BAB VIII APLIKASI MODEL
8.1.
Umum
Seluruh tahapan dalam proses pengembangan model pemilihan moda, pada akhirnya bertujuan untuk memperoleh prediksi jumlah penumpang yang menggunakan moda tertentu jika diaplikasikan suatu kondisi tertentu. Model pemilihan moda ini sebenarnya memegang peranan yang sangat penting dalam perencanaan transportasi, karena peran kunci dari angkutan umum yang menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien dibandingkan dengan angkutan pribadi.
Oleh karena itu untuk memperoleh gambaran probabilitas penumpang moda angkutan umum, terlebih dahulu perlu diidentifikasi variabel-variabel yang menarik individu dalam memilih suatu moda. Jika hal tersebut telah dapat diidentifikasi, dapat dikembangkan model pemilihan moda yang merupakan fungsi dari utilitas moda angkutan. Berdasarkan model pemilihan moda yang telah dikembangkan, maka dapat dibuat skenario-skenario penerapan pelayanan moda angkutan penumpang, sehingga didapatkan hasil yang optimal.
Dalam menerapkan skenario-skenario aplikasi pelayanan suatu moda angkutan penumpang, alangkah baiknya terlebih dahulu diketahui kepekaan (sensitifitas) atributatribut yang mendukung model tersebut. Hal ini cukup penting, mengingat penerapan skenario harus memiliki arahan dan batasan yang jelas, terutama batasan mengenai kemampuan variabel-variabel bebas untuk mempengaruhi perubahan variabel tidak bebas.
Pada penelitian ini, digunakan konsep logit biner (binary logit), yaitu memperkirakan probabilitas pemilihan moda dengan melihat selisih utilitas antar dua moda yang dibandingkan. Konsep ini memiliki probabilitas pemilihan moda maksimum mendekati 100% dan minimum mendekati 0%. Semakin besar selisih utilitas, maka probabilitas pemilihan moda yang diperoleh akan semakin mendekati 100%, tetapi tidak pernah secara riil mencapai 100%. Hal ini disebabkan karena grafik dari logit biner ini bersifat asimtosis pada nilai probabilitas 0% dan 100%.
BAB VIII – APLIKASI MODEL
8.2
Grafik Pemilihan Moda
Grafik pemilihan moda pada penelitian ini merupakan suatu grafik yang menghubungkan probabilitas pemilihan moda transportasi tertentu terhadap selisih utilitas kedua moda yang dibandingkan, yaitu bus dengan moda pembanding lain. Sumbu x adalah nilai dari perbandingan utilitas pemilihan moda sedangkan sumbu y adalah probabilitas pemilihan moda. Akan terlihat pergeseran pemilihan moda dari bus menjadi moda pembanding dan sebaliknya, yang dipengaruhi oleh perubahan besaran selisih dari tiap – tiap atribut. Semakin tinggi selisih utilitas bus – moda lainnya, maka akan semakin besar peluang individu untuk memilih moda bus, begitu juga sebaliknya. Sedangkan peluang yang imbang ( P = 50 % ) seharusnya terjadi saat selisih utilitas kedua moda sama dengan nol. Model pemilihan moda yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dihasilkan dari pendekatan metoda multiple linear regression, dengan alasan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya.
Tabel 8.1 Utilitas dan Probabilitas untuk Model Bus – Mobil Pribadi
Gambar 8.1 Grafik Pemilihan Moda untuk Model Bus-Mobil Pribadi Rino Iman Maizar (15004135) Aal Auladzi (15004156)
VIII - 2
BAB VIII – APLIKASI MODEL
Grafik diatas memperlihatkan besar probabilitas pemilihan bus dibandingkan dengan mobil pribadi, dengan atribut dan level pelayanan yang diberikan pada saat survey SP. Berdasarkan tabel 8.1, diperoleh nilai utilitas maksimum dari pelayanan bus tersebut sebesar 1.485 dan dengan probabilitas pemilihan bus sebesar 81.5 % sedangkan nilai utilitas minimum diperoleh sebesar -0.817 dengan probabilitas pemilihan bus 30.6 %. Pembuatan grafik diatas adalah berdasarkan urutan utilitas tertinggi hingga terkecil. Berikut ini tabel Probabilitas dan Ulititas maksimum untuk Moda Pembanding lainnya.
Tabel 8.2 Utilitas dan Probabilitas Bus Berbagai Model
Grafik pemilihan moda bagi moda-moda pembanding lainnya dapat dilihat pada Lampiran.
8.3.
Elastisitas dan Sensitifitas Model
8.3.1. Elastisitas Model
Analisis Elastisitas model dilakukan untuk mengetahui seberapa elastis persentase perubahan perilaku variabel tidak bebas dalam hal ini persentase perubahan probabilitas pemilihan moda terhadap persentase perubahan nilai variabel bebasnya (nilai atribut-atribut pendukung).
Untuk mengaji nilai elastisitas model, digunakan level atribut nilai tengah yang dinilai mampu mewakili nilai-nilai atribut lainnya. Penentuan titik acuan dalam pengkajian nilai elastisitas ini sangatlah penting karena setiap titik pada grafik probabilitas memiliki arti nilai elastisitas yang berbeda-beda. Berikut disajikan tabel pendekatan nilai – nilai yang digunakan dalam analisis elastisitas langsung: Tabel 8.3 Nilai Tengah Atribut Untuk Tiap Moda Pembanding
Rino Iman Maizar (15004135) Aal Auladzi (15004156)
VIII - 3
BAB VIII – APLIKASI MODEL
Dalam analisis elastisitas ini dikaji persentase perubahan probabilitas pemilihan moda bus sebagai akibat dari persentase perubahan nilai atribut moda dan bukan terhadap selisih nilai atribut kedua moda. Sedangkan untuk menghitung probabilitas pemilihan modanya tetap didasarkan atas selisih nilai atribut kedua moda, yaitu selisih nilai atribut bus diatas dengan nilai atribut moda eksisting.
Tabel 8.4 Perhitungan Nilai Probabilitas Dan Utilitas Bus – Moda Eksisting
Nilai utilitas diatas dihitung berdasarkan dari fungsi utilitas yang dihasilkan dengan metoda multiple regression linear. Sedangkan nilai probabilitas bus tersebut diperoleh dari persamaan model binomial logit, yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Tabel 8.5 Nilai Elastisitas Langsung
Untuk model bus – motor, pada atribut waktu tempuh diperoleh nilai elastisitas atribut sebesar -3.146, berarti bahwa kenaikan waktu tempuh sebesar 1% akan menurunkan probabilitas pemilihan bus sebesar 3.146%. Dikatakan bahwa waktu tempuh merupakan atribut yang elastis. Dan nilai elastisitas atribut Waktu tunggu adalah sebesar -0.187, berarti bahwa kenaikan jeda antar keberangkatan sebesar 1% akan menurunkan probabilitas pemilihan bus sebesar 0.187%. Dikatakan bahwa waktu tunggu merupakan atribut yang inelastis. Suatu atribut dikatakan bersifat elastis bila memiliki nilai elastisitas lebih dari sama dengan 1%.
Dari hasil permodelan elastisitas dapat dilihat bahwa atribut waktu tempuh adalah atribut yang elastis, dan elastisitas tertinggi terlihat pada bus vs motor, yang berarti bahwa dengan kenaikan waktu tempuh, penurunan probabilitas pemilihan bus akan terlihat paling signifikan pada moda pembanding motor. Tarif adalah atribut yang elastis pada moda pembanding motor. Atribut waktu tunggu dan waktu operasional bersifat inelastis terlihat
Rino Iman Maizar (15004135) Aal Auladzi (15004156)
VIII - 4
BAB VIII – APLIKASI MODEL
dari nilai elastisitas kurang dari 1%. Dari nilai elastisitas yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa pemilihan moda sangat dipengaruhi oleh waktu tempuh.
