BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR Dalam pengelolaan sebuah koperasi pegawai seperti KOWAR, sangat dibutuhkan pelaku-pelaku yang memiliki kemampuan dan tanggung jawab yang besar dalam mengelola koperasi tersebut. Dari sudut pandang organisasi, manajemen koperasi pada prinsipnya terbentuk dari tiga unsur yaitu: anggota, pengurus, dan karyawan. Keberhasilan koperasi tergantung pada kerjasama ketiga unsur koperasi tersebut dalam mengembangkan organisasi dan usaha koperasi, yang dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada anggota. Pada awal berdirinya, yaitu pada periode kepengurusan 1991-2001, KOWAR dikelola oleh tim pengurus yang terdiri dari lima orang laki-laki, dan pada pelaksanaannya, koperasi tersebut tidak berjalan dengan baik dan tidak berkembang. Berdasarkan keterangan dari salah seorang pengurus, yaitu Ibu Ysn, pada periode ini, administrasi atau pembukuan tidak berjalan dengan tertib, sehingga banyak data-data yang hilang. Hal itu menyebabkan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibagikan pada para anggota dan pengurus hanya berkisar Rp.19.000,00 per akhir tahun. Para pengurus juga tidak pernah melaporkan hasil kerjanya, sehingga para anggota KOWAR tidak mengetahui alur perputaran uang dan modal yang ada. Pada periode ini pun, KOWAR mengalami kerugian akibat kurang bertanggung jawabnya para pengurus pada tugas yang telah diberikan. Sedangkan pada periode selanjutnya, yaitu tahun 2002-2007, tim pengurus telah berganti menjadi delapan orang perempuan. Berdasarkan keterangan dari salah seorang pengurus, yaitu Ibu Ysn, pada periode ini KOWAR mengalami perbaikan dan kemajuan yang sangat signifikan dibanding tahun sebelumnya. Kesejahteraan anggota meningkat yang ditandai dengan meningkatnya SHU yang dibagikan setiap akhir tahun, tertib administrasi, diakuinya KOWAR di Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia (PKPRI), yaitu sebuah lembaga yang mewadahi seluruh koperasi di Indonesia, dan yang paling utama, aset utama berupa modal yang dimiliki sejumlah Rp. 329.000.000,00 dan belum termasuk aset diam berupa gedung atau bangunan, dan yang lainnya. Simpan pinjam anggota juga berjalan dengan baik karena semua anggota yang meminjam dapat mengembalikan pinjamannya sesuai waktu yang telah ditentukan. Apabila mereka
tidak dapat mengembalikan, maka uang jasa yang mereka dapatkan setiap bulannya akan dipotong sebesar jumlah pinjaman. Persyaratan umum untuk keberhasilan dan perkembangan koperasi menurut Hanel (1989) adalah koperasi harus: 1.
Berusaha secara efisien atau produktif, artinya koperasi itu harus memberikan manfaat dari anggota bersama itu kepada anggota dan menghasilkan potensi peningkatan pelayanan yang cukup bagi anggota artinya koperasi itu harus berusaha secara efisien, sebagai perusahaan atau badan usaha yang sanggup bersaing dengan berbagai pasar.
2.
Efisiensi atau efektif bagi para anggotanya, artinya bahwa setiap anggota akan menilai bahwa manfaat yang diperoleh karena partisipasi dalam usaha bersama atau bekerjasama itu merupakan kontribusi yang lebih efektif dalam mencapai kepentingan dan tujuan-tujuannya sendiri daripada hasil yang diperoleh dari pihak lain.
3.
Dalam jangka panjang, memberikan kepada setiap anggota suatu saldo positif antara kemanfaatan (insentif) yang diperoleh dari koperasi dan sumbangan kepada koperasinya. Yang jika dibandingkan dengan kemanfaatan dan sumbangan para anggota lainnya, mencerminkan rasa keadilan diantara sesama anggota kelompok.
4.
