BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada awal bulan September 2002 hingga akhir bulan Januari 2004. Lokasi penelitian di kebun tebu lahan kering milik PT Gula Putih Mataram, Lampung Tengah. Laboratorium penelitian di Laboratorium Tanah dan Tanaman (Soil and Plant Laboratory) PT Gula Putih Mataram, Lampung Tengah, dan di Laboratorium Fisika-Mekanika Tanah, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor. Areal kebun tebu yang digunakan untuk penelitian berbentuk empat persegi panjang seluas 8.50 ha, dan berlokasi di 76TU40, Blok 48, Rayon I, PT Gula Putih Mataram, Lampung Tengah. Peta areal kebun tersebut dapat dilihat dalam Lampiran 1.
Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan untuk penelitian terdiri atas: 1 Bibit-bibit tebu varietas TC-9 (Tebu Cuping-9) berasal dari Malaysia 2 Sampel tanah dari kebun tebu lahan kering 3 Sampel akar-akar tebu untuk diukur bobot keringnya 4 Sampel batang-batang tebu untuk diukur kadar gulanya 5 Sampel biomassa gulma untuk diukur bobot keringnya 6 Herbisida untuk pre-emergence dan post-emergence herbiciding (Gulmaron, DMA, 24-Diamin, Amexon-3, Herbatox, dan Sunfit) 7 Insektisida (Furadan) 8 Pupuk (urea dan stillage).
Peralatan, instrumen, dan mesin, yang digunakan untuk pengukuran di dalam laboratorium dan di lapangan, disajikan pada Tabel 5. Peralatan untuk analisis atau pengolahan data terdiri atas kalkulator dan komputer.
45
Tabel 5 Peralatan, instrumen, dan mesin untuk penelitian Peralatan, instrumen, dan mesin untuk pengukuran Di laboratorium
Di lapangan
Satu set peralatan untuk analisis tekstur tanah
Bajak subsoiler, tipe straight shank, 2 bottom 1)
Gelas kaca es datar, permukaan halus, ukuran 30 x 40 cm2
Bajak singkal, merk Dowdeswell, model DP-5, 2 bottom 1)
Ayakan 0.42 mm, mesh no. 35, merk O.S.K.
Bajak piring standar, merk C.M.T., model MTD 1500, 3 bottom 1)
Ayakan 4.76 mm, mesh no. 4, merk O.S.K.
Garu piring 2 gang, merk Baldan, model CSRG-28, 28 bottom 1)
Standard Casagranda, KM No. 708 (Standar JIS A 1205-1980)
Kair (furrower), merk Huard, model SO-270, 3 bottom 1)
Timbangan elektronik, merk AND, model FX-300, kapasitas 310 g, ketelitian 0.001 g
Traktor roda empat, merk Fiat, model Fiatagri-New Holland 140-90 Turbo 4 WD, 140 hp, 7140 kg 2)
Timbangan elektronik, merk AND, model EP-12KB, kapasitas 12 kg, ketelitian 0.0001 g
Traktor roda empat, merk John Deere, model JD 6205-4 WD, 100 hp, 3950 kg 2)
Mold ∅ 10 cm, volume 1 liter
Ring-ring sampel, merk Eijkelkamp
Base plate dan collar, ∅ 10 cm
Penetrometer, model 06.01 Set A, merk Eijkelkamp,
Reamer 2.5 kg
Meteren gulung 5 m dan 50 m
Oven dan desikator
Pencatat waktu (stopwatch)
Satu set peralatan untuk mengukur kadar gula tebu