Tabel 8.6 Nilai Elastisitas Silang
Dari tabel diatas terlihat bahwa kecenderungan nilai elastisitas silang yang diperoleh untuk atribut waktu tempuh lebih besar daripada nilai elastisitas langsung kecuali untuk moda pembanding motor. Hal ini berarti bahwa respon perubahan probabilitas pemilihan moda bus lebih besar dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada nilai waktu tempuh moda eksisting koridor Cibiru - Dago. Untuk model bus - mobil pribadi dan bus - motor, atribut tarif bersifat elastis. Hal ini berarti jika tarif mobil pribadi atau motor turun maka probabilitas pemilihan bus akan turun.
Pada model mobil pribadi dan motor, karena mobil dan motor bisa berangkat kapan saja, maka nilai waktu tunggu mobil dan motor adalah nol. Sedangkan untuk angkot karena nilai waktu tunggu angkot dan koefisien pengali sangat kecil, maka nilai elastisitas silang dari waktu tunggu angkot mendekati nol.
8.3.2. Sensitifitas Model
Nilai sensitifitas adalah suatu metoda analisis yang bertujuan mengkaji perubahan probabilitas pemilihan moda bus, jika dilakukan perubahan nilai atribut secara gradual. Perbedaan dengan nilai elastisitas adalah nilai elastisitas mengambil satu titik acuan, sedangkan nilai sensitifitas mengambil beberapa titik pengamatan. Perhitungan nilai sensitifitas yang dilakukan pada penelitian ini, diterapkan untuk 3 model yang berbeda-beda. Berikut disampaikan prosedur perhitungan nilai sensitifitas.
1. Nilai selisih atribut model diurutkan dari yang terbesar hingga terkecil. 2. Menentukan nilai utilitas dan probabilitas sesuai dengan skenario yang digunakan. 3. Menggambarkan grafik hubungan probabilitas pemilihan moda dengan nilai selisih
Rino Iman Maizar (15004135) Aal Auladzi (15004156)
VIII - 5
BAB VIII – APLIKASI MODEL
atribut kedua moda sesuai dengan skenario yang dipakai.
Pada tugas akhir ini, nilai sensitifitas yang diukur didasarkan atas nilai tengah dari selisih atribut kedua moda. Karena nilai tengah ini dianggap mewakili level positif dan negatif dari desain kuesioner SP. Adapun skenario yang disusun untuk mengkaji nilai sensitifitas model adalah sebagai berikut : 1. Waktu tempuh disusun dengan memperbesar dan memperkecil level selisih atribut dari nilai tengah selisih atribut tersebut. 2. Tarif di-expand lebih besar dan lebih kecil dari nilai tengah selisih atribut. 3. Waktu tunggu diperlebar dan dipersempit. 4. Waktu Operasional dibuat lebih besar dan lebih kecil dari nilai tengah selisih atribut.
Analisis sensitifitas untuk tiap 1 atribut ini dilakukan dengan mengasumsikan bahwa atribut lain yang sedang tidak diamati adalah tetap (tidak berpengaruh). Analisis ini harus dilakukan untuk tiap-tiap atribut dari masing-masing model. Jadi akan ada empat analisis sensitifitas yang dilakukan, yaitu sensitifitas terhadap perubahan waktu tempuh, sensitifitas terhadap perubahan tarif, sensitifitas terhadap perubahan waktu tunggu, serta terhadap waktu operasional bus.
Berdasarkan nilai sensitifitas, maka juga dapat diperoleh nilai-nilai atribut pada titik kritis. Titik kritis yaitu titik dimana level atribut pelayanan bus saat itu menyebabkan calon pengguna bus mulai beralih ke moda lain. Pada titik kritis ini nilai selisih utilitas akan bernilai nol, yang berarti juga bahwa probabilitas pemilihan bus adalah sebesar 50%.
Gambar 8.2 Grafik Sensitifitas Waktu Tempuh Model Bus – Mobil Pribadi Rino Iman Maizar (15004135) Aal Auladzi (15004156)
VIII - 6
BAB VIII – APLIKASI MODEL
Suatu atribut dikatakan sensitif terhadap perubahan, jika grafik sensitifitas yang terbentuk memiliki kemiringan yang cukup tajam (curam). Atribut yang sensitif berarti bahwa sedikit perubahan yang terjadi pada atribut ini, menyebabkan adanya perubahan yang besar pada probabilitas pemilihan moda. Seperti contoh pada gambar diatas. Bila, selisih waktu tempuh dinaikkan, atau dapat berarti waktu tempuh bus bertambah dengan kondisi waktu tempuh mobil pribadi tetap, maka probabilitas pemilihan bus akan berkurang, begitu juga sebaliknya. Sedangkan grafik sensitifitas lainnya dapat dilihat pada lampiran.
Berdasarkan grafik diatas, dapat dikatakan bahwa untuk model bus – mobil pribadi, waktu tempuh merupakan atribut yang sensitif. Hal ini dikarenakan grafik diatas memiliki kemiringan negarif yang cukup tajam, dimana berarti bahwa makin lama waktu berjalan bus dari koridor Cibiru - Dago, maka semakin besar probabilitas calon penumpang bus yang beralih ke moda lainnya.
Pada tabel berikut akan terlihat nilai – nilai atribut pada titik kritisnya. Yaitu titik dimana nilai utilitas adalah nol. Yang berarti bahwa probabilitas pemilihan moda bus adalah 50%.
Tabel 8.7 Tabel Nilai – Nilai Atribut Pada Titik Kritis Model
Bus - Mobil Pribadi Bus - Motor
Moda
Tarif (Rupiah)
Waktu tunggu
Waktu Operasional (jam)
71.85
5836.6
26.2969743
-9.54
Bus Mobil Pribadi Bus
60
10000
0
24
68.61
6040.4
19.5585
34
Motor
60
5500
0
24
75.726
7852.5
18.994
-9.976
75
6000
1
20
Bus Bus - Angkot
Waktu Tempuh (Menit)
Angkot
Pada tabel di atas terlihat bahwa nilai atribut untuk waktu operasional tidak masuk akal karena nilai selisih yang dibutuhkan agar nilai utilitas bus – moda pembanding lainnya sama dengan nol, sangat besar sehingga melebihi angka kewajaran. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh nilai utilitas waktu operasional secara statistik tidak signifikan.
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa waktu tempuh dan tarif merupakan atribut yang sensitif. Karena selisih dari tiap-tiap atribut yang diaplikasikan untuk Rino Iman Maizar (15004135) Aal Auladzi (15004156)
VIII - 7
BAB VIII – APLIKASI MODEL
mencapai titik kritis sangatlah kecil, berarti perubahan yang kecil dari atribut tersebut akan menyebabkan perubahan probabilitas pemilihan moda yang besar. Sedangkan Waktu tunggu merupakan atribut yang tidak begitu sensitif. Hal ini disebabkan, pada atribut ini dibutuhkan selisih nilai yang besar antara lain bus bus dengan moda lainnya. Ini terjadi terutama pada model bus – mobil pribadi.
8.4.
Penyusunan Skenario dan Analisis Demand
8.4.1
Gambaran Eksisting Angkutan Kota dan Motor
Sebelum melakukan analisa terhadap gambaran demand bus, ada baiknya melihat kondisi preferensi antara motor dan angkot. Tujuan dari survey ini adalah untuk preferensi dari pengguna angkot dan motor bila level dari atribut angkot diubah. Survey ini sendiri akan dilakukan dengan menggunakan metode Stated Preference. Atribut level negatif angkot yang dipakai adalah atribut yang didapat dari survey SP sedangkan untuk level positif digunakan asumsi angkot mengalami perbaikan kinerja, kecuali untuk waktu tunggu. Tarif diturunkan menjadi Rp. 3000, waktu tempuh menjadi 60 menit, dan waktu operasional menjadi 24 jam. Sedangkan untuk atribut waktu tunggu karena diasumsikan angkot akan memiliki tempat khusus untuk menaik – turunkan penumpang, maka waktu tunggu menjadi 5 menit. Karena, waktu tunggu kondisi eksisting adalah 1 menit, maka waktu tunggu 5 menit dijadikan level negatif. Dari hasil survey, dengan metode regresi linear maka didapat rumusan sebagai berikut:
Model utilitas atau pemilihan Angkot vs Motor UAngkot-Motor
= 0.95875 – 0.09479 . waktu tempuh – 0.00028 . tarif – 0.06871 . waktu tunggu + 0.02779 . waktu operasional
Keterangan mengenai satuan peubah-peubah bebas yang digunakan : Tarif
=
Selisih Tarif Angkot dengan moda lainnya (Rp)
Waktu Tempuh
=
Selisih Waktu Tempuh Angkot dengan moda lainnya (mnt)
Waktu tunggu
=
Selisih Waktu jeda keberangkatan Angkot dengan moda lainnya (mnt)
Waktu Operasional =
Rino Iman Maizar (15004135) Aal Auladzi (15004156)
Selisih Waktu Operasional bus dengan moda lainnya. (jam)
VIII - 8
BAB VIII – APLIKASI MODEL
Dari rumus yang didapat, maka dapat dihitung utilitas dan probabilitas pemilihan angkot untuk tiap kondisi permodelan.
