BAGIAN I : DIMENSI PRIMA ORGANISASI BAB I : PARADIGMA TEORI ORGANISASI A. Pengertian Paradigma Paradigma adalah seperangkat pengandaian (asumsi) yang eksplisit maupun implisit tentang fenomena (gejala) yang menjadi landasan bagi gagasangagasan analisis keilmuan (Philips, 1971). Definisi lain menyebutkan bahwa paradigma adalah kerangka keyakinan penata (ordering believe framework) yang menjadi bintang pemandu (the guiding star) yang menuntun kegiatan keilmuan masyarakat keilmuan (Wilardjo, 2000). Konsep paradigma ini menjadi populer melalui karya Kuhn, The D.Structure of Scientific Revolution (1962), seperti digambarkan dalam bagan proses perubahan keilmuan menurut Kuhn (1962): Paradigma I
Normal Science
Anomalies
Krisis
Revolusi Keilmua Paradigma II
1
Penjelasan bagan diatas adalah sebagai berikut : a. Pada suatu masa tertentu ilmu tertentu didominasi oleh sebuah paradigma tertentu. b. Berdasarkan paradigma tertentu itu terjadilah akumulasi ilmu pengetahuan dan berlangsunglah kemajuan ilmu (ahapan ini dikenal sebagai normal science. c. Karya-karya tersebut di atas selain mengakumulasi ilmu pengetahuan berdasarkan paradigma yang ada juga membuahkan penyimpangan-penyimpangan yang tak dapat dijelaskan lagi berdasarkan paradigma yang digunakan ( tahapan ini yang disebut dengan anomalies). d. Kelanjutan dari keadaan anomalies adalah krisis, yaitu bila penyimpangan-penyimpangan tersebut telah memuncak. e. Kalau situasi seperti ini telah terjadi, maka munculah revolusi keilmuan dimana paradigma I ditinggalkan dan paradigma II digunakan sebagai landasan baru bagi gagasan ilmiah. Pemahaman tentang paradigma yang dimaksud oleh Kuhn tidaklah harus linear. Ihalauw (2000), membagi paradigma atas tiga macam: 1. Paradigma Kuhn, yaitu cara pandang baru yang amat luar biasa. 2. Paradigma yang merupakan suatu kiblat baru namun belum merupakan suatu penyimpangan dramatis dari cara-cara lampau.
2
3. Variasi paradigma, yaitu penyempurnaan, baik terhadap paradigma Kuhn maupun terhadap paradigma jenis kedua; merupakan penguraian lebih rinci saja dari paradigma yang sedang digunakan. B. Teori dan Organisasi Teori adalah pendapat yang dikumpulkan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa dan merupakan suatu set hipotesis yang saling berkaitan atau pernyataan mengenai suatu gejala atau satu set gejala (Shaw dan Constanzo, 1970). Secara deskriptif teori dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik dan mendalam terhadap beberapa fenomena dalam hal ini pemahaman tentang organisasi yang memungkinkan terciptanya manajemen organisasi yang lebih baik. Teori secara deskriptif dimaksudkan untuk memahami apa dan mengapa segala sesuatunya terjadi dan secara normatif atau preskriptif menyangkut bagaimana sesuatunya harus terjadi atau apa yang dilakukan terhadap sebuah keadaan yang di identifikasikan secara deskriptif. Pengertian Organisasi dari para ahli : a. Organisasi adalah hubungan pekerjaan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dalam suatu kelompok demi terwujudnya pekerjaan tersebut (Olan Hendrick, 1985). b. Organisasi adalah kolektivitas yang dibentuk secara sadar dengan tujuan formal yang berusaha dicapai
3
secara bersama melalui kerjasama diantara manusia yang memiliki keyakinan, keterlibatan dan tujuan bersama (Barnard, 1938). c. Organisasi adalah sekelompok manusia yang berinteraksi dalam kelompok yang besar mereka memiliki sistem koordinasi, spesifikasi yang jelas dalam struktur dan koordinasi (March dan Simon, 1958). d. Organisasi adalah unit sosial atau kelompok yang secara sadar mengkonstruksi dan merekonstruksi dalam mencapai tujuan (Etsioni, 1964). Banyaknya definisi mungkin berhubungan dengan keragaman cara pandang dan mudanya disiplin ilmu ini. Istilah organisasi sebenarnya tidak dikenal dalam ilmu sosial pada masa lalu dan pada umumnya juga belum dikenal pada ilmu sosial kemudian. Sosiolog besar Ferdinand Tonnies (1855-1936), di dalam bukunya yang terbit pada tahun 1888 yaitu Gemeinschaft und Gesellschaft (Komunitas dan Masyarakat), menggolongkan bentuk-bentuk yang dikenal dari organisasi umat manusia sebagai komunitas yang bersifat organic dan merupakan sebuah struktur yang berada di bawah kontrol sosial yang ketat. Tonnies tidak pernah membicarakan tentang organisasi demikian juga para sosiolog lainnya pada awal abad kesembilan belas atau kedua puluh. Kondisi ini menunjukkan bahwa teori organisasi sebagai cabang ilmu-ilmu sosial merupakan sebuah cabang ilmu yang masih relatif muda.
4
Teori organisasi menurut Stephen P. Robbins (1994) adalah teori yang mengkaji struktur, fungsi dan performansi organisasi beserta perilaku kelompok dan individu didalamnya dalam mencapai tujuan yang luas dan rumit. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat di identifikasikan yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Definisi teori organisasi kemudian diuraikan oleh Robbins (1994) sebagai berikut: 1. Perkataan dikoordinasikan dengan sadar mengandung pengertian manajemen. Kesatuan sosial berarti bahwa unit terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain. Pola interaksi yang diikuti orang di dalam suatu organisasi tidak begitu saja timbul, melainkan telah dipikirkan terlebih dahulu. Organisasi merupakan kesatuan sosial maka pola interaksi para anggotanya harus diseimbangkan dan diselaraskan untuk meminimalkan keberlebihan (redundancy) namun juga memastikan bahwa tugastugas yang kritis telah diselesaikan. Hasil akhirnya adalah untuk mengkoordinasikan pola interaksi manusia. 2. Sebuah organisasi mempunyai batasan yang relatif dapat diidentifikasi. Batasan dapat berubah dalam kurun waktu tertentu dan tidak selalu jelas, namun sebuah batasan yang nyata harus ada agar kita dapat
5
membedakan antara anggota dan bukan anggota. Batasan cenderung dicapai melalui perjanjian yang eksplisit maupun implisit antara para anggota dan organisasinya. Pada kebanyakan hubungan kepegawaian terdapat sebuah perjanjian yang implisit di mana pekerjaan itu ditukar dengan pembayaran upah. Pada organisasi sosial atau suka rela para anggota memberi kontribusi dengan imbalan prestise, interaksi sosial, atau kepuasan dalam membantu orang lain. Tetapi setiap organisasi mempunyai batasan yang membedakan antara siapa yang menjadi bagian dan siapa yang tidak menjadi bagian dari organisasi tersebut. 3. Orang-orang di dalam sebuah organisasi mempunyai suatu keterikatan yang terus menerus. Rasa keterikatan ini tentunya bukan berarti keanggotaan seumur hidup. Sebaliknya organisasi menghadapi perubahan konstan di dalam keanggotaan mereka meskipun pada saat mereka menjadi anggota orangorang dalam organisasi berpartisipasi secara relatif teratur. Organisasi itu ada untuk mencapai tujuan bersama dan tujuan tersebut biasanya tidak dapat dicapai oleh individu-individu yang bekerja sendiri atau jika mungkin hal tersebut dicapai secara lebih efisien melalui usaha kelompok. Tidak perlu semua anggota mendukung tujuan organisasi secara penuh namun
6
definisi tersebut diatas menyatakan adanya kesepakatan umum mengenai misi organisasi. Robbins (1994) kemudian menjelaskan bahwa dari definisi-definisi terdahulu, tidak sulit mendeduksi arti sesuatu dengan istilah teori organisasi. Teori organisasi adalah disiplin ilmu yang mempelajari struktur dan desain organisasi. Teori organisasi menunjuk aspek-aspek deskriptif maupun preskriptif dari disiplin ilmu tersebut. Teori itu menjelaskan bagaimana organisasi sebenarnya distrukturisasi dan menawarkan tentang bagaimana organisasi dapat dikonstruksi guna meningkatkan keefektifan dan keefisienan maka dibangun disiplin ilmu yang disebut teori organisasi. Dari batasan-batasan yang terdefinisikan tentang paradigma dan teori organisasi diatas selanjutnya menautkan kedua konsep tersebut untuk dapat memperoleh wawasan yang lebih luas terhadap studi tentang organisasi. Jadi tinjauan terhadap perkembangan paradigma yang terjadi dalam teori organisasi ditujukan terhadap paradigma-paradigma yang berlaku pada teori organisasi atau dengan kata lain paradigma-paradigma teori organisasi yang diakui dan diterima sebagai sebuah teori yang ilmiah. C. Keragaman Teori Organisasi Donaldson (1995) melihat sejak sekitar awal tahun 1967 di Amerika Serikat saja berkembang begitu banyak
7
teori organisasi. Donaldson menyebutkan ada sekitar lima belas teori organisasi yang berkembang,antara lain : a. Structure (Evan, 1966), b. Ethno-Methodology (Garvinhel, 1967), c. Enachment Theory (Weick, 1969), d. Cybernetycs (Hage, 1974), e. Transaction Cost Theory (Williamson, 1975), f. Agency Theory (Jensen dan Meckling, 1976), g. Population-Ecology (Hannan dan Freeman, 1977), h. Institutional Theory (Meyer dan Rowan, 1977, Zuckler, 1977), i. Marxism (Goldman dan Van Houten, 1977), j. Resource Dependence (Pfeffer dan Salancik, 1978), k. Organizational Symbolism (Smirchich, 1983), l. Organization Cultures (Fine, 1984), Feminism (Ferguson, 1984), m. Emotionalism (Sutton dan Rafaeli, 1988) dan n. Post-Modernism (Murphy dan Putman, 1992). Keragaman teori organisasi diatas oleh Morgan (1986), diklasifikasikan dalam beberapa klasifikasi berbagai perspektif, antara lain: 1. Organisasi sebagai mesin: organisasi di manfaatkan oleh pemilik dan menajemen untuk mencapai tujuan pribadi mereka. Proses dalam organisasi harus teridentifikasi secara jelas, pengelolaan atau manajemen menggunakan pendekatan engineering
8
dalam mendesain tugas dan tanggung jawab secara mekanistik dan berulang. 2. Organisasi sebagai organisme; sistem terbuka: organisasi adalah entitas yang kompleks dimana keberadaan kelompok organisme selalu berubah dengan lingkungannya. Perubahan adalah sesuatu yang krusial untuk menopang hidup dan bentuk serta merupakan kunci hubungan antara lingkungan dan berfungsinya secara internal. Adanya pandangan tentang organisasi sebagai organisme, memungkinkan kita secara bijak bertanya tentang: kapan organisasi itu merasa baik, dimana organisasi itu sakit, bagaimana ia harus menghadapi tantangan (failling rock), apa yang diperlukan untuk membantu memahaminya. 3. Organisasi sebagai pikiran/ide (brain): organisasi sebagai ide (brain) adalah kemampuan untuk memproses informasi (mengambilnya dari berbagai sumber) dan pembelajaran (learning) sebagai bentuk pemikiran dan kreatifitas. Data, informasi, dan ide, didesiminasikan secara luas dan diberikan oleh semua orang. Kedua bagian otak baik yang bersifat analistis dan emosional harus merupakan bagian dari organisasi. 4. Organisasi sebagai kultur (budaya): organisasi sebagai kultur didesain dalam arti yang mendalam agar pelaku organisasi terpenuhi kebutuhan norma, nilai, ritual, dan tradisi sebagai basis parameter
9
desain organisasi. Hasil dari pemahaman (shared meaning) membuat pelaku organisasi memiliki komitmen dan petunjuk dalam berbagai aktivitas organisasi. 5. Organisasi sebagai sistem politik: digambarkan dalam aspek kepentingan, konflik dan kekuasaan. Pertanyaan yang harus dijawab adalah siapa pemilik kekuasaan, dimana harus terjadi aturan-aturan organisasional dimana hal ini di lakukan. Pembedaan dalam pendekatan terhadap laki-laki dan perempuan diteliti dalam lima model penanganan konflik: kompetisi, kolaborasi, kompromi, pencegahan dan pengakomodasian. 6. Organisasi sebagai tahanan/penjara fisikal (psychic prison), organisasi dalam penjara fisikal merupakan jebakan terhadap pekerja dalam cara yang berbeda: a. Pekerja dapat terjebak oleh keyakinan dan ketidakyakinan proses mental dalam rutinitas dan tekanan organisasional. b. Mereka dapat terjebak dalam perhitungan ekonomis. c. Kerja kelompok telihat sebagai sebuah penjara. 7. Organisasi sebagai gerakan yang berubah-ubah (flux) dan transformasi, perubahan dipaparkan secara logis. Tiga gambaran berbeda tentang perubahan diberikan sebagai cara menjelaskan bagaimana realitas organisasi mengukuhkan dirinya. Menjelaskan bagaimana hidup organisasi dibentuk dan
10
ditransformasikan oleh proses transformasi logis dalam diri mereka. Ketiga gambaran tersebut adalah: a. Pendekatan biologis: organisasi digambarkan sebagai penghasil sistem bagi dirinya. b. Hubungan kausal yang logis, dimana logika perubahan adalah proses edaran (circular) sebagai pengaruh dari trend dan tekanan. c. Dialektika perubahan yang logis, dimana perubahan adalah hubungan dialektika antara berbagai pihak. 8. Organisasi sebagai seperangkat instrumen dominan: organisasi digambarkan dalam bentuk dominasi eksploitasi terhadap partisipan (stakeholders) dalam mencapai tujuan mereka. Hal ini menjelaskan adanya penyeragaman dan tekanan kelompok (pressure groups) dan tekanan untuk mengendalikan organisasi lewat hukum dan aturan-aturan. Keragaman teori organisasi diatas sebenarnya tidak masalah sebab ia memberi kasanah yang luas dalam cara memandang organisasi dan kesemuanya diakui dan diterima sebagai sebuah teori ilmiah. Donaldson (1995) mengkaji beberapa diantaranya dan menemukan kelebihan dan kelemahan masing-masing teori. Secara keselurahan masing-masing teori memiliki kontribusi tersendiri bagi pemahaman yang lebih luas tentang teori organisasi. Donaldson pada publikasi wawancaranya di Organization Management Theory
11
Newsletter menyatakan bahwa pengembangan teori organisasi sangat bersifat trendi semata, oleh karenanya yang dibutuhkan adalah mengurangi sifat trendi tersebut, ditambahkan olehnya kita butuh untuk mengoleksi sejumlah data yang bernilai bagi sejumlah isu yang memungkinkan agenda penelitian pada teori organisasi semakin dilengkapi.
12
BAB II : KONTEK SEJARAH TEORI ORGANISASI A. Sejarah Teori Organisasi Lansink (1997) menggambarkan dan mengklasifikasikan konteks sejarah teori organisasi sejak studi organisasi awal sampai saat ini dengan determinan historis yang ditonjolkan antara lain ciri utama : a. Perkembangan lingkungan (main features), b. Mekanisme pasar (market mechanism), c. Penggunaan teknologi (role of technology), d. Perkembangan lingkungan (environmental influence), e. Aspek politik-kemasyarakatan (political, society), f. Sifat kompetisi (competing on), g. Pengorganisasian (organization), h. Model teori yang dikembangkan (leading models) pada jamannya. B. Periode Tahun (1750-1870) Ciri utama (main features) situasi masyarakat pada waktu itu adalah adanya revolusi industri sebagai salah satu kejadian paling penting sebelum abad kedua puluh ini dalam kaitannya dengan teori organisasi. Revolusi Industri dimulai pada abad kedelapan belas di Inggris menyeberangi Samudera Atlantik dan ke Amerika pada akhir perang saudara. Revolusi tersebut mempunyai dua elemen utama di Amerika Serikat yaitu kekuatan mesin telah menggantikan kekuatan manusia secara cepat dan
13
pembangunan terusan dan rel kereta api dengan cepat mengubah metode transportasi. Hasilnya adalah menyebarnya pendirian pabrik-pabrik besar menggunakan kekuatan uap untuk menjalankan beratus-ratus mesin secara efesien. Barang-barang jadi kemudian dapat dikirimkan dengan murah melalui kapal atau kereta api keseluruh negara. Dampaknya terhadap desain organisasi menjadi jelas yaitu penekanan terhadap dimensi efisiensi. Pembangunan pabrik membutuhkan penciptaan yang terus-menerus dari struktur organisasi untuk memungkinkan terjadinya proses produksi yang efisien. Pekerjaan harus dirumuskan, arus pekerjaan harus ditetapkan, departemen diciptakan, dan mekanisme koordinasi dikembangkan. Secara singkat, struktur organisasi yang kompleks harus dirancang karena pengaruh lingkungan, politik dan masyarakat. Model kepemimpinan dan bisnis administratif dikembangkan pula dan Adam Smith menulis buku tentang kemakmuran negara pada tahun 1776. Buku tersebut membahas tentang keuntungan ekonomis dari pembagian kerja pada industri paku. Smith mengatakan bahwa apabila sepuluh orang pekerja masing-masing melakukan tugas spesialisasi, maka mereka dapat menghasilkan kurang lebih empat puluh delapan ribu buah paku seharinya. Namun demikian ia mengatakan jika masing-masing pekerja bekerja secara terpisah dan bebas, kesepuluh orang pekerja tersebut dapat dikatakan
14
beruntung jika dapat membuat dua ratus atau sepuluh paku seharinya. Smith kemudian membuat kesimpulan yang sekarang diterima oleh para manajer sebagai suatu akal sehat, yaitu pembagian kerja dapat menghasilkan efesiensi ekonomis yang mencolok. Selain Smith dan juga Marx, kontribusi yang berpengaruh pada waktu itu terhadap teori organisasi adalah pandangan Ralph C. Davis (1928), yang memperkenalkan perspektif perencanaan rasional, yang mengatakan bahwa struktur merupakan hasil logis dari tujuan-tujuan organisasi dan tujuan utama sebuah perusahaan adalah pelayanan ekonomis. C. Periode 1870-PD II Ciri utama (main features) adalah basis pengembangan produksi dengan melakukan diferensiasi tenaga kerja, mekanisasi pabrik dan penciptaan skala ekonomi (production improvement based on diferentiation of labour, mechanism and economy of scale) dengan membuat produk secara masal (mass production), spesialisasi terhadap pekerjaan juga sudah dilakukan pada waktu itu dan semakin dimanfaatkannya pemikiran rasional dari para tenaga ahli administrasi bisnis. Pengaruh lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh menjadi pertimbangan bisnis, undangundang dibuat dengan memperhitungkan kepentingan
15
kemanusiaan, studi tentang organisasi berbasis pada negara, angkatan bersenjata dan gereja. Pada waktu itu Mayo melakukan pengamatan terhadap para pekerja dengan percobaan intensitas cahaya pengaruhnya terhadap pekerja. Yang ditemukan pada percobaan tersebut adalah kesimpulan tentang faktor manusia pada organisasi (human factor) dan organisasi informal yang kemudian menjadi bintang pemandu (guiding star) yang paling berpengaruh terhadap pengembangan teori organisasi neo-klasik. Ide-ide yang menonjol tentang organisasi pada waktu itu adalah tentang struktur, hirarki, aturan dan normanorma dengan tipe idealnya Weber. Max Weber menulis pada permulaan abad ini dan telah mengembangkan sebuah model struktural yang ia katakan sebagai alat yang paling efisien bagi organisasi-organisasi untuk mencapai tujuan-tujuannya dan ia menyebut struktur ideal ini sebagai birokrasi. Struktur tersebut ditandai dengan adanya pembagian kerja, sebuah hirarki wewenang yang jelas, prosedur seleksi yang formal, peraturan yang rinci, serta hubungan yang tidak didasarkan hubungan pribadi (impersonal). Gambaran Weber tentang birokrasi telah menjadi prototype rancangan bagi kebanyakan struktur organisasi yang sekarang ada. Saat itu mulai diidentifikasi pula tentang adanya kesamaan fungsi pada semua organisasi.
16
Identifikasi yang dilakukan oleh Fayol sangat berpengaruh kepada cara pandang terhadap organisasi yaitu bahwa tujuan organisasi adalah agar tugas dapat dilaksanakan organisasi membutuhkan sebuah struktur yang mengatur agar pekerjaan-pekerjaan sejenis seperti rekayasa, manufaktur dan penjualan dikelompokkan dalam bagian-bagian tertentu. Setelah Perang Dunia I dan reorganisasi General Motors Company oleh Alfred Sloan dan mencapai puncaknya pada tahun 1950-an dengan didesentralisasinya American General Electric Company oleh Jack Welch, model Fayol diterapkan sebagai sebuah struktur yang disebut sebagai unit usaha. Hal ini diterima sebagai usaha untuk menyeimbangkan antara kepentingan intern untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan kepentingan ekstern dimana pasar harus dapat dilayani. Sampai saat ini ia tetap merupakan pendekatan yang diterima secara luas dan melandasi semua pembahasan tentang menyeimbangkan kompetensi inti (core competencies) dengan fokus pasar (market focus), juga karena perhatian dewasa ini adalah dengan reengineering. Cara pandang Fayol, sebetulnya sudah didahului oleh Fredrick yang oleh Akbar Raja Prusia mendefinisikan sebagai konsep tentara modern, dia mengatakan bahwa tentara mempunyai tiga bagian: invanteri berjalan, kaveleri menunggang, dan arteleri ditarik. Dengan kata
17
lain definisi sebuah organisasi adalah berdasarkan perbedaan pekerjaan. Konsep dasar ini melandasi semua organisasi militer sampai Perang Dunia I dan dapat dikatakan sebagai teori atau definisi pertama dari organisasi. Selain itu ia juga merupakan konsep yang melandasi usaha pertama untuk mendefinisikan organisasi perusahaan: yaitu teori usaha manufaktur yang dikembangkan Henry Fayol sekitar Perang Dunia I yang pada waktu itu menjabat sebagai kepala pertambangan batu bara terbesar di Eropa. Kontribusi Fayol hanya sebatas struktur dan pasar tetapi tidak membatasi keyakinan kita bahwa sekarang begitu banyak pendekatan yang berbeda muncul tidak mengganti pendekatan Fayol tetapi melengkapinya, organisasi diatas semua itu bersifat sosial yang mencerminkan nilai-nilai bukan sekedar alat, dan dengan berbagai pendekatan tentunya akan ditemukan satu organisasi yang ideal. Model bagi administrasi bisnis pada waktu itu oleh ilmuan administrasi (1910) seperti Weber, Taylor, Gilbraith, serta muncul juga 14 prinsip manajemen Fayol. Fayol menganalisis kegiatan manajemen kedalam lima elemen yaitu : a) perencanaan, b) organisasi, c) komando (pengarahan), d) koordinasi dan e). pengendalian, dan kerangka kerja analisis ini kemudian dipakai dan dikembangkan oleh banyak sekali pengarang.
18
Sementara itu Mayo (1930); memberi pemahaman awal tentang organisasi sebagai suatu kesatuan sistem, kontribusinya didasari oleh suatu riset bukan hanya pengalaman pribadi, dia mengalihkan perhatian dari masalah struktur dan pengendalian mekanis ke faktor manusia yang mempengaruhi performa organisasi industri. D. Periode PD II-1960 Situasi pada waktu itu menuntut masyarakat untuk membangun kembali industri atau melakukan rebuilding terhadap industri. Industri pasca PD II berkembang pesat dari segi kuantitatif, basis perencanaan bersifat ekspansif, didasarkan pada data pertumbuhan, mekanisme pasar pada waktu itu bercirikan adanya permintaan lebih besar dibanding penawaran (demand > supply), adanya pasar penjual dan rendahnya tekanan harga. Sementara industri manufaktur pada waktu itu berkembang pesat dengan dibangunnya kembali industriindustri yang melayani kebutuhan masyarakat akan barang sehingga tercipta lapangan pekerjaan baru, industri-industri berkompetisi dalam hal kapasitas produksi yang optimum. Organisasi-organisasi memfokuskan diri pada peningkatan produktifitas lewat pembagian kerja yang baik, mekanisasi kerja dan peningkatan skala produksi.
19
Tokoh yang menonjol dalam menciptakan model pemikiran ini adalah Keynes, Simon (1940); membahas teori pengambilan keputusan (theory on decision taking). Miller (1940) dengan pendekatan sosio-teknikalnya, termasuk anggota Tavistock Institute of Relation di Inggris juga menunjukkan pentingnya perhatian akan hambatan teknologi dan kebutuhan manusia untuk memperoleh kebutuhan hubungan sosialnya ketika mendesain struktur organisasi. Dari hasil riset mereka muncul prinsip optimalisasi gabungan sosial dan tehnik, dengan penekanan pada kebutuhan untuk mencari bentuk organisasi yang dapat memenuhi kebutuhan tehnik dan aspirasi manusia secara simultan. Pada waktu itu studi perilaku (behavioural science) mulai dikembangkan. Studi perilaku yang terkenal dilakukan oleh tiga pakar psikologi di Amerika yaitu Herzberg, McClelland dan Maslow. Herzberg terkenal dengan pembedaannya antara motivator dan apa yang disebut sebagai kesehatan kerja. Menurutnya motivator adalah pekerjaan itu sendiri, prestasi, tanggung jawab, dan pengakuan, sedangkan kesehatan adalah sesuatu yang tidak berfungsi sebagai motivator, melainkan hanya menjaga pekerja dari perasaan tidak puas. Faktor ini antara lain bayaran atau upah kerja, kondisi kerja dan hubungan dengan penyelia. Kerja Herzberg telah mendorong diadakannya eksperimen penting tentang pengayaan kerja dan
20
meragukan efektivitas dari banyak skema insentif keuangan. Riset McClelland menekankan pentingnya motivasi dalam performa kerja. Sedangkan kontribusi Maslow yang berpengaruh dalam pembahasan teori organisasi adalah penyusunan urutan kebutuhan manusia dalam sistem hirarki. Hirarkinya didasari oleh anggapan bahwa kebutuhan pokok seperti keinginan untuk bertahan dan rasa aman adalah dasar motivasi, sedangkan urutan kebutuhan yang lebih tinggi seperti rasa memiliki, penghargaan, prestasi dan aktualisasi diri berfungsi sebagai motivator yang semakin penting pada masyarakat maju, yaitu ketika keinginan untuk bertahan dan rasa aman tidak dipermasalahkan lagi. E. Periode Tahun 1960-1970 Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan ciri utama pada periode ini, peningkatan skala produksi dengan memperhatikan tingkat pengembalian (turn-over) dan internasionalisasi organisasi, di pasar persaingan makin terasa karena konsumen dapat menyeleksi produk dengan pertimbangan keragaman harga yang ditawarkan, produsen menciptakan diferensiasi terhadap harga dalam kerangka melayani beragamnya preferensi konsumen. Teknologi yang ada pada waktu itu adalah aplikasi teknologi yang dikembangkan dalam kepentingan
21
ekspansi produksi, sementara pengembangan teknologi baru masih sangat rendah. Lingkungan kegiatan investasi pada waktu itu berkembang pesat, industri perbankan menjadi bagian yang semakin penting dalam dunia bisnis yang memungkinkan terciptanya tingkat kemakmuran yang tinggi, peningkatan kualitas kerja pada organisasi mulai diperhatikan. Pada saat itu tekanan lingkungan terhadap organisasi melalui kelompok-kelompok mulai terjadi dan implikasinya perusahaan harus memperlakukan para pekerjanya dengan lebih manusiawi. Kompetisi terjadi dalam hal harga, pengendalian intern agar terjadi efisiensi melalui tindakan restrukturisasi, memindahkan tempat produksi di negara-negara yang tingkat upahnya rendah, mengurangi integrasi vertikal, meningkatkan mekanisasi, dan memperkecil range dari produk. Organisasi pada waktu itu bertumpu pada pemisahan antara bagian lini dan staf, antara bagian operasi dan kontrol, perencana dan pelaksana, penciptaan produk yang kreasinya semakin disederhanakan. Pekerjaan dilakukan dalam tugas-tugas berulang (repetitive tasks). Kompleksitas organisasi diatur oleh prosedur yang luas atau dengan birokrasi dan struktur yang fungsional. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi pada waktu itu dikondisikan agar lebih memperhatikan orientasi internal organisasi. Namun pada saat yang sama harus mengintegrasikan secara simultan berbagai kegiatan ini
22
kedalam satu organisasi yang koheren dan kohesif guna pengendalian dan koordinasi. Ide-ide yang berkembang pada waktu itu menyatakan bahwa kesuksesan organisasi ditentukan oleh birokrasi yang rasional dan manajemen yang kuat. Teori ketidakpastian (contingency), dengan pemahaman akan pentingnya hasil eksternal, dikembangkan oleh Pugh, Woodward, dan Minzberg. Joan Woodward dalam studinya mengenai struktur organisasi dan tingkatan teknologi secara meyakinkan menunjukkan bahwa tidak ada cara terbaik untuk mengorganisasi suatu bisnis dan bahwa bentuk organisasi berdasarkan prinsip klasik yang menekankan kesatuan perintah, hirarki, dan kejelasan struktur, dalam kenyataannya jarang dipraktekkan oleh perusahaan yang sukses. Hal yang sama juga dilihat oleh Burns dan Stalker, mereka mendemonstrasikan bahwa prinsip manajemen klasik berjalan dengan baik dalam perusahan yang memiliki teknologi tinggi, mapan dan pasar yang baik tetapi tidak cocok bagi perusahaan yang menghadapi keadaan perubahan setiap saat. Pertimbangan efisiensi, spesialisasi, hirarki, sangat mewarnai ide-ide dalam pengembangan teori organisasi dekade ini. Selain itu, studi perilaku (behavioural science) pada organisasi juga masih dikembangkan oleh para teoritikus dan salah satu tesis dari Duglas McGregor, menyatakan bahwa ada dua pandangan tentang manusia
23
yaitu; pertama pada dasarnya negatif-Teori X, dan yang kedua pada dasarnya positif-Teori Y. Implikasi dari teori McGregor terhadap teori organisasi adalah argumentasi bahwa asumsi-asumsi teori Y lebih disukai dan asumsi-asumsi itu harus dapat membimbing para manajer guna merancang organisasi mereka dan memotivasi pegawai-pegawainya. Gairah yang besar pada permulaan tahun 1960-an bagi pengambilan keputusan partisipatif, penciptaan pekerjaan yang bertanggungjawab dan menantang para pekerja serta pengembangan hubungan antar kelompok yang baik dapat ditelusuri dari saran McGregor agar manajer mengikuti asumsi-asumsi teori Y. Makin tingginya tingkat persaingan internasional mendorong teoritisi menciptakan organisasi yang mampu bersaing secara global, hasil studi yang terkenal dilakukan Ansof (1965) dengan model perencanaan strategisnya (strategic planing) pada strategi bersaing secara menyeluruh sebuah perusahaan dalam sebuah industri (corporate strategy). Selain Ansof, karya klasik mengenai hubungan antara strategi organisasi dan strukturnya dibuat oleh ahli sejarah dari Harvard, Alfred Chandler yang dipublikasikan pada tahun 1960-an. Dewasa ini, semua tulisan tentang hubungan strategi dan struktur jelas dipengaruhi penelitian Chandler. Chandler mempelajari hampir seratus perusahaan terbesar di Amerika Serikat. Setelah menelusuri
24
perkembangan organisasi-organisasi tersebut dari tahun 1909 sampai 1959 termasuk didalamnya kasus-kasus historis yang ekstensif dari perusahaan-perusahaan seperti Du Pont, General Motors, Standart Oil Of New Jersey, dan Sears. Chandler menyimpulkan bahwa perubahan strategi mengakibatkan terjadinya perubahan dalam struktur sebuah organisasi. Dikatakan oleh Chandler, Strategi baru membutuhkan struktur yang baru atau paling tidak struktur yang diperbaharui jika perusahaan yang makin besar tersebut harus dapat dioperasikan secara efisien…kecuali jika struktur tidak mengikuti strategi maka akan timbul ketidakefisienan. Penulis subyek teori organisasi yang berpengaruh pada priode 1960-1970 adalah : 1. McGregor, 1961, 2. Chandler, 1962, 3. Cyert dan March 1963, 4. Agryris, 1963, 5. Simon, 1960 dan 1964, 6. Likert, Ansoff, 1965, 7. Hutte, 1966, 8. Lawrence and Lorsch, DeBono, 1967, 9. Blake dan Mouton, 1968. F. Periode Tahun 1970-1980 Masa dimana perdagangan dunia mengalami stagnasi, industri mengalami kelebihan kapasitas, hanya
25
negara Jepang yang tampil beda dengan konsep high quality tetapi harga produknya rendah. Situasi persaingan pada waktu itu berdampak pada daur hidup produk yang semakin pendek, dibarengi dengan krisis energi karena harga minyak membubung tinggi dan berimplikasi terhadap tingkat suku bunga bank yang tinggi sehingga dunia usaha pada waktu itu melakukan restrukturisasi besar-besaran dan mengendalikan usaha mereka secara ketat. Dengan demikian pada waktu itu sumbangan dunia kepada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan mengalami penurunan. Situasi pasar pada waktu itu sangat memprihatinkan, daya beli masyarakat mengalami penurunan. Pasar didominasi oleh pasar pembeli tidak lagi didominasi oleh pasar penjual. Hal ini mengindikasikan berkembangnya dunia usaha tidak berkembang seperti dekade sebelumnya. Pesimisme terhadap masa depan dunia industri terjadi karena munculnya berbagai krisis, dilain pihak memunculkan kesadaran dalam masyarakat tentang penciptaan lingkungan kerja yang lebih baik agar lebih tahan terhadap hantaman krisis yang terjadi. Isu demokrasi adalah isu yang paling menonjol dalam kehidupan bernegara, termasuk munculnya berbagai organisasi yang berbasis demokratisasi. Determinan krisis yang menonjol pada waktu itu mendorong persaingan bertumpu pada kualitas apabila tidak ingin ditinggalkan pelanggan dan perusahaan mulai melihat
26
peluang baru dengan kesadaran baru pula yaitu tingkat persaingan antar perusahaan yang meluas. Dengan situasi persaingan yang terjadi kemudian berdampak adanya perubahan budaya organisasi dimana kualitas menjadi fokus perhatian organisasi dan lebih beriorientasi kepada konsumen serta melakukan segala hal secara baik dan benar sejak awal demi menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Perusahaanperusahaan pada umumnya melakukan koordinasi kembali antara bagian teknisi, produksi dan pemasaran sebagai subyek hangat yang dibahas dalam teori organisasi pada waktu itu. Solusi yang berkembang adalah penciptaan sistem informasi yang memungkinkan organisasi cepat melakukan evaluasi dan terjadi komunikasi yang baik secara vertikal maupun horisontal dalam organisasi serta memungkinkan adanya monitoring terhadap proses produksi. Dengan demikian orientasi organisasi pada waktu itu adalah organisasi yang betul-betul fungsional dalam mencapai kinerja yang berorientasi pada mutu. Ide-ide yang berkembang sebagai konsep organisasi adalah : a. pendekatan sistem, b. konsep Deming/Juran, c. konsep quality thinking, d. kedekatan hubungan antara produsen dengan para pelanggan, e. pentingnya komunikasi dan kerjasama,
27
f.
peningkatan kualitas adalah jalan untuk meningkatkan efisiensi, g. keberhasilan ditentukan oleh kualitas, struktur dan komponen-komponen manajemen. Ansof (1976), mengembangkan hal ini dengan melanjutkan rumusan perencanaan strategis menjadi sebuah stategi manajemen organisasi. Dengan kata lain ide-ide teknikal yang berkembang pada organisasi dekade ini adalah otomatisasi dalam kegiatan produksi dan pemasaran, penciptaan organisasi yang semakin simple, penciutan jumlah staf, memperpendek rute komunikasi, integrasi dan desentralisasi, pengembangan yang sifatnya paralel, proyek manajemen, gugus tugas, Just in Time (JIT), Manufacturing Resource Planing (MRP) Manufacturing Resource Planing II (MRP II), OPT. Penulis subyek teori organisasi yang berpengaruh pada periode 1970-1980 adalah Redin, 1971, Hersey, 1975, Blancard,1976. G. Periode Tahun 1980-1990 Kondisi dunia usaha kembali kepada keadaan yang lebih baik merupakan ciri utama periode ini. Pelanggan dapat memilih berbagai alternatif dan hal ini dilakukan secara sadar karena informasi pasar tentang spesifikasi sebuah produk sangat jelas. Sektor industri yang berkembang pesat adalah perusahaan jasa. Kontribusi industri manufaktur terhadap GNP megalami penurunan
28
jika dibandingkan dengan sumbangan yang diberikan oleh sektor jasa. Pasar didominasi oleh pasar pembeli yang berimplikasi kepada pelayanan konsumen dituntut adanya fleksibelitas pelayanan perusahaan. Pembeli mempunyai kebiasaan memilih sehingga model produk dan jasa yang diintrodusir ke pasar harus dibarengi dengan konsep pelayanan yang cepat dan siklus hidup produk yang semakin diperpendek. Manufacturing Resource Planing (MRP) adalah software manufaktur yang bermanfaat menolong manajemen menyelesaikan persoalan bisnis dalam hal penyediaan informasi tentang persediaan, material, kualitas, customer service, produktifitas, dan manajemen kas. Semakin penting untuk mengembangkan tehnologi karena situasi persaingan yang semakin ketat. Teknologi baru memberi peluang kepada produk maupun proses pembuatannya untuk bersaing. Dengan demikian investasi terhadap pengembangan teknologi dan mesin penting untuk dilakukan dalam dunia industri. Situasi sosial pada waktu itu tidak lagi menganggap industri sebagai sebuah kejahatan, pandangan negatif mulai bergeser, industri ternyata dapat menciptakan kekayaan dan kemakmuran. Trend yang umumnya terjadi pada waktu itu adalah restrukturalisasi organisasi (organizational restructuring), kebijakan dunia industri adalah kesatuan dalam kebijakan inovasi dan
29
pengembangan teknologi. Situasi persaingan dekade ini bertumpu pada persaingan harga, kualitas, dan kecepatan pelayanan. Konsumen mempunyai altenatif pilihan produk, oleh karenanya kecepatan dan fleksibilitas pelayanan sangat penting. Konsentrasi pada organisasi dekade ini bertumpu pada inovasi terhadap proses dan produk. Implikasinya organisasi membentuk struktur yang semakin datar (flat), mengurangi persediaan, jangka waktu proses produksi dipersingkat, pengurangan beberapa komponen produksi yang dianggap tidak perlu, dan melakukan evaluasi produk dengan cepat, serta mengurangi konsentrasi untuk proyek-proyek yang dianggap membuang waktu seperti inovasi dalam engineering dan pilot-pilot proyek, CAD/CAM. Penulis teori organisasi periode 1980-1990 adalah : a. Hofstede, Deming, 1980, b. Pascale dan Athos, De Siter, 1981, c. Te Hart, Petters dan Waterman, Ohmae, Ouchi, 1982, d. Mintsberg, 1983, e. Porter, Moss-Kanter, 1985 dan f. De Geus, 1988. H. Periode Tahun 1990-Sekarang Dekade ini ditandai dengan berkembangnya konsep IT (Information Technology), penggunaan teknologi mendominasi semua aktivitas, dan merupakan kesadaran
30
awal akan pentingnya pengembangan teknologi. Teknologi yang bukan teknologi inti (core technology) ditransfer ke negara-negara dunia ketiga. Kegiatan pasar difokuskan untuk perdagangan barang, jasa, sumber daya manusia, dan modal. Organisasi dekade ini memandang pentingnya kerjasama antara pemasok dan pelanggan dan oleh karena itu untuk mendapatkan dan mempertahankan pelanggan organisasi harus betul-betul mendesain produk secara baik sebelum dilepas ke pasaran. Ide-ide yang berkembang pada organisasi dekade ini adalah pemikiran tentang kompetensi mendasar yang harus dimiliki organisasi, sistem manajemen yang terintegrasi, partisipasi dan demokratisasi dalam organisasi. Perkembangan masa datang sangat dipengaruhi oleh berkembangnya akumulasi perkembangan teknologi. Situasi lingkungan dan organisasi akan bergantung terhadap apa yang akan diperbuat dalam teknologi sebagai efek berkembangnya teknologi inormasi (effect of full IT implementation). Teknologi semakin disertakan pada setiap aspek kehidupan berorganisasi. Salah satu kiblat yang relevan adalah prediksi Peter Drucker mengenai masyarakat informasi yang ternyata relevan dengan konteks kini dan akan datang.
