BAB XI PEMERIKSAAN SISTEMA URINARIA
A. PENDAHULUAN Fungsi-fungsi ginjal dan saluran kencing memiliki hubungan timbal-balik yang sangat erat, meskipun demikian diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang nyata. Ginjal memegang peranan penting dalam mempertahankan homeostasis. Melalui produksi urin, ginjal mampu membuang produk-produk sisa metabolisme dan mampu mempertahankan komposisi cairan ekstraselular dalam batasan tertentu. Saluran kencing memungkinkan penglepasan kencing. Oleh sebab itu, penyakit-penyakit ginjal dan saluran kencing dapat mengakibatkan problematika yang sangat berlainan. Penyakit ginjal akan menimbulkan gangguan-gangguan dan gejala-gejala umum lebih awal dari pada penyakitpenyakit pada saluran kencing. Namun demikian tidak boleh dilupakan bahwa penyakitpenyakit saluran kencing dapat pula menimbulkan dampak pada ginjal dan demikian pula sebaliknya (meskipun kecil). Pada bab XI ini akan dibicarakan tentang gejala klinis gangguan ginjal dan saluran kencing, pemeriksaan fisik terhadap ginjal, saluran kencing, kandung kemih, prostata dan sebagian alat kelamin (preputium, penis, vulva, vagina), kateterisasi kandung kencing, pemeriksaan laboratorik terhadap urin dan pemeriksaan-pemeriksaan lain yang berkaitan pada hewan kecil dan besar. Bahan kuliah ini akan disajikan selama 4 jam tatap muka. Tujuan instruksional bab ini adalah bahwa setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan klinis terhadap sistema urinaria pada pasien.
B. PENYAJIAN
Gejala Klinis Gangguan Uropoetika Ginjal Dengan adanya filtrasi glomeruler, reabsorpsi tubuler dan sekresi tubuler ginjal berperan besar dalam mempertahankan isovolemi, isoosmosis dan isoioni. Selain itu ginjal juga mempunyai tugas penting dalam sitem endokrin. Ginjal memproduksi berbagai hormon seperti renin, erythropoietin dan dihidroksikolekalsiferol (calcitriol). Selain itu ginjal juga menjadi target organ bagi berbagai hormon lain seperti aldosteron, parathormon dan vasopressin. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa gangguan funsi ginjal dapat menyangkut berbagai mekanisme dan menimbulkan akibat-akibat yang sangat banyak. Gangguan fungsi ginjal dapat memberikan tanda-tanda kepada pemilik melalui tiga jalan. Pertama, melalui simptom penurunan funsi ginjal. Bilamana fungsi ginjal menurun lebih dari 50% maka fungsi eliminasi dan homeostasis tidak dapat berlangsung dan hal tersebut akan menimbulkan sindrom uremia. Kedua, melaui simptom penurunan Universitas Gadjah Mada
1
kemampuan konsentrasi dan, ketiga, melalui penurunan fungsi filtrasi glomeruler dan peningkatan pembuangan protein plasma. Sindrom uremia merupakan suatu kumpulan berbagai siptom yang muncul akibat adanya penurunan filtrasi glomeruler, reabsorpsi tubuler dan ekskresi. Hal tersebut akan menimbulkan retensi berbagai metabolit. Pada masa yang lalu Harnstoff dipandang mempunyai andil besar dalam pemunculan gejala-gejala uremia. Besar kemungkinan berbagai produk akhir metabolisme protein juga berperan dalam pemunculan gejala-gejala uremia tersebut. Beberapa senyawa yang tertimbun dan dapat ambilbagian dalam pemunculan berbagai gejala diantaranya: Cyanate,Phenole, Lactate dan asam-asam organik lain. Retensi senyawa ini dapat mempengaruhi fungsi otak, terutama di pusat muntah. Lebih dari itu, dapat pula menimbulkan gangguan-gangguan pada fungsi homeostatik yang meliki arti penting dalam mempertahankan isoioni dan isovolemia. Gangguan-gangguan pada fungsi-fungsi tersebut akan mengakibatkan munculnya gejala insufisiensi ginjal, seperti: anoreksia, nausea dan muntah. Akibat terjadinya penurunan motorik maka dapat dijumpai adanya lesi pada saluran pencernaan (gastritis dan enteritis ulserosa). Selain itu, penurunan motorik saluran pencernaan dapat pula mnyebabkan terjadinya perubahan flora usus dan akibatnya juga terjadi diare. Di dalam rongga mulut juga sering ditemukan adanya perubahan ulserosa yang disebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi ammoniak hasil perombakan Harnstoff oleh bakteri. Pada insufisiensi ginjal yang melanjut fungsi-fungsi otak dapat begitu jauh terganggu sehingga hewan menjadi soporous dan mengalami gangguan thermoregulasi. Suhu tubuh dapat menurun 1-2°C dan hewan akan dapat menunjukkan adanya gejala gemetaran. Ada kemungkinan hal tersebut juga berkaitan dengan penggunaan glukosa yang menurun dan penurunan transpor Na. Sindrom uremia dapat pula lebih lanjut terkombinasi dengan kehilangan fungsi endokrin ginjal. Penurunan produksi erythropoietin akan mempengaruhi pembentukan darah. Kadang-kadang pemilik akan menjumpai adanya selaput lendir yang menjadi pucat. Demikian juga sintesa calcitriol pada gangguan ginjal ini dapat terganggu yang akhirnya akan mempengaruhi absorpsi Ca dan P dari saluran pencernaan sehingga akan dijumpai adanya hipokalsemia dan hipopospatemia. Selain itu akibat hipokalsemia ini akan menimbulkan hiperparatiropidismus yang pada akhirnya akan menimbulkan demineralisasi tulang. Pada hewan muda akan mengakibatkan munculnya reaksi hiperostotis (tulang duduk), sedang pada hewan tua akan banyak dijumpai perubahan pada tulang yang kurang begitu solid (rubber jaw). Konsentrasi parathormon yang tinggi juga dapat mengganggu eritropoesis. Bilamana terjadi penurunan fungsi konsentrasi ginjal, maka pemilik akan dapat menjumpai adanya jumlah urin yang banyak (poliuria) dan peningkatan jumlah konsumsi air Universitas Gadjah Mada
2
(polidipsia). Poliuria yang sangat hebat akan dapat ditunjukkan oleh adanya urin yang sangat jernih hampir seperti air ledeng. Akibat produksi urin yang berlebih maka hewan yang biasanya kencing di luar rumah akan kencing di dalam rumah atau akibat adanya kandung kencing yang sangat penuh maka dapat terjadi urinasi yang tak terkendali (incontinentia urinae). Bilamana fungsi filtrasi glomeruler tidak berfungsi baik maka kadang-kadang dapat dijumpai adanya pembuangan protein bersama urin (proteinuria) yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya penurunan tekanan koloidosmotik dalam saluran peredaran darah. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya penimbunan cairan di interstitium (odema) dan atau di rongga perut (ascites).
