52
BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1
Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga Pekerjaan dengan POS dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga atau
pekerjaan sampingan. Sebagian besar perempuan bekerja dengan POS dikarenakan mereka masih menganut ideologi gender kuat Hal ini menyebabkan rendahnya kondisi kerja perempuan tersebut. Rendahnya kondisi kerja yang dimiliki oleh pekerja perempuan dengan POS ikut berhubungan dengan kontribusi yang diberikan perempuan dalam ekonomi keluarganya. Kontribusi perempuan dalam ekonomi keluarga tersebut dapat dilihat dari banyaknya pendapatan yang diberikan pekerja perempuan yang bekerja pada POS ke dalam pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga terdiri dari pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang dihasilkan baik dari hasil bekerja, pinjaman maupun pemberian. Kontribusi ekonomi pekerja perempuan dilihat dari persentase pendapatan pekerja perempuan dari hasil bekerja pada POS. Kontribusi ekonomi perempuan ini akan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, namun demikian kontribusi ekonomi perempuan tidak langsung berhubungan dengan kesejahteraan keluarga tersebut, karena terdapat variabel otonomi yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga yang ditentukan oleh besar kecilnya kontribusi perempuan ke dalam pendapatan keluarga. Pada Tabel 20 ditunjukkan jumlah dan persentase kontribusi ekonomi pekerja perempuan.
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kontribusi Ekonomi Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kontribusi Ekonomi
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Rendah (skor 1)
40
80
Tinggi (skor 2)
10
20
Total
50
100
53
Data pada Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja perempuan memiliki kontribusi ekonomi yang masih rendah. Data yang dihasilkan dari lapangan, yaitu sebanyak 40 responden (80 persen) memiliki kontribusi ekonomi yang rendah dan sebanyak 10 responden (20 persen) memiliki kontribusi yang tinggi. Hal ini dikarenakan kondisi kerja pekerja perempuan pada POS kurang baik dengan rendahnya upah yang diberikan, sehingga pekerja perempuan mengalami marjinalisasi yang berhubungan dengan ideologi gender yang masih dianut oleh sebagian besar pekerja perempuan di Desa Jabon Mekar.
7.2
Otonomi Perempuan Kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan
dalam keluarga. Besarnya pendapatan yang diberikan oleh pekerja perempuan dari hasil bekerja dengan POS tersebut ke dalam pendapatan keluarga berhubungan dengan besarnya kekuasaan perempuan dalam seluruh kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial. Kekuasaan diukur dengan frekuensi pengambilan keputusan perempuan dalam waktu tertentu (sebulan yang lalu). Jenis keputusan dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu keputusan istri dominan dan keputusan suami dominan. Otonomi pekerja perempuan dalam seluruh kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial dikatakan tinggi apabila keputusan diambil oleh istri dominan dan otonomi pekerja perempuan dikatakan rendah apabila keputusan yang diambil oleh suami dominan. Pada Tabel 21 ditunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan otonomi perempuan.
Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Otonomi perempuan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Otonomi Perempuan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Rendah (skor 14-21)
28
56
Tinggi (skor 22-28)
22
44
Total
50
100
Pada kenyataannya di Desa Jabon Mekar, keputusan suami lebih dominan pada kegiatan produktif, sedangkan keputusan istri lebih dominan pada kegiatan
54
reproduktif dan pada kegiatan sosial keputusan istri dan suami sama-sama besar. Pada Tabel 21 menunjukkan bahwa otonomi perempuan rendah yaitu dimiliki pekerja perempuan dalam POS sebanyak 28 responden (56 persen). Hal ini berarti menunjukkan bahwa keputusan suami lebih dominan pada kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial dibandingkan dengan istri .
7.3
Kesejahteraan Keluarga Sebagian besar pekerja perempuan dengan POS memiliki kondisi kerja
yang rendah. Rendahnya kondisi kerja tersebut berhubungan dengan besar kecilnya kontribusi ekonomi perempuan dalam pendapatan keluarga. Besarnya kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan yang juga akan berhubungan dengan kesejahteraan keluarganya. Kesejahteraan keluarga adalah sebuah kondisi terpenuhinya kebutuhan keluarga dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima sehingga membuat keluarga merasa aman dan bahagia.
Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kesejahteraan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kesejahteraan Keluarga
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Rendah (skor 7-22)
41
82
Tinggi (skor 23-39)
9
18
Total
50
100
Pada Tabel 22 menunjukkan bahwa keluarga pekerja perempuan dalam POS secara umum belum bisa dikatakan sejahtera yaitu sebesar 82 persen (41 responden). Kesejahteraan keluarga pekerja perempuan dalam POS dapat diukur melalui kondisi kesehatan, pendidikan anak, dan pola konsumsi. Faktor-faktor ini akan dibahas lebih dalam pada sub bab berikut. 7.3.1
Pendidikan Anak Pendidikan anak diukur dari anak usia sekolah yang masih sekolah.
Apabila ada anak usia sekolah yang masih sekolah, maka pendidikan anak
55
keluarga pekerja perempuan tinggi, sedangkan apabila ada anak usia sekolah yang tidak sekolah, maka pendidikan anak pekerja perempuan rendah. Pada Tabel 23 ditunjukkan kondisi pendidikan anak pekerja perempuan yang bekerja pada POS.
Tabel 23. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Kondisi Pendidikan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pendidikan Anak
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Rendah (skor 1)
11
22
Tinggi (skor 2)
39
78
Total
50
100
Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa kondisi pendidikan anak pekerja sudah baik karena sebesar 78 persen (39 anak) memiliki kondisi pendidikan anak yang tinggi, akan tetapi banyak keluarga pekerja perempuan yang tidak sejahtera tetapi memiliki pendidikan anak yang tinggi. Hal ini disebabkan karena anak pekerja POS sebagian besar sekolah pada tingkat SD yang mendapat bantuan sekolah gratis dari pemerintah seperti BOS. Oleh karena itu, dalam penelitian ini variabel pendidikan anak tidak dapat dijadikan variabel hubungan terhadap kesejahteraan keluarga pekerja perempuan. Pendidikan anak yang tinggi ini pula tidak dapat dikaitkan dengan kontribusi ekonomi perempuan karena kontribusi ekonomi perempuan yang rendah belum tentu berhubungan dengan rendahnya pendidikan anak karena selain mendapat bantuan dari program pemerintah biaya pendidikan sebagian besar ditanggung oleh pendapatan suami bukan dari pendapatan ibu yang didapat dari hasil bekerja pada POS. Hal ini didukung dengan pernyataan N (42 tahun) selaku pekerja perempuan dengan POS: ”...kalo dari gaji saya mah mana cukup buat nyekolahin anak. Kalo urusan sekolah mah bapanya, saya mah paling nambah-nambah dikit aja kaya buat jajannya gitu...” 7.3.2 Kesehatan Kesehatan keluarga adalah status kesehatan dan taraf gizi keluarga yang antara lain diukur melalui jenis pengobatan yang dilakukan oleh pekerja perempuan dan juga keluarganya. Kesehatan merupakan salah satu indikator
56
untuk melihat kesejahteraan suatu keluarga. Semakin baik kesehatan suatu keluarga, maka semakin sejahtera pula keluarga pekerja perempuan tersebut. Data pada Tabel 24 menunjukkan kondisi kesehatan keluarga pekerja perempuan.
Tabel 24. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Kondisi Kesehatan di Desa Jabon Mekar Bogor, 2011 Kesehatan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Rendah (skor 3-9)
42
84
Tinggi (skor 10-15)
8
16
Total
50
100
Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa kondisi kesehatan keluarga pekerja perempuan kurang baik, yaitu sebanyak 42 responden (84 persen) yang memiliki kondisi kesehatan rendah atau kurang baik dan hanya 8 responden (16 persen) saja yang memiliki kondisi kesehatan tinggi atau baik. Pada penelitian ini, hampir semua keluarga pekerja perempuan yang bekerja pada POS memiliki kondisi kesehatan yang kurang baik. Hal ini ditunjukkan dengan jenis pengobatan yang dilakukan oleh keluarga pekerja perempuan. Hampir semua pekerja perempuan pergi ke dukun ketika mereka melahirkan dan meminum obat warung ketika anak atau anggota keluarga lainnya mengalami sakit ringan. Pekerja perempuan tersebut tidak mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan karena itu mereka pun mengalami marginalisation as concentration on the margins of the labour market (mendapatkan upah yang rendah serta kondisi kerja yang buruk). Kondisi kesehatan tersebut dapat berhubungan tingkat kesejahteraan keluarga mereka. Semakin tinggi kondisi kesehatan keluarga pekerja perempuan, maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga. 7.3.3
Pola Konsumsi Pola konsumsi adalah tingkat pengalokasian pengeluaran uang dalam
keluarga untuk kebutuhan sehari-hari. Pola konsumsi di sini akan dilihat dari frekuensi makan dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh keluarga pekerja
57
perempuan. Pola Konsumsi merupakan indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan keluarga pekerja perempuan yang bekerja pada POS. Semakin tinggi pola konsumsi, maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan keluarga. Pada Tabel 25 ditunjukkan pola konsumsi keluarga pekerja perempuan yang bekerja pada POS.
Tabel 25. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Pola Konsumsi di Desa Jabon Mekar Bogor, 2011 Pola Konsumsi
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Rendah (skor 3-12)
39
78
Tinggi (skor 13-22)
11
22
Total
50
100
Berdasarkan Tabel 25 dapat dilihat bahwa pola konsumsi keluarga pekerja perempuan yang bekerja pada POS kurang baik. Hal ini dapat dilihat sebanyak 39 responden (78 persen) memiliki pola konsumsi yang rendah, sedangkan sebanyak 11 responden (22 persen) memiliki pola konsumsi yang tinggi. Berarti lebih dari 50 persen keluarga responden memiliki pola konsumsi yang kurang baik. Pola konsumsi keluarga ini dilihat dari frekuensi makan keluarga pekerja perempuan, yaitu berapa kali keluarga pekerja perempuan makan dalam sehari dan juga dilihat dari kualitas jenis makanan yang dikonsumsi dengan mengacu pada empat sehat lima sempurna (nasi, lauk-pauk, sayur-mayur, susu, dan juga buah-buahan) dan kuantitas jenis makanan yang dikonsumsi oleh anggota keluarga pekerja perempuan dalam POS. Keluarga pekerja perempuan mendapat pola konsumsi yang baik apabila mereka makan tiga kali sehari, memakan kelima jenis makanan yang mengacu pada empat sehat lima sempurna dan jumlah jenis makanan yang dimakan ada lima jenis. Pada keluarga pekerja perempuan yang bekerja pada POS, hampir semua mengkonsumsi nasi, sayur-mayur dan ikan asin. Mereka jarang mengkonsumsi daging ayam, daging sapi atau kambing, susu dan juga buah-buahan dikarenakan harganya yang mahal. Rendahnya upah yang pekerja perempuan peroleh dari hasil bekerja pada POS membuat mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi yang baik layaknya empat sehat lima sempurna.
58
7.4
Hubungan
Marjinalisasi
Perempuan
dalam
POS
dengan
Kesejahteraan Keluarga Ideologi gender yang dianut kuat oleh pekerja perempuan dalam POS berhubungan dengan rendahnya kondisi kerja perempuan karena upah, jaminan keluarga, dan jaminan yang diberikan kepada pekerja perempuan rendah. Untuk melihat marjinalisasi perempuan dalam POS harus dilihat dari faktor yang berhubungan dengan marjinalisasi dan dampak yang diakibatkan oleh marjinalisasi terhadap pekerja perempuan dalam POS dan keluarganya. Faktor di sini adalah sejauhmana ideologi gender berhubungan dengan kondisi kerja kondisi yang menunjukkan perempuan tersebut termarjinalkan dari upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang rendah. Dengan kondisi tersebut berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan yang dibawa ke dalam pendapatan keluarganya. Kontribusi ekonomi ini akan berhubungan dengan otonomi perempuan dimana dengan otonomi ini perempuan berperan menentukan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, berbicara marjinalisasi perempuan merupakan rangkaian dari kondisi kerja yang disebabkan gender yang dianut baik oleh pekerja perempuan maupun pengusaha dalam sistem kerjanya yang dapat berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan sehingga berhubungan dengan otonomi perempuan. Melalui otonomi perempuan dapat dilihat bagaimana marjinalisasi berhubungan dengan kesejahteraan keluarganya. Kondisi kerja berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan. Hubungan kondisi kerja dengan kontribusi ekonomi perempuan menggunakan tabulasi silang. Pada Tabel 26 akan menjelaskan tabulasi silang hubungan kondisi kerja dengan kontribusi ekonomi perempuan.
