BAB2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Work-Family Conflict
2.1.1 Definisi Triaryati (2003) yang mengutip dari Frone, Rusell & Cooper (2000), mendefinisikan work-family conflict sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya. Sedangkan menurut Natemeyer (1996) menyatakan bahwa konflik pekerjaan ke keluarga dan konflik keluarga ke pekerjaan terbukti terkait dengan produktivitas sebuah organisasi. Penelitian dalam work-family conflict telah menemukan bahwa variabel ini berpengaruh pada beberapa efek, yaitu tekanan psikologis, kepuasan kerja, komitmen terhadap organisasi, turnover, dan kepuasan hidup. Hal ini sejalan menurut Frone, Russel, & Barnes (Major et. al., 2002) yang menyatakan bahwa work-family conflict mempunyai hubungan erat dengan depresi dan keluhan somatis.Menurut Carlson, et.al (2000) yang mengutip dari Greenhaus & Beutell (1985), menyatakan bahwa work-family conflict adalah sumber dari stress yang kebanyakan dialami individu, work-family conflict juga didefinisikan sebagai bentuk konflik antar peran dimana tekanan peran dari pekerjaan dan keluarga serta domain keluarga saling bertentangan dalam berbagai hal.
7
8 2.1.2 Dimensi Work-Family Conflict Menurut Carlson, et.al (2000) yang mengutip dari Greenhaus & Beutell (1985) work-family conflict memiliki tiga dimensi, yaitu time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict. 1. Time based conflict Konflik berdasarwaktu hadir karena waktu yang dipergunakan untuk aktivitas dalam satu peran tidak dapat dicurahkan untuk aktivitas dalam peran lain. Konflik berdasar waktu dapat disebabkan oleh jam kerja, orientasi ke pekerjaan, pernikahan, anak-anak, dan pasangan yang bekerja. 2. Strain based conflict Konflik berdasar tegangan yang terjadi karena tegangan (fisik atau psikis) ditimbulkan satu peran menyulitkan usaha pemenuhan tuntutan peran lain, hal ini sebagai
akibat
dari
peran-peran
yang
saling
tidak
sesuai.
Karakteristik dari pekerjaan atau keluarga yang dapat menimbulkan tegangan membawa
kecenderungan
terjadinya
konflik
antara
pekerjaan
dan
keluarga.Karakteristik yang dapat menimbulkan konflik berdasar tegangan adalah ambiguitas peran, dukungan dari atasan (leader support), tuntutan fisik dan psikis dalam kerja,dukungan dari pasangan, dan perbedaan persepsi tentang peran. 3. Behavior based conflict Pola-pola khusus perilaku yang berkaitan dengan satu peran mempunyai kemungkinan mengalami ketidakcocokan dengan pengharapan dari peran yang lain. Dengan kata lain perilaku tertentu yang diperlukan dalam satu peran mungkin saja tidak cocok untuk peran lain. 2.2
Organizational Citizentship Behavior
2.2.1 Definisi Secara umum organizational citizenship behavior merupakan kontribusi peran individu dalam organisasi atau dapat dikatakan sebagai tuntutan peran individu dalam suatu organisai yang melebihi beban tugas dan tanggung jawab kerjanya dalam suatu organisasi.Menurut Schultz (2006), organizational citizenship behavior meliputi usaha ekstra yang dilakukan para pekerja melebihi tangung jawab minimum
9 yang dibutuhkan dalam pekerjaannya. Contoh lain dari perilaku yang dihasilkan oleh organizational citizenship behavior antara lain, membantu rekan kerja, sukarela melakukan kegiatan ekstra ditempat kerja, menghindari konflik dengan rekan kerja, melindungi properti organisasi, menghargai peraturan yang berlaku dalam organisasi dan toleransi pada situasi yang kurang ideal atau yang tidak menyenangkan ditempat kerja, datang tepat waktu dan memberi saran yang membangun ditempat kerja (Robbins, 2003). Robbins
(2003)
juga
menjelaskan
bahwa
organisasi
yang
sukses
membutuhkan karyawan yang akan melakukan sesuatu lebih dari tugas pekerjaannya, yang akan memberikan kinerja yang melebihi harapan atau di luar dugaan. Adanya dinamika kerja saat ini, dimana tugas-tugas bertambah banyak dan fleksibilitas adalah hal yang kritikal, organisasi membutuhkan karyawan yang merupakan “good citizenship” dalam berperilaku seperti membuat pernyataan yang membangun untuk kelompok kerja ataupun untuk organisasi, saling membantu dalam kelompok, sukarela dalam melakukan aktivitas kerja tambahan, menghindari konflik, memperlihatkan kepedulian pada organisasi, rmenghormati peraturan, dan mentoleransi gangguan serta paksaan dalam pekerjaan. Selanjutnya menurut Organ et.al.(2006), organizational citizenship behavior merupakan suatu perilaku yang dilakukan oleh individu atau karyawan secara sukarela (sekehendak hati) yang bukanlah suatu kewajiban kerjanya (job description) dan dengan tanpa meminta imbalan apapun sehingga mampu meningkatkan efesiensi dan efektivitas dalam organisasi. Peran perilaku yang dituntut dari seorang karyawan tersebut meliputi in role dan extra role. In role adalah peran yang diminta organisasi dari seorang bawahan sesuai dengan job description dan sesuai dengan imbalannya. Extra role adalah peran yang diminta perusahaan dari seorang bawahan yang tidak berkaitan dengan job description dari bawahan tersebut atau melebihi dari yang seharusnya.Hal ini sangat diperlukan untuk mencapai efektivitas dan kesuksesan suatu organisasi (Akhirudin & Aini, 2005). Organizational citizenship behavior juga diartikan sebagai minat terhadap organisasi, hal ini ditampilkan tidak hanya melalui pelaksanaan kewajiban mereka saja, tapi juga termasuk upaya untuk membantu rekan kerja, melindungi sumber daya organisasi serta melakukan segala upaya yang telah melampaui standar minimum