Saluran kencing Kandung kencing memiliki dua fungsi. Pertama, kandung kencing harus memungkinkan menampung kencing yang dihasilkan ginjal secara bertahap (fungsi penampung) dan, kedua, mampu mengeluarkan kecing secara cepat (fungsi miksi). Otot detrusor vesicae mempunyai peran besar dalam menjalankan fungsi penampungan dan mendukung pengosongan kandung kencing. Leher kandung kencing dan urethra bagian kranial berperan penting untuk terjadinya relaksasi dan penutupan. Bilamana tingkat pengisian kandung kencing relatif kecil maka tekanan didalam kandung kencing tetap rendah dan leher kandung kencing menutup. Jika pengisian kandung kencing meningkat maka reseptor pada dinding kandung kencing akan menghantarkan reflex spinal. Bilamana pusat reflex yang lebih tinggi tidak menekan maka freflex ini akan mengakibatkan munculnya kontraksi otot detrusor yang diikuti oleh adanya relaksasi leher kandung kencing dan urethra. Dengan adanya koordinasi relaksasi dan kontraksi tersebut (detrusorurethra-synergismus) maka
Universitas Gadjah Mada
3
terjadi pengosongan kandung kencing tanpa adanya perlawanan/tekanan balik yang berarti. Otot detrusor berkontraksi setelah adanya stimulasi parasimpatis cholinergik melalui N pelvicus. Penurunan stimulasi simpatis pada leher kandung kencing dan urethra (terutama melalui reseptor reseptor alfa adrenergik) akan mengakibatkan terjadinya penurunan pertahanan pada pintu keluar kandung kencing. Bilamana terjadi penurunan stimulasi simpatis pada fundus kandung kencing melalui N. hypogastricus dan reseptor beta adrenergik maka akan memungkinkan terjadinya kontraksi m. detrusor yang tidak terkendali. Fase miksi juga ditentukan secara parasimpatis melalui N. pelvis dan dengan demikian
pengaruh
simpatis
selanjutnya
akan
menjadi minimal.
Fase reservoir
(penampungan) ditentukan oleh N. hypogastricus. Pengaruh simpatis dari reseptor alfa adrenergik di bagian leher kandung kencing dan urethra akan menyebabkan terjadinya tekanan menutup yang cukup memadai. Stimulasi reseptor beta adrenergik pada bagian fundus kandung kencing yang muncul bersamaan akan menyebabkan terjadinya hambatan pada reflek parasimpatis. Selama fase reservoir ini kandung kemih terutama berada dibawah pengaruh simpatis, sementara itu pengaruh parasimpatis akan menjadi minimal. Suatu kontraksi m. detrusor yang tidak terputus hanya akan mungkin muncul bilamana tidak ada pengaruh yang bersifat menghambat dari pusat syaraf yang lebih tinggi. Kemungkinan adanya penghentian miksi yang dikehendaki harus selalu diperhatikan dalam setiap penilaian dan hal tersebut penting pada perilaku miksi pada anjing jantan. Miksi pada anjing betina, kucing betina dan kucing jantan yang dikanstrasi dapat dinilai normal bilamana pada awal miksi dikeluarkan kencing dalam jumlah besar. Para pemilik anjing betina dan kucing yang sehat akan dapat menjumpai adanya pengejanan yang cukup kuat pada saat kencing berlangsung. Dalam rangka penempatan kencing sebagai penanda, miksi pada anjing jantan sering terputusputus. Kesimpulan adanya miksi yang tidak mengalami gangguan pada anjing jantan baru dapat diketahui melalui anamnesa dan atau pengamatan sendiri. Untuk itu kadangkadang diperlukan adanya pengecekan adanya sisa kencing di dalam kandung kencing. Jikalau hewan memiliki kesempatan untuk kencing yang memadai maka kencing yang tersisa di dalam kandung kencing semestinya hanya sedikit (0,2 - 0,4 ml/kg BB). Kelainan-kelainan saluran kencing yang diamati oleh pemilik dapat berkaitan dengan air kencing (bau dan warna), miksi (disuria dan incontinentia urinae) dan mungkin adanya tenesmus alvi. Terutama pada kucing jantan yang tidak dikastrasi air kencing memiliki bau yang sangat menusuk, sedang pada anjing dan kucing betina bau air kencing tidak sebegitu menusuk. Bilamana terjadi bakteriuria pada tingkat yang sangat tinggi maka pemilik dapat menjumpai adanya bau air kencing yang sangat tajam dikarenakan adanya sejumlah besar Universitas Gadjah Mada
4
Harnstoff dirombak menjadi ammoniak. Jikalau ditemukan adanya kencing yang berdarah maka mula-mula harus ditanyakan apakah hal itu berkaitan dengan hematuria (kencing yang tercampur dengan darah) atau keluarnya darah yang sama sekali tidak terkait dengan miksi. Sering pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh pemilik secara jelas. Keluarnya darah yang tidak terkait dengan miksi menunjukkan adanya perdarahan dibagian distal dari spinkter interna (leher kandung kencing dan urethra bagian proximal). Pada anjing jantan, berbagai sumber perdarahan yang perlu mendapat perhatian a.1.: prostata, penis, preputium dan urethra. Darah yang berwarna merah terang menunjukkan adanya perdarahan di bagian yang sangat distal, sedangkan darah yang berwarna
gelap
mengindikasikan adanya perdarahan yang lebih kearah proximal. Pada hewan betina perdarahan dapat juga berasal dari alat kelamin. Adanya hematuria menunjukkan bahwa lokasi perdarahan berada di bagian proximal dari spinkter interna. Bilamana konsentrasi eritrosit dalam kencing mencapai 2,5 x 10 9 sel/L maka hematuria akan terlihat dengan mata kepala. Hanya pada kejadian yang sangat langka urin tercampur darah tanpa orang dapat mengamati adanya perdarahan yang tidak terkait dengan miksi. Hematuria hampir juga selalu berkaitan dengan suatu perdarahan vesikogenik, ureterogenik atau nefrogenik. Antara perdarahan vesikogenik dan ureterogenik/nefrogenik dapat dibedakan dengan adanya disuria (miksi yang sulit atau disertai rasa sakit) yang mengikuti. Bilamana terjadi disuria sangat besar kemungkinannya bahwa darah terkucur kedalam kandung kencing. perdarahan dari ginjal atau saluran kencing tidak muncul bersamaan dengan suatu diuria. Lebih lanjut warna darah, endapan/jendalan dan campuran urin dan darah dapat
digunakan
untuk
membedakan
antara
hematuria
vesikogenik
dan
ureterogenik/nefrogenik. Bila campuran darah terutama muncul pada akhir miksi dan warnanya merah terang maka dapat ditarik kesimpulan yang sangat kuat akan adanya perdarahan vesikogenik. Adanya campuran darah dengan keseluruhan air kencing sehingga membentuk cairan berwarna merah gelap, kebanyakan tidak disertai adanya jendalan, mengindikasikan adanya perdarahan yang bersifat ureterogenik atau nefrogenik. Disuria adalah suatu akibat dari stimulasi reseptor sakit dan reseptor rentang pada dinding kandung kencing. Stimulasi ini berjalan secara afferen melalui N. peivicus dan dapat mengakibatkan kontraksi m. detrusor melalui serabut parasimfatis efferen. Bilamana tidak ada obstruksi urethra maka disuria ini dapat terjadi dengan adanya kandung kencing yang terisi maupun kosong. Berbgai penyaki4t seperti radang kandung kencing, tumor kandung kencing dan batu kandung kencing dapat menimbulkan rangsangan afferen terus menerus sehingga hewan sering mengejan tanpa adanya suatu sebab. Biasanya pemilik memberitahukan bahwa hewannya tetap mengejan setelah miksi.
Universitas Gadjah Mada
5
Incontinentia urinae adalah pengeluaran urin yang lepas dari kendali kehendak yang memiliki kaftan dengan adanya tekanan vesikal yang melebihi resistensi maksimal urethra. Kejadian ini dapat dikelompokkan menjadi 2: 1. Resistensi urethra yang relatif terlalu rendah (Sphinkterinkontinenz) 2. Tekanan vesikal yang relatif terlalu tinggi (Detrusorinkontinenz). Melalui wawancara dengan pemilik umumnya kedua kelompok tersebut dapat dibedakan. Detrusorinkontinenz umumnya terjadi
bersamaan
dengan adanya gejala disuria.
Sementara itu, bilamana diduga ada sphinkterinkontinenz maka mesti dikalrifikasi apakah juga terjadi poliuria. Pada anjing betina kadang-kadang fungsi sphinkter menurun setelah menjalani sterilisasi sehingga muncul inkontinenz. Petunjuk
adanya
penyebab-penyebab
neurogenik
dapat
diketahui
melalui
anamnese tentang gejala-gejala yang menyertai seperti: ataxia/parese, rutentonus yang menurun dan incontinencia alvi. Perlu juga dicermati kemungkinan pemilik akan mengemukakan suatu cairan selain kencing yang keluar dari alat kelamin sebagai kencing. Hal seperti ini dapat terjadi berkaitan dengan pengeluaran cairan material keradangan pada kejadian vaginitis atau balanophostitis. Tenesmus alvi adalah defekasi yang disertai rasa sakit luar biasa dan atau dengan kesulitan yang tinggi. Pembesaran prostata dapat mengakibatkan munculnya hambatan pasase tinja melalui rektum. Pada kasus tertentu mungkin dapat mengakibatkan terbentuknya feses yang pipih. Suatu pembesaran prostata kadangkala ke arah rongga abdomen sehingga dapat mengganggu pasase tinja. Pada saat defekasi kadang-kadang terjadi penimbunan feses sampai kaudal sehingga meningkatkan reflex defekasi.
Universitas Gadjah Mada
6
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik terhadap sistem ini meliputi pemeriksaan daerah perut yang ditujukan khususnya terhadap ginjal, kandung kencing, dan prostata. Pemeriksaan rektal juga dilakukan terhadap ginjal, ureter, kandung kencing, urethra dan prostata. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan penis dan preputium atau vulva dan vagina.
Pemeriksaan bagian perut Pemeriksaan perut meliputi inspeksi dan palpasi perut dan kadangkala perkusi dan auskultasi. Pada scat inspeksi perut dilakukan evaluasi apakah perut terangkat keatas dengan baik atau menggantung atau menunjukkan juga adanya pembesaran perut (simetris atau asimetris). Palpasi mulamula dilakukan pada bagian permukaan dan selanjutnya pada bagian yang lebih dalam. Perkusi perlu dilakukan terutama bila ditemukan adanya peningkatan volume perut. Ascites mungkin disebabkan oleh adanya proteinuria yang hebat dan juga dapat disebabkan oleh adanya trauma yang disertai dengan adanya ruptur saluran kencing. Perut yang teraba penuh dan disertai adanya disuria dapat disebabkan oleh karena terjadi retensi kencing yang kadang menimbulkan pembesaran kandung kencing yang terlihat dari luar. Pada kuda ginjal kanan terletak pada posisi ventral bagian atas tiga tulang iga terakhir dan processus tranversus lumbal pertama. Bagian atas ginjal ini berhubungan dengan diafragma sedang permukaan bawahnya berbatasan dengan pankreas, hati dan caecum. Ujung posteriornya bersinggungan dengan pangkal caecum. Ginjal sebelah kiri melekat longgar sehingga posisinya dapat berubah-ubah dan biasanya lebih ke belakang daripada ginjal kanan. Ujung posteriornya berada pada posisi di bawah processus tranversus lumbal ke tiga. Oleh karena dinding abdomen kuda yang cukup tebal dan rigid maka ginjal pada hewan ini tidak dapat dipalpasi dari luar. Pada sapi, kambing dan domba permukaan atas ginjal kanan bersinggungan dengan iga terakhir dan dua atau tiga processus tranversus verterbra lumbalis pertama, sedang bagian bawahnya bersinggungan dengan hati, pankreas, duodenum dan kolon. Letak ginjal kiri sangat bervariasi. Bilamana rumen hanya terisi sedikit ingesta seperti pada keadaan puasa pakan ginjal kiri terletak sedikit di sebelah kiri garis median tubuh. Setelah makan dan rumen teregang maka ginjal terdorong melampaui garis median tubuh dan berposisi di bawah dan di belakang ginjal kanan, di bawah vertebra lumbalis ke 3, 4, dan 5. Palpasi ginjal melalui dinding abdomen pada hewan-hewan ini pun tidak dapat dilakukan. Pada anjing dan kucing kedua ginjal terletak retroperitoneal dan pada posisi ini ginjal didukung oleh jaringan ikat subperitoneal. Fiksasi tersebut cukup longgar sehingga pada saat bernafas posisi tersebut sedikit bergeser. Ginjal sebelah kanan berada sdikit lebih ke depan dari pada ginjal kiri. Pada kebanyakan anjing ginjal yang kanan tidak secara utuh Universitas Gadjah Mada
7
berada pada rippenbogen. Ujung kranialnya terletak di fossa caudalis hati, sedang batas kanan ginjal terletak di dekat vena cava caudalis. Bagian bawah bersentuhan dengan pankreas dan colon ascendens. Ginjal kiri bagian depan bersinggungan dengan pankreas, sedang bagian permukaan kraniomedial berbatasan dengan permukaan medial limpa dan curvatura major lambung. Bagian medial ginjal kiri berbatasan dengan vena cava caudalis. Di bawah ginjal kiri terletak colon descendens. Pada anjing umumnya hanya bagian ujung kaudal ginjal kiri yang dapat dipalpasi. Pembesaran ginjal akibat tumbuh ganda, cyste atau hydronephrose umumnya dapat diketahui secara baik dengan cara palpasi ini. Sebaliknya, pengecilan.ginjal sangat sulit untuk diketahui dengan cara palpasi. Pada kucing kedua ginjal umumnya dapat dipalpasi dengan baik. Fiksasi retroperitonealnya umumnya lebih longgar dibanding pada anjing dan karena itu posisi ginjal umumnya dapat dirobah-robah oleh jari yang mempalpasi tersebut dan adanya pembesaran padas salah satu ginjal pun dapat diketahui. Lebih dari itu, oleh karena dinding perut kucing umumnya sangat elastis maka pada hewan ini pemeriksaan tentang ukuran dan konsistensi ginjal lebih baik dilakukan dibanding pada anjing. Bahkan terkadang dapat dilakukan pemeriksaan tentang permukaannya pula, sehingga dengan itu dapat dibedakan antara perubahanperubahan dengan retraksi jaringan ikat dan tumbuh ganda. Ureter yang terbentang retroperitoneal baik dalam keadaan normal maupun dilatasi yang hebat tidak mungkin dapat dipalpasi dari luar. Sebagian besar dari kedua ureter tersebut terletak didekat aorta dan vena cava caudalis. Semakin kebelakang ureter melengkung/membelok kebawah dan bermuara di trigonum kandung kencing. Pada hewan besar (kuda, sapi, kambing dan domba) kandung kencing bilamana kosong terletak di bagian depan lantai pelvis. Bilamana terisi oleh urin dan teregang maka vertex kandung kencing bergeser ke depan dan dapat mencapai dinding abdomen bagian ventral serta bersinggungan dengan usus kecil dan kolon kecil. Bagian atas kandung kencing pada hewan jantan bersinggungan langsung dengan rectum, sedang pada hewan betina bersinggungan dengan bagian depan vagina dan corpus uteri. Pemeriksaan fisik terhadap kandung kencing tidak dapat dilakukan melalui dinding abdomen. Pada anjing bagian bawah kandung kencing berbatasan dengan dinding perut dan bagian atas berbatasan dengan colon descendens. Tergantung isi kandung kencing, dinding lateral kandung kencing dapat pula bersinggungan dengan dinding perut. Pada kucing kolon sedemikian sering berberak-gerak sehingga dalam keadaan terisi dapat berada disisi lateral kandung kencing. Hal ini dalam keadaan seperti ini suatu potongan feses dapat dikira batu kandung kencing. Sedangkan konkrement dalam urin sangat berbeda dengan potongan feses. Bilamana dinding perut tidak begitu ditegangkan maka kandung kencing pada anjing dan kucing hampir selalu dapat dipalpasi. Pada keadaan terisi penuh kandung Universitas Gadjah Mada
8
kencing teraba sebagai kumpulan cairan yang diberada pada suatu kantong berdinding elastik. Kandung kencing yang teraba keras (tegang) menunjukkan adanya kontraksi m. detrusor yang meningkat dan harus dinilai sebagai suatu penyimpangan. Kandung kencing yang kososng akan teraba seperti bola jaringan. Posisi/letak kandung kencing sangat tergantung dari tingkat isiannya. Kandung kencing yang terisi penuh akan dapat ditemukan di bagian ventral dan medial hypogastrium, sementara itu bilamana terisi sangat penuh dapat terbentang sampai epigastrium. Pada anjing yang besar palpasi bimanual sebaiknya dilakukan dari arah atas, sedang pada anjing yang kecil dan kucing palpasi sebaiknya dilakukan dengan sebuah tangan dari arah ventral. Tingkat isian dapat dinilai dengan palpasi permukaaan kandung kencing. Dengan melakukan palpasi yang lebih dalam kadang-kadang dapat dijumpai adanya abnormalitas dinding kandung kencing (Tumor) dan isi kandung kencing (Batu). Prostata Pada hewan besar prostata terletak di dalam cavum pelvis sehingga palpasi melalui dinding abdomen terhadap organ ini tidak mungkin dilakukan. Sebagaimana pada hewan besar, pada anjing dan kucing prostata yang tidak mengalami perubahan terletak didalam cavum pelvis dan tidak dapat dipalpasi dari abdomen. Bilamana terjadi pembesaran yang sangat maka prostata akan teraba masa jaringan yang amat kuat melekat di bagian hypogastrium. Bila pembesaran tersebut dikarenakan oleh adanya cyste maka dapat dikelirukan dengan kandung kencing. Kadangkadang kandung kencing dan prostata keduanya dapat dipalpasi, namun mungkin untuk membedakan kedua organ tersebut perlu diperiksa lebih teliti sekali lagi, seperti dengan palpasi ulang setelah kandung kencing dikosongkan dengan katheterisasi.
Pemeriksaan rektal Ginjal Pada kuda dan sapi palpasi dapat dilakukan melalui explorasi rektal. Pada domba, kambing dan hewan kecil lain pemeriksaan dengan explorasi rektal tidak dapat menjangkau organ ginjal. Ureter Ureter normal tidak terdeteksi pada pemeriksaan fisik melalui explorasi rektal. Namun demikian, pada hewan besar bila ureter mengalami distensi, seperti pada kasus pyelonefritis dan hydronephrosis, dapat teraba sebagai pipa yang fleksibel yang mungkin akan menunjukkan pulsasi bilamana ditekan dengan kekuatan yang bervariasi. Urethra
Universitas Gadjah Mada
9
Urethra terbentang di garis median pada dasar pelvis dan pada hewan jantan dapat diraba di kaudal dari prostata sampai Beckenumschlag. Pada hewan betina sepanjang urethra dapat dipalpasi di daerah ini. Urethra yang normal akan teraba glatt dan geschmeidig dan mudah bergerak di permukaaan dasar pelvis. Prostata Prostata pada anjing jantan yang tidak dikastrasi dan telah mencapai dewasa kelamin dapat dipalpasi secara rektal dengan baik. Di atas garis median hampir selalu dapat diraba adanya suatu sulcus. Hal tersebut mempunyai keterkaitan dengan suatu septum median yang membagi prostata menjadi dua, lobus kanan dan kiri. Dengan bertambahnya umur maka bertambah pula ukuran prostata (hypertrophie). Suatu hypertrophie yang sangat akan menyebabkan terjadinya pergeseran kearah abdominal, sehingga kadang-kadang prostata tidak dapat diraba secara rektal. Setelah kastrasi prostata mengalami atrophie yang sangat kuat, meskipun demikian kadang prostata masih bisa diraba secara rektal. Untuk mengetahui adanya pembesaran dan perluasan prostata, maka pada saat dilakukan pemeriksaan rektal bagian hypogastrium diangkat dengan tangan lain lebih tinggi sehingga telapak tangan tersebut berada didepan pelvis. Bila hypogastrium semakin tinggi ditekan maka prostata akan terdorong ke atas dan ke arah pelvis dan dengan demikian akan mempermudah dalam memeriksa prostata. Pemeriksaan prostata pada kucing jarang dilakukan. Bilamana dilakukan maka pemeriksaan ini harus dilakukan dengan jari kecil dan kadang-kadang diperlukan sedasi. Sebagaimana pada hewan kecil, prostata pada hewan besar dapat diperiksa dengan palpasi secara rektal.
Pemeriksaan penis dan preputium Pada kuda glans penis memiliki permukaan yang konvek, dikelilingi batas tepi yang meninggi (corona glandis) dan bagian bawahnya memiliki depresi yang dalam (fossa glandis). Pada fossa glandis inilah urethra menonjol sepanjang 2 cm sebagai pipa bebas yang disebut processus urethrae. Preputium bagian luar membentang dari scrotum sampai beberapa cm dari umbilicus. Orificium dari preputium berada di dekat umbilicus tersebut. Pada sapi penis berbentuk silidris dan di belakang scrotum membentuk bangunan berbebtuk "S" yang di sebut flexura sigmoidea. Glans penis memiliki ujung yang terpilin dan memilki panjang 8 cm. Orificium urethrae externum berlokasi di ujung cekungan yang terbentuk oleh bangunan spiral tersebut. Preputium pada sapi cukup panjang (40 cm) dan sempit. Orificium dikelilingi oleh rambut yang panjang dan berlokasi 5 cm di belakang umbilicus.
Universitas Gadjah Mada
10
Pada kambing dan domba ditemukan adanya processes urethrae yang memiliki panjang 3 cm dari glans penis. Glans penis pada anjing terdiri dari bulbus dan pars longa. Pars longa berada di 3/4 bagian distal. Bulbus yang beada di bagian proximal merupakan suatu perlebaran kavernosa dari corpus spongiosum. Pada saat ereksi penis, terutama bagian dorsal dari bulbus, dapat sangat membengkak. Pada bagian bawah dari corpus spongiosum dilalui oleh urethra yang sebagian dikelilingi oleh os penis. Preputium sebagian besar melekat pada dinding perut dan hanya bagian ujung saja yang bebas.Dalam keadaan tidak ereksi preputium menutupi pars longa dan sebagian bulbus penis. Bilamana penis atau sebagiannya tidak tetutupi oleh preputium dalam waktu lama dan terjadi suatu kemacetan maka keadaan demikian sering disebut paraphimosis. Selaput lendir preputial dipenuhi oleh limfonoduli yang sebagian besar berada di posisi kantong selaput lendir di atas penis. Pemeriksaan inspeksi terhadap penis dan preputium utamanya sangat penting bilamana terjadi perdarahan yang tidak terkait dengan miksi. Hal tersebut kadang-kadang disebabkan oleh adanya lesi-lesi yang akan ditemukan bila dilakukan inpeksi terhadap selaput lendir preputium dan penis secara cermat.Dalam keadaan normal selaput lendir ini berwarna rosa, glatt (kecuali limfonoduli) dan lembab. Pada sejumlah anjing jantan selaput lendir ini kadang mudah sekali mengalami peradangan yang mengakibatkan adanya kemerahan dan munculnya material radang yang bersifat purulen di sekitar mulut preputium. Inspeksi preputium dan penis pada hewan besar dapat dilakukan pada posisi hewan berdiri. Pada kuda penis dapat di keluarkan dengan memasukkan tangan ke dalam cavum preputium, memegang daerah belakang glans penis dan kemudian menarik penis tersebut keluar. Pada sapi, domba dan kambing jantan pengeluaran penis dapat diusahakan dengan mendekatkan hewan betina atau menaiki betina palsu yang dilengkapi dengan vagina buatan. Pada keadaan demikian biasanya penis dapat diinspeksi meskipun dengan waktu yang relatif pendek. Inspeksi pada anjing dilakukan pada posisi hewan rebah lateral. Bilamana punggung anjing sedikit agak dibungkukkan dan Becken didorong kedepan maka penis dengan mudah dikeluarkan dari preputium. Dengan satu jari yang ditekankan di lipatan kulit antara preputium dan dinding perut dan mendorong preputium melampaui pars longa penis ke arah belakang, maka dengan demikian penis akan keluar pada posisi yang agak ke arah ventral dan preputium tergeser melewati bulbus. Selain inspeksi, dapat pula dilakukan palpasi terhadap penis dan bagian dalam cavum preputium.
Pemeriksaan vulva dan vagina Vulva
Universitas Gadjah Mada
11
Selain aspek-aspek yang terkait dengan ginekologi, maka perhatian terhadap keadan vulva pun perlu diperhatikan. Disamping adanya pembesaran klitoris, keadaan vulva yang berada pada posisi vetrokranial sering menjadi tanda adanya interseksualitas. Selanjutnya juga harus diperhatikan pula kulit dan bulu disekitar vulva. Bulu disekitar vulva yang basah (lembab) dan mungkin juga disertai adanya perubahan-perubahan kulit dapat menjadi suatu tanda adanya incontinentia urinae. Vagina Pada kuda dan sapi orificium urethrae externum berlokasi di lantai vulva yang berbatasan dengan vagina. Posisi orificium urethrae ini kurang lebih 10 - 12 cm dari commissura ventralis vulva. Pada kambing dan domba posisi orificium urethrae externum sama seperti pada sapi namum pada jarak yang lebih pendek dari commissura ventralis labia vulva. Pada hewan-hewan ini, termasuk anjing betina yang besar dan memiliki vagina yang cukup besar, urethra dapat diraba dengan jari di dasar pelvis. Orificium urethrae akan teraba seperti suatu Eindellung pada dinding ventral vagina yang berbatasan dengan lantai vulva pada posisi arcus ischiadicus. Kearah cranial akan teraba urethra seperti Strang yang begitu jelas. Pada anjing urethra meiliki diameter kurang lebih 0,5 cm. Dalam rangka pemeriksaan urologi dengan vaginoskop maka orificium urethrae perlu diperhatikan dengan baik. Pada pemeriksaan tersebut hares diperhatikan penampakan selanut lendir dan kemungkinan adanya deformasi. Katheterisasi kandung kencing Dengan
melakukan
katheterisasi
kandung
kencing
maka
dapat
diketahui
kemungkinan adanya obstruksi urethra secara mekanis. Selain pada hewan tertentu seperti sapi, kambing dan babi jantan, dalam keadaan normal katheter dapat dimasukkan kedalam kandung kencing tanpa adanya kesulitan. Dengan cara ini maka dapat dilakukan pengukuran volume secara tepat. Pada hewan-hewan yang sebelum dilakukan katheterisasi telah urinasi, maka volume kencing yang terkumpul merupakan volume sisa kencing. Volume kencing tersisa tersebut umumnya hanya beberapa mililiter. Urin yang terkumpul dapat digunakan untuk pemeriksaan labotratorik. Namun demikian perlu juga mendapat perhatian bahwa katheterisasi dapat dengan mudah menimbulkan kelukaan kecil dan ringan pada urethra dan atau selaput lendir kandung kencing sehingga di dalam kencing yang diperoleh melalui katheterisasi tersebut sering dijumpai adanya darah yang lebih banyak daripada kencing yang dikoleksi dari proses urinasi spontan. Lebih dari itu, kencing yang diperiksa melalui katheterisasi juga dapat digunakan untuk
pemeriksaan
bakteriologik.