Tabel 8.8 Kondisi Angkot Vs Motor Sebelum dan Sesudah Perubahan Level Atribut
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa bila kondisi pelayanan angkot tetap, maka probabilitas pengguna angkot adalah sebesar 31.342% dan probabilitas pengguna motor sebesar 68.658%. Dengan perubahan level atribut angkot, maka probabilitas pengguna angkot menjadi sebesar 78.936% sedangkan probabilitas pengguna motor sebesar 21.064%.
Untuk mengecek validitas, maka data dari hasil survey untuk kondisi eksisting dapat dibandingkan dengan jumlah total pengguna angkot dan motor dengan kondisi pelayanan angkot tetap. Dari data kondisi perjalanan kota Bandung. Maka didapat data sebagai berikut: -
Jumlah penumpang Motor di Bandung: 1415769 penumpang perhari
-
Jumlah penumpang Angkot di Bandung: 745125 penumpang perhari
Jadi presentase real dari motor adalah sebesar 65.52% dan presentase real dari angkot sebesar 34.48%. Berarti presentase yang didapat dari persamaan utilitas berbeda walaupun tidak terlalu jauh berbeda dengan kondisi real. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena adanya atribut – atribut lain yang berpengaruh yang tidak dimasukkan kedalam penelitian. Walaupun begitu, bila ingin dibuat kebijakan untuk mengurangi penggunaan angkot, tetap dapat mengikuti rumus utilitas yang telah didapat lalu akan dapat ditentukan level atribut yang sesuai untuk masing – masing moda dengan trial and error.
8.4.2
Aplikasi Skenario dan Analisis Demand Bus
Setelah mengetahui elastisitas dan sensitifitas dari tiap atribut yang ditinjau, maka selanjutnya dapat dibuat suatu permodelan dan analisis demand dengan skenario tertentu. Rino Iman Maizar (15004135) Aal Auladzi (15004156)
VIII - 9
BAB VIII – APLIKASI MODEL
Analisis ini berguna untuk mengetahui seberapa besar perpindahan pengguna moda lain menjadi pengguna bus dan besar kebutuhan demand agar kemudian dapat dihasilkan sistem operasi bus yang sesuai. Sebelumnya, perlu dilihat kondisi eksisting dari data lalu lintas kota Bandung. Tabel 8.9 Proyeksi permintaan perjalanan perhari
Sumber : Kajian Studi Kelayakan Pengembangan Koridor Trans Metro Bandung (2008)
Dari data yang didapat tahun 2001 dan 2006, maka dapat diproyeksikan permintaan perjalanan untuk tahun 2009. Setelah itu, dapat dihitung permintaan perjalanan penumpang perhari untuk tiap moda.
Tabel 8.10 Jumlah penumpang perhari untuk tiap moda Kota Bandung
Karena data yang ada adalah untuk kota Bandung, maka perlu dicari data pergerakan untuk koridor Cibiru – Dago. Perhitungan ini menggunakan asumsi pergerakan di Bandung tersebar merata. Sehingga pergerakan untuk koridor adalah persentase dari panjang koridor terhadap panjang jalan total Bandung. Berikut disajikan tabel perhitungan jumlah permintaan perjalanan penumpang perhari untuk koridor Cibiru – Dago.
Tabel 8.11 Jumlah penumpang perhari untuk tiap moda Koridor Cibiru – Dago
Karena dalam studi ini moda yang dimasukkan dalam permodelan hanya mobil, motor, dan angkot, maka moda lain tidak diikutsertakan dalam perhitungan. Berikut disajikan pie chart proporsi pemilihan moda eksisting. Rino Iman Maizar (15004135) Aal Auladzi (15004156)
VIII - 10
BAB VIII – APLIKASI MODEL
Gambar 8.3 Proporsi permintaan perjalanan eksisting dalam persen
Gambar 8.4 Proporsi permintaan perjalanan eksisting (pnp/hari)
Setelah didapat proporsi permintaan perjalanan eksisting, maka dapat dilakukan permodelan terhadap potensi perpindahan moda. Dalam penyusunan model permintaan perjalanan, data atribut yang digunakan adalah rata – rata. Level ini digunakan karena dianggap mewakili level yang ada. Dalam tabel berikut dapat dilihat persentase perpindahan pemilihan moda dari moda pembanding moda bus.
Tabel 8.12 Perpindahan moda (penumpang perhari) Skenario
Moda Pembanding
Permintaan Perjalanan (penumpang/hari)
Pr Bus (%)
Mobil
17615
Rata rata
Motor
21807 11477
59.544
Angkot Total
Rino Iman Maizar (15004135) Aal Auladzi (15004156)
50899
Permintaan Perjalanan Moda (penumpang/hari)
Permintaan Perjalanan Bus (penumpang/hari)
58.277
7350
10266
49.428
11028
10778
4643
6834
23021
27878
VIII - 11
BAB VIII – APLIKASI MODEL
Setelah mengetahui besar perpindahan moda dari moda awal ke bus, maka dapat dibuat berbagai skenario sebagai bahan pertimbangan kebijaksanaan. Skenario yang dibuat adalah tahapan pengoperasian bus dari mulai kondisi eksisting sampai mulai dioperasikannya bus hingga angkot dihilangkan. Dalam hal ini dibuat 3 skenario dimana: -
Skenario 1 adalah kondisi eksisting dimana bus belum diluncurkan. Pada skenario ini akan dilihat permintaan perjalanan dari tiap moda yang ada.
-
Skenario 2 adalah kondisi dimana bus mulai beroperasi. Akan terlihat perpindahan moda dari tiap – tiap moda pembanding ke moda bus.
-
Skenario 3 adalah kondisi dimana angkot dihilangkan dan seluruh penumpang akan dialihkan ke bus.
Berikut disajikan tabel hasil permodelan untuk tiap skenario: Tabel 8.13 Permodelan permintaan perjalanan untuk tiap skenario
Pada pengolahan data, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kendaraan lain tidak ikut masuk dalam perhitungan peralihan moda. Dari tabel permodelan, didapat asumsi jumlah demand penumpang per hari yang akan memilih untuk menggunakan moda bus. Untuk itu dapat dilihat proporsi permintaan perjalanan untuk skenario 2 dan 3.
Gambar 8.5 Proporsi Permintaan Perjalanan Skenario 2 (%)
Rino Iman Maizar (15004135) Aal Auladzi (15004156)
VIII - 12
BAB VIII – APLIKASI MODEL
Gambar 8.6 Proporsi Permintaan Perjalanan Skenario 2 (pnp/hari)
Gambar 8.7 Proporsi Permintaan Perjalanan Skenario 3 (%)
Gambar 8.8 Proporsi Permintaan Perjalanan Skenario 3 (pnp/hari)
Gambar pie chart di atas memperlihatkan bahwa dengan mulai dioperasikannya bus, maka sebagian dari pengguna moda lain akan berpindah menjadi pengguna bus. Dapat dilihat juga demand bus dari besarnya permintaan perjalanan penumpang dalam satu hari.
Rino Iman Maizar (15004135) Aal Auladzi (15004156)
VIII - 13