10 yang harus dipenuhi seorang karyawan. Ketika seorang karyawan melakukan hal ini, organisasi tidak memberikan imbalan finansial tertentu untuk mereka, akan tetapi perilaku ini menjadi rekomendasi bagi perusahaan untuk melaksanakan kenaikan jabatan dan promosi bagi karyawan tersebut. Oleh karena itu, organizational citizenship behavior tidak dikaitkan langsung dengan reward tertentu seperti pemberian bonus atau semacamnya (Organ, et.al., 2006). Berdasarkan uraian definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa organizational citizenship behavior merupakan perilaku yang dilakukan oleh karyawan berdasarkan sifat sukarela dan dipilih sendiri, yang berarti bukan suatu paksaan atau keharusan yang diwajibkan oleh suatu organisasi untuk kepentingan organisasi itu sendiri. Hal ini juga merupakan perilaku di luar deskripsi jabatan yang menjadi kewajiban karyawan dan dapat meningkatkan efektifitas organisasi, serta akan menjadi bahan pertimbangan dalam promosi (Organ et.al., 2006) 2.2.2 Dimensi-Dimensi Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ et.al. (2006), organizational citizenship behavior terbagi menjadi lima dimensi, yaitu: 1. Altruism Perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela (sekehendak hati) dalam perannya sebagai seorang karyawan yang memiliki pengaruh untuk membantu individu tertentu yang memiliki permasalahan dalam organisasi. Contohnya, seorang karyawan membantu rekan kerja baru dan secara sukarela meluangkan waktunya kepada orang lain dalam bekerja yang secara khusus ditujukan kepada individu lainnya tetapi tetap berkontribusi terhadap efesiensi dalam kelompok dengan memperbesar kinerja individu. 2. Conscientiousness Perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela (sekehendak hati) yang menguntungkan dan melebihi apa yang dipersyaratkan oleh organisasi seperti membantu pekerjaan karyawan yang tidak hadir, mematuhi peraturan dan regulasi perusahaan, merelakan waktu istirahat, dan sebagainya. Contohnya, seorang
karyawan
menggunakan
waktu
secara
efesien,
beristirahat
secukupnya, serta mampu memperbesar efesiensi antara individu dan kelompok.
11 3. Sportmanship Perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela (sekehendak hati) dalam kesediannya sebagai karyawan yang menunjukkan sikap toleransi terhadap situasi yang kurang ideal dalam organisasi dan tanpa mengeluh sedikitpun.Contohnya,
seorang
karyawan
menghindari
keluhan
serta
memperbaiki sejumlah waktu yang telah terbuang di dalam organisasi. 4. Courtesy Perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela (sekehendak hati) dalam peranannya sebagai karyawan yang membantu mencegah timbulnya masalah yang berhubungan dengan pekerjaan atau masalah pekerjaan yang timbul dari pihak luar maupun rekan kerja.Contohnya, seorang karyawan memberikan perhatian dan peringatan, mengkomunikasikan informasi yang tepat,
membantu
dalam
mencegah
timbulnya
permasalahan,
dan
memfasilitasi penggunaan waktu dalam organisasi. 5. Civic virtue Perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela (sekehendak hati) dalam peranannya yang mengindikasikan bahwa ia terlibat secara langsung dan bertanggung jawab atas keberlangsungan organisasi yang berurusan dengan kehidupan perusahaan. Contohnya, seorang karyawan melayani organisasi dan secara sukarela merawat fungsi serta menaikkan ketertarikan kepada organisasi. 2.2.3 Manfaat Organizational Citizenship Behavior terhadap Organisasi Menurut Organ, et.al. (2006), terdapat manfaat dalam organizational citizenship behavior terhadap organisasi, adapun penjelasantersebut adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan produktivitas rekan kerja Karyawan yang membantu dan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya dapat menjadi seorang karyawan yang lebih produktif. Selain itu, karyawan akan menjadi lebih efesien dalam melakukan pekerjaan jika menggunakan aktivitas pengembangan dalam diri mereka. 2. Meningkatkan produktivitas atasan Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue, maka bagi seorang atasaan mungkin akan menerima saran dan feedback yang berharga dalam