31
32
BAB III : PERKEMBANGAN PARADIGMA TEORI ORGANISASI A. Klasifikasi Perkembangan pada semua buku teks standar tentang teori organisasi dimulai dengan pengklasifikasian terhadap perkembangan paradigma teori organisasi. Hodge dan Anthony (1988), mengklasifikasikan paradigma teori organisasi dalam tahap classic, behavioural, systems, dan contingency. Tabel klasifikasi paradigma teori organisasi Hodge dan Anthony(1988):
33
Klasifikasi lainnya dibuat oleh Lansink (1997) dalam bentuk paradigma efisiensi, kualitas, dan inovasi. a. Paradigma efisiensi berlaku sekitar tahun 1960 dan sebelumnya dimana birokrasi sangat dominan dalam teori organisasi. b. Paradigma kualitas, memasuki model pengembangan teori organisasi pada tahun 1980-an, dimana birokrasi di usahakan hilang atau organisasi non birokrasi. c. Paradigma inovasi berkembang dalam paradigma teori organisasi pada tahun 1990-an. Sementara Stephen P. Robbins (1994) mengutip Richard W. Scott merangkum keseluruhan perkembangan paradigma teori organisasi dalam empat tipe yaitu yaitu: Tipe 1, Tipe 2, Tipe 3, dan Tipe 4. Tabel klasifikasi paradigma teori organisasi Stephen P. Robbins (1994):
Kemiripan dari klasifikasi yang mereka buat adalah adanya empat tahap perkembangan dimana
34
perkembangan awal dari paradigma organisasi pada awal abad ini menganggap organisasi sebagai alat mekanis untuk mencapai tujuan, organisasi dipahami sebagai sebuah sistem tertutup. Pengembangan organisasi yang mutakhir kini memahami organisasi sebagai sebuah sistem terbuka (1960an). Menurut Robbins (1994) hasilnya adalah pemahaman bahwa struktur bukanlah hasil usaha yang rasional dari para manajer untuk menciptakan struktur yang paling efektif, tetapi merupakan hasil dari pertarungan politis di antara koalisi-koalisi di dalam organisasi untuk memperoleh kontrol. Perkembangan tahap terakhir dari semua klasifikasi diatas diidentifikasi oleh Thompson (1967) sebagai kedewasaan relatif. Penjelasan lebih jauh mengenai perkembangan paradigma teori organisasi dalam kesempatan ini lebih banyak menggunakan sumber dan klasifikasi yang dibuat Stephen P. Robbins (1994) karena bila dibandingkan klasifikasi yang lain terlihat jelas bahwa klasifikasi yang dibuat Robbins sedikit lebih jauh perkembangannya dimana paradigma teori organisasi kini sudah sampai pada tahap paradigma kekuasaan dan politik. Sementara klasifikasi lainnya masih sebatas paradigma desain-desain kontingensi. Klasifikasi lain hanya sedikit dimunculkan pada tulisan diatas demi sebuah pembanding bahwasannya tahap kontingensi dan tahap politis merupakan dua kondisi yang teraktual dari perkembangan paradigma teori organisasi.
35
Alur perkembangan paradigma teori organisasi dengan klasifikasi yang dibuat oleh Stephen P. Robbins (1994) diurai sebagai berikut: Tipe 1 (Tahun 1900-1930). Perkembangan paradigma teori organisasi pada tahap ini adalah paradigma efisiensi dan merupakan pendekatan-pendekatan awal terhadap teori organisasi. Organisasi dipandang sebagai alat mekanis untuk mencapai tujuan. Perhatian para ahli dipusatkan pada terciptanya efisiensi dalam fungsi-fungsi intern organisasi. Tipe 2 (Tahun 1930-1960). Perkembangan paradigma teori organisasi pada tahap ini memandang organisasi beroperasi dibawah asumsi sistem tertutup namun menekankan hubungan informal dan motivasi-motivasi non ekonomis yang beroperasi dalam organisasi. Organisasi tidak bekerja dengan mulus dan bukan merupakan mesin yang bekerja secara sempurna. Manajemen dapat merancang hubungan dan peraturan yang normal dan sebagainya, namun diciptakan juga pola hubungan, status norma, dan persahabatan informal yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan sosial para anggota. Tipe 3 (Tahun 1960-1975). Perkembangan paradigma teori organisasi pada tahap ini memfokuskan diri terhadap pencapaian sasaran dan aspek teknologi serta ketidakpastian lingkungan sebagai variabel-variabel kontingensi akan membantu
36
pencapaian tujuan organisasi. Sebaliknya penerapan struktur yang salah akan mengancam kelangsungan hidup organisasi. Tipe 4 (Tahun 1975-?). Perkembangan paradigma teori organisasi pada tahap ini berfokus pada perspektif sosial dalam kerangka kerja sistem terbuka. Hasilnya adalah pandangan bahwa struktur bukanlah merupakan usaha yang rasional dari para manajer untuk menciptakan struktur yang paling efektif, tetapi merupakan hasil dari suatu pertarungan politis di antara koalisi-koalisi di dalam organisasi untuk mendapatkan kontrol terhadap organisasi. B. Kontribusi Teoritikus Terhadap Paradigma Teori Organisasi Teoritikus Tipe 1 Para teoritikus Tipe 1, dikenal juga sebagai aliran klasik, megembangkan prinsip atau model universal yang dapat digunakan pada semua keadaan. Para teoritikus aliran klasik melihat organisasi sebagai sistem tertutup yang diciptakan untuk mencapai tujuan dengan efisien. Tokoh teori organisasi Tipe 1 antara lain: Frederick Taylor, Henry Fayol, Max Weber, dan Ralph Davis. Frederick Taylor dan Scientific Management. Fredrick Winslow Taylor dilahirkan di Germantown sekarang merupakan bagian dari Philadelpia pada tahun 1856. Ia bekerja pada perusahaan baja Midvale Steel
37
Company, sebagai pekerja biasa kemudian kariernya terus meningkat sebagai mandor hingga menjadi chiefenggineer, dalam usia 28 tahun. Selain karier kerja yang baik ia juga berhasil dalam studinya. Ia memperoleh gelar doktoral lewat studi lanjut di Stevens Institute of Technology. Karyanya yang berpengaruh adalah The Principles of Scientific Management, ditulis pada tahun 1911. Diterbitkannya karya Frederick Taylor menandai awal penciptaan sebuah teori yang serius di bidang manajemen dan organisasi. Buku ini ditulis atas dasar filososfi Taylor tentang efisiensi, usaha manusia, pelatihan dan sistem. Masalah utama yang dibahas dalam buku ini adalah tentang terjadinya ketidakefisienan dalam kerja dan Taylor berusaha mencari jawaban mengapa hal ini bisa terjadi. Sejak masih menjabat sebagai penyelia di Midvale, Taylor mulai menunjukkan sikap anti terhadap pemborosan dan ketidakefisienan. Ia memperhatikan bahwa faktor utama yang menghambat produktivitas adalah metode kerja yang buruk serta kecenderungan pekerja untuk bekerja secara lamban. Mereka dengan sengaja memperlambat tempo kerja karena takut kehilangan pekerjaan bila semua diselesaikan dengan cepat. Manajemen tidak menyadari hal tersebut, karena mereka tidak pernah berusaha menganalisis cara kerja karyawannya dan tidak berusaha tahu berapa banyak yang harus dihasilkan oleh setiap pekerja.
38
Menurut Taylor, pada hematnya ada beberapa hal yang mesti dikoreksi, antara lain; kesalahan keyakinan tentang efisiensi, sistem manajemen dan kesalahan metode. Sumbangan pemikirannya membuat ia dijuluki sebagai Bapak Ilmu Manajemen. Sumbangan pemikirannya yang orisinil tersebut memberi pengetahuan kepada teori manajemen tentang pengetahuan bagi pekerja, metode-metode melakukan pekerjaan, dan juga tentang terbatasnya sistem insentif dalam mencapai efektifitas. Dalam prinsip-prinsip ilmu manajemen yang ditulisnya, ia meyakini bahwa efisiensi dapat dicapai melalui pengurangan biaya dan harga, pemberian insentif yang tepat, dimana majikan dan pekerja merasa sama-sama diuntungkan, dan penciptaan nilai lebih terhadap produk. Dasar dan konsekwensi dari prinsip efisiensi harus didahului dengan adanya revolusi mental dan hubungan yang baik diantara majikan dan pekerja, mereka harus sama-sama merasa diuntungkan. Prinsip yang diurai oleh Taylor adalah pencarian (gathering) pengetahuan, seleksi secara alamiah, pembagian kerja (division of work), pengembangan pekerja secara ilmiah (bringing together of science and workmen) Henry Fayol dan Prinsip-Prinsip Organisasi Pada saat Taylor menuliskan hasil penelitiannya tentang manajemen pabrik di Amerika Serikat, Henry Fayol orang Perancis mengkonsolidasikan prinsip-prinsip
39
organisasinya. Meskipun mereka menulis pada waktu bersamaan namun fokus keduanya berbeda. Ide-ide Taylor didasarkan atas penelitian ilmiah, sedangkan Fayol menulis atas dasar pengalamannya bertahun-tahun sebagai seorang praktisi eksekutif. Henry Fayol lahir pada tahun 1841, ia menjadi seorang insinyur profesional pada tahun1860 kemudian menjabat sebagai Managing Director dalam usia muda pada tahun 1888. Setelah 20 tahun duduk dalam jabatan tersebut, ia berhenti dan pada masa istrahatnya ia masih membuka pusat studi administrasi dan berusaha untuk meyakinkan pemerintah Perancis agar mengadopsi prinsipnya. Fayol mencoba mengembangkan prinsip-prinsip umum yang dapat diaplikasikan pada semua manajer dari semua tingkatan organisasi, dan menjelaskan fungsifungsi yang harus dilakukan oleh seorang manajer. Sedangkan Taylor memusatkan perhatian pada tingkattingkat yang paling rendah dari organisasi dan manajemen. Karya-karyanya yang menonjol adalah tentang manajemen industri dan umum, dan prinsip-prinsip umum manajemen. Karya manajemen industri dan umum merupakan buku yang dipublikasi pada tahun 1929 dan karya ini baru dipublikasi di Amerika Serikat pada tahun 1949. Buku ini merupakan upaya pencarian Fayol terhadap bentuk teori manajemen. Ada empat hal yang dibahas pada buku yaitu:
40
a. kebutuhan dan kemungkinan tentang pengajaran manajemen, b. prinsip dan elemen manajemen, planing, organizing, controling, commando, coordination, c. observasi dan pengalaman pribadinya, d. pelajaran tentang perang. Sedangkan buku tentang prinsip umum manajemen berisi 14 prinsip sebagai aturan yang fundamen, pilihan yang strategis, menekankan pada proses adaptasi, pentingnya elemen manusia, dan kaya dengan ide-ide modern. Empat belas prinsip sebagai aturan yang fundamen disebutkan oleh Fayol sebagai berikut: 1. Pembagian kerja dan spesialisasi, 2. Kekuasaan yang seimbang dengan tanggung jawab, 3. Displin, 4. Kesatuan komando, 5. Kesatuan arah, 6. Subordinasi kepentingan umum dan kepentingan pribadi, 7. Keseimbangan antara imbalan dengan upaya 8. Sentralisasi, 9. Hirarki prinsip dan kesatuan lini, 10. Prinsip urutan (satu tempat bagi setiap orang dan setiap orang pada tempatnya), 11. Kewajaran/keadilan, 12. Stabilitas masa jabatan personal, 13. Pentingnya inisiatif,
41
14. Pentingnya semangat korps. Rumusan-rumusan diatas didasarkan oleh pengalaman beliau bekerja selama 20 tahun sebagai sebagai Managing Director. Max Weber dan Birokrasi Kontribusi utama yang ketiga yang dibuat oleh para teoritikus Tipe 1 adalah struktur organisasi tipe ideal yang diusulkan oleh ahli sosiologi Jerman, Max Weber. Weber menulis pada permulaan abad ini dan telah membangun model bagi penciptaan struktur-struktur organisasi yang menurutnya dapat menjadi alat yang paling efisien bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Struktur yang ideal ini ia sebut organisasi rasional. Organisasi rasional ini kemudian dikenal sebagai birokrasi. Weber sendiri tidak pernah menggunakan kata birokrasi dalam menjelaskan konsep organisasi rasionalnya. Birokrasi dicirikan oleh pembagian pekerjaan yang jelas, hirarki kewenangan yang jelas, adanya prosedur seleksi formal dalam rekrutmen, peraturan organisasi yang rinci, serta pengembangan hubungan tidak didasarkan atas hubungan pribadi (impersonal). Gambaran Weber adalah model organisasi yang kini menjadi prototype bagi kebanyakan struktur organisasi yang sekarang ada.
42
Ralph Davis dan Perencanaan Rasional Kontribusi terakhir dari para teoritikus Tipe 1 adalah Ralph Davis yang menawarkan perspektif perencanaan rasional. Perencanaan rasional memandang struktur organisasi sebagai produk logis dari tujuan organisasi. Struktur organisasi dibentuk berdasarkan tujuan organisasi, bukan sebaliknya. Struktur organisasi harus mampu menyesuaikan diri dengan tujuan organisasi. Davis menyatakan bahwa tujuan utama perusahan adalah pelayanan ekonomi. Nilai ekonomi ini dihasilkan lewat keterlibatan anggota organisasi dalam menciptakan produk atau jasa organisasi. Kegiatan ini kemudian menghubungkan antara tujuan organisasi dengan hasil pencapaiannya. Davis kemudian berkesimpulan bahwa struktur organisasi bergantung pada tujuan-tujuan organisasi. Perspektif perencanaan rasional menawarkan sebuah model yang sederhana dan berdampak langsung bagi desain organisasi. Perencanaan manajemen menentukan tujuan organisasi. Tujuan ini kemudian menentukan pengembangan struktur organisasi, arus kewenangan, dan hubungan-hubungan lainnya. Teoritukus Tipe 2 Tema umum di antara para teoritikus Tipe 2 adalah pengakuan mengenai sifat sosial dari organisasi. Teoritikus-teoritikus tersebut yang seringkali disebut
43
sebagai yang membentuk aliran hubungan antar manusia (human relation school), memandang organisasi sebagai sesuatu yang terdiri dari tugas-tugas maupun manusia. Para teoritikus Tipe 2 mewakili pandangan dari sisi manusianya dibandingkan sisi mesin pandangan teoritikus Tipe 1. Tokoh teori organisasi Tipe 2 antara lain: Elton Mayo, Chester Barnard, Douglas McGregor, Warren Bennis Elton Mayo dan Kajian Hawthorne Tahap kedua dari teori organisasi kontemporer dimulai dengan sejumlah percobaan yang dilakukan Western Electric Company Hawthorne Works di Cicero, Illinois, Amerika Serikat adalah lokasi riset (penelitian) para insinyur perusahaan yang dilakukan antara tahun 1924 dan 1927. Kajian Hawthorne bermaksud menguji dampak aneka tingkat pemberian pengarahan ataclassic, behavioural, systems, produktivitas para pekerja. Dua jenis kelompok dibentuk: Satu kelompok diberi muatan pengarahan yang beragam, kelompok lainnya hanya diberi muatan pengarahan yang tetap. Ternyata, tingkat produktivitas adalah sama di kedua kelompok. Mereka menyimpulkan bahwa intensitas pengarahan tidak berhubungan dengan produktivitas pekerja. Namun, mereka tidak mampu menjelaskan mengapa fenomena tersebut dapat terjadi.
44
Para insinyur Western Electrik kemudian menghubungi ahli psikologi dari Harvard, Elton Mayo beserta kawan-kawannya untuk terlibat. Pada tahun 1927 mereka meminta Mayo ikut serta dalam penelitian selaku konsultan. Hubungan ini terus berlangsung hingga 1932 dan telah mengadakan serangkaian eksperimen yang meliputi desain ulang pekerjaan, perubahan lama kerja per hari dan minggu, pengenalan cuti, dan rencana upah individu dan kelompok. Pada akhirnya para peneliti tersebut menyimpulkan bahwa ternyata norma kelompok merupakan kunci penentu perilaku kerja seseorang. Pada umumnya para ahli manajemen sepakat bahwa kajian Hawthorne memberi dampak besar atas arah teori manajemen dan organisasi. Kajian tersebut menghantarkan kita ke era humanisme organisasi. Dalam melihat masalah rancangan organisasi, para manajer tidak lagi melakukan desain organisasi tanpa mempertimbangkan dampak atas kelompok pekerja, sikap pekerja, dan hubungan manajemen dan pegawai. Chester Bernard dan Sistem Kerja Sama Chester Bernard mempersatukan pandangan Taylor, Fayol, Weber, dan hasil kajian Hawthorne membawa kita kepada kesimpulan bahwa organisasi adalah suatu sistem kerjasama. Organisasi terdiri atas hubungan antara tugas dan manusia yang keseimbangannya harus dipelihara. Jika perhatian hanya diberikan pekerjaan teknis atau hanya pada manusia atau pegawai yang
45
mengerjakan pekerjaan, maka sistem kerjasama akan mengalami degradasi. Sebab itu, manajer harus melakukan pengorganisasian di sekitar pekerjaan yang harus dilakukan sambil memperhatikan kebutuhan pegawai yang mengerjakannya. Gagasan bahwa sebuah organisasi adalah sebuah sistem kerjasama pada umumnya bisa dikatakan berasal dari Chester Barnard. Ide-idenya muncul dalam karyanya The Functions of the Executive, yang ia buat berdasarkan pengalamannya di perusahaan publik American Telephone and Telegraph, termasuk kedudukannya sebagai presiden New Jersey Bell. Selain termasuk orang yang paling awal memandang organisasi sebagai sebuah sistem. Barnard juga menawarkan sebuah pandangan penting lainnya. Ia menantang pandangan klasik yang menyatakan bahwa wewenang harus didefinisikan sesuai dengan tanggapan dari bawahan; ia memperkenalkan peran dari organisasi informal dalam teori organisasi; dan ia juga mengusulkan agar peran utama manajer adalah memperlancar komunikasi dan mendorong para bawahan untuk berusaha lebih keras. Douglas McGregor dan Teori X-Teori Y Salah satu kontribusi yang paling banyak disebut dari para teoritikus Tipe 2 adalah tesis Douglas McGregor yang menyatakan bahwa ada dua pandangan tentang
46
manusia: yang pertama dasarnya negatif – Teori X – dan yang lainnya pada dasarnya positif – Teori Y. Teori X dan Teori Y yang ia ajukan dalam memandang manusia (pegawai). Setelah meninjau bagaimana manajer berhubungan dengan pegawai, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer seputar sifat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu dan ia cenderung memperlakukan pegawai berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Asumsi ini dapat bersifat negatif (Teori X) atau positif (Teori Y). Di bawah Teori X ada empat asumsi yang dianut oleh para manajer: 1. Pegawai tidak menyukai pekerjaannya dan sebisa mungkin akan berupaya menghindarinya. 2. Karena pegawai tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diberi sikap keras, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman agar mau melakukan pekerjaan. 3. Pegawai akan mengelakkan tanggung jawab dan mencari aturan-aturan organisasi yang membenarkan penghindaran tanggung jawab tersebut. 4. Kebanyakan pegawai menempatkan rasa aman di atas faktor lain yang berhubungan dengan pekerjaan dan hanya akan memperlihatkan sedikit ambisi. Kebalikan dari pandangan yang negatif terhadap manusia, McGregor menempatkan empat asumsi lain yang disebut Teori Y:
47
1. Para pegawai dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang biasa sebagaimana halnya istirahat dan bermain. 2. Manusia dapat mengendalikan dirinya sendiri jika mereka punya komitmen pada tujuan-tujuan. 3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menyetujui, bahkan untuk memikul tanggung jawab. 4. Kreativitas – yaitu kemampuan mencari keputusan yang terbaik – secara luas tersebar di populasi pekerja dan bukan hanya mereka yang . menduduki fungsi manajerial. ` Implikasi dari Teori X dan Teori Y McGregor terhadap organisasi adalah bahwa asumsi-asumsi Teori Y lebih dapat diterima dan dapat menuntun manajer dalam mendesain organisasi dan memotivasi para pegawai. Tahun 1960-an antusiasme pekerja cukup tinggi untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan organisasi, penciptaan tanggung jawab dan tantangan pekerjaan, termasuk pembangunan hubungan kelompokkelompok kerja yang lebih baik. Antusiasme ini, sebagian besar diakibatkan oleh Teori Y dari McGregor. Warren Bennis dan Matinya Birokrasi Tema humanistik yang kuat dari para Teoretikus Tipe 2 mencapai puncaknya dengan sebuah pidato tentang matinya birokrasi. Warren Bennis misalnya mengatakan bahwa pengambilan keputusan pada birokrasi yang disentralisasi, kepatuhan pada wewenang, serta
48
pembagian kerja yang sempit dalam birokrasi harus digantikan dengan strukturi organisasi yang lebih terdesentralisasi dan pengambilan keputusan yang lebih demokratis di sekitar kelompok yang fleksibel. Pengaruh yang didasarkan atas kekuasaan mulai diganti dengan pengaruh yang berasal dari keahlian. Seperti juga Weber yang berargumentasi bahwa birokrasi itu adalah organisasi yang ideal, maka Warren Bennis menyatakan yang sebaliknya – kondisi saat ini menunjukkan bahwa bentuk organisasi yang ideal adalah adhocracy yang fleksibel. Dalam kurun waktu lima tahun kita telah bergerak dari satu posisi ektrem ke posisi ekstrem lainnya. Teoretikus Tipe 3 Baik pandangan mekanistik (Tipe 1) ataupun humanistik (Tipe 2) mampu menyediakan jawaban atas masalah organisasi yang ada. Sintesa antara Tipe 1 dan Tipe 2 mendorong munculnya teoritikus Tipe 3 yang memberi pedoman lebih baik bagi para manajer organisasi. Sintesis tersebut adalah pendekatan contingency. Tokoh teori organisasi Tipe 3 antara lain: Herbert Simon, Katz dan Kahn serta Kelompok Aston. Herbert Simon dan Serangan Terhadap PrinsipPrinsip Klasik Gerakan contingency mencapai puncaknya di tahun 1960-an; tetapi Herbert Simon sudah menyadarinya
49
sejak tahun 1940-an bahwa prinsip-prinsip Tipe 1 harus mengalah terhadap pendekatan contingency. Simon mencatat bahwa kebanyakan dari prinsip klasik tidak lebih daripada pepatah saja dan banyak di antaranya saling bertentangan. Ia menyatakan bahwa teori organisasi perlu melebihi prinsip-prinsip yang dangkal dan terlalu disederhanakan bagi suatu kajian mengenai kondisi yang dibawahnya dapat diterapkan prinsip yang saling bersaing. Namun demikian, tahun 1950 dan 1960-an cenderung masih didominasi oleh prinsip-prinsip yang baik dalam keragaman mekanistik maupun humanistiknya. Diperlukan kurang lebih duapuluh tahun bagi para teoritikus organisasi untuk memberikan tanggapan yang efektif terhadap tantangan Simon. Katz dan Kahn dan Perspektif Lingkungan Buku Daniel Katz dan Robert Kahn, The Social Psychology of Organizations, menjadi pendorong yang penting bagi pengenalan perspektif sistem terbuka Tipe 3 terhadap teori organisasi. Buku mereka memberikan deskripsi yang meyakinkan tentang keunggulankeunggulan perspektif sistem terbuka dalam menelaah pentingnya hubungan antara organisasi dengan lingkungan tempat mereka beroperasi. Buku tersebut juga menyebutkan jika ingin bertahan hidup, maka suatu organisasi harus selalu mampu berdaptasi dengan lingkungan yang berubah.
50
Sejak terbitnya karya Katz and Kahn, sejumlah teoretikus menyelidiki hubungan antara strukturlingkungan organisasi. Berbagai jenis lingkungan telah diidentifikasi, dan banyak penelitian telah diadakan guna mengevaluasi struktur mana yang lebih cocok dengan keragaman lingkungan. Pada saat ini tidak ada diskusi mengenai organisasi yang dapat dikatakan lengkap tanpa adanya penelitian yang mendalam mengenai lingkungan sebagai sebuah faktor contingency utama yang mempengaruhi bentuk struktur yang diinginkan. Joan Woodward dan Charles Perrow dan Kasus Teknologi Penelitian pada tahun 1960-an oleh Joan Woodward dan Charles Perrow, demikian juga kerangka kerja konseptual yang disampaikan oleh James Thompson, telah memberi alasan yang kuat mengenai pentingnya teknologi dalam menentukan struktur yang sesuai bagi sebuah organisasi. Seperti halnya dengan lingkungan, tidak ada diskusi pada masa kini mengenai organisasi yang dapat dikatakan lengkap tanpa memperhitungkan teknologi dan kebutuhan bagi para manajer untuk memadukan struktur dengan teknologi. Kelompok Aston dan Besaran Organisasi Selain para pendukung lingkungan dan teknologi, para teoritikus Tipe 3 mencakup mereka yang mendukung besaran (size) organisasi sebagai sebuah faktor penting yang mempengaruhi struktur. Posisi ini dipertahankan dengan gigih oleh para peneliti yang
51
mempunyai hubungan dengan Universitas Aston di Inggris. Oranisasi besar telah terbukti mempunyai banyak kesamaan komponen struktural. Demikian juga halnya dengan organisasi kecil. Mungkin yang paling penting adalah bukti menunjukkan bahwa beberapa hal dari komponen tersebut mengikuti sebuah pola tertentu pada saat organisasi berkembang besarannya. Bukti tersebut ternyata berguna bagi para manajer untuk membantu mereka membuat keputusan desain organisasi bersamaan dengan bertumbuhnya organisasi. Teoretikus Tipe 4 Penjelasan paling mutakhir mengenai teori organisasi memusatkan perhatian pada sifat politis dari organisasi. Tokoh teori organisasi Tipe 4 antara lain: James March dan Herbert Simon, Jeffrey Pfeffer. March dan Simon dan Batas-batas Kognitif Terhadap Rasionalitas March dan Simon menentang gagasan klasik mengenai keputusan rasional dan optimum. Mereka berargumentasi bahwa mayoritas pengambil keputusan memilih alternatif yang memuaskan – alternative yang cukup baik. Hanya pada kasus-kasus yang luar biasa mereka akan mencari dan menyeleksi alternatif yang optimal.
52
March dan Simon menganjurkan agar model teori organisasi diubah – model yang sangat berbeda dengan pandangan organisasi sebagai sistem kerjasama yang rasional. Model yang diperbaiki ini mengakui keterbatasan rasionalitas pengambil keputusan serta mengenai keberadaan tujuan yang saling bertentangan. Jeffrey Pfeffer dan Organisasi sebagai Arena Politik Berdasarkan karya March dan Simon, Jeffrey Pfeffer menciptakan suatu model teori organisasi yang memuat koalisi kekuasaan, konflik-konflik inherent pencapaian tujuan organisasi, dan keputusan-keputusan yang diambil seputar bagaimana mendesain organisasi yang mendukung kepentingan pribadi dari mereka yang berkuasa. Pfeffer mengusulkan agar kendali di dalam organisasi menjadi tujuan ketimbang hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang rasional, seperti produksi output yang efisien. Organisasi adalah koalisi yang terdiri atas individu yang punya tuntutan berbeda serta aneka kelompok yang saling bersaing. Desain organisasi tidak lain merupakan hasil dari perjuangan kekuasaan yang dilakukan oleh koalisi-koalisi yang berbeda tujuan ini. Pfeffer mengatakan bahwa jika kita hendak memahami mengapa dan bagaimana organisasi didesain, kita perlu mengkaji pilihan-pilihan dan kepentingan-kepentingan dari mereka yang punya pengaruh atas pembuatan
53
keputusan di dalam organisasi. Pandangan ini sekarang sedang digemari. Teori organisasi modern dimulai dengan karya para teoritikus Tipe 1. Mereka sangat menggantungkan diri pada prinsip-prinsip yang simplistik dan universal dan mengembangkan paradigma organisasi yang terlalu rasional dan mekanistis. Para teoritikus Tipe 2 sampai pada tingkat tertentu, mewakili pandangan tandingan terhadap pandangan rasional-mekanistis tersebut. Fokus kemudian menjauh dari pembagian kerja dan kekuasaan yang disentralisasi ke arah organisasi yang lebih demokratis. Faktor manusiawi yang cenderung diperlakukan sebagai sesuatu yang “biasa” dapat diramalkan oleh para teoritikus Tipe 1, menjadi yang paling utama, sebagai inti dari teori organisasi pada tahun-tahun 1930 dan 1960. Keadaan organisasi dewasa ini lebih mencerminkan kontribusi para teoritikus Tipe 3 dan 4. Para pendukung pandangan contingency mengambil alih pandangan yang diberikan oleh para teoritikus sebelumnya dan menyusunnya kembali ke dalam konteks situasional. Pandangan contingency selalu menggarisbawahi penegasan bahwa tidak ada “cara” yang terbaik, telah membuat langkah yang cukup berarti dalam mengidentfikasi variabel-variabel contingency yang paling penting untuk menentukan struktur yang tepat. Perspektif politik yang diambil oleh para teoritikus Tipe 4, yang membangun atas dasar pengeahuan kita
54
tentang pengambilan keputusan berdasarkan perilaku dan ilmu politik, telah meningkatkan kemampuan kita dengan cukup berarti untuk menjelaskan fenomenafenomena yang terlewatkan oleh asumsi rasional para pendukung contingency. Berbagai teori telah diperkenalkan, dievaluasi, dan diperbaiki dari waktu ke waktu; pandangan-pandangan baru cenderung mencerminkan keterbatasan paradigma teori terdahulu. Jadi jika ingin memahami apa yang tengah berlangsung sekarang ini pada teori organisasi, kita perlu melihat ke belakang di sepanjang alur tempat teori itu berasal. Dalam paradigma teori organisasi masing-masing paradigma teori organisasi memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri pada elemen mereka. Pada dasarnya hal ini terjadi karena manusia memiliki keterbatasan secara kognitif yang menyebabkan setiap pilihan-pilihan teoritis tidak selalu mengarahkan setiap tindakan dalam organisasi. Determinan pada organisasi yang menentukan sebenarnya bukan hanya teori organisasi itu sendiri melainkan determinan manusia sebagai pelaku dan pemimpin organisasi yang juga turut menentukan, yang mampu membawa nilai-nilai organisasi melampaui nilai-nilai sebuah komunitas. Hal ini disimpulkan dengan baik oleh Bennis dan Mische (1996), sebagai berikut; …menguji rimba dunia ke-tiga atau budaya perusahaan dan karakteristik tertentu adalah sungguh-sungguh serupa. Masing-masing
55
memiliki pemimpin, pahlawan, cerita ritual, upacara dan benda-benda bersejarah. Masing-masing memiliki pola perilaku yang mendarah daging yang mempengaruhi cara segala sesuatunya dilakukan. Rekayasa ulang memberikan reaksi atas perubahan psikologis yang mendalam. Ini dimulai dengan visi yang berani, yang secara gagah berani dikejar. Visi ini menghasilkan perilaku baru, yang pada akhirnya melahirkan para pemimpin dan pahlawan serta kisah-kisah dan akhirnya budaya baru. Harus ada pahlawan-pahlawan pada organisasi yang mampu membawa organisasi melampaui komunitas, ketika organisasi berbenturan dengan nilai-nilai dalam komunitas. Fungsi pengetahuan hanyalah sebagai sarana untuk mencapai tujuan manusia agar ia dapat hidup nyaman (optimismenya Francis Bacon). Demikianlah upaya-upaya keilmuan yang telah dilakukan dalam masyarakat keilmuan.