Meskipun
demikian
tetap
juga
harus
selalu
dipertimbangkan bahwa meskipun pelaksanaan katheterisasi dilakukan dengan penanganan yang aseptis tetap terbuka kemungkinan adanya kontaminasi bakteri dari saluran kencing Universitas Gadjah Mada
12
bagian perifer sehingga dapat menimbulkan kesulitan dalam mengevaluasi kuman yang ada di dalam kandung kencing. Untuk mengatasi kemungkinan pencemaran seperti itu maka pengambilan sampel kencing dari kandung kencing dengan cara pungsi kandung kencing akan memberi hasil yang lebih baik. Pungsi kandung kencing yang terisi penuh oleh kencing dapat dilakukan pada garis median tubuh.
Katheterisasi hewan jantan Pada kuda jantan penis perlu dikeluarkan dari preputium sehingga katheter dapat dimasukkan ke dalam urethra dengan baik. Kadang-kadang hal ini sulit dilakukan dan untuk itu memerlukan pemberian tranquilizer. Oleh karena urethra pada kuda cukup panjang maka diperlukan katheter yang cukup rigid tetapi juga harus fleksibel. Pada sapi, pemasangan katheter urethra memerlukan adanya relaksasi m. retractor penis (pembiusan pada N. pudenda). Setelah m. retractor penis terrelaksasi selanjutnya penis ditarik dari cavum preputium untuk meniadakan fleksura sigmoidea. Untuk keperluan ini diperlukan katheter yang mempunyai panjang 290 cm dengan diameter 2,5 - 3 mm. Pada kambing/domba tidak dapat dilakukan katheterisasi oleh karena ujung katheter tidak mungkin dimasukkan melalui processus urethrae. Pada anjing dan kucing, katheterisasi sangat mungkin dilakukan karena penis sangat mudah dijangkau. Setelah lobang preputium dibersihkan secara baik dengan krem disenfektan, penis dikeluarkan dari preputium dan selanjutnya dilakukan desinfensi orificium urethrae. Katheter dilumasi dan dedesinfeksi dengan krem desinfektan tersebut. Pada anjing dan kucing, dengan cara memegang penis dan katheter seperti yang terlihat pada Gambar 6 maka katheterisasi dapat dilakukan dengan resiko kontaminasi yang sangat minimal. Pada anjing jantan yang sehat, biasanya disaat katheter didorong melalui os penis dijumpai adanya hambatan. Dengan manipulasi/tekanan yang hati-hati maka hambatan tersebut dapat dilalui, namun demikian bilamana pada posisi ini dijumpai adanya konkremen urin maka usaha seperti ini tidak akan berhasil. Hambatan yang ringan dapat juga dijumpai ketika katheter melalui urethra yang membelok tajam di daerah arcus ischiadicus. Dengan katheter yang fleksibel dan memiliki ukuran yang cocok untuk hewan yang diperiksa maka katheterisasi tersebut dapat dilakukan tanpa adanya kesulitan apapun. Pada kucing jantan urethra lurus. Penis yang telah dikeluarkan diarahkan ke belakang. Dengan menggunakan katheter yang kecil maka katheter dapat didorong masuk ke dalam kandung kencing tanpa adanya kesulitan apapun. Kathetirisasi hewan betina Universitas Gadjah Mada
13
Tidak seperti pada hewan jantan, orificium urethrae pada hewan betina tidak dapat dilihat dari luar. Pada kuda, sapi dan anjing betina katheterisasi dapat dilakukan dengan mudah. Namun demikian, untuk keperluan itu terkadang diperlukan spikulum (kuda dan anjing). Pada sapi, pemasukan katheter ke dalam urethra kadang memerlukan adanya pemasukan ujung salah satu jari ke dalam diferticulum suburethralis sehingga ujung katheter mudah diarahkan ke orificium urethrae. Pada kambing/domba, meski telah dibantu dengan spikulum, kadangkala pemasukan katheter secara langsung ke oroficium urethrae menjadi sangat sulit karena diverticulum suburethrae pada hewan ini sangat kecil. Pada anjing-anjing betina yang besar dengan lobang vestibulum ke arah vagina yang tidak sempit katheterisasi dapat dilakukan dengan bantuan/bimbingan jari. Ujung jari telunjuk diposisikan di kranial dari orificium urethrae, sementara itu katheter diletakkan di bawah telunjuk tersebut dan selanjutnya dengan tekanan jari katheter didorong masuk melalui orificium. Bilamana katheter dapat didorong kedepan dan ujung jari telunjuk tidak merabanya maka dapat dipastikan bahwa katheter masuk pada tempat yang semestinya. Pada anjing-anjing betina yang kecil sebaiknya digunakan vaginoskop. Setelah orificium urethrae teramati katheter dapat dimasukkan dan didorong masuk ke dalam kandung kencing. Pada kucing betina katheterisasi berlangsung tanpa kita dapat memantaunya secara nyata (buta). Dengan sedikit tarikan pada vulva maka vagina akan tertarik ke arah beLakang dan selanjutnya katheter yang tidak terlalu kecil dan cukup kaku didorong melalui atas lipatan selaput lendir vestibulum bagian bawah secara hati-hati ke arah depan. Dalam pelaksanaanya penanganan yang sangat hati-hati sangat diperlukan karena sentuhan berulang-ulang pada cervix dapat menimbulkan perlawanan yang hebat. Kepastian bahwa katheter masuk ke dalam kandung kencing baru dapat diteguhkan bilamana kencing telah mengalir melalui katheter. Kadang kala, sebagaimana pada anjing yang kecil, diperlukan melihat orificium dengan alai Bantu (seperti otcskop). Pemeriksaan-pemerikaaan yang lain Untuk memenuhi kebutuhan praktis diperlukan beberapa pemeriksaan lain, antara lain: 1. Pemeriksaan kencing (biokimiawi dan morfologi) Pemeriksaan terhadap kencing dapat meliputi hal-hal berikut: a.
Warna
b.
Kejernihan
c.
Kekentalan
d.
Bau
e.
Berat Jenis
f.
Konsentrasi ion hidrogen (pH) Universitas Gadjah Mada
14
g.
Protein
h.
Hemoglobin
i.
Myoglobin
j.
Garam empedu
k.
Benda keton
l.
Pigmen empedu
m. Endapan
2. Pemeriksaan darah (ke arah fungsi-fungsi ginjal) Meliputi pemeriksaan-pemeriksaan metabolit yang dikeluarkan melalui sistema urinaria, antara lain: a.
Urea
b.
Kreatinin
c.
Elektrolit (Ca dan P)
3. Pemeriksaan bakteriologik (dengan antibiogramm) 4. Kuantifikasi pembuangan protein 5. Pemeriksaan fungsi ginjal (seperti, clearance kreatinin dn.) 6. Pemeriksaan radiologik Rangkuman Pemeriksaan fisik sistema urinaria pada hewan jantan dan betina dilakukan dengan metoda adspeksi/inspeksi, palpasi (baik dari luar maupun rektal), radiologik, ultrasonografi. Sementara itu, juga diadakan pemeriksaan terhadap urin (fisik, kimia dan mikrobiologik) dan fungsi ginjal (clearance, kimia klinik)
C. PENUTUP Latihan 1.
Pada
saat
anamnesa
dapat
diperoleh
informasi
tentang
adanya
beberapa
gejala/perubahan yang sering ditemukan oleh pemilik hewan yang menderita gangguan ginjal. Sebutkan gejala/perubahan-perubahan tersebut! 2.
Jelaskan cara pemeriksaan fisik baik dari dinding tubuh maupun melalui rektum terhadap ginjal saluran kencing dan kandung kencing!
3.
Sebutkan beberapa pemeriksaan laboratorik terhadap urin dan darah (plasma/serum) yang mempeunyai keterkaitan erat dengan pemeriksaan sistema urinaria.
4.
Terangkan cara kateterisasi anjing jantan danbetina!
Universitas Gadjah Mada
15
DAFTAR PUSTAKA Baumgartner,
W.
(1999).
Klinische
Propaedeutik
der
inneren
Krankheiten
und
Hautkrankheiten der Haus- und Heimtiere, 4th ed., Parey Buchverlag, Berlin
Boddie, F. 1962. Diagnostic methods in veterinary medicine. Oliver and Boyd, Edinburgh and London. Kelly, W.R. 1974. Veterinary clinical diagnosis. 2nd ed. Bailliere Tindall.
Marek, J. and Mocsy, J. 1951. Lehrbuch der klinischen Diagnostik der inneren Krankheiten der Haustieren. 4 Aufl., Verlag von Gustav Fischer, Jena.
Rijnberk, A. and H.W. de Vries. 1993. Anamnese und koerperliche Untersuchung kleiner Haus- und Heimtiere. Gustav Fischer Verlag, Jena, Stuttgart.
Universitas Gadjah Mada
16
SENARAI Adspeksi Anamnesa Angiografi Anuria Auskultasi Biopsi Bradikardia Bronchoskopi Defekasi Diagnosa Diastole Dispnu Disuria Echokardiografi Ekspirasi Eksplorasi rektal Elektrokardiografi Ikhterus Incontintia Inspeksi Inspirasi Insufisiensi Katheterisasi Miksi Oliguria Otoskop Palpasi Perkusi Perkusi Phonendoskop Polidipsi Polidipsia Poliuria Pollakiuria Prognosa Pulsus Pulsus venosus Universitas Gadjah Mada
17
Pungsi Respirasi Sekret Sistole Spikulum Suara bronchial Suara friksi Suara ronchi Suara vesikuler Symptome Takhikardia Takhipnu Ultrasonografi Urinasi Vaginoskop
Universitas Gadjah Mada
18