BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Teknis
6.1.1. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan proses awal budidaya tanaman tebu. Hal ini menjadi sangat penting mengingat tercapainya produksi yang tinggi dikarenakan pengolahan tanah yang baik. Pengolahan tanah yang baik bertujuan untuk menggemburkan tanah yang padat akibat kegiatan tebang dan angkut. Tanah yang telah gembur memiliki aerasi yang baik dan mengubah kondisi tanah dari keadaan reduksi menjadi oksidasi. Keadaan tanah yang optimum dapat merangsang perakaran tebu. Semakin dalam proses pengolahan tanah maka perakaran tebu akan semakin dalam sehingga penyerapan air dan hara dari tanah akan semakin efektif dan efisien. Pengolahan tanah yang dilaksanakan di PG. Krebet Baru menggunakan mekanisasi yaitu dengan Traktor. Oleh karena itu, iklim menjadi faktor pembatas yang sangat penting. Jika terjadi hujan maka pengolahan tanah tidak mungkin dilakukan terutama pada tanah berat. Pengolahan tanah dapat dilaksanakan jika tanah sudah kering dan tidak terjadi hujan lagi. Hal tersebut dapat mengakibatkan terlambatnya kegiatan pengolahan tanah yang berdampak mundurnya seluruh jadwal kegiatan budidaya tebu. Hal ini dapat diatasi dengan penetapan jadwal pengolahan tanah sebelum bulan September atau harus selesai dilakukan sebelum bulan September berakhir. Pada umumnya pengolahan tanah yang dilaksanakan di PG. Krebet Baru melalui tahap pembajakan I, pembajakan II, dan pengkairan. Berbeda dengan pengolahan tanah di PG lain yang melakukan kegiatan penggaruan setelah pembajakan. Hal ini dikarenakan tanah di Malang tidak sekeras di wilayah PG lain. Jadi pengolahan tanah cukup dengan menggunakan disc flow. Di PG. Krebet Baru disediakan juga alat Rotafatory yang berfungsi untuk menghancurkan bongkahan tanah menjadi lebih halus lagi, namun jarang atau hampir tidak pernah digunakan karena kurangnya permintaan petani akan alat tersebut. Hal ini dikarenakan untuk menghemat biaya dan waktu budidaya.
48
6.1.2. Pemupukan Pemupukan di PG. Krebet Baru menggunakan dua jenis pupuk, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal yang digunakan adalah ZA yang mengandung 21 % N2 dan Ponska sebagai pupuk majemuk yang mengandung N2, P2O5, dan K2O masing-masing 15 %. Pupuk di PG. Krebet Baru dibagikan kepada petani dengan menggunakan sistem kredit. Kredit ini merupakan salah satu bentuk dari program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang dicanangkan pemerintah pada tahun 1975 yang bertujuan untuk meningkatkan produksi gula nasional. Dosis pupuk yang diberi kredit yaitu 0.7 ton/ha ZA dan 0.4 ton/ha Ponska. Dosis yang ditetapkan oleh PG. Krebet Baru masih belum sesuai dengan dosis pupuk anjuran dari P3GI. kebutuhan N, P, dan K tanaman tebu untuk 1 ha menurut P3GI yaitu 150 kg N2, 150 kg P2O5, dan 75 kg K2O. Jika dibandingkan, maka masih terdapat kekurangan pada dosis yang dianjurkan oleh pihak PG. Krebet Baru yaitu 90 kg K2O dan 15 kg P2O5. Petani di wilayah kerja PG. Krebet Baru sebagian besar memberikan tambahan dosis untuk tebu mereka. Penambahan dosis ini sangat beragam pada tiap-tiap petani. Pada dasarnya, petani akan menambahkan pupuk urea pada tanaman pertama yaitu saat penanaman bibit. Penambahan pupuk urea saat tanam bertujuan untuk meningkatkan daya berkecambah bibit dan meningkatkan jumlah anakan. Dosis pupuk urea yang diberikan biasanya 3 sampai 6 Kw/Ha urea. Selain urea, terdapat petani yang menambahkan SP36 untuk tanaman pertamanya dengan tujuan merangsang perakaran pada bibit. Untuk memperoleh bobot tebu per hektar yang tinggi, biasanya petani akan menambahkan dosis pupuk ZA dan Ponska. Penambahan pupuk dilakukan dengan melihat pertumbuhan tanaman tebu, jika pertumbuhan tanaman tebu sudah dianggap maksimal maka penambahan dosis dianggap cukup. Penambahan dosis pupuk berbeda-beda pada setiap petani.
6.1.3. Lahan kering Salah satu usaha untuk meningkatkan hablur gula di PG. Krebet Baru yaitu dengan jalan meningkatkan luas areal tanam atau meningkatkan luas panen. Hal tersebut dilakukan oleh PG. Krebet Baru dengan memperluas wilayah kerja.
49
Masalah timbul karena semakin sempitnya lahan sawah yang merupakan lahan ideal untuk penanaman tebu. Banyak lahan sawah yang telah beralih fungsi menjadi pabrik yang juga membutuhkan lahan di daerah sentra tenaga kerja. Tanaman tebu juga harus bersaing dalam pemanfaatan lahan sawah dengan tanaman pangan yang dinilai lebih menguntungkan oleh petani (Lampiran 11 dan lampiran 12), oleh karena itu PG. Krebet Baru memperluas wilayah kerjanya ke daerah-daerah dengan lahan kering. Saat ini wilayah kerja PG. Krebet Baru sebagian besar merupakan lahan kering dengan total luas lahan 14 494.521 Ha atau 65% dari total luas wilayah. Hal ini berpengaruh langsung terhadap hasil tebu yang dihasilkan karena produktivitas lahan kering lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas lahan sawah. Rendahnya produktivitas lahan kering dipengaruhi oleh terbatasnya ketersediaan air dan hara yang dibutuhkan tebu untuk pertumbuhannya. Jika dibandingkan, produktivitas lahan kering hanya 70% dari produktivitas lahan sawah. Untuk mengatasi masalah ketersediaan air di lahan kering, PG. Krebet Baru menghimbau pihak petani untuk menggunakan kompos blotong. Kompos blotong
telah diproduksi sendiri oleh pihak PG dan dibagikan ke petani
bersamaan dengan pemberian kredit bongkar ratoon.
6.1.4. Varietas Varietas merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan produksi tebu. Varietas menentukan hasil tebu, rendemen, hablur, dan pola kemasakan. Berdasarkan pola kemasakan terdapat tiga varietas tebu, yaitu varietas tebu masak awal, tebu masak tengah, dan tebu masak akhir. Proporsi dari ketiga varietas tersebut harus seimbang untuk menjaga kontinuitas panen dan pengolahan gula di pabrik gula. Pada umumnya proporsi tersebut 30% varietas masak awal, 30% varietas masak tengah, dan 40% varietas masak akhir. Terdapat 2 jenis varietas yang ditanam di wilayah PG. Krebet Baru, yaitu varietas masak awal sampai tengah dan varietas masak tengah sampai akhir. Varietas masak awal sampai tengah yang ditanam antara lain PS 862, PA 198 (Kidang Kencana), MK 98, dan BR 394. Varietas masak tengah sampai akhir yang ditanam yaitu BR 194 (BL) dan PS 864. Terdapat masalah proporsi varietas
50
yang ditanam di wilayah PG. Krebet Baru, terdapat lonjakan jumlah varietas masak tengah sampai akhir yaitu mencapai 89.3% dari total luas tanam, yang terdiri dari BR 194 sebesar 83 % dan PS 864 sebesar 6.3 %. Varietas masak awal sampai tengah yang seharusnya memiliki proporsi 30 – 60 %, pada kenyataannya hanya 10.7 % dari total luas panen. Hal tersebut sangat merugikan pihak PG. Krebet Baru karena terdapat penumpukan bahan baku di akhir masa giling yaitu tebu varietas BR 194 (BL) yang merupakan tebu dengan proporsi terbesar. Varietas BR 194 adalah varietas masak tengah sampai akhir yang cenderung lambat masak. Penumpukan bahan baku diakhir berakibat pada perpanjangan masa giling sehingga PG. Krebet Baru harus mengeluarkan biaya produksi yang lebih besar, sedangkan untuk awal masa giling PG. Krebet Baru mengalami kesulitan mendapatkan tebu yang telah masak sebagai bahan baku. Untuk mengatasi masalah kurangnya bahan baku pada awal musim giling, PG. Krebet Baru melaksanakan aplikasi ZPK (Zat Pemacu Kemasakan) yang bertujuan untuk mempercepat kemasakan tebu varietas masak tengah sampai akhir agar dapat dipanen lebih awal. ZPK yang digunakan di PG Krebet Baru adalah Round Up dengan dosis 1 l/ha . ZPK dapat meningkatkan derajat kemasakan tetapi tidak dapat meningkatkan rendemen. Penggunaan aplikasi ZPK dapat mengatasi masalah kekurangan bahan baku di awal musim giling, namun PG. Krebet Baru masih harus menanggung biaya aplikasi ZPK yang relatif tinggi. Jalan keluar dari permasalahan tersebut adalah dengan penataan varietas. Proporsi antara varietas masak awal sampai tengah dan tengah sampai akhir harus seimbang. Untuk saat ini target sementara PG. Krebet Baru yaitu meningkatkan jumlah luas tanam untuk varietas masak awal-tengah mencapai angka 30% dari total luas lahan. Varietas yang saat ini sedang dikembangkan yaitu PS 862, MK 98, PSBM 88-113dan Kidang Kencana (PA 198). Diantara ketiga varietas tersebut PS 862 yang sedang utama dikembangkan. PS 862 memiliki sifat masak awal dengan potensi rendemen yang tinggi diawal musim giling yaitu 8.00 – 10.00%, hasil tebu 1 000 – 1 200 ku/ha, dan hablur gula 80.00 – 120.00 ku/ha. Varietas PS 862 memiliki diameter batang yang besar sehingga hasil tebu per hektar juga besar, namun terdapat sifat-sifat PS 862 yang kurang disukai oleh petani yaitu
51
sulitnya klentek, kurangnya anakan, dan karakteristik lahan untuk varietas ini adalah lahan sawah. Kesulitan klentek akan meningkatkan biaya tenaga kerja, misalnya untuk varietas BR 194 satu orang tenaga kerja mampu mengerjakan 12 leng/hari sedangkan untuk varietas PS 862 satu orang tenaga kerja hanya mampu mengerjakan 8 leng/hari. Sulitnya klentek akan menghasilkan tebu kotor ketika panen dan petani akan mendapatkan pinalti dari pihak PG. Krebet Baru. Varietas PS 862 kurang disukai petani karena jumlah anakan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan BR 194 dan sulit membentuk sogolan. Varietas PS 862 memerlukan pengairan yang cukup dan merupakan varietas masak awal, sehingga penanaman hanya dapat dilakukan di wilayah yang memiliki lahan sawah, sedangkan sebagian besar lahan di wilayah PG. Krebet Baru merupakan lahan kering yang hanya dapat mengandalkan hujan sehingga masa tanam tertunda sampai turunnya hujan. Masalah karakteristik lahan dan masa tanam dapat diatasi dengan penataan varietas spesifik lokasi yaitu penentuan varietas masak awal sampai tengah yang sesuai dengan karakteristik lahan yang akan dilakukan pembongkaran ratoon. Varietas masak awal sampai tengah yang cocok ditanam di lahan kering diantaranya Kidang Kencana (PA 198), MK 98, SS 57, dan PSBM 88-113n namun smpai saat ini kebutuhan bibit dari varietas-varietas tersebut belum dapat tercukupi karena masih dikembangkan di tingkat KBD.
6.2. Aspek Manajerial
6.2.2. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang menentukan tercapainya visi, misi, dan tujuan perusahaan. Dengan tercapainya ketiga hal tersebut, berarti meningkat pula produktivitas perusahaan. Sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah karyawan merupakan aset penting yang dimiliki suatu perusahaan. Oleh karena itu, harus selalu ditumbuhkembangkan. Dalam hal ini diperlukan peraturan dan pembagian waktu kerja untuk mengefisienkan produktivitas kerja. Peraturan dan pembagian waktu kerja juga dapat
52
meningkatkan kedisiplinan, karena kedua hal tersebut merupakan tata terbit yang dipatuhi dan terdapat sanksi bagi yang melanggar. Pembagian waktu kerja di pabrik gula dibedakan berdasarkan masa giling, yaitu dalam masa giling dan luar masa giling. Dalam masa giling, proses produksi akan berlangsung selama 24 jam untuk bagian pabrik. Pelaksanaan jam kerja diatur dengan membagi tenaga kerja menjadi tiga sift, yaitu kelompok Pagi, Siang dan Malam. Masing-masing kelompok kerja akan bergantian selama 7 hari, sedangkan untuk bagian lain waktu kerja sama dengan waktu kerja luar giling, hanya saja terdapat tambahan hari kerja di hari minggu dan lembur yang disesuaikan dengan pekerjaan. Untuk luar masa giling, dimana tidak berlangsungnya kegiatan produksi, maka pembagian hari dan waktu yaitu untuk hari senin hingga kamis dimulai pukul 07.00 – 16.00 WIB dengan jam istirahat pukul 12.00 – 13.00 WIB, untuk hari jumat dimulai pukul 07.00 – 16.00 dengan jam istirahat pukul 11.00 – 12.30 WIB, dan untuk hari sabtu dimulai pukul 07.00 – 12.30 WIB.
6.2.3. Pengelolaan Kegiatan dan Tenaga Kerja Bagian Tanaman Perencanaan jadwal lapangan dilakukan oleh PLPG (Petugas Lapang Pabrik Gula) yang disusun pada sebuah buku cadong (cadangan ongkos) yang berisikan rencana kegiatan harian. Rencana kerja tersebut selanjutnya akan diajukan ke SKW untuk dievalusi yang selanjutnya akan diajukan oleh SKW ke SKK untuk disetujui. Setelah mendapat persetujuan dari SKW dan SKK, PLPG akan menginstruksikan rencana kegiatan tersebut untuk dikerjakan oleh kepala buruh dan anak buahnya. Kepala buruh dan anak buahnya biasanya merupakan penduduk sekitar pabrik. Kegiatan tersebut hanya berlaku untuk SKW dan PLPG tebu sendiri (TS). Berbeda untuk SKW dan PLPG tebu rakyat (TR), semua kegiatan budidaya dilakukan oleh petani yang telah bermitra dengan pabrik gula. Tugas dari SKW dan PLPG mengawasi dan memberikan arahan tentang budidaya tebu yang baik agar mencapai produksi yang maksimal. PLPG tebu rakyat bertugas sebagai penghubung pabrik gula dengan petani mitra. Produktivitas tebu merupakan tanggung jawab bagian tanaman, karena bagian tanaman yang berhubungan langsung dengan kebun tebu giling yang
53
dalam hal ini dikuasai seluruhnya oleh petani. Bagian tanaman bertugas dan bertanggung jawal mengawasi seluruh kegiatan budidaya di kebun tebu giling yang dilaksanakan petani. Penyaluran kredit TRI merupakan tugas dan tanggung jawab bagian tanaman, kredit yang disalurkan tidak boleh terlambat agar semua kegiatan budidaya berjalan sesuai dengan jadwal. Kredit yang diberikan berupa pupuk dan ongkos tenaga kerja untuk semua kegiatan budidaya.
6.3. Aspek Khusus
6.3.1. Produktivitas PG. Krebet Baru Produksi, Produktivitas, dan rendemen di PG. Krebet Baru selama 5 tahun terakhir berfluktuatif. Perubahan produksi dipengaruhi total luas areal, sedangkan produktivitas dan rendemen dipengaruhi iklim. Data produktivitas, rendemen, dan produksi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Produksi PG. Krebet Baru 5 Tahun Terakhir Musim Tanam
Luas (ha)
2003/2004 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008 rata-rata
12 327.2 15 920.1 15 003.9 17 070.1 19 750.1 16 014.3
Rendemen (%) 7.2 6.5 6.8 6.7 7.8 7.0
Produktivitas (ku/ha) Tebu Gula 852.8 61.1 995.0 64.8 929.7 63.2 1 005.1 66.8 892.9 69.8 935.1 65.1
Produksi (ku) Tebu 10 512 869.0 15 839 978.0 13 949 340.0 17 157 258.0 17 635 804.0 15 019 049.8
Gula 753 772.7 1 031 182.6 948 555.1 1 140 957.7 1 379 119.9 1 050 717.6
Sumber : Bina Sarana Tani PG. Krebet Baru, Malang (2009)
Produktivitas tebu rata-rata selama lima tahun terakhir ini adalah sebesar 935.1 ku/ha. Produksi tebu dari musim tanam 2003/2004 hingga 2007/2008 mengalami peningkatan, namun peningkatan tersebut disebabkan karena peningkatan luas areal tanam yang meningkat setiap tahunnya. Produktivitas lebih fluktuatif setiap tahunnya, bahkan cenderung tidak mengalami peningkatan yang berarti. Pada musim tanam 2004/2005 produktivitas mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan musim tanam 2003/2004, peningkatan ini disebabkan karena curah hujan (Lampiran 8)
musim tanam 2004/2005 lebih tinggi jika
dibandingkan curah hujan musim tanam sebelumnya. Tanaman tebu menghendaki
54
ketersediaan air yang cukup banyak pada awal pertumbuhan (inisiasi tunas) sampai pada fase pemanjangan batang (Disbun Jatim, 2009). Ketersediaan air yang berlebih merangsang pertumbuhan anakan, panjang ruas, dan diameter batang tebu sehingga bobot tebu per hektar yang dihasilkan tinggi. Pada fase pembentukan gula di batang hingga pemasakan tanaman tebu menghendaki ketersediaan air yang sedikit, hal inilah yang menyebabkan rendemen tebu pada musim tanam 2004/2005 lebih rendah jika dibandingkan musim tanam sebelumnya. Produktivitas tertinggi terjadi pada musim tanam 2006/2007 yaitu sebesar 1 005.1 ku/ha. Sama halnya pada musim tanam 2004/2005, tingginya produktivitas tebu pada musim tanam tersebut terjadi karena peningkatan total luas area tanam dan curah hujan jika dibandingkan dengan musim tanam 2005/2006. Penurunan produktivitas terbesar terjadi pada musim tanam 2007/2008, yaitu sebesar 112.2 ku/ha. Penurunan produktivitas tersebut dikarenakan rendahnya curah hujan pada musim tanam saat itu. Rendahnya curah hujan berakibat baik pada nilai rendemen tebu. Rendemen pada musim tanam 2007/2008 merupakan nilai rendemen tertinggi, hal ini disebabkan sinar matahari optimum karena tidak terhalangi awan sehingga proses pembentukan gula tinggi.
6.3.2. Produktivitas tanaman keprasan Tanaman keprasan merupakan tanaman tebu yang sebelumnya ditebang, kemudian dipotong tunggulnya tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan selanjutnya dikelola sampai berproduksi (Koswara, 1989). Pada umumnya tanaman keprasan memiliki produktivitas yang lebih rendah daripada tanaman pertamanya. Menurut Arifin (1989), produktivitas tebu keprasan di lahan kering hanya mencapai 67 % dari hasil tanaman pertamanya dan berkurang 27.1 % pada tanaman keprasan keduanya (RC2). Wijayanti (2008) menambahkan, tanaman yang mempunyai produktivitas tinggi adalah tanaman pertama yang ditanam pada lahan bekas selain tebu. Rendahnya produksi tanaman keprasan diduga belum memadainya pengelolaam agronomis varietas tebu pada saat itu. Namun dengan seiringnya waktu, pengelolaan tebu keprasan mengalami perbaikan dari segi teknik budidaya dan pemuliaan tanaman. Perakitan varietas tebu tahan kepras
55
semakin banyak. Saat ini proporsi luas lahan areal tebu jika dibanding dengan luas areal tebu pertama yaitu 9 : 1, angka ini sangat jauh dari proporsi ideal yaitu 4 : 1 (Disbun jatim, 2009). Kondisi tidak idealnya komposisi kategori tanaman tersebut merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas tebu. Tanaman keprasan sampai pada kondisi ratoon tertentu masih sangat menguntungkan jika dibanding tanaman pertamanya. Hal tersebut karena budidaya tanaman keprasan membutuhkan biaya yang relatif lebih kecil jika dibanding tanaman pertama. Pada budidaya tanaman keprasan tidak dilakukannya pembelian bibit dan pengolahan tanah. Pada umumnya tanaman tebu dapat dikepras sampai tiga kali, namun banyak petani yang memelihara tebu lebih dari keprasan ketiga dan bahkan di beberapa tempat terdapat pengeparasan tebu hingga lebih dari 10 kali. Produktivitas dan ketahanan keprasan pada tebu berbeda pada lahan sawah dan lahan kering. Di wilayah kerja PG. Krebet Baru produktivitas tebu di lahan sawah dan lahan kering berbeda. Perbedaan produktivitas tersebut didasari pada ketersediaan air dan hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tebu. Pada lahan sawah beririgasi, pengairan dapat dilakukan sesuai dengan jadwal teknis budidaya, sedangkan untuk lahan kering ketersediaan air hanya menunggu musim hujan.
6.3.3. Produktivitas tebu keprasan di lahan sawah Lahan sawah di PG. Krebet Baru tersebar di rayon tengah, rayon timur, dan rayon selatan. Total luas lahan sawah yang ditanami tebu hingga saat ini yaitu 5 890.90 ha atau 28.33 % dari total luas areal PG. Krebet Baru. Luas lahan sawah terbesar berada di kecamatan Bululawang yang berada di bawah rayon utara, kecamatan Gondanglegi dan Pagelaran yang berada di bawah rayon tengah. Tiga kecamatan ini merupakan wilayah historis PG. Krebet Baru dan telah menjadi sentra budidaya tebu sejak berdirinya PG. Krebet Baru. Hal tersebut karena di 3 kecamatan tersebut didominasi oleh lahan sawah beririgasi, memiliki topografi yang datar dan merupakan dataran rendah yang merupakan habitat yang cocok untuk tanaman tebu.
56
Tabel 8. Produktivitas Tebu di Lahan Sawah pada Berbagai Kategori Tanaman Kategori Tanaman RC1 RC2 PC RC3 RC 4 RC 5
Produktivitas (ton/ha) 173.17 a 155.33 b 145.67 bc 142.92 bcd 116.67 cd 105.00 e
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji T 5 %
Pada Tabel 8 diketahui bahwa produktivitas tebu tertinggi yaitu pada RC1 dengan produktivitas rata-rata 173.17 ton/ha. Pengeprasan masih dapat dilakukan sampai RC4. Pembongkaran ratoon atau replanting dilakukan pada tahun kelima atau pada RC4. Kategori RC5 memiliki produktivitas paling rendah dan sudah tidak layak untuk dipertahankan. Menurut Indriani dan Sumiarsih (2000), tanaman keprasan di lahan sawah masih dapat dipelihara sampai RC1 atau TRIS II. Hal ini berdasarkan pada peraturan pemerintah mengenai pergiliran dengan tanaman pangan lainnya seperti padi dan palawija. Berdasarkan uji t pada taraf 5%, dapat dilihat bahwa produktivitas tertinggi tebu keprasan di lahan sawah yaitu pada RC1, sesuai dengan peraturan pemerintah yang ingin memperoleh produksi optimal, namun jika dilihat kembali sebenarnya tanaman keprasan masih layak dipertahankan sampai RC4 karena produktivitas RC2, RC3, dan RC4 tidak berbeda nyata dengan PC. Pada RC5 produktivitasnya berbeda nyata dengan PC sehingga harus dilakukan replanting guna mempertahankan produksi tebu. Produktivitas tebu keprasan di lahan sawah dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Produktivitas Tebu Keprasan Lahan Sawah (ton/ha) Afdeling Gondanglegi I Gondanglegi II Pagelaran Bululawang Rata-rata
PC 158.67 150.00 140.67 133.33 145.67
RC1 179.33 170.00 176.67 166.67 173.17
Sumber : Hasil Wawancara (2009)
RC2 154.67 156.67 163.33 146.67 155.33
RC3 140.00 146.67 156.67 128.33 142.92
RC4 80.00 133.33 133.33 120.00 116.67
RC5 80.00 130.00 100.00 110.00 105.00
57
Secara ekonomi, kategori tanaman keprasan yang memberikan keuntungan relatif lebih rendah dari PC harus dilakukan replanting atau penanaman ulang. Berdasarkan analisis usahatani (Lampiran 9), tanaman keprasan di lahan sawah yang secara ekonomi merugikan karena keuntungan yang diberikan relatif lebih rendah dari PC yaitu kategori RC 4 sehingga jika dilihat dari segi ekonomi replanting atau penanaman ulang sebaiknya dilakukan pada tahun ke empat atau setelah RC 3 selesai di panen hasilnya.
6.3.4. Produktivitas tebu keprasan di lahan kering Wilayah kerja PG. Krebet Baru sebagian besar merupakan lahan kering atau tegalan dengan total luasan 14 905.74 ha atau 71.67 % dari total luas areal. Lahan kering di PG. Krebet Baru tersebar di seluruh rayon. Lahan kering mendominasi hampir seluruh kecamatan. Sebagian besar lahan kering merupakan wilayah pengembangan PG. Krebet Baru dalam rangka peningkatan luas areal tanam yang bertujuan untuk meningkatkan produksi tebu. Data produktivitas lahan kering diambil dari 14 Kecamatan atau afdeling, yaitu Pagak, Donomulyo, Bantur, Gedangan, Dau, Lowokwaru, Tumpang, Lawang, Singosari, Wajak, Dampit, Sumbermanjing Wetan, Tirtoyudo, dan Ampelgading. Lahan kering memiliki produktivitas yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan lahan sawah. Tabel 10. Produktivitas Tebu Lahan Kering pada Berbagai Kategori Tanaman Kategori Tanaman RC 1 RC 2 RC 3 PC RC 4 RC 5
Produktivitas (ton/ha) 109.31 a 108.74 ab 98.24 abc 89.55 cd 85.17 d 81.70 d
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji T 5 %
Pada Tabel 10 diketahui bahwa produktivitas optimal terjadi pada kategori RC1, RC2, dan RC3. Tanaman masih layak dipelihara sampai RC5.
58
Indriani dan Sumiarsih (2000) menyatakan, tanaman tebu di lahan tegalan dapat dikepras sampai tiga kali. Hal ini berlaku karena mengingat biaya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan replanting besar, sedangkan produktivitas tebu di lahan kering tidak setinggi di lahan sawah. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa produktivitas optimal tebu keprasan pada lahan kering terjadi pada kategori RC1, RC2, dan RC3. Tanaman masih layak dipertahankan hingga RC5 karena produktivitas RC4 dan RC5 tidak berbeda nyata dengan PC. Untuk mendapatkan produksi tebu yang maksimal maka pemeliharaan tebu keprasan diusahakan sampai RC3. Produktivitas tebu keprasan di lahan kering dapat dilihat di Tabel 11. Tabel 11. Produktivitas Tanaman Keprasan di Lahan Kering (ton/ha) Afdeling Pagak Donomulyo Bantur Gedangan Dau Lowokwaru Tumpang Lawang Singosari Wajak Dampit Sumbermanjing Wetan Tirtoyudo Ampelgading Rata-rata
PC 56.67 75.00 60.00 90.00 76.67 108.33 108.33 70.67 91.33 100.00 133.33 80.00 110.00 93.33 89.55
RC1 90.00 102.33 70.00 96.67 90.00 128.33 141.67 82.67 100.33 140.00 138.33 106.67 133.33 110.00 109.31
RC2 86.33 105.67 68.33 96.67 100.00 128.33 130.00 87.00 105.00 133.33 135.00 108.33 125.00 113.33 108.74
RC3 81.33 95.00 65.00 83.33 95.00 120.00 93.33 86.67 103.33 105.00 120.00 108.33 110.00 109.00 98.24
RC4 RC5 80.00 70.00 88.67 82.33 53.33 43.33 75.00 72.50 71.67 70.00 105.00 86.67 78.33 80.00 72.67 75.00 97.00 88.67 65.00 103.33 110.00 100.00 85.00 106.67 100.00 95.67 98.50 85.17 81.70
Sumber : Hasil Wawancara (2009)
Secara ekonomi kategori
tanaman keprasan (RC)
yang kurang
menguntungkan adalah RC yang memiliki nilai keuntungan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan PC. Kategori tanaman keprasan di lahan kering yang dinilai kurang menguntungkan adalah kategori RC 5, karena pada RC 5 keuntungan yang diberikan lebih rendah jika dibandingkan dengan PC. Replanting atau penanaman ulang sebaiknya dilaksanakan pada tahun ke lima atau setelah RC 4 dipanen hasilnya. Analisis usahatani tebu lahan kering dapat dilihat pada Lampiran 10.
59
6.3.5. Perbedaan produktivitas lahan sawah dan lahan kering Potensi produktivitas antara lahan sawah dan lahan kering sangat berbeda. Dengan pengelolaan dan teknik budidaya yang optimal, produktivitas lahan kering lebih rendah jika dibanding lahan sawah. Hal ini berlaku juga untuk wilayah historis dan wilayah ekspansi, produktivitas wilayah ekspansi lebih rendah jika dibandingkan dengan wilayah historis. Tabel 12. Produktivitas Pada Setiap Kategori Tanaman (ton/ha) Karakteristik Lahan Lahan Sawah Lahan Kering
PC 145.67 89.55
RC1 173.12 109.31
RC2 155.33 108.74
RC3 142.92 98.24
RC4 116.67 85.17
RC5 105.00 81.70
Sumber : Hasil Wawancara (2009)
Berdasarkan Tabel 12 produktivitas antara lahan sawah dan lahan kering berbeda. Perbedaan produktivitas antara kedua wilayah tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu dari keadaan lahan hingga teknik budidaya. Lahan sawah beririgasi memiliki kondisi yang sangat menguntungkan karena merupakan habitat yang cocok untuk tanaman tebu. Lahan sawah beririgasi dapat mencukupi ketersediaan air bagi tanaman tebu pada setiap pertumbuhannya. Bukan hanya jumlah yang dapat dikontrol, frekuensi dan distribusinya juga dapat diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman. Berbeda dengan lahan sawah, lahan kering memiliki kendala utama dalam ketesediaan air. Bukan hanya frekuensi pengaturan air yang tidak dapat dikontrol, jumlah dan intensitas air hanya mengandalkan turunnya hujan. Produktivitas di lahan kering sangat dipengaruhi oleh iklim terutama curah hujan. Curah hujan merupakan faktor yang mempengaruhi waktu tanam, pada lahan kering waktu tanam menjadi terlambat karena menunggu turun hujan. Pelaksanaan penanaman pada lahan kering biasanya dilakukan pola tanam 2 yaitu bulan September – Desember. Masa giling PG dimulai pada bulan Mei, jadi pada umumnya produktivitas PC pada lahan kering rendah karena pertumbuhan tebu yang belum maksimal. Teknik budidaya yang membedakan antara petani yang memiliki lahan sawah dan lahan kering
adalah pemupukan. Baik dosis maupun jadwal
pemupukan berbeda, untuk petani yang memiliki lahan sawah pada umumnya menambah jumlah pupuk yang diberikan dari dosis yang telah dianjurkan PG. Dosis yang dianjurkan adalah pupuk yang telah dikreditkan pada petani dan
60
merupakan pupuk bersubsidi dari pemerintah. Dosis pupuk yang dianjurkan adalah 7 ku/ha ZA dan 4 ku/ha Ponska, namun petani lahan sawah pada umumnya menambahkan 3 ku/ha ZA dan 1 ku/ha Ponska, bahkan ada yang menambahkan 6 ku/ha ZA dan 3 ku/ha Ponska. Dari pengalaman petani selama ini, dengan penambahan pupuk akan berpengaruh nyata terhadap bobot tebu yang dihasilkan walaupun mereka harus membeli pupuk non subsidi. Berbeda dengan petani lahan kering yang lebih cenderung menggunakan pupuk sesuai dengan anjuran PG. Berdasarkan pengalaman petani, penambahan dosis pupuk di lahan kering mereka berpengaruh kecil terhadap penambahan bobot tebu, bahkan tidak berpengaruh. Untuk jadwal pemupukan di lahan sawah dapat dikerjakan sesuai dengan kebutuhan tanaman, yaitu saat umur tebu berumur 4 MST dan 2 BST. Pemupukan di lahan sawah dapat dikerjakan setiap saat karena pengairan yang dapat dilaksanakan kapan saja. Tidak demikian pada lahan kering yang menunggu turunnya hujan, sehingga pemupukan sering terlambat karena masalah ketersediaan air.