56
BAB IV : TEORI DAN KOSEP DASAR ORGANISASI A. Teori Organisasi Manusia adalah mahluk social yang cenderung untuk hidup bermasyarakat serta mengatur dan mengorganisasi kegiatannya dalam mencapai suatu tujuan tetapi karena keterbatasan kemampuan menyebabkan mereka tidak mampu mewujudkan tujuan tanpa adanya kerjasama. Hal tersebut yang mendasari manusia untuk hidup dalam berorganisasi. Sebelum dibahas lebih jauh mengenai teori organisasi, kita akan membahas dulu apakah yang dimaksud dengan organisasi. Menurut Ernest Dale: Organisasi adalah suatu proses perencanaan yang meliputi penyusunan, pengembangan, dan pemeliharaan suatu struktur atau pola hubunngan kerja dari orang-orang dalam suatu kerja kelompok. Adapun Unsur-Unsur organisasi secara sederhana memiliki tiga unsur, yaitu: Man (orang-orang), dalam kehidupan organisasi atau ketatalembagaan sering disebut dengan istilah pegawai atau personnel. Pegawai atau personnel terdiri dari semua anggota atau warga organisasi, yang menurut fungsi dan tingkatannya terdiri dari unsur pimpinan (administrator) sebagai unsur pimpinan tertinggi dalam organisasi, para manajer yang memimpin suatu unit satuan kerja sesuai dengan fungsinya masing-masing dan para pekerja (nonmanagement/workers). Semua itu
57
secara bersama-sama merupakan kekuatan manusiawi (man power) organisasi. Kerjasama merupakan suatu perbuatan bantumembantu akan suatu perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu, semua anggota atau semua warga yang menurut tingkatan-tingkatannya dibedakan menjadi administrator, manajer, dan pekerja (workers), secara bersama-sama merupakan kekuatan manusiawi (man power) organisasi. Tujuan Bersama merupakan arah atau sasaran yang dicapai. Tujuan menggambarkan tentang apa yang akan dicapai atau yang diharapkan. Tujuan merupakan titik akhir tentang apa yang harus dikerjakan. Tujuan juga menggambarkan tentang apa yang harus dicapai melalui prosedur, program, pola (network), kebijaksanaan (policy), strategi, anggaran (budgeting), dan peraturanperaturan (regulation) yang telah ditetapkan. Peralatan (Equipment) adalah peralatan atau equipment yang terdiri dari semua sarana, berupa materi, mesin-mesin, uang, dan barang modal lainnya (tanah, gedung/bangunan/kantor). Lingkungan (Environment) misalnya keadaan sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi. Termasuk dalam unsur lingkungan, antara lain : a. Kondisi atau situasi b. Tempat atau lokasi.
58
c. Wilayah operasi yang dijadikan sasaran kegiatan organisasi. Kekayaan Alam misalnya keadaan iklim, udara, air, cuaca (geografi, hidrografi, geologi, klimatologi), flora dan fauna. Teori Organisasi Klasik Teori ini biasa disebut dengan teori tradisional atau disebut juga teori mesin. Berkembang mulai 1800-an (abad 19). Dalam teori ini organisasi digambarkan sebuah lembaga yang tersentralisasi dan tugastugasnnya terspesialisasi serta memberikan petunjuk mekanistik structural yang kaku tidak mengandung kreatifitas. Dikatakan teori mesin karena organisasi ini menganggab manusia bagaikan sebuah onderdil yang setiap saat bisa dipasang dan digonta-ganti sesuai kehendak pemimpin. Definisi Organisasi menurut Teori Klasik: Organisasi merupakan struktur hubungan, kekuasaan-kejuasaan, tujuan-tujuan, peranan- peranan, kegiatan-kegiatan, komunikasi dan factor-faktor lain apabila orang bekerja sama. Teori Organisasi klasik sepenuhnya menguraikan anatomi organisasi formal. Empat unsur pokok yang selalu muncul dalam organisasi formal: a. Sistem kegiatan yang terkoordinasi b. Kelompok orang
59
c. Kerjasama d. Kekuasaan & Kepemimpinan Sedangkan menurut penganut teori klasik suatu organisasi tergantung pada empat kondisi pokok: Kekuasaan, Saling melayani, Doktrin, Disiplin. Sedangkan yang dijadikan tiang dasar penting dalam organisasi formal adalah: a. Pembagian kerja (untuk koordinasi) b. Proses Skalar & Fungsional (proses pertumbuhan vertical dan horizontal) c. Struktur (hubungan antar kegiatan) d. Rentang kendali (berapa banyak atasan bisa mengendalikan bawahan). Teori Klasik berkembang dalam 3 Aliran: 1. Birokrasi, dikembangkan dari Ilmu Sosiologi, dikemukakan oleh Max Weber dalam buku The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism” dan “The Theory of Social and Economic Organization. Istilah Birokrasi berasal dari kata Legal Rasional: Legal disebabkan adanya wewenang dari seperangkat aturan prosedur dan peranan yang dirumuskan secara jelas. Sedangkan “Rasional” karena adanya penetapan tujuan yang ingin dicapai. Karekteristik-karekteristik birokrasi menurut Max Weber (Pembagian kerja, Hirarki wewenang, Program rasional, Sistem Prosedur, Sistem Aturan hak kewajiban, Hubungan antar pribadi yang bersifat impersonal)
60
2. Administrasi, langsung dari praktek manajemen memusatkan Aspek Makro sebuah organisasi. Teori ini dikembangkan oleh Henry Fayol, Lyndall Urwick dari Eropa dan James D. Mooney, Allen Reily dari Amerika. Fayol membagi kegiatan industri menjadi 6 kelompok: a. Kegiatan Teknikal (Produksi, Manufaktur, Adaptasi) b. Kegiatan Komersil (Pembelian, Penjualan, Pertukaran) c. Kegiatan Financial (penggunaan optimum modal) d. Kegiatan Keamanan e. Kegiatan Akuntansi f. Kegiatan Manajerial 3. Managemen Ilmiah, langsung dari praktek manajemen memusatkan Aspek Mikro sebuah organisasi. Dikembangkan tahun 1900 oleh F W Taylor). Definisi Manajemen Ilmiah: Penerapan metode ilmiah pada studi, analisa dan pemecahan masalah organisasi atau Seperangkat mekanisme untuk meningkatkan efesiensi kerja. F.W. Taylor menuangkan ide dalam tiga makalah: Shop Management, The Principle Oif Scientific Management dan Testimony before the Special House Comitte. Dari tiga makalah tersebut lahir sebuah buku Scientific Management.
61
Berkat jasa-jasa yang sampai sekarang konsepnya masih dipergunakan pada praktek manajemen modern maka F.W. Taylor dijuluki sebagai Bapak Menegemen Ilmiah. Empat kaidah Manajemen menurut Frederick W. Taylor: 1. Menggantikan metode kerja dalam praktek dengan metode atas dasar ilmu pengetahuan. 2. Mengadakan seleksi, latihan dan pengembangan karyawan 3. Pengembangan ilmu tentang kerja, seleksi, latihan dan pengembangan secara ilmiah perlu intregasikan. 4. Perlu dikembangkan semangat dan mental karyawan untuk mencapai manfaat manajemen ilmiah Teori Neo-Klasik Aliran yang berikutnya muncul adalah aliran Neoklasik disebut juga dengan Teori Hubungan manusiawi. Teori ini muncul akibat ketidakpuasan dengan teori klasik dan teori merupakan penyempurnaan teori klasik. Teori ini menekankan pada pentingnya aspek psikologis dan social karyawan sebagai individu ataupun kelompok kerja. Dalam pembagian kerja Neoklasik memandang perlunya: a. Partisipasi
62
b. Perluasan kerja c. Manajemen bottom-up Teori Modern Teori ini muncul pada tahun 1950 sebagai akibat ketidakpuasan dua teori sebelumnya yaitu klasik dan neoklasik. Teori Modern sering disebut dengan teori Analiasa Sistem atau Teori Terbuka yang memadukan antara teori klasik dan neokalsi. Teori Organisasi Modern melihat bahwa semua unsure organisasi sebagai satu kesatuan yang saling bergantung dan tidak bisa dipisahkan. Organisasi bukan system tertutup yang berkaitan dengan lingkungan yang stabil akan tetapi organisasi merupakan system terbuka yang berkaitan dengan lingkunngan dan apabila ingin survivel atau dapat bertahan hidup maka ia harus bisa beradaptasi dengan lingkungan. Yang dimaksud dengan Teori Organisasi adalah suatu konsepsi, pandangan, tinjauan, ajaran, pendapat atau pendekatan tentang pemecahan masalah organisasi sehingga dapat lebih berhasil sehingga organisasi dapat mencapai sasaran yang ditetapkan.yang dimaksud dengan masalah adalah segala sesuatu yang memerlukan pemecahan dan pengambilan keputusan. Sesuatu yang tidak memerlukan pemecahan bukan merupakan masalah. Oleh karena itu yang dimaksud dengan masalah organisasi adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan kepentingan organisasi yang
63
memerlukan pemecahan dan pengambilan keputusan. Masalah yang dihadapi oleh organisasi sangat kompleks dan setiap masalah memerlukan pemecahan tersendiri. Usaha untuk memecahkan berbagai kajian untuk lebih memahami efektivitas organisasi. Dari usaha intelektual itu kemudian berkembanglah berbagai teori organisasi dengan berbagai kaidah dan rumusnya. (Wursanto, 2002), berkembang berbagai teori organisasi dengan berbagai kaidan yang rumusannya sebagai berikut : Teori Organisasi Klasik Teori organisasi klasik disebut juga teori organisasi tradisional, teori organisasi spesialisasi, teori formalism, teori struktur (the structure theory of organization). Teori klasik muncul sebagai akibat dari usaha yang ditempuh untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi dengan menentukan prinsip-prinsip yang dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi para manajer dalam melaksanakan tugas. Prinsip-prinsip ini memberikan pedoman kepada manajer untuk menyusun suatu sistem tugas dan wewenang. Prinsip-prinsip ini merupakan prinsip umum yang dapat diterapkan pada setiap organisasi apapun sehingga merupakan prinsip yang bersifat universal. Terdapat 10 (sepuluh) macam prinsip organisasi (Wursanto, 2002), yaitu:
64
a. Prinsip penetapan tujuan yang jelas b. Prinsip kesatuan perintah (the principle of unity of command) c. Prinsip keseimbangan d. Prinsip pendistribusian pekerjaan (the principle of distribution of work) e. Prinsip rentangan pengawasan (the principle of span of control) f. Prinsip pelimpahan wewenang (the principle of delegation of authority) g. Prinsip departementasi (the principle of departementation) h. Prinsip penempatan pegawai yang tepat (the principle of the right man in the right place) i. Prinsip koordinasi (the principle of coordination) j. Prinsip pemberian balas jasa yang memuaskan Teori Birokrasi Dalam arti yang netral birokrasi berarti suatu pemerintahan yang dijalankan melalui biro-biro. Keterlambatan pelayanan atau tidak baiknya pelayanan kepada masyarakat sebenarnya bukan disebabkan oleh birokrasi tetapi disebabkan kurang baiknya birokrasi. Birokrasi sebenarnya merupakan inti daripada setiap organisasi modern, karena tanpa birokrasi yang baik dan kuat, organisasi tidak akan dapat berjalan.
65
Pada dasarnya teori organisasi birokrasi menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan, organisasi harus menjalankan strategi (Wursanto, 2002), sebagai berikut: a. Pembagian dan penugasan pekerjaan secara khusus sehingga para pemegang pekerjaan dapat menjadi ahli dalam pekerjaan masing-masing. Strategi ini dikenal dengan prinsip spesialisasi. b. Setiap anggota hanya bertanggung jawab secara langsung kepada seorang atasan (satu orang satu atasan langsung = one man one leader atau one man one boss). Strategi ini dikenal dengan prinsip rantai komando atau prinsip hirarki. c. Promosi didasarkan pada masa kerja dan prestasi kerja, dan dilindungi dari pemberhentian sewenangwenang. Strategi ini dinamakan prinsip loyalitas. d. Setiap pekerjaan dilaksanakan secara zakelijk, dalam arti tidak memandang bulu, tidak membeda-bedakan status sosial, tidak pilih kasih. Strategi ini dinamakan prinsip impersonal. e. Tiap-tiap tugas dan pekerjaan dalam organisasi dilaksanakan menurut suatu sistem tertentu berdasarkan kepada data peraturan yang abstrak. Berdasarkan kepada tata-aturan yang abstrak itu akan diperoleh keseragaman atau uniformitas dan koordinasi dari setiap tugas dan pekerjaan yang berbeda-beda. Strategi yang demikian dikenal dengan prinsip uniformitas.
66
Teori Organisasi Human Relations Teori organisasi human relations disebut juga teori hubungan kemanusiaan, teori hubungan antar manusia, teori hubungan kerja kemanusiaan, atau the human relations theory. Teori organisasi hubungan kemanusiaan berangkat dari suatu anggapan bahwa dalam kenyataan sehari-hari organisasi merupakan hasil dari hubungan kemanusiaan (human relations). Teori ini beranggapan bahwa organisasi dapat diurus dengan baik dan dapat mencapai sasaran yang ditetapkan apabila di dalam organisasi itu terdapat hubungan antar-pribadi yang serasi. Hubungan itu dapat berlangsung antara pimpinan dengan pimpinan yang setingkat, antara pimpinan dengan bawahan, antara bawahan dengan pimpinan, antara bawahan dengan bawahan. Tujuan dilaksanakannya human relations ialah untuk mendapatkan (Wursanto, 2002:): a. Kepuasan psikologis para karyawan. b. Moral yang tinggi, c. Moral yang tinggi, d. Disiplin yang tinggi, e. Loyalitas yang tinggi, dan f. Motivasi yang tinggi. Apabila di dalam organisasi ada kepuasan psikologis pada diri para anggota, ada moral, disiplin dan motivasi yang tinggi, maka organisasi akan dapat diurus dengan mudah, dan dapat berjalan lancar menuju sasaran yang telah ditetapkan.
67
Teori Organisasi Perilaku Teori organisasi perilaku atau The Behaviour Theory of Organization adalah suatu teori yang memandang organisasi dari segi perilaku anggota organisasi. Teori ini berpendapat bahwa baik atau tidaknya, berhasil atau tidaknya organisasi mencapai sasaran yang telah ditetapkan adalah tergantung dari perilaku atau sikap kelakuan (behaviour) dari para anggotanya. Dengan demikian menurut teori ini masalah utama yang dihadapi organisasi adalah bagaimana mengarahkan para anggota untuk berpikir, bersikap, bertingkah laku atau berperilaku sebagai manusia organisasi yang baik. Yang dimaksud dengan perilaku dapat berupa sikap, tindakan atau tingkah laku. Perilaku dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a. perilaku formal, b. perilaku informal, c. perilaku non formal. (Wursanto, 2002:) Teori Organisasi Proses Teori organisasi proses atau The Process Theory of Organization adalah suatu teori yang memandang organisasi sebagai proses kerja sama antara sekelompok orang yang tergabung dalam suatu kelompok formal (Wursanto, 2002). Oleh karena itu teori ini memandang organisasi dalam arti dinamis, selalu bergerak dan di dalamnya terdapat pembagian tugas dan prinsip-prinsip yang bersifat umum, universal.
68
Teori Organisasi Kepemimpinan Kepemimpinan atau leadership adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain (para pengikut, para bawahan) sehingga orang lain mau mengikuti apa yang menjadi kehendaknya. Orang yang mampu mempengaruhi orang lain sehingga mau mengikuti kehendaknya disebut pemimpin atau leader. Teori ini beranggapan bahwa berhasil tidaknya organisasi mencapai tujuan tergantung dari sampai seberapa jauh seorang pemimpin mampu mempengaruhi para bawahan sehingga mereka mau bekerja dengan semangat yang tinggi dan tujuan organisasi dapat dicapai secara efisien dan efektif. Teori organisasi kepemimpinan dapat dibedakan menjadi : a. teori otokratis, b. teori demokratis, c. teori kebebasan, d. teori paternalisme, e. teori personal, dan f. teori non-personal. (Wursanto, 2002) Teori Organisasi Fungsi Pada dasarnya fungsi adalah sekelompok tugas atau kegiatan yang harus dijalankan oleh seseorang yang mempunyai kedudukan sebagai pemimpin atau sebagai manajer guna mencapai tujuan organisasi. Teori ini dilandaskan suatu pemikiran bahwa segala aktivitas dalam organisasi akan dapat berjalan lancar dan berhasil mencapai tujuan seperti yang telah ditetapkan apabila pimpinan organisasi mampu menjalankan sekelompok kegiatan yang telah menjadi fungsi dari seorang manajer
69
yang terdiri dari: kegiatan menyusun perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), memberikan motivasi atau pemberian bimbingan (motivating), pengawasan (controlling), dan pengambilan keputusan (decision making). (Wursanto, 2002) Teori Pengambilan Keputusan Teori ini berlandaskan kepada suatu pemikiran bahwa berhasil tidaknya organisasi mencapai tujuan yang telah ditentukan tergantung dari berbagai keputusan yang dibuat oleh para pejabat di setiap tingkatan, baik keputusan di tingkat puncak (keputusan administratif), keputusan di tingkat menengah (keputusan eksekutif), maupun keputusan di tingkat bawah (keputusan operatif). (Wursanto, 2002) Teori Kontingensi Teori kontingensi (contingency theory) disebut juga teori kemungkinan, teori lingkungan atau teori situasi. Setiap organisasi apapun selalu menghadapi situasi tertentu. Situasi yang dihadapi setiap organisasi berbedabeda, baik organisasi pemerintah, organisasi niaga, maupun organisasi sosial. Oleh karena itu teori kontingensi berlandaskan pada suatu pemikiran bahwa pengelolaan organisasi dapat berjalan dengan baik dan lancar apabila pemimpin organisasi mampu memperhatikan dan memecahkan situasi tertentu yang sedang dihadapi. Tidak ada prinsip-prinsip umum yang
70
berlaku untuk segala situasi. Setiap situasi harus dianalisis sendiri. (Wursanto, 2002) B. Konsep Dasar Organisasi Secara konseptual ada dua batasan yang perlu dikemukakan di sini, yakni istilah organization sebagai kata benda dan organizing (pengorganisasian) sebagai kata kerja, menunjukkan pada rangkaian aktivitas yang harus dilakukan secara sistematis. Organisasi adalah suatu sistem, mempunyai struktur dan perencanaan yang dilakukan dengan penuh kesadaran, di dalamnya orangorang bekerja dan berhubungan satu sama lain dengan suatu cara yang terkoordinasi, kooperatif, dan dorongandorongan guna mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan (Beach, 1980; Champoux, 2003). Apabila kita membicarakan organisasi sebagai suatu sistem, berarti memandangnya terdiri dari unsur-unsur yang saling bergantungan dan di dalamnya terdapat subsub sistem. Sedangkan struktur di sini mengisyaratkan bahwa di dalam organisasi terdapat suatu kadar formalitas dan adanya pembagian tugas atau peranan yang harus dimainkan oleh anggota-anggota kelompoknya. Istilah organisasi dapat pula diartikan sebagai suatu perkumpulan atau perhimpunan yang terdiri dari dua orang atau lebih punya komitmen bersama dan ikatan formal mencapai tujuan organisasi, dan di dalam perhimpunannya terdapat hubungan antar anggota dan
71
kelompok dan antara pemimpin dan angota yang dipimpin atau bawahan (Beach and Reinhartz, 2004; Bush and Middlewood, 2005). Dari kedua definisi di atas, dapat dinyatakan betapa pentingnya organisasi sebagai alat administrasi dan manajemen dalam melaksanakan segala kebijakan/keputusan yang dibuat pada tingkatan administratif maupun manajerial. Dalam hubungan ini, hakiki organisasi dapat ditinjau dari dua sudut pandangan. Pertama, organisasi dipandang sebagai wadah, tempat di mana kegiatan administrasi dan manajemen dilaksanakan. Kedua, sebagai proses yang berusaha menyoroti interaksi (hubungan) antara orangorang yang terlibat di dalam organisasi itu. Proses pengorganisasian mencakup kegiatan¬kegiatan berikut: 1. Pembagian kerja yang harus dilakukan dan menugaskannya pada individu tertentu, kelompokkelompok dan departemen. 2. Pembagian aktivitas menurut level kekuasaan dan tanggungjawab. 3. Pembagian/pengelompokkan tugas menurut tipe dan jenis yang berbeda-beda. 4. Penggunaan mekanisme koordinasi kegiatan individu dan kelompok. 5. Pengaturan hubungan kerja antara anggota organisasi.
72
Unsur-Unsur Organisasi Pada hakikatnya organisasi terbentuk dari sekelompok orang, kerja sama dan tujuan bersama. Terdapat 5 cara seseorang menjadi anggota kelompok formal\, yaitu : 1. Karena ditunjuk oleh pimpinan. 2. Dipilih oleh kelompok. 3. Dipilih oleh perwakilan dari luar kelompok. 4. Alasan sebagai volunteer (sukarela). 5. Karena ex-officio suatu jabatan dalam kelembagaan. Teori-Teori Organisasi Para ilmuan sejak lama menyadari bahwa adanya teori-teori dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda memunculkan pertanyaan, perbedaan pandangan suatu masalah, dan isu organisasi. Walaupun demikian, fenomena ini justru membantu para ilmuan untuk memberikan sejumlah jawaban terhadap satu persoalan yang sama. Dengan berpegang kepada sejumlah teori dan konsep, kita dapat menghadirkan berbagai pandangan (perspectives) untuk mengkaji isu, masalah, dan pertanyaan yang sama tentang organisasi (Champoux, 2003). Menurut Lubis dan Husaini (1987) bahwa yang dimaksud dengan organisasi adalah sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia, yang berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-
73
masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya. Menurut Sutarto (1985) bahwa organisasi adalah sistem yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Herbert and Gullet bahwa yang dimaksud dengan pengorganisasian merupakan proses yang mana struktur suatu organisasi dibuat dan ditegakan. Proses ini meliputi ketentuan dari kegiatankegiatan yang spesifik yang perlu untuk menyelesaikan semua sasaran organisasi, pengelompokan kegiatan tersebut berkaitan dengan susunan yang logis, dan tugas dari kelompok kegiatan ini bagi suatu jabatan atau orang yang bertanggung jawab. Barnard berpendapat bahwa organisasi adalah suatu sistem aktivitas kooperatif antara dua orang atau lebih. Organisasi merupakan pengelompokan orang-orang ke dalam aktivitas kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan pengorganisasian adalah aktivitas orangorang dalam mengelompokan, menyusun dan mengatur berbagai macam pekerjaan yang perlu diselenggarakan untuk mencapai tujuan pendidikan dalam (Henry Fayol, 1974). Organisasi merupakan penugasan orang-orang ke dalam fungsi pekerjaan yang harus dilakukan agar terjadi aktivitas kerjasama dalam mencapai tujuan. Sedangkan pengorganisasian merupakan penyusunan dan pengelompokan bermacam-macam pekerjaan
74
berdasarkan jenis pekerjaan, urutan sifat dan fungsi pekerjaan, waktu dan kecepatan (Griffin: 1959). Dari pengertian teori dan organisasi maka dapat dipahami bahwa definisi teori organisasi berfungsi menjelaskan kegiatan dan dinamika kerjasama organisasi dan memberikan tuntunan dalam pengambilan keputusan berdasarkan prediksi akibat pengambilan keputusan tersebut. Menurut Lubis dan Husaini (1987) bahwa teori organisasi adalah sekumpulan ilmu pengetahuan yang membicaraan mekanisme kerjasama dua orang atau lebih secara sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Teori organisasi merupakan sebuah teori untuk mempelajari kerjasama pada setiap individu. Hakekat kelompok dalam individu untuk mencapai tujuan beserta cara-cara yang ditempuh dengan menggunakan teori yang dapat menerangkan tingkah laku, terutama motivasi, individu dalam proses kerjasama. Tujuan organisasi beserta perangkat-perangkat organisasi. Orang-orang membentuk atau terlibat dalam suatu organisasi yaitu untuk menyempurnakan tujuan individu atau apa yang menjadi cita-citanya. Orang masuk ke dalam kelompok tentunya dengan tujuan tertentu yang diharapkan dapat menimbulkan kepuasan. Berbagai tujuan dapat diperoleh apabila seseorang masuk ke dalam suatu kelompok sebab kebanyakan pemenuhan
75
kebuhan sulit dilakukan secara sendiran. Tujuan manusia pada dasarnya ingin memenuhi segala bentuk kebutuhannya. Kebutuhan manusia sangat bermacammaacam coraknya. Ada kebutuhan yang bersifat kebendaan, seperti sandang, pangan dan papan. Ada pula kebutuhan yang bersifat kerokhanian seperti pergaulan, kasih sayang, keamanan, pemenuhan kewajiban, membalas sesuatu, menciptakan sesuatu dan lain-lain.menjadi penting untuk dilakukan. Terdapat dua alasan yang menyebabkan pembahasan mengenai tujuan organisasi. Pertama, tujuan merupakan alasan bagi eksistensi organisasi, tujuan dinyatakan sebagai keadaan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi. Kedua, tujuan sangat penting bagi proses manajemen yang dijalankan dalam suatu organisasi yang memberikan pengakuan (legitimacy) terhadap perlunya organisasi berdiri, memberikan gambaran mengenai arah pengembangan organisasi, dan bisa digunakan sebagai kriteria untuk mengukur performansi organisasi, dan juga untuk mengurangi ketidakpastian. Terdapat beberapa jenis tujuan dalam organisasi yang memberikan arah bagi pelaksanaan kegiatan maupun pengambilan keputusan, yaitu: a. Sasaran lingkungan, yaitu kondisi dimana suatu organisasi-organisasi lain yang terdapat pada lingkungannya;
76
b. Sasaran output, yaitu menunjukan bentuk dan banyaknya output yang akan dihasilkan oleh organisasi; c. Sasaran sistem, yaitu berhubungan dengan pemeliharaan atau perawatan maintenance organisasi sendiri; d. Sasaran produk menggambarkan karakteristik produk atau jasa yang akan diberikan kepada konsumen, sasaran ini menentukan jumlah, mutu, jenis, corak, dan karakteristik lainnya yang menggambarkan karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan; e. Sasaran bagian (sub unit goal) yaitu menggambarkan sasaran dari suatu bagian atau suatu satuan unit kerja yang merupakan bagian dari unit organisasi. Perangkat-perangkat yang terdapat dalam sebuah organisasi terdiri dari berbagai macam komponen, yaitu: (1) lembaga organsasi, wadah atau ikatan; (2) Sumbersumber daya (resources); (3) metode atau strategi organisasi; (4) hubungan interelasi dan aktivitas; (5) tujuan organisasi. Keuntungan yang diperoleh seseorang dari organisasi dapat berupa keuntungan pokok dan keuntungan tambahan. Yang dimaksud dengan keuntungan pokok adalah keuntungan yang menjadi dasar harapan untuk diperoleh seseorang didalam organisasi, sedangkan yang dimaksud dengan keuntunngan tambahan adalah keuntungan yang semula tidak menjadi dasar harapan
77
untuk diperoleh tetapi baru muncul setelah orang berada dalam organisasi. C. Mendalami Organisasi, Bentuk dan Jenis Organisasi merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan bersama melalui pelaksanaan fungsifungsi manajemen yang dilakukan seorang pimpinan dengan organisasi yang bersangkutan. Jadi keberhasilan suatu organisasi itu tergantung pada bagaimana interaksi orang-orang (dalam proses aktifitas fungsi menegemen) yang tertuang dalam wadah dalam organisasi (struktur organisasi yang dianut). Kebutuhan akan pentingnya peranan oranisasi akan disesuaikan dengan seberapa besar anggota organisasi, karena semakin sedikit anggota organisasi semakin sederhana pula fungsi-fungsi pengorganisasian yang dilakukan. Apabila anggota organisasi bertambah banyak maka semakin banyak kebutuhan akan organisasi semakin besar. Ada dua pola dari organisasi, yaitu organisasi formal yaitu organisasi yang dibentuk secara sadar dan mempunyai tujuan tertentu yang disadari pula dengan menggunakan sistem tugas, hubungan wewenang, tanggung jawab maupun pertanggungjawaban dirancang oleh manajer agar pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah disepakati bersama. Organisasi Informal yaitu organisasi yang keberadaannya tidak direncanakan tetapi terjadi secara
78
otomatis karena hubungan antar perseorangan pada sesama anggota organisasi formal, yang struktur organisasi, informal tidak akan terlihat tetapi akan selalu mengikuti keberadaan organisasi formal.Jadi bisa kita lihat kan,perbedaan dari kedua pola tersebut. Bentuk struktur organisasi dibagi dalam enam jenis yaitu : Organisasi Lini., Organisasi Fungsional, Organisasi Lini dan Staff, Organisasi Fungsional dan Lini, Organisasi Matrik, Organisasi Komite. Organisasi Lini atau garis adalah bentuk organisasi yang didalamnya terdapat garis wewenang yang menghubungkan langsung secara vertikal antara atasan ke bawahan. Organisasi Fungsional adalah suatu organisasi suatu organisasi di mana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala bagian yang mempunyai jabatan fungsional untuk dikerjakan kepada para pelaksana yang mempunyai keahlian khusus. Organisasi Lini dan Staff adalah suatu bentuk organisasi di mana pelimpahan wewenang berlangsung secara vertikal dan sepenuhnya dari pucuk pimpinan ke kepala bagian di bawahnya serta masing-masing pejabat,manajer ditempatkan satu atau lebih pejabat staff yang tidak mempunyai wewenang memerintah tapi hanya sebagai penasihat, misalnya mengenai masalah kearsipan, keuangan, personel dan sebagainya. Organisasi Fungsional dan Lini adalah bentuk organisasi dimana wewenang dari pimpinan tertinggi
79
dilimpahkan kepada kepala bagian di bawahnya yang mempunyai keahlian tertentu serta sebagian dilimpahkan kepada pejabat fungsional yang koordinasinya tetap diserahkan kepada kepala bagian. Organisasi Matrik disebut juga sebagai organisasi manajemen proyek yaitu organisasi di mana penggunaan struktur organisasi menunjukkan di mana para spesialis yang mempunyai keterampilan masing-masing bagian dari kegiatan perusahaan dikumpulan lagi menjadi satu untuk mengerjakan suatu proyek yang harus diselesaikan. Organisasi komite adalah bentuk organisasi di mana tugas kepemimpinan dan tugas tertentu dilaksanakan secara kolektif oleh sekelompok pejabat, yang berupa komite atau dewan atau board dengan pluralistic manajemen. Tipe atau Bentuk Organisasi Dalam perkembangan untuk saat ini pada pokoknya ada enam bentuk organisasi yang perlu diperhatikan yaitu : 1. Organisasi Lini (Line Organization). Diciptakan oleh Henry Fayol, organisasi lini adalah suatu bentuk organisasi yang menghubungkan langsung secara vertical antara atasan dengan bawahan, sejak dari pimpinan tertinggi sampai dengan jabatan-jabatan yang terendah, antara eselon satu dengan eselon yang lain masing-masing
80
dihubungkan dengan garis wewenang atau komando. Organisasi Lini hanya tepat dipakai dalam organisasi kecil. Contohnya; Perbengkelan, Rumah Makan, Rukun tetangga. Ciri-ciri Organisasi Garis : 1. Hubungan antara atasan dan bawahan masih bersifat langsung dengan satu garis wewenang 2. Jumlah karyawan sedikit 3. Pemilik modal merupakan pemimpin tertinggi 4. Belum terdapat spesialisasi 5. Masing-masing kepala unit mempunyai wewenang & tanggung jawab penuh atas segala bidang pekerjaan 6. Struktur organisasi sederhana dan stabil 7. Organisasi tipe garis biasanya organisasi kecil 8. Disiplin mudah dipelihara (dipertahankan) Kebaikan Organisasi Garis : 1. Ada kesatuan komando yang terjamin dengan baik 2. Disiplin pegawai tinggi dan mudah dipelihara (dipertahankan) 3. Koordinasi lebih mudah dilaksanakan 4. Proses pengambilan keputusan dan instruksiinstruksi dapat berjalan cepat 5. Garis kepemimpinan tegas, tidak simpang siur, karena pimpinan langsung berhubungan dengan
81
bawahannya sehingga semua perintah dapat dimengerti dan dilaksanakan 6. Rasa solidaritas pegawai biasanya tinggi 7. Pengendalian mudah dilaksanakan dengan cepat 8. Tersedianya kesempatan baik untuk latihan bagi pengembangan bakat-bakat pimpinan. 9. Adanya penghematan biaya 10. Pengawasan berjalan efektif Kelemahan Organisasi Garis : 1. Tujuan dan keinginan pribadi pimpinan seringkali sulit dibedakan dengan tujuan organisasi 2. Pembebanan yang berat dari pejabat pimpinan , karena dipegang sendiri 3. Adanya kecenderungan pimpinan bertindak secara otoriter/diktaktor, cenderung bersikap kaku (tidak fleksibel). 4. Kesempatan pegawai untuk berkembang agak terbatas karena sukar untuk mengabil inisiatif sendiri 5. Organisasi terlalu tergantung kepada satu orang, yaitu pimpinan 6. Kurang tersedianya staf ahli
82
Contoh bagan Organisasi Lini :
2. Organisasi Lini dan Staff (Line and Staff Organization). Merupakan kombinasi dari organisasi lini, asaz komando dipertahankan tetapi dalam kelancaran tugas pemimpin dibantu oleh para staff, dimana staff berperan memberi masukan, bantuan pikiran saran-saran, data informasi yang dibutuhkan: Ciri-ciri Organisasi Lini dan Staff : 1. Hubungan atasan dan bawahan tidak bersifat langsung 2. Pucuk pimpinan hanya satu orang dibantu staff 3. Terdapat 2 kelompok wewenang yaitu lini dan staff 4. Jumlah karyawan banyak 5. Organisasi besar, bersifat komplek 6. Adanya spesialisasi
83
Kebaikan Organisasi Lini dan Staff: 1. Asas kesatuan komando tetap ada. Pimpinan tetap dalam satu tangan. 2. Adanya tugas yang jelas antara pimpian staf dan pelaksana 3. Tipe organisasi garis dan staf fleksibel (luwes) karena dapat ditempatkan pada organisasi besar maupun kecil. 4. Pengembalian keputusan relatif mudah, karena mendapat bantuan/sumbangn pemikiran dari staf. 5. Koordinasi mudah dilakukan, karena ada pembagian tugas yang jelas. 6. Disiplin dan moral pegawai biasanya tinggi, karena tugas sesuai dengan spesialisasinya 7. Bakat pegawai dapat berkembang sesuai dengan spesialisasinya. 8. Diperoleh manfaat yang besar bagi para ahli Kelemahan Organisasi Laris dan Staff: 1. Kelompok pelaksana terkadang bingung untuk membedakan perintah dan bantuan nasihat 2. Solidaritas pegawai kurang, karena adanya pegawai yang tidak saling mengenal 3. Sering terjadi persaingan tidak sehat, karena masing-masing menganggap tugas yang dilaksanakannyalah yang penting 4. Pimpinan lini mengabaikan advis staf 5. Apabila tugas dan tanggung jawab dalam berbagai kerja antara pelajat garis dan staf tidak
84
tegas, maka akan menimbulkan kekacauan dalam menjalankan wewenang 6. Penggunaan staf ahli bisa menambah pembebanan biaya yang besar 7. Kemungkinan pimpinan staf melampaui kewenangan stafnya sehingga menimbulkan ketidaksenangan pegawai lini 8. Kemungkinan akan terdapat perbedaan interpretasi antara orang lini dan staf dalam kebijakan dan tugas-tugas yang diberikan sehingga menimbulkan permasalahan menjadi kompleks. Contoh bagan organisasi garis dan staf :
3. Organisasi Fungsional (Functional Organization), Diciptakan oleh Frederick W. Taylor, Organisasi ini disusun berdasarkan sifat dan macam pekerjaan yang harus dilakukan, masalah pembagian kerja
85
merupakan masalah yang menjadi perhatian yang sungguh-sungguh. Ciri-ciri Organisasi Fungsional : 1. Pembidangan tugas secara tegas dan jelas dapat dibedakan 2. Bawahan akan menerima perintah dari beberapa atasan 3. Pekerjaan lebih banyak bersifat teknis 4. Target-target jelas dan pasti 5. Pengawasan ketat 6. Penempatan jabatan berdasarkan spesialisasi Kebaikan organisasi Fungsional : 1. Spesialisasi dapat dilakukan secara optimal 2. Para pegawai bekerja sesuai ketrampilannya masing-masing 3. Produktivitas dan efisiensi dapat ditingkatkan 4. Koordinasi menyeluruh bisa dilaksanakan pada eselon atas, sehingga berjalan lancar dan tertib 5. Solidaritas, loyalitas, dan disiplin karyawan yang menjalankan fungsi yang sama biasanya cukup tinggi. 6. Pembidangan tugas menjadi jelas Kelemahan organisasi fungsional: 1. Pekerjaan seringkali sangat membosankan 2. Sulit mengadakan perpindahan karyawan/pegawai dari satu bagian ke bagian lain karena pegawai
86
hanya memperhatikan bidang spesialisasi sendiri saja 3. Sering ada pegawai yang mementingkan bidangnya sendiri, sehingga koordinasi menyeluruh sulit dan sukar dilakukan Contoh Bagan Organisasi Bentuk Fungsional :
4. Organisasi Lini & Fungsonal (Line & Functional Organization), Merupakan suatu bentuk organisasi dimana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada perkepala unit dibawahnya dalam bidang pekerjaan tertentu dan selanjutnya pimpinan tertinggi tadi masih melimpahkan wewenang kepada pejabat fungsional yang melaksanakan bidang pekerjaan operasional dan hasil tugasnya diserahkan kepada kepala unit terdahulu tanpa memandang eselon atau tingkatan.
87
Ciri-ciri Organisasi Lini Dan Fungsional : 1. Tidak tampak adanya perbedaan tugas-tugas pokok dan tugas-tugas yang bersifat bantuan. 2. Terdapat spesialisasi yang maksimal 3. Tidak ditonjolkan perbedaan tingkatan dalam pembagian kerja Kebaikan organisasi Lini dan fungsional : 1. Solidaritas tinggi 2. Disiplin tinggi 3. Produktifitas tinggi karena spesialisasi dilaksanakan maksimal 4. Pekerjaan – pekerjaan yang tidak rutin atau teknis tidak dikerjakan Keburukan Organisasi Lini dan Fungsional : 1. Kurang fleksibel dan tour of duty 2. Pejabat fungsional akan mengalami kebingungan karena dikoordinasikan oleh lebih dari satu orang 3. Spesiaisasi memberikan kejenuhan Contoh bagan organisasi Lini dan Fungsional :
88
5. Organisasi Lini, Fungsional dan Staff (Lini, Functional And Staff Organization), Organisasi ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari organisasi berbentuk lini dan fungsional. Ciri-ciri Organisasi Lini, Fungsional dan Staff : 1. Organisasi besar dan kadang sangat ruwet 2. Jumlah karyawan banyak. 3. Mempunyai 3 unsur karyawan pokok: o Karyawan dengan tugas pokok (line personal) o Karyawan dengan tugas bantuan (staff personal) o Karyawan dengan tugas operasional fungsional (functional group) 6. Organisasi Komite (Commite Organization), Suatu organisasi dimana tugas kepemimpinan dan tugas tertentu lainnya dilaksakan secara kolektif. Organisasi komite terdiri dari : 1. Executive Committee ( Pimpinan Komite), yaitu para anggotanya mempunyai wewenang lini 2. Staff Committee, yaitu orang – orang yang hanya mempunyai wewenang staf Ciri-ciri Organisasi Komite : 1. Adanya dewan dimana anggota bertindak secara kolektif 2. Adanya hak, wewenang dan tanggung jawab sama dari masing-masing anggota dewan. 3. Asas musyawarah sangat ditonjolkan
89
4. Organisasinya besar & Struktur tidak sederhana 5. Biasannya bergerak dibidang perbankan, asuransi, niaga. Kebaikan Organisasi Komite : 1. Pelaksanaan decision making berlangsung baik karena terjadi musyawarah dengan pemegang saham maupun dewan 2. Kepemimpinan yang bersifat otokratis yang sangat kecil 3. Dengan adanya tour of duty maka pengembangan karier terjamin Keburukan Organisasi Komite : 1. Proses decision making sangat lambat 2. Biaya operasional rutin sangat tinggi 3. Kalau ada masalah sering kali terjadi penghindaran siapa yang bertanggung jawab
90
BAB V : TEORI ORGANISASI BIROKRASI PUBLIK A. Teori Organisasi, Administrasi dan Birokrasi Teori organisasi klasik mendefinisikan organisasi sebagai struktur hubungan wewenang, tujuan, peranan, kegiatan, komunikasi dan faktor-faktor lain yang terdapat bila orang-orang bekerja bersama. Teori organisasi klasik terdiri atas (1) teori birokrasi (2) teori administrasi dan (3) manajemen ilmiah. Teori birokrasi dipelopori oleh Max Weber, menurut max weber birokrasi mempunyai karakteristik tertentu yaitu: 1. Pembagian kerja yang jelas 2. Hierarki wewenang dirumuskan dengan baik 3. Program rasional untuk mencapai tujuan 4. Sistem dan prosedur bagi penanganan situasi kerja 5. Sistem aturan yang mencakup hak-hak dan kewajiaban-kewajiban posisi para pemegang jabatan. 6. Hubungan antar pribadi bersifat normal Teori administrasi adalah bagian kedua dari tiga dasar teori klasik organisasi (Hick dan Gullett, 1975). Di sini terdapat perbedaan yang dibiaskan pada praktek manajerial dalam teori administrasi. Mengingat teori birokrasi memberikan penjelasan organisasi yang dibangun secara ideal, teori administrasi merumuskan strategi spesifik untuk menerapkan struktur birokrasi. Teori administrasi menterjemahkan banyak prinsip dasar model birokrasi secara deskriptif ke dalam prinsip
91
praktek manajerial preskriptif. Buktinya, teori administrasi memiliki gelar populer sebagai “prinsip manajemen” (Hick dan Gullett, 1975). Teoritikus administrasi pertama dan paling berpengaruh adalah industrialis berkebangsaan Perancis yaitu Henry Fayol. Pada tahun 1916, Fayol mengidentifikasi beberapa prinsip manajemen. Dalam tonggak sejarahnya buku berjudul Manajemen Umum dan Industri (yang diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris di tahun 1949) itu telah menjadi titik tolak dari teori administrasi. Prinsip-prinsip tersebut telah diterapkan secara luas pada desain dan praktek organisasi dan memberikan pengaruh kuat pada desain dan administrasi organisasi industri modern. Tidak semua birokrasi dan administrasi berjalan lancar. Semua pasti sering mengalami hambatan atau masalah.Contohnya, kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepentingan kelompok sosialnya. Asumsi yang dipergunakan adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan mekanisme kontrol internal.
92
Sebagai acuan teori apa yang telah dikerjakan oleh Max Weber adalah melakukan konseptualisasi sejarah dan menyajikan teori-teori umum dalam bidang sosiologi. Di antaranya yang paling menonjol adalah teorinya mengenai birokrasi dan cacat-cacat yang sering kali diungkapkan sebenarnya lebih tepat dicerna sebagai disfungsi birokrasi. Lebih jauh lagi, birokrasi itu sendiri merupakan kebutuhan pokok peradaban modern yang membutuhkan satu bentuk organisasi birokratik. Pembahasan mengenai birokrasi mempunyai kemiripan dengan apa yang diamati oleh teori organisasi klasik. Dalam membahas mengenai otorita., Weber mengajukan 3 tipe idealnya yang terdiri dari: otorita tradisional, kharismatik dan legal rasional. Otorita tradisional mendasarkan diri pada pola pengawasan di mana legitimasi diletakkan pada loyalitas bawahan kepada atasan. Otorita kharismatik menunjukkan legitimasi yang didasarkan atas sifat-sifat pribadi yang luar biasa. dan otorita legal rasional kepatuhan bawahan di dasarkan atas legalitas formal dan dalam yurisdiksi resmi. Kelemahan dari teori Weber terletak pada keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara otorita yang disusun secara hierarkis dan sulit menghubungkan proses birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang.
93
Tipologi yang diajukan oleh Weber, selanjutnya dikembangkan oleh para sarjana lain, seperti oleh Fritz Morztein Marx, Eugene Litwak dan Textor dan Banks, yang mengembangkan tujuh prinsip POSDCoRB adalah Luther H. Gullick. POSDCoRB adalah akronim dari planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting. Menurut Gullick ketujuh aktivitas inilah yang pada umumnya dijalankan oleh manajer pada semua organisasi. Perencanaan adalah kegiatankegiatan yang berkenaan dengan penyusunan garis-garis besar yang memuat sesuatu yang harus dikerjakan, dan metode-metode untuk melaksanakannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Henry Fayol telah menunjukkan adanya 8 kriteria bagi suatu rencana yang baik. Dalam pemerintahan, dikenal tiga macam perencanaan, yakni: perencanaan jangka panjang, menengah, dan pendek. Pengorganisasian adalah aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan penyusunan struktur yang dirancang untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Pengorganisasian sebenarnya merupakan proses mengorganisasikan orang-orang untuk melaksanakan tugas pokoknya. Oleh karena itu, dalam administrasi negara masalah organisasi dan personalia merupakan dua faktor utama.Penyediaan staf adalah pengarahan dan latihan sekelompok orang yang mengerjakan sesuatu tugas, dan memelihara kondisi kerja yang menyenangkan. Dalam upaya
94
mengembangkan staf metode yang dapat dipergunakan, antara lain: latihan jabatan, penugasan khusus, simulasi, permainan peranan, satuan tugas penelitian, pengembangan diri dan seterusnya. Sementara itu ada tiga tipe program pengembangan staf yang terdiri dari: presupervisory programs, middle management programs dan executive development programs. Teoritikus administrasi pertama dan paling berpengaruh adalah industrialis berkebangsaan Perancis yaitu Henry Fayol. Pada tahun 1916, Fayol mengidentifikasi beberapa prinsip manajemen. Dalam tonggak sejarahnya buku berjudul Manajemen Umum dan Industri (yang diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris di tahun 1949) itu telah menjadi titik tolak dari teori administrasi. Prinsip-prinsip tersebut telah diterapkan secara luas pada desain dan praktek organisasi dan memberikan pengaruh kuat pada desain dan administrasi organisasi industri modern. Beberapa prinsip dasar manajemen yang telah diperkenalkan oleh Fayol kemudian menjadi sesuatu yang biasa kita temukan sekarang ini, tetapi itu merupakan refleksi dari aplikasi dan penggunaannya yang luas. Banyak prinsip dasar yang serupa dengan model birokrasi yang didefinisikan oleh Weber. Fayol (1949) mendefinisikan prinsip dasar manajemen yaitu : Perencanaan, Organisasi, Perintah, Kontrol, Bidang pekerjaan, Otoritas, Disiplin, Kesatuan perintah, Kesatuan arah, Bawahan individu bagi kelompok yang
95
lebih besar, Penghitungan ulang, Sentralisasi kekuasaan, Perintah, Ekuitas, Stabilitas kedudukan, Inisiatif , Semangat kesatuan, Lini dan fungsi staf Rantai scalar menyatakan bahwa anggota organisasi harus menjawab langsung kepada atasan mereka dan mengawasi langsung bawahan mereka dengan membentuk jalur interaksi vertikal di antara atasan dan bawahan sepanjang rantai komando hirarki organisasi. Teori administrasi dikembangkan sebagai panduan preskriptif bagi manajemen organisasi industri sesuai penggunaan kaidah dan otoritas secara langsung. Di sini diperlihatkan kekuatan dan kelemahan dari teori administrasi. Prinsip dasar preskriptif dari teori administrasi membuat teori tersebut sangat pragmatis dan dapat diaplikasikan pada organisasi bisnis. Sebelumnya, karena tidak ada prinsip manajemen universal yang dapat diaplikasikan secara merata pada semua situasi organisasi, prinsip teori administrasi dapat disalah artikan, bertentangan dan tidak sesuai dalam penggunaannya ketika berhubungan dengan masalahmasalah organisasi yang berbeda. Di samping itu, seperti yang akan kita bahas secara mendalam pada bagian akhir bab ini, prinsip teori administrasi, seperti prinsip birokrasi, sering dihubungkan sebagai bentuk yang kaku dan tidak peka terhadap kebutuhan anggota organisasi. Birokrasi harus dicerna sebagai satu fenomena sosiologis dan birokrasi sebaiknya dipandang sebagai
96
buah dari proses rasionalisasi. Konotasi atau anggapan negatif terhadap birokrasi sebenarnya tidak mencerminkan birokrasi dalam sosoknya yang utuh. Birokrasi adalah salah satu bentuk dari organisasi, yang diangkat atas dasar alasan keunggulan teknis, di mana organisasi tersebut memerlukan koordinasi yang ketat, karena melibatkan begitu banyak orang dengan keahliankeahlian yang sangat bercorak ragam. Ada tiga kecenderungan dalam merumuskan atau mendefinisikan birokrasi, yakni: pendekatan struktural, pendekatan behavioral (perilaku) dan pendekatan pencapaian tujuan. Weber mengajukan 3 tipe idealnya yang terdiri dari: otorita tradisional, kharismatik dan legal rasional. Otorita tradisional mendasarkan diri pada pola pengawasan di mana legitimasi diletakkan pada loyalitas bawahan kepada atasan. Sedang otorita kharismatik menunjukkan legitimasi yang didasarkan atas sifat-sifat pribadi yang luar biasa. Adapun otorita legal rasional kepatuhan bawahan di dasarkan atas legalitas formal dan dalam yurisdiksi resmi. Kelemahan dari teori Weber terletak pada keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara otorita yang disusun secara hierarkis dan sulit menghubungkan proses birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang.
97
Menurut Dennis H. Wrong ciri struktural utama dari birokrasi adalah: pembagian tugas, hierarki otorita, peraturan dan ketentuan yang terperinci dan hubungan impersonal di antara para pekerja. Karakteristik birokrasi menurut Max Weber terdiri dari: terdapat prinsip dan yurisdiksi yang resmi, terdapat prinsip hierarki dan tingkat otorita, manajemen berdasarkan dokumen-dokumen tertulis, terdapat spesialisasi, ada tuntutan terhadap kapasitas kerja yang penuh dan berlakunya aturanaturan umum mengenal manajemen. Ada dua pandangan dalam merumuskan birokrasi. Pertama, memandang birokrasi sebagai alat atau mekanisme. Kedua, memandang birokrasi sebagai instrumen kekuasaan. Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang berkembang di mana mereka semuanya telah memberikan prioritas kegiatannya pada penyelenggaraan pembangunan nasional. Di negara-negara ini birokrasi berperan sebagai motor dan penggerak pembangunan. Secara khusus peranan dan pentingnya arti birokrasi tertampilkan dalam fungsinya sebagai pemrakarsa usul pembuatan kebijakan, penasihat dalam kebijakan dan sebagai inovator dan penyedia sumber. Kegiatan-kegiatan dalam rangka studi Organisasi dan Metode meliput tiga hal berikut: penyelidikan organisasi, penyempurnaan metode, dan penelaahan tata ruang. Usaha pengembangan/pelembagaan organisasi adalah suatu usaha untuk memperbaiki efektivitas dan
98
kesehatan organisasi dengan menggunakan ilmu dan pengetahuan perilaku. Pengembangan/ pelembagaan organisasi dipandang sebagai analisis segi kemanusiaan dalam seluruh kehidupan organisasi. Perkembangan masyarakat yang semakin kompleks mendorong tumbuhnya studi administrasi terhadap bidang-bidang khusus. Tujuannya adalah untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi. Birokrasi dan Administrasi itu mempunyai hubungan yang sangat erat, artinya setiap organisasi tidak akan lepas dari sebuah birokrasi dan administrasi, karena birokrasi dan administrasi menyatupadukan aktivitas organisasi menuju titik yang sama. Sistem birokrasi dan administrasi di Indonesia diharapkan semakin maju dan berfungsi dengan baik dan selayaknya sebagai negara berkembang dan mecontoh negara-negara maju yang sistem organisasi birokrasi dan administrasinya relative lebih bagus. B. Organisasi Dan Birokrasi Administrasi Publik Adanya pengertian yang sering kali dipergunakan untuk maksud yang sama yaitu pengertian organisasi dan pengertian institusi, tertapi keduanya sebenarnya berbeda. Organisasi lebih menunjukkan ikatan-ikatan struktural, sedang institusi lebih menampilkan ikatanikatan normatif sosial. Bertitik tolak dari kesadaran akan arti pentingnya organisasi dalam kehidupan sosial, berkembang berbagai macam teori organisasi. Teori-teori
99
organisasi ini dapat dibagi dalam tiga kelompok teori berikut: model tertutup, model terbuka, dan model sintesis. Bentuk organisasi yang paling banyak dijumpai adalah organisasi lini dan staf yang dalam organisasi yang demikian, anggota organisasi terbagi dua: yang berkaitan dengan implementasi organisasi disebut unit lini, dan mereka yang mempunyai aktivitas untuk memberikan nasihat kepada pimpinan disebut unit staf. Koordinasi dapat dipandang sebagai konsekuensi dari adanya pembagian tugas atau spesialisasi. Koordinasi merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk menyatupadukan semua aktivitas organisasi menuju titik yang sama. Sedangkan fungsi pengawasan dilakukan untuk membuat kegiatan yang dilakukan satuan kerja atau unit-unit organisasi berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, sehingga dengan demikian dapat dicegah kegiatan-kegiatan yang menyimpang dari rencana. Fungsi-fungsi P.O.S.D.Co.R.B. dalam Administrasi Publik, melalui tujuh prinsip yang dikembangkan Luther H. Gullick. POSDCoRB adalah akronim dari planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting. Menurut Gullick ketujuh aktivitas inilah yang pada umumnya dijalankan oleh manajer pada semua organisasi. Perencanaan adalah kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan penyusunan garis-garis besar yang
100
memuat sesuatu yang harus dikerjakan, dan metodemetode untuk melaksanakannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Henry Fayol telah menunjukkan adanya 8 kriteria bagi suatu rencana yang baik. Dalam pemerintahan, dikenal tiga macam perencanaan, yakni: perencanaan jangka panjang, menengah, dan pendek. Pengorganisasian adalah aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan penyusunan struktur yang dirancang untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Pengorganisasian sebenarnya merupakan proses mengorganisasikan orang-orang untuk melaksanakan tugas pokoknya. Oleh karena itu, dalam administrasi publik masalah organisasi dan personalia merupakan dua faktor utama. Penyediaan staf adalah pengarahan dan latihan sekelompok orang yang mengerjakan sesuatu tugas, dan memelihara kondisi kerja yang menyenangkan. Dalam upaya mengembangkan staf metode yang dapat dipergunakan, antara lain: latihan jabatan, penugasan khusus, simulasi, permainan peranan, satuan tugas penelitian, pengembangan diri dan seterusnya. Sementara itu ada tiga tipe program pengembangan staf yang terdiri dari: presupervisory programs, middle management programs dan executive development programs. Pengarahan adalah pembuatan keputusan-keputusan dan menyatukan mereka dalam aturan yang bersifat khusus dan umum. Fungsi pengarahan melibatkan
101
pembimbingan dan supervisi terhadap usaha-usaha bawahan dalam rangka pencapaian sasaran-sasaran organisasi. Dalam kaitannya dengan fungsi ini, ilmu-ilmu perilaku telah memberikan sumbangan besar dalam bidang-bidang motivasi dan komunikasi. Pengoordinasian adalah kegiatan-kegiatan untuk mempertalikan berbagai bagian-bagian pekerjaan dalam sesuatu organisasi. Mengenai koordinasi ada beda pandang antara beberapa sarjana. Di satu pihak ada yang memandangnya sebagai fungsi manajemen. Sedang pihak yang lain, menganggapnya sebagai tujuan manajemen. Dalam pandangan yang kedua, keberhasilan koordinasi sepenuhnya tergantung pada keberhasilan atau efektivitas dari fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Dengan pelaporan dimaksudkan sebagai fungsi yang berkaitan dengan pemberian informasi kepada manajer, sehingga yang bersangkutan dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan kerja. Jalur pelaporan dapat bersifat vertikal, tetapi dapat juga bersifat horizontal. Pentingnya pelaporan terlihat dalam kaitannya dengan konsep sistem informasi manajemen, yang merupakan hal penting dalam pembuatan keputusan oleh manajer. Penganggaran adalah fungsi yang berkenaan dengan pengendalian organisasi melalui perencanaan fiskal dan akuntansi. Sesuatu anggaran, baik APBN maupun APBD, menunjukkan dua hal: pertama sebagai
102
satu pernyataan fiskal dan kedua sebagai suatu mekanisme. Allen Schick mengungkapkan adanya tiga tujuan anggaran: pengawasan, manajemen, dan perencanaan. Sedangkan fungsi anggaran berdasarkan perjalankan historisnya terdiri dari empat macam yaitu: fungsi kontrol, fungsi manajemen, fungsi perencanaan, dan fungsi evaluasi. Teori yang lama memandang birokrasi sebagai instrumen politik. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, teori tersebut ditolak, dengan menyatakan pentingnya peranan birokrasi dalam seluruh tahapan atau proses kebijakan publik. Menurut Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam peranannya sebagai delegated legislation, initiating policy dan internal drive for power, security and loyalty. Dalam membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus diperhatikan, (a) bagaimana para birokrat dipilih, (b) apakah peranan birokrat dalam pembuatan keputusan, dan (c) bagaimana para birokrat diperintah. Dalam hubungannya dengan pertanyaan kedua, hal pertama yang perlu disadari adalah ada perbedaan antara proses pembuatan keputusan yang aktual dengan yang formal. Dalam kenyataan birokrat merupakan bagian dari para pembuat keputusan. Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang berkembang di mana mereka semuanya telah memberikan prioritas kegiatannya pada penyelenggaraan pembangunan nasional. Di negara-
103
negara ini birokrasi berperan sebagai motor dan penggerak pembangunan. Secara khusus peranan dan pentingnya arti birokrasi tertampilkan dalam fungsinya sebagai pemrakarsa usul pembuatan kebijakan, penasihat dalam kebijakan dan sebagai inovator dan penyedia sumber. Kelemahankelemahan birokrasi terletak dalam hal: penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional, terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hierarki, kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi, berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan oleh K. Merton lebih merupakan bureaucratic dysfunction dengan ciri utamanya trained incapacity. Usaha untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunakan adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepentingan kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat dijalankan, sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan mekanisme kontrol internal. Teori birokrasi sistem perwakilan secara konseptual amat
104
merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan. Karena teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional dan mengabaikan peranan pendidikan. Menurut pendapat Robert Presthus birokrasi tetap diperlukan. Karena ternyata birokrasi merupakan satu bentuk organisasi yang amat adaptif terhadap programprogram yang berbeda. Tetapi, Warren Bennis mengantisipasi bahwa birokrasi akan berakhir 25 atau 50 tahun yang akan datang karena dua hal: a. ketidakmampuan birokrasi untuk menyelesaikan konflik mengenai tujuan pribadi dan organisasi. b. revolusi ilmu dan teknologi. Pandangan filosofi mengenai administrasi publik dapat dikelompokkan menjadi dua bagian: pandangan makro dan pandangan mikro. Etika administrasi dibahas dalam hubungannya dengan masalah tujuan dan cara yang diperlakukan dalam lingkungan birokrasi. Etika administrasi dimaksudkan untuk mendorong agar birokrat menampilkan perilaku yang benar dan berguna, sehingga studi perilaku administrasi berguna untuk : a. menunjukkan apa yang harus dilakukan pada satu situasi tertentu; b. memberikan deskripsi lingkungan di mana organisasi bergerak; c. memberikan kerangka konseptual untuk memecahkan masalah-masalah organisasi.
105
Perhatian pada elemen manusia ditujukan untuk menemukan keseimbangan antara kebutuhan organisasi dan individu. Kecenderungan baru yang terdapat dalam administrasi kepegawaian adalah dorongan menumbuhkan partisipasi para pekerja dalam proses pembuatan keputusan. Administrasi keuangan pada tingkat nasional dipandang sebagai isu politik dan sosial. Administrasi keuangan merupakan alat paling penting dalam kehidupan Negara, karena kemampuannya untuk berfungsi sebagai alat koordinasi. Administrasi Pemerintah Daerah berusaha menganalisis pemerintah daerah sebagai fenomena administrasi, sebagai satu bagian penting dalam kehidupan kenegaraan, di mana sistem administrasi pemerintah daerah amat dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional faktor-faktor lingkungan. Perbandingan Administrasi Publik sebagai pendatang baru dalam dunia akademik kelahirannya didorong untuk mencapai dua tujuan sekaligus, yakni: untuk memberikan bobot ilmiah bagi administrasi publik, dan untuk membuat agar semua program bantuan teknis berhasil. Kegiatan-kegiatan dalam rangka studi Organisasi dan Metode meliput tiga hal berikut: penyelidikan organisasi, penyempurnaan metode, dan penelaahan tata ruang. Usaha pengembangan/pelembagaan organisasi adalah suatu usaha untuk memperbaiki efektivitas dan kesehatan organisasi dengan menggunakan ilmu dan pengetahuan perilaku. Pengembangan/ pelembagaan
106
organisasi dipandang sebagai analisis segi kemanusiaan dalam seluruh kehidupan organisasi. Perkembangan masyarakat yang semakin kompleks mendorong tumbuhnya studi administrasi terhadap bidang-bidang khusus. Tujuannya adalah untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi. C. Dinamika Konflik Dalam Organisasi Manusia melakukan kegiatan dan bereaksi terhadap kegiatan orang lain dalam organisasi baik pimpinan atau sesama anggota, menimbulkan bermacam-macam dinamika perilaku dalam berorganisasi. Konflik biasanya timbul sebagai hasil adanya masalah-masalah hubungan pribadi (ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai pribadi karyawan dengan perilaku yang harus diperankan pada jabatannya, atau perbedaan persepsi) dan struktur organisasi (perebutan sumber daya-sumber daya yang terbatas, pertarungan antar departemen dan sebagainya). Pada hakekatnya konflik merupakan suatu pertarungan menang kalah antara kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama lain dalam organisasi. Dalam dinamika organisasi ini akan dibahas beberapa hal penting antara lain : Dinamika Konflik dalam Organisasi Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Timbulnya
107
konflik atau pertentangan dalam organisasi, merupakan suatu kelanjutan dari adanya komunikasi dan informasi yang tidak menemui sasarannya. Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang di bawa individu dalam suatu interaksi. Jenis-Jenis Konflik dalam Organisasi Jenis-jenis konflik dalam organisasi, dikelompokkan sebagai berikut : a. Personale conflict : konflik peranan yang terjadi didalam diri seseorang. Konflik ini pada hakekatnya meminta kesadaran orang untuk menaati peraturan yang ada atau memerlukan kesetiaan orang pada organisasi. b. Inter-role conflict : konflik antar peranan, yaitu persoalan timbul karena satu orang menjabat satu atau lebih fungsi yang saling bertentangan. Konflik ini dapat dihindari dengan mendefinisikan kembali tugas yang terlebih dahulu telah dispesialisasikan dan dialokasikan pada seorang tertentu sehingga akibat negative dwi fungsi diminimumkan. c. Intersender conflict : konflik yang timbuk karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang. Ini dapat dihindari dengan memperlakukan sama bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan. d. Intrasender conflict : konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan.
108
Selain pembagian jenis konflik di atas masih ada pembagian jenis konflik yang dibedakan menurut pihakpihak yang saling bertentangan, yaitu : a. Konflik dalam diri individu yang terjadi bila seseorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. b. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaanperbedaan kepribadian. c. Konflik antar individu dan kelompok. yang berhubungan dengan individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. d. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok. e. Konflik antar organisasi yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam system perekonomian suatu Negara. Individu-individu dalam organisasi mempunyai banyak tekanan pengoperasian organisasional yang menyebabkan konflik. Secara lebih konseptual litteral mengemukakan empat penyebab konflik organisasional, yaitu : a. Suatu situasi dimana tujuan-tujuan tidak sesuai b. Keberadaan peralatan-peralatan yang tidak cocok atau alokasi-alokasi sumber daya yang tidak sesuai
109
c. Suatu masalah yang tidak tepatan status d. Perbedaan presepsi Didalam organisasi terdapat empat bidang struktural, dan dibidang itulah konflik sering terjadi, yaitu : 1). Konflik hirarkis adalah konflik antar berbagai tingkatan organisasi, 2). Konflik fungsional adalah konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi, 3). Konflik lini-staf adalah konflik antara lini dan staf, 4). Konflik formal informal adalah konflik antara organisasi formal dan organisasi informal. Secara tradisional pendekatan terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana dan optimistik. Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggapan, yaitu : 1. Konflik dapat di hindarkan 2. Konflik diakibatkan oleh para pembuat masalah, pengacau dan primadona 3. Bentuk-bentuk wewenang legalistic 4. Korban diterima sebagai hal yang tak dapat dielakkan Apabila keadaan tidak saling mengerti serta situasi penilaian terhadap perbedaan antar anggota organisasi itu makin parah sehingga konsesus sulit dicapai, sehingga konflik tak terelakkan. Dalam hal ini pimpinan dapat melakukan berbagai tindakan tetapi harus melihat situasi dan kondisinya, yaitu : Menggunakan kekuasaan, Konfrontasi, Kompromi, Menghaluskan situasi, Mengundurkan diri
110
Berbagai Segi Positif dari Konflik sebagai berikut : 1. Konflik dalam organisasi: a. Perggantian pimpinan yang lebih berwibawa,penuh ide baru dan semangat baru. b. Perubahan tujuan organisasi yang lebih mencerminkan nilai-nilai yang disesuaikan dengan perubahan situasi dan kondisi. c. Pelembagaan konflik itu sendiri artinya konflik disalurkan tidak merusak susunan atau struktur organisasi. 2. Konflik dengan organisasi lain mungkin dapat : a. Lebih mempersatukan para anggota organisasi. b. Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi c. Lebih menyadarkan para anggota terhadap strategi serta taktik lawan. d. Sebagai suatu lembaga pengawasan masyarakat. Bagaimanapun juga, konflik merupakan suatu hal yang memakan pikiran, waktu, tenaga, dan lain-lain untuk menyelesaikannya. Tetapi bila dilihat sekilas sepertinya konflik itu sangat sulit untuk dihindari dan diselesaikan, tetapi dalam hal ini jangan beranggapan bahwa dengan adanya konflik berarti organisasi tersebut telah gagal, karena betapapun sulitnya suatu konflik pasti dapat diselesaikan oleh para anggota dengan melihat persoalan serta mendudukannya pada proporsi yang wajar.
111
Sumber-Sumber Konflik Sumber-Sumber Konflik Organisasional, berbagai sumber utama konflik organisasional dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Kebutuhan untuk membagi sumber daya – sumber daya yang terbatas. Konflik ini dapat timbul karena kelompok-kelompok organisasi bersaing untuk memperebutkan bagian terbesar sumber daya – sumber daya yang tersedia. 2. Perbedaan – perbedaan dalam berbagai tujuan. Kelompok-kelompok organisasi cenderung menjadikan terspesialisasi atau dibedakan karena mereka mengembangkan berbagai tujuan, tugas dan personalia yang tidak sama. Perbedaan-perbedaan ini sering menyakibatkan konflik kepentingan atau prioritas, meskipun tujuan organisasi sebagai keseluruhan telah disetujuin. 3. Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja. Konflik potensial adalah terbesar apabila suatu unit tidak dapat mulai pekerjaannya karena harus menunggu penyelesaian pekerjaan unit lain. 4. Perbedaan nilai-nilai atau persepsi. Perbedaan-perbedaan tujuan diantara anggota berbagai satuan dalam organisasi sering berkaitan dengan berbagai perbedaan sikap,nilai-nilai dan persepsi yang dapat menimbulkan konflik.
112
5. Kemenduaan organisasional Konflik antar kelompok dapat juga berasal dari tanggungjawab kerja yang dirumuskan secara mendua (ambiguous) dan tujuan-tujuan yang tidak jelas. 6. Gaya-gaya individual. Pada umumnya konflik ini terjadi apabila para anggota kelompok sangat berbeda dalam hal ciri-ciri seperti sifat kerja,umur dan pendidikan. Konflik Antar Pribadi Salah satu penanganan analitis konflik antar pribadi dapat diperoleh dengan mempelajari berbagai cara berbeda yang dipergunakan seorang “pribadi” untuk berinteraksi dengan pribadi-pribadi lain. Menurut Jendela Johari, pribadi seseorang terbagi menjadi 4 yaitu : 1. Pribadi terbuka (open self), bentuk interaksi ini orang mengenal dirinya sendiri dan orang lain. 2. Pribadi tersembunyi (hidden self), bentuk ini orang mengenal dirinya sendiri tetapi tidak mengenal pribadi orang lain. 3. Pribadi buta (blind self), bentuk ini orang mengenal pribadi orang lain tetapi tidak mengenal dirinya sendiri. 4. Pribadi tak dikenal (undiscovered self),bentuk ini orang tidak mengenal baik dirinya sendiri maupun orang lain.
113
Jendela Johari hanya mengemukakan berbagai kemungkinan pola antar pribadi, tetapi tidak menggambarkan situasi-situasi konflik antar pribadi yang mungkin terjadi. Meskipun demikian jendela johari sangat berguna untuk menganalisa situasi-situasi konflik tersebut. Terdapat tujuh pedoman bagi pengadaan umpan balik untuk hubungan-hubungan antara pribadi yang efektif dapat diperinci sebagai berikut: a. Menjadi lebih deskriptif daripada bersifat pertimbangan b. Menjadi lebih spesifik daripada umum c. Menangani hal-hal yang dapat diubah d. Bemberi umpan balik apabila diinginkan e. Memperhatikan motif-motif pemberian dan penerimaan umpan balik f. Memberikan umpan balik pada saat perilaku berlangsung g. Memberikan umpan balik bila akurasinya dapat dicek dengan orang-orang lain Konflik Organisasional Dalam hal ini litterer mengemukakan empat penyebab konflik organisasional yaitu antara lain: 1. Suatu situasi dimana tujuan – tujuan tidak sesuai 2. Keberadaan peralatan-peralatan yang tidak cocok atau alokasi-lalokasi sumber daya yang tidak sesuai 3. Suatu masalah ketidaktepatan status 4. Perbedaan presepsi
114
Konflik Struktural Dalam organisasi klasik ada empat bidang structural dimana konflik sering terjadi: a. Konflik hirarkis,yaitu konflik antara berbagai tingkatan organisasi b. Konflik fungsional,yaitu konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi. c. Konflik lini-staf,yaitu konflik antar lini dan staf. d. Konflik formal – informal,yaitu konflik antara organisasi formal dan informal. Peranan Konflik Dalam Organisasi Secara tradisional, pendekatan terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana dan optimistik. Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggapan sebagai berikut: 1. Konflik menurut definisinya dapat dihindarkan 2. Konflik diakibatkan oleh para pembuat masalah, pengacau, dan primadona. 3. Bentuk-bentuk wewenang legalistic seperti berjalan melalui saluran-saluran atau berpegang pada aturan‘. Dan hasilnya berupa serangkaian anggapan baru tentang konflik yang hampir persis berlawanan dengan anggapan-anggapan tradisional: 1. konflik tidak dapat dihindarkan 2. konflik ditentukan oleh factor-faktor struktural seperti bentuk fisik suatu bangunan, desain struktur karier, atau sifat sistem kelas. 3. Konflik adalah bagian integral sifat perubahan.
115
4. Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai derajat. 5. Tingkat konflik minimal adalah optimis. Atas dasar anggapan-anggapan diatas, manajemen konflik organisasional telah menggunakan suatu pendekatan baru.pendekatan yang cukup representative adalah tiga strategi dasar untuk mengurangi konflik organisasional yang dikemukan literer yaitu: 1. Penyangga atau penengah dapat diletakkan diantara pihak-pihak yang sedang berkonflik. 2. Membantu pihak-pihak yang sedang konflik untuk menggembangan pandangan yang lebih baik tentang diri mereka dan cara mereka yang saling mempengaruhi. 3. Merancang kembali struktur organisasi agar konflik berkurang. Strategi Penyelesaian Konflik Mengendalikan konflik berarti menjaga tingakat konflik yang kondusif bagi perkembangan organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika organisasi yang optimal. Namun bila konflik telah terlalu besar dan disfungsional, maka konflik perlu diturunkan intensitasnya, antara lain dengan cara : 1. Mempertegas atau menciptakan tujuan bersama. Perlunya dikembangkan tujuan kolektif di antara dua atau lebih unit kerja yang dirasakan bersama dan tidak bisa dicapai suatu unit kerja saja.
116
2. Meminimalkan kondisi ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme diatara unit-unit kerja melalui kerjasama yang sinergis serta membentuk koordinator dari dua atau lebih unit kerja. 3. Memperbesar sumber-sumber organisasi seperti : menambah fasilitas kerja, tenaga serta anggaran sehingga mencukupi kebutuhan semua unit kerja. 4. Membentuk forum bersama untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama. Pihak-pihak yang berselisih membahas sebab-sebab konflik dan memecahkan permasalahannya atas dasar kepentingan yang sama. 5. Membentuk sistem banding, dimana konflik diselesaikan melalui saluran banding yang akan mendengarkan dan membuat keputusan. 6. Pelembagaan kewenangan formal, sehingga wewenang yang dimiliki oleh atasan atas pihak-pihak yang berkonflik dapat mengambil keputusan untuk menyelesaikan perselisihan. 7. Meningkatkan intensitas interaksi antar unit-unit kerja, dengan demikian diharapkan makin sering pihakpihak berkomunikasi dan berinteraksi, makin besar pula kemungkinan untuk memahami kepentingan satu sama lain sehingga dapat mempermudah kerjasama. 8. Me-redesign kriteria evaluasi dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran prestasi yang dianggap adil dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan balas jasa.
117
118
BAGIAN II : DIMENSI PRIMA KELEMBAGAAN BAB VI : KONSEP DASAR KELEMBAGAAN A. Definisi dan Konsep Pembangunan Lembaga Pembangunan Lembaga merupakan perspektif tentang perubahan sosial yang direncanakan dan berkaitan dengan inovasi-inovasi yang berorientasi pada perubahan sosia. Tujuannya adalah untuk membangun organisasi yang dapat hidup dan efektif serta dapat mendukung inovasi sebagai perubahan sosial. Proses yang terjadi dalam Pembangunan Lembaga ini bersifat generik. Artinya inovasi sosial ini tidak dipaksakan dalam tiap sektor masyarakat, sehingga dalam model pembangunan lembaga, lembaga ditempatkan sebagai organisasi formal yang menghasilkan perubahan, dan melindungi perubahan serta jaringannya. Variabel-variabel yang terkandung dalam konsep Pembangunan Lembaga adalah sebagai berikut (J.W Eaton, 1986) : 1. Kepemimpinan merupakan unsur terpenting yang paling kritis dalam pembangunan lembaga, karena proses perubahan yang dilakukan memerlukan manajemen. Kepemimpinan terdiri dari pemegang kedudukan yang secara formal ditunjuk, atau mereka yang secara kontinyu menjalankan pengaruhnya. 2. Doktrin sebaga proyeksi dari ekspektasi dan tujuantujuan, serta metode operasional yang mendasari tindakan sosial.
119
3. Program menunjuk pada tindakan-tindakan sosial yang berhubungan dengan pelaksanaan dari fungsi yang merupakan output dari lembaga yang bersangkutan. 4. Sumber-sumber daya adalah input dari segala unsure yang terkandung dalam pembangunan lembaga. Artinya, sumber-sumber daya yang dibutuhkan sebagai kelengkapan lembaga mempengaruhi tiap segi dari kegiatan lembaga dan merupakan kesibukan yang penting dari semua kepemimpinan lembaga. 5. Struktur intern bertugas sebagai struktur dan proses yang diadakan untuk bekerjanya lembaga dan pemeliharaannya. Struktur intern mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan komitmen yang sudah terprogram. Kategori utama dari kedua variabel adalah kaitan, yaitu saling ketergantungannya diatara suatu lembaga dan bagian-bagian masyarakat yang relevan. Lembaga harus dapat menjaga hubungan pertukaran dengan sejumlah organisasi yang terbatas dan melibatkan diri dalam pertukaran yang disepakati. Untuk memudahkan analisis, dibedakan empat jenis kaitan, yaitu: a. Kaitan-kaitan yang memungkinkan, yaitu dengan organisasi dan kelompok sosial yang mengendalikan alokasi wewenang dan sumber daya yang diperlukan lembaga tersebut. b. Kaitan-kaitan fungsional, yaitu dengan organisasi yang menjalankan fungsi dan kelengkapan lembaga.
120
c. Kaitan-kaitan normatif, yaitu dengan lembaga yang mencakup norma dan nilai-nilai yang relevan. d. Kaitan-kaitan tersebar, yaitu dengan unsur masyarakat yang tidak dapat dijelaskan dan diidentifikasi dalam organisasi formal. Kelembagaan merupakan keadaan akhir dari suatu variabel evaluatif dan merupakan standar untuk menilai keberhasilan dari usaha-usaha pembangunan lembaga. Konsep kelembagaan menunjukkan adanya hubunganhubungan tertentu dan pola-pola tindakan dalam suatu organisasi, yang sifatnya normatif. Hal-hal yang mendasari konsep-konsep tersebut dan hubungan-hubungannya adalah sejumlah perspektif tentang perubahan sosial yang berhubungan dengan teori: 1. Pada masyarakat yang mengejar modernisasi, ada sebuah proses pengembangan yang menyangkut pengenalan dan penerimaan dari banyak perubahan atau inovasi. Perubahan-perubahan tersebut bersifat teknologis fisik dan juga teknologis sosial. Namun, ada juga yang merupakan penggabungan dari kedua sifat perubahan tersebut. Bagi sebagian orang perubahan tersebut semata-mata bersifat teknis dan rasional, tetapi bagi sebagian orang lainnya, perubahan tersebut dinilai dapat merusak kepentingan-kepentingannya.
121
2. Kebanyakan perubahan itu terjadi karena adanya penyebaran atau evolusi yang otonomis yang sengaja disebabkan oleh kelompok-kelompok yang berpandangan bahwa perubahan yang demikian itu membawa manfaat bagi dirinya sendiri dan masyarakat. Demikian halnya dengan pembangunan lembaga merupakan perekayasaan sosial yang dilakukan secara tegas. Pembangunan lembaga adalah suatu proses bimbingan dan proses belajar secara sosial dan bukanlah penancapan dari teknologi yang sudah siap pakai dan tidak mencakup inovasi-inovasi yang otonom dan siap dipaksakan. 3. Inovasi-inovasi yang secara sengaja dilakukan ini memerlukan organisasi-organisasi yang formal dan kompleks sebagai wadahnya. Organisasi-organisasi tersebut yang mendorong dan melindungi inovasi serta mewakili inovasi untuk diteruskan kepada masyarakat luas. Dengan demikian pembangunan lembaga adalah kegiatan yang memiliki laras ganda. Sehingga para pembawa perubahan harus: a. Membangun organisasi-orgnisasi yang secara teknis dapat bertahan hidup, efektif secara sosial, dan dapat menjadi wadah bagi inovasi. b. Menjalin dan mengelola hubungan-hubungan dengan organisasi-organisasi dan kelompokkelompok lainnya. Tujuan dari dari semua itu adalah untuk mencapai kelembagaan, dimana nilai-nilai inovatif dan pola-pola
122
tindakan yang dinilai baik dalam organisasi tersebut dan masyarakat luas, kemudian akan dimasukkan ke dalam perilaku dari organisasi dan inovasi yang berkaitan. Lingkungan juga menjadi faktor pendukung bagi inovasiinovasi tersebut. Pada tahap ini, organisasi harus dipelihara agar dapat resistan terhadap inovasi-iovasi yang datang berikutnya, dan juga tetap dapAt mempertahankan dan memperbaharui kembali dorongan inovatifnya. Pembangunan lembaga merupakan suatu model instrumen, tidak menyediakan kriteria untuk menentukan inovasi-inovasi apa yang diinginkan akan tetapi berbicara tentang kelayakan dari pilihan-pilihan alternatif untuk memenuhi kebutuhan dan menentukan metode-metode untuk mengelola proses perubahan yang dipaksakan. Model pembangunan lembaga adalah suatu teori elitis dengan suatu prasangka rekayasa sosial yang eksplisit. Perubahan-perubahan yang terjadi adalah perubahan dari atas ke bawah bukan dari bawah ke atas. Perubahan tersebut dipimpin oleh orang-orang yang memiliki wewenang dan dapat mempengaruhi yang lain (kepemimpinan). Wahana dari perubahan itu sendiri adalah organisasi, dan lingkungannya adalah sekumpulan organisasi atau kelompok, sehingga dalam prosesnya pembangunan lembaga tidak dapat berjalan sendiri atau menyelesaikannya sendiri.
123
B. Beberapa Asumsi Dasar Model pembangunan lembaga sendiri menimbulkan beberapa asumsi dasar, baik asumsi tentang lingkungan, tentang organisasi, tentang proses-proses perubahan, tentang pelembagaan. a. Tentang Lingkungan, yang dimaksud lingkungan disini ialah sekumpulan organisasi dan kelompok, jadi dapat diasumsikan bahwa lingkungan merupakan suatu pola hubungan yang berjalan dimana orangorang, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi, masing-masing ikut serta dalam kegiatan, mendorong dan melindungi kepentingan-kepentingannya sendiri yang dibenarkan oleh sistem yang lebih besar di mana mereka masing-masing merupakan bagian. Lingkungan bukanlah sistem-sistem yang tertutup dan statis, dan juga tidak monopolis. Lingkungan sendiri selalu berubah, disini diperlukan peran manajer untuk menentukan kepentingannya. Setiap kepentingan organisasi saling berbeda dan berlainan, ada yang menerima inovasi tetapi ada pula yang memberikan perlawan terhadap inovasi tersebut. Para manajer tersebut tidak mengasumsikan bahwa dalam lingkungan ada permintaan yang aktif pada produk mereka, seberapapun bainya pasar produk mereka. Spara manajer berasumsi bahwa mereka harus tetap berwaspada terhadap persaingan. Lingkungan sendiri mempunyai kendala, seperti: kendala intelektual, normatif, teknis dan sumberdaya,
124
kesempatan-kesempatan dan kemampuankemampuan untuk menyediakan masukan-masukan atau meneriman keluarn-keluaran organisasi, terlpeas dari faktor politis. b. Tentang Organisasi, mengasumsikan adanya kemampuan organisasi-organisasi formal untuk memasyarakatkan mereka yang masuk ke dalam batas-batasnya dalam segi norma-norma dan polapola tindakan yang baru, selama kontaknya berlangsung cukup lama, dan pemasyarakatan merupakan suatu keprihatinan yg eksplisit. Organisasi bukan hanya semata-mata struktur, tetapi organisasi dapat menjadi wahana yang dinamis melalui para penghantar perubahan yang menekankan nilai-nilai mereka terhadap orang-orang di dalam batasannya dan organisasi sendiri dapat mempengaruhi staf dan kliennya. Jenis organisasi secara implisit sendiri diasumsikan dalam model pembangunan lembaga adalah birokratis dengan spesialisasi peranan, aturan formal dan struktur wewenang hirarkis, sehingga ada hubungan erat antara penghantar perubahan dengan organisasi, dimana para penghantar perubahan menggunakan organisasi untuk menyamakan persepsi agar arah dan tujuannya sama. c. Tentang Proses-proses Perubahan, diasumsikan bahwa perubahan pembangunan lembaga itu terencana dan terpimpin. Ada tiga proses perubahan
125
yaitu kebudayaan, teknologi dan politik. Kebudayaan berhubungan dengan nilai-nilai sebagai usaha untuk merubah nilai-nilai individual atau kelompok dengan menggunakan metide ideologis, indoktrinatif, enosional dll. Teknologi, lebih terarah pada perubahan intelektual seseorang melalui pemberian informasi. Politik, mengandalkan diri pada retribusi kekuasaan, manipulasi dari sumberdaya dll. d. Tentang Pelembagaan, hasil akhir dari dari pembangunan pelembagaan, memilki tiga prinsip, yaitu: 1. Harus diadakan norma-norma dan pola-pola tindakan yang baru didalam organisasi maupun dalam lingkungan relevannya. 2. Baik organisasi dan inovasi-inovasi yang diwakilinya harus melembaga, dinilai dalam lingkungan. 3. Nilai instrinsik yang diperoleh dapat dipandang sebagai suatu sumberdaya yang memungkinkan para penghantar perubahan untuk mencapai tujuannya dengan biaya yang lebih rendah karena adanya komitmen dari staf dan citra yang menguntungkan uang diproyeksi dalam lingkungan. C. Variabel Lembaga, Kaitan dan Transaksi Kelompok- kelompok ini adalah variabel-variabel lembaga, yaitu yang pada dasarnya menyangkut
126
organisasi itu sendiri dan variabel yang berhubungan terutama hubungan ekstern. Variabel yang paling penting adalah Kepemimpinan, karena perubahan memerlukan kepemimpinan yang mana persoalannya bukanlah untuk mempertahankan status quo. Suatu organisasi tanpa kepemimpinan mungkin akan menjadi tak terkendali dan terkecuali bila kepemimpinan adalah komponen secara teknis dan secara politis. Gaya-gaya kepemimpinan alternatif mungkin akan secara berarti mempengaruhi bekerjanya suatu organisasi baru yang telah disusun kembali yang telah mengikatnya dirinya ke inovasi. Doktrin adalah variabel lembaga yang paling sulit dipahami, karena doktrin adalah pengungakapan dari apa yang diwakili oleh organisasi tersebut, apa yang diharapkannya untuk dicapai dan gaya-gaya tindakan yang akan digunakannya sebagai motivasi orang untuk bertindak. Doktrin bukanlah suatu konsep tunggal tetapi lebih banyak merupakan sekelompok tema yang diproyeksi oleh kepemimpinan ke audience intern dan ekstern. Dengan demikian maka doktrin memberikan motivasi kepada pegawai. Jadi perluasan, pengungkapan, dan manipulasi dari doktrin adalah tanggung jawab yang penting dari mereka yang membina kegiatan-kegiatan pembangunan lembaga. Hal ini adalah suatu tahap dari manejemen kelembagaan dimana waktu, pemikiran dan usaha harus ditanam namun sering diabaikan.
127
Program organisasi adalah seperangkat kegiatankegiatan yang dijalankannya, penerjemahan doktrin ke dalam tindakan dengan melalui program-program tindakannya maka inovasi-inovasi teknologi dan social yang diwakili lembaga akan diubah menjadi produkproduk atau jasa-jasa spesifik. Program-program tindakan cenderung dirumuskan sebagai tanggapan terhadap mandat-mandat legal, kesempatan-kesempatan atau prioritas-prioritas yang dipegang oleh kepemimpinan. Biasanya prioritas tersebut membantu inovasi-inovasi dengan mana kepemimpinan telah mengikat dirinya. Tetapi program-program tidak dirumuskan dalam kekosongan karena harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga akan membangun dukungan bagi organisasi tersebut di antara calon masyarakat dan meminimalkan oposisi. Organisasi telah menyiapkan program-program yang bersedia diterima oleh calon-calon masyraraktnya dengan membangun suatu program mix, karena pembuatan program khususnya bagi suatu organisasi yang inovatif adalah suatu proses yang dinamis; ia tidak dapat ditetapkan sekali saja dan untuk selama-lamanya. Pengembangan program harus konsisten dengan sumberdaya yang tersedia bagi organisasi tersebut pada tiap saat atau ia tidak akan mampu menyediakan jasajasa. Besarnya dan mutu dari sumberdaya yang tersedia bagi kepemimpinan adalah determinan-determinan yang penting dari efektifnya suatu organisasi.
128
Program-program hendaknya menghasilkan manfaat dan kepuasaan bagi perorangan dan kelompok-kelompok dalam masyarakat yang mempertahankan dan menaikkan pencapaian yang terus menerus oleh organisasi ke sumber-sumberdaya. Sumber-sumber daya tidaklah lamban sifatnya, tetapi mereka harus dikembangkan, digabung dan disebarkan sebelum dapat menghasilkan keluaran-keluaran yang berguna. Sumberdaya yang paling penting dalam organisasi adalah stafnya. Pengembangan staf adalah fungsi yang terus-menerus dari para pembangun lembaga dengan ketrampilan,pengetahuan, komitmenkomitmen yang deprogram bagi hasil kerja yang efektif yang diperlukan oleh suatu organisasi yang inovatif jarang tersedia dalam pasar tenaga kerja. Tiap organisasi (termasuk organisasi yang sedang menjadi lembaga) harus mencapai kompetensi teknis dan kepaduan yang efektif diantara semua komponennya. Kebutuhan untuk menjamin keterpaduan tersebut dimasukkan dalam suatu kelompok-kelompok variable-variable yang disebut struktur intern. Tiap organisasi berinteraksi dengan organisasi lainnya. Dari interaksi ttersebut organisasi yang inovatif mempersoalkan dirinya untuk selalu memperoleh dukungan dan mengatasi perlawanan. Jaringan hubungan-hubungan inter-organisatoris ini dinyatakan sebagai kaitan-kaitan melalui 4 jenis kaitan lembaga, yaitu :
129
1. Kaitan yang memungkinkan (enabling) menyediakan wewenang untuk bekerja dan mencapai sumbersumber daya yang esensial. 2. Kaitan-kaitan fungsional menyediakan masukanmasukan yang diperlukan ke dalam organisasi dan mengambil keluaran-keluarannya. 3. Kaitan-kaitan normatif adalah hubungan-hubungan dengan organisasi-organisasi lainnya yang membagi suatu kepentingan yang tumpang-tindih dalam tujuantujuan atau metode-metode dari lembaga yang baru. 4. Kaitan-kaitan yang tersebar adalah hubunganhubungan dengan orang-orang dan kelompokkelompok yang tidak terkumpul dalam organisasiorganisasi atau kolektivitas formal tetapi mampu mempengaruhi kedudukan dari organisasi-organisasi inovatif dalam lingkungannya. Pimpinan yang bijaksana harus terus-menerus mengamati hubungan jaringan kaitan-kaitan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, menilai kaitankaitan untuk mendahului persoalan-persoalan baru yang mungkin muncul dan bersiap menyesuaikan taktiktaktiknya. Pengelolaan hubungan-hubungan kaitan adalah proses yang dinamis, menyangkut transaksi-transaksi, pertukaran-pertukaran, give and take dengan organisasi dan kelompok lainnya. Perlu bagi inovator-inovator untuk mengorbankan beberapa dari hal-hal yang mereka inginkan untuk melindungi hal-hal lain yang lebih mereka
130
inginkan, dengan pengorbanan sekecil mungkin terhadap perubahan sebagai tujuannya. Jadi, pengelolaan yang rasional dari kaitan-kaitan suatu organisasi memerlukan penilaian yang tenang dan terus-menerus tentang lingkungan, yang diperinci dalam hubungan-hubungan spesifik yang penting bagi maksudmaksudnya. Taktik-taktik yang cocok harus dipikirkan untuk menghadapi setiap dari mereka. Bagi kepemimpinan tersedia doktrin dan keluaran-keluaran yang telah diprogram sebagai alat-alat untuk menanggulangi kaitan-kaitan ekstern. Keberhasilan akan berarti pencapaian yang lebih baik ke sumber-sumber daya dan kesempatan-kesempatan tambahan untuk menyediakan jasa-jasa yang secara efektif menggerakkan lingkungan ke arah-arah yang dikejar oleh pimpinan dari lembaga yang inovatif. Perencanaan strategis selalu mendahului dan memberitahukan kepada tiap usaha pembangunan lembaga, khususnya tiap keputusan oleh suatu badan luar negeri, untuk ikut serta dalam suatu kemampuan bantuan teknis. Diantara masalah-masalah strategis yang mungkin dapat dicakup dalam perencanaan dan usaha pembangunan lembaga adalah yang berikut : a. Inovasi-inovasi manakah yang paling sesuai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keadaankeadaan.
131
b. Organisasi jenis apakah yang akan menjadi wahana organisasi baik yang sudah ada kemudian ditata kembali atau pun organisasi yang baru. c. Pola-pola kepemimpinan manakah yang cocok. d. Sumber-sumber dari sumber daya manakah yang dapat diandalkan untuk masukan-masukan. e. Apa yang menjadi program dan taktik-taktik utama, bagaimana kegiatan-kegiatan yang ada disusun berdasarkan tahapan kurun waktu, bagaimanakah prioritas-prioritas relatif dalam membangun organisasi, menyediakan jas-jasa yang berguna serta memperluas inovasi-inovasi. f. Bagaimana organisasi harus dirancang dan kebutuhan-kebutuhan staff ditetapkan, sehingga program-program operasi akan konsisiten dengan kemampuan-kemampuan organisasi dan di sinkronisasi dengan kegiatan-kegiatan pengembangan staff. g. Kaitan manakah yang paling berarti, dan bagaimanakah program dan doktrin dapat membantu untuk mempengaruhi kelakuan dari tiap kaitan kea rah yang diinginkan. h. Kombinasi dari kelangsungan hidup, jasa, dan taktiktaktik perubahan harus digunakan pada titik-titik yang berututan. i. Mekanisme-mekanisme kontrol yang bagaiman yang harus digunakan untuk memonitor hasil kerja yang sekarang dan untuk menilai kemajuan lembaga.
132
j.
Bagaimanakah peranan dari bantuan teknis dalam usaha ini, hubungan spesifik dari staf luar negeri dan domestic dalam berbagai kegiatan-kegiatan manajemen intern dan kaitan dari organisasi. Pemantauan operasional sangat penting untuk menjaga relevansi dari sebuah rencana. Pemantauan operasional adalah pemetaan apa yang sebenarnya dilakukan oleh organisasi terhadap sekelompok maksudmaksud atau harapan-harapan yang asli. Jika pemantauan operasional baik secara formal atau non formal tidak ada, maka organisasi cenderung untuk menyimpang dari rancangan aslinya sementara organisasi menghadapi tekanan-tekanan peristiwaperistiwa dan kesempatan-kesempatan yang tidak diharapkan. Pemantauan tidak berarti sebuah organisasi lebih cenderung untuk mengikuti seluruh rancangan aslinya dan tidak menghiraukan pengalaman organisasi tersebut. Artinya bahwa organisasi sedang belajar dari pengalamannya dan juga menghubungkan pengalaman tersebut ke suatu rencana asli dan sekelompok maksudmaksud. Pemantauan organisasi berfungsi untuk menyediakan data dan penilaian-penilaian yang memberitahukan tentang perubahan-perubahan yang tidak apat dielakkan dan pembaharuan yang terus menerus dalam rencanarencana operasional organisasi. Pemantauan informal diusahakan oleh semua administrator yang bertanggung
133
jawab, tetapi tekanan-tekaan dari operassi-operasi harian dan kompleksitas dari tugas-tugas yang mereka kerjakan sering memindahkan kegiatan ini ke prioritas yang rendah. D. Kelembagaan sebagai keadaan akhir Kelembagaan mengandung pengertian bahwa organisasi dan inovasi-inovasinya telah diterima dan diduknung oleh lingkungan ekternnya. Lingkungan telah menyeseuaikan diri terhadapa inovasi-inovasi tersebut lebih daripada organisasi telah menyesuaikan dirinya pada lingkungan aslinya. Proses penyesuaian diri ini menyangkut hubungan-hubungan fungsional, normatif dan kekuasaan. Dilihat dari beberapa faktor, pembangunan lembaga berakhir apabila : terbangun kemampuan teknis, komitmen-komitmen normatif, dorongan inovatif, citra lingkungan, efek sebaran Dalam model Pembangunan lembaga, bantuan teknis atau campur tangan ekstern bukanlah suatu variabel eksplisit. Asumsinya yakni perubahan sosial yang tidak dipaksakan pada dasarnya adalah suatu fenomena dalam negeri, dan pada saat saat tertentu perubahan yang disengaja itu bisa mungkin atau bisa jadi tidak mungkin akan menyangkut pengikutsertaan ekstern. Perspektif pembanguna lembaga dengan tegas menolak gagasan bahwa perubahan yang berarti itu dapat merupakan suatu pemindahan teknologi atau bentuk bentuk organisasi dari satu kebudayaan ke
134
kebudayaan yang lainnya. Namun demikian, sejumlah besar usaha-usaha dalam perubahan yang dipaksakan di negara-negara yang kurang berkembang sejak Perang Dunia II telah melibatkan bantuan teknis ekstern dari penghantar-penghantar perubahan. Kebanyakan dari para peneliti yang bekerja dalam riset pembangunan lembaga telah tertarik pada subjek tersebut untuk memperkuat hasil kerja bantuan teknis, dan kebanyakan dari para sponsor dari pekerjaan ini dengan jelas telah mengharapkan adanya imbalan (payoff) dalam bidang ini. Jelaslah bahwa bantuan teknis dapat mempengaruhi pembangunan lembaga pada tiap titik, termasuk campur tangan strategis dengan kaitan-kaitan yang memungkinkan lewat cara yang mungkin tertutup bagi para penghantar perubahan pribumi. Peranan optimal dari personalia bantuan teknis itu umumnya berbeda pada tahap-tahap dalam proses pembanunan lembaga, tetapi nampaknya bantuan teknis yang paling kritis dalam lima jenis kegiatan, yaitu : 1. Sebagai penyedia-penyedia dari model model perubahan Bantuan teknis menyiratkan di pihak elite pribumi, mereka sedang mencari model-model yang lebih baik dan mereka mengandalkan diri pada pengalaman atau pencapaian-pencapaian intelektual dari masyarakat-masyarakat lain untuk menyediakan model-model tersebut, maupun pengetahuan teknis
135
dan manajerial guna membantu masyarakat setempat dalam menggunakn alat-alat tersebut. 2. Sebagai peserta-peserta dalam fungsi kepemimpinan. Digunakan dalam perencanaan doktrin dan prioritasprioritas, pengembangan dari program-program, dan terutama dalam membangun organisasi intern. 3. Sebagai penyedia-penyedia dan pembagi dari sumber-sumberdaya yang berharga yang melancarkan proses perubahan yang dipaksakan dengan menyediakan perangsang-perangsang maupun kemandirian untuk para pengantar domestik. 4. Point Four yang tradisional dan fungsi fungsi penyuluhan permasyarakatan untuk memindahkan dan menyesuaikan teknologi melalui pengajaran, latihan, dan peragaan adalah hanya salah satu fungsi fungsi bantuan teknis dalam suatu pembangunan lembaga Suatu fungsi yang timbul dan yang makin bertambah penting untuk bentuk bentuk bantuan teknis pembanunan lembaga adalah untuk memasukkan riset evaluatif ke dalam proyek-proyek, riset yang akan membantu para penghantar perubahan setempat untuk menilai hasil kerja mereka, menyesuaikan program-program mereka terhadap keadaan keadaan setempat yang sedang berubah dan informasi baru yang dihasilakn melalui proses belajar secara organisasi, dan untuk menyumbang pengetahuan baru bagi ilmu pengetahuan dan seni dari perubahan sosial yang dibina.
136
Konsep dari pembangunan lembaga telah maju dari suatu slogan menjadi kerangka intelektual yang kompleks dan canggih yang mampu memberi orientasi kepada para analis maupun praktisi ke persoalanpersoalan tindakan yang penting. Tidak hanya berpikiran dalam bentuk organisasi formal saja, tetapi lebih kepada hal-hal ekstern organisasi. Ahli-ahli teori tentang perubahan sosial dipaksa untuk menghadapi fenomena organisasi yang kompleks sebagai suatu alat yang perlu dalam inovasi sosial yang bertujuan memusatkan perhatian pada hubungan hubungan para pemimpin dan dari gagasan-gagasan ke tindakan kelompok yang bertujuan dari sumbersumberdaya masukan ke keluaran keluaran yang di program dalam kerangka pertukaran sosial, dan dimensidimensi politik maupun pengajaran dari perubahan sosial yang terpimpin. Tujuannya bukan saja untuk menyediakan perspektif-perspektif yang berguna tetapi juga untuk membangkitkan pengertian-pengertian tentang taktik-taktik campur tangan yang akan mengurangi ketidakpastian yang dihadapi oleh para praktisi dari perubahan sosial yang terencana dan memperbesar kemungkinan bahwa usaha-usaha mereka akan memberi keberhasilan yang lebih besar daripada tidak adanya model ini.
137
138
BAB VII : TEORI KELEMBAGAAN A. Sejarah Teori Kelembagaan Lahirnya kesadaran bahwa terjadi interaksi antara lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sejak ribuan tahun oleh para filosof Yunani ditandai oleh Max Weber pada abad 19-an mencoba mengkaji birokrasi dan lembaga secara sistematis dengan melihat bahwa politik sebagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaran Negara yang dirumuskan negara sebagai komunitas manusia yang memonopoli penggunaan paksaan fisik yang sah dalam hal tertentu. Negara dipandang sebagai sumber utama untuk menggunakan paksaan fisik yang sah, oleh karena itu politik bagi Max Weber merupakan persaingan untuk membagi kekuasaan atau persaingan untuk mempengaruhi pembagian kekuasan antar negara maupun antar kelompok di dalam suatu negara. Menurut Max Weber negara merupakan suatu struktur administrasi atau organisasi yang konkret dan membatasi pengertian negara semata-mata sebagai paksaan fisik yang digunakan untuk memaksakan ketaatan. Berdasarkan pendapat Max Weber dapat dijelaskan tiga aspek sebagai ciri negara yaitu: 1. Sebagai struktur yang mempunyai fungsi yang berbeda, seperti jabatan, peranan, yang semua memiliki tugas yang jelas batasnya, yang bersifat kompleks, formal dan permanen;
139
2. Kekuasaan untuk menggunakan paksaan dan memiliki kewenangan yang sah untuk membuat keputusan yang final dan mengikat seluruh warga negara. Para pejabatnya mempunyai hak untuk menegakan putusan itu seperti menjatukan hukuman,dalam hal ini untuk melaksanakan kewenangan maka negara menggunakan aparatnya seperti polisi, militer, jaksa, hakim, dan sebagainya 3. Kewenangan untuk menggunakan paksaan fisik hanya berlaku dalam batas-batas wilayah negara tersebut. Dewasa ini banyak penelitian institusional mengkaji pengaruh institusi terhadap perilaku manusia melalui aturan dan norma yang dibangun oleh institusi. Seperti penelitian yang penulis lakukan tentang analisis kelembagaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) dengan focus pengelolaan lembaga masyarakat yang dibangun program dan sinergitas antar lembaga pada perilaku manusia (masyarakat) terdapat dua anggapan yaitu: pertama menyebabkan individu berusaha memaksimalkan manfaat aturan dalam institusi (lembaga), yang kedua perilaku sekedar menjalankan tugas sesuai aturan lembaga. Institusionalisme memperkaya aspek kognitif, yaitu bahwa individu dalam institusi berperilaku tertentu bukan karena takut pada hukuman atau karena sudah menjadi kewajiban, melainkan karena konsepsi individu
140
tersebut mengenai norma-norma sosial dan tatanan nilai yang ada dalam masyarakat. David Easton memberi kerangka makro dominan tempat berlangsungnya proses pembuatan keputusan pada 1950-1960-an, sementara Phillip Selznick juga berperan penting dalam menetapkan agenda analisis mikro dari segi perspektif fungsionalis tentang bagaimana institusi sesungguhnya bekerja di dalam, yang berbeda dengan struktur sebagai rationale luar formalnya. Di sisi luar outside, kehidupan organisasional tampaknya merupakan alat seperti mesin yang rasional. Kerangka analisis institusional dapat dispesifikasikan ke dalam 3 kerangka, yaitu: 1. Institusionalisme sosiologi yang terkait dengan karya awal David Selznick dan eksponen yang belakangan seperti March dan Oslen, Perrow, Di maggio dan Powell. 2. Institusionalisme ekonomi, yang diajukan dalam dua bentuk teori utama, ekonomi biaya transaksi, dan teori agen (agency) 3. Institusionalisme politik seperti yang dikembangkan oleh Theda Skocpol, Peter Hall, dan lainnya. Namun Selznick berpendapat bahwa dengan mengadopsi model fungsionalis-struktural, organisasi dapat dilihat sebagai sistem organik, hidup, dan jauh lebih kompleks yang menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal dalam rangka mempertahankan eksistensinya sebagai institusi, bukan semata sistem yang mengejar tujuan dan sasaran.
141
Konsekuensinya, ada ketegangan dalam pembuatan keputusan antara tujuan formal rasional dari organisasi dengan kapasitas manusia yang membuat keputusan demi mempertahankan tujuan sistem pemeliharaan yang informal dan irrasional. Jadi menurutnya, saat kita memeriksa struktur formal, kita mulai melihat bahwa struktur itu tidak pernah berhasil menaklukkan dimensi perilaku institusi yang irrasional. Fokus analisis institusional menurut Selznick terletak pada organisasi berinteraksi pada lingkungan guna menyesuaikan diri untuk bertahan dan berkembang. Selznick menunjukkan dengan jelas bagaimana gagasan bahwa organisasi adalah alat netral dan rasional adalah gagasan yang jauh dari kenyataan di mana tekanan informal dan lingkungan lebih berpengaruh terdapat pembuatan keputusan ketimbang struktur formalnya. Meskipun Selznick memberikan pandangan yang mendalam tentang konteks pembuatan keputusan organisasional, pendekatan funsionalisstruktural juga mengandung cacat genetik, yaitu pendekatan ini tidak mempertimbangkan kekuasaan di dalam dan di sekitar organisasi dan juga mengabaikan cara kekuasaan beroperasi di dalam organisasi. Menurut Hall, fokus pada institusi mengacu pada analisis aturan formal, prosedur pemenuhan dan pelaksanaan praktek yang mendasari hubungan antarindividu di dalam berbagai unit pemerintah dan ekonomi. Pendekatan Hall bermaksud memperluas
142
gagasan institusional dengan memasukkan interaksi negara dan masyarakat serta ekonomi internasional. Kekuatan pendekatan Hall adalah ia menyediakan kerangka untuk analisis pembuatan keputusan dalam term historis dan komparatif (Wayne Parsons, 2008). B. Teori Organisasi dan Kelembagaan Teori organisasi mempelajari tentang bagaimana organisasi menjalankan fungsinya dan mempengaruhi/dipengaruhi orang yang bekerja didalamnya ataupun masyarakat di lingkup kerja mereka. Fungsi organisasi ditentukan visi dan misi organisasi. Visi merupakan arah masa depan dari organisasi, sedangkan misi adalah terjemahan dari visi. Berkembangnya organisasi ditentukan oleh orang yang bekerja di dalam atau yang berada di luar organisasi, sehinnga organisasi dapat mempengaruhi orang – orang yang bekerja di dalamnya ataupun masyarakat yang berada di sekitar`organisasi. Pengaruh organisasi di dalam terlihat pada keharusan orang yang bekerja di dalam organisasi untuk mematuhi aturan yang mengatur tugas dan wewenang masing – masing individu. Sedangkan pengaruh organisasi keluar terlihat pada interaksi organisasi dengan masyarakat di luar organisasi. Selain mempengaruhi, organisasi juga dipengaruhi oleh orang yang bekerja di dalamnya maupun masyarakat di sekitarnya. Perkembangan organisasi tergantung pada orang – orang yang bekerja
143
di dalam organisasi, dimana orang tersebut memberikan arah dan menjalankan organisasi sesuai dengan perubahan yang terjadi. Perubahan terjadi karena pengaruh masyarakat yang berada di sekitar organisasi. Kelembagaan atau organisasi perlu untuk didirikan sebagai pusat pembelajaran masyarakat terpadu. Kelembagaan tersebut harus memiliki struktur organisasi yang jelas. Struktur organisasi diperlukan karena struktur organisasi merupakan struktur formasl tentang hubungan tugas dan wewenang yang mengendalikan bagaimana tiap individu bekerjasama dan mengelola segala sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan dari organisasi. Struktur organisasi memiliki tujuan sebagai alat kontrol serta mengendalikan koordinasi dan motivasi kerja tiap individu untuk mencapai tujuan organisasi. Sebagai alat kontrol, struktur organisasi mengontrol jalannya hubungan tugas dan wewenang masing – masing individu. Sedangkan untuk mengendalikan koordinasi dan motivasi kerja berarti adanya struktur organisasi diharapkan dapat mengendalikan koordinasi hubungan tugas dan wewenang masing – masing individu. Tugas dan wewenang yang terkendali sesuai dengan yang telah ditentukan di dalam struktur organisasi apabila dilaksanakan dengan baik tentunya akan meningkatkan motivasi kerja masing – masing individu. Dalam menyusun organisasi ada empat rancangan organisasi yang dapat dipertimbangkan yaitu rancangan dasar
144
fungsi, rancangan dasar produksi atau rangkaian produksi, rancangan dasar kewilayahan, dan rancangan dasar bastar atau hibrida. Rancangan dasar fungsi merupakan rancangan organisasi yang paling umum digunakan. Rancangan ini menyusun sebagian besar fungsi – fungsi organisasi yang digambarkan pada puncak hierarki keorganisasian. Misal suatu organisasi memiliki fungsi produksi, pemasaran, administrasi & keuangan, dan sumber daya manusia. Masing – masing fungsi yang ada kemudian dijadikan divisi sehingga organisasi memiliki empat divisi yaitu divisi produksi, divisi pemasaran, divisi administrasi & keuangan, dan divisi sumber daya manusia. Apabila organisasi semakin berkembang, produk yang dimiliki organisasi semakin banyak, maka organisasi dapat mengubah bentuk rancangannya dari rancangan organisasi fungsi menjadi rancangan organisasi produk. Rancangan organisasi produk dibentuk berdasarkan produk yang dimiliki oleh organisasi. Misal organisasi memiliki empat buah produk yaitu jeruk, kentang, kelapa deres, dan nilam. Masing – masing produk memiliki pengolahan produk yang berbeda satu sama lainnya. Untuk memudahkan pengelolaan organisasi, masing – masing produk memiliki divisi tersendiri yaitu divisi produksi, divisi pemasaran, divisi sumber daya manusia, dan divisi administrasi & keuangan. Jika organisasi membagi lokasi usahanya berdasarkan daerah – daerah secara geografis, maka rancangan organisasi yang
145
digunakan adalah rancangan organisasi kewilayahan. Para sales yang melaksanakan tugasnya di berbagai daerah dapat dibagi – bagi dalam kelompok wilayah yang ditetapkan untuk setiap lokasi tersebut. Demikian pula fasilitas – fasilitas produksi dapat disebarkan pada basis regional atau nasional. Pada akhirnya bagian geografis itu akan menjadi kewajiban seorang pelaksana untuk mengawasi seluruh kegiatan organisasi yang berlangsung di daerah tugasnya. Organisasi dapat merupakan gabungan dari rancangan organisasi fungsi, rancangan organisasi produksi, dan rancangan organisasi kewilayahan. Rancangan organisasi gabungan tersebut dinamakan rancangan organisasi bastar (hibrida). Rancangan organisasi hibrida banyak diterapkan di organisasi – organisasi yang besar dan kompleks. Organisasi tersebut memiliki produk yang banyak dan terpisah secara geografis pada beberapa daerah tertentu. Produk yang banyak dan terpisah secara geografis mengakibatkan organisasi tersebut tidak mungkin lagi menggunakan rancangan organisasi fungsi, rancangan organisasi produksi maupun rancangan organisasi kewilayahan. Rancangan organisasi yang paling tepat digunakan adalah gabungan dari ketiga rancangan organisasi yang ada yaitu rancangan organisasi bastar (hibrida). Menurut Milton J. Eastman (1966), Pembangunan Lembaga dapat dirumuskan sebagai perencanaan,
146
penataan dan bimbingan dari organisasi-organisasi baru atau yang disusun kembali yang: 1. Mewujudkan perubahan-perubahan dalam nilai-nilai, fungsi-fungsi, teknologi-teknologi fisik, dan atau sosial 2. Menetapkan, mengembangkan dan melindungi hubungan-hubungan normatif dan pola-pola tindakan yang baru, dan 3. Memperoleh dukungan dan kelengkapan dalam lingkungan tersebut Sementara Joseph W Eaton (1986), menyatakan bahwa variabel-variabel kelembagaan meliputi : 1. Kepemimpinan mengacu pada kelompok orang yang secara aktif berkecimpung dalam perumusan doktrin dan program dari lembaga tersebut dan yang mengarahkan operasi-operasi dan hubungannya dengan lingkungan tersebut. 2. Doktrin dirumuskan sebagai spesifikasi dari nilai-nilai, tujuan-tujuan, dan metode-metode operasional yang mendasari tindakan sosial. 3. Program menunjuk pada tindakan-tindakan tertentu yang berhubungan dengan pelaksanaan dari fungsifungsi dan jasa-jasa yang merupakan keluaran dari lembaga tersebut. 4. Sumber-sumberdaya adalah masukan-masukan keuangan, fisik, manusia, teknologi, dan penerangan dari lembaga tersebut. Sumber-sumberdaya ini dapat dikelompokkan dalam: sumberdaya ekonomi, informasi, status, kekuatan, wewenang, keabsahan, dukungan.
147
5. Struktur internal dirumuskan sebagai struktur dan proses-proses yang diadakan untuk bekerjanya lembaga tersebut dan bagi pemeliharaannya. Variabel-variabel Keterkaitan a. Kaitan-kaitan yang memungkinkan (enabling), yakni dengan organisasi-organisasi dan kelompokkelompok sosial yang mengendalikan alokasi wewenang dan sumber-sumbernya b. Kaitan-kaitan fungsional, yakni dengan organisasiorganisasi yang menjalankan fungsi-fungsi dan jasajasa yang merupakan pelengkap dalam arti produksi, yang menyediakan masukan-masukan, dan yang menggunakan keluaran-keluaran dari lembaga tersebut. c. Kaitan-kaitan normatif, yakni dengan lembagalembaga yang mencakup norma-norma dan nilai-nilai (positip atau negatip) yang relevan bagi doktrin dan program dari lembaga tersebut. d. Kaitan-kaitan tersebar, yakni dengan unsur-unsur dalam masyarakat yang tidak dapat dengan jelas diidentifikasi oleh keanggotaan dalam organisasi formal. Dalam membangun kelembagaan, masalah-masalah strategis dalam perencanaan adalah: a. Inovasi-inovasi manakah yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keadaankeadaan dalam lingkungan. b. Organisasi jenis apa harus menjadi wahana organisasi yang sudah ada dapat ditata kembali, atau organisasi yang baru
148
c. Pola-pola kepemimpinan macam manakah yang cocok, yang terpusat atau pluralistis; kualifikasi apa yang diinginkan dari kepemimpinan dan siapa yang bersedia sebagai pemegang jabatan pertama. d. Sumber-sumber dari sumberdaya utama manakah yang dapat diandalkan untuk masukan-masukan seperti dana, kepegawaian, informasi, wewenang, dan dengan harga berapa; siapa yang mungkin akan mengambil keluaran-keluaran organisasi dengan syarat-syarat yang dapat diterima. e. Apa yang akan merupakan program operasi dan taktik-taktik yang pertama, dan bagaimana kegiatankegiatan yang harus dilaksanakan serta tahapannyadalam kurun waktu; bagaimanakah prioritas-prioritas relatif di antara membangun organisasi, menyediakan jasa-jasa yang berguna, dan memperluas inovasi-inovasi. f. Bagaimana organisasi harus dirancang dan kebutuhan-kebutuhan akan staf ditetapkan sehingga program-program operasi akan konsisten dengan kemampuan-kemampuan organisasi dan disinkronkan dengan kegiatan-kegiatan pengembangan staf. g. Kaitan-kaitan manakah yang paling berarti dan bagaimana doktrin dan program dapat membantu untuk mempengaruhi kelakuan dari tiap kaitan kearah yang diinginkan h. Kombinasi yang mana dari kelangsungan hdup, jasa, dan taktik-taktik perubahan arusdigunakan pada titik-titik waktu yang berurutan i. Mekanisme-mekanisme kontrol yang bagaimana yang harus digunakan untuk memonitor hasil kerja yang
149
sekarang ini dan untuk menilai kemajuan lembaga. Bagaimanakah peranan dari bantuan teknis dalam usaha ini, hubungan spesifik dari staf luar negeri dan domestik dalam berbagai kegiatan-kegiatan manajemen intern dan kaitan dari organisasi. C. Pengertian Lembaga Untuk memahami dengan baik konsep dan teori kelembagaan, maka perlu dimengerti terlebih dahulu apa itu lembaga dan organisasi, perbedaan di antara keduanya dan pelembagaan sebagai proses yang menghubungkannya. Istilah lembaga, dalam Ensiklopedia Sosiologi diistilahkan dengan institusi, seperti yang didefinisikan oleh Mac Millan, yaitu merupakan seperangkat hubungan norma-norma, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai yang nyata yang terpusat pada kebutuhan-kebutuhan sosial dan serangkaian tindakan yang penting dan berulang. Adelman & Thomas dalam buku yang sama mendefinisikan institusi sebagai suatu bentuk interaksi di antara manusia yang mencakup sekurang-kurangnya tiga tingkatan. Pertama, tingkatan nilai kultural yang menjadi acuan bagi institusi yang lebih rendah tingkatannya. Kedua, mencakup hukum dan peraturan yang mengkhususkan pada apa yang disebut aturan main (the rules of the game). Ketiga, mencakup pengaturan yang bersifat kontraktual yang digunakan dalam proses transaksi. Ketiga tingkatan institusi di atas menunjuk
150
pada hirarki mulai dari yang paling ideal (abstrak) hingga yang paling konkrit, dimana institusi yang lebih rendah berpedoman pada institusi yang lebih tinggi tingkatannya. Pengertian lain lembaga adalah pranata, Koentjaraningrat misalnya, lebih menyukai sebutan pranata, dan mengelompokkannya ke dalam 8 (delapan) golongan, dengan prinsip penggolongan berdasarkan kebutuhan hidup manusia. Kedelapan golongan pranata tersebut adalah sebagai berikut: a. pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan, yang disebut dengan kinship atau domestic institutions; b. pranata-pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, yaitu untuk mata pencaharian, memproduksi, menimbun, mengolah, dan mendistribusi harta dan benda, disebut dengan economic institutions. Contoh: permasyarakatan, peternakan, pemburuan, feodalisme, industri, barter, koperasi, penjualan, dan sebagainya; c. pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan penerangan dan pendudukan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna, disebut educational institutions; d. pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, menyelami alam semesta di sekelilingnya, disebut scientific institutions; e. pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia menyatakan rasa keindahan dan untuk rekreasi, disebut aesthetic and recreational institutions;
151
f.
pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau dengan alam gaib, disebut religious institutions; g. pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan berkelompok secara besar-besaran atau kehidupan bernegara, disebut political institutions. Contoh dari institusi politik di sini adalah pemerintahan, demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian, ketentaraan, dan sebagainya; dan h. pranata-pranata yang mengurus kebutuhan jasmaniah dari manusia, disebut dengan somatic institutions. Hendropuspito lebih suka menggunakan kata institusi daripada lembaga, dengan alasan institusi merupakan suatu bentuk organisasi yang secara tetap tersusun dari pola-pola kelakuan, peranan-peranan dan relasi sebagai cara yang mengikat guna tercapainya kebutuhankebutuhan sosial dasar. Unsur penting yang melandasi sebuah institusi menurut Hendropuspito dapat dilihat dari unsur definisi sebagai berikut: 1. Kebutuhan sosial dasar (basic needs) Kebutuhan sosial dasar terdiri atas sejumlah nilai material, mental dan spiritual, yang pengadaannya harus terjamin, tidak dapat dipengaruhi oleh faktorfaktor kebetulan atau kerelaan seseorang. Misalnya: kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kelangsungan jenis/keluarga, pendidikan, kebutuhan ini harus dipenuhi. 2. Organisasi yang relatif tetap
152
Dasar pertimbangannya mudah dipahami, karena kebutuhan yang hendak dilayani bersifat tetap. Memang harus diakui bahwa apa yang dibuat oleh manusia tunduk pada hukum perubahan, tetapi berdasarkan pengamatan dapat dikatakan bahwa institusi pada umumnya berubah lambat, karena pola kelakuan dan peranan-peranan yang melekat padanya tidak mudah berubah. 3. Institusi merupakan organisasi yang tersusun/terstruktur Komponen-komponen penyusunnya terdiri dari polapola kelakuan, peranan sosial, dan jenis-jenis antarrelasi yang sifatnya lebih kurang tetap. Kedudukan dan jabatan ditempatkan pada jenjang yang telah ditentukan dalam struktur yang terpadu. 4. Institusi sebagai cara (bertindak) yang mengikat Keseluruhan komponen yang dipadukan itu dipandang oleh semua pihak yang berkepentingan sebagai suatu bentuk cara hidup dan bertindak yang mengikat. Mereka menyadari bahwa kegiatankegiatan yang dilakukan dalam suatu institusi harus disesuaikan dengan aturan institusi. Pelanggaran terhadap norma-norma dan pola-pola kelakuan dikenai sanksi yang setimpal. Dalam institusi keterikatan pada norma dan pola dianggap begitu penting bahkan diperkuat dengan seperangkat sanksi demi tercapainya kelestarian dan ketahanan secara kesinambungan. Sementara Sulaeman Taneko mendefinisikan institusi dengan adanya norma-norma dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dalam institusi tersebut. Institusi merupakan
153
pola-pola yang telah mempunyai kekuatan tetap dan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan haruslah dijalankan atas atau menurut pola-pola itu. Norman T. Uphoff, seorang ahli sosiologi yang banyak berkecimpung dalam penelitian lembaga lokal, menyatakan sangat sulit sekali mendefinisikan institusi, karena pengertian institusi sering dipertukarkan dengan organisasi..… institutions are complexes of norms and behaviors that persist over time serving collectivelly valued purposes. Institusi atau lembaga merupakan serangkaian norma dan perilaku yang sudah bertahan (digunakan) selama periode waktu tertentu (yang relatif lama) untuk mencapai maksud/tujuan yang bernilai kolektif (bersama) atau maksud-maksud lain yang bernilai sosial. Dari berbagai definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa lembaga itu tidak hanya organisasiorganisasi yang memiliki kantor saja tetapi juga aturanaturan yang ada di masyarakat dapat dikategorikan sebagai suatu lembaga. Beberapa contoh lembaga yang banyak dijumpai di perdesaan misalnya aturan dalam pinjam-meminjan uang atau perkreditan, ketentuan dalam jual beli hasil permasyarakatan, aturan-aturan dalam sewa-menyewa, kaidah-kaidah dalam bagi hasil, dan sebagainya.
154
D. Perbedaan Kelembagaan dengan Organisasi Amitai Etzioni mengatakan bahwa masyarakat terdiri organisasi-organisasi, dimana hampir dari semua dari kita melewati masa hidup dengan bekerja untuk kepentingan organisasi. Dengan demikian organisasi adalah suatu unit sosial (pengelompokan sosial) yang sengaja dibentuk dan dibentuk kembali dengan penuh pertimbangan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Namun untuk mendefinisikan organisasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Hal ini karena organisasi merupakan sesuatu yang abstrak, sulit dilihat namun bisa dirasakan eksistensinya. Secara umum, definisi organisasi merupakan rangkaian kegiatan kerjasama yang dilakukan beberapa orang dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Peter M. Blau & W. Richard Scott mendefinisikan bahwa organisasi itu memiliki tujuan dan memiliki sesuatu yang formal, ada administrasi staf yang biasanya eksis dan bertanggung jawab serta adanya koordinasi dalam melaksanakan kegiatan anggotanya. S.B. Hari Lubis & Marmasyarakat Huseini (1987) mendefinisikan organisasi sebagai satu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.
155
Selanjutnya, menurut Lubis & Huseini terdapat 3 (tiga) pendekatan yang lazim digunakan dalam menganalisis organisasi, yaitu: (1) pendekatan Klasik, (2) pendekatan Neo-Klasik, dan (3) pendekatan Modern atau pendekatan Sistem. Pertama, pendekatan Klasik, yang menurut pandangan Taylor lebih menekankan akan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan. Dalam pendekatan ini peran pekerja dipisahkan dari peran manajer. Pekerja diklasifikasikan pada satu bidang yang hanya bertugas melaksanakan pekerjaan saja, sedangkan manajer bertugas mengelola metode kerja yang sebaiknya digunakan, akibatnya, pekerja merasa seperti mesin yang dikuras tenaganya untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi. Kedua, pendekatan Neo-Klasik. lebih menekankan akan pentingnya hubungan antarmanusia (human relations) bagi keberhasilan suatu organisasi dan kurang memperhatikan struktur pembagian tugas, wewenang, dan tanggungjawab organisasi. Interaksi sosial atau human relations ini akan memunculkan kelompok-kelompok nonformal dalam suatu organisasi yang memiliki norma sendiri dan berlaku serta menjadi pegangan bagi seluruh anggota kelompok. Norma kelompok ini berpengaruh terhadap sikap maupun prestasi anggota kelompok. Interaksi sosial ini perlu diarahkan sehingga dapat membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Ketiga, pendekatan Modern, yang menekankan pentingnya faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi dan
156
dipengaruhi organisasi, dimana organisasi merupakan bagian dari lingkungannya. Keterbukaan dan ketergantungan organisasi terhadap lingkungannya menyebabkan bentuk organisasi harus disesuaikan dengan lingkungan dimana organisasi itu berada. Dalam sudut pandang yang lain, organisasi dipandang sebagai wadah berbagai kegiatan dan sebagai proses interaksi antara orang-orang yang terdapat di dalamnya. Sondang P. Siagian misalnya, menyebutkan bahwa organisasi sebagai wadah melihat organisasi sebagai struktur yang memiliki jenjang hirarki jabatan manajerial, berbagai kegiatan operasional, komunikasi yang digunakan, informasi yang digunakan serta hubungan antarsatuan kerja. Kemudian organisasi sebagai wadah, melihat pemilihan dan penggunaan tipe organisasi tertentu, apakah bertipe lini, lini dan staf, fungsional, matrik, dan panitia. Kemudian organisasi dipandang sebagai suatu proses interaksi memiliki anggapan bahwa keberhasilan satuan-satuan kerja di dalam organisasi dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi interaksi antaranggota, satuan-satuan kerja serta organisasi dengan lingkungannya. Untuk meneliti sebuah organisasi, tidak terlepas dari keberadaan institusi. Menurut Talcott Parson, masyarakat itu merupakan kumpulan individu yang membawa budaya masing-masing dengan membentuk lembaga atau institusi sendiri. Menurutnya, sistem-sistem sosial yang ada di masyarakat itu dapat dilihat sebagai suatu organisasi, yang apabila akan diteliti akan dilihat pula nilai-nilai yang ada
157
pada lembaga serta aturan-aturan yang mengikat individu. Kemudian diimplementasikan nilai-nilai adaptasi, prosedur serta norma atau pola-pola pada suatu organisasi. Lebih lanjut, konflik pada suatu subsistem dalam organisasi menurut analisis Parson akan mempengaruhi subsistem lainnya. Untuk ini perlu ada kesetimbangan diantara semua subsistem. Kemudian, Robert Presthus, mengatakan bahwa pada sebuah organisasi besar akan ditemukan spesialisasi, hierarki, status, efisiensi, rasionalisasi, dan kooptasi. Spesialisasi terjadi pada tenaga kerja, hierarki pada bagan organisasi yang dimulai pada paling atas hingga paling bawah, status dibuat untuk melihat adanya tanggungjawab, rasa hormat, rasa istimewa yang dimiliki pada posisi hierarki. Kooptasi adalah kecenderungan para elit memberi tanda sesuatu dengan alat untuk menjaga monopoli. Dalam ukuran organisasi besar juga sangat tergantung pada volume kerja, sumber modal, banyaknya pelanggan dan klien, dan luas tanah pada aktivitasnya. Sementara efisiensi dalam hal ini merupakan hal yang terpenting bagi organisasi untuk dapat bertahan. Bila dilihat dari perspektif ekonomi, Donn Martindale mengatakan bahwa besarnya organisasi sangat dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu pembagian tenaga kerja, hubungan formal, dan rasionalisasi. Pertama, pembagian tenaga kerja, menurut teori organisasi klasik akan meningkatkan efisiensi. Namun
158
ketika mesin-mesin digunakan membantu tugas manusia, skill akan berpengaruh dalam menggerakkan mesinmesin tersebut. Organisasi besar membutuhkan adanya spesialisasi. Kedua, hubungan formal, dimana individu yang menjadi anggota dalam suatu organisasi saling berinteraksi yang bersifat formal. Sifat formal dalam hubungan ini diakibatkan adanya hirarki jabatan yang mengatur jalannya suatu organisasi. Birokrasi di dalam organisasi berdampak pada tingkah laku individu dalam berhubungan. Artinya birokrasi di dalam organisasi ini akan mengatur pola hubungan tingkah laku individu dalam berinteraksi. Ketiga, rasionalitas, yaitu bagaimana suatu organisasi memandang sesuatu secara rasional. Misalnya hubungan antara tenaga kerja dengan beban kerja yang harus dilaksanakan, peningkatan kapabilitas individu untuk meningkatkan skill sebagai upaya menjalankan tugas-tugas organisasi. Dengan demikian, untuk meneliti sebuah kelompok, menurut Martindale harus melihat kegiatan yang dihasilkan kelompok tersebut, yang meliputi: pengambilan keputusan, komunikasi, penyelesaian tugas, dan pembagian hasil pada suatu kelompok. Kegiatan-kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan suatu organisasi dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Dengan demikian di dalam suatu lembaga ini terkandung prinsip-prinsip ekonomi.
159
Walaupun organisasi membutuhkan adanya pola-pola perilaku yang membawa keefektifan suatu organisasi, namun definisi lembaga di atas, dapat dilihat adanya perbedaan organisasi dengan lembaga atau institusi. Menurut Uphoff, organisasi merupakan struktur yang mengakui dan menerima adanya peranan. Organisasi bergerak pada bidang formal dan informal dimana struktur yang ada, dihasilkan dari adanya interaksi diantara peranan yang semakin kompleks. Dari kedua definisi di atas dapat dilihat bahwa lembaga hadir untuk memenuhi kebutuhan satu kelompok manusia dan bukan kebutuhan perorangan. Naluri manusia yang membutuhkan orang lain untuk berinteraksi, seperti misalnya ketertarikan terhadap seks pada diri manusia, yang mengakibatkan manusia untuk hidup berkelompok. Ada tua dan muda serta laki-laki dan perempuan yang secara harfiah manusia membutuhkan bantuan orang lain. Kemudian akan terjadi aksi sosial, tingkah laku sosial di dalam kelompok, sehingga tercipta suatu lembaga yang memenuhi kebutuhan seks manusia. Begitu pula akan lembaga-lembaga lain yang hadir di sekitar masyarakat itu sendiri. Pembahasan ini lebih menitikberatkan pada sebuah lembaga yang dalam memenuhi kebutuhan anggotanya, menggunakan prinsip-prinsip organisasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Martindale bahwa lembaga atau institusi merupakan suatu pola hubungan yang dicerminkan oleh kelompok, dimana melihat hubungan
160
tingkah laku manusia yang telah terorganisasi pada sebuah kelompok. Untuk melihat hubungan tingkah laku tersebut, tidak dapat dilakukan dengan melihat tingkah laku satu orang atau beberapa orang sebagai sampel. Hal ini karena pada sebuah kelompok terdiri dari beberapa individu yang memiliki karakter yang berbeda dan individu ini saling mempengaruhi sehingga tidak dapat berdiri sendiri. Terlalu banyak orang yang mencampuradukkan pengertian dan pemahaman tentang kelembagaan (institution) dan organisasi (organization/institute), sehingga banyak pula orang atau badan pelaksana pembangunan yang menyatakan akan melakukan pengembangan kelembagaan tetapi ternyata (yang dilakukan) hanyalah membentuk satu organisasi baru di komunitas dalam rangka proyek itu. Kekeliruan pemahaman seperti ini telah menjadi sangat umum sehingga organisasi dan kelembagaan juga dimengerti secara salah kaprah di mana-mana. Hal ini pulalah yang mengakibatkan pengembangan kelembagaan diterjemahkan secara salah kaprah menjadi pembentukan organisasi. Berulangkali kekeliruan ini dilakukan oleh badan-badan dan organisasi pelaksana pembangunan (baik lembaga donor, pemerintah, maupun lembaga swadaya masyarakat), terutama dalam pelaksanaan pembangunan yang berhubungan langsung dengan suatu warga.
161
Kekeliruan fatal dan klasik ini diantaranya dicontohkan oleh Tumpal M.S. Simanjuntak dalam kasus pembentukan organisasi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD). Seperti kita ketahui, kedua organisasi tersebut dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa, dan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1980 tentang Penyempurnaan dan Peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, yang kemudian diterjemahkan lebih lanjut oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 27 Tahun tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Kenyataannya, setelah sekian puluh tahun, ternyata tidak ada ketahanan apapun yang telah terlembagakan di masyarakat desa/kelurahan. Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 yang memporakporandakan ketahanan masyarakat baik di perdesaan maupun di perkotaan telah menjadi bukti paling sahih betapa pembentukan organisasi LKMD/LMD telah menjadi instrumen yang keliru dalam rangka mengembangkan kelembagaan ketahanan masyarakat desa --termasuk di dalamnya ketahanan ekonomi. Dalam konteks Pengembangan Kelembagaan, hal yang seharusnya dilakukan sedikitnya harus mencakup upaya
162
memberikan pemahaman yang benar terhadap istilah organisasi (organization/institute), kelembagaan (institution), dan juga pelembagaan atau melembagakan (institutionalization/ institutionalizing). Norman T. Uphoff, salah seorang penggagas PeopleCentered Development Forum mengajukan definisi sederhana yang membedakan antara organisasi (organization) dengan kelembagaan (institution) sebagai berikut : Organizations are structures of recognised and accepted roles. Institutions are complexes of norms and behaviours that persist over time by serving collectively (socially) valued purposed. (Organisasi adalah struktur peran yang telah dikenal dan diterima. Kelembagaan/pranata adalah serangkaian norma dan perilaku yang sudah bertahan –atau digunakan-- selama periode waktu tertentu --yang relatif lama-- untuk mencapai maksud/tujuan bernilai kolektif/ bersama atau maksud-maksud yang bernilai sosial). Ada beberapa tipe kelembagaan (pranata). Ada kelembagaan yang bukan organisasi (institutions that are not organizations), ada kelembagaan yang juga merupakan organisasi (institutions that are organizations), dan organisasi yang bukan kelembagaan (organizations that are not institutions). Penjelasaan lebih rinci tentang pemahaman terhadap kelembagaan dan organisasi mengacu diuraikan dengan contoh-contoh sebagai berikut: 1. Sebuah Bank dapat disebut sebagai organisasi karena di dalamnya terdapat struktur peran-peran
163
yang telah dikenal dan diakui. Ada peran Kepala (Direktur), ada peran Bagian Kredit, ada peran Bagian Pelayanan Nasabah (Customer Service), dan sebagainya. Sebagai kelembagaan (institution), Bank sebagai penyedia jasa untuk melakukan “simpanpinjam” uang, penggunaan jasa Bank sudah menjadi norma dan perilaku masyarakat luas yang memiliki dan memerlukan uang. Karenanya Bank adalah kelembagaan yang juga organisasi. 2. Undang-undang Perbankan sebagai suatu kelembagaan (institution) dalam rangka penyediaan pelayanan jasa keuangan sudah menjadi kebutuhan bersama suatu kelompok warga, bahkan masyarakat dunia. Berbagai aturan dan tata cara yang diatur di dalam undang-undang itu telah menjadi norma dan perilaku umum dalam kegiatan simpan-pinjam uang. Tetapi Undang-undang Perbankan tidak memiliki Ketua (Direktur), Kepala Bagian, dan sebagainya. Karena itu Undang-undang Perbankan dalam hal ini adalah kelembagaan (institution) yang bukan organisasi. 3. Kelompok arisan ibu-ibu di suatu Rukun Tetangga (RT) adalah sebuah organisasi karena di dalamnya ada struktur peran yang telah dikenal dan diakui oleh para peserta arisan itu. Kelompok arisan tersebut dapat bubar (tidak diteruskan keberadaannya) setelah semua anggota mendapat giliran memperoleh uang arisan. Karenanya, dan terutama atas pertimbangan persistensinya, sebuah kelompok arisan sebagaimana digambarkan di atas belum dapat disebut sebagai suatu kelembagaan (institution).
164
Menyimak penjelasan di atas (terutama butir ketiga), sebuah organisasi suatu saat dapat saja menjadi kelembagaan, tetapi itu baru terwujud jika fungsi dan peran organisasi itu dalam kaitannya dengan kepentingan warga, diakui secara luas sebagai suatu norma dan perilaku bersama. Dengan demikian, dan jikapun diinginkan, agar suatu organisasi dapat menjadi kelembagaan (institution), diperlukan waktu cukup lama hingga aturan dan tata cara menyalurkan dan memperoleh pelayanan dari organisasi itu diakui secara luas sebagai norma dan perilaku bersama (kolektif) sebagaimana yang dicontohkan pada Bank. Organisasi yang juga adalah kelembagaan seperti halnya Bank adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, misalnya. Dalam tataran praktis, ketika masyarakat sudah mulai memberi istilah “plesetan” untuk LKMD (Lalu Ketua Makan Duluan) dan untuk KUD (Ketua Untung Duluan), maka sesungguhnya kedua organisasi “bentukan topdown” tersebut dengan sendirinya telah dinyatakan gagal mengembangkan norma dan perilaku positif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat banyak. Karenanya keduanya tidak lagi atau mungkin tidak pernah layak disebut sebagai suatu kelembagaan (institution). Jika suatu organisasi pada akhirnya diharapkan akan dilembagakan maka upaya yang harus dilakukan haruslah merupakan suatu proses pelembagaan
165
(institutionalizing) yang digambarkan pada bahasan berikutnya. E. Pelembagaan (Institusionalisasi) Perlu diingat bahwa tidak semua pelembagaan selalu berarti positif. Sebagai contoh, pelembagaan birokrasi di mana-mana telah melahirkan berbagai persoalan yang tidak sedikit. Persoalan inefisiensi, kelambanan pelayanan, proses dan mekanisme yang bertele-tele dan berbiaya tinggi, korupsi, sampai krisis kepercayaan yang sangat luas di berbagai negara adalah akibat dari pelembagaan birokrasi. Sebuah organisasi suatu saat dapat saja menjadi suatu lembaga dengan melalui proses pelembagaan atau institusionalisasi. Organisasi dapat terinstitusionalisasi dengan beberapa persyaratan, diantaranya (a) adanya norma yang dihayati masyarakat sebagai anggotanya, (b) organisasi ini memberikan keuntungan bagi anggotanya, serta (c) adanya stabilitas dan kapabilitas untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Jika demikian, dan jikapun diinginkan agar suatu organisasi dapat menjadi kelembagaan, diperlukan waktu cukup lama hingga aturan dan tata cara menyalurkan dan memperoleh pelayanan dari organisasi itu diakui secara luas sebagai norma dan perilaku bersama (kolektif). Norma-norma yang ada di masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Soerjono Soekanto membedakan kekuatan mengikat norma-norma
166
ini dengan empat pengertian, yaitu: cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (customs). Sedangkan pelembagaan suatu norma pada suatu organisasi lebih lanjut menurut Soekanto dapat dilakukan apabila norma-norma itu telah (a) diketahui, (b) dipahami, (c) ditaati, dan (d) dihargai. Norma yang ada di suatu organisasi bila baru pada tingkatan diketahui anggotanya maka tingkat pelembagaannya paling rendah. Namun, norma itu dikatakan telah dimengerti jika ukurannya masing-masing anggota mengetahui hak dan kewajiban dan menjalankan organisasi sesuai dengan ketentuan organisasi. Tahapan norma yang ditaati dapat dilihat dari peningkatan dari tahap pemahaman akan hak dan kewajiban yang mentaati segala ketentuan yang berlaku. Kemudian bila telah ditaati, maka norma itu akan berkembang dengan adanya penghargaan akan norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat atau organisasi. Secara lebih ringkas Simanjuntak menyebutkan beberapa langkah yang dilakukan dalam proses institusionalisasi atau pelembagaan, yaitu: a. Norma dan perilaku baru dikembangkan dan disepakati bersama; b. Norma dan perilaku baru tersebut diperkenalkan dan diujicobakan; c. Jika norma dan perilaku baru tersebut dirasakan bermanfaat, akan memperoleh pengakuan (legitimasi) dari warga;
167
d. Pengakuan atas manfaat norma dan perilaku itu akan mengundang penghargaan dari warga. Penghargaan dalam hal ini dipahami sebagai adanya upaya warga untuk melindungi dari perilaku menyimpang dan tindakan pelanggaran, sehingga selalu ditaati secara swakarsa; dan e. Norma dan perilaku tersebut dihayati, mendarahdaging oleh warga. Sementara menurut Johnson, proses pelembagaan atau institusionalisasi suatu nilai atau norma dalam suatu sistem sosial paling tidak harus memenuhi tiga syarat, yakni: 1. Bagian terbesar warga sistem sosial menerima norma tersebut 2. Norma-norma tersebut telah menjiwai bagian terbesar dari warga-warga sistem sosial tersebut. 3. Norma tersebut bersanksi. Proses pelembagaan atau institusionalisasi pada masyarakat sangat lama sekali dan merupakan hasil ciptaan manusia. Oleh karena proses pelembagaan merupakan hasil ciptaan manusia, maka kelembagaan dapat dikategorikan sebagai “teknologi”. Teknologi yang diciptakan manusia dapat diidentifikasikan menjadi dua, yaitu: a. Teknologi yang bersifat materiil, dan b. Teknologi yang bersifat organisatoris. Teknologi yang bersifat organisatoris ini yang juga merupakan pengertian dari kelembagaan tersebut.
168
Kelembagaan masyarakat yang merupakan teknologi tersebut memiliki peranan yang sangat besar dalam mengatur keserasian hidup manusia dengan manusia lainnya maupun manusia dengan lingkungannya. Namun demikian, pada beberapa kasus banyak kelembagaan masyarakat lokal di perdesaan yang masih terkesan sangat tradisional bahkan kadang-kadang terlihat ganjil. Sepintas tanpa mendalami maksud dan latar belakang yang mendorong terbentuknya suatu sistem kelembagaan, banyak pihak yang meremehkan peranan dari kelembagaan tersebut. Hal senada dikemukakan oleh Uphoff, yang mengatakan bahwa sebuah lembaga atau institusi yang mengorganisasikan diri pada sebuah organisasi akan lebih mudah dilihat norma, perilaku yang berkembang dan menjadi pedoman bagi masyarakat. Ciri utama kelembagaan yang juga merupakan organisasi tidak hanya pada pemenuhan kebutuhan manusia yang menjadi anggota, namun terletak pada bagaimana upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan, yaitu penanaman norma dan perilaku yang diakui bersama dan telah bertahan lama sebagai dasar dalam menjalankan lembaga. Kemudian beberapa upaya yang digunakan dalam mencapai tujuan, diantaranya mengutamakan akuntabilitas, adanya partisipasi yang besar seluruh anggota dalam pengambilan keputusan dan perencanaan serta evaluasi kegiatan, didukung oleh
169
konsensus atau kesepakatan bersama, serta adanya sanksi sosial. Oleh karena itu, penerapannya lebih diutamakan pada tingkat lokal atau warga. Sebagaimana kita pahami bahwa kebutuhan manusia kian hari semakin berkembang dan berfluktuasi, dan oleh karenanya hal ini menyebabkan kelembagaan yang dibentuk dan dibutuhkan dapat berubah-ubah. Donn Martindale dalam bukunya yang terkenal, Institutions, Organizations, and Mass Society (1966) menyebutkan terdapat beberapa fenomena yang dialami sebuah lembaga atau kelembagaan dalam upaya memenuhi kebutuhan manusia yang berkembang dan berfluktuasi tersebut, yaitu: a. Stabilitas, Yaitu suatu kondisi dimana sebuah lembaga atau institusi tetap stabil menjalalankan adat istiadat, norma yang dianut bersama untuk memenuhi kebutuhan anggotanya walaupun kebutuhan manusia itu tetap berkembang dan berfluktuasi. b. Konsistensi,yaitu adanya kebutuhan-kebutuhan yang begitu banyak, mengakibatkan masyarakat mengembangkan usahanya pada bidang lain untuk tujuan memenuhi kebutuhan sendiri. Pengembangan usaha yang dilakukan ini pada prinsipnya adalah usaha di sekitar lingkungan masyarakat itu sendiri. Namun anggota lembaga ini tidak meninggalkan usaha utama mereka walaupun mereka telah mengembangkan usaha dan memiliki usaha yang baru. Artinya walaupun ada usaha baru yang dilakukan suatu warga dalam rangka memenuhi
170
kebutuhan mereka, usaha utama tetap mereka laksanakan. c. Kesempurnaan atau kelengkapan, Peningkatan kebutuhan manusia itu akan ada limitnya atau batasnya. Dikatakan sempurna atau kelengkapan apabila suatu lembaga memberikan atau menyediakan kebutuhan sesuai dengan yang telah digariskan. Bila lembaga ini telah melaksanakan tugasnya memenuhi kebutuhan sesuai dengan yang telah digariskan. Bila lembaga ini telah melaksanakan tugasnya memenuhi kebutuhan anggota sesuai dengan yang digariskan, dapat dikatakan lembaga ini telah mencapai taraf kesempurnaan. Di akhir pembahasan bab ini berikutnya ditampilkan matriks perbandingan pemahaman terhadap Lembaga/Kelembagaan (Institution) dan Organisasi (Organization/Institute), yang merupakan sintesa dari beberapa ahli.
171
Tabel 1. Sintesa Definisi Lembaga dan Organisasi
Ahli
Uphoff
Martindale
Taneko
Hendro Puspito
Norma
Waktu
Tujuan
Kemungkinan Pengembangan
Merupakan serangkaian norma
Memerlukan waktu yg cukup panjang
Meniliki tujuan bersama
Bila memiliki organisasi formal atau orga nisasi yang potensial
Memenuhi ke-butuhan kelompok suatu organisasi Memenuhi ke-butuhan kelom pok
Dapat dikembangkan
Memenuhi ke-butuhan sosial dasar
Dapat dikembangkan walaupun sangat lambat, karena pola kelakuan & peranan itu tidak mudah berubah
Pola hubungan tingkah laku manusia dalam kelompok Pola-pola yang memiliki kekuatan tetap
Memerlukan cukup waktu
Organisasi yang tersusun dari pola-pola kelakuan, pe ranan dan relasi
Memerlukan waktu untuk memadukan kepenti-ngan sbg bentuk cara hidup dan bertindak yang mengikat
172
BAB VIII :DEFINISI DAN PERAN KELEMBAGAAN A. Definisi kelembagaan Kelembagaan menurut Ruttan dan Hayami (1984) adalah aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang memfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan harapan setiap orang atau organisasi mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Sedangkan Ostrom (1985) mendefinisikan kelembagaan sebagai aturan dan ramburambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota untuk mengatur hubungan yang saling mengikat dan tergantung satu sama lain. North (1990) lebih menekankan kelembagaan sebagai aturan main di dalam suatu kelompok yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik. Paembonan (2003), mengartikan kelembagaan sebagai perangkat aturan yang mengarahkan perilaku masyarakat dalam mencapai keterpenuhan kebutuhan masyarakat dalam kehidupan. Pada prinsipnya kelembagaan berbeda dengan organisasi, dimana kelembagan lebih kental dengan peraturan dan organisasi lebih terfokus pada struktur. Dari definisi-definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kelembagaan adalah aturan yang yang memfasilitasi instusi atau organisasi dalam berkoordinasi dan bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Aturan disini mencakup aturan formal dan non
173
formal yang diperlukan dan disepakati bersama. Karena itu aturan disini harus jelas, terukur dan konsisten. Organisasi atau institusi yang terlibat diharapkan mempunyai sumberdaya manusia yang kredibel dan mempunyai pengetahuan serta pengertian yang cukup tentang permasalahan yang ada. Kelembagaan, isntitusi, pada umumnya lebih di arahkan kepda organisasi, wadah atau pranata. Organisasi berfungsi sebagai wadah atau tempat, sedangkan pengertian lembaga mencakup juga aturan main, etika , kode etik, sikap dan tingkah laku seseorang atau suatu organisasi atau suatu system. Kelembagaan berasal dari kata lembaga, yang berarti aturan dalam organisasi atau kelompok masyarakat untuk membantu anggotanya agar dapat berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang diingnkan. Selain itu lembaga juga dapat diartikan sebagai aturan dalam sebuah kelompok social yang sangat dipengaruhi oleh factor-faktor social, politk dan ekonomi. Lembaga dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lembaga formal dan non-formal. Lembaga formal adalah kumpulan dua orang atau lebih yang memiliki hubungan kerja rasional dan mempunyai tujuan bersama, biasaya mempunyai struktur organisasi yang jelas, contohnya perseroan terbatas, sekolah, pertain politik, badan pemerintah, dan sebagainya. Lembaga nono-formal adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai tujuan bersama dan biasanya hanya memiliki ketua saja.
174
Contohnya arisan ibu-ibu rumah tangga, belajar bersama, dan sebagainya. Lembaga formal memiliki struktur yang menjelaskan hubungan-hubungan otoritas, kekuasaan akuntabilitas dan tanggung jawab serta bagamaina bentuk saluran komunikasi berlangsung dengan tugas-tugas bagi masing-masing anggota. Lembaga formal bersifat terencana dan tahan lama, karena ditekankan pada aturan sehingga tidak fleksibel. Pada lembaga non-formal biasanya sulit menentukan untuk waktu nyata seorang untuk menjadi anggota organisasi, bahkan tujuan dari organisasi tidak terspesifikasi dengan jelas. Lembaga nono-formal dapat dialihkan menjadi lembaga formal apabila kegiatan dan hubungan yang terjadi di dalam di lakukan secara terstruktur atau memiliki struktur organisasi yang lengkap dan terumuskan. Kelembagaan adalah suatu hubungan dan tatanan antara anggota masyarakat atau organisasi yang melekat, di wadahi dalam suatu jaringan atau organisasi, yang dapat menentukan suatu hubungan antara manusia atau organisasi dengan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat brupa norma, kode etik atau aturan formal dan non-formal untuk berkerjasama demi mencapai tujuan yang diinginkan, menurut bulkis, kelembagaan berarti seperangkat peraturan yang mengatur tingakah laku masyarakat untuk mendapatkan tujuan hidup mereka. Kelembagaan berisi sekelompok orang yang bekerjasama dengan pembagian tugas
175
tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Tujuan peserta kelempok dapat berebeda, tetapi dalam organisasi menjadi satu kesatuan. Kelembagaan lebih ditekankan pada aturan main (the rules) dan kegiatan kolektif (collective action) untuk mewujudkan kepentingan umum atau bersama. Kelembagaan menurut beberapa ahli, sebagian dilihat dari kode etik dan aturan main. Sedangkan sebagian lagi dilihat pada organisasi dengan struktur, fungsi dan menejemennya. Saat ini kelembagaan biasanya dipadukan antara organisasi dengan aturan main. Kelembagaan merupakan suatu unit sosial yang berusaha untuk mencapai tujuan tertentu dan menyebabkan lembaga tunduk pada kebutuhan tersebut. Beberapa unsur penting dalam kelembagaan adalah isntitusi, yang merupakan landasan untuk membangun tinkah laku sosial masyarakat, norma tingkah laku yang telah mengakar pada kehidupan masyarakat dan telah diterima untuk mencapai tujuan tertentu, peraturan dengan penegakan aturan, aturan dalam masyarakat yang memberikan wadah koordinasi dan kerjasama dengan dukungan hak dan kewajiban serta tingkah laku anggota, kode etik, kontrak, pasar, hak milik, organisasi, insentif. Kelembagaan lokal dan area aktifitasnya terbagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori sektor publik (administrasi lokal dan pemerintah lokal), kategori sektor suka rela (organisasi keanggotaan dan koperasi), organisasi swasta (organisasi jasa dan bisnis swasta).
176
Bentuk resmi suatu lembaga yaitu lembaga garis (line organization, military organization), lembaga garis dan staf (line and staff organization), lembaga fungsi (functional organization). Lembaga garis bertanggung jawab pada satu atasan dan bertanggungjawab penuh pada tugasnya. Lembaga garis dan staf wajib melaporkan laporan kegiatan pada satu atasan yang lebih tinggi, dan lembaga fungsi bertanggung jawab kepada lebih dari satu atasan yang sesuai dengan spesialisasinya masing-masing. Tiga jenis dasar dari lembaga yaitu, lembaga sistem otoriter, terdapat dua tingkatan kedudukan, atasan dan bawahan. Atasan bertujuan membina dan menguasai yang lain, suka maupun tidak suka, biasanya ditentukan oleh keturunan, kekayaan, umur, pendidikan, kedudukan/kemampuan, hal ini menyebabkan atasan memutuskan segala sesuatu sendiri, lembaga system demokrasi, semua anggota memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang, pemimpin berfungsi sebagai yang satu dari yang sama, lembaga system biarkan saja (laissez faire) semua anggota sama tingkat kedudukan dan fungsi sehingga pemimpin tidak memiliki arti dan tidak mempunya fungsi. Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui pengertian kelembagaan adalah suatu pola hubungan antara anggota masyarakat yang saling mengikat, diwadahi dalam suatu jaringan atau organisasi dengan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat
177
berupa norma, kode etik aturan formal dan nono-formal untuk bekerjasama demi mencapai tujuan yang diinginkan. B. Peran Kelembagaan Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud lembaga adalah organisasi atau kaedah-kaedah baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatankegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Nasution (2002), kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkat aturan, prosedur, norma perilaku individual dan sangat penting artinya bagi pengembangan permasyarakatan. Pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian yaitu : kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki (Hayami dan Kikuchi, 1987)6. Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak serta tanggung jawabnya. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam
178
pemerintah, koperasi, bank dan sebagainya. Suatu kelembagaan (instiution) baik sebagai suatu aturan main maupun sebagai suatu organisasi, dicirikan oleh adanya tiga komponen utama (Pakpahan, 1990 dalam Nasution, 2002) yaitu : 1. Batas kewenangan (jurisdictional boundary) Batas kewenangan merupakan batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh seseorang atau pihak tertentu terhadap sumberdaya, faktor produksi, barang dan jasa. Dalam suatu organisasi, batas kewenangan menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi tersebut. 2. Hak Kepemilikan (Property right) Konsep property right selalu mengandung makna sosial yang berimpiklasi ekonomi. Konsep property right atau hak kepemilikan muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligation) dari semua masyarakat perserta yang diatur oleh suatu peraturan yang menjadi pegangan, adat dan tradisi atau consensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan hak milik atau penguasaan apabila tidak ada pengesahan dari masyarakat sekarang. Pengertian diatas mengandung dua implikasi yakni, hak seseorang adalah kewajiban orang lain dan hak yang tercermin oleh kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumberdaya. 3. Aturan representasi (Rule of representation) Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya
179
terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi ditentukan oleh keputusan kebijaksanaan organisasi dalam membagi beban dan manfaat terhadap anggota dalam organisasi tersebut. Terkait dengan komunitas perdesaan, maka terdapat beberapa unit-unit sosial (kelompok, kelembagaan dan organisasi) yang merupakan aset untuk dapat dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Pengembangan kelembagaan di tingkat lokal dapat dilakukan dengan sistem jejaring kerjasama yang setara dan saling menguntungkan. Menurut Sumarti, dkk (2008), kelembagaan di perdesaan dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu : pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa, BPD, KUD, dan lain-lain. Kedua, kelembagaan tradisional atau lokal. Kelembagaan ini merupakan kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri yang sering memberikan “asuransi terselubung” bagi kelangsungan hidup komunitas tersebut. Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan cara-cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas seperti kebiasaan tolong-menolong, gotong-royong, simpan pinjam, arisan, lumbung paceklik dan lain sebagainya. Keberadaan lembaga di perdesaan memiliki fungsi yang mampu memberikan “energi sosial” yang merupakan kekuatan internal masyarakat dalam
180
mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Berdasarkan hal tersebut, maka lembaga di perdesaan yang saat ini memiliki kesamaan dengan karakteristik tersebut dapat dikatakan sebagai lembaga gabungan kelompok masyarakat (Gapoktan). Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumberdaya dan distribusi manfaat, untuk itu unsur kelembagaan perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan desa. Dengan adanya kelembagaan masyarakat dan ekonomi desa sangat terbantu dalam hal mengatur silang hubungan antar pemilik input dalam menghasilkan output ekonomi desa dan dalam mengatur distribusi dari output tersebut. C. Ambiguitas Kelembagaan Menurut Uphoff (1986), istilah kelembagaan dan organisasi sering membingungkan dan bersifat interchangeably. Secara keilmuan, social institution dan social organization berada dalam level yang sama, untuk menyebut apa yang kita kenal dengan kelompok sosial, grup, social form, dan lain-lain yang relatig sejenis. Namun, perkembangan akhir-akhir ini, istilah kelembagaan lebih sering digunakan untuk makna yang mencakup keduanya sekaligus. Ada beberapa alasan kenapa orang-orang lebih memilih istilah tersebut. Kelembagaan lebih dipilih karena kata organisasi menunjuk kepada suatu social form yang bersifat formal, dan akhir-akhir ini semakin cenderung mendapat image
181
negatif. Kata kelembagaan juga lebih disukai karena memberi kesan lebih sosial dan lebih menghargai budaya lokal, atau lebih humanistis. Mempelajari kelembagaan (atau organisasi) merupakan sesuatu yang esensial, karena masyarakat modern beroperasi dalam organisasi-organisasi. Dengan menelaah berbagai tulisan, tampaknya kajian kelembagaan perlu dipisahkan ke dalam aspek kelembagaan dan aspek keorganisasian. Dengan membedakannya kita dapat menggunakannya dalam analisis secara lebih tajam. Kita menjadi bisa tahu aspek mana dari keduanya yang kuat dan lemah, serta mana yang perlu diperkuat. Lebih jauh, dengan mengetahui perbedaannya, maka kita pun dapat menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkannya. Dengan kata lain, strategi pengembangan kelembagaan berbeda dengan strategi pengembangan keorganisasian. Memadukan keduanya sama halnya dengan memadukan pendekatan kultural dan pendekatan struktural dalam perubahan sosial. Mempelajari kelembagaan dan keorganisasian hampir seluas kajian sosiologi itu sendiri, karena ia memfokuskan kepada suatu yang pokok, fungsional, dan berpola dalam sistem sosial. Untuk memahaminya, diperlukan pemahaman terhadap konsep-konsep yang berkembang dalam studi grup dan kelompok sosial, birokrasi, organisasi formal dan nonformal, stratifikasi sosial, masalah kelas, perubahan sosial, kekuasaan,
182
wewenang, dan lain-lain. Kajian kelembagaan (social institution) semestinya dibedakan antara aspek kelembagaan (institutional aspect) yang memiliki inti kajian kepada perilaku dengan nilai, norma, dan rule di belakangnya; serta aspek keorganisasian (organizational aspect) yang memfokuskan kepada kajian struktur dan peran. Tulisan ini mencoba merumuskan konsep kelembagaan yang lebih operasional sehingga dapat dipergunakan tidak hanya pada kalangan ilmuwan, namun juga untuk kalangan praktisi di lapangan. a. Ketidak sepahaman pengertian kelembagaan dan organisasi Kata kelembagaan merupakan padanan dari kata Inggris institution, atau lebih tepatnya social institution; sedangkan organisasi padanan dari organization atau social organization. Meskipun kedua kata ini sudah umum dikenal masyarakat, namun pengertian dalam sosiologi berbeda. Kedua kata tersebut pada mulanya digunakan secara bolak balik, baur dan luas, namun akhirnya lebih menjadi tegas dan sempit. Tujuannya adalah membangun suatu makna yang baku secara keilmuan, sebagaimana dipaparkan dalam bagian akhir bab ini. Keduanya memiliki hubungan yang kuat, sering sekali muncul secara bersamaan, namun juga sering digunakan secara bolak balik, karena menyangkut objek yang sama atau banyak kesamaannya. Kata institution sudah dikenal semenjak awal perkembangan ilmu sosiologi. Frasa seperti capital institution dan family intitution sudah terdapat dalam
183
tulisan soiolog August Comte sebagai bapak pendiri ilmu sosiologi, semenjak abad ke 19. Di sisi lain, konsep organisasi dalam pengertian yang sangat luas, juga merupakan istilah pokok terutama dalam ilmu antropologi. Kedua kata ini sering sekali menimbulkan perdebatan di antara para ahli. Persoalannya terletak pada karena tekanan masingmasing orang yang berbeda-beda, atau sering mempertukarkan penggunaannya. Menurut Soemardjan dan Soemardi (1964) …belum terdapat istilah yang mendapat pengakuan umum dalam kalangan para sarjana sosiologi untuk menterjemahkan istilah Inggris social institution… Ada yang menterjemahkannya dengan istilah pranata, ada pula yang bangunan sosial. Ketidaksepakatan tersebut bukan sekedar apa padanan katanya yang cocok dalam bahasa Indonesia. b. Ketidaksepahaman tersebut dapat diurai, dengan pertama-tama melihat, apa sesungguhnya objek yang menjadi perhatian. Pada hakikatnya, objek ini mengkaji dua hal yang berbeda dengan dua istilah yang satu sama lain tidak konsisten. Dua istilah yang dimaksud adalah kelembagaan dan organisasi, dan dua aspek tersebut adalah aspek kelembagaan dan aspek keorganisasian. Jika melihat pada konsep sosiologi akhir abad 19 sampai awal abad 20, para ahli menggunakan entry istilah yang berbeda, Sebagian ahli mendefiniskan kelembagaan yang mencakup aspek organisasi, sebaliknya ada yang memasukkan aspek-aspek kelembagaan dibawah topik organisasi sosial. Sesungguhnya ada dua objek pokok yang berbeda
184
yang dibicarakan dalam hal ini. Pertama adalah apa yang disebut Koentjaraningrat dengan wujud ideel kebudayaan atau Colley menyebutnya dengan public mind (Soemardjan dan Soemardi, 1964), Nilai dan norma juga merupakan aspek yang dikaji dalam organisasi sosial oleh Emile Durkheim (dalam Le Suicide yang terbit tahun 1897) Ia menyatakan bahwa: “ …. social integration and individual regulation through consensus about morals and values”. Demikian pula dengan Soekanto yang melihat norma dalam oragnisasi soial. Ia berpendapat bahwa organisasi sosial adalah norma-norma yang diwujudkan dalam hubungan antar manusia (Soekanto, 1999). Jelaslah, apa yang dimaksudnya dengan ‘organisasi sosial’ disini tidak berbeda dengan apa yang dimaksud dengan ‘social institution’ oleh Sumner atau Cooley dengan tekanan pada established norm. c. Dua Aspek yang Jadi Kajian Jika dicermati, maka sesungguhnya ada dua hal yang menjadi kajian dalam kelembagaan sosial (ataupun organisasi sosial). Kelembagaan memiliki dua bentuk, yaitu sesuatu yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri, serta yang datang dari luar yang sengaja dibentuk. Meskipun ia membedakannya berdasarkan asal terbentuknya, namun di sana melekat berbagai perbedaan pokok. Apa yang yang menurut Knight terbentuk dengan sendirinya (invisible hand), bagi sosiolog Sumner hal itu dapat dijelaskan denga gamblang, yaitu berawal dari folkways yang meningkat menjadi custom, lalu berkembang menjadi mores, dan matang ketika menjadi norm. Sementara,
185
bagi Norman Uphoff, apa yang datang dari luar ini disebut dengan organisasi. Lebih jauh Uphoff menyatakan, bahwa intitusi memiliki dua orientasi, yaitu roleoriented dan ruleoriented; namun kelembagaan lebih fokus kepada rules. Secara jelas Uphoff mengakui adanya aspek organisasi dalam kelembagaan; namun pengembangan kelembagan (institutional development) hanya difokuskan kepada kelembagaan yang memiliki struktur, serta organisasi yang potensial untuk dikembangkan. d. Kesadaran perlunya Pembedaan, makna untuk institution dan organization, timbul dari ketidaksepakatan tentang penggunaan istilah institution. Jelaslah, bahwa ada dua hal yang berbeda, yaitu antara relasi yang berpola di satu bagian, dengan norma dan nilai di bagian lain, yang terjadi dalam kehidupan sosial. Meskipun telah disadari bahwa ada dua hal yang berbeda yang dikaji baik dalam term kelembagaan maupun organisasi, namun bagaimana membedakannya tidaklah juga mudah. e. Ragam Bentuk Pembedaan yang Timbul Setidaknya ada empat bentuk cara membedakan yang timbul. Pertama, kelembagaan cenderung tradisional, sedangkan organisasi cenderung modern. Kedua, kelembagaan dari masyarakat itu sendiri dan organisasi datang dari atas. Cara pembedaan ini relatif mirip dengan pembedaan di atas, namun ini tidak dalam konteks tradisional-modern, namun bawah-atas. Ketiga, kelembagaan dan organisasi berada dalam satu kontinuum, dimana organisasi
186
f.
adalah kelembagaan yang belum melembaga. Menurut Norman Uphoff (1986), tujuan akhir adalah organisasi yang melembaga, atau kelembagaan yang memiliki aspek organisasi. Jadi, mereka hanya berbeda dalam tingkat penerimaan di masyarakat saja. Keempat, organisasi merupakan bagian dari kelembagaan. Dalam konteks ini, organisasi merupakan organ dalam suatu kelembagaan. Keberadaan organisasi menjadi bagian teknis yang penting yang menjamin beroperasinya kelembagaan. Pengertian Lembaga atau Kelembagaan Meskipun banyak ditemui pemberian batasan yang tumpang tindih antar penulis, namun tampak bahwa istilah kelembagaan memberi tekanan kepada lima hal berikut. Pertama, kelembagaan berkenaan dengan seuatu yang permanen. Ia menjadi permanen, karena dipandang rasional dan disadari kebutuhannya dalam kehidupan. Kedua, berkaitan dengan hal-hal yang abstrak yang menentukan perilaku. Sesuatu yang abstrak tersebut merupakan suatu kompleks beberapa hal yang sesungguhnya terdiri dari beberapa bentuk yang tidak selevel. Ketiga, berkaitan dengan perilaku, atau seperangkat mores (tata kelakuan), atau cara bertindak yang mantap yang berjalan di masyarakat (establish way of behaving). Perilaku yang terpola merupakan kunci keteraturan hidup. Keempat, kelembagaan juga menekankan kepada pola perilaku yang disetujui dan memiliki sanksi. Kelima, kelembagaan merupakan cara-cara yang standar untuk memecahkan masalah. Tekanannya adalah pada kemampuannya untuk memecahkan masalah. Dari kelima tekanan
187
pengertian di atas terlihat bahwa kelembagaan memiliki perhatian utama kepada perilaku yang berpola yang sebagian besar datang norma-norma yang dianut. Kelembagaan berpusat pada sekitar tujuan-tujuan, nilai atau kebutuhan sosial utama. Lebih jauh, kelembagaan merefer kepada suatu prosedur, suatu kepastian, dan panduan untuk melakukan sesuatu. g. Pengertian Organisasi atau Keorganisasian Sama halnya dengan kelembagaan, setidaknya juga ada lima tekanan yang diberikan kepada istilah organisasi atau keorganisasian. Pertama, istilah organisasi sosial (social organization) diartikan sebagai kesalinghubungan antar bagian, yang dinilai esensial bagi tercapinya suatu kesatuan sosial, baik pada satu grup kecil, komunitas, maupun masyarakat yang lebih luas. Kedua, berkenaan dengan aspek peran. Kesaling hubungan tersebut dibutuhkan karena tiap bagian memiliki peran yang berbedabeda. Jadi, tekanannya ada pada peran yang disadari berbeda dan stuktur. Peran dan struktur inilah yang menjadi fokus organisasi sosial. Ketiga, berkenaan dengan struktur. Terlihat, bahwa definisi yang kedua memberi tekanan pada struktur. Satu penulis lain yang menguatkan pendapat ini adalah Uphoff. Ia menyatakan bahwa organisasi merupakan suatu struktur dari peran yang diterima, yang dihasilkan dari interaksi peran. Keempat, selain posisi dan tugas, tujuan juga menjadi penentu yang pokok dalam suatu organisasi sosial. Ciri utama organisasi dibandingkan dengan kelembagaan, menurut sebagian penulis, adalah
188
kelompok sosial yang memiliki tujuan. Kelima, formaitas. Menurut Berelson dan Steiner (1964), ada empat ciri yang dimiliki oleh organisasi sosial, yaitu: formalitas, hierarkhi, besarnya dan kompleksnya, serta lamanya (duration). Formalitas dicirikan oleh perumusan tertulis peraturan-peraturan, ketetapanketetapan, prosedur, kebijaksanaan, tujuan, strategi dan lain-lain. Hierarkhi merupakan suatu pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk piramida. Sementara, besarnya dan kompleksnya suatu organisasi terjadi karena anggotanya banyak, hubungan antar anggota tidak langusng (impersonal). Hal ini merupakan gejala birokrasi. Dan terakhir, aspek lamanya (duration), dicirikan oleh eksistensinya yang lebih lama daripada keanggotaan orang-orang di dalam organisasi tersebut. D. Batasan Kelembagaan yang lebih operasional Dari paparan di atas terlihat secara ringkas bagaimana konsep kelembagaan dan keorganisasian digunakan dalam perkembangan ilmu sosiologi. Terlihat bagaimana sebuah konsep terbentuk, yang pada akhirnya kedua kata tersebut dibedakan secara tegas. Semakin mantapnya konsep tersebut merupakan indikator pentingnya kedudukannya dalam khasanah ilmu sosiologi. Dengan memahami dan membatasi maka ia menjadi berguna dalam membantu para sosiolog untuk mempelajari masyarakat. Perkembangan yang terjadi adalah adanya pembedaan yang semakin tegas, bahwa kelembagaan
189
dan keorganisasian berbeda. Artinya, terjadi perubahan dari pengertian yang “luas dan baur” menjadi “sempit dan tegas”. Kesadaran perlunya pembedaan, serta lahirnya pembedaan tersebut terlihat pada buku-buku yang dirilis tahun 1950-an. Dengan membedakannya secara tegas, maka ia dapat digunakan misalnya untuk melihat bagian mana yang lemah dan kuat dalam menganalisa suatu sistem sosial. Pada awalnya, istilah institution dan organization cenderung tidak dibedakan dan bahkan adakalnya digunakan secara bolak balik. Sumner pada tahun 1906 misalnya, masih memasukkan unsur struktur di bawah entry kelembagaan. Ini karena kelembagaan merupakan bagian yang ia nilai jauh lebih penting dari suatu kelompok sosial, karena menjadi nyawa kehidupan sosial. Dari berbagai bahan bacaan di atas, maka kita sekarang dapat membuat pembagian secara lebih tegas. Apa yang disebut dengan kelembagaan secara keilmuan setara dengan suatu organisasi. Namun di dalamnya, setiap kelembagaan ataupun organisasi tersebut dapat dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu ‘aspek-aspek kelembagaan’ dan ‘aspek-aspek keorganiasian’. Pembedaan suatu kelembagaan menjadi dua aspek, yaitu aspek kelmbagaan dan organisasi merupakan jalan terbaik agar kita dapat menganalisa secara mendalam. Usaha memilah-milah atau membeda-bedakan merupakan kebutuhan dasar dalam pekerjaan keilmuan, untuk kemudian menganalisa, mensintesa, dan
190
seterusnya Dari bahasan di atas sudah ditunjukkan bahwa norma dan perilaku merupakan dua objek pokok dalam kajian kelembagaan, sementara organisasi semakin kuat kepada hanya memperhatikan masalah struktur serta peran. Terlihat bahwa kajian kelembagaan dan organisasi tersebut hampir seluas kajian sosiologi itu sendiri. Selain itu, keduanya juga bersifat saling melengkapi. Justeru dengan mengkaji keduanyalah analisa sosiologis terhadap suatu sistem sosial menjadi lengkap. Dengan memahami ini kita sampai kepada kajian yang menyatukan keduanya. Pokok perhatian dalam sosiologi adalah aspek perilaku manusia dan struktur sosial. Keduanya merupakan hal yang muncul ke permukaan, sedangkan yang berada di belakangnya adalah hal-hal yang lebih abstrak, terutama nilai dan norma. Setiap perilaku yang dibakukan dalam struktur sosial pastilah memiliki nilai dan normanya sendiri. Beberapa analogi dapat digunakan untuk menjelaskan perbedaan ini antara aspek kelembagaan dan aspek keorganiasian. Jika dianalogkan dengan bekerjanya sebuah sistem komputer, maka kelembagaan merupakan software-nya dan organisasi merupakan bagian hardware-nya (Pakpahan, 1991). Namun, jika kelembagaan dianalogkan dengan tubuh manusia, maka aspek kelembagaan merupakan daging dan pembuluh darah, dimana hilir mudiknya darah dianalogkan sebagai bentuk
191
aktivitas sosial yang sesungguhnya. Sementara tulang dengan bentuk dan susunannya merupakan aspek keorganisasian.
192
BAB IX : KELEMBAGAAN DAN KEMANDIRIAN LOKAL A. Kelembagaan Lokal Kelembagaan (institution) menurut Norman Uphoff (1986) merupakan kompleksitas norma dan pola perilaku yang berorientasi pada tujuan bernilai sosial tertentu secara kolektif. Kelembagaan dapat berwujud organisasi seperti pengadilan dan bukan organisasi seperti hukum. Dengan demikian kelembagaan menurut Uphoff (1986) berhubungan dengan pola-pola tindakan individu dalam ruang hidupnya. Dalam kaitannya dengan ini, kelembagaan ditentukan pula oleh tingkatan pengambilan keputusan dalam masyarakat, mulai dari individu hingga internasional. Tingkatan pengambilan keputusan terpenting untuk pembangunan pedesaan berada pada level lokalitas sehingga kemudian ia mengajukan kelembagaan lokal sebagai alternatif pembangunan (local institution development). Yang dimaksud dengan kelembagaan level lokal adalah level lokalitas (atau setingkat kota kecamatan di Indonesia), level komunitas (seperti desa di Indonesia), dan level grup (seperti kelompok rumah tangga/Rukun Tetangga di Indonesia). Pada bagian lain Uphoff menjelaskan argumentasi pentingnya kelembagaan lokal untuk mengelola sumberdaya alam dan membangun pedesaan (Uphoff, 1992, 2001). Rasionalisasi bagi kelembagaan lokal itu adalah sebagai berikut:
193
1. Kelembagaan di level lokal penting untuk memobilisasi sumberdaya dan mengatur penggunaannya dengan suatu pandangan jangka panjang terhadap pemeliharaan dan aktivitas produktif. 2. Sumberdaya yang tersedia dapat dimanfaatkan secara paling efisien dan berkelanjutan karena menggunakan sistem pengetahuan spesifik lokal. 3. Perubahan status sumberdaya dapat dipantau secara lebih cepat dengan biaya rendah. 4. Bila kelembagaan lokal tidak mampu menyelesaikan konflik manajemen sumberdaya maka penyelesaiannya dapat diserahkan pada level yang lebih tinggi. 5. Perilaku orang-orang dikondisikan oleh norma-norma dan konsensus komunitas. 6. Institusi menodorong orang-orang untuk menggunakan cara pandang jangka panjang melalui harapan-harapan dan basis kerjasama antar-individu yang berkepentingan. Menurut sektornya (Uphoff, 1986) kelembagaan lokal merupakan suatu kontinum)antara sektor publik (public sector) dan sektor privat (privat sector). Di tengahtengahnya terdapat sektor antara yang bersifat sukarela (voluntary sector) yakni dicirikan oleh ciri-ciri publik dan privat. Urutan kontinum itu adalah administrasi lokal (local administration); pemerintahan lokal (local government); organisasi sosial berbasis keanggotaan (membership organizations))meliputi organisasi dengan tugas jamak, tugas spesifik, dan sesuai kebutuhan
194
anggota; koperasi (cooperatives); organisasi bergerak di bidang jasa (services organizations); dan bisnis privat (private business). Urutan pertama dan kedua adalah kelembagaan sektor publik, urutan ketiga dan keempat sektor sukarela, sedangkan urutan klima dan keenam adalah sektor privat. B. Berbagai KesalahanPengembangan Kelembagaan Dari begitu banyak literatur tentang kelembagaan, maka pada pokoknya kelembagaan akan sampai kepada tiga hal, yaitu siapa pihak yang telibat (baik individual ataupun social group), bagaimana tata hubungan di antara mereka (aspek struktur), dan bagaimana aturan main di antara mereka (aspek kultur). Aspek kultural dan struktural merupakan dua komponen utama dalam setiap kelembagaan (Syahyuti, 2003). Kelembagaan telah menjadi strategi penting dalam pembangunan kemasyarakatan selama ini. Namun demikian, pengembangan kelembagaan belum pernah mencapai hasil yang optimal yang disebabkan oleh berbagai faktor terutama karena pemahaman dan strategi yang kurang tepat. Setidaknya terdapat sembilan bentuk kekeliruan yang selama ini dijumpai dalam pengembangan kelembagaan, yaitu (Syahyuti, 2003): 1. Kelembagaan-kelembagaan yang dibangun terbatas hanya untuk memperkuat ikatan-ikatan horizontal, namun lemah dalam ikatan vertikal. Kekeliruan ini kemudian diperbaiki dengan mengembangkan
195
2.
3.
4.
5.
6.
7.
konsep kelembagaan agribisnis yang lebih dipentingkan adalah ikatan kemasyarakatkatan vertikal. Kelembagaan dibentuk lebih untuk tujuan distribusi bantuan dan memudahkan tugas kontrol bagi pelaksana program, bukan untuk peningkatan social capital masyarakat secara mendasar. Tidak mengherankan jika sebuah kelembagaan akan bubar sesaat setelah ditinggalkan pelaksananya. Struktur keorganisasian yang dibangun relatif seragam, yang bias kepada bentuk kelembagaan usaha masyarakat. Hal ini merupakan generalisasi yang terburu-buru dan sembrono, serta analogi yang tergesa-gesa dan tidak relevan (Mundiri, 1999). Meskipun kelembagaan sudah dibentuk, namun pembinaan yang dijalankan cenderung individual terbatas kepada pengurus dan tokoh-tokoh dengan prinsip trickle down effect bukan social learning approach. Pengembangan kelembagaan selalu menggunakan jalur struktural dan lemah dari pengembangan aspek kulturalnya. Sruktur organisasi dibangun lebih dahulu, namun tidak diikuti perkembangan aspek kulturalnya (visi, motivasi, semangat, manajemen, dan lain-lain). Introduksi kelembagaan lebih banyak melalui budaya material dibanding nonmaterial, atau merupakan perubahan yang materialistik. Introduksi kelembagaan baru telah merusak kelembagaan lokal yang ada sebelumnya termasuk merusakkan hubungan-hubungan horizontal yang telah ada.