Cangkul, garpu tanah 30x30 cm2, gunting akar, dan plastik-plastik
Gelas ukur 200 ml
Jangka sorong dan busur derajat
Thermometer
Gelas ukur 1000 ml dan thermometer
Waterbath
Kamera foto
Timbangan berat, kapasitas 25 kg
Timbangan gantung, kapasitas 15 kg
1) 2)
Spesifikasi lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2 Spesifikasi lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3
46
Metode Penelitian Rancangan penelitian untuk menentukan metode pengolahan tanah optimum pada budidaya tebu lahan kering dapat dilihat dalam Gambar 14. Bagan rancangan penelitian dalam Gambar 14 tersebut sekaligus digunakan untuk analisis data penelitian, dan merupakan penjabaran alur pikir penentuan metode pengolahan tanah optimum pada budidaya tebu lahan kering. Penelitian dilaksanakan di dua areal kebun, yaitu di areal kebun I dan di areal kebun II. Di areal kebun I diberikan enam perlakuan kepadatan tanah, sedangkan di areal kebun II diberikan enam perlakuan metode pengolahan tanah. Pertumbuhan dan produksi tebu diukur di areal kebun I dan II, yaitu mulai dari bibit tebu ditanam hingga menjelang panen (tebang tebu), dan diteruskan hingga umur tebu keprasan (ratoon) 6 bulan. Di areal kebun II dilakukan pengukuran unjuk kerja alat dan mesin pengolahan tanah. Di areal kebun I dan II dilakukan pengukuran dan uji homogenitas kondisi sifat fisik-mekanik -kimia tanah awal sebelum diolah. Diharapkan kondisi awal tanah tersebut adalah homogen sehingga pengaruh kondisi sifat fisik-mekanikkimia tanah awal di areal kebun I dan II adalah seragam. Pengolahan tanah yang dilakukan di areal kebun I dan II terdiri atas: 1 Sub: pembajakan tanah dalam menggunakan bajak subsoiler (subsoiling), 2 DP : pembajakan tanah menggunakan bajak piring (disk plowing ), 3 MP: pembajakan tanah menggunakan bajak singkal (moldboard plowing), 4 DH: penggaruan tanah menggunakan garu piring (disk harrowing), dan 5 Fur : pengkairan tanah menggunakan alat kair (furrowing). Metode pengolahan tanah yang diaplikasikan di areal kebun I adalah Sub DP1-DP2-DH1-DH2-Fur. Enam perlakuan kepadatan tanah sebelum furrowing diterapkan dengan cara dilintasi roda traktor FIAT (140 hp, 7140 kg) yang terbagi ke dalam enam subplot, yaitu: 1 Subplot A: Kepadatan A (kepadatan dari hasil 0 kali lintasan roda traktor) 2 Subplot B : Kepadatan B (kepadatan dari hasil 1 kali lintasan roda traktor) 3 Subplot C : Kepadatan C (kepadatan dari hasil 2 kali lintasan roda traktor) 4 Subplot D: Kepadatan D (kepadatan dari hasil 4 kali lintasan roda traktor) 5 Subplot E : Kepadatan E (kepadatan dari hasil 6 kali lintasan roda traktor) 6 Subplot F : Kepadatan F (kepadatan dari hasil 8 kali lintasan roda traktor).
47
Proses Interaksi dengan Lingkungan Tumbuh
Persaingan Tumbuh
6 Kepadatan Tanah Iklim Struktur Tanah Sesaat
Jumlah Tunas Tebu Muncul Penutupan dan Bobot Kering Biomassa Gulma
Tinggi Batang
Pertumbuhan Tanaman Tebu
Perkembangan Akar Tebu
Pertumbuhan Batang Tebu
Panjang dan Bobot Kering Akar Tebu
Batang Rebah
Kadar Gula Tebu Rendemen Giling (%) Harga Gula (Rp/kg)
Bibitbibit tebu
Variasi Densitas dan Tahanan Penetrasi Tanah
Diameter Batang
Jumlah Anakan
Bobot Batang Tebu Panen
Jumlah Batang Tebu
Uji homogenitas kondisi sifat fisik-mekanikkimia tanah sebelum diolah
Densitas dan Tahanan Penetrasi Tanah Optimum
Unjuk kerja alat dan mesin pengolah tanah
Kapasitas Lapang Efektif (ha/jam)
Konsumsi Bahan Bakar (liter/jam)
Waktu Operasi Pengolahan Tanah (jam/ha) Luas Tanam (ha) Harga Bahan Bakar (Rp/liter)
Konsumsi Bahan Bakar per satuan Luas Tanah Terolah (liter/ha)
Produksi Tebu (ton)
Penerimaan Hasil Penjualan Gula (Rp/ha) Metode Pengolahan Tanah Efektif
Areal Kebun II
6 Metode Pengolahan Tanah
Produktivitas Tebu (ton/ha)
Produktivitas Gula (ton/ha)
Areal Kebun I
Biaya Konsumsi Bahan Bakar (Rp/ha) Keuntungan Sementara Bagi Pabrik Gula (Rp/ha)
Metode Pengolahan Tanah Efisien
METODE PENGOLAHAN TANAH OPTIMUM
Gambar 14 Bagan rancangan penelitian untuk menentukan metode pengolahan tanah optimum pada budidaya tebu lahan kering
48
Enam perlakuan metode pengolahan tanah yang diterapkan di areal kebun II terbagi ke dalam enam plot, yaitu: 1 Plot 1: Metode 1 (Sub-DP-DH-Fur) 2 Plot 2: Metode 2 (Sub-MP-DH-Fur) 3 Plot 3: Metode 3 (Sub-DH1-DP-DH2-Fur) 4 Plot 4: Metode 4 (Sub-DH1-MP-DH2-Fur) 5 Plot 5: Metode 5 (Sub-DP1-DH1-DP2-DH2-Fur) 6 Plot 6: Metode 6 (Sub-MP1-DH1-MP2-DH2-Fur). Enam perlakuan kepadatan tanah yang diaplikasikan di areal kebun I dan enam perlakuan metode pengolahan tanah yang diaplikasikan di areal kebun II akan menghasilkan variasi enam kondisi sifat fisik-mekanik tanah (densitas dan tahanan penetrasi tanah) pada setiap areal kebun tersebut. Variasi densitas (DST) dan tahanan penetrasi tanah (TPT) tersebut merupakan gambaran struktur tanah sesaat hasil pengolahan tanah untuk pertumbuhan awal tanaman dan sekaligus untuk menjalankan proses interaksi dengan lingkungan (iklim) menuju proses pertumbuhan tanaman sampai dengan proses produksi. Hasil proses interaksi dengan lingkungan tumbuh tersebut ditandai dengan munculnya tunas-tunas tebu dalam jumlah tertentu (JTM) dan mulai muncul pula persaingan tumbuh dengan gulma di sekitar tebu tersebut. Tunas-tunas tebu yang muncul tersebut mengawali pertumbuhan tanaman, dimana selama masa pertumbuhannya dipengaruhi oleh besar penutupan (PGT) dan bobot kering biomassa gulma (BBG).
Pertumbuhan tanaman tebu dapat
dinilai dari perkembangan akar dan pertumbuhan batang tebu. Perkembangan akar tebu, berupa panjang (PAT) dan bobot kering akar (BKA), mempengaruhi pertumbuhan batang tebu, karena akar-akar tebu berperanan dalam mensuplai air dan nutrisi (zat-zat hara) dari dalam tanah ke batang.
Pertumbuhan batang tebu ditunjukkan oleh semakin besar diameter
(DBT) dan semakin tinggi batang tebu (TBT), dan selama pertumbuhan tersebut akan muncul anakan-anakan tebu.
Pada masa pertumbuhan tebu bisa terjadi
batang-batang tebu rebah akibat pengaruh kondisi fisik -mekanik tanah, iklim, atau varietas tebu tersebut.
Jumlah anakan tebu (JAT) menentukan banyaknya
(jumlah) batang tebu yang akan dipanen atau ditebang. Jumlah batang tebu yang banyak, tinggi, dan berdiameter besar ketika dipanen akan menghasilkan bobot
49
batang tebu yang besar pula, sehingga akan diperoleh bobot batang tebu panen per hektar luas kebun (produktivitas tebu) yang besar. Kerebahan batang tebu (PTR) lebih banyak berpengaruh terhadap berkurangnya proses asimilasi dengan sinar matahari sehingga batang tebu menjadi pendek dan berdiameter kecil. Pada saat tebu panen digiling maka dapat dihitung kadar gula tebu tersebut dan untuk selanjutnya dapat dihitung rendemen gilingnya dalam satuan persen (%). Rendemen giling (RGT) dan produktivitas tebu akan menentukan bobot kristal gula pasir yang dihasilkan dalam satuan bobot kristal gula pasir per hektar luas panen tebu (produktivitas gula). Semakin tinggi rendemen dan produktivitas tebu akan dihasilkan produktivitas gula yang semakin besar. Produktivitas tebu dan gula yang tinggi menunjukkan bahwa tindakan budidaya tebu tersebut, terutama dalam menghasilkan kondisi sifat fisik -mekanik tanah hasil pengolahan tanah (DST dan TPT), adalah cocok atau sesuai. Dengan demikian, DST dan TPT optimum dapat ditentukan berdasarkan produktivitas tebu dan gula tertinggi (maksimum). Produktivitas gula (ton/ha) dikalikan dengan harga gula (Rp/kg) akan menghasilkan penerimaan hasil penjualan gula (PHG) dalam satuan Rp/ha. PHG merupakan hasil akhir penilaian terhadap besaran (kuantitas) hasil pengolahan tanah efektif, sehingga hasil pengolahan tanah dikatakan semakin efektif apabila PHG yang diperoleh semakin besar. Hasil unjuk kerja alat dan mesin pengolahan tanah di areal kebun II digunakan untuk mengukur dan menghitung besarnya kapasitas lapang efektif (KLE) dan konsumsi bahan bakar (KBB). KLE yang tinggi akan menyebabkan waktu operasi pengolahan tanah (WPT) yang singkat dan luas lahan terolah yang besar, sehingga diperoleh luas tanam yang besar dalam kurun waktu tersedia untuk pengolahan tanah yang tertentu.
Luas tanam yang besar akan
mengakibatkan jumlah batang tebu yang besar sehingga diperoleh produksi tebu yang tinggi. KBB (liter/jam) dikalikan dengan WPT (jam/ha) akan menghasilkan konsumsi bahan bakar per satuan luas tanah terolah (KBL) dalam satuan liter/ha. KBL dikalikan dengan harga bahan bakar (Rp/liter) akan diperoleh biaya konsumsi bahan bakar (BKB) dalam satuan Rp/ha.
50
BKB (Rp/ha) merupakan hasil akhir penilaian terhadap kuantitas hasil pengolahan tanah efisien. Pengolahan tanah dikatakan semakin efisien apabila BKB yang diperoleh semakin kecil. Selisih antara PHG dan BKB merupakan keuntungan sementara yang diperoleh pabrik gula (KPG) dalam satuan Rp/ha, dimana biasanya faktor-faktor biaya produksi lainnya seperti biaya pemeliharaan tanaman dan biaya panen adalah tetap untuk setiap hektar luas tanam dan luas panen. KPG yang diperoleh tersebut belum dikurangi dengan biaya-biaya produksi lainnya, sehingga merupakan keuntungan sementara yang bisa diperoleh pabrik gula dengan faktor biaya tunggal berupa BKB.
Dengan demikian, sebenarnya KPG hanya
merupakan angka pembanding bagi 6 perlakuan metode pengolahan tanah agar dapat ditentukan metode pengolahan tanah optimum.