59
Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kondisi Kerja Pekerja Perempuan dengan Kontribusi Ekonomi Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kondisi Kerja Kontribusi Ekonomi
Rendah (skor 15-22) Jumlah
Persentase
Tinggi (skor 23-30) Jumlah
Persentase
Rendah (skor 1)
40
80
0
0
Tinggi (skor 2)
10
20
0
0
Total
50
100
0
0
Data pada Tabel 26 menunjukkan bahwa semua responden, baik yang memiliki kontribusi ekonomi rendah maupun tinggi berada pada kondisi yang kerja yang rendah sebanyak 40 responden dan tidak ada seorangpun yang berkontribusi ekonomi rendah dengan kondisi kerja yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kerja berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan dan hipotesis diterima. Semakin rendah kondisi kerja pekerja perempuan dengan POS, maka semakin rendah kontribusi ekonominya dalam pendapatan keluarga. Kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan. Besarnya kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan kekuasaan dalam seluruh kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial. Hubungan kontribusi ekonomi perempuan dengan otonomi perempuan menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman. Pada Tabel 27 ditunjukkan hubungan kontribusi ekonomi perempuan dengan otonomi perempuan.
60
Tabel 27. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kontribusi Ekonomi Perempuan dengan Otonomi Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kontribusi Ekonomi Perempuan Otonomi Perempuan
Rendah (skor 1) Jumlah
Persentase
Tinggi (skor 2) Jumlah
Persentase
Rendah (skor 14-21)
32
80
0
0
Tinggi (skor 22-28)
8
20
10
100
Total
40
100
10
100
Tabel 27 menunjukkan bahwa semua pekerja perempuan pada POS dengan kontribusi ekonomi yang rendah memiliki otonomi yang rendah pula, yaitu sebanyak 32 responden dan tidak ada seorang pun yang berotonomi rendah dengan kontribusi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan. Kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan juga dibuktikan oleh uji korelasi Rank Spearman. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi perempuan berhubungan positif dengan otonomi perempuan, berdasarkan dari nilai p-value sebesar 0 yang lebih kecil dari α (0,2) dengan koefisien korelasi sebesar 0,667, sehingga hipotesis diterima (kontribusi ekonomi perempuan berhubungan otonomi perempuan). Rendahnya kontribusi ekonomi pekerja perempuan berhubungan dengan rendahnya otonomi perempuan. Oleh karena itu, rendahnya otonomi perempuan berhubungan dengan rendahnya kesejahteraan keluarga. Hubungan otonomi perempuan dengan kesejahteraan keluarga menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Otonomi Perempuan. Pada Tabel 28 ditunjukkan tabulasi silang hubungan dengan otonomi perempuan terhadap kesejahteraan keluarga.
61
Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Otonomi Perempuan dengan Kesejahteraan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Otonomi Perempuan Kesejahteraan Keluarga
Rendah (skor 14-21) Jumlah
Persentase
Tinggi (skor 22-28) Jumlah
Persentase
Rendah (skor 6-19)
29
94
12
67
Tinggi (skor 20-34)
3
6
6
33
Total
32
100
18
100
Data pada Tabel 28 menunjukkan bahwa pekerja perempuan dalam POS dengan otonomi yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah lebih banyak dibandingkan dengan pekerja perempuan dalam POS dengan otonomi yang tinggi dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah. Pekerja perempuan dalam POS dengan otonomi yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah sebanyak 30 responden (94 persen). Hal ini menunjukkan bahwa otonomi perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga dimana semakin rendah otonomi perempuan, maka semakin rendah pula kesejahteraan keluarga. Hasil ini dibuktikan oleh uji korelasi Rank Spearman yang juga menunjukkan
bahwa
otonomi
perempuan
berhubungan
positif
terhadap
kesejahteraan keluarga pekerja perempuan dengan POS. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai p-value sebesar 0,035 yang lebih kecil dari alpha (0,20) dengan koefisien korelasi sebesar 0,299, sehingga hipotesis diterima (otonomi perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga). Secara tidak langsung kontribusi ekonomi juga berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Selain otonomi perempuan yang berupa kekuasaan yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, kontribusi ekonomi perempuan berupa uang juga berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Hubungan kontribusi ekonomi perempuan dengan kesejahteraan keluarga ini menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman. Pada Tabel 29 menunjukkan tabulasi silang hubungan kontribusi ekonomi perempuan dengan kesejahteraan keluarga.
62
Tabel 29. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kontribusi Ekonomi Perempuan dengan Kesejahteraan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kontribusi Ekonomi Perempuan Kesejahteraan Keluarga
Rendah (skor 1) Jumlah
Persentase
Tinggi (skor 2) Jumlah
Persentase
Rendah (skor 6-19)
37
93
4
40
Tinggi (skor 20-34)
3
8
6
60
Total
40
100
10
100
Data pada Tabel 29 menunjukkan bahwa pekerja perempuan pada POS dengan kontribusi ekonomi yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah lebih banyak dibandingkan dengan pekerja perempuan pada POS dengan kontribusi ekonomi yang tinggi dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah. Pekerja perempuan pada POS dengan kontribusi ekonomi yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah sebanyak 37 responden (93 persen). Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga dimana semakin rendah kontribusi ekonomi perempuan, maka semakin rendah pula kesejahteraan keluarga. Hasil ini dibuktikan oleh uji korelasi Rank Spearman yang juga menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi perempuan berhubungan positif terhadap kesejahteraan keluarga pekerja perempuan dengan POS. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai p-value sebesar 0 yang lebih kecil dari alpha (0,20) dengan koefisien korelasi sebesar 0,547, sehingga hipotesis diterima (kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga). Selain kontribusi ekonomi dan otonomi perempuan, kondisi kerja juga berhubungan dengan kesejahteraan keluarga karena upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang diberikan kepada pekerja perempuan dengan POS untuk memenuhi kesejahteraan keluarga pun rendah. Hubungan kondisi kerja dengan kesejahteraan menggunakan tabulasi silang dan tidak dapat diuji korelasi menggunakan Rank Spearman karena terdapat variabel yang memiliki satu kategori saja. Pada Tabel 30 ditunjukkan tabulasi silang hubungan kondisi kerja dengan kesejahteraan keluarga.
63
Tabel 30. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kondisi Kerja Pekerja Perempuan dengan Kesejahteraan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kondisi Kerja Kesejahteraan Keluarga
Rendah (15-22) Jumlah
Persentase
Tinggi (23-30) Jumlah
Persentase
Rendah (skor 6-19)
41
82
0
0
Tinggi (skor 20-34)
9
18
0
0
Total
50
100
0
0
Data pada Tabel 30 menunjukkan bahwa pekerja perempuan pada POS dengan kondisi kerja yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah sebanyak 41 responden (82 persen) dan tidak ada seorang pun yang kesejahteraan keluarganya rendah dengan kondisi kerja yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kerja berhubungan dengan kesejahteraan keluarga dimana semakin rendah kondisi kerja perempuan, maka semakin rendah pula kesejahteraan keluarga, sehingga hipotesis diterima (semakin rendah kondisi kerja, maka kesejahteraan keluarga pun rendah). Pekerja perempuan yang bekerja pada POS mengalami marginalisation as concentration on the margins of the labour market karena kondisi kerja pekerja perempuan yang bekerja pada POS kurang baik. Hal tersebut mengakibatkan mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti jenis pengobatan yang mereka lakukan adalah pergi ke dukun ketika mereka melahirkan dan meminum obat warung
ketika anak atau anggota keluarga lainnya mengalami sakit ringan. Frekuensi makan keluarga pekerja perempuan tersebut pun hanya dua kali sehari dan jenis makanan yang mereka konsumsi pun tidak memenuhi empat sehat lima sempurna dan hanya berupa nasi, ikan asin, dan sayur-mayur saja. Berarti dapat dikatakan bahwa keluarga pekerja perempuan memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah yang disebabkan kurang baiknya kondisi kerja mereka. Hal ini didukung dengan pernyataan L (28 tahun) selaku pekerja perempuan dalam POS: ”...gaji yang dikasih cuma sedikit jadi masih kurang juga buat menuhin kebutuhan sehari-hari, yah paling makan juga cuma bisa sama nasi, sayur sama ikan asin doang...”
64
7.5
Ikhtisar Kondisi kerja perempuan yang bekerja dengan POS berhubungan dengan
kontribusi perempuan dalam ekonomi keluarga. Rendahnya kondisi kerja perempuan tersebut menyebabkan rendahnya kontribusi perempuan dalam ekonomi keluarga. Hal ini dikarenakan upah yang diperoleh pekerja perempuan rendah, maka pendapatan yang ia bawa ke keluarga pun rendah. Kontribusi pekerja tersebut berhubungan dengan otonomi perempuan. Rendahnya kontribusi ekonomi yang ia berikan pada pendapatan keluarga menentukan rendahnya kekuasaan perempuan dalam keluarganya. Otonomi perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga pekerja perempuan. Rendahnya otonomi perempuan berhubungan dengan rendahnya kesejahteraan keluarga. Kondisi kerja yang marjinal berhubungan dengan kesejahteraan keluarga malalui otonomi perempuan.