12 idenya untuk memperbaiki efektivitas dalam unit kerjanya. Karyawan yang sopan (yang menghindari terjadi konflik) menghargai atasan terhindar jatuh dari krisis manajemen. 3. Menghemat sumber daya untuk tujuan yang lebih produktif Karyawan yang saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah pekerjaan, maka tidak perlu melibatkan atasan dan konsekuensinya adalah atasan dapat memakai waktunya untuk melaksanakan tugas lain. Karyawan yang menampilkan sikap teliti yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan yang minim dari atasan sehingga atasan dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, dengan begitu banyak waktu yang bisa digunakan untuk tugas yang lebih penting. 4. Membantu menghemat sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok Suatu hal yang alami dengan menghasilkan perilaku menolong adalah bahwa hal tersebut dapat mempertinggi semangat tim, moral, dan kepaduan, kemudian mengurangi kebutuhan anggota kelompok untuk menghabiskan energi dan fungsi waktu pemeliharaan dalam kelompok. Karyawan yang menampilkan perilaku sopan terhadap rekan kerjanya dan bersikap sportif dengan mengurangi konflik antar kelompok dengan demikian dapat mengurangi waktu yang terbuang. 5. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik Ketika karyawan berusaha untuk mempromosikan organisasi kepada orang luar dan berkontribusi terhadap loyalitas (kesetiaan organiasi), organisasi akan nampak lebih atraktif dalam mencari calon pekerja yang bagus. Perilaku menolong dapat meningkatkan moral, kepaduan kelompok, dan rasa saling memiliki dalam kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi dalam menarik dan mempertahankan karyawan yang terbaik. 6. Meningkatkan stabilitas kinerja organisasi Membantu tugas karyawan yang absen dan memiliki beban kerja yang cukup berat dapat meningkatkan stabilitas dalam unit kerja.Karyawan yang teliti cenderung mempertahankan tingkat kinerjanya secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas dalam unit kerja.
13 2.3
Hubungan antara Work-Family Conflict denganOrganizational Citizenship Behavior Berdasarkan penilitian yang dilakukan oleh Nugroho (2005) menyatakan
bahwa terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara work-family conflict terhadap organizational citizenship behavior, sehingga hasil penelitian tersebut menggambarkan adanya peningkatan pengelolaan work-family conflictdalam organisasi akan meningkatkan pula perilaku anggota organisasi ke arah yang positif. Dengan kata lain, apabila work-family conflict yang terjadi dalam organisasi semakin kecil, maka organizational citizenship behavior semakin baik. Dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh Bragger (2005), yang mengutip dari Thompson & Werner (1997) dan Hui, et.al.(1997) juga menyatakan bahwa work-family conflict berkaitan dengan organizational citizenship behavior, artinya semakin tinggi konflik yang dialami baik di keluarga maupun dipekerjaan, maka semakin rendah karyawan terikat dengan organizational citizenship behavior.Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan Meilani Sandjaja dan Dr. Seger Handoyo (2012), menunjukan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara work-family conflict dalam memprediksi organizational citizenship behavior. 2.4
Kerangka Berpikir Karyawan dalam perusahaan sering disebut dengan sumber daya manusia,
dimana karyawan merupakan aset penting bagi perusahaan yang dapat memberikan kontribusi besar terhadap perusahaan. Artinya, semakin baik kinerja karyawan akan menghasilkan semakin baiknya kinerja perusahaan itu sendiri secara keseluruhan dan berdampak positif pada produktivitas. Aspek organizational citizenship behavior merupakan aspek penting karena dapat membantu organisasi untuk dapat beroperasi secara efesien dan lebih lanjut mampu memenangkan keuntungan kompetitif, serta mampu meningkatkan kinerja organisasi dikarenakan organizational citizenship behavior mampu menjadi pelumas dan mesin sosial organisasi. Dimensi
organizational
altruism,conscientiousness,
citizenship
sportmanship,
behavior
courtesy,
yang
terdiri
dari
dancivic
virtue
pada
implementasi di perusahaan merupakan perilaku seseorang dalam bekerjasama, yang di dalamnya terdapat unsur tolong menolong, kinerja karyawan yang melebihi
14 standar minimum, kesukarelaan, tidak membuat masalah, serta meringankan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain. Dengan mengetahui work-family conflict yaitu apakah adanya peran konflik yang di alami karyawan dapat memprediksi dan membantu organizational citizenship behavior dalam upaya meningkatkan produktivitas organisasi. Dari kajian teori dan literatur, maka kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada skema di bawah: Variabel 1 H1
X = WFC • • •
Variabel 2
Time-based conflict Strain-based conflict Behavior-based conflict
Y = OCB • • • • •
Altruism Conscientiousness Sportsmanship Courtesy Civic virtue
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran