BAB V SIMULASI HIDRODINAMIKA DAN KINERJA UNIT DAF DENGAN CFD 5.1 Pendahuluan Meskipun CFD (Computational Fluida Dynamics) telah dipakai secara luas di berbagai bidang ilmu pengetahuan, aplikasi CFD pada tangki DAF belum cukup banyak dibandingkan dengan aplikasi pada bidang lain, seperti aerodinamika dan rekayasa pesawat. Beberapa tahun terakhir para peneliti flotasi mulai menggunakan CFD untuk memodelkan aliran yang terjadi pada tangki flotasi. Aliran yang terjadi pada tangki flotasi merupakan aliran multifasa yang terdiri dari fasa cair, gas dan padat (Koh dkk., 2000). Desain tangki flotasi secara konvensional mempergunakan model dan persamaan yang diturunkan secara empirik. Dengan pemodelan CFD, desain tangki flotasi dilakukan melalui diskritisasi bidang (dua dimensi, 2D) atau ruang (tiga dimensi, 3D). Diskritisasi bertujuan untuk menghitung parameter aliran lokal. Parameter aliran lokal ini diselesaikan untuk menggambarkan hidrodinamika yang terjadi pada tangki flotasi. Sehingga CFD dapat didefinisikan sebagai simulasi hidrodinamika untuk menggambarkan perilaku aliran yang terjadi. Hidrodinamika yang terjadi pada tangki DAF (Dissolved Air Flotation) dipengaruhi, antara lain oleh jenis dan sifat fasa dalam aliran serta geometri tangki DAF. Perhitungan interaksi antara fasa tergantung pada tinjauan keterkaitan antar fasa. Keterkaitan antar fasa dapat dibagi menjadi keterkaitan satu arah, dua arah dan empat arah. Variasi geometri tangki DAF yang mempengaruhi hidrodinamika meliputi dimensi dan bentuk tangki DAF. Hidrodinamika dan kinetika proses yang terjadi di tangki DAF dapat diperkirakan dengan bantuan CFD. Desain tangki flotasi dan DAF yang baik membutuhkan pemahaman detail tentang mekanisme aliran yang terjadi dan hubungan antar fasa yang ada dalam tangki flotasi (Koh dan Schwarz, 2003). Hubungan antara fasa dan mekanisme yang terjadi pada unit flotasi diberikan oleh model kinetika flotasi. Peneliti yang pertama kali mengkaitkan hubungan kinetika flotasi dengan CFD adalah Koh dkk.
(2000, 2003 dan 2006). Hingga saat ini belum diketahui peneliti lain yang mengkaitkan kinetika flotasi dengan DAF (Emmanouli dkk., 2007). Kinetika flotasi yang digunakan oleh Koh dkk. adalah effisiensi tumbukan, penangkapan dan pelepasan. Koh dkk. (2003) melakukan simulasi 3D untuk menguji kinerja tanki flotasi udara terdispersi dengan program CFX 4.1 dan menggunakan model tumbukan turbulen. Model tumbukan yang digunakan oleh Koh dan Schwarz (2003, 2006) adalah model frekuensi tumbukan Saffman-Turner (1956). Uraian di dalam bab lima disertasi ini merupakan hasil penelitian lebih lanjut dari penerapan konsep kinetika flotasi dengan CFD yang dilakukan oleh Koh dkk. Perbedaan paling mendasar antara penelitian Koh dkk. dengan disertasi ini adalah pada model frekuensi tumbukan yang digunakan. Disertasi ini mempergunakan model frekuensi tumbukan dengan keterkaitan dua arah yang telah diuraikan di dalam bab empat disertasi ini. Model kinetika yang digunakan oleh Koh dkk. adalah model frekuensi tumbukan partikel dengan keterkaitan satu arah. Model frekuensi tumbukan dua arah memperhitungkan pengaruh timbal balik partikel terhadap aliran fasa pembawa, sedangkan pada model satu arah hanya memperhitungkan pengaruh aliran fasa pembawa terhadap partikel terdispersi. Model kinetika flotasi yang dikaitkan dengan CFD ditujukan untuk mengetahui kinerja unit flotasi secara langsung. Model kinetika flotasi dikaitkan dengan CFD melalui koefisien perubahan antar fasa untuk jenis fasa padat-padat. Parameter kecepatan dan tekanan yang diperoleh dari setiap langkah perhitungan CFD digunakan secara iteratif untuk memperkirakan kinetika flotasi. Energi dissipasi unit DAF digunakan sebagai kondisi awal untuk model turbulen CFD. Perhitungan model kinetika pada CFD dilakukan melalui fasilitas User Defined Function (UDF) yang dimiliki CFD. Perkiraan effisiensi didasarkan pada jumlah fasa padat yang berada pada permukaan air di tangki DAF. Dengan asumsi bahwa semua fasa padat yang berada di permukaan air tangki DAF dapat disisihkan dengan sempurna oleh skimmer. Mekanisme penyisihan skimmer tidak ditinjau dalam disertasi ini. Uraian dalam bab lima ini terdiri dari hasil simulasi CFD yang dikaitkan dengan model kinetika. Perilaku hidrodinamika ditinjau dengan melakukan
135
simulasi
pada tangki DAF dengan ketinggian baffle yang berbeda-beda. Baffle pada tangki DAF berfungsi untuk memisahkan zone kontak dengan zone effluent. Ketinggian baffle tangki DAF yang disimulasikan adalah pada besaran 12,5 cm; 27,5 cm; 45,0 cm; 60,0 cm dan tanpa baffle. Hasil simulasi CFD yang dikaitkan dengan model kinetika juga diuji dengan validasi dan kalibrasi. Uraian hasil kalibrasi dan validasi simulasi CFD akan menutup pembahasan pada bab ini. Kalibrasi dan validasi model CFD yang dikaitkan dengan model kinetika dilakukan dengan percobaan kinerja unit DAF pada penyisihan partikel tapioka. Aplikasi
unit
DAF
pada
proses
produksi
tapioka
ditujukan
untuk
mengimplementasikan proses produksi bersih industri tapioka.
5.2 Dasar Teori 5.2.1. Hidrodinamika Tangki DAF Aplikasi unit DAF yang semakin luas mulai dari bidang teknik lingkungan hingga proses produksi menuntut kinerja unit DAF yang semakin baik. Kinerja DAF dapat ditingkatkan melalui desain tangki DAF dengan hidrodinamika yang mendukung proses dan mekanisme yang terjadi pada tangki DAF. Proses dan mekanisme yang terjadi pada unit DAF telah dijelaskan dengan baik oleh model kinetika flotasi yang dibangun pada bab empat. Hidrodinamika sebagai pendukung utama proses dan mekanisme pada unit DAF dapat direkayasa untuk meningkatkan kinerja unit DAF. Hidrodinamika yang mendukung kinetika DAF adalah hidrodinamika tangki DAF yang mampu meningkatkan effisiensi penyisihan partikel padat dari fasa cair dan mencegah terjadinya break-through effisiensi penyisihan akibat partikel padat yang berada di permukaan air tangki flotasi terbawa menuju effluen DAF. Hidrodinamika dapat meningkatkan effisiensi penyisihan partikel padat pada unit DAF dengan cara meningkatkan frekuensi tumbukan antara partikel dan membantu terbentuk agglomerat gelembung-partikel. Frekuensi tumbukan antara partikel dapat ditingkatkan dengan membentuk aliran turbulen pada zone kontak.
136
Parameter kinetika flotasi yang mempengaruhi effisiensi penyisihan partikel padat telah diuraikan dengan detail pada bab empat. Parameter tersebut meliputi laju jenis, sifat dan jumlah partikel padat, gelembung, frekuensi tumbukan dan effisiensi pengumpulan. Effisiensi pengumpulan merupakan resultan dari effisiensi tumbukan, stabilitas, gelinciran dan effisiensi kontak tiga fasa. Desain tangki DAF yang baik akan membentuk hidrodinamika yang menunjang kinetika flotasi tersebut. Hidrodinamika tangki DAF dapat diketahui dan dipahami lebih baik dengan mengunakan perangkat lunak CFD. Kemampuan CFD ini sangat membantu desain tangki DAF karena biaya yang relatif murah dibandingkan dengan percobaan laboratorium untuk mendapatkan hubungan antara parameter DAF secara empirik. Aplikasi CFD sebagai alat bantu desain semakin meningkat akibat perkembangan perangkat keras komputer yang semakin baik. Beberapa peneliti DAF mulai menggunakan CFD untuk desain tangki DAF. Peneliti pertama yang mempergunakan CFD untuk desain tangki DAF adalah Fawcett (1997). Fawcett mempergunakan perangkat lunak CFD program CFX 4 dengan simulasi dua dimensi (2D) untuk mempelajari hidrodinamika dua fasa dari tangki DAF. Hasil simulasi oleh Fawcett dengan variasi parameter dimensi tangki, tinggi baffle, serta debit udara dan air, menunjukkan bahwa parameter desain paling utama untuk pencampuran efektif udara dengan air adalah perbandingan momentum aliran air terhadap udara. Hague dkk. (2000) membandingkan perbedaan simulasi antara model turbulen κ-ε dengan laminer pada hidrodinamika tangki DAF dengan menggunakan program Fluent® 4.5. Hague dkk. mendapatkan bahwa hasil simulasi model turbulen lebih mendekati hasil pengukuran dibandingkan dengan hasil simulasi model laminer. Ta (2000) pada analisa hidrodinamika tangki DAF mendapatkan bahwa aliran air dalam tangki DAF didominasi oleh gerak gelembung jika diameter gelembung cukup kecil (20 – 120 μm) dan fraksi volume udara kurang dari 10%. Ta (2000) melakukan simulasi hidrodinamika tersebut pada tangki DAF yang cukup besar dengan diameter rerata gelembung 50 μm. Simulasi dilakukan untuk aliran tiga fasa dan 3D. Model Euler-Euler digunakan oleh Ta (2000) untuk aliran campuran
137
udara – air. Dispersi aliran mempergunakan model Lagrange dengan penjejakan partikel. Hasil simulasi CFD oleh Ta dibandingkan dengan informasi visual yang didapatkan dari hasil fotografi kamera bawah air dan hasil pengukuran kecepatan dengan Accoustic Dopller Velocimeter (ADV). Hasil semua pengukuran aliran dan simulasi CFD oleh Ta (2000) digunakan untuk aliran tunak (steady). Alian tak tunak (unsteady) seperti dispersi kelompok gelembung (bubble clouds) tidak berhasil diperkirakan oleh Ta (2000). Lundh (2000) meneliti hidrodinamika tangki DAF dengan melakukan pengukuran kecepatan aliran dalam tangki DAF menggunakan alat ukur ADV. Lund menganalisa hidrodinamika tangki DAF dengan stratifikasi aliran dengan menggunakan bilangan Richardson. Penelitian yang dilakukan oleh Lundh dkk. (2000, 2001, 2002, 2005) merupakan penelitian terlengkap dan terbaik yang pernah ada. Lundh mendapatkan bahwa gaya geser yang berasal dari kecepatan lateral yang cukup besar pada aliran yang berada di dekat lapisan hasil penyisihan padatan menyebabkan tererosinya partikel padat oleh aliran effluen. Hal ini menyebabkan terjadinya break-through pada effisiensi DAF. Desam dkk. (2000) melakukan simulasi tiga dimensi (3D) dengan program Fluent® 5.0 untuk tangki flotasi udara terdispersi yang didesain secara khusus, dan disebut flotasi dengan percepatan gelembung (bubble accelerated flotation – BAF). Desam dkk. mendapatkan bahwa letak titik inlet dan outlet, kecepatan inlet aliran campuran air dan udara berpengaruh signifikan pada effisieni penyisihan. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan peranan CFD pada optimasi desain dan operasional tangki DAF. Disertasi ini juga memanfaatkan kemampuan CFD untuk desain dan analisa tangki DAF dengan mengkaitkan dengan model kinetika flotasi yang dibangun sebelumnya. Perangkat lunak CFD yang digunakan pada disertasi ini adalah program Fluent® 6.0. Perangkat lunak ini digunakan untuk simulasi hidrodinamika tangki DAF dan perkiraan effisiensi penyisihan partikel tapioka. Pengkaitan model kinetika flotasi dengan parameter aliran menggunakan fasilitas User Defined Functions (UDF) yang diberikan oleh program Fluent® 6.1. Simulasi yang dilakukan menggunakan model multifasa pencampuran (mixture model) dan model turbulensi κ-ε standar.
138
5.2.2 Sistim Aliran Multi Fasa Aliran berdasarkan fasanya secara umum dapat dibagi menjadi aliran satu fasa, aliran dua fasa dan aliran multi fasa. Aliran multi fasa dapat diklasifikasikan dari berbagai rejim pembentuknya, dan dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu: •
Aliran gas-cairan atau aliran cairan-cairan
•
Aliran gas-padatan
•
Aliran cairan-padatan
•
Aliran tiga fasa terdiri gas-cairan-padat
Aliran dua fasa dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu : aliran fasa transient (transient two-phase flow), aliran dua fasa terpisah (separated two-phase flow) aliran dua fasa terdispersi (dispersed two-phase flow) (Sommerfeld, 2000). Contoh beberapa jenis aliran multi fasa diberikan pada gambar 5.1.
Aliran slug
Aliran
gelembung, partikel, droplet
Sedimentasi
Aliran terbagi dengan permukaan bebas
Fluidaisasi
Aliran slurry, transpor pneumatic, hydro transpor
Sumber : Fluent User Guide, 2003 Gambar 5.1 Aliran multi fasa
Gambar 5.1. Contoh Aliran Multifasa
Mengikuti Sommerfield (2000), maka aliran dalam tangki flotasi termasuk dalam aliran tiga fasa, yaitu terdiri dari fasa cair, fasa gas berupa gelembung udara dan fasa padat. Fasa cairan merupakan fasa pembawa kontinu (continuous carrier phase).
139
Gelembung udara yang berada dalam tangki flotasi dapat diklasifikasikan sebagai fasa terdispersi yang berfungsi sebagai fasa pembawa atau fasa pembawa yang terdispersi (dispersed carrier phase). Klasifikasi ini didasarkan pada data yang diberikan oleh Edzwald (1995) bahwa pada konsentrasi massa udara yang terlarut 3,5 – 10 mg/liter terdapat konsentrasi volume gelembung udara sebanyak 105 gelembung/ml atau lebih besar, dengan asumsi diameter rerata gelembung udara yang berada dalam tangki flotasi unit DAF adalah 40µm. Data konsentrasi volume dan jumlah gelembung udara terhadap jumlah udara terlarut yang lain menurut Edzwald (1995) diberikan pada Tabel 5.1 Tabel 5.1 Konsentrasi volume dan jumlah gelembung udara terhadap konsentrasi udara terlarut dalam cairan, dengan diameter rerata gelembung udara 40µm. Konsentrasi volume
Konsentrasi jumlah
gelembung udara
gelembung udara
(ppm)
(mg/ml)
3,50
2900
8,75 x 104
5,45
4600
1,20 x 105
6,68
5600
1,70 x 105
9,59
8000
2,40 x 105
Udara terlarut (mg/ml)
(Sumber : Edzwald, 1995)
Aliran dua fasa terdispersi berdasarkan mekanisme interaksi antara komponen aliran menurut Elghobashi (1994 dalam Sommerfeld, 2000) dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu aliran dua fasa terdispersi tak padat (dilute dispersed two-phase flow) dan aliran dua fasa terdispersi padat (dense dispersed two-phase flow). Aliran dua fasa terdispersi tak padat memiliki batas atas nilai volume fraksi partikel (αp) hingga 10-3 (setara L/dp ≈ 8), dengan L adalah jarak antar partikel dan dp adalah diameter partikel, keduanya dalam satuan meter. Pada rejim aliran ini pengaruh fasa partikel terhadap aliran fluida dapat diabaikan hingga nilai αp < 10-6 (setara L/dp ≈ 80). Untuk fraksi volume partikel yang lebih tinggi partikel
140
akan mempengaruhi aliran fluida, dan ini sering disebut sebagai keterkaitan dua arah (two-way coupling). Pada aliran dua fasa terdispersi padat (yaitu αp > 10-3) interaksi antar partikel (yaitu tumbukan dan dinamika fluida dari interaksi antar partikel) menjadi sangat penting. Rejim aliran ini disebut sebagai keterkaitan empat arah (four-way coupling). Interpretasi lain yang perlu dipertimbangkan pada pemisahan antara aliran dua fasa tak padat dan padat adalah gaya inersia partikel (Sommerfeld, 2000). Partikel di tangki DAF dengan jejari rerata gelembung udara 35 μm dan diameter partikel tapioka 15 μm, dengan asumsi bahwa jarak antar partikel (L) adalah jumlah jejari gelembung dan partikel maka nilai perbandingan L/dp untuk gelembung adalah 1,42, dan nilai perbandingan L/dp untuk partikel adalah 3,33 (1,42 ≤ L/dp ≤ 3,33). Sehingga disertasi ini mempergunakan keterkaitan dua arah, seperti saat memperkirakan frekuensi tumbukan, yaitu dengan mengaplikasikan model frekuensi tumbukan Wang dkk. (1998).
5.2.3 Pemodelan Multifasa Pada aliran multi fasa terdapat berbagai pendekatan model untuk menjelaskan perilaku dinamika fluida yang terjadi. Pendekatan yang dilakukan berdasarkan kasus atau tipe multi fasa yang akan dimodelkan. Secara umum pendekatan model untuk aliran multi fasa adalah pendekatan Euler-Langrange dan Euler-Euler. Pemodelan CFD untuk semua pendekatan yang dilakukan terdiri dari tiga tahapan, yaitu : •
Pre-Processing, meliputi tahap pendefinisian masalah, pembangunan persamaan, kondisi batas dan diskretisasi bidang hitung dengan fasilitas meshing. Pada tahap ini perangkat lunak yang digunakan adalah GAMBIT®
•
Solving, merupakan penyelesaian numerik dari persamaan yang digunakan. Persamaan yang digunakan terdiri dari persamaan konstitusi massa, momentum, energi dan persamaan penutup (closure equations).
•
Post-processing
menampilkan
hasil
perhitungan
mempermudah analisa hidrodinamika yang terjadi.
141
numerik
untuk
Secara skematis struktur pemodelan yang dilakukan diberikan pada gambar 5.2
UDF Kinetika Flotasi
Gambar 5.2 Struktur pemodelan hidrodinamika dan kinetika flotasi tangki DAF
5.2.3.1 Pendekatan Euler-Lagrange Pada pendekatan Euler-Lagrange fasa cair diperlakukan sebagai fasa kontinum dengan menggunakan persamaan Navier-Stokes, sementara fasa terdispersi diselesaikan dengan penjejakan (tracking) partikel, gelembung, atau droplet melalui perhitungan aliran yang terjadi. Fasa terdispersi dapat merubah momentum, massa, dan energi pada fasa fluida. Asumsi yang mendasar pada penggunaan model ini adalah fasa terdispersi merupakan fasa kedua yang mempunyai fraksi volume yang rendah, walaupun beban massa mpartikel ≥ mfluida. Lintasan dan arah partikel atau droplet diselesaikan secara individual pada interval yang spesifik selama perhitungan fasa cair.
5.2.3.2 Pendekatan Euler-Euler Pada pendekatan Euler-Euler, berbagai fasa yang berbeda diperlakukan secara numerik sebagai fasa kontinum yang saling mempengaruhi. Penggunaan fraksi
142
volume diasumsikan sebagai fungsi ruang dan waktu kontinu dengan jumlah fraksi volume keseluruhan satu. Persamaan kekekalan energi untuk tiap fasa diperoleh dari hasil pembangunan persamaan untuk semua fasa. Terdapat tiga pendekatan dalam model Euler-Euler •
Model volume fluida (Volume of Fluida - VOF) Model VOF adalah teknik penjajakan permukaan yang digunakan pada meshing eulerian yang tetap (tidak berubah). VOF digunakan untuk dua atau lebih fluida terendam yang memiliki hubungan anta muka. Pada model VOF, persamaan momentum dibagi untul setiap fasa fluida, dan fraksi volume untuk tiap fluida pada perhitungan diamati melalui seluruh bidang asal. Aplikasi untuk model VOF adalah meliputi aliran terbagi, aliran pengisian (filling), pergerakan gelembung makro dalam fluida, prediksi pada jet breakup.
•
Model campuran (mixture) Model campuran digunakan pada dua atau lebih fasa (cairan atau partikel). Semua fasa diperlakukan sebagai satu kesatuan yang kontinum. Penyelesaian persamaan momentum pada model campuran didasarkan pada kecepatan relatif untuk menggambarkan fasa terdispersi. Aplikasi untuk model campuran meliputi aliran partikel, aliran gelembung, sedimentasi, dan aliran pada siklon (cyclone separators).
•
Model Eulerian Model Eulerian menyelesaikan persamaan momentum dan kontinuitas untuk setiap fasa. Hubungan antar fasa didapatkan melalui koefisien tekanan di setiap fasa. Pada aliran cairan-padatan digunakan aliran granular. Pada aliran granular sifat-sifat fasa didapatkan dari teori kinetik. Perubahan atau pertukaran momentum diantara fasa tergantung dari tipe percampuran yang akan dimodelkan. Aplikasi untuk model Eulerian meliputi aliran kolam bergelembung, aliran partikel tersuspensi dan aliran unggun tetap (fluidaized beds) dan flotasi.
143
5.2.4 Model Eulerian Model multi fasa Eulerian yang digunakan Fluent merupakan pemodelan dengan penyelesain persamaan yang terpisah untuk tiap fasa, sehingga dapat diperhitungkan interaksi antara fasa. Persamaan pembangun model, yang meliputi persamaan momentum, kontinuitas dan energi diselesaikan pada setiap fasa baik fasa pembawa maupun fasa terdispersi. Jumlah fasa yang diperhitungkan pada model Eulerian dibatasi hanya oleh kemampuan memori dan perangkat keras dan sifat konvergen. Pembangunan model Eulerian dapat dilakukan dengan mengubah model fasa tunggal menjadi model multi fasa. Pengubahan dilakukan dengan menambahkan satu kelompok persamaan konservasi untuk momentum, kontinuitas dan energi. Penyelesaian persamaan energi dilakukan jika tinjauan terhadap perubahan energi diperlukan. Persamaan konservasi yang digunakan untuk mengubah model satu fasa menjadi model multi fasa pada Eulerian menggunakan fraksi volume. Besaran fraksi volume digunakan pada mekanisme perubahan momentum, energi dan perubahan massa antar fasa. Fraksi volume didefinisikan sebagai perbandingan volume fasa terhadap volume total. Persamaaan yang digunakan untuk model Eulerian diuraikan pada sub bab berikut.
5.2.4.1 Fraksi Volume Konsep fraksi volume (αq) pada model multi fasa digunakan untuk menyatakan penetrasi antar fasa sehingga dapat berlaku secara kontinu dalam satu kesatuan. Fraksi volume juga menyatakan ruang yang dibutuhkan setiap fasa. Persamaan konservasi massa dan momentum diselesaikan pada setiap fasa. Penurunan persamaan konservasi dilakukan dengan mereratakan kesetimbangan sesaat lokal untuk setiap fasa (Anderson and Jackson, 1967) atau dengan menggunakan pendekatan teori pencampuran (Bowen, 1976). Volume fasa q, Vq didefinisikan sebagai berikut :
Vq = ∫ α q dV ............................................................................................(5.1) V
dengan,
144
n
∑α q =1
q
= 1 ................................................................................................(5.2)
Massa jenis effektif fasa q adalah ρˆ q = α q .ρ q , dengan ρq massa jenis fasa q
5.2.4.2 Persamaan Konservasi
Persamaan pembangun model yang digunakan meliputi persamaan kontinuitas massa, kontinuitas momentum dan persamaan penutup (closure equation). Persamaan penutup yang digunakan untuk hidrodinamika meliputi koefisien perubahan antar fasa dan persamaan fraksi antar fasa. Persamaan penutup untuk analisa effisiensi penyisihan partikel padat mempergunakan persamaan kinetika flotasi yang dibangun pada bab empat. A. Persamaan Konservasi Massa Persamaan konservasi massa untuk fasa q adalah, n ∂ r ⋅ + ∇ ⋅ ⋅ = α ρ . α ρ v ( q q ) ( q q q ) ∑ m& pq .......................................................(5.3) ∂t p =1
dengan, m& pq adalah transfer massa dari fasa p ke fasa q.
Dari konservasi massa dapat diperoleh,
m& pq = −m& pq dan m& pp = 0 ..............................................................................(5.4)
B. Persamaan Konservasi Momentum Persamaan momentum untuk fasa fluida q yaitu : r ∂ r rr α q ρ q vq ) + ∇. (α q ρ q vq vq ) = −α q ∇p + ∇.τ q + α q ρ q g ( ∂t ................................. (5.5) n r r r r r + ∑ R pq + m& pq v pq + α q ρ q Fq + Flift ,q + Fvm ,q p =1
(
)
(
)
dengan, Fq = gaya luar (external body force), Flift ,q = gaya angkat, Fvm ,q = gaya massa virtual (virtual mass force)
145
τq
= tensor regangan - tegangan (stress –strain tensor) fasa q th ⎛ ⎝
2 3
⎞ ⎠
τ q = α q μ q ( ∇vq + ∇vqT ) + α q ⎜ λq − μq ⎟ ∇.vq I r
r
μq
= gaya geser
λq
= bulk viscosity dari fasa q,
R pq
= gaya interaksi antara fasa
p r v pq
= tekanan yang terbagi antar fasa
r
............................... (5.6)
= kecepatan relatif antar fasa. r r Jika m& pq > 0 (bila fasa p berubah menjadi fasa q) maka v pq = vq ; r r Jika m& pq < 0 (bila fasa q berubah menjadi fasa p), v pq = vq dan r r v pq = vqp
Persamaan 5.5 harus mendekati gaya antar fasa R pq . Gaya ini tergantung pada friksi, tekanan, kohesi, untuk mencapai kondisi R pq = − Rqp dan Rqq = 0 Fluent menggunakan suku interaksi, sebagai berikut : n r r r R = ∑ pq ∑ K pq ( v p − vq ) ............................................................................. (5.7) n
p =1
p =1
dengan K pq ( = K qp ) adalah koefisien perubahan momentum antar fasa.
Gaya Angkat Gaya angkat (lift force) yang diperhitungkan pada aliran multi fasa adalah gaya angkat yang bekerja pada partikel akibat dari gradien kecepatan yang berada pada fasa primer. Gaya angkat lebih berperan pada partikel yang lebih besar. Gaya angkat yang bekerja pada fasa sekunder p yang berada di dalam fasa primer q dapat diperkirakan dengan persamaan : r r r r Flift = −0,5 ⋅ ρ q ⋅ α p ⋅ ( vq − v p ) × ( ∇ × vq ) ........................................................ (5.8)
r Gaya angkat Flift yang ditambahkan sisi kanan persamaan momentum untuk kedua
fasa
r
(F
lift , q
r = − Flift , p . Pada beberapa keadaan gaya angkat tidak berperan
)
dibandingkan dengan gaya geser. Jika gaya angkat cukup berpengaruh, misalnya
146
pada penyisihan fasa yang cepat maka suku persamaan yang ditambahkan harus mencakup gaya angkat. Gaya dan koeffisien angkat dapat berbeda-beda untuk tiap fasa. Gaya Massa Virtual
Gaya massa virtual (virtual mass force) diperhitungkan pada aliran multi fasa saat fasa sekunder p menggalami percepatan realtif terhadap fasa primer q. Gaya inersia dari massa fasa
primer diseimbangkan oleh percepatan partikel
(gelembung atau padat ) menggunakan gaya massa virtual pada partikel (Beyond dan Kent, 1986) : r r r ⎛ d q vq d p v p Fvm = 0,5 ⋅ α p ⋅ ρ q ⎜ − dt ⎝ dt
Suku
dq dt
⎞ ⎟ ...............................................................(5.9) ⎠
menyatakan perubahan material fasa terhadap waktu, yang diberikan
oleh persamaan berikut ini : dq ( Φ ) dt
=
∂ (Φ) ∂t
r + ( vq ⋅∇ ) Φ ....................................................................(5.10)
r Gaya massa virtual Fvm ditambahkan pada sisi kanan persamaan momentum r r untuk kedua fasa Fvm,q = − Fvm, p .
(
)
Pengaruh massa virtual menjadi penting saat massa jenis fasa sekunder lebih kecil dibandingkan massa jenis fasa primer, misalnya pada aliran di kolom bergelembung. 5.2.4.3 Penyelesaian Persamaan oleh Fluent®.
Persamaan untuk aliran multi fasa fluida-fluida dan granular diselesaikan oleh perangkat lunak CFD Fluent® sebagai aliran yang terdiri dari sejumlah n fasa. Penyelesaian yang dilakukan oleh Fluent® untuk persamaan kontinuitas massa dan momentum diuraikan sebagai berikut. A. Persamaan Kontinuitas Fraksi volume dari tiap fasa dihitung dalam bentuk persamaan kontinuitas sebagi berikut,
147
d ρ ⎞ r ∂ 1 ⎛ n α q ) + ∇. (α q vq ) = ⎜ ∑ m& pq − α q q q ⎟ ..........................................(5.11) ( ρ q ⎝ p =1 dt ⎠ ∂t
Hasil penyelesaian persamaan ini untuk fasa sekunder digunakan untuk menyelesaikan fraksi volume fasa utama dengan menggunakan jumlah fraksi volume sama dengan satu (persamaan 5.2). Penyelesaian ini umum digunakan pada aliran cairan-cairan dan granular. B. Persamaan Momentum •
Persamaan Momentum Fluida-Fluida
Persamaan momentum untuk fasa fluida q yaitu : r ∂ r rr α q ρ q vq ) + ∇. (α q ρ q vq vq ) = −α q ∇p + ∇.τ q + α q ρ q g + ( ∂t ............................ (5.12) r r r r r r α q ρ q Fq + Flift ,q + Fvm,q + ∑ K pq ( v p − vq ) + m& pq v pq
(
)
p =1
(
)
r r r dengan τ q , Fq , Flift ,q dan Fvm,q seperti yang didefinisikan pada persamaan 5.5
•
Persamaan Momentum Fluida-Padatan
Fluent® mempergunakan model granular multi-fluida untuk menggambarkan perilaku dari campuran fluida-padatan. Tegangan pada fasa padat diturunkan dengan menggunakan analogi antara gerak acak partikel yang disebabkan oleh tumbukan antar partikel-partikel dan gerak molekul yang disebabkan oleh energi panas di dalam gas, untuk memperhitungkan ketidakelastisan fasa granular. Pada fasa gas, intensitas fluktuasi kecepatan partikel ditentukan oleh tegangan, viskositas dan tekanan dari fasa padat. Gabungan energi kinetik dan fluktuasi kecepatan partikel tersebut disebut sebagai pseudothermal. Pseudothermal menyatakan suhu granular sebanding dengan akar kuadrat
kecepatan acak partikel. Konservasi momentum untuk fasa fluida sama dengan persamaan 5.12, dan untuk fasa padat sth adalah :
148
r ∂ r rr (α s ρ s vs ) + ∇. (α s ρ s vs vs ) = −α s∇p − ∇ps + ∇.τ s + α s ρ s g + ∂t ............... (5.13) N r r r r r r α s ρ s Fs + Flift , s + Fvm ,s + ∑ ( K ls ( vl − vs ) + m& ls vls )
(
)
l =1
dengan, ρs =
adalah tekanan fasa padat sth
Kls = Ksl adalah koeffisien perubahan momentum antara fluida atau fasa padat l dan fasa padat s.
N = adalah jumlah banyaknya fasa, r r r Fq , Flift ,q dan Fvm,q seperti yang didefinisikan pada persamaan 5.5
5.2.4.4. Koefisien Perubahan Antar Fasa Persamaan 5.12 dan 5.13 yang diberikan sebelumnya menunjukkan bahwa koefisien perubahan momentum antar fasa didasarkan pada nilai koefisien perubahan fluida-fluida (Kpq) dan untuk aliran granular, didasarkan pada koefisien perubahan fluida-padatan dan padatan-padatan (Kls). A. Koefisien Perubahan Fluida-Fluida Pada aliran fluida-fluida, setiap fasa kedua diasumsikan sebagai droplet atau gelembung. Hal ini berakibat pada bagaimana tiap fluida dianggap sebagai fasa partikulat. Koefisien perubahan untuk aliran campuran bergelembung, cair-cair atau gas-cair diberikan oleh persamaan berikut,
K pq =
α qα p ρ p f ............................. ……………………..……...…….(5.14) τp
dengan,
f = fungsi hambatan (drag)
τ p = waktu relaksasi partikel (particulate relaxation time), dan didefinisikan sebagai berikut
τp =
ρ p d p2 …………. .................................... .. …………………..….(5.15) 18μq
dengan
149
dp = diameter gelembung atau droplet dari fasa p. Fungsi hambatan mencakup semua fungsi f, termasuk koefisien hambatan (CD) yang didasarkan pada bilangan Reynolds relatif (Re). Fungsi hambatan tergantung dari model koefisien perubahan. Untuk semua keadaan tersebut koefisien Kpq cenderung bernilai nol saat fasa primer tidak berada dalam domain. Untuk mendorong kecenderungan ini, fungsi hambatan f selalu dikalikan dengan fraksi volume fasa primer, seperti diberikan pada persamaan 5.14. Beberapa jenis fungsi hambatan yang terdapat dalam Fluent adalah.
•
Model Schiller dan Nauman
f =
CD Re ........................................................................................(5.16) 24
dengan ⎧⎪24 (1 + 0.15 Re0.687 ) / Re Re ≤ 1000 CD = ⎨ ....................................... (5.17) Re > 1000 ⎪⎩0.44 Bilangan Reynolds relatif fasa primer q terhadap fasa sekunder p diberikan oleh persamaan : r r ρ q v p − vq d p Re = ............................................................................ (5.18)
μq
Bilangan Reynolds relatif untuk fasa sekunder p dan r dapat dihitung dengan persamaan berikut ini : r r ρ rp vr − v p d rp Re = .......................................................................... (5.19)
μr p
dengan,
μrp = α p μ p + α r μr adalah viskositas campuran dari fasa p dan r •
Model Morsi dan Alexander f =
CD Re ....................................................................................... (5.20) 24
150
dengan CD = a1 +
a a2 + 3 2 ......................................................................... (5.21) Re Re
Bilangan Reynolds didapatkan dari persamaan 5.18 dan 5.19 dan tetapan a didapatkan dari persamaan berikut : ⎧0,18, 0 ⎪3.690, 22.73, 0.0903 ⎪ ⎪1.222, 29.1667, −3.8889 ⎪ ⎪0.6167, 46.50, −116.67 a1 , a2 , a3 = ⎨ ⎪0.3644,98.33, −2778 ⎪0.357,,148.62, −47500 ⎪ ⎪0.46, −490.546,578700 ⎪0.5191, −1662.5,5416700 ⎩
0 < Re < 0.1 0.1 < Re < 1 1 < Re < 10 10 < Re < 100 100 < Re < 1000 1000 < Re < 5000 5000 < Re < 10000 Re ≥ 10000
......... (5.22)
Model fungsi hambatan Morsi dan Alexander adalah model yang paling kompleks. Model ini paling tidak stabil dibandingkan dengan model hambatan yang lain. •
Model Simetri Model simetri digunakan untuk aliran fasa sekunder atau terdispersi pada suatu daerah dan menjadi fasa primer atau kontinu pada bagian aliran yang lain. Misalnya udara yang diinjeksikan pada bagian bawah kolom yang berisi air setengahnya. Pada bagian bawah kolom udara adalah fasa terdispersi, sedangkan pada bagian atas kolom udara menjadi fasa kontinyu. Model simetri juga dapat digunakan interaksi antara fasa sekunder. K pq =
α p (α p ρ p + α p ρ q ) f τ pq
.............................................................. (5.23)
dengan
τ pq =
⎛ d p + dq ⎞ ⎟ ⎝ 2 ⎠ 18 (α p μ p + α q μq )
(α p ρ p + α q ρ q ) ⎜
2
dan
151
..................................................... (5.24)
f =
CD Re 24
...................................................................................... (5.25)
dengan ⎧⎪24 (1 + 0.15 Re0.687 ) / Re Re ≤ 1000 ...................................... (5.26) CD = ⎨ Re > 1000 ⎪⎩0.44 Bilangan Re didapatkan dari persamaan 5.18 dan 5.19. B. Koefisien Perubahan Fluida-Padatan Koefisien perubahan fluida-padatan Ksl dituliskan sebagai berikut : K sl =
α s ρs f ..................................................................................... (5.27) τs
dengan
τs =
ρ s d s2 …………. ..................................... .. …………………..….(5.28) 18μl
Semua definisi fungsi hambatan, f, termasuk koefisien hambatan (CD) didasarkan pada bilangan Reynolds relatif (Res). Fungsi hambatan ini berbeda-beda tergantung pada model koefisien perubahan yang digunakan. •
Model Syamlal-O’Brien (1989) f =
CD Re s α l .................................................................................. (5.29) 24 ⋅ vr2, s
dengan fungsi hambatan yang diturunkan oleh Valle (1948), ⎛ 4,8 CD = ⎜ 0, 63 + ⎜ Re s vr , s ⎝
2
⎞ ⎟ ................................................................ (5.30) ⎟ ⎠
Model ini didasarkan pada pengukuran kecepatan terminal partikel pada fluidaisasi atau pengendapan, yang merupakan fungsi dari fraksi volume dan bilangan Reynolds relatif untuk fasa padat. Koefisien perubahan untuk fluida- padatan diberikan oleh persamaan berikut : K sl =
3 ⋅ α s ⋅ α l ⋅ ρl 4 ⋅ vr2, s ⋅ d s
⎛ Re s ⎜⎜ ⎝ vr , s
⎞r r ⎟⎟ vs − vl ...................................................... (5.31) ⎠
152
dengan, vr,s adalah kecepatan terminal fasa padat, yang diberikan oleh persamaan berikut ini (Garside dan Al-Dibouni, 1977) : 2 vr , s = 0,5 ⎛⎜ A − 0, 06 ⋅ Re s + ( 0, 06 ⋅ Re s ) + 0,12 ⋅ Re s ( 2 B − A ) + A2 ⎞⎟ ⎝ ⎠ ........................................................................................................... (5.32)
dengan, A = α l4.14
B = 0,8 ⋅ α l1,28 untuk αl ≤ 0,85 B = α l2,65 •
untuk αl > 0,85
Model Wen dan Yu (1966) Koefisien perubahan fluida-padatan menurut model Wen dan Yu (1966) adalah : r r α s ⋅ α l ⋅ ρl vs − vl −2,65 3 K sl = CD αl .................................................... (5.33) ds 4
dengan, CD =
24 ⎡ 0,687 ⎤ ............................................... (5.34) 1 + 0,15 (α l ⋅ Re s ) ⎣ ⎦ α l ⋅ Re s
Model Wen dan Yu diaplikasikan pada sistem aliran terdilusi. Model Wen dan Yu ini diaplikasikan pada fluidaized beds dengan mengkombinasikan dengan persamaan Ergun oleh Gidaspow dkk. (1992).
C. Koefisien Perubahan Padatan-Padatan Koefisien perubahan padatan-padatan Ksl diberikan oleh persamaan berikut (Syamlal, 1987): ⎛π π2 ⎞ 2 3 (1 + els ) ⎜ + C fr ,ls ⎟ ⋅ α s ⋅ ρ s ⋅ α l ⋅ ρl ( dl + d s ) g 0,ls 8 ⎠ r r ⎝2 K ls = vl − vs . (5.35) 3 3 2π ( ρl ⋅ dl + ρ s ⋅ d s ) dengan,
153
els
adalah koeffisien restitusi
Cfr, ls adalah koeffisien gesek antara fasa, untuk partikel fasa solid (Cfr, ls = 0) dl
adalah diameter partikel padat
go,ls adalah koefisien distribusi radial
5.2.5 Persamaan Kinetika Flotasi
Persamaan kinetika flotasi yang dibangun pada bab empat digunakan sebagai persamaan penutup pada penyelesaian perhitungan mempergunakan CFD. Aplikasi kinetika flotasi pada CFD belum banyak dilakukan. Hasil studi pustaka yang dilakukan untuk pembangunan model yang mengkaitkan antara model kinetika flotasi dengan CFD hanya dilakukan oleh Koh dkk. (2000), Koh dan Schwarz (2003, 2006). Pada penelitian tersebut Koh dkk (2000) mengembangkan simulasi CFD untuk tumbukan gelembung dan partikel pada sel flotasi untuk pengolahan mineral. Model kinetika flotasi yang digunakan Koh dan Schwarz (2003, 2006) pada simulasi penyisihan partikel padat adalah model kinetika flotasi yang dikembangkan oleh Bloom dan Heindel (1997). Model Bloom dan Heindel menggunakan jumlah gelembung dan partikel padat untuk menghitung penyisihan partikel padat pada tangki flotasi. Model kinetika yang dibangun pada disertasi ini mempergunakan konsentrasi gelembung dan patikel padat untuk mengukur kinerja unit DAF. Simulasi effisiensi penangkapan partikel-gelembung dengan mengkaitkan bersama CFD, sebagai kelanjutan atas penelitian pengakitan effisiensi tumbukan dengan CFD dilakukan Koh dan Schwarz (2003). Pemodelan CFD untuk laju tumbukan dan effisiensi dari sel flotasi sebagai hasil akhir dari dua penelitian sebelumnya diberikan oleh Koh dan Schwarz (2006). Menuliskan kembali persamaan-persamaaan yang berhasil dikembangkan dan dibangun pada bab empat, sebagi berikut. •
Persamaan energi dissipasi DAF
ε DAF = CEP − DAF
ΔPn .α g .QinDAF
ρ m .VTT
....................................................................(4.27)
154
•
Persamaan frekuensi tumbukan (z) ⎡1 2ε ⎤ ⎢15 R υ ⎥ ⎢ ⎥ 2 ⎢ 2 1 ⎛ ρf ⎞ ε ⎥ 2 ⎢+ ⎥ ⎜⎜1 − ⎟⎟ (τ 1 − τ 2 ) ε υ ⎥ ⎢ 15 π ⎝ ρ p ⎠ ⎥ 2 z = 2 2π R 2 ⎢ 2 ⎢ ⎛ 2 ⎞2 1 ⎛ ρ f ⎞ ⎛ε ⎞ 2⎥ ⎟⎟ τ 1τ 2 ⎜ ⎟ R ⎥ ⎢ + ⎜ ⎟ ⎜⎜ 1 − ⎝υ ⎠ ⎢ ⎝ 15 ⎠ π ⎝ ρ p ⎠ ⎥ ⎢ ⎥ 2 ρf ⎞ 2 ⎢ π ⎥ 2 ⎛ ⎢ + 8 (τ 1 − τ 2 ) × ⎜⎜1 − ρ ⎟⎟ g ⎥ p ⎠ ⎢⎣ ⎥⎦ ⎝
•
1
2
................................. (4.18)
Persamaan Effisiensi Pengumpulan (Пcoll) Пcoll
= Πc. Πasl. Πtpc. Πstab ........................................................... (2.69)
dengan, Effisiensi kontak tiga fasa (Пtpc) = 1
Πc =
1 1 + G pb
2 ⎧ ⎡ ⎛ rp ⎞3 ⎛ rp ⎞ ⎤ ⎫ 1 ⎪ ⎢2 ⎜ ⎟ + 3 ⎜ ⎟ ⎥ ⎪ 3 ⎪ 2 ⎡( r r ) + 1⎤ ⎣⎢ ⎝ rb ⎠ ⎝ rb ⎠ ⎦⎥ ⎪ G pb ⎪ ⎣ p b ⎦ ⎪ .......... (2.60) ⎨ ⎬+ 3 2 * 1 G + ⎡ ⎤ pb ⎪ ⎪ r r ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ 2 Reb ⎢ p ⎟ + 2⎜ p ⎟ ⎥ ⎪ ⎪+ 4 ⎜ ⎝ rb ⎠ ⎥⎦ ⎪ ⎪ ⎡⎣( rp rb ) + 1⎤⎦ ⎢⎣⎝ rb ⎠ ⎩ ⎭
⎧⎪ ⎛ β Π asl = exp ⎨−2 ⎜ ⎪⎩ ⎝ Cb
⎞ ⎛ rp ⎟ ⎜⎜ ⎠ ⎝ rb + rp
⎞ ⎡ g ( r ) − G ⎤ ⎛ h0 ⎞ ⎫⎪ − 1⎟ ⎬ ...................(2.63) ⎥⎜ ⎟⎟ × ⎢ ⎠ ⎪⎭ ⎠ ⎣⎢ k ( r ) − G ⎦⎥ ⎝ hkritik
1 ⎞ ⎛ Π stab = 1 − exp ⎜1 − ⎟ ...................................................................... (2.67) ⎝ Bo ' ⎠ 4rp2 ⎛⎜ Δρ p g + 1,9 ρ pε 3 ( rp + rb ) 3 ⎞⎟ ⎝ ⎠+ Bo ' = 6σ sin (π − θ 2 ) sin (π + θ 2 ) ......................................(2.68a) 2 3rp ( 2σ rb − 2rb ρl g ) sin (π − θ 2 ) 1
2
6σ sin (π − θ 2 ) sin (π + θ 2 )
155
•
Persamaan laju flotasi
C p2 = C p1 .e •
− z .Cb . Π coll .t rdaf
................................................................ (4.21)
Persamaan effisiensi penyisihan η
= 1− e
− z .Cb . ∏coll .trdaf
................................................................. (4.23)
5.2.6. Persamaan Turbulensi Turbulensi aliran mempergunakan model κ-ε standar. Energi kinetik turbulen (κ) dan energi dissipasi (ε) didapatkan dari persamaan transport yang diberikan oleh persamaan berikut ini,
μ ∂ ∂ ∂ ⎡⎛ ( ρκ ) + ( ρκ ui ) = ⎢⎜ μ + t σκ ∂t ∂xi ∂x j ⎢⎣⎝
⎞ ∂κ ⎤ ⎥ + Gκ + Gb − ρε + Sκ .........(5.36) ⎟ ⎠ ∂x j ⎥⎦
dan
∂ ∂ ∂ ( ρε ) + ( ρε ui ) = ∂t ∂xi ∂x j
⎡⎛ μt ⎞ ∂ε ⎤ ε ε2 μ ρ + + + − + Sε C G C G G C ( ⎢⎜ ⎥ ⎟ 3ε b ) k 2ε σ k ⎠ ∂x j ⎥⎦ 1ε κ κ κ ⎢⎣⎝
...............................................................................................(5.37) dengan Gκ
= energi kinetik yang dihasilkan dari gradien kecepatan rerata
= − ρ ui'u 'j
∂u j ∂xi
Gκ
= energi kinetik turbulen yang dihasilkan dari gradien kecepatan rerata
Gb
= energi kinetik turbulen yang disebabkan oleh gaya apung
μt
= vikositas turbulen
= ρ Cμ
κ2 ε
Konstanta yang digunakan model turbulen κ-ε standar didapatkan dari percobaan turbulensi aliran udara dan air. Percobaan turbulen tersebut dilakukan pada aliran geser turbulen (shear flow) homogen dan isotropik. Besaran nilai konstanta yang digunakan pada disertasi ini adalah C1ε = 1,44; C2ε = 1,92; Cμ = 0,09; σκ = 1,0 dan σκ = 1,0 (Fluent User Guide, 1993).
156
5.3 Metodologi Penelitian 5.3.1. Pendahuluan Metodologi dan tahapan yang digunakan disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Tujuan penelitian adalah mengkaitkan model kinetika penyisihan padatan pada unit DAF dengan hidrodinamika untuk mendapatkan desain tangki DAF yang paling optimal.. Model kinetika penyisihan yang digunakan adalah model yang telah dikembangkan pada bab empat. Metode CFD yang digunakan adalah metoda
eulerian tiga fasa yaitu fasa cair, fasa padat dan fasa gas. Model hidrodinamika disimulasikan perangkat lunak Fluent®. Perangkat lunak Fluent® memiliki fasiltas
user defined function (UDF). Melalui fasilitas UDF model kinetika yang dikembangkan diintegrasikan dengan model hidrodinamika yang digunakan.
5.3.2. Tahapan Penelitian Pada penelitian ini tahapan yang dilakukan adalah, 1. Integrasi model kinetika penyisihan partikel yang dibangun pada bab empat dengan perangkat lunak hidrodinamika 2. Pengukuran dimensi gelembung udara 3. Pengukuran kecepatan partikel, gelembung udara dan air 4. Pengukuran fraksi volume udara dan padatan 5. Pengukuran kinerja unit DAF melalui efisiensi penyisihan partikel padatan dengan parameter TSS (Total Suspended Solid) 6. Validasi dan kalibrasi hasil simulasi model kinetika dari UDF Fluent® dengan hasil percobaan efisiensi unit DAF.
5.3.3 Metodologi Keterkaitan Kinetika DAF dengan Hidrodinamika Aplikasi model kinetika DAF yang dibangun pada bab empat pada CFD dengan perangkat lunak Fluent dilakukan pada tiga tahapan, yaitu : 1. Aplikasi persamaan energi dissipasi unit DAF (persamaan 4.27) sebagai kondisi awal energi dissipasi CFD
157
2. Aplikasi persamaan laju kinetika flotasi pada CFD. Aplikasi laju kinetika flotasi dilakukan dengan fasiltas UDF sebagai substitusi besaran koeffisien perubahan fasa padatan-padatan (Kls – persamaan 5.35). 3. Aplikasi laju kinetika dan effisiensi penyisihan partikel padat untuk unit DAF Pengembangan CFD dilakukan untuk unit DAF dalam skala laboratorium digunakan untuk dimodelkan dalam analisis numerik. Model yang dibuat menggunakan piranti lunak Gambit® 1.1 sebagai Pre-Processing dan Fluent® 6.0 sebagai solver dan post-processing. Perangkat keras yang dipergunakan untuk perhitungan model aliran tiga dimensi (3D) dan tiga fasa adalah komputer dengan spesifikasi sebagai berikut :
•
Processor AMD Trialthon 2,6GHz, Front Side Bus (FSB) 800, Chace Memory 512 kb
•
Random Acces Memory (RAM) 2 Gigabytes
•
Graphics Processor Unit (GPU) 64 Megabytes
5.3.4 Perangkat Lunak Fluent® Fluent® memberikan fleksibilitas pada proses meshing dari model yang dibuat. Berbagai bentuk pemodelan aliran 2D dan 3D dapat dipecahkan oleh Fluent® dengan bentuk grid triangular - tetrahedral, quadrilateral - heksahedral, atau gabungan keduanya (hybrid), baik dengan bentuk yang terstruktur maupun tidak terstruktur. Keunggulan lain yang dimiliki Fluent® dibandingkan dengan perangkat lunak lainnya adalah kemampuannya mensimulasikan campuran dan reaksi pada spesies-spesies kimia dan juga pemodelan aliran multi fasa. Diagram aliran pemodelan dengan Gambit®. dan Fluent® diberikan pada gambar 5.3
5.3.4.1 Persiapan Penghitungan (Pre-Processor) Tahapan persiapan perhitungan (pre-proccessor) untuk Fluent® bertujuan untuk pembentukan bidang hitung. Perangkat lunak persiapan penghitungan (pre-
processing) mempergunaka Gambit®. Pembuatan model, pembentukan mesh/grid dan penentuan kondisi batas (sesuai dengan solver yang dipilih) dapat dilakukan
158
di dalam lingkungan perangkat lunak Gambit®.. Model yang akan dibuat adalah bentuk fluida yang mengisi ruang-ruang yang ada pada unit DAF. Pembangunan ruang pada Gambit® dapat dilakukan melalui 4 cara, yaitu : 1. Menyatukan permukaan (face) yang telah dibuat sebelumnya. 2. Menggerakkan permukaan (face) melalui jalur tertentu berupa garis hubung (edge) atau vektor. 3. Memutar permukaan pada suatu sumbu putar. 4. Membentuk volume dari sekumpulan garis hubung (wireframe) Mulai
A
Data Geometri Unit DAF
Mengimpor file mesh
Menentukan Persamanpersamaan solver model
Membuat Geometri Model
Data Sifat-sifat Material Data Kondisi Batas
Meshing Model
Menentukan Solver
Mengatur parameter Kontrol Solusi: Faktor Under Relaksasi Persamaan yang Akan Dihitung Diskritisasi
Menentukan Tipe Zona : Zona Kondisi Batas Zona Kontinum
Inisialisasi Iterasi Penentuan Residu Mengekspor file mesh
Iterasi Perhitungan
A
Menyimpan Hasil Perhitungan
Selesai
a. Proses di Gambit®
b. Proses di Fluent®
Gambar 5.3. Flowchart Pemodelan dalam Fluent® Bentuk elemen yang dapat dipilih pada Gambit® adalah :
•
Hex ; mesh hanya terbentuk dari elemen heksahedral
159
•
Hex/Wedge ; mesh tersusun dari elemen utama heksahedral tetapi bisa disispi oleh elemen wedge jika memungkinkan
•
Tet/Hybrid ; mesh tersusun dari elemen utama tetrahedral tetapi bisa disispi oleh elemen pyramidal, heksahedral dan wedge jika memungkinkan
Setiap jenis elemen mempunyai pilihan tipe meshing volume yang tertentu, beberapa tipe meshing volume yang bisa dipilih adalah :
•
Map adalah membuat garis-garis elemen heksahedral yang teratur dan terstruktur
•
Submap yaitu membagi volume yang tidak bisa terpetakan (unmapable region) menjadi bagian-bagian yang dapat terpetakan.
•
Tet Primitive yaitu membagi volume yang mempunyai empat sisi yang berbentuk segitiga) ke dalam empat bagian heksahedral.
•
Cooper adalah teknik menyusur (sweeps) pola titik mesh dari permukaan “sumber” yang ditentukan ke seluruh volume
•
Tgrid merupakan mesh dengan susunan elemen meshing tetrahedral dengan heksahedral, pyramidal dan wedge.
G
Gambar 5.4. Contoh tampilan setelah proses meshing berhasil dilakukan
160
Setelah proses meshing dilakukan penentuan kondisi batas dengan menentukan karakteristik daerah-daerah yang berupa permukaan (sebagai inlet, outlet, wall, dll) dan menentukan karakteristik daerah-daerah yang berupa volume (sebagai
solid, fluida atau porous zone). Pada pemodelan unit DAF ini, pembagian daerah yang dilakukan ditunjukkan pada gambar 5.5. Hasilnya disimpan sebagai berkas
mesh untuk solver Fluent® dengan ekstensi *.cas.
Gambar 5.5 Pembagian daerah kondisi batas pada unit DAF
5.3.4.2 Perhitungan (Solver) Tahapan perhitungan merupakan ini merupakan tahapan inti dari pemodelan dengan proses iterasi dan penentuan parameter-parameter pemodelan dilakukan untuk mendapatkan data-data yang akan dianalisis. Langkah-langkah yang dilakukan pada tahapan ini dijelaskan pada sub bab berikut.
A. Persiapan Data Model Langkah awal yang dilakukan pada lingkungan perangkat lunak penghitungan (solver) adalah mengambil data model yang sebelumnya telah dibuat pada perangkat lunak persiapan penghitungan (pre-processor). Dalam hal ini dilakukan proses import dari perangkat lunak Gambit® ke dalam lingkungan perangkat lunak Fluent®. Berkas yang terlibat dalam proses ini adalah berkas dengan ekstensi *.cas (Fluent® Case File).
161
Berkas tersebut mengandung informasi mengenai koordinat setiap titik, informasi perhubungan yang menyatakan bagaimana titik-titik tersebut berhubungan untuk membentuk permukaan dan sel, juga tipe daerah dan jumlah dari permukaannya. Informasi lain yang terkandung di dalam berkas ini adalah keadaan kondisi batas seperti material, input, output, dinding.
Gambar 5.6 Tampilan jendela pada proses import data B. Metode Iterasi
Perangkat lunak Fluent® memberikan tiga pilihan metode iterasi, yaitu
•
Segregated
•
Coupled implicit
•
Coupled explicit.
Ketiga formula di atas memberikan hasil keakuratan yang hampir sama untuk analisis aliran. Pendekatan segregasi dan couple berbeda dalam cara pemecahan persamaaan kontinuitas, momentum, dan energi. Pada penyelesaian dengan pendekatan couple, semua persamaan diselesaikan secara bersamaan, sedangkan pada metode segregated pendekatan dilakukan secara terpisah dengan masingmasing persamaan yang dibentuk diselesaikan secara berurutan (sequentially).
162
Metode iterasi yang dipergunakan pada disertasi ini untuk iterasi adalah metode perhitungan segresi. Diagaram aliran metode iterasi sewgresi diberikan pada gambar 5.7. Updates properties.
Penyelesaian Persamaan Momentum
Tidak
Penyelesaian persamaan koreksi tekanan dan kontinuitas. Update tekanan, laju aliran massa permukaan.
Penyelesaian persamaan species, turbulensi dan persamaan skalar
Konvergen ?
Selesai
Gambar 5.7 Langkah perhitungan dengan
metode segregasi
Dalam pendekatan segregasi, Fluent® menggunakan teknik berbasis volume kontrol untuk membangun suatu persamaan aljabar yang dipecahkan secara numerik. Diskretisasi dari persamaan yang dibangun dapat diilustrasikan dengan menganggap persamaan konservasi berada pada kondisi tunak untuk besaran skalar ∅, yang dapat dituliskan dalam bentuk integral dari persamaan volume kontrol sebagai berikut. ..........................……………...(5.38) dengan ρ
∫ ρφ v ⋅ dA = ∫ Γφ ∇ φ ⋅ dA + ∫ = kerapatan massa
V
Sφ dV
163
v
= vektor kecepatan
A
= vektor luas permukaan
ΓΦ
= koefisien difusi untuk Φ
∇Φ
= gradien untuk Φ pada model 2D adalah (∂φ /∂x)i + (∂φ /∂y) j
SΦ
= source dari Φ untuk setiap unit volume
Persamaan ini digunakan untuk masing-masing kontrol volume dalam domain perhitungan. Gambar sel triangular untuk 2D seperti gambar 5.8 merupakan contoh dari suatu kontrol volume.
Gambar 5.8 Sel triangular dua dimensi (2D) Diskretisasi dari persamaan di atas untuk sel yang diberikan adalah sebagai berikut : N faces
N faces
f
f
∑ v f φ f Af =
∑ Γφ (∇φ )
n
A f + SφV………………….....................(5.39)
dengan Nfaces = jumlah permukaan yang membentuk sel Φf
= nilai dari Φ yang dikonveksikan melalui permukaan f
vf
= fluks massa yang melalui permukaan f
Af
= luas permukaan f, |A| ( |Axi + Ayj| pada model 2 dimensi)
( ∇ Φ)n = besar dan arah (magnitude) dari ∇ Φ normal terhadap permukaan f V
= volume sel
Persamaan ini dipecahkan oleh Fluent® dari bentuk umum persamaan sebelumnya dan digunakan juga untuk kasus multi dimensi lainnya. Fluent® menyimpan nilai diskret dari skalar ∅ pada pusat sel (antara c0 dan c1 pada gambar 5.8). Dari
164
persamaan umum di atas, diskretisasi dari persamaan momentum dan kontinuitas dalam kondisi tunak dapat diturunkan dalam bentuk integral (5.26) 0 ∫ ρv ⋅ dA =.................................................................................................
∫ ρv v ⋅ dA = − ∫ pI ⋅ dA + ∫ τ ⋅ dA + ∫
V
F dV .................................................. (5.27)
dengan I adalah matriks identitas, τ adalah stress tensor, dan F adalah vektor gaya. C. Penetapan Model Fisik
Fluent® mempunyai kemampuan pemodelan untuk berbagai masalah aliran fluida, baik untuk aliran termampatkan, tak termampatkan, aliran laminar, turbulen. Fluent® juga mengkombinasikan model matematik untuk fenomena pengangkutan seperti perpindahan panas dan reaksi kimia untuk geometri yang kompleks. Pada disertasi ini, fluida yang mengalir di dalam unit DAF diasumsikan sebagai fluida tak termampatkan, dengan pendekatan eulerian tiga fasa, yaitu fasa cair, fasa padat dan fasa gas. Pemodelan aliran turbulen di dalam unit DAF ini mempergunakan model turbulen
κ-ε standar. Perhitungan aliran pada model turbulen κ-ε standar didasarkan pada persamaan transport energi kinetik turbulen (κ) dan laju dissipasinya (ε). Pemodelan standard k-epsilon merupakan pemodelan turbulen dengan persamaan yang cukup lengkap dan paling sederhana. Model turbulensi ini telah menjadi trend dalam perhitungan aliran semenjak diperkenalkan oleh Jones dan Launder (1973). Karakterisasi fluida berdasrakan sifat-sifat fisiknya mencakup massa jenis, berat molekul, viskositas, koefisien difusi massa, dan juga parameter-parameter teori kinetik. Dalam pemodelan ini digunakan fluida air sebagai fasa primer dan fasa sekunder adalah udara dan partikel tapioka.
D. Penentuan Kondisi Batas Kondisi batas menentukan aliran dari model fisik yang dibuat. Penentuan kondisi batas ini merupakan tahapan kritis dan penting dari simulasi Fluent®. Fluent® mempunyai pilihan kondisi batas yang diklasifikasikan sebagai berikut :
165
•
Flow inlet and outlet boundaries : pressure inlet, velocity inlet, mass flow inlet, inlet vent, intake fan, pressure outlet, pressure farfield, outflow, outlet vent, exhaust fan.
•
Wall, repeating, and pole boundaries : wall, symmetry, periodic, axis.
•
Internal cell zones : fluida, solid (porous is a type of fluida zone).
•
Internal face boundaries : fan, radiator, porous jump, wall, interior.
Panel boundary conditions memberikan kemudahan bagi kita untuk mengubah jenis kondisi batas yang ingin diberikan dan membuka panel lain untuk mengatur parameter kondisi batas dari masing-masing zona. Kondisi batas yang dipakai pada pemodelan aliran di dalam unit DAF ini adalah sebagai berikut :
•
Velocity inlet untuk sisi masuk semua fluida ke dalam tngki flotasi
•
outflow untuk sisi keluar dari tangki flotasi
•
Wall untuk permukaan tangki flotasi, baffle selain sisi masuk dan sisi keluar
Velocity Inlet Kondisi batas kecepatan masuk digunakan untuk mendefinisikan kecepatan fluida pada aliran masuk. Kondisi batas ini cocok digunakan baik untuk perhitungan aliran inkompresibel maupun kompresibel. Kondisi batas ini digunakan ketika kecepatan masuk diketahui. Pada pemodelan ini kecepatan masuk disesuaikan dengan hasil pengukuran mass loading masuk pada saat pengujian. Pada kondisi multi fasa maka kecepatan masing-masing fasa dimasukkan secara terpisah sesuai dengan kecepatan yang ddefinisikan terlebih dahulu.
Outflow Outflow Boundary Conditions digunakan untuk mendefinisikan posisi outlet dari aliran. Selain digunakan sebagai kondisi batas pada aliran keluar, kondisi batas ini juga memberikan hasil yang lebih baik pada laju konvergensi untuk aliran balik (backflow).
166
Wall Boundary Conditions Wall boundary conditions berfungsi sebagai pengikat antara daerah cairan dan daerah benda padat Pada aliran viscous, kondisi batas dimana kecepatan pada dinding sama dengan nol merupakan kondisi dasar yang diberikan oleh Fluent®, tetapi dapat juga didefinisikan komponen kecepatan tangensial dalam bentuk gerakan translasi atau rotasi dari batas dinding, atau memodelkan dinding “slip” dengan menentukan geseran (shear). Tegangan geser dan perpindahan panas antara cairan dan dinding dihitung berdasarkan detail aliran pada medan aliran setempat.
E. Kontrol Solusi
Pada langkah ini perlu dilakukan pengaturan terhadap parameter-parameter solusi yang ada selama proses perhitungan atau iterasi untuk mendapatkan hasil iterasi yang konvergen. Kondisi awal yang diberikan sangat berpengaruh terhadap hasil simulasi. Pada penetapan kondisi awal dimungkinkan untuk membuat skala prioritas pada persamaan-persamaan yang ingin digunakan dalam perhitungan aliran dari model yang dianalisis, misalnya dengan mengaktifkan persamaan kontinuitas, kecepatan, dan menon-aktifkan terlebih dahulu persamaan dan turbulensi. Dengan panel ini, kita dapat mengatur jumlah iterasi yang kita inginkan atau membiarkan iterasi berhenti secara otomatis ketika iterasi telah mencapai hasil yang konvergen. Selama proses iterasi berlangsung, kita dapat mengamati proses konvergensi dari perhitungan atau iterasi secara dinamik. Kita dapat melihat tampilan grafik dari lift, drag, moment coefficients, surface intregations, dan
residuals dari variabel solusi. Pada komputer dengan kemampuan tak terbatas, residual ini akan bernilai nol ketika iterasi konvergen. Sedangkan pada umumnya, komputer dengan perhitungan single precision, akan menghasilkan residual hingga tingkat ketelitian 6 angka di belakang koma sebelum iterasi mencapai konvergen. Contoh dari grafik residual diperlihatkan pada gambar 5.9
167
Gambar 5.9 Grafik residual
5.3.4.3 Pengolahan Hasil Penghitungan (Post-Processor) Tampilan-tampilan grafis yang ada di Fluent® memungkinkan kita untuk mendapatkan informasi secara lengkap dari solusi yang diperoleh. Disini kita dapat membuat grafik yang menampilkan grid, kontur, profil, vektor kecepatan, dan pathline, di samping informasi-informasi lain yang secara mudah dan cepat bisa kita peroleh melalui panel-panel yang ada di Fluent®. Dengan begitu kita dapat secara langsung menganalisis hasil pemodelan yang telah kita buat. Tampilan grafis yang ditampilkan bisa diatur sesuai dengan keinginan pengguna (user) dan dapat diubah (customize).
Gambar 5.10 Contoh hasil perhitungan dalam vektor
168
5.3.5 Simulasi Hidrodinamika Simulasi hidrodinamika tangki DAF dilakukan dengan melakukan variasi ketinggian baffle yaitu tanpa baffle, dengan baffle pada ketinggian (H) 12,5 cm; 27,5 cm; 45,0 cm dan 60,0 cm. Gambar 5.11 menunjukan ketinggian variasi baffle tersebut. Variasi waktu tinggal dalam tangki DAF adalah 63; 206; 195 dan 369 detik. Sedangkan kecepatan input yang divariasikan adalah sebesar 0,25; 0,5; 0,75 dan 1,0 m.detik-1. Hasil simulasi kecepatan input selengkapnya diberikan untuk diberikan pada lampiran 1. Variasi percobaan dengan ketinggian baffle dilakukan karena dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ketinggian baffle mempengaruhi kinerja unit DAF pada penyisihan limbah kelapa sawit (Wisjnuprapto dan Utomo, 1994) Tinggi baffle sebagai bagian dari geometri tangki DAF memiliki pengaruh terhadap hidrodinamika tangki DAF. Sehingga untuk ketinggian baffle yang berbeda akan terjadi hidrodinamika aliran yang berbeda. Hidrodinamika yang ditinjau adalah hidrodinamika aliran tiga fasa, yaitu fasa cair, fasa gas dan fasa padat. Visualiasi untuk menggambarkan kondisi aliran yang terjadi dalam tanki flotasi mengalami kesulitan disebabkan oleh dense cloud
yang terbentuk dari
gelembung-gelembung yang dilepaskan oleh nozzle. Visualisasi dengan menggunakan sonic probe dan kamera bawah air banyak digunakan oleh para peneliti untuk melihat pola aliran yang terjadi dalam tanki flotasi Pengukuran aliran menggunakan acoustic dopller velocimeter sering dilakukan untuk mengukur kecepatan aliran. Pada umumnya alat yang digunakan untuk percobaan tersebut sangat mahal (Biggs, 2003) Dalam penelitian ini model skala laboratorium dipakai untuk visualisasi pola aliran yang terjadi dalam tanki flotasi udara terlarut dengan menggunakan kamera untuk menangkap gambar dari pola aliran yang terjadi sebenarnya. Spesifikasi alat yang digunakan adalah :
•
Kamera CCD (Charge-Coupled Device) merk JVC tipe C-1310 TK
•
Satu unit Komputer untuk menyimpan hasil gambar
169
Tujuan pengamatan dengan kamera ini adalah untuk membandingkan simulasi yang dilakukan oleh Fluent® pada unit komputer dengan simulasi hidrodinamika pada unit DAF yang disimulasikan. Untuk menggambarkan pola aliran tersebut digunakan tracer dengan zat warna untuk melihat pergerakan aliran yang terjadi di dalam tangki unit DAF. Tracer tersebut diinjeksikan kedalam nozzle sehingga mengikuti aliran yang dipengaruhi aliran air dan udara yang terjadi dalam tangki flotasi. Skema unit pengambilan gambar diberikan pada gambar 5.11.
Kamera CCD
Gambar 5.11 Skema pengambilan gambar dengan kamera CCD di tangki DAF
5.4. Hasil dan Pembahasan Aliran pada tangki DAF merupakan aliran yang terdiri dari tiga fasa. Untuk mengetahui pengaruh tinggi baffle terhadap penyisihan fasa padat dilakukan simulasi dengan ketinggian baffle yang berbeda. Simulasi yang dilakukkan adalah simulasi CFD dengan tiga fasa dan tiga dimensi. Ketiga fasa tersebut adalah fasa cair, gas dan padat, masing-masing adalah air, gelembung dan partikel padat. Partikel padatan yang digunakan pada pengujian ini adalah partikel tapioka. Penggunaan partikel tapioka pada disertasi ini berkaitan dengan penerapan teknologi bersih pada industri tapioka. Aplikasi unit DAF pada proses produksi tapioka dapat meminimalkan kuantitas limbah cair dari industri tapioka dan meningkatkan effisiensi proses produksi tapioka. Hasil simulasi tiga fasa tersebut dikalibrasi dengan percobaan penyisihan partikel tapioka sebagai TSS. Parameter yang dipergunakan pada simulasi diberikan pada tabel 5.2.
170
Tabel 5.2. Parameter simulasi CFD yang digunakan
No
Parameter
1 2 3 4
Metode perhitungan Model turbulensi Tekanan operasional Kondisi batas Inflow Permukaan Tangki DAF Dinding Lama waktu simulasi Fasa primer (air) Massa jenis Viskositas Fasa sekunder pertama (udara) Diameter gelembung Massa jenis Viskositas Fasa sekunder kedua (tapioka) Diameter partikel tapioka Massa jenis Viskositas Koefisien perubahan antar fasa Fluida – fluida Fluida – padatan Padatan – padatan
5 6 7
8
9
Keterangan Euler-Euler Model standar κ-ε 60 psi kecepatan input permukaan bebas permukaan halus 60, 146, 195 dan 369 detik 998,2 0,001003
kg.m-3 kg.m-1.det -1
35,0 μm 1,225 kg.m-3 -5 1,7894.10 kg.m-1.det -1 4,0 1550,0 0,00162
μm kg.m-3 kg.m-1.det -1
Model Schiller dan Nauman Model Syamlal-O’Brien Model kinetika DAF
Model kinetika DAF digunakan sebagai subsitusi dari koefisien perubahan antar fasa untuk padatan-padatan. Perangkat lunak Fluent® mempergunakan model Syamlal (1987) yang diberikan pada persamaan 5.35. Pada model Syamlal koefisien restitusi (esl) merupakan fungsi dari tumbukan antar partikel sedangkan koefisien distribusi radial (go,ls) menunjukkan distribusi partikel dalam ruang. Menganologikan fungsi kedua koefisien dalam model Syamlal dengan model kinetika yang dikembangkan, maka model kinetika DAF yang dibangun sebelumnya pada bab empat dapat digunakan untuk menggantikan koefisien perubahan antar fasa padatan-padatan. Asumsi yang digunakan pada aplikasi model kinetika DAF adalah :
•
Partikel gelembung dan tapioka diasumsikan berbentuk bola pejal dengan dimensi yang tetap
•
Tumbukan yang terjadi adalah tumbukan antar dua partikel
171
•
Sling effect akibat tumbukan diabaikan
Fungsi koefisien restitusi (esl) pada model Syamlal (1987) adalah sama dengan frekuensi tumbukan (z) yang diberikan pada persamaan 4.18.
Koefisien
perubahan antar fasa model Syamlal adalah sama dengan koefisien laju flotasi (Z) yang diberikan oleh persamaan 4.21. Model Syamlal dikembangkan untuk koefisien perubahan antar fasa padat pada proses fluidaized bed. Perangkat lunak CFD yang digunakan menggunakan model Syamlal (1987) untuk koefisien perubahan fasa padat-padat. Dengan menggunakan persamaan kinetika DAF yang dibangun sebelumnya, hasil simulasi penyisihan partikel diberikan pada sub bab berikut ini.
5.4.1 Simulasi Hidrodinamika untuk Penyisihan Partikel Padat dengan Berbagai Tinggi Baffle Tinggi baffle memiliki pengaruh terhadap kinerja unit DAF (Wisjnuprapto dan Utomo, 1994). Tinggi baffle mempengaruhi hidrodinamika tangki DAF dan menentukan daerah kontak dan daerah penyisihan pada tangki DAF. Disertasi ini melakukan simulasi CFD dengan ketinggian baffle yang berbeda untuk mengetahui hidrodinamika yang terjadi pada tangki DAF dan pengaruhnya terhadap penyisihan partikel tapioka. Pengaruh tinggi baffle terhadap pola aliran tangki DAF diberikan pada sub bagian berikut ini. Simulasi CFD yang dilakukan dengan kecepatan input yang sama untuk ketiga fasa, yaitu sebesar 0,40 m.detik-1 dan waktu tinggal dalam tangki DAF adalah 63 detik. Parameter simulasi CFD yang digunakan seperti diberikan pada tabel 5.2.
5.4.1.1 Tanpa Baffle (H = 0,0 cm) Pola aliran yang terjadi pada tangki DAF tanpa baffle adalah terjadi aliran short-
cut dari aliran yang keluar dari lubang pipa input menuju daerah keluaran. Partikel tapioka yang berada pada aliran yang berasal dari pipa input akan mengikuti aliran air sebagai fasa pembawa menuju daerah pengeluaran tanpa sempat mengalami pemisahan dari fasa pembawanya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa short-cut
172
aliran yang terjadi pada hidrodinamika tangki DAF tanpa baffle tidak memberikan kinerja yang baik pada penyisihan partikel tapioka dari air dengan menggunakan gelembung.
Gambar 5.12 Pola aliran ketiga fasa untuk simulasi 63 detik tanpa baffle (H = 0,0 cm)
5.4.1.2 Ketinggian Baffle (H) = 12,5 cm Hidrodinamika tangki DAF dengan tinggi baffle (H) 12,5 cm tidak menunjukkan adanya aliran short-cut seperti yang terjadi pada simulasi aliran tangki DAF tanpa
baffle. Meskipun demikian aliran dengan ketinggian baffle 12,5 cm ini membentuk pusaran aliran dari lubang pipa keluaran menuju permukaan air dan kemudian aliran berbalik menuju daerah keluaran, seperti diperlihatkan pada gambar 5.13. Kecepatan aliran saat mencapai permukaan air, yaitu ruang tempat berkumpulnya agglomerat gelembung – partikel padat (tapioka), kecepatan aliran mencapai besar 0,08 m.det-1. Kecepatan ini cukup tinggi untuk dapat menganggu
173
kestabilan agglomerat gelembung-partikel. Akibat terganggunya kestabilan tersebut, agglomerat gelembung-partikel yang terbentuk dapat terpecah dan partikel padatan akan terbawa oleh air sebagai fasa pembawa menuju daerah keluaran. Peristiwa tergerusnya agglomerat yang telah terbentuk oleh aliran ini yang menyebabkan terjadinya break-through pada penyisihan partikel padat (Lundh, 2002).
Gambar 5.13 Pola aliran ketiga fasa untuk simulasi 63 detik dengan ketinggian (H) baffle 12,5 cm,
5.4.1.3 Ketinggian Baffle (H) = 27,5 cm Perbaikan hidrodinamika dalam tangki DAF berikutnya dilakukan dengan meningkatkan tinggi baffle (H) menjadi 27,5 cm. Pada ketinggian baffle 27,5 cm ini pola aliran yang terjadi adalah terbentuknya pusaran tunggal dengan pusat pusaran berada pada ketinggian (sumbu-y) 60 cm dan sumbu-x sejauh 40 cm dari
174
titk input. Pusaran ini memiliki kecepatan rerata sebesar 0,05 m. det-1. Pusaran ini memberikan keuntungan dengan adanya arah aliran menuju permukaan air yang menutup arah aliran menuju daerah keluaran. Berlawanannya arah aliran dengan arah menuju daerah keluaran diharapkan dapat meningkatkan tumbukan antar partikel dan gelembung, sehingga effisiensi pengumpulan semakin besar. Pola aliran lain yang mendukung dari pusaran ini adalah bahwa kecepatan pusaran di ruang dekat permukaan air memiliki kecepatan yang sangat rendah, kecepatan rerata yang ada kurang dari 0,01 m. det-1. Kecepatan ini tidak cukup untuk menganggu kesatabilan agglomerat gelembung-partikel yang telah terbentuk. Berdasarkan pola aliran yang terbentuk pada tangki DAF dengan tinggi baffle 27,5 cm
maka dapat disimpulkan bahwa hidrodinamika yang terjadi adalah
kondisi yang paling baik untuk penyisihan partikel padat (tapioka) dari air. Pola aliran lebih detail untuk tinggi baffle (H) 27,5 cm diperlihatkan pada gambar 5.14.
Gambar 5.14 Pola aliran ketiga fasa untuk simulasi 63 detik dengan ketinggian (H) baffle 27,5 cm
175
5.4.1.4 Ketinggian Baffle (H) = 45 cm Kondisi Hidrodinamika ideal untuk penyisihan partikel padat yang didapatkan pada tinggi baffle 27,5 cm tersebut diuji dengan meningkatkan ketinggian baffle (H) sebesar 45,0 cm dan 60,0 cm. Pola aliran yang terjadi pada ketinggian baffle (H) 45,0 cm adalah terbentuknya dua pusaran pada tangki DAF. Pusaran pertama memiliki pusat pusaran pada oordinat-y setinggi 20 cm dari titik input dan absis-x sejauh 15 cm. Pusat pusaran kedua berada pada koordinat (x,y) dengan titik 35, 50 cm. Pusat kedua pusaran tersebut masing-masing ditunjukkan oleh angka satu dan dua pada gambar 5.15.
2
1
Gambar 5.15 Pola aliran ketiga fasa untuk simulasi 63 detik dengan ketinggian (H) baffle 45,0 cm Meskipun pusaran kedua memiliki arah aliran yang berlawanan dengan daerah keluaran, seperti yang terjadi pada aliran DAF dengan H setinggi 27,5 cm, tetapi pada sisi pusaran kedua yang bertemu dengan aliran yang berasal dari pusaran pertama menghasilkan aliran yang bergerak ke permukaan tangki DAF dengan kecepatan rerata 0,07 m.det-1. Kecepatan ini cukup besar untuk menganggu
176
kestabilan agglomerat gelembung-partikel yang sudah terbentuk di sisi kiri dinding DAF. Kestabilan yang terganggu tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
break-through pada kinerja tangki DAF. Meskipun demikian break-through kinerja penyisihan partikel padat yang terjadi tidak akan sebesar yang terjadi pada tangki DAF dengan H setinggi 12,5 cm. Hidrodinamika tangki DAF dengan H = 27,5 cm tidak menunjukkan terjadinya break-through. Sehingga dapat disimpulkan pola aliran tangki DAF dengan tinggi baffle 27,5 cm lebih baik dfibandingkan dengan tangki DAF dengan H setinggi 45,0 cm.
5.4.1.5 Ketinggian Baffle (H) = 60 cm Interaksi aliran yang terjadi antara aliran dari pusaran pertama dan kedua pada tangki DAF dengan H setinggi 45,0 cm dan menyebabkan terjadinya break-
through diminimalkan dengan meningkatkan tinggi baffle menjadi 60,0 cm. Pola aliran yang terjadi pada tangki DAF dengan ketinggian baffle sebesar 60,0 cm diperlihatkan pada gambar 5.16.
Gambar 5.16 Pola aliran ketiga fasa untuk simulasi 63 detik dengan ketinggian (H) baffle 60,0 cm.
177
Pada gambar tersebut nampak bahwa kecepatan aliran cenderung merata pada seluruh daerah tumbukan dan tidak terjadi pusaran yang cukup besar. Kecepatan rerata yang terjadi adalah 0,03 m.det-1. Kecepatan yang cukup kecil dan tidak terjadi pusaran ini menyebabkan kemungkian tumbukan (z) antar partikel padatan dan gelembung menjadi kecil, sehingga effisiensi pengumpulan (Πc)yang terjadi akan menurun. Effisiensi pengumpulan yang kecil ini akan menurunkan laju flotasi (Z) sehingga kinerja tangki DAF juga menurun. Kecepatan yang rendah ini terjadi akibat tinggi baffle yang terlalu tinggi, sehingga sebagian besar energi turbulen yang ada teredam oleh gaya gesekan pada dinding. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya kecepatan aliran yang berada di dekat dinding sebelah kanan tangki DAF. Kecepatan aliran di dekat dinding mencapai puncaknya pada pertemuan dengan permukaan tangki DAF. Kecepatan rerata pada pertemuan dengan permukaan tangki DAF mencapai nilai maksimum sebesar 0,1 m.det-1. Kecepatan ini mampu menganggu kestabilan agglomerat gelembung-partikel yang telah terbentuk, meskipun hanya meliputi 7 % dari luas permukaan atas tangki DAF. Hasil dari pembahasan variasi tinggi baffle pada tangki DAF didapatkan bahwa tinggi baffle (H) setinggi 27,5 cm memberikan hidrodinamika yang terbaik untuk penyisihan fasa padat dari fasa cair dengan menggunakan fasa gas. Hasil simulasi hidrodinamika dengan CFD diberikan pada lampiran 1.
5.4.2 Analisa Kecepatan Aliran di atas Baffle Analisa kecepatan aliran di atas baffle bertujuan untuk mengetahui kecepatan masing-masing fasa pada tangki DAF. Peninjauan kecepatan di atas baffle dengan pertimbangan baffle berfungsi sebagai bidang yang memisahkan ruang tumbukan dan ruang pengeluaran. Tinjauan kecepatan aliran di atas baffle meliputi kecepatan rerata keselurahan semua fasa, kecepatan fasa cair (air), kecepatan fasa gas (gelembung), kecepatan fasa padat (tapioka) dan kecepatan agglomerat gelembung-partikel. Tinjauan semua kecepatan fasa tersebut dilakukan terhadap semua waktu tinggal dan tinggi baffle. Waktu tinggal pada tangki DAF yang disimulasikan adalah 63, 146, 195 dan 369 detik.
178
Kecepatan rerata aliran semua fasa merupakan resultan vektor kecepatan fasa yang terlibat pada hidrodinamika. Kecepatan rerata aliran ini yang membentuk pola aliran pada tangki DAF. Kecepatan fasa padat dan fasa gas berdasarkan model keterkaitan dua arah yang dikembangkan pada frekuensi tumbukan partikel berpengaruh terhadap kecepatan fasa cair sebagai fasa pembawa melalui parameter energi dissipasi. Energi dissipasi yang digunakan pada simulasi CFD ini disimulasikan pada model turbulen. Model turbulen yang digunakan pada simulasi ini adalah model standar
κ-ε. Persamaan energi dissipasi yang dibangun sebelumnya, persamaan 4.27, digunakan sebagai kondisi awal (initial condition) simulasi yang dilakukan. Dengan mempergunakan persamaan 4.27 sebagai kondisi awal energi dissipasi, kondisi perhitungan konvergen lebih cepat tercapai. Kondisi konvergen yang cepat tercapai ini akan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk simulasi.
5.4.2.1 Analisa Kecepatan Aliran Rerata Ketiga Fasa Hasil simulasi kecepatan rerata semua fasa di atas baffle dengan parameter yang diberikan pada tabel 5.2 dan persamaan energi dissipasi (persamaan 4.27) diberikan pada gambar 5.17. Waktu tinggal (td-DAF)
Kecepatan (m/det)
7.0E-02 6.0E-02
6.9042E-02
63 detik
5.6454E-02
146 detik 195 detik
4.9148E-02
5.0E-02
369 detik
4.3117E-02 4.0E-02 3.0E-02 2.0E-02 0
12,5
27,5
45
60
Tinggi baffle (cm)
Gambar 5.17. Kecepatan rerata semua fasa di atas baffle pada tinggi baffle dan waktu tinggal yang berbeda
179
Hasil simulasi yang diperlihatkan pada gambar 5.17 untuk kecepatan rerata semua fasa menunjukkan bahwa kecepatan di atas baffle yang terbesar terjadi pada ketinggian baffle (H) 27,5 cm untuk semua waktu tinggal yang ditinjau. Kecepatan rerata terbesar pada tinggi baffle tersebut terjadi pada saat waktu tinggal 63 detik, yaitu sebesar 0,069 m.det-1. Setelah berjalan selama 146 detik kecepatan rerata menurun menjadi 0,049 m.det-1. Kecepatan rerata semua fasa tersebut terus menurun setelah 195 detik sebesar 0,043 m.det-1. Setelah waktu tinggal 195 detik, kecepatan rerata naik hingga mencapai 0,056 m.det-1. Kenaikan kecepatan rerata semua fasa ini setelah waktu tinggal 369 detik masih lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan rerata waktu tinggal 63 detik.
5.4.2.2 Analisa Kecepatan Aliran Tiga Fasa Pola kenaikan dan kecepatan yang sama juga terjadi untuk setiap fasa. Kecepatan rerata di atas baffle untuk fasa cair diperlihatkan pada gambar 5.18. Perbedaan kecepatan relatif antara air dan gelembung pada waktu tinggal 63 hingga 146 detik, kecepatan rerata gelembung lebih besar dibandingkan air. Hal ini terjadi karena gelembung yang berada di tangki DAF hingga waktu ke 146 detik adalah gelembung baru yang terbentuk. Gelembung tersebut memiliki kecepatan input yang cukup besar karena terbentuknya gelembung tersebut membentuk sekelompok gelembung yang disebut cloud. Pada gelembung dengan ukuran mikro (10 – 120 μm) kecepatan cloud gelembung relatif lebih besar dibandingkan dengan kecepatan gelembung tunggal (Rosso, 2005). Hal ini juga menunjukkan bahwa hingga detik ke 146 aliran pada tangki DAF lebih didominasi oleh gelembung sebagai kelompok gelembung. Dominasi aliran fasa gas menunjukkan hingga waktu ke 146 detik proses pembentukan agglomerat gelembung-partikel belum terjadi. Pembentukan agglomerat gelembung-partikel tersebut dipengaruhi oleh effisiesni pengumpulan dan frekuensi tumbukan antara partikle. Besarnya kecepatan relatif gelembung terhadap air pada waktu 63 detik dan 146 detik adalah 1,61.10-5 dan 7,99.10-6 m.det-1.
180
Waktu tinggal (t d-DAF)
Kecepatan (m/det)
7.0E-02 6.0E-02
6.9042E-02
63 detik
5.6454E-02
146 detik 195 detik
4.9148E-02
5.0E-02
369 detik
4.3117E-02 4.0E-02 3.0E-02 2.0E-02 0
27,5
12,5
45
60
Tinggi baffle (cm)
7.0E-02
Waktu Tinggal (td-DAF)
Kecepatan (m/det)
6.9032E-02 6.0E-02
5.6476E-02
5.0E-02
63 detik 146 detik
4.9143E-02
195 detik
4.3108E-02
369 detik
4.0E-02 3.0E-02 2.0E-02 0
Tinggi baffle (cm)
60
Waktu tinggal (td-DAF)
K ecepa ta n (m /det)
7.0E-02
6.9058E-02
6.0E-02
5.6421E-02
5.0E-02
4.9156E-02
63 detik 146 detik 195 detik 369 detik
4.3108E-02 4.0E-02 3.0E-02 2.0E-02 0
60
Tinggi baffle (cm)
Gambar 5.18. Kecepatan rerata setiap fasa di atas baffle pada tinggi baffle dan waktu tinggal yang berbeda (a) fasa cair, (b) fasa gas dan (c) fasa padat
181
Kecepatan
relatif gelembung terhadap air semakin menurun dengan
bertambahnya waktu. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembentukan agglomerat meningkat, sehingga mengurangi kecepatan relatif gelembung terhadap air. Pada waktu tinggal 195 detik kecepatan relatif gelembung terhadap air telah mencapai titik kesetimbangan baru, yaitu kecepatan air lebih besar dibandingkan gelembung yaitu sebesar 9,17.10-6 m.det-1. Kecepatan relatif tersebut mencapai 3,38.10-5 m.det-1 pada waktu tinggal 369 detik. Kecepatan relatif rerata antara fasa gas dan fasa padat, maupun antara fasa cair dan fasa padat memiliki selisih relatif yang hampir sama, yaitu berada pada kisaran 7,56.10-3 – 3,86.10-6 m.det-1 untuk selisih relatif gelembung dan tapioka dan bernilai antara 7,54.10-3 – 3,87.10-6 m.det-1 untuk selisih relatif air dan tapioka. Besarnya selisih ini menunjukkan bahwa agglomerat yang terjadi lebih didominasi oleh hidrodinamika aliran dibandingkan dengan effisiensi adhesi antar muka. Pada perlakuan penangkapan effisiensi antar muka yang cukup besar umumnya kecepatan relatif antara fasa gas dan fasa padat tidak jauh berbeda (Nguyen, 1998). Pada waktu tinggal ke 369 detik terlihat bahwa kecepatan naik partikel padat yang berada di atas baffle dengan ketinggian 27,5 cm lebih besar dibandingkan dengan kecepatan fasa cair yang menuju zone outlet. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi
baffle (H) 27,5 cm adalah tinggi baffle paling optimum untuk penyisihan partikel padat untuk tangki DAF yang digunakan. Tinggi permukaan tangki DAF yang digunakan pada simulasi ini adalah 93 cm, dengan lebar tangki 60 cm dan tebal tangki DAF 15 cm. Fenomena ini juga menyatakan bahwa agglomerat gelembung-partikel yang terjadi adalah lebih didominasi oleh hidrodinamika aliran dibandingkan dengan perlakuan kimiawi. Perilaku hidrodinamika juga didukung oleh faktor geometri yaitu jarak antar partikel padat dan gelembung yang cukup kecil untuk terjadinya tumbukan dan penanggkapan partikel padat oleh gelembung udara. Diameter rerata gelembung udara yang didapatkan pada percobaan ini adalah 70 μm dan diameter partikel tapioka rerata berdasarkan hasil fotografi adalah 4 μm.
182
Agglomerat yang terbentuk tersebut secara geometri dipengaruhi oleh cloud yang terdiri
dari
sejumlah
gelembung
yang
cukup
besar.
Edzwald
(1995)
memperkirakan terdapat hingga 44.106 - 88.106 gelembung untuk tekanan operasional tangki tekan 60 psi dan diameter gelembung rerata 40 μm. Jumlah gelembung yang besar ini mampu meningkatkan kemungkinan tumbukan antar partikel padat dan gelembung. Turbulensi aliran yang berada dalam tangki DAF mampu meningkatkan frekuensi tumbukan antar partikel. Aliran pada kondisi turbulen diharapkan terjadi pada daerah tumbukan, sedangkan pada permukaan tangki DAF aliran diharapkan berada pada kondisi laminer agar agglomerat gelembung-partikel yang terbentuk tidak terpecah akibat gaya geser yang disebabkan oleh aliran. Berdasarkan simulasi CFD dengan berbagai tinggi baffle dapat diketahui besarnya turbulensi yang terjadi pada aliran yang berada di atas baffle. Paramater turbulen seperti intensitas turbulen, energi kinetik dan energi dissipasi menunjukkan bahwa nilai parameter tersebut mencapai titik tertinggi pada tinggi baffle (H) 27,5 cm. Hal ini menunjukan meskipun bahwa pusaran tunggal yang terjadi pada hidrodinamika di tangki DAF dengan tinggi baffle 27,5 adalah paling besar dan effektif untuk meningkatkan effisiensi penggumpulan dan frekuensi tumbukan antara partikel tapioka dan gelembung udara. Parameter intensitas turbulen, energi kinetik dan energi dissipasi lebih detail diberikan pada Lampiran 1.3.
5.4.3 Validasi dan Kalibrasi Keterkaitan Model Kinetika Flotasi - CFD Validasi model keterkaitan antara kinetika flotasi dan CFD dilakukan dengan menggunakan persamaan model kinetika flotasi yang dibangun sebelumnya (persamaan 4.20). Kalibrasi simulasi model keterkaitan tersebut dilakukan dengan percobaan unit DAF untuk penyisihan partikel tapioka. Parameter yang dipergunakan untuk mengetahui kinerja penyisihan partikel tapioka adalah TSS (Total Suspended Solid). Validasi model keterkaitan antara kinetika flotasi dan CFD terhadap persamaan 4.20 dilakukan pada tinggi baffle (H) 27,5 cm. Perhitungan model kinetika flotasi dengan persamaan 4.20 dilakukan pada sudut kontak 30o, diameter gelembung
183
dan partikel tapioka masing-masing sebesar 70 μm dan 4 μm. Energi dissipasi diperoleh dari persamaan 4.27 dan bernilai sebesar 0,268 m2/det3. Energi dissipasi ini juga digunakan sebagai kondisi awal pada simulasi CFD. Validasi ini seperti diperlihatkan pada gambar 5.19 terlihat bahwa hasil perhitungan CFD yang dikaitkan dengan model kinetika DAF dengan model kinetika flotasi (4.20) menunjukkan selisih terjadi pada waktu tinggal 146 detik.
90
Effisien si P en yisih an (% )
80 70 60 50
CFD; td=63 detik
40
CFD; td=195 detik
CFD; td=146 detik CFD; td=369 detik
30
TSS (tapio ka); td=146 detik TSS (tapio ka); td=195 detik
20
TSS (tapio ka); td=369 detik Mo del Kinetika (P ers . 4.20); td=146 detik
10
Mo del Kinetika (P ers . 4.20); td=195 detik Mo del Kinetika (P ers . 4.20); td=369detik
0 0
12,5
27,5
45
60
Tinggi baffle (cm) Gambar 5.19 Validasi dan kalibrasi simulasi keterkaitan antara model kinetika flotasi – CFD Simulasi pada waktu tinggal 146 detik memberikan perbedaan hasil sebesar 4,8%. Perbedaan ini disebabkan karena metode perhitungan kecepatan masing-masing berbeda. Model kinetika memperhitungan kecepatan fasa sebagai kecepatan rerata, sedangkan model CFD memperkirakan kecepatan fasa sebagai kecepatan pada bidang hitung untuk waktu tertentu. Kalibrasi dilakukan untuk waktu tinggal 146, 195 dan 369 detik. Selisih terbesar antara hasil model dengan percobaan laboratorium terjadi pada 4,66 % yang terjadi pada waktu tinggal 195 detik, dan
184
selisih terkecil terjadi pada waktu tinggal 369 detik yaitu sebesar 1,62 %. Perbedaan dapat diperkecil dengan meningkatkan waktu iterasi, mengingat untuk waktu tinggal yang lebih lama selisih nilai tersebut semakin kecil. Hasil validasi dan kalibrasi menunjukkan bahwa model CFD yang dikaitkan dengan model kinetika flotasi cukup dapat diterima. Sehingga model CFD yang dikaitkan dengan model kinetika flotasi dapat dipergunakan untuk mendesain tangki flