BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan penelaahan mendalam maka penulis mendapatkan beberapa kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Pencairan dana APBN dengan diterapkannya SPAN berjalan cukup efektif dari hasil analisis terhadap kuantitas pencairan dana yang diukur melalui jumlah realisasi anggaran tahun 2014 yang meningkat serta realisasi perbulan yang tetap tanpa pelonjakan yang tinggi diakhir tahun anggaran. Namun hal ini masih perlu dikaji lebih jauh mengenai peran serta SPAN dalam meningkatkan realisasi anggaran tersebut, sebab dalam beberapa diskusi penulis dengan beberapa KPPN lain yang belum menerapkan SPAN, ternyata juga mengalami peningkatan realisasi anggaran yang tinggi. Serta jumlah penerbitan SP2D yang cenderung menurun sangat drastis. Namum Pencairan Dana APBN tidak efektif pada kualitas pencairan dana karena masih besarnya jumlah retur SP2D yang terdapat di KPPN Jakarta II serta besarnya jumlah peniolakan sistem. Pencairan dana APBN Sangat efektif dalam durasi
waktu
pencairan
dana
yang
cukup
cepat
dalam
prosespemindahbukuan / transfer dana oleh penerima manfaat. Penulis menyimpulkan SPAN dapat terus dilanjutkan dengan beberapa perbaikan dalam pelaksanaannya.
115
2. Pengukuran dan analisis terhadap indikator kuantitas pencairan dana didapatkan bahwa terjadi efektivitas yang sangat baik. Indikator kuantitas dilihat berdasarkan dua indikator operasional yaitu jumlah realisasi anggaran yang cukup tinggi dan stabil dengan rata-rata realisasi perbulan sebesar 8,03% tanpa terjadi peningkatan yang signifikan di akhir tahun anggaran. Begitu pula pada indikator turunan berupa jumlah SP2D yang diterbitkan, dimana terjadi penurunan yang signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan pada akhir tahun anggaran pun dapat dikatakan tidak terlalu melonjak dengan kenaikan tidak lebih dari setengah bulan sebelumnya. Namun hal ini seperti diungkapkan sebelumnya belum dapat dipastikan pengaruh dari SPAN terhadap penurunan jumlah penerbitan SP2D. 3. Pengukuran terhadap indikator kualitas pencairan dana memperlihatkan hasil yang kurang efektif. Memang pada indikator operasional pertama yaitu jumlah penolakan/pengembalian SPM menunjukkan angka yang sangat tinggi bahkan hingga 8x lebih besar dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan proses validasi sistem pada SPAN yang sangat efektif dalam mencegah terjadinya kesalahan pencairan dana APBN dalam hal akuntabilitas
dan
peruntukan
tagihan.
Namun
pada
indikator
operasional yang lain yaitu retur SP2D juga mengalami peningkatan yang sangat besar dengan rata-rata sebesar per bulan 96, 42 SP2D. Hal ini menunjukkan data supplier dalam SPAN masih tidak efektif dalam proses pencairan dana kepada penerima manfaat. Hal ini dikarenakan
116
data supplier yang bersifat given tanpa ada sarana pembanding untuk melakukan pengecekan dari data perbankan. Hal ini menjatuhkan keefektifan SPAN yang sejak awal digaungkan akan menjadi sistem yang lebih baik karena menggunakan database terpusat yang dapat terkoneksi dengan data perbankan maupun perpajakan. 4. Pada indikator durasi waktu pencairan dana yang dioperasionalkan dengan durasi penyelesaian SP2D dan pemindahbukuan/transfer dana memperlihatnya hasil yang efektif. Meskipun dari segi durasi penyelesaian SP2D mengalami kemunduran bahkan dapat dikatakan terjadi ketidakefektifan namun diketahui hal tersebut lebih dikarenakan faktor peraturan dan SDM. Sedangkan pada indikator operasional durasi pemindahbukuan/transfer dana menunjukkan data yang sangat mengesankan. Setiap harinya dilakukan proses pengambilan data oleh Bank operasioanal sebanyak 5x serta dilibatkannya 4 bank pemerintah dalam
proses
pencairan
dana.
Hal
ini
membuat
proses
pemindahbukuan/transfer dana kepada penerima manfaat berjalan lebih cepat.
Berbeda jauh
dengan sistem sebelumnya
yang hanya
bekerjasama dengan satu bank pemerintah serta proses penyampaian data SP2D yang dilakukan secara manual dan menggunakan berkas sehingga
faktor
mempengaruhi.
cuaca
dan
kondisi
lingkungan
akan
sangat
117
5. Hal lain yang penulis melihat cukup efektif dalam proses pencairan dana dengan SPAN adalah pengurangan jumlah penggunaan kertas dan berkas cetakan serta pemanfaatan tehnologi informasi yang lebih baik. 6. Terdapat beberapa faktor yangmempengaruhi efektivitas pencairan dana APBN dengan penerapan SPAN di KPPN Jakarta II diantaranya adalah faktor Petunjuk Operasioanal (SOP), faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor reward and punishment, faktor sistem aplikasi dan hardware serta faktor informasi dan komunikasi. 7. Faktor petunjuk operasional (SOP) dan faktor sistem aplikasi dan hardware menjadi faktor terbesar yang mempengaruhi tingkat efektivitas pencairan dana APBN dengan SPAN di KPPN Jakarta II. SOP yang ditetapkan dalam pelaksanaan SPAN masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam implementasi SPAN serta menghambat proses pencairan dana. Seperti tahapan pemeriksaan yang seharusnya dilakukan petugas validator tidak dilakukan karena meras telah dilakukan oleh petugas konversi. Lalu adanya proses yang terlalu panjang dalam hal terjadi masalah pada proses pencairan yang membutuhkan kewenagan DTP untuk dilakukan perbaikan. Faktor sistem aplikasi juga menjadi fokus utama yang menjadi pekerjaan rumah terbesar sebab sistem aplikasi SPAN belum banyak bisa mengakomodir ketentuan yang terdapat dalam peraturan mengani pelaksanaan anggaran khususnya proses pencairan dana APBN. Aplikasi yang terlalu rigid juga menjadi masalah
118
yang sangat dikeluhkan hampir seluruh pegawai maupun satker yang menerapkan SPAN, sebab kesalahan kecil seperti salah tanda baca akan menyebabkan tagihan tertolak. Serta pengalokasian user yang dikeluhkan beberapa KPPN tipe Mega seperti KPPN Jakarta II yang merasa kekurangan user pengguna SPAN dalam menyelesaikan proses pencairan dana dengan intensitas tinggi. 8. Faktor penyampaian informasi dan komunikasi kepada satker juga menjadi hal yang mempengaruhi tingkat efektivitas pencairan dana APBN dengan SPAN di KPPN Jakarta II. Hal ini diakibatkan buruknya saluran penyampaian informasi mengenai perubahan yang terjadi di KPPN Jakarta II terkait peraturan dan aplikasi. Pola komunikasi yang kurang baik dan tersentralistik menyebabkan satker kesulitan dalam memperoleh petunjuk teknis yang jelas dan dimengerti. 9. SPAN mengalami masalah yang sangat serius dalam hal sistem pelaporan keuangan pemerintah. Data dalam SPAN dianggap tidak valid dan tidak bisa diakui keabsahannya untuk sebuah laporan keuangan. Hal ini tertulis dalam Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK 2015 pada KPPN Jakarta II yang diungkapkan informan. Serta informasi dari informan yang menyebutkan data transaksi dalam SPAN yang belum mendapatkan pengakuan dari Ditjen ITE sebab belum pernah didaftarkan.
119
7.2 Rekomendasi Berdasarkan pada hasil pembahasan dan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan beberapa rekomendasi dalam mengatasi permasalahn diantaranya sebagai berikut : 1. Sebaiknya dilakukan inventarisasi permasalahan terkait SOP yang telah diberlakukan terkait proses pencairan dana APBN dengan SPAN dari seluruh Indonesia. Untuk segera dilakukan perubahan atau revisi terhadap SOP yang telah ada sehingga lebih sesuai dan mampu memberikan kejelasan serta kemudahan bagi unit pelaksana teknis proses pencairan APBN dengan SPAN yaitu KPPN dan kanwil. Serta memberikan pengetahuan lebih bagi pegawai untuk dapat mengatasi maslah yang terjadi. 2. Dalam
perbaikan
SOP
tersebut
sebaiknya
dibuatkan
sistem
perlindungan terhadap pegawai terkait proses pencairan dana dengan SPAN. Sehingga kesalahan dalam proses pencairan dana APBN yang dilakukan
satker
yang
menimbulkan
kerugian
Negara
tidak
mengakibatkan petugas KPPN dipersalahkan dan dipidana seperti kasus yang terjadi pada 2008 silam terhadap pegawai KPPN Jakarta II. 3. Melakukan koordinasi dan pembuatan payung hukum bagi kerjasama yang dilakukan KPPN dengan Bank Indonesia dalam hal penggunaan data perbankan. Sehingga ketika satker melakukan pendaftaan supplier, SPAN dapat melakukan pengecekan kebenaran data terkait rekening, nama rekening dan nomor rekening. Hal ini berguna dalam mengurangi
120
resiko retur SP2D. Sebab terjadinya retur SP2D akan mengakibatkan keterlambatan penerimaan manfaat oleh penerima dana walaupun dalam hal penyerapan atau realisasi telah terjadi. 4. Pendelegasian wewenang yang diberikan kepada KPPN sebaiknya lebih luas seperi dalam hal perbaikan data baik supplier maupun kontrak yang tidak mengakibatkan pengeluaran Negara. Sehingga proses perbaikan terhadap tagihan berjalan lebih cepat dan efektif. 5. Menggunakan beberapa sarana penyampaian informasi yang lebih kekinian seperti penggunaan pesan singkat (SMS), BBM, whatsapp dan media sosial lainnya. Hal ini menurut penulis lebih dapat diterima satker secara cepat dan efisien untuk segera ditindaklanjuti. Sebab melihat pada tingkat penggunaan email di Indonesia yang rendah serta tingginya penggunaan media sosial akan sangat membantu dalam hal penyampaian informasi yang lebih cepat dan akurat. 6. Untuk kebijakan selanjutnya dengan skala sebesar SPAN sebaiknya DJPB melibatkan akademisi dan satker dalam proses perumusan serta lebih banyak melakukan analisis pra implementasi. Sehingga ketika kebijakan sekompleks dan sebesar SPAN diimplementasikan dapat diminimalisir kesalahan dan kekurangan yang terjadi.