Menghindari terjadinya situasi dimana kemanfaatan dari usaha bersama menjadi milik umum, dengan kata lain mencegah timbulnya dampak dari penumpang gelap yang terjadi karena kedudukan sebagai orang luar semakin menarik untuk usaha koperasi mengarah ke usaha, bukan ke anggota yang tidak diharapkan koperasi. Berdasarkan persyaratan diatas, maka keberhasilan KOWAR diukur dari
segi proses dan segi hasil. Segi proses dilihat dari terlibatnya anggota perempuan dan laki-laki dalam: penyelenggaraan RAT; Rapat Anggota, Rencana Kegiatan (RK) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi (RAPB); realisasi anggaran pendapatan koperasi; realisasi anggaran belanja koperasi; realisasi surplus hasil usaha koperasi; pemeriksaan intern dan ekstern. Segi hasil diukur dari meningkatnya kesejahteraan anggota yang dilihat dari: peningkatan SHU; peningkatan simpanan anggota; kebutuhan ekonomi anggota terpenuhi.
Sesuai dengan laporan pengurus KOWAR dalam Laporan Keuangan KOWAR tahun buku 2008, yang menyebutkan bahwa KOWAR telah mencapai keberhasilan pada periode kepengurusan 2002-2007, dan mendapat nilai baik atau ”sehat” sejak tahun 2003 sampai sekarang dari Departemen Koperasi dan Perdagangan (Depkopinda) Kota Bekasi. Keberhasilan ini dilihat dari, antara lain: pengurus dan pengawas (BP) telah melaksanakan berbagai kegiatan, yaitu: melaksanakan
RAT
setiap
tahun
dengan
agenda
membahas
Laporan
Pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas (BP), menyelenggarakan beberapa kali Rapat Pengurus, mengikuti pelatihan-pelatihan maupun menghadiri rapat yang diadakan oleh PKPRI, perbaikan sistem penjualan LKS dan buku paket, meningkatkan jumlah pinjaman anggota, melengkapi inventaris koperasi, merencanakan dan menyelenggarakan RAT tahun 2008, dan pembagian SHU 2008. Dalam laporan tersebut juga dituliskan beberapa kekurangan dan kelemahan KOWAR yang masih harus ditingkatkan, diantaranya adalah: peningkatan dan pengembangan profesionalitas SDM pengelola koperasi baik di bidang usaha, penataan usaha, pengelolaan keuangan dan manajemen. Selain itu, laporan pengawas dalam Laporan Keuangan KOWAR tahun buku 2008 menyebutkan beberapa perkembangan KOWAR dalam berbagai bidang, yaitu: 1. Bidang Kelembagaan: 1. Secara organisasi/kelembagaan, tugas pokok dan fungsi pengurus berjalan dengan baik sesuai dengan tugas yang mereka miliki. 2. Implementasi AD/ART berjalan dengan baik. 3. Program Kerja tahun 2008 secara umum berjalan sesuai rencana walaupun ada sebagian kecil yang belum terlaksana dan mencapai target. 4. Rapat-rapat rutin antara pengurus dengan pengawas berjalan secara rutin bahkan pengawas telah berperan aktif dalam hal menyusun Rencana Kerja dan Anggaran. 5. Proses pemindahan toko dari belakang sekolah ke tempat yang strategis agar dapat melayani kebutuhan siswa maupun guru terlayani dengan baik dan
terjangkau,
mengizinkan.
belum
terlaksana
karena
pihak
sekolah
belum
2. Bidang Permodalan: 1. Pengelolaan permodalan internal dilaksanakan dengan maksimal terutama dalam pelayanan pemberian bantuan simpan pinjam, jumlah anggota yang meminjam maupun besaran pinjaman meningkat. 2. Administrasi dan penatausahaan permodalan dilaksanakan dengan baik. 3. Bidang Usaha: Pelaksanaan kegiatan usaha berdasarkan hasil evaluasi ada yang mencapai target, melebihi target, dan yang belum mencapai target karena adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah Kota Bekasi: 1. Unit usaha yang mencapai target/melebihi target: Penjualan PSAS, simpan pinjam, toko, kantin. 2. Unit usaha yang tidak mencapai target: Penjualan LKS dan penjualan buku paket. 3. Unit usaha yang belum berjalan/sedang dirintis: Unit Usaha Kredit Barang, Unit Usaha Bimbingan Belajar, dan Unit Usaha Jasa Rental Komputer. 4. Bidang Keuangan: Pengelolaan dan penatausahaan keuangan telah dilaksanakan dengan baik sesuai kemampuan pengurus sehingga dalam penyusunan laporan keuangan tidak mengalami kesulitan kalaupun ada beberapa kesalahan penyebabnya bukan karena unsur kesengajaan tetapi karena keterbatasan kemampuan manusia (human error). 5. Bidang Lain-lain: 1. Pelaksanaan RA/RAT selalu dilaksanakan secara rutin, walaupun belum tepat waktu sesuai saran dari PKPRI Kota Bekasi tetapi tidak melampaui batas toleransi yang disarankan dan pengawas selalu ikut serta dalam proses penyusunan Laporan Pertanggungjawaban dan penyusunan Rencana Kerja/Anggaran. 2. Hubungan dan kerjasama pengawas, pengurus, dan anggota berjalan harmonis sehingga pelaksanaan program tidak mengalami hambatan. 3. Peningkatan kesejahteraan anggota secara bertahap terus meningkat terbukti dengan meningkatnya pemberian THR Anggota dan SHU.
Selain memberikan laporan pengawasan, pengawas juga memberikan catatan atas Laporan Pertanggungjawaban Pengurus, yaitu: 1. Bidang Kelembagaan: 1. Perlunya status koperasi yang berbadan hukum sehingga pengurus perlu menyiapkan syarat-syarat untuk mengurusnya karena sertifikat koperasi yang lama hingga kini belum ditemukan atau kemungkinan hilang. 2. Rencana pendirian Bimbingan Belajar yang dikelola koperasi untuk menambah hasil usaha, baru sebatas wacana dan mudah-mudahan tahun berikutnya akan dapat terlaksana. 2. Bidang Usaha 1. Usulan kerjasama usaha dengan PKPRI Kota Bekasi belum dapat terlaksana karena masih banyaknya anggota yang mempunyai pinjaman sehingga pengurus perlu memikirkan strategi agar nantinya bisa berjalan dengan lancar. 2. Rencana koperasi untuk menambah usaha pengadaan barang-barang kepada anggota belum terlaksana karena masih terbentur permodalan. Anggota KOWAR perempuan dan laki-laki menilai bahwa tingkat keberhasilan KOWAR tinggi. Tingkat keberhasilan KOWAR ini dinilai oleh responden dengan menggunakan kuesioner. Hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 16 berikut: Tabel 17. Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan KOWAR menurut Responden, Tahun 2009 Tingkat Keberhasilan Perempuan (n) (%) Laki-laki (n) (%) Jumlah (n) (%) KOWAR Tinggi
17 (100)
13 (100)
17 (100)
Rendah
0 (0)
0 (0)
0 (0)
Jumlah
17 (100)
13 (100)
30 (100)
Hubungan antara tingkat kesetaraan gender dengan tingkat keberhasilan KOWAR adalah seluruh responden dengan tingkat kesetaraan gender yang tinggi relatif mengatakan bahwa tingkat keberhasilan KOWAR tinggi.
