BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran terkait pengembangan pada aspek keilmuan dan pengembangan pada aspek praktis pelaksanaan program pembangunan pertanian di lahan rawa pasang surut. 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Pengetahuan lokal petani terbentuk dari proses interaksi dan adaptasi petani dengan lingkungan biofisik dan sistem sosial masyarakat. Identifikasi pengetahuan lokal petani padi dan inovasi teknologi yang telah didiseminasikan kepada petani dapat memberikan gambaran dalam mengembangkan inovasi padi sawah, karena masih ditemukan petani yang melakukan reinvensi/modifikasi inovasi padi. Bentuk-bentuk pengetahuan lokal petani meliputi: a) pengetahuan lokal dalam hal pengolahan lahan (seperti teknik pembuatan saluran air/handil, teknik pembuatan pola tanam padi sistem surjan, lahan yang cocok dijadikan sebagai lahan sawah, dan pengetahuan tentang hubungan vegetasi yang tumbuh dengan kesuburan lahan), 2) pengetahuan lokal mengenai peralatan usahatani (seperti, peralatan pengolahan lahan/tajak, peralatan pascapanen/gumbaan), dan 3)
359
360
pengetahuan lokal mengenai budidaya padi di lahan pasang surut. Dengan mengintegrasikan antara inovasi dengan pengetahuan lokal petani, maka diperoleh inovasi pertanian yang berbasis pada kebutuhan masyarakat, yaitu inovasi yang didalamnya terdapat proses modifikasi inovasi oleh petani. 2.
Persepsi petani terhadap komunikasi partisipatif, karakteristik inovasi padi, penyuluhan pertanian inovasi padi,
pemanfaatan media informasi
komunikasi, sikap petani, dan modifikasi inovasi disajikan sebagai berikut : 2.1. Komunikasi partisipatif petani dengan penyuluh dalam menerapkan inovasi padi sawah diukur dari empat indikator yang meliputi komunikasi pada tahap penumbuhan ide, komunikasi pada tahap perencanaan inovasi, komunikasi pada pelaksanaan inovasi, dan komunikasi pada tahapan pemantauan-evaluasi. Tingkat komunikasi partisipatif antara petani dengan penyuluh dalam menerapkan inovasi padi termasuk dalam kategori sedang (63.30%). Hal ini artinya kadang-kadang berlangsung komunikasi dimana terjadi interaksi antara petani dengan penyuluh dalam suasana komunikasi pribadi ataupun komunikasi kelompok dan berupaya terjadinya pengertian bersama untuk petani menerapkan inovasi, atau dengan kata lain bahwa petani dalam menentukan keputusan inovasi padi sawah tidak selalu melakukan komunikasi timbal balik dengan penyuluh baik dalam hal menentukan kebutuhan inovasi, bagaimana mengatasi permasalahan usahatani padi, menyusun perencanaan program inovasi, bagaimana menerapkan dan memanfaatkan inovasi
361
padi serta melakukan penilaian terhadap hasil dari pelaksanaan program inovasi padi di lahan rawa pasang surut. 2.2. Karakteristik inovasi padi cenderung dipersepsikan petani pada kategori sedang atau cukup baik (64.87%). Hal ini menunjukkan bahwa
petani
kadang-kadang
mempertimbangkan
sebelum
mengadopsi inovasi padi sawah dengan menilai sejauhmana inovasi tersebut dapat memberikan keuntungan dari segi ekonomis, memiliki kesesuaian dengan kondisi sosial masyarakat tani di lahan pasang surut, sejaumana inovasi memiliki kerumitan bila diterapkan, dan kemudahan untuk dicoba dan diamati petani dalam skala kecil. 2.3.
Penyuluhan pertanian cenderung dipersepsikan sedang oleh petani (67.41%) hal ini menunjukkan bahwa kegiatan penyuluhan tidak selalu mampu mengubah perilaku petani untuk menerapkan inovasi dan diperlukan usaha lagi dari penyuluh untuk dapat meningkatkan pengetahuan, sikap maupun keterampilan petani melalui penyajian materi dan metode penyuluhan yang tepat serta intensitas penyuluhan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
2.4. Pemanfaatan informasi pertanian dengan menggunakan media komunikasi (antarpribadi, media ceta,k dan media elektronik) cenderung dipersepsikan petani rendah (42.41%). Kondisi ini menunjukkan bahwa petani jarang atau tidak pernah mengakses informasi petanian dengan menggunakan media komunikasi tersebut. Media komunikasi yang sering digunakan petani untuk memperoleh
362
informasi adalah media komunikasi antarpribadi (interpersonal) dan melalui komunikasi kelompok, seperti pertemuan dengan penyuluh. 2.5. Sikap petani terhadap inovasi padi sawah lebih didominasi pada sikap ragu-ragu (54.11%) atau kadang-kadang menerapkan inovasi atau sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa petani pada tataran pengetahuan (kognitif) masih menyakini dan memahami serta dapat menyatakan perasaannya bahwa dengan menerapkan inovasi sesuai anjuran masih dimungkinkan produktivitas padi di lahan pasang surut dapat ditingkatkan dan mempunyai kecenderungan akan menerapkan inovasi, namun petani juga sering berpandangan tidak mau meninggalkan begitu saja sistem usahatani tradisional padi lokal yang selama dilakukan. 2.6. Persepsi petani terhadap modifikasi inovasi padi sawah (meliputi pengolahan lahan, pemilihan varietas, persemaian/penanaman, penyiangan, pemupukan, PHT, panen, dan pascapanen) termasuk dalam kategori sedang (82.59%).
Hal ini menunjukkan bahwa
secara umum petani kadang-kadang melakukan modifikasi inovasi cara bertani padi dari teknologi anjuran yang disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat serta sistem budidaya padi lokal yang selama ini dilakukan, terutama yang berkaitan dengan penggunaan alat mesin pertanian dan pemupukan yang dipersepsikan tinggi. 3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan petani untuk melakukan modifikasi inovasi padi adalah karakteristik inovasi (yaitu inovasi padi
363
sawah yang berkesesuaian dengan kondisi biofisik, sosial, dan budaya masyarakat tani di lahan rawa pasang surut) dan komunikasi partisipatif. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh, tetapi memberikan kontribusi terhadap perilaku petani untuk melakukan modifikasi inovasi padi adalah penyuluhan pertanian dan sikap. Hal ini disebabkan oleh faktor keyakinan diri (beliefs) petani yang tidak menyakini keuntungan dari suatu inovasi. 4.
Faktor karakteristik inovasi dan komunikasi partisipatif memberikan pengaruh nyata terhadap modifikasi inovasi budidaya padi, sehingga hal ini dapat dijadikan strategi dalam kegiatan penyuluhan di lahan pasang surut, yaitu melalui pengembangan inovasi spesifik lokasi dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi antara penyuluh dan petani melalui komunikasi yang berorientasi pada pertukaran informasi, pengetahuan, dan pengalaman.
7.2. Implikasi Penelitian Implikasi dari penelitian ini adalah berupa saran-saran yang bermanfaat untuk penelitian lebih lanjut sebagai acuan bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan pembangunan pertanian di lahan rawa pasang surut. 7.2.1. Kontribusi dalam Keilmuan Komunikasi partisipatif merupakan pendekatan baru dalam strategi komunikasi pembangunan yang melihat unsur-unsur yang terlibat dalam proses komunikasi (sumber-penerima) memiliki kesetaraan posisi dan peran. Pendekatan partisipatif yang diimplentasikan pada program pembangunan pertanian di lahan rawa pasang surut menunjukkan bahwa komunikasi partisipatif berperan dalam
364
mendorong keterlibatan petani dalam pembangunan wilayah terutama pada komunikasi antara petani bersama penyuluh yang sifatnya pada komunikasi praktis, teknis ataupun komunikasi tindakan seperti komunikasi pada tahapan perencanaan program inovasi, pelaksanaan inovasi, dan komunikasi pada tahap pemantauan evaluasi yang dipersepsikan cenderung sedang sampai tinggi oleh petani yang ditunjukkan dari nilai skor capaian pada Tabel 6.4 sampai Tabel 6.6. Namun komunikasi partisipatif pada tahap penumbuhan ide yang meliputi komunikasi petani dengan penyuluh untuk menentukan kebutuhan inovasi dan bagaimana mengatasi permasalahan usahatani padi sawah justru menunjukan nilai sebaliknya. Padahal dalam kegiatan modifikasi inovasi diperlukan komunikasi ide atau gagasan untuk membangun sikap keinovatifan petani, karena menumbuhkan sikap petani terhadap inovasi diawali dengan menyampaikan ide atau gagasan sedemikian rupa agar petani mau dan mampu menerapkan inovasi. Berdasarkan temuan penelitian tersebut, maka implementasi membangun komunikasi pada tataran ide atau gagasan ini perlu diupayakan dan ditingkatkan dalam kegiatan penyuluhan pembangunan pertanian di lahan rawa pasang surut. Penelitian ini memberikan kontribusi pemikiran dan memperkuat pada penerapan model komunikasi pembangunan yang selama masih bertumpu pada paradigma dominan, yaitu pada proses penyebaran atau difusi inovasi yang cenderung dilakukan
dengan
pendekatan
top
down
bergeser
kepada
paradigma
pemberdayaan petani, yaitu meningkatkan peran serta petani dalam pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pembangunan pertanian. Hal ini juga mendukung pendapat Rogers sebagai tokoh teori difusi
365
inovasi yang menyatakan bahwa paradigma dominan ternyata tidak memberikan dampak pada keberhasilan pembangunan perlu mempertimbangkan konsep alternatif mengenai peran komunikasi dalam pembangunan. Teori Difusi Inovasi Rogers (1995) pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu tertentu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang berupa gagasan baru atau dalam istilah Rogers difusi adalah telaah mengenai pesan-pesan yang bersifat inovatif. Sesuai dengan pemikiran Rogers dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu : (1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan petani yang menerimanya. (2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari penyuluh kepada petani. Dalam memilih saluran komunikasi, penyuluh paling tidak harus memperhatikan tujuan diadakannya komunikasi dan karakteristik petani sasaran. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku petani secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
366
(3) Jangka waktu; merupakan proses keputusan inovasi dari mulai petani mengetahui sampai memutuskan untuk menerima/menolak dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan petani: relatif lebih awal atau lebih lambat menerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial masyarakat. (4) Sistem sosial; merupakan sekumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Sistem sosial merupakan sasaran dari seorang inovator untuk mendifusikan gagasan atau ide-ide baru. Teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dengan hasil temuan penelitian disertasi ini, khususnya memperkuat salah satu elemen dari proses difusi inovasi, yaitu bagaimana pentingnya memperhatikan saluran komunikasi yang tepat dalam menyebarluaskan inovasi kepada masyarakat. Disertasi ini menunjukkan bahwa pemilihan saluran interpersonal berupa komunikasi bersifat partisipatif antara penyuluh dan petani pada tataran komunikasi ide dan gagasan dapat mendorong terjadinya perubahan sikap atau perilaku petani dalam menerima, menerapkan, dan melakukan modifikasi inovasi padi sawah di lahan rawa pasang surut. Implikasi lebih lanjut dari teori ini adalah ditinggalkannya konsep kebijakan pembangunan yang selama ini lebih menitikberatkan pada produktivitas dan pertumbuhan ekonomi menuju pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development) dan telah diintegrasikan dengan paradigma sosial-
367
budaya
sebagai
keseluruhan
proses
pembangunan
masyarakat.
Dimana
komunikasi nantinya akan berperan dalam perencanaan pembangunan partisipatif bersamaan dengan menguatnya isu-isu pemerataan, pengentasan kemiskinan, desentralisasi, lingkungan hidup, dan keadilan bagi masyarakat di pedesaan. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi partisipatif pada tahap membangun komunikasi ide atau gagasan mutlak diperlukan hal ini lah memberikan pengaruh terhadap terjadinya modifikasi inovasi padi yang dilakukan oleh petani di lahan pasang surut. Selama ini komunikasi yang berlangsung antara petani dan penyuluh pertanian di lahan rawa pasang surut lebih banyak berlangsung pada komunikasi praktis untuk memenuhi target pencapaian peningkatan produktivitas padi sebagai konsekuensi dari paradigma dominan pembangunan yang lebih menekankan pada pertumbuhan dan pemerataan ekonomi masyarakat. Artinya, semakin tinggi tingkat modifikasi inovasi yang dilakukan petani, maka akan semakin terlihat bahwa sebenarnya komunikasi yang berlangsung secara dua arah dengan penyuluh telah sering dilakukan, karena pada modifikasi inovasi terdapat makna adanya proses mengkombinasikan, merubah, dan menambah antara inovasi dengan pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat, dan proses tersebut memerlukan tambahan input informasi berupa pengetahuan dan keterampilan dari luar sistem sosial petani. Semakin sering hal ini dilakukan, maka dalam konteks komunikasi pembangunan partisipatif akan semakin baik. Masuknya inovasi teknologi pertanian ke dalam sistem sosial masyarakat tani mengakibatkan terjadinya proses adaptasi dan integrasi antara inovasi dengan pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat, pada tingkat komunikasi
368
pembangunan partisipatif berperan sebagai sarana mengarahkan dan membangun dialog dengan petani untuk “bebas” menentukan keputusan inovasi tanpa adanya intervensi dari agent pembangunan. Komunikasi yang dibangun oleh agent pembangunan lebih diarahkan pada proses-proses yang memungkinkan pihak penerima manfaat (beneficiaries) lebih aktif dilibatkan dan proses pembangunan itu sendiri harus dimulai dari masyarakat (putting people first).
7.2.2. Implikasi Kebijakan Penelitian ini memiliki implikasi praktis terutama bagi petani di lahan pasang surut dalam menjalankan profesinya sebagai petani padi dalam menerima inovasi.
Penelitian ini ternyata menunjukkan bahwa pengambilan keputusan
untuk menerapkan inovasi atau modifikasi inovasi padi sawah sangat penting mempertimbangkan: 1) karakteristik dari suatu inovasi yang berbasis pada kondisi lokal dan petani, sehingga dapat menilai inovasi dari keuntungan yang diperoleh secara ekonomi/sosial, kesesuaian dengan teknologi petani, kerumitan dan kemudahan untuk dilaksanakan; 2) membangun sikap mental dan motivasi yang kuat terhadap inovasi, yaitu petani diharapkan dapat menerima dan memanfaatkan inovasi serta mampu mengitegrasikannya dengan pengetahuan lokal yang ada; 3) kegiatan penyuluhan pertanian sebagai sarana mengubah kehidupan masyarakat menjadi lebih baik karena dalam penyuluhan dikembangkan bagaimana membangun komunikasi ide atau gagasan, cara-cara baru pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat; 4) pemanfaatan informasi pertanian dengan menggunakan media komunikasi interpersonal, media cetak, dan media elektronik, yaitu petani diharapkan dapat memanfaatkan sarana
369
media informasi pertanian yang tersedia di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan untuk menambah pengetahuan dan kemampuan dalam meningkatkan usahataninya. Bagi pengambil kebijakan pembangunan di Kalimantan Tengah, penelitian ini dapat menjadi acuan dalam proses penyuluhan dan pembangunan pertanian yang berbasis pada pengembangan pengetahuan lokal masyarakat, karena pada temuan penelitian menunjukkan bahwa variabel penyuluhan pertanian tidak berpengaruh nyata terhadap sikap petani (β= 0.021, p > 0.05) dan modifikasi inovasi (β= 0.010, p > 0.05), sehingga kegiatan penyuluhan perlu dievaluasi lagi dengan mengintegrasikan pada pendekatan partisipatif mengutamakan pada proses dialog, interaktif, dan membangun komunikasi ide atau gagasan dari petani Kondisi yang menyebabkan penyuluhan pertanian tidak berpengaruh terhadap modifikasi inovasi diduga disebabkan oleh komunikasi partisipatif yang dibangun oleh penyuluh dan petani lebih berlangsung pada tahapan komunikasi praktis, seperti pada tahap pelaksanaan dimana petani sudah terbiasa mendapatkan petunjuk dari kegiatan usahatani sebelumnya mengenai apa yang semestinya dilakukan, tetapi pada saat penumbuhan ide hal ini yang menjadi titik kritis dari keseluruhan proses penyuluhan pertanian yang perlu ditingkatkan lagi, dimana seorang penyuluh dapat membantu petani untuk bagaimana menyampaikan gagasannya. Komunikasi gagasan inilah yang perlu diperkuat dalam kegiatan penyuluhan, sehingga temuan dari penelitian ini adalah membangun komunikasi gagasan antara penyuluh dan petani melalui kegiatan penyuluhan pertanian.
370
Berdasarkan keseluruhan uraian dan analisis mengenai penelitian ini, penulis menyadari bahwa tulisan ini mengandung kelemahan-kelemahan yang masih perlu dilakukan perbaikan-perbaikan, sehingga dapat menghasilkan karya tulis ilmiah yang lebih baik. Adapun kelemahan-kelemahan yang dirasakan penulis antara lain: pendalaman obyek penelitian yang dirasakan masih kurang konfrehensif, hal ini dikarenakan kondisi petani sebagai responden penelitian baik secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi obyektifitas hasil penelitian di lapangan; serta penggunaan metode penelitian untuk memahami, mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan permasalahan dirasakan belum maksimal, sehingga permasalahan yang dirumuskan belum menjawab permasalahan pembangunan pertanian di lahan rawa pasang surut secara keseluruhan. Walaupun demikian, penelitian ini memperkuat perspektif komunikasi pembangunan yang mengutamakan pada komunikasi gagasan dan berasumsi bahwa petani adalah sumber informasi yang perlu didengarkan, sehingga akan terjadi pertukaran informasi, pengalaman, dan pengetahuan. Oleh karena itu, model komunikasi partisipatif yang berdasarkan pada komunikasi gagasan ini perlu diterapkan oleh Pemerintah Daerah didalam mengembangkan pembangunan pertanian di lahan pasang surut yang berbasis pada pengetahuan lokal masyarakat.