196
8. Jika dicermati secara mendalam pada hakikatnya, pengembangan kelembagaan masih lebih merupakan jargon politik daripada kenyataan yang riil di lapangan. 9. Kelembagaan pendukung untuk usaha permasyarakatan tidak dikembangkan dengan baik, karena struktur pembangunan yang sektoral. Kekeliruan ini datang dari pola pikir bahwa kelembagaan lokal dianggap tidak memiliki jiwa ekonomi yang memadai karena itu harus diganti, menganggap bahwa permasyarakatan gurem adalah permasalahan individual bukan permasalahan kelembagaan dan menganggap bahwa permasalahan kelembagaan ada di tingkat masyarakat belaka bukan pada superstrukturnya. Disamping itu kesatuan administrasi pemerintahan dipandang sebagai satu unit interaksi sosial ekonomi pula dan kelembagaan hanya berorientasi kepada produksi sehingga yang dibangun adalah kelembagaankelembagaan yang ada pada kegiatan produksi saja. Untuk itu, para pelaksana perlu memahami tentang analisis kelembagaan yang dalam analisis kelembagaan dipelajari kelembagaan-kelembagaan formal maupun soft institutions seperti tata aturan, maupun struktur kekuasaan diberbagai tingkatan. C. Pengembangan Kelembagaan untuk Pemberdayaan Pemberdayaan (empowerment) yang berasal dari kata dasar empower dapat dilakukan terhadap individual, kelompok sosial, maupun terhadap komunitas. Dari sisi
197
paradigma, pemberdayaan lahir sebagai antitesis dari paradigma developmentalis. Pemberdayaan mengupayakan bagaimana individu, kelompok, atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka yang inti utama dari pemberdayaan adalah tercapainya kemandirian. Bank Dunia selama ini telah memberi perhatian besar kepada tiga hal untuk meningkatkan hasil-hasil pembangunan, yaitu empowerment, social capital, and community driven development (CDD). Ketiga konsep ini menekankan kepada inklusifitas, partisipasi, organisasi dan kelembagaan. Empowerment merupakan hasil dari aktifitas pembangunan social capital dapat diposisikan sekaligus sebagai proses dan hasil sedangkan CDD berperan sebagai alat operasional (World Bank, 2005). Konsep empowerment mendapat penekanan yang berbeda-beda di berbagai negara sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka. Pemahaman tentang pemberdayaan telah melewati antar waktu dan antar kultur. Satu hal yang esensial dalam pemberdayaan adalah ketika individu atau masyarakat diberikan kesempatan untuk membicarakan apa yang penting untuk perubahan yang mereka butuhkan. Hal ini akan berimplikasi kepada sisi supply dan demand tentang pembangunan, perubahan lingkungan dimana masyarakat miskin hidup dan membantu mereka membangun dan mengembangkan karakter mereka
198
sendiri. Pemberdayaan bergerak mulai dari masalah pendidikan dan pelayanan kesehatan kepada persoalan politik dan kebijakan ekonomi. Pemberdayaan berupaya meningkatkan kesempatan kesempatan pembangunan, mendorong hasil-hasil pembangunan dan memperbaiki kualitas hidup manusia. Tidak ada satu bentuk kelembagaan khusus untuk pemberdayaan, namun ada elemen-elemen tertentu agar upaya pemberdayaan dapat berhasil. Beberapa kunci dalam pengembangan kelembagaan untuk pemberdayaan adalah: adanya akses kepada informasi, sikap inklusif dan partisipasi, akuntabilitas, dan pengembangan organisasi lokal. Bidang apa yang dapat digarap dalam pekerjaan pemberdayaan? Paling tidak ada lima bidang yang dapat digarap, yaitu penyediaan pelayanan dasar, peningkatan kapasitas pemerintahan lokal, peningkatan kapasitas pemerintahan nasional, pengembangan pasar yang pro kemiskinan, dan pengembangan akses untuk bantuan keadilan dan hukum. Terdapat dua prinsip dasar yang seyogyanya dianut di dalam proses pemberdayaan. Pertama, adalah menciptakan ruang atau peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya secara mandiri dan menurut cara yang dipilihnya sendiri. Kedua, mengupayakan agar masyarakat memiliki kemampuan untuk memanfaatkan ruang atau peluang yang tercipta tersebut.
199
Berkaitan dengan prinsip tersebut, maka kebijaksanaan yang perlu ditempuh oleh pemerintah pada setiap tingkatan mulai dari nasional sampai kabupaten/kota adalah penataan kelembagaan pemerintah dalam arti menghilangkan struktur birokrasi yang menghambat terciptanya peluang yang dimaksud. Dalam hal ini termasuk peraturan perundang-undangan dan atau sebaliknya: membangun struktur birokrasi yang dititik beratkan pada pemberian pelayanan pada masyarakat dan peraturan perundangan yang memudahkan dan atau meningkatkan aksesibilitas masyarakat di segala aspek kehidupan. Kebijakan ini diterjemahkan misalnya di bidang ekonomi berupa peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap faktorfaktor produksi dan pasar, sedangkan di bidang sosial politik berupa tersedianya berbagai pilihan bagi masyarakat (choice) untuk menyalurkan aspirasinya (voice). Upaya pemberdayaan masyarakat dalam kehidupan politik dan demokrasi memerlukan cara pandang atau pendekatan baru, karena perubahan yang terjadi pada beberapa dekade terakhir telah melahirkan berbagai realitas yang tidak mungkin dimengerti atau dipahami apalagi dikelola dengan menggunakan paradigm atau cara pandang lama.
200
D. Pengembangan Kelembagaan untuk Kemandirian Lokal Menurut Taylor dan Mckenzie (1992), ada tujuh alasan kenapa inisiatif lokal diperlukan. Dari sisi pemerintah, inisiatif lokal dibutuhkan karena pemerintah belum mampu memberikan pelayanan yang memadai dan kemampuan perencanaan pusat juga dalam kondisi lemah. Dari sisi masyarakat lokal, di antaranya adalah karena masih banyaknya sumberdaya yang belum termanfaatkan yang dipandang akan lebih efektif apabila menggunakan strategi lokal. Pemberdayaan berarti mempersiapkan masyarakat untuk memperkuat diri dan kelompok mereka dalam berbagai hal mulai dari soal kelembagaan, kepemimpinan, sosial ekonomi, dan politik dengan menggunakan basis kebudayaan mereka sendiri. Pendekatan pembangunan melalui cara pandang kemandirian local mengisyaratkan bahwa semua tahapan dalam proses pemberdayaan harus dilakukan secara tendesentralisasi. Upaya pemberdayaan dengan prinsip sentralisasi, deterministik, dan homogen adalah hal yang sangat dihindari. Oleh karena itu upaya pemberdayaan yang berbasis pada pendekatan desentralisasi akan menumbuhkan kondisi otonom dimana setiap komponen akan tetap eksis dengan berbagai keragaman (diversity) yang dikandungnya. Upaya pemberdayaan yang berciri sentralisitik tidak akan mampu memahami karakteristik spesifik tatanan
201
yang ada dan cenderung akan mengabaikan kanakteristik tatanan. Sebaliknya upaya pemberdayaan yang dilakukan secara terdesentralisasi akan mampu mengakomodasikan berbagai keragaman tatanan. Cara pandang kemandirian lokal adalah suatu alternatif pendekatan pembangunan yang dikembangkan dengan berbasis pada pergeseran konsepsi pembangunan serta pergeseran paradigma ilmu pengetahuan. Oleh karena itu diharapkan dapat diposisikan sebagai pendekatan pembangunan atau minimal sebagai masukan bagi perumusan pendekatan dan atau paradigma pembangunan. Pemberdayaan khususnya pemberdayaan politik masyarakat mengandung dua pendekatan yang seakan-akan saling bertolak belakang atau merupakan paradox pemberdayaan. Pada satu sisi, pemberdayaan seyogyanya diletakkan pada upaya untuk meningkatkan kualitas harmoni kehidupan seluruh warga masyarakat, dan pada sisi yang lain pemberdayaan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas interkoneksitas (fungsional) antara satu tatanan dengan tatanan yang lainnya yang berada di luar tatanan masyarakat. Interkoneksitas seperti ini memiliki potensi besar untuk merusak kondisi harmoni yang dimaksudkan sebelumnya. Berdasarkan kondisi paradoxal ini maka penyusunan skenario yang berlaku umum (grand scenario) di seluruh wilayah sangat tidak mungkin. Kebijaksanaan pemberdayaan haruslah bersifat kasuistik dan
202
kontekstual yang disusun secara otonom masing-masing daerah. Perumusan format upaya pemberdayaan masyarakat haruslah berbasis pada prinsip dasar yaitu bagaimana menciptakan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk memanfaatkan peluang tersebut. Dalam konteks politik prinsip ini merupakan wujud pemberian pilihan (choice) kepada masyarakat dan juga meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya (voice). Implementasi prinsip ini jelas tidak harus baku atau standar akan tetapi akan tergantung pada kondisi masing-masing masyarakat. Kemandirian lokal menunjukkan bahwa pembagunan lebih tepat apabila dilihat sebagai proses adaptasi-kreatif suatu tatanan masyarakat dari pada sebagai serangkaian upaya makanistis yang mengacu pada satu rencana yang disusun secara sistematis. Kemandirian lokal juga menegaskan bahwa organisasi seharusnya dikelola dengan lebih mengedepankan partisipasi dan dialog dibandingkan semangat pengendalian yang ketat sebagaimana dipraktekkan selama ini. E. Pendekatan Sistem dalam Pembangunan Lembaga Organisasi pada dasarnya merupakan sebuah roda yaitu suatu unit kesatuan dari kegiatan pembangunan. Organisasi beserta lingkungannya yang berhubungan sering disebut sebagai lembaga. Jika kerangka sistem dalam administrasi pembangunan dapat dipandang
203
sebagai pendekatan makro, maka pendekatan sistem dalam pembangunan lembaga dapat dipandang sebagai pendekatan mikro dalam rangka mempelajari kegiatan pembangunan. Pengertian Lembaga disini menunjuk pada kombinasi antara tujuan organisasi dan hubungannya dengan lingkungan, yaitu suatu definisi yang aslinya mungkin pernah dikemukakan Philip Seznick dalam bukunya Leadership in Administration : A Sociological Interpretation, dia menulis demikian: Organisasi pada dasarnya merupakan sarana teknis yang diciptakan untuk mempunyai tujuan tertentu. Tinjauan ini didasarkan pada anggapan melihat sebuah mesin; artinya bahwa organisasi membutuhkan biaya. Sementara itu lembaga baik yang berupa kelompok atau praktek tertentu, untuk sebagian memang dapat disamakan dengan mesin, tetapi disamping itu ia memiliki dimensi natural. Lembaga merupakan hasil interaksi dan adaptasi, dengan demikian maka lembaga dapat berarti organisasi yang didalamnya terkandung nilai individu dan lingkungan sosial. Oleh karena itu berdasarkan pada sudut pandangan kita mengenai kegiatan pembangunan, maka lembaga juga harus dihubungkan dengan sasaran-sasaran pembangunan. Disini istilah lembaga diartikan sebagai organisasi yang membentuk, menunjang dan melindungi hubungan normatif dan pola-pola kegiatan tertentu dan sekaligus membentuk fungsi-fungsi dan jasa yang dihargai didalam suatu lingkungan.
204
Pembangunan lembaga didefenisikan sebagai seluruh perencanaan, pembuatan struktur dan petunjukpetunjuk baru atau penataan kembali haluan organisasi, meliputi: 1. Membuat, mendukung dan memperkokoh hubungan normatif dan pola-pola yang aktif 2. Pembentukan fungsi-fungsi dan jasa yang dihargai oleh masyarakat 3. Penciptaan fasilitas yang menghubungkan antara teknologi-teknologi baru dengan lingkungan sosialnya F. Ciri Lembaga Sosial Istilah lembaga mengandung pengertian yang lebih kompleks dari pada sekedar jaringan kebiasaan kehidupan kelompok karena lembaga lebih merupakan kristalisasi dari aksi dan kaedah-kaedah yang selanjutnya dijadikan sebagai pedoman hidup yang menunjuk pada pola perilaku yang mapan. Banyak juga kalangan menterjemahkan lembaga sebagai kumpulan cara berbuat yang berguna untuk mengatur stabilitas hubungan sosial dalam kehidupan masyarakat. Cooley dan Davis menyatakan bahwa lembaga merupakan kaedah-kaedah yang kompleks yang ditetapkan oleh masyarakat untuk secara teratur memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya. Oleh karena itu lembaga dapat dianggap sebagai acuan tata-tertib dalam bertindak, sehingga dalam usaha memenuhi
205
kebutuhan pokok itu terhindar dari penyimpangan perilaku dan perlakuan yang tidak adil. Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (1964) menjelaskan Social Institution dapat diartikan sebagai Lembaga Kemasyarakatan. Istilah lembaga dinilai tepat karena di satu sisi menunjuk pada suatu bentuk dan pada sisi lain mengandung pengertian abstrak tentang adanya suatu kaedah. Lembaga kemasyarakatan dapat pula diartikan sebagai suatu organisasi dari berbagai pola pemikiran dan kelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung tergabung dalam suatu unit yang fungsional. Dalam konteks antropologi istilah lembaga kemasyarakatan itu lazim disebut sebagai sistem nilai budaya yang terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap bernilai dalam hidup. Oleh karena itu suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Jadi lembaga adalah suatu kompleksitas nilai-nilai, norma-norma, peraturanperaturan dan peranan-peranan sosial. Lembaga mengatur cara-cara memenuhi kebutuhan manusia yang penting, oleh karena itu dalam setiap kehidupan
206
masyarakat terdapat lembaga-lembaga yang berfungsi mengatur berbagai kebutuhan manusia dalam hidupnya. Alvin L. Bertrand (1980) menjelaskan bahwa institusiinstitusi sosial pada hakekatnya merupakan kumpulan dari norma-norma (struktur-struktur sosial) yang diciptakan untuk dapat melaksanakan suatu fungsi masyarakat dan lembaga-lembaga yang menyangkut pengaturan kebutuhan manusia dalam masyarakat secara umum disebut dengan lembaga sosial. Ciri-ciri umum lembaga sosial (kemasyarakatan), menurut Gillin and Gillin (Soerjono Soekanto, 1982) adalah sebagai berikut: 1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi dari pola-pola pemikiran dan perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional. 2. Tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan baru menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama. Misalnya sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya, setelah mengalami percobaan. Lembagalembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama sekali, oleh karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma
207
yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara. 3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu yang mungkin tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan apabila dipandang dari sudut kebudayaan secara keseluruhan. Misalnya pada waktu Hitler berkuasa di Jerman, gerakan pemuda itu bertujuan untuk menyempurnakan kesehatan jasmaniah pemudapemuda tersebut adalah untuk meninggikan solidaritas pemuda-pemuda didalam suatu negara yang totaliter. Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangat penting oleh karena tujuan suatu lembaga adalah suatu tujuan pula yang harus dicapai oleh golongan masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang teguh padanya. Sebaliknya, fungsi sosial lembaga tersebut yaitu peranan lembaga dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat mungkin tak diketahui atau disadari golongan masyarakat tersebut dan mungkin fungsi tersebut baru disadari setelah diwujudkan dan kemudian ternyata berbeda dengan tujuannya Misalnya lembaga perbudakan ternyata bertujuan untuk mendapatkan tenaga buruh yang semurahmurahnya, akan tetapi didalam pelaksanaanya biayanya ternyata sangat mahal. Suatu contoh lain adalah lembaga persaingan bebas dalam kehidupan ekonomi yang bertujuan agar produksi berjalan secara efektif oleh karena para individu akan
208
diperolehnya kepada orang-orang yang mempunyai pengaruh serta mengetahui cara-caranya. 4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti misalnya bangunan, peralatan mesin-mesin dan sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. 5. Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri yang khas dari lembaga kemasyarakatan yang secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh, kesatuankesatuan Angkatan Bersenjata, masing-masing mempunyai panji-panji; perguruan-perguruan tinggi seperti Universitas, Institut dan lain-lain lagi yang terkadang lambang tersebut berwujud tulisan-tulisan atau slogan-slogan. 6. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai suatu tradisi yang tertulis ataupun yang tak tertulis dalam merumuskan tujuannya, tata-tertib yang berlaku dan lain-lain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi lembaga itu didalam pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dari pada masyarakat, dimana lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya. Secara lebih singkat, Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (1964), memperinci ciri-ciri lembaga kemasyarakatan sebagai berikut:
209
1. Merupakan unit yang fungsional yang merupakan organisasi pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. 2. Mempunyai tingkat kekekalan tertentu, yaitu telah teruji dan berupa himpunan norma-norma pencapaian kebutuhan pokok yang sewajarnya harus dipertahankan. 3. Mempunyai tujuan atau beberapa tujuan tertentu. 4. Mempunyai perangkat peralatan untuk mencapai tujuan lembaga tersebut, misalnya: bangunan gedung, mesin-mesin, alat-alat lain. 5. Mempunyai alat pemacu semangat, misalnya: lambang-lambang, panji-panji, slogan-slogan, semboyan-semboyan dan lain sebagainya. 6. Mempunyai tradisi atau tata-tertib sendiri. Dalam proses pelembagaan norma-norma sebagai suatu peraturan berperilaku kadang-kadang ada unsur pemaksaan, tetapi bukan paksaan yang bersifat hukum formal melainkan bersifat sosial yaitu pemaksaan yang datang dari tekanan masyarakat terhadap anggotaanggotanya. Pola pemaksaan masyarakat ini berlaku atas dasar pertimbangan-pertimbangan tentang aktivitas yang menyangkut kepentingan bersama, termasuk upaya penyingkatan kesejahteraan, gotong royong, atau kegiatan-kegiatan yang menyangkut kebutuhankebutuhan pokok masyarakat. Proses pelembagaan dalam kehidupan masyarakat bersifat kontinuitas dan tidak hanya berhenti berlaku sebagai pedoman bertindak yang tak bebas kontrol melainkan sampai pada titik
210
keberlakuan yang benar-benar sebagai bagian kepentingan pribadi yang tak perlu tekanan masyarakat. Kondisi lembaga sosial demikian ini berproses tidak hanya sekedar melembaga dalam kehidupan masyarakat tetapi para anggota masyarakat dengan sendirinya secara sadar menghendaki untuk berperilaku sesuai dengan kepentingan masyarakat, dengan demikian kepentingan dan kepuasan pribadi sekaligus terpenuhi. Jadi norma-norma dalam lembaga sosial yang bersangkutan telah menjadi suatu kepentingan yang merasuk sebagai suatu kepribadian, jati diri atau telah mendarahdaging (internalized) dalam prinsip hidupnya. Proses pelembagaan suatu norma sosial menjadi lembaga sosial pada umumnya melalui 4 (empat) tahapan, yaitu: 1. Norma sosial diketahui oleh sebagian besar anggota masya rakat setempat, artinya orang-orang telah tahu bahwa norma sosial tersebut adalah merupakan pedoman untuk bersikap dan bertingkah-laku bagi manusia. 2. Norma sosial telah dipahami oleh sebagian besar anggota masyarakat, artinya masyarakat telah paham bahwa setiap sikap dan tingkah-lakunya senantiasa diatur oleh norma sosial yang ada. Pada tahap ini manusia sadar sepenuhnya bahwa norma itu adalah peraturan yang mengatur perilakunya dalam hubungannya dengan masyarakat atau orang lain. Manusia semakin menyadari bahwa setiap perilaku senantiasa terikat pada norma-norma yang berlaku,
211
dan apabila norma itu dilanggar maka seseorang akan mendapatkan sanksinya yaitu sanksi-sanksi sosial dan kesadaran itu kemudian berkembang menjadi suatu kepatuhan. 3. Jika kepatuhan itu benar-benar datang dari kesadaran dan keyakinan masyarakat itu sendiri, bahwa norma sosial itu benar-benar dirasakan telah bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, maka proses pelembagaan sudah sampai pada tahap yang lebih tinggi. 4. Jika norma-norma sosial itu telah diketahui, dipahami dan dipatuhi oleh masyarakat pada umumnya, maka mau tidak mau norma tersebut kemudian akan dihargai sebagai sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupannya. Penghargaan terhadap keberlakuan suatu norma sosial yang ada menunjukkan bahwa norma sosial itu betul-betul telah menjadi lembaga sosial. Dalam hal yang sama, Ngadiyono (1984) dalam bukunya Kelembagaan dan Masyarakat, menjelaskan bahwa masyarakat mencipta norma sebagai alat, namun kemudian masyarakat diatur oleh norma. Pada awalnya secara tak sadar aturan itu dihormati, namun kemudian secara sadar norma itu disusun dan diatur sebaikbaiknya. Menurut Soerjono Soekanto (1982), bahwa untuk dapat membedakan kekuatan pengikat dari normanorma tersebut, maka dalam sosiologi dikenal adanya 4 (empat) pengertian, yaitu: 1. Usage (cara perbuatan); mengatur hubungan antar individu, yang melanggarnya hanya dikecam.
212
Misalnya: berdecak waktu makan, dikecam oleh orang disampingnya, sebab tidak pantas. 2. Folkways (kebiasaan); ialah pola perbuatan yang terjadi karena terus diulang-ulang dan diterima sebagai cara umum. Mereka yang melanggarnya dikecam oleh banyak orang. Misalnya, cara memberi hormat kepada orang yang lebih tua. 3. Mores (tata kelakuan); ialah jika kebiasaan itu telah berubah menjadi pengatur kelakuan. Mores mempunyai dua fungsi ialah memberi keharusan dan memberi larangan. Mores juga merupakan alat pengawasan perikelakuan anggota masyarakat. Siapa melanggar, dihukum oleh seluruh anggota masyarakatnya. Mores berguna untuk: Memberi batas kelakuan yang dibolehkan dan yang tidak, mengintegrasikan individu kedalam kelompoknya dan memaksa kelompok untuk mengakui keteladanan individu yang berjasa sebagi pahlawannya, Menjaga keutuhan, kerjasama dan solidaritas antara sesama anggotanya. 4. Customs (adat istiadat); ialah jika mores itu telah diabadikan, ditaati sepenuhnya dan tidak dibiarkan orang melanggarnya tanpa sanksi yang setimpal. Ia merupakan warisan turun temurun tanpa sentuhan perubahan. Proses pelembagaan secara luas akan berlangsung terus sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan manusia. Artinya, lembaga sosial tidak hanya sekedar sebagai adat-istiadat yang dipatuhi belaka, akan tetapi justeru senantiasa tumbuh menjadi bagian kebutuhan hidup yang tak bisa dipisahkan dari diri
213
manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut H.M. Johnson (1960), bahwa ada 3 (tiga) ciri utama proses pelembagaan telah menjadi lembaga sosial, yaitu: 1. Norma-norma yang terlembaga berlaku bagi wargawarga sistem sosial sesuai dengan posisi sosialnya di dalam sistem sosial tersebut. 2. Ada pelbagai derajat penjiwaan (internalization) pada warga-warga sistem sosial tersebut. 3. Luasnya penyebaran norma-norma tadi juga menyangkut derajat-derajat tertentu. Soedjito Sosrodihardjo dalam telaahnya mengenai lembaga sosial menegaskan bahwa : Adalah keliru jika kita melihat lembaga-lembaga selalu didalam keadaan bergerak, mekanisme mayarakat sendiri akan memberikan isi yang wajar kepada lembaga-lembaga yang diterima oleh masyarakat. Hal ini oleh Soedjito dikatakan sesuai dengan prinsip sibernetik. Maksudnya, bahwa prinsip sibernetik didalam masyarakat berdasarkan atas hubungan fungsional antara kepentingan dan sikap: Jika kepentingan berubah, maka sikappun akan berubah. Kecuali itu, apabila dinamika lembaga berkisar sekitar kepentingan-kepentingan tertentu, maka dapat dimengerti, bahwa lembaga dalam arti pranata ini akan selalu bergeser, sampai mencapai bentuk yang mantap, kemudian diubah lagi jika terdapat kepentingan yang baru. Konformitas terhadap normanorma yang telah melembaga akan lebih mudah terjadi dalam kehidupan kelompok masyarakat, karena bagi warga masyarakat yang telah menjiwai norma-norma
214
biasanya merasakan adanya kebutuhan tertentu untuk melakukan konformitas. Bagi kelompok yang fanatik terhadap konformitas biasanya lebih sensitif terhadap perbedaan atau heterogenitas sikap dan perilaku. Kegagalan dalam berkonformitas dapat mengakibatkan terganggunya kemapanan norma suatu lembaga, dapat pula terjadi konflik, perubahan atau bahkan kehancuran fungsi lembaga yang bersangkutan. Bagi warga masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap norma yang berlaku, dijatuhi sanksi sesuai dengan besarnya kerugian yang timbul. Bagi pelanggar norma yang memiliki status sosial tinggi ataupun rendah, sebenarnya sama-sama akan kehilangan prestise. Akan tetapi sebenarnya bagi pelanggar yang memiliki status sosial tinggi, justeru lebih besar kehilangan prestise. Kalangan ini seharusnya lebih menderita, karena kehilangan tanggungjawab dan kewajibannya sebagai teladan jauh lebih besar. Itulah sebabnya, maka atas kedudukan, keahlian dan tanggungjawab jabatan seseorang dalam lembaga formal tertentu, jauh lebih tinggi imbalannya dibanding dengan kompensasi hasil kerja teknis dalam hirarki vertikal di bawahnya. Konsekuensi dari tanggungjawab atas jabatan itu, maka ia pantas memperoleh perlindungan, perlakuan, kehormatan, termasuk keselamatan pribadinya. Dalam menjalankan peranannya ia harus pula dilengkapi dengan fasilitas lembaga yang memadai, dan ia berhak
215
menggunakan fasilitas itu sesuai dengan beban kerja dan tanggungjawannya. Ia berhak pula menerima imbalan pendapatan atau tunjangan jabatan yang setimpal dengan beban tanggungjawabnya itu, di samping sebagai alasan insentif atas curahan beban pikiran dalam rentang kendali pengawasan terhadap unit-unit lembaga yang lebih luas. G. Paham kelembagaan baru Scott (2008), teori kelembagaan baru (neoinstitutional theory) adalah tentang bagaimana menggunakan pendekatan kelembagaan baru dalam mempelajari sosiologi organisasi. Akar teoritisnya berasal dari teori kognitif, teori kultural, serta fenomenologi dan etnometodologi. Ada 3 elemen analisis yang membangun kelembagaan walau kadang-kadang ada yang dominan, tapi mereka berkerja dalam kombinasi. Ketiganya datang dari perbedaan cara pandang terhadap sifat realitas sosial dan keteraturan sosial dalam tradisi sosiologi sebelumnya. Ketiga elemen tersebut adalah aspek regulatif, aspek normatif, dan aspek kultural-cognitif. Dari penelusuran inilah Scott merumuskan kelembagaan sebagai: institution are comprised of regulative, normative and cultural-cognitive elements that, together with associated activities and resources, provide stability and meaning to social life (Scott, 2008). 1. Kelembagaan menyediakan pedoman dan sumber daya untuk bertindak, sekaligus batasan-batasan dan
216
hambatan untuk bertindak. Fungsi kelembagaan adalah untuk mencapai stabilitas dan keteraturan (order), tapi mereka pun berubah, sehingga kelembagaan adalah property sekaligus proses. Dalam pendekatan kelembagaan baru dipelajari apa tipe-tipe dan bentuk-bentuk kelembagaan yang mendorong lahirnya organisasi formal. 2. Lebih jauh, Scott menjelaskan tentang adanya 3 pilar dalam perspektif kelembagaan baru. Pertama, pilar regulatif (regulative pillar), yang berkerja pada konteks aturan (rule setting), monitoring, dan sanksi. Hal ini berkaitan dengan kapasitas untuk menegakkan aturan, serta memberikan reward and punishment. Cara penegakkannya melalui mekanisme informal (folkways) dan formal (polisi dan pengadilan). Meskipun ia bekerja melalui represi dan pembatasan (constraint), namun disadari bahwa kelembagaan dapat memberikan batasan sekaligus kesempatan (empower) terhadap aktor. Aktor dalam konteks ini akan memaksimalkan keuntungan, karena itulah kelembagaan ini disebut pula dengan kelembagaan regulatif (regualtive institution) dan kelembagaan pilihan rasional (rational choice institution). Kedua, pilar normatif (normative pillar) dengan pandangan bahwa norma menghasilkan preskripsi bersifat evaluatif dan menegaskan tanggung jawab dalam kehidupan sosial. Dalam pilar ini mencakup nilai (value) dan norma. Norma berguna
217
untuk memberi pedoman pada aktor apa tujuannya (goal dan objectives), serta bagaimana cara mencapainya. Oleh karena itu pilar disebut dengan kelembagaan normatif (normatif institution) dan kelembagaan historis (historical instituion), yang diidentikkan dengan teori kelembagaan yang asli. Ketiga, pilar kultural-kognitif (cultural-cognitive pillar) yang intinya adalah bahwa manusia berperilaku sangat ditentukan oleh bagaimana orang memaknai (meaning) dunia dan lingkungannya. Manusia mengalami sedimentasi makna dan kristalisasi makna dalam bentuk objektif. Aktor (individu dan organisasi) mengalami proses interpretatif internal yang dibentuk oleh kerangka kultural eksternal, dalam memaknai lingkungan sebagai situation shared secara kolektif. Dalam konteks ini, diyakini aktor memiliki makna yang sangat variatif sehingga kreativitas aktor dihargai dan pilar disebut dengan kelembagaan sosial (social institution).
218
DAFTAR PUSTAKA Adam, Ibrahim, (1983). Perilaku Organisasi. Sinar Baru: Bandung. Adam, Indrawijaya, (1983). Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Sinar Baru: Bandung. Blau, Peter M. & W. Richard Scott. 1962. Formal Organizations: A Comparative Approach. San Francisco: Chandler Publishing Co. Eaton, Joseph W. (ed). 1986. Pembangunan Lembaga dan Pembangunan Nasional: Dari Konsep Kegiatan Aplikasi. Terjemahan. Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Esman, Milton J. & Norman T. Uphoff. 1984. Local Organization: Intermediaries in Rural Development. Ithaca: Cornell University Press. Etzioni Amitai, (1984). Organisasi-organisasi Modern. UPI Press: Bandung. Etzioni, Amitai. 1985. Organisasi-Organisasi Modern. Terjemahan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Gudono. 2009. Teori Organisasi. Sleman (DIY): Pensil Press. Hayami, Yujiro dan Masao Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
219
Hersey, Faul, Blanchard, (1982). Management of Organization Behavior. Terjemahan Agus Darma. Erlangga: Jakarta. Hick, Herbert, G. and Gullet, G. Ray, (1975). Organization Theory and Behavior. Terjemahan Ali Saefullah. Usaha Nasional: Surabaya. Indrawijaya, Adam I. 2000. Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Koentjoroningrat. 1994. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Lubis,
Hari & Huseini, Marmasyarakat, (1987). Teori Organisasi; Suatu Pendekatan Makro. Pusat Antar Ilmuilmu Sosial UI: Jakarta
Moekijat, (1990). Pengembangan Organisasi. Remaja Karya: Bandung. Oteng Sutisna, (1985). Administrasi Dasar Teoritis untuk Praktek Profesonal. Angkasa: Bandung. Richard, Beckard, (1969). Organizational Development Strategis and Models. Terjemahan Ali Saefullah. Usaha Nasional: Surabaya. Saptana; T. Pranadji; Syahyuti; dan Roosganda E.M. 2003. Transformasi Kelembagaan untuk Mendukung Ekonomi Kerakyatan di Pedesaan. Laporan Penelitian. PSE, Bogor. Schein, Edgar, (1985). Psikologi Organisasi. PPM: Jakarta
220
Siagian, Sondang P. 1995. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Siagian, Sondang, (1982). Filsafat Organisasi. Gunung Agung: Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1999. Sosiologi: Suatu Pengantar. Edisi Baru, Cet. 28. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi (Kumpulan Tulisan). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Sutarto, (1985). Dasar-dasar University: Yogyakarta.
Organisasi.
Gadjah
Mada
Syahyuti. 2012. Pengorganisasian Diri Masyarakat Dalam Menjalankan Agribisnis Di Pedesaan: Studi Lembaga Dan Organisasi Masyarakat Dalam Pengaruh Negara Dan Pasar. Disertasi Universitas Indonesia, Depok. Taneko, Soleman. 1993. Struktur dan Proses Sosial: Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Uphoff, Norman. 1986. Local Institutional Development: An Analytical Sourcebook With Cases. Kumarian Press. Robbins, Stephen P. Teori Organisasi, Struktur, Desain dan Aplikasi, edisi 3, 1994, Penerbit Arcan. Ihalauw, John J.O.I. Bangunan Teori, Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana, 2000.
221
Hodge, B. J, Anthony, William. P dan Gales, Lawrence M. Organization Theory, A Strategic Approach, edisi XI, Prentice Hall, 1997. Warren, Bennis dan Mische, Michael. Organisasi Abad 21, Reinventing Malalui Reengineering, PT Pustaka Binaman Presindo, 1996.
222
BIODATA PENULIS Nama : Dr. H. Munawar Noor, MS Tempat/Tanggal Lahir : Pati / 30 April 1953 Alamat : Jl. Candi Kencana VII/C-22 Pasadena Semarang No Tlp./HP : (024) 7602350 / 08122938508 Pekerjaan : Dosen Jafa/Golongan : Lektor Kepala/ IV-b Email :
[email protected] Pendidikan
: 1. Sarjana Strata 1 (1978-1984) di Fisip UNTAG Semarang 2. Sarjana Strata 2 (1988-1990) di Fisipol UGM Yogyakarta 3. Sarjana strata 3 (2011-2014) di Fisip UNDIP Semarang
Pengalaman Kerja
: 1. Dekan Fisip UNTAG (1997-2002) 2. Pembantu Rektor (2002-2006) 3. Kepala Badan Penjaminan Mutu (2006sekarang)
Pengalaman Pelatihan : 1. Pelatihan Managemen Perguruan Tinggi (Jakarta 1995-1996) 2. Pelatihan Penyusunan Borang SPMI (Solo 2004) 3. Pelatihan Audit Mutu Internal Akademik (Semarang, 2007) 4. Pelatihan Menyusun Dukumen Mutu (Solo, 2008) 5. Pemandu Work-Shop Penyusunan SPMI, Spesifikasi Program Studi, Borang Audit Mutu, Borang AIPT
223
Buku Ajar
: 1. Pengembangan/Pelembagaan Organisasi (2005) 2. Kepemimpinan (2008) 3. Perencanaan/Pengendalian (2010) 4. Kebijakan Publik (2012) 5. Manegemen Sumber Daya Manusia (2013) 6. Evaluasi Kebijakan Publik (2013) 7. Teori Implementasi Kebijakan Publik (2013) 8. Pelayanan Publik (2010) 9. Teori Organisasi (2012)
Tulisan Ilmiah
: 1. Menggagas Pelayanan Publik yang ProPoor (2013), Proceding Simposium Nasional III, ASIAN, ISBN, XXX-XX-XXXX-X-X 2. Implementasi Fungsi dan Peran Pengawasan DPRD dalam Pembangunan Daerah (Materi BINTEK DPRD Kabupaten Sragen) 2013 3. Optimalisasi Fungsi dan Peran DPRD dalam Monotoring dan Evaluasi (Materi BINTEK DPRD Kabupaten Tuban dan Kabupaten Pekalongan) 2013
Jurnal Internasional
: 1. Institutional Analysis On National Program For Community Empowerment of Independent Urban (PNPM-MP) For Proverty Reduction, Jurnal Internasional, Article No. JBASR-2889-2, Egypt, 2014. 2. Institutional Analysis On Proverty Reduction Program in Sociaety ( A case study of National Program for community Empowerment of Independent Urban (PNPM-MP) in Semarang, Indonesia, Jurnal Internasional IJRCM, Number 458, Jagadhri135003, Yamuna Nagar, Haryana, India, 2014
224