Tabel 18. Jumlah dan Persentase Hubungan Tingkat Kesetaraan Gender Responden dengan Tingkat Keberhasilan KOWAR, Tahun 2009 Tingkat Keberhasilan KOWAR Tingkat Kesetaraan Jumlah (n) Gender
Tinggi (n) (%)
Rendah (n) (%)
(%)
Setara
30 (100)
0 (0)
30 (100)
Tidak Setara
0 (0)
0 (0)
0 (0)
Total
30 (100)
0 (0)
30 (100)
Keterangan: p-Value: 0,011
Taraf Nyata: 0,05
Hal ini juga diperkuat dengan hasil uji Rank-Spearman yaitu nilai p-value yang dihasilkan dari uji Chi-Square (0,011) kurang dari taraf nyata (0,05), kesimpulannya tolak hipotesis nol. Jadi, antara tingkat keberhasilan KOWAR dengan tingkat kesetaraan gender ada saling ketergantungan. Secara khusus, tingkat kesetaraan gender dalam KOWAR yang dilihat dari penempatan posisi antara perempuan dan laki-laki dalam KOWAR, akses, dan kontrol antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat dalam KOWAR mempengaruhi tingkat keberhasilan KOWAR. Tingkat kesetaraan gender yang setara ini ditunjukkan dengan kontrol yang tinggi dari perempuan dan laki-laki terutama perempuan yang lebih berperan dalam pengambilan keputusan. Perempuan yang lebih memegang kontrol dalam memutuskan siapa anggota yang berhak menerima pinjaman sesuai dengan kemampuan pengembalian dari peminjam tersebut, selain itu perempuan juga lebih berperan dalam pengambilan keputusan ketika Rapat Pengurus. Kontrol yang tinggi dari perempuan ini membuat KOWAR dapat terkelola dengan baik, terutama dalam hal keuangan. Uang yang dimiliki KOWAR dapat dinikmati oleh seluruh anggota perempuan dan laki-laki dalam bentuk SHU, perjalanan wisata, dan juga besarnya pinjaman yang meningkat dari tahun ke tahun. Perjalanan ke Bali pada tahun 2005 diikuti oleh sekitar 90 persen anggota KOWAR. Perjalanan ke Bali ini merupakan bonus dari penjualan LKS, sesuai dengan AD/ART bahwa dana kompensasi LKS sebesar 70 persen adalah untuk rekreasi anggota yang lokasinya disesuaikan dengan hasil kesepakatan dalam rapat. Selain untuk uang akomodasi seluruh anggota, kompensasi dana LKS ini juga masih dapat menyisihkan uang saku anggota sebesar Rp. 150.000,- per orang.
Sedangkan uang bonus dari buku paket siswa menghasilkan pakaian seragam untuk guru-guru dan karyawan SMPN 7 Bekasi. Mangkunegara dalam Rusidi (1992) mengatakan bahwa dalam manajemen kepegawaian dan sumber daya manusia koperasi, masalah upah/gaji merupakan faktor pertama dan utama. Hal ini karena tingkat upah/gaji dapat dijadikan sebagai gambaran bagi status sosial karyawan dan perlengkapan organisasi koperasi. Di samping itu pula tingkat upah/gaji karyawan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan standar biaya hidup mereka. Upah/gaji merupakan balas jasa yang diberikan kepada karyawan yang besarnya sesuai dengan perjanjian kerja atau ketentuan yang berlaku di organisasi koperasi yang bersangkutan. Di koperasi, kebijakan upah/gaji karyawan ditentukan oleh pengurus koperasi dan disyahkan dalam Rapat Anggota. Apabila koperasi mampu menyediakan produk/jasa yang memenuhi kebutuhan anggota, maka anggota koperasi akan tertarik melibatkan secara aktif kegiatan usaha dengan kegiatan usaha koperasi tersebut. Dengan demikian meningkatnya keterkaitan usaha anggota, selanjutnya akan meningkatkan volume usaha koperasi dan kesejahteraan anggota. Kesejahteraan anggota perlu dilakukan bahkan dibuat ke dalam suatu program kesejahteraan anggota. Program kesejahteraan anggota dalam Hanel (2007) merupakan suatu program pelayanan yang diberikan pengurus kepada anggota, baik dalam bentuk materi (benefit) maupun nonmateri (services) dengan tujuan agar karyawan bekerja produktif dan semangan kerjanya tinggi. Ada dua bentuk program kesejahteraan anggota koperasi, yaitu: Pertama, bentuk materi (benefit) mencakup pesangon atau pemberian dana pensiun, asuransi jiwa, tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, Sisa Hasil Usaha (SHU), tunjangan transportasi, tunjangan kematian, beasiswa. Kedua, bentuk non materi (services) mencakup pelayanan rekreasi, pemberian sarana olah raga dan kesejahteraan jasmani, toko koperasi, kantin, rumah sakit milik koperasi (balai pengobatan karyawan koperasi) perumahan. Program kesejahteraan anggota koperasi perlu memperhatikan antara lain: menentukan prioritas bentuk kesejahteraan yang sesuai dengan kondisi koperasi, kesejahteraan yang diberikan kepada karyawan harus terarah untuk
menanamkan rasa memiliki (self of belongingness) karyawan terhadap koperasinya. Membangun koperasi yang berhasil diperlukan upaya merubah sikap mental di kalangan anggota, pengelola dan pengurus koperasi. Pertama, mendirikan koperasi adalah mendirikan sebuah badan usaha milik bersama dan bukan organisasi sosial. Artinya, harus ada kesediaan mengambil tanggung jawab terhadap kebutuhan badan usaha itu. Kongkritnya, agar koperasi dapat menjalankan kgiatan usaha secara sehat dan berkesinambungan. Kedua, merubah sikap mental meminta menjadi memberi. Misalnya, tiap anggota harus bersedia menanamkan uangnya buat modal usaha koperasi. Ketiga, merubah cara berpikir jangka pendek menjadi jangka panjang. Setiap anggota koperasi mesti menyadari koperasi yang mereka dirikan memerlukan waktu agar berfungsi secara efektif. Keempat, membiasakan berpikir kritis. Sehingga para anggota dapat memberikan usulan, saran dan pertimbangan dalam rangka perbaikan dan penungkatan pengelolaan kegiatan koperasi. Kelima, merubah pola berpikir tidak rasional. Maksudnya, buat mengembangkan koperasi perlu perencanaan matang, sistem kerja yang tepat guna, dan dukungan serta kerjasama semua anggota. Tidak cukup hanya semangat atau optimisme. Keenam, mengikis cara berpikir yang tak bertanggung jawab. Misalnya, diam-diam menjual barang produksi koperasi ke pembeli yang mengiming-imingi harga lebih tinggi. Begitu juga tidak memenuhi kewajiban mereka kepada koperasi, akan memacetkan kegiatan usaha koperasi. Ketujuh, mengembangkan cara berpikir demokratis. Maksudnya, dapat menghargai hak asasi dan kedudukan setiap orang adalah sama. Umumnya budaya organisasi koperasi (cooperative corporate culture) mencakup keswadayaan, tanggung jawab bersama, demokrasi, kesetaraan, keadilan, dan kesetiakawanan. Selain itu, para anggota koperasi mempercayai sejumlah nilai etis seperti kejujuran, tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap sesama. Prinsip-prinsip koperasi harus menjadi budaya perusahaan koperasi. Pertama, keterbukaan dan sukarela. Kedua, demokrasi. Ketiga, transparansi partisipasi ekonomi. Keempat, kemandirian dan kebebasan. Kelima, pengembangan sumberdaya manusia. Keenam, kerja sama (networking). Ketujuh,
kepedulian terhadap komunitas, karena ada sebagian pengurus dan pengelola koperasi mudah melencengkan prinsip koperasi dengan berbagai argumentasi. Tegasnya, prinsip-prinsip koperasi yang mestinya menjadi landasan budaya perusahaan koperasi tidak berjalan secara baik. Suatu koperasi yang berhasil dipengaruhi oleh sumber daya manusia koperasi (anggota dan pengurus), manajemen sumber daya manusia itu sendiri, budaya organisasi koperasi, dan tingkat kesetaraan gender dalam koperasi. tingkat kesetaraan gender dalam KOWAR yang setara akan mempengaruhi tingkat keberhasilan KOWAR. Semakin setara tingkat kesetaraan gender dalam KOWAR, maka KOWAR akan semakin berhasil. Keberhasilan ini merupakan keterlibatan atau partisipasi aktif dari anggota KOWAR perempuan dan laki-laki.