Penentuan metode
pengolahan tanah paling optimum mengacu kepada hasil pengolahan tanah paling efektif dan paling efisien, yaitu ditentukan berdasarkan nilai KPG terbesar. Tindakan budidaya tebu lahan kering dilakukan secara seragam untuk seluruh subplot dan plot, terutama pada saat pemeliharaan tanaman. Pemupukan pertama diberikan pada saat setelah pengolahan tanah sebelum tanam bibit tebu, sedangkan pemupukan kedua pada 15 hari setelah tanam. Pupuk urea dengan dosis 125 kg/ha diberikan pada saat pemupukan pertama dan kedua menggunakan alat pemupuk (aplikator) yang ditarik traktor. Pemupukan untuk tebu ratoon pada 15 hari setelah tebang menggunakan 250 kg urea/ha + 20000 liter stillage/ha. Penyemprotan herbisida menggunakan boom sprayer diberikan pada sebagian besar areal kebun pada 7 hari setelah tanam (pre-emergence) pada saat tunas-tunas tebu muncul ke permukaan tanah. Herbisida yang diberikan terdiri atas 2 kg Gulmaron/ha + 1.5 liter DMA/ha. Pemberian herbisida pada tebu ratoon 21 hari setelah tebang (pre-emergence) menggunakan 2.5 kg Gulmaron/ha + 1.5 liter 24Diamin/ha, dan pada 2 bulan setelah tebang (post-emergence) menggunakan 3 liter Amexon-3/ha + 2.25 liter 24-Diamin/ha + 0.5 liter Herbatox/ha + 0.5 liter Sunfit/ha. Pada umur tebu ratoon 50 hari setelah tebang dilakukan pemberantasan hama penggerek menggunakan 30 kg Furadan/ha. Di areal kebun untuk penelitian tidak dilakukan pembumbunan dan pemutusan akar-akar tebu keprasan (ratoon) yang pertama.
51
Areal kebun I berukuran 185 m x 50 m = 0.925 ha, terbagi menjadi 6 luasan (subplot) untuk penerapan 6 perlakuan kepadatan tanah.
Oleh karena
terdapat aplikasi herbisida maka dibagi lagi menjadi 4 luasan, dimana 1 luasan (Non-H) digunakan untuk pengamatan dan pengukuran tanpa aplikasi herbisida dan 3 luasan (H-1, H-2, dan H-3) untuk ulangan pengamatan dan pengukuran yang mendapat aplikasi herbisida. Adapun penentuan lokasi untuk pengambilan data-data penelitian di areal kebun I dapat dilihat dalam Gambar 15.
U
X
X
X
50
185 Satuan : m
(a) H-3
H-2
H-1
Non-H
X
X
X
X
Kepadatan A
X
X
X
X
Kepadatan B
X
X
X
X
Kepadatan C
X
X
X
X
Kepadatan D
X
X
X
X
Kepadatan E
X
X
X
X
Kepadatan F
45
45
45
50
185
8.3
Satuan : m
(b) Gambar 15
50
Penentuan lokasi titik -titik pengambilan sampel (X) di areal kebun I pada saat: sebelum pengolahan tanah (a), dan sesudah pengolahan tanah (b)
52
Areal kebun II berukuran 445 m x 185 m = 8.2325 ha, terbagi menjadi 6 plot (185 m x 70 m tiap plot) untuk aplikasi 6 perlakuan metode pengolahan tanah. Setiap plot dibagi lagi menjadi 9 luasan (subplot), dimana 3 subplot di tengah (Non-H1, Non-H2, dan Non-H3) untuk tanpa aplikasi herbisida dan 6 luasan di samping (H-U1, H-U2, H-U3, H-S1, H-S2, dan H-S3) untuk aplikasi herbisida. Adapun penentuan lokasi pengambilan data-data penelitian di areal kebun II dapat dilihat dalam Gambar 16 dan Gambar 17.
U X
X
X
Metode 1
70
5
X
X
X
Metode 2
X
X
X
Metode 3 445
X
X
X
Metode 4
X
X
X
Metode 5
X
X
X
Metode 6
185
Satuan : m
Gambar 16 Penentuan lokasi titik -titik pengambilan sampel (X) di areal kebun II pada saat sebelum pengolahan tanah
53
M e t o d e
Titik 3
Titik 2
Titik 1
X
X
X
Subplot H-U
X
X
X
Subplot Non-H
X
X
X
Subplot H-S
X
X
X
34.35
X
X
X
1.30
X
X
X
34.35
X
X
X
X
X
X
X
X
X
U
1
M e t o d e
70
2
M e t o d e 3
M e t o d e
445
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
4
M e t o d e 5
M e t o d e 6
185
Satuan : m
Gambar 17 Penentuan lokasi titik -titik pengambilan sampel (X) di areal kebun II pada saat sesudah pengolahan tanah
54
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri atas data primer, data sekunder, dan data hasil wawancara.
Data-data tersebut digunakan untuk
menentukan variabel-variabel penelitian. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil pengukuran dan atau pengamatan langsung. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil pengukuran dan atau pengamatan tidak langsung. Data hasil wawancara (personal communication) merupakan data hasil konsultasi dengan ahli atau pakar budidaya tebu lahan kering. Adapun ketiga macam data tersebut disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Data-data primer, sekunder, dan hasil wawancara yang digunakan dalam penelitian No. Data primer
Data sekunder
Data hasil wawancara
1
Sifat fisik -mekanik-kimia tanah
Jenis tanah
Jadwal saat pengukuran banyaknya tunas tebu muncul
2
Unjuk kerja alat dan mesin pengolah tanah
Iklim dan geografi lokasi penelitian
Jadwal saat panen (tebang tebu)
3
Pertumbuhan tebu dan gulma
Spesifikasi alat dan mesin pengolah tanah
4
Produktivitas tebu dan gula
Peta topografi lokasi penelitian
5
Serangan hama dan penyakit tanaman tebu
Potensi bibit tebu varietas TC-9
Pada Tabel 7 ditunjukkan variabel-variabel penelitian yang digunakan untuk menentukan sifat fisik -mekanik-kimia tanah, unjuk kerja alat dan mesin pengolahan tanah, pertumbuhan tebu dan gulma, serta produktivitas tebu dan gula. Di dalam Tabel 7 tersebut disisipkan variabel (peubah) penelitian yang diperoleh dari hasil perhitungan.
55
Tabel 7 Variabel (peubah) yang digunakan dalam penelitian No. Variabel sifat fisik-mekanik kimia tanah
Variabel unjuk kerja alat dan mesin pengolah tanah
Variabel pertumbuhan tebu dan gulma
Variabel produktivitas tebu dan gula
1 Tekstur
Luas tanah terolah (A)
Jumlah tunas tebu muncul per satuan waktu tertentu (JTM)
Produktivitas tebu sampling (PTS)
2 Kadar air (KAT)
Waktu lapang total (t)
Panjang akar tebu (PAT)
Rendemen giling tebu (RGT)
3 Densitas (DST)
Kapasitas lapang efektif (KLE)
Bobot kering akar tebu (BKA)
Produktivitas gula sampling (PGS)
4 Porositas (PST)
Waktu pengolahan tanah (WPT)
Jumlah anakan tebu (JAT)
-
5 Tahanan penetrasi (TPT)
Konsumsi bahan bakar (KBB)
Tinggi batang tebu (TBT)
-
6 Konsistensi (batas cair, batas plastik, dan indeks plastisitas)
Konsumsi bahan bakar per satuan luas tanah terolah (KBL)
Diameter batang tebu (DBT)
-
7 Karakteristik pemadatan (uji Proctor)
-
Prosentase batang tebu rebah (PTR)
-
8 Derajat keasaman (pH)
-
Penutupan gulma tebu (PGT)
-
9 Kandungan unsur hara N (%N)
-
Bobot kering biomassa gulma tebu (BBG)
-
10 Kandungan unsur hara P (P tersedia)
-
-
-
11 Kandungan unsur hara K (KTK K+)
-
-
-
56
Variabel-variabel sifat fisik -mekanik -kimia tanah diukur pada kedalaman tanah, jumlah titik pengukuran, dan lokasi pengambilan sampel yang tertentu, serta pada saat sebelum dan sesudah dilakukan pengolahan tanah, seperti ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 Kedalaman tanah dan jumlah titik pengukuran, serta lokasi pengambilan sampel untuk menentukan sifat fisik -mekanik-kimia tanah pada saat sebelum dan sesudah dilakukan pengolahan tanah Variabel penelitian
Kedalaman tanah (cm)
Jumlah titik pengukuran
Lokasi pengambilan sampel
Pada saat sebelum dilakukan pengolahan tanah: 1 Tekstur
0-30 dan 30-60
3 titik/plot
Areal kebun I dan II
2 Kadar air, densitas, 0-10, 10-20, dan dan porositas 20-30
3 titik/plot
Areal kebun I dan II
3 Tahanan penetrasi
Hingga 50, pada setiap interval 5
3 titik/plot
Areal kebun I dan II
4 Konsistensi dan karakteristik pemadatan tanah
0-30 dan 30-60
1 titik hasil pencampuran semua p lot
Areal kebun I + II
5 Kandungan N, P, K, dan pH
0-30 dan 30-60
3 titik/plot
Areal kebun I dan II
Pada saat sesudah dilakukan pengolahan tanah: 1 Kadar air, densitas, 0-10, 10-20, dan dan porositas 20-30
4 titik/subplot Areal kebun I dan II di dekat rumpun tebu
2 Tahanan penetrasi
Hingga 50, pada setiap interval 5
1 titik/subplot Areal kebun I dan II di dekat rumpun tebu
3 Kandungan N, P, K, dan pH
0-10, 10-20, dan 20-30
1 titik hasil pencampuran semua plot
Areal kebun II
Pada saat pengolahan tanah di areal kebun I dan II digunakan pola pengolahan tanah spiral (overlapping alteration) dan headland from center. Pola overlapping alteration digunakan pada saat dilakukan pembajakan tanah dalam menggunakan bajak subsoiler (subsoiling). Pola headland from center digunakan
57
pada saat dilakukan pembajakan tanah menggunakan bajak piring (disk plowing) dan bajak singkal (moldboard plowing ), penggaruan tanah menggunakan garu piring (disk harrowing), dan pembuatan alur tanam atau kairan (furrowing ). Pad a Gambar 18 dan Gambar 19 dapat dilihat kedua pola tersebut.
U 1
MULAI
3 2 5 4
DAN SETERUSNYA
Gambar 18 Pola overlapping alteration pada kegiatan pengolahan tanah DAN SETERUSNYA
U 4 2 1
MULAI
3 5
Gambar 19 Pola headland from center pada kegiatan pengolahan tanah Pada saat sesudah pengolahan tanah, pengukuran dan pengamatan sifat fisik-mekanik-kimia tanah serta pertumbuhan tebu dan gulma dilakukan pada area yang diherbisida dan tidak diherbisida pada umur tebu 0.5, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, dan 9 bulan setelah tanam, serta tebu keprasan (ratoon) pada umur 1, 3, dan 6 bulan. Pengukuran produktivitas tebu dilakukan pada saat umur tebu 9 bulan setelah tanam dan pada saat umur tebu ratoon 6 bulan.
58
Prosedur Pengukuran Variabel Penelitian Prosedur pengukuran variabel-variabel untuk menentukan sifat fisikmekanik tanah, unjuk kerja alat dan mesin pengolah tanah, pertumbuhan tebu dan gulma, serta produktivitas tebu dan gula, yang digunakan dalam penelitian ini, disajikan pada Lampiran 4 hingga Lampiran 7. Produktivitas tebu sampling (PTS) dihitung berdasarkan prosedur pengukuran PTS dalam Lampiran 7. Oleh karena PTS ditentukan dengan cara pengambilan contoh (sampling) maka persamaan (8) untuk menghitung PTS diuraikan sehingga diperoleh persamaan (9) yang merupakan persamaan untuk menghitung PTS berdasarkan data-data aktual di lapangan. PTS = 10 * TBB / LAK ……………………………………….… (8) dimana PTS = produktivitas tebu sampling, ton/ha 10 = faktor konversi (1 kg/m 2 = 10 ton/ha) TBB = total bobot batang, kg = (TBS / PJS) * TPR TBS = total bobot batang tebu sampling, kg PJS = panjang sampling, m TPR = total panjang alur tanam (row), m = PJA * LBA / JAR PJA = panjang areal kebun, m LBA = lebar areal kebun, m JAR = jarak antar alur tanam, m LAK = luas areal kebun, m2 = PJA * LBA PTS = 10 * TBS / (PJS * JAR) ………………………….………. (9)
59
Analisis Data Penelitian Analisis data dilakukan untuk data-data hasil penelitian di subplot-subplot yang tidak diherbisida, baik di areal kebun I maupun di areal kebun II. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipas i pengaruh kemungkinan ketidakseragaman pemberian herbisida, sehingga diharapkan variasi hasil penelitian yang diperoleh diakibatkan oleh perlakuan yang diterapkan. Data sifat fisik-mekanik tanah, berupa kadar air (KAT), densitas (DST), porositas (PST), dan tahanan penetrasi tanah (TPT), yang digunakan dalam analisis adalah nilai rata-rata pada kedalaman 0-30 cm. Data sifat fisik-mekanik tanah hasil pengolahan tanah adalah setelah dilakukan pengkairan (furrowing) sebelum dilakukan penanaman bibit-bibit tebu. Data tersebut digunakan untuk menentukan hubungan antara intensitas pengolahan tanah dan variabel sifat fisik mekanik tanah hasil pengolahan tanah, serta variabel pertumbuhan dan produksi tebu. Hubungan antara variabel sifat fisik-mekanik tanah hasil pengolahan tanah (DST dan TPT) dengan variabel pertumbuhan dan produksi tebu (JTM, PAT, BKA, JAT, TBT, DBT, PTS, RGT, dan PGS) ditunjukkan dalam bentuk kurva hubungan antar variabel, sehingga dapat ditentukan hubungan kausalitas antar variabel tersebut.
Dengan menggunakan kurva-kurva tersebut akan dapat
ditentukan besarnya nilai variabel DST dan TPT yang memberikan nilai variabel pertumbuhan dan produksi tebu yang minimum dan maksimum, sehingga dapat ditentukan DST dan TPT optimum.
Metode pengolahan tanah efektif dapat
ditentukan berdasarkan hasil pertumbuhan dan produksi tebu maksimum, tetapi pertumbuhan gulma (PGT dan BBG) minimum. Metode pengolahan tanah dikatakan optimum apabila metode pengolahan tanahnya efektif dan efisien. Metode pengolahan tanah efisien tercapai apabila kapasitas lapang efektif (KLE) tinggi, atau waktu operasi pengolahan tanah (WPT) rendah, dan konsumsi bahan bakar per satuan luas tanah terolah (KBL) rendah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metode pengolahan tanah akan semakin optimum apabila metode pengolahan tanahnya semakin efektif dan efisien, yaitu apabila nilai variabel pertumbuhan dan produksi tebu semakin besar, tetapi nilai variabel pertumbuhan gulma, waktu operasi pengolahan tanah, dan biaya operasi pengolahan tanahnya semakin kecil.
60
Tolok ukur (indikator) akhir dari metode pengolahan tanah efektif adalah besaran (kuantitas) penerimaan hasil penjualan gula (PHG) dalam satuan Rp/ha, sedangkan indikator akhir dari metode pengolahan tanah efisien adalah kuantitas biaya operasi pengolahan tanah (BPT) dalam satuan Rp/ha. Metode pengolahan tanah akan semakin optimum apabila PHG yang diperoleh semakin besar, tetapi BPT yang diperoleh semakin kecil. PHG akan semakin besar apabila metode pengolahan tanahnya semakin efektif, yaitu apabila produktivitas gulanya semakin besar. BPT akan semakin kecil apabila metode pengolahan tanahnya semakin efisien, yaitu apabila konsumsi bahan bakar per satuan luas tanah terolah (KBL) yang dihasilkan semakin kecil.