguruan Tinggi. Untuk Ujian Nasional 2011, Fraksi Partai Golkar DPR RI memandang perlu dilakukannya evaluasi terhadap formula penilaian Ujian Nasional agar tidak menjadi faktor yang menggugurkan persyaratan kelulusan yang lain hanya karena tidak terpenuhinya skor yang distandarkan dari 2 (dua) mata pelajaran yang diujikan. Dengan kata lain, penentuan kelulusan peserta didik pada setiap jenjang pendidikan harus dikembalikan kepada guru dan sekolah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ujian Nasional difungsikan untuk memfokuskan diri pada upaya pemetaan mengenai mutu pendidikan, tidak menjadi satusatunya indikator kelulusan. 2. Sensus Data Pokok Pendidikan
Mengingat Data Pokok Pendidikan sangat penting untuk perencanaan dan pengambilan kebijakan pendidikan secara nasional, maka sensus harus dilakukan. Namun, dengan mempertimbangkan belum tercakupnya semua aspek dalam rancangan sensus yang dipaparkan Kementerian Pendidikan Nasional, khususnya terkait anggaran, maka masih diperlukan pendalaman lebih lanjut.
Menyetujui dilaksanakannya Sensus Data Pokok Pendidikan demi efisiensi dan efektifitas dalam penetapan kebijakan pendidikan nasional sehingga tepat sasaran pelaksanaannya dan berhasil guna penerapannya, demi terselenggarannya pelayanan pendidikan yang bermutu, adil dan merata. Mendesak kepada Pemerintah agar rancangan dari sensus yang hendak dilakukan mampu menampilkan keadaan yang sesungguhnya dari; data umum satuan pendidikan, data peserta didik, data kepala satuan pendidikan, data kurikulum dan kegiatan belajar satuan pendidikan, data sarana dan prasarana, data keuangan dan bantuan, serta data tenaga pendidik dan tenaga kependidikan secara TIM AHLI FPG DPR RI 42
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
lengkap, detil, dan terpercaya. Mendesak Pemerintah agar penggunaan anggaran dalam sensus data pokok pendidikan dapat dilakukan dengan efisien dan efektif. Tidak boros, bocor, dan menyimpang. 3.
4.
Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas)
MDGs; Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua
Dalam rangka meningkatkan kualitas, akses, dan tata kelola Mendesak Pemerintah agar dilakukan perbaikan yang pendidikan memang diperlukan Jejaring Pendidikan Nasional. berarti terhadap pelaksanaan Jardiknas, khususnya yang Tetapi, melihat masalah yang ada mulai dari aspek politik, berkaitan dengan grand-desain Jardiknas sehingga benarinfrastuktur, konten, sumber daya manusia, biaya, dan benar mendukung peningkatan pelayanan pendidikan manajemen serta belum terlihat manfaatnya secara maksimal secara nyata dan sangat dirasakan kegunaannya. (kecuali zona perguruan tinggi), maka dipandang perlu Tidak dapat menyetujui anggaran Jardiknas untuk 2010 dilakukannya audit menyeluruh terhadap Jejaring Pendidikan (207 M), termasuk anggaran pelunasan hutang sewa Nasional. Terlebih, dengan diketemukannya penggunaan bandwidth kepada PT Telkom (69,55 M), sebelum anggaran yang belum dapat dipertanggungjawabkan, yaitu Pemerintah menunjukkan grand-desain Jardiknas dan adanya tanggungan yang harus dibayar Kementerian Diknas menyelesaikan kontrak sewa bandwidth dengan PT Telkom. kepada PT Telkom akibat kontrak sewa bandwidth yang tidak jelas (2008). Kesuksesan pendidikan dasar untuk semua dalam upaya Mendesak kepada Pemerintah dibawah koordinasi Menko mencerdaskan kehidupan berbangsa sangat tergantung pada Kesra untuk menjadikan PAUD sebagai prioritas dalam penyelenggaraan PAUD. Karena, dari berbagai penelitian penyelenggaraan pendidikan, khususnya pada daerah terbukti bahwa usia dini (0-6 tahun) merupakan periode atau pedesaan dan pedalaman yang penduduknya relatif miskin masa keemasan (the golden age) yang sangat menentukan tahap untuk mencapai tujuan MDGs dalam aspek pendidikan. perkembangan anak selanjutnya. Disebutkan bahwa kecerdasan anak 50 persen dicapai pada usia 0-4 tahun, sebanyak 80 persen pada usia delapan tahun dan 100 persen pada usia 18 tahun. Pada masa emas, seorang anak mampu menyerap ide dan ilmu atau pelajaran jauh lebih kuat daripada orang dewasa, sehingga memberikan pendidikan kepada anak di usia tersebut sangat penting untuk tumbuh kembangnya. Penelitian itu juga menyebutkan, kecepatan pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari keseluruhan perkembangan otak anak selama hidupnya sehingga pada usia emas merupakan waktu yang sangat tepat untuk menggali segala potensi kecerdasan anak sebanyak-banyaknya.Ini menunjukan betapa pentingnya PAUD bagi tercapainya pendidikan dasar untuk semua anak Indonesia. Dengan keharusan PAUD dapat diakses oleh 75% dari total anak usia dini (sekitar 6 % dari jumlah TIM AHLI FPG DPR RI 43
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
penduduk) pada tahun 2015. Sementara itu, menurut pengalaman rata-rata perkembangan aksesibilitasnya 2,5% per tahun, yang tentunya dalam 5 (lima) tahun ke depan hanya mampu terakses 67,5% dari seluruh anak usia dini 5.
6.
7.
Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan
Dalam rangka pelaksanaan wajib belajar 9 (sembilan) tahun, khususnya yang berkaitan dengan perbaikan dan peningkatan sarana prasarana dan mutu pendidikan, Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Diknas, untuk tahun 2010 menyediakan anggaran sebesar 9,334 T untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi Daerah yang memenuhi kriteria mendapatkannya.
Mendesak Pemerintah, khususnya Kementerian Diknas agar sungguh-sungguh melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan DAK agar tepat dalam sasaran dan penggunaannya.
Sea Games XXVI Tahun 2011
Dibentuknya Panja Sea Games 2011 untuk mengawal pelaksanaan Sea Games Ke-26 yang akan diadakan oleh Indonesia demi mencapai sukses penyelenggaraannya, sukses prestasi; yaitu menjadi juara umum, dan sukses pemberdayaan masyarakat. Berkaitan dengan itu, Komisi X DPR RI melalui Panja Sea Games 2011 tersebut akan melakukan pendalaman mengenai persiapan pelaksanaan Sea Games 2011, khususnya yang menyangkut kebutuhan anggaran, peraturan presiden yang menetapkan 4 (empat) Daerah tempat berlangsungnya Sea Games 2011 (Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI, Sumatera Selatan), serta penentuan tempat upacara pembukaan dan penutupan Sea Games 2011 dari keempat Daerah itu.
Mendesak Pemerintah, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia, untuk segera mengeluarkan Peraturan Presiden yang berkaitan dengan Daerah (Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI, Sumsel) tempat pelaksanaan Sea Games 2011 agar Daerah bersangkutan mempunyai landasan hukum bagi pekerjaaannya dalam mempersiapkan diri menjadi tempat penyelenggaraan Sea Games 2011. Mendesak Pemerintah dan Pemerintah Daerah agar menyiapkan anggaran yang proporsional bagi pelaksanaan Sea Games 2011 secara transparan dan bertangggungjawab. Mengusulkan kepada Pemerintah untuk menetapkan Sumsel sebagai tempat pelaksanaan acara pembukaan sekaligus penutupan Sea Games 2011.
Taman Nasional Komodo
Dalam rangka melestarikan Taman Nasional Komodo sebagai Mendukung upaya Pemerintah menjadikan Taman satu-satunya habitat bagi hewan langka Komodo sekaligus untuk Nasional Komodo sebagai Tujuh Keajaiban Dunia. menjadikan Taman Nasional Komodo sebagai tujuan wisata 11. Menghimbau kepada semua pihak yang go-internasional. Pemerintah, tengah berupaya keras agar agar memberikan dukungan sepenuhnya kepada upaya Taman Nasional Komodo masuk menjadi salah satu Tujuh Taman Nasional Komodo untuk menjadi salah satu dari Keajaiban Dunia (Seven Wonders of The World) Seven Wonders of The World yang saat ini sedang dalam tahap penilaian dengan cara melakukan “klik” di internet pada situs yang disediakan untuk itu.
TIM AHLI FPG DPR RI 44
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
KOMISI XI : Bidang Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, Perbankan Dan Lembaga Keuangan Bukan Bank No
Isu Aktual
Informasi dan Analisa
1.
Pengawasan Perbankan Oleh Kualitas pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia menjadi Bank Indonesia keprihatinan DPR RI sejalan dengan banyaknya temuan pelanggaran perbankan oleh beberapa perbankan termasuk Bank Century. Untuk itu Komisi XI meminta peningkatan kualitas pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia mengingat sampai saat ini, kewenangan perbankan masih di tangan Bank Indonesia.
2.
Pengaturan dan Pengawasan Komisi XI meminta BAPEPAM-LK untuk meningkatkan, Pasar Modal Oleh BAPEPAM pengaturan dan pengawasan terhadap pelaku pasar modal, khususnya pengawasan dalam penjualan produk-produk investasi dan melakukan sosialisasi terhadap produk-produk investasi yang dapat merugikan masyarakat.
Sikap Fraksi Untuk membangun sektor perbankan yang sehat dan kuat, dibutuhkan kerangka pengawasan yang optimal untuk memastikan bahwa sektor perbankan beroperasi dengan baik dalam rangka menjalankan fungsi intermediasi. Luasnya kewenangan Bank Indonesia di bidang moneter dan perbankan, mulai dari pembuatan regulasi, pengawasan sektor moneter dan perbankan, sampai pelaksanaan fungsi ke Bank Sentralan lainnya menyebabkan kurang efektifnya pengawasan Bank Indonesia. Untuk mengefektifkan peran BI dan juga terkait upaya untuk meningkatkan kualitas perbankan, UU No 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia mengamanahkan pembentukan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2010. FPG meminta percepatan percepatan pembahasan RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan membahas pendirian lembaga OJK yang berfungsi sebagai pengawas perbankan dan mengoptimalisasi pengawasan perbankan di Indonesia dalam RUU tersebut. Selain itu, harmonisasi UU di bidang Moneter dan Keuangan Negara, mulai dari UU Bank Indonesia, UU LPS, UU Perbankan, termasuk UU Keuangan Negara sangat dibutuhkan untuk semakin memperkuat tata kelembagaan perbankan Indonesia. Peranan pasar modal sebagai wahana investasi dan sumber pembiayaan akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan perekonomian sebuah negara. Untuk itu, penguatan sektor pasar modal menjadi agenda penting untuk mengoptimalkan peran pasar modal dalam perekonomian Nasional. Mencuatnya kasus Antaboga sebagai bagian dari kasus Bank Century menunjukkan lemahnya pengawasan pasar modal oleh BAPEPAM. Terkait hal tersebut, FPG mendesak BAPEPAM untuk meningkatkan kualitas pengawasannya serta memperkuat skema rewards and TIM AHLI FPG DPR RI 45
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
3.
Kinerja PT. BRI Tbk
4.
Penyaluran KUR oleh PT BRI Dengan dicabutnya kebijakan yang menghambat penyaluran KUR Tbk. oleh Pemerintah, Komisi XI meminta PT. BRI Tbk agar senantiasa lebih meningkatkan perannya dalam penyaluran kredit KUR demi mendorong perekonomian rakyat kecil dan meminta PT. BRI Tbk untuk melakukan kajian-kajian yang mendalam tentang keberhasilan dan kelemahan dalam penyaluran KUR
5.
Sensus Penduduk Tahun 2010
6.
Pembentukan
Panitia
Komisi XI memberikan apresiasi atas kinerja PT. BRI Tbk. Namun demikian, Komisi XI meminta kepada PT. BRI Tbk. Agar terus mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya terutama dalam menjalankan fungsi intermediasi perbankan dalam mendukung pertumbuhan sektor riil.
Komisi XI mengharapkan agar pelaksanaan Sensus Penduduk Tahun 2010 dapat dilakukan dengan baik, cermat, tepat dan lengkap sehingga dapat menghasilkan data kependudukan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan untuk dijadikan acuan/rujukan bagi berbagai lembaga di Indonesia.
Kerja Komisi XI meminta kepada Bank Indonesia untuk memperketat,
punishment bagi pelaku pasar modal. Pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah (microfinance) menjadi prasyarat bagi perkembangan sektor tersebut dalam kerangka menciptakan perekonomian nasional yang mandiri dan kuat. Karena itu, peran perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasi untuk menghimpun dan menyalurkan dana di sektor tersebut mutlak diperlukan. FPG berpandangan bahwa optimalisasi kinerja PT BRI Tbk perlu diapresiasi dan ditingkatkan dalam kerangka menjalankan fungsi intermediasi khususnya untuk masyarakat kecil. FPG mendesak penurunan suku bunga perbankan terutama kredit untuk modal kerja dapat dilaksanakan dengan cepat, dimulai perbankan yang masih didominasi oleh pemerintah. Sampai saat ini belum ada kajian komprehensif tentang dampak penerapan KUR terhadap perkembangan perekonomian masyarakat kecil yang menjadi target pelaksanaan KUR, khususnya para penerima kredit. Kajian ini penting dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan KUR serta faktor pendukung dan penghambat bagi pengurusan dan penyaluran KUR. Kajian tersebut akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif sekaligus menjadi panduan bagi semua pihak terutama pemerintah dan perbankan dalam penyaluran KUR. Terkait hal tersebut, FPG memandang perlunya pemerintah dan pihak perbankan termasuk PT BRI Tbk untuk menginsiasi pelaksanaan kajian terhadap KUR dan dampaknya terhadap nasabah dan perekonomian nasional secara umum. Ketersediaan data kependudukan yang akurat menjadi prasyarat bagi pelaksanaan program serta evaluasi tingkat keberhasilan sebuh program. Data kependudukan tersebut menyediakan gambaran obyektif sehingga menjadi rujukan penting bagi pelaksanaan program. FPG mengharapkan profesionalisme dari BPS sebagai pelaksana sensus untuk menyiapkan rancangan, prosedur dan pelaksanaan sensus yang ketat dan terukur serta memiliki pertanggungjawaban ilmiah sehingga data yang dihasilkan lebih akurat dan objektif. Pembentukan panja pengawasan perbankan oleh Komisi XI TIM AHLI FPG DPR RI 46
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
Mengenai Perbankan.
7.
8.
9.
Pengawasan mengefektifkan dan meningkatkan kualitas fungsi pengawasan perbankan. Dalam rangka melakukan pembahasan yang lebih mendalam terhadap permasalahan di bidang pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia, Komisi XI dan bank Indonesia sepakat untuk membentuk Panitia Kerja mengenai Pengawasan Perbankan
ditujukan untuk menemukenali akar permasalahan di bidang pengawasan perbankan untuk kemudian menjadi landasan kedepan bagi perbaikan tata kelembagaan di bidang pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia. FPG mengharapkan panitia kerja dapat menghasilkan temuantemuan terkait akar permasalahan tersebut serta rekomendasi penting untuk semakin memperkuat kualitas pengawasan di sektor perbankan. Hal ini akan menjadi masukan penting dalam pembahasan RUU OJK ke depan agar kualitas pengawasan perbankan dapat terwujud.. Pembentukan Panja Komisi XI Terkait dengan Panja-Panja Komisi XI, rapat intern Komisi XI Pembentukan panja sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi DPR RI menyepakati untuk merampingkan jumlan panja yang semula 5 pengawasan DPR RI dimaksudkan untuk lebih mendalami (lima) panja yaitu : masalah-masalah di Komisi XI menyangkut panja BPUI dan a. Panja PT. BPUI Surat Utang, Panja Perpajakan, dan Panja Pengawasan b. Panja Restrukturisasi SU 002, SU 004, dan SU 007 Perbankan. Dengan pembentukan panja tersebut, FPG c. Panja RKA KL LKPP berharap pembentukan panja tersebut akan mampu d. Panja Perpajakan mendalami masalah terkait sekaligus menemukan solusi atas e. Panja Pengawasan Perbankan permasalahan yang ada. Menjadi 3 (tiga) Panja, yaitu: a. Panja BPUI dan Restrukturisasi SU 002, SU 004, dan SU 007 yang dipimpin Wakil Ketua : Dr. Mohamad Sohibul Iman b. Panja Perpajakan yang dipimpin oleh Wakil Ketua : Melchias Markus Mekeng c. Panja Pengawasan Perbankan yang dipimpin oleh Wakil Ketua : Achsanul Qosasi Pembahasan RUU tentang Terkait dengan pembahasan RUU tentang Otoritas Jasa Keuangan RUU OJK merupakan amanah UU No 3 Tahun 2004 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang terdapat di dalam Prolegnas Prioritas 2010 merupakan usul Bank Indonesia, yang didirikan untuk memperkuat inisiatif DPR RI, Rapat intern Komisi XI menyepakati untuk pengawasan di sektor perbankan. RUU ini memiliki menyampaikan surat kepada Pimpinan DPR untuk meminta agar keterkaitan dengan beberapa peraturan perundang-undangan RUU dimaksud dijadikan RUU Usul dari Pemerintah sehingga lainnya sepeti UU Bank Indonesia, UU Perbankan, UU LPS, Draft RUU Naskah Akademis berasal dari Pemerintah UU Pasar Modal dan UU lainnya. Terkait hal tersebut, FPG berpandangan bahwa RUU OJK perlu pendalaman dan harmonisasi dengan beberapa perturan perundang-undangan lainnya sehingga demi efektifitasnya, Naskah Akademis RUU tersebut sebaiknya diusulkan dari Pemerintah. Efektifitas Kebijakan Fiskal Komisi XI meminta kepada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam Kebijakan fiskal pemerintah perlu mendapatkan pengkajian Pemerintah melakukan analisis/kajian kebijakan Pemerintah untuk yang lebih mendalam, terutama efektifitas dan dampaknya TIM AHLI FPG DPR RI 47
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
memperhatikan efektifitas pada pengeluaran/penerimaan/pembiayaan, penyerapan anggaran, kesenjangan kemampuan fiskal antar daerah, pembangunan infrasrtuktur, efektivitas pemberian subsidi, dan menjaga keseimbangan antara stimulus fiskal dengan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) 10.
Pembentukan Panja Perpajakan
Dalam rangka melakukan pembahasan yang lebih medalam terhadap permasalahan di bidang perpajakan, Komisi XI dan Dirjen Pajak sepakat untuk membentuk Panitia Kerja mengenai Penerimaan dan Tunggakan Pajak.
11.
Data Wajib Pajak
12.
Kekuasaan Ditjen Pajak
Masih banyak uang di dalam dan luar negeri yang belum diambil pajaknya oleh Ditjen Pajak. Ditjen Pajak harus mempunyai data wajib pajak yang lengkap dan akurat terkait dana tersebut sehingga mempunyai fungsi kontrol yang tetap karena sudah ada Undangundang yang mengaturnya. UU No. 28 tahun 2007 tentang KUP pasal 35A sangat mendukung Ditjen pajak untuk mendapatkan data dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pajak lain. Jika Ditjen Pajak mempunyai data yang lengkap, maka Ditjen Pajak bisa menarik pajak secara rutin kepada wajib pajak tersebut dan juga dapat memeriksa SPT jika ada kurang atau lebih bayar Kekuasaan Ditjen pajak bagi Kadin terlihat terlalu kuat karena berkumpulnya kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Padahal sudah ada Badan Fiskal yang seharusnya mengeluarkan kebijakannya sendiri untuk membuat aturan baru namun kenyataannya tetap kebijakan tersebut dibuat oleh Ditjen Pajak sehingga terlihat tidak fair bagi Kadin.
terhadap perekonomian nasional. Pengkajian yang mendalam ini diharapkan menjadi panduan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang fiskal agar mampu memberi multiplier effect yang maksimal bagi perekonomian nasional. FPG mendesak, kebijakan fiskal pemerintah harusnya memasukkan dampak setiap pengeluaran terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat, utamanya pemberantasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Pajak sebagai instrumen fiskal pemerintah untuk menghimpun dan meningkatkan penerimaan negara. Rendahnya penerimaan pajak dalam APBN akibat tunggakan wajib pajak menyebabkan kerugian negara sehingga diperlukan langkah serius dari semua pihak untuk penyelesaianya secara tuntas. Pemerintah diharapkan mampu meningkatkan profesionalismenya dalam pengelolaan pajak, dimulai dari mekanisme perhitungan yang obyektif, penerapan reward and punishment yang ketat bagi wajib pajak, serta penyelesaian masalah pajak melalui mekanisme yang ada. Indikasi politisasi instrumen pajak perlu dihindari dengan menyelesaikan permasakah yang ada secara objektif dan transparan. Rendahnya penerimaan pajak dalam APBN menunjukkan masih banyaknya potensi pajak yang belum dioptimalkan. Untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam APBN, perluasan basis pajak menjadi salah satu langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah. Koordinasi antara seluruh kelembagaan negara, sangat dibutuhkan terkait dengan agenda tersebut. Disamping itu diperlukan penerapan mekanisme rewards and punishment agar mampu memberikan insentif dan disinsentif terhadap wajib pajak. Besarnya kewenangan ditjen pajak perlu dievaluasi dalam kerangka mengefektifkan kelembagaan sektor perpajakan nasional. FPG berpandangan diperlukan pembahasan yang lebih mendalam untuk melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang diorientasikan untuk membagi peran pengelolaan perpajakan dengan memperkuat checks and balance antara masing-masing TIM AHLI FPG DPR RI 48
Bahan Reses Masa Sidang II Tahun 2009-2010 FPG DPR RI
13.
Pembuatan Kebijakan Para Pelaku Usaha
kelembagaan. Untuk Kadin berharap agar Pemerintah mau memanggil para pelaku usaha Untuk menghasilkan kebijakan yang lebih efektif, pelibatan jika akan membuat setiap kebijakan tersebut akan terlihat lebih adil peran dari pelaku usaha diperlukan. Hal ini merupakan prinsip bagi para pelaku usaha di Indonesia. dasar dari penerapan good governance dalam dunia usaha. FPG sependapat dengan KADIN untuk melibatkan peran pelaku usaha dalam merumuskan kebijakan yang terkait dengan dunia usaha agar aturan yang diciptakan lebih dipahami dan mampu menjamin penguatan sektor usaha nasional..
TIM AHLI FPG DPR RI 49