BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Pengeluaran Daerah Kabupaten Klungkung. 1)
Pendapatan Asli Daerah Kemampuan Keuangan Daerah dalam membiayai pengeluaran daerah
seperti diketahui bahwa rata-rata kontribusi PAD terhadap total penerimaan APBD kabupaten/kota di Provinsi Bali rata-rata di bawah 15 persen. Hanya Kabupaten Badung di angka rata-rata 55.97 persen dan Kota Denpasar rata-rata 24.13 persen. Dilihat dari sebaran antar Kabupaten tersebut, Kabupaten Badung memegang peringkat tertinggi, sedangkan Kabupaten Bangli terendah, yakni perolehan rata-ratanya hanya 3,43 persen. Perbedaan range yang relatif tinggi dan semakin meningkat tersebut merupakan salah satu indikator kesenjangan pendapatan antar daerah Kabupaten/Kota se-Bali pasca digulirkannya otonomi daerah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan otonomi daerah masih belum mampu mengatasi kesejangan pendapatan daerah dalam usaha membiayai pengeluaran daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini juga terjadi di Kabupaten Klungkung yang berada pada urutan ke enam (6.95 persen). Rendahnya kontribusi PAD terhadap total penerimaan APBD mengindikasikan masih dominannya peranan bantuan dana dari pemerintah
pusat
untuk
membiayai
pengeluaran
daerah
agar
tetap
berkesinambungan. Ketergantungan daerah yang tinggi terhadap pusat tersebut menimbulkan kesan pelaksanaan dekonsentrasi lebih dominan bila dibandingkan
78
79
dengan desentralisasi sehingga karenanya akan membuka peluang yang besar bagi pemerintah pusat melakukan intervensi dalam berbagai kebijakan pengelolaan keuangan dan pembangunan daerah. Hal ini tentunya dapat membatasi pemberdayaan masyarakat, prakarsa dan kreatifitas dan peran serta masyarakat dalam pembangunan. Seperti sudah dijelaskan pada Bab V tentang gambaran umum lokasi penelitian, Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten yang mempunyai luas paling kecil (315 Km2) diantara 9 (sembilan) kabupaten dan kota se-Bali namun memiliki wilayah dengan pulau-pulau kecil, satu pertiga luasnya ada ada di daratan Pulau Bali (3 kecamatan) dan dua pertiganya (satu kecamatan) ada di kepulauan Nusa Penida karenanya memiliki konsekuensi dan tanggung jawab yang besar untuk mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata terhadap perkembangan pembangunan lokal maupun regional. Dengan kondisi kontribusi PAD terhadap total penerimaan APBD
yang masih rendah tentunya dapat
menjadi suatu hambatan di dalam tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang diharapkan. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan penerimaan PAD dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan APBD, sehingga proporsi PAD terhadap total penerimaan APBD akan semakin berimbang. Berdasarkan hasil perhitungan kemandirian keuangan daerah Kabupaten Klungkung dari tahun 2001-2008 mencapai rata-rata 6,95 persen (Tabel 5.6). Dimana sesuai dengan kreteria tolok ukur yang ditentukan oleh Tim Peneliti Fisipol UGM dan Litbang Departemen Dalam Negeri, rasio ini termasuk dalam
80
kemampuan yang berkatagori sangat kurang (0.00-10.00) artinya masih memiliki tingkat ketergantungan yang cukup besar pada pemerintah Pusat.
Dengan
demikian dapat dipastikan bahwa bilamana menggunakan indikator PAD, maka Kabupaten Klungkung dalam rangka
otonomi bila ditinjau dari aspek
kemampuan keuangan daerah, belum mampu membiayai pengeluaran daerahnya secara mandiri. Sehingga hubungan daerah dengan pusat tidak dapat dipisahkan karena ketergantungan daerah terhadap pusat masih sangat tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni Nyoman Sri Handayani (2006) yang menyatakan bahwa bergulirnya otonomi daerah di 9 Kabupaten/Kota se-Bali belum memperlihatkan dampaknya terhadap kemandirian keuangan daerah, dengan kata lain ke 9 Kabupaten/Kota se-Bali (kecuali Badung dan Denpasar) belum mampu membiayai pengeluaran daerahnya secara mandiri. Rendahnya kemandirian keuangan daerah menggambarkan tingginya ketergantungan daerah terhadap sumber dana pemerintah pusat dan provinsi, demikian sebaliknya semakin tinggi rasio kemandirian keuangan daerah artinya bahwa ketergantungan daerah terhadap bantuan pemerintah pusat dan provinsi semakin rendah. Rasio kemandirian yang rendahnya menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembagunan daerah juga rendah dan perlu ditingkatkan dengan mengoptimalkan menggali potensi riil yang dimiliki. Tingginya ketergantungan fiskal daerah Kabupaten Klungkung disebabkan oleh beberapa hal, pertama tingginya sentralisasi dalam bidang perpajakan. Semua pajak utama yang paling produktif dan elastisitas baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung ditarik oleh pusat. Kedua, walaupun pajak daerah cukup
81
beragam, kenyataannya hanya sedikit yang bisa diandalkan
sebagai sumber
penerimaan daerah, ketiga dampak tragedi bom Bali yang melumpuhkan perekonomian Bali. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri Haryanto (2007) yang menyimpulkan secara realita semua daerah di Indonesia ketergantungan terhadap pusat semakin tinggi. Pendapatan Asli daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran guna mewujudkan pembangunan yang lebih merata sejalan dengan potensi yang dimiliki. Kondisi ini akan mampu mendorong pembangunan yang lebih luas dan merata dengan kerja keras mengerahkan segala upaya untuk menggali potensi yang ada untuk meningkatkan PAD. Rendahnya kemandirian keuangan daerah adalah akibat
rendahnya
pendapatan asli daerah dan ini merupakan cerminan kemampuan daerah untuk membiayai pengeluaran dalam rangka mewujudkan pembangunan yang lebih merata di daerah tidak atau belum terlaksana seperti yang diharapkan. Untuk meningkatkan kemampuan
keuangan daerah dalam membiayai
pengeluaran daerah Kabupaten Klungkung maka berdasarkan pola pemikiran Bahl dalam penelitian ini variabel yang digunakan sebagai dasar estimasi pengeluaran daerah yaitu penerimaam pajak daerah dan retribusi daerah. Maka kedua komponen tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih serius, hal ini karena pajak dan retribusi sangat dominan dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pengeluaran daerah Kabupaten Klungkung.
82
2) Tingkat Kontribusi Sumber PAD terhadap Total PAD Analisis kontribusi dari sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Klungkung dari tahun anggaran 2001-2008 menggunakan formulasi dari Widodo (1990) terlihat pada Tabel 5.3 menyatakan bahwa kontribusi terbesar terhadap pendapatan asli daerah dalam periode delapan tahun adalah retribusi daerah yaitu sebesar rata-rata 46.22 persen; kemudian pajak daerah memberikan kontribusi sebesar rata-rata sebesar 22,16 persen; hasil pengelolaan BUMD dan kekayaan daerah daerah
sebesar rata-rata 8,80 persen, dan dari lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah sebesar rata-rata 22.82 persen. Dari hasil ini diharapkan Pemerintah Kabupaten Klungkung akan lebih optimal menggali sumber-sumber baru agar dapat meningkatkan PAD. Studi ini juga sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Marlina Emidianti (2007) yang berjudul
Analisis
Keuangan,
Kemandirian
dan
Posisi
Fiskal
Periode
Pemberlakuan UU No. 18/1997 dan UU No. 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Studi Kasus di Propinsi Lampung, menyimpulkan bahwa dengan penyerahan sebagian kewenangan dalam mendapatkan, mengelola sumber-sumber pembiayaan dalam otonomi daerah, retribusi daerah dan pajak daerah merupakan sumber penerimaam yang penting, karena mempunyai kontribusi yang besar terhadap PAD. 3)
Derajat Desentralisasi Fiskal Derajat Desentralisasi Fiskal atau tingkat desentralisasi keuangan daerah
merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi otonomi daerah secara keseluruhan, karena disana tercermin seberapa besar kemampuannya dalam
83
membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun pinjaman. Kemandirian keuangan suatu daerah dapat juga dilihat dengan membandingkan DDF (Derajat Desentralisasi Fiskal) suatu daerah dari tahun ke tahun. Semakin tinggi DDF, maka semakin mandiri pula kemampuan keuangan daerah tersebut dalam membiayai pengeluaran daerah dalam rangka melaksanakan otonomi secara konsekuen. Analisis perkiraaan kemandirian keuangan daerah menggunakan persamaan trend linear yaitu Y’ = a + b Xi, dimana Y’ adalah nilai taksiran kemandirian keuangan daerah, sedangkan X adalah periode waktu. Dari perhitungan Analisis Trend DDF yang dilakukan ketahui bahwa trend (perkiraan) DDF Kabupaten Klungkung tahun 2009-2011 adalah seperti Tabel 6.1 berikut ini : Tabel 6.1 Proyeksi DDF Kabupaten Klungkung Tahun Anggaran 2009-2011 No
Tahun Anggaran
Derajat Desentralisasi Fiskal (%)
1
2009
5,66
2
2010
5,52
3
2011
5,38
Sumber data : Lampiran 2 (data diolah)
Dari data tersebut diatas ternyata proyeksi Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Klungkung mengalami penurunan padahal Pendapatan Asli Daerah
84
meningkat sangat dominan terhadap Total Pendapatan Daerah sehingga dapat disimpulkan bahwa bantuan Pemerintah Pusat masih sangat dominan dalam struktur pendapatan daerah. 4)
Proyeksi Sumber-Sumber PAD Berdasarkan analisa trend terhadap sumber-sumber PAD, ternyata hasil
analisanya seperti terlihat pada Tabel 6.2 berikut : Tabel 6.2 Proyeksi Sumber-Sumber PAD Kabupaten Klungkung Tahun Anggaran 2009-2011 No
Sumbersumber PAD
2009 (Rp)
2010 (Rp)
2011 (Rp)
1
Pajak Daerah
2.919.794.288,05
2.949.103.808,89
2.978.413.329,73
2
Retribusi
23.264.948.767,62
24.709.027.798,73
26.153.106.829,83
3
Hasil pengelolaan BUMD dan kekayaan daerah
3.518.763.542,70
3.714.724.278,25
3.910.685.013,80
5.447.324.341,02
5.594.233.782,94
5.741.143.224,86
4
Lain-lain PAD yg sah
Sumber data : Perhitungan analisis trend (halaman 74-77)
Berdasarkan proyeksi seperti Tabel diatas terlihat bahwa : (1)
Pajak Daerah akan mengalami peningkatan penerimaan, walaupun pertumbuhannya sangat kecil, data ini akan sangat membantu memberikan informasi kepada Aparatur Pemerintah Kabupaten Klungkung di bidang yang menangani pemungutan agar lebih bersungguh-sungguh lagi dalam melaksanakan
85
tugas, agar lebih mengintensifkan lagi pungutan terhadap obyek-obyek pajak yang ada serta mampu melihat peluang untuk mencari obyek-obyek pajak yang baru. (2)
Proyeksi Retribusi; hasil pengelolaan BUMD dan kekayaan daerah serta lain-lain PAD yang sah tahun anggaran 2009-2011, mengalami peningkatan. Hal ini bisa saja menjadi kenyataan manakala upaya-upaya yang dilakukan berjalan sesuai dengan aturan yang ditetapkan, disiplin petugas pungut, tertib administrasi berjalan dengan baik. Disamping itu kesadaran pedagang di pasar-pasar di wilayah Kabupaten Klungkung untuk memenuhi kewajiban tetap tinggi. Upaya lain yang perlu dilakukan adalah upaya intensifikasi pungutan, meningkatkan ketrampilan dan kesejahteraan petugas, meningkatkan koordinasi antar karyawan dan instansi terkait, meningkatkan pelayanan dan penyuluhan dan meningkatkan pengawasan terhadap wajib pajak. Upaya ekstensifikasi yaitu pendataan obyekobyek pajak baru, melaksanakan studi banding untuk belajar ke daerah lain yang lebih maju dan kalau memungkinkan dengan peninjauan/pembuatan Perda baru tentang tarif, obyek dan sanksi/denda. Proyeksi penerimaan sumber-sumber PAD selama 3 tahun mendatang (tahun 2009-2011) perlu menjadi perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung,dengan melakukan upaya-upaya untuk peningkatan penerimaan dari sektor ini karena hal ini akan mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah secara keseluruhan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Anak Agung Ngurah Mayun (2004) yang meneliti tentang analisis kemampuan pendapatan asli daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah di Kota Denpasar, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kontribusi total PAD terhadap total penerimaan daerah dan kontribusi sumber-sumber PAD terhadap
86
total PAD, bagaimana pertumbuhan masing-masing sektor pajak dan retribusi daerah yang dominan, bagaimana kinerja daerah yakni berupa nilai efektivitas dalam menggali potensi pada sektor-sektor pajak dan retribusi daerah yang dominan. Studi ini juga sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Marlina Emidianti (2007) yang berjudul Analisis Keuangan, Kemandirian dan Posisi Fiskal Periode Pemberlakuan UU No. 18/1997 dan UU No. 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Studi Kasus di Propinsi Lampung, menyimpulkan bahwa dengan penyerahan sebagian kewenangan dalam mendapatkan, mengelola sumber-sumber pembiayaan dalam otonomi daerah, pajak daerah merupakan sumber penerimaam yang penting, karena mempunyai kontribusi yang besar terhadap PAD. Menurut Halim (2001) berbagai kendala dihadapi masing-masing daerah dalam upaya meningkatkan kemandirian daerah dalam pengelolaan keuangan daerahnya yaitu : a)
Kapasitas sumber pendapatan yang terbatas;
b)
Adanya proses keputusan politik atas suatu pungutan oleh DPRD;
c)
Kesulitan dalam menghitung biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh;
d) Terbatasnya sarana prasarana sebagai fasilitas penunjang; e)
Terbatasnya kemampuan mengukur potensi sumber-sumber potensi yang dimiliki;
f) Lemahnya sistem administrasi dari sudut penerimaan; g) Terbatasnya penguasaan sistem dan prosedur oleh aparatur bawahan;
87
h) Pengawasan pemungutan pendapatan yang belum mamadai. Kabupaten Klungkung juga mengalami kendala seperti tersebut diatas. Tidak meningkatnya kemandirian keuangan daerah disebabkan karena kapasitas sumber pendapatan yang memang terbatas mengingat sumber-sumber pendapatan asli daerah ditentukan oleh Pemerintah Pusat melalui UU nomor 32 tahun 2004, sedangkan Kabupaten Klungkung hanya mengandalkan sektor galian C sebagai sumber pendapatan utama, sayangnya hal itu sudah akan menjadi bayangan saja karena kebijakan Pemerintah Kabupaten Klungkung sudah mendapatkan persetujuan dari DPRD untuk menutup segala aktivitas terkait galian C. Terbatasnya sumber daya alam yang dimiliki diikuti dengan terbatasnya sumber daya manusia (SDM) dalam mengukur dan menggali potensi-potensi yang ada, sehingga hal ini harus menjadi catatan yang pada akhirnya nantinya bisa meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pengeluaran daerah. Selain itu, kendala yang tidak bisa diprediksi juga sering membawa andil keterpurukan upaya meningkatkan pendapatan daerah, adanya krisis ekonomi global; tragedi bom Bali yang membawa dampak negatif terhadap perekonomian Bali umumnya; dan adanya kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil yang menambah kebutuhan dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat, sehingga memperkecil proporsi PAD terhadap Total Penerimaan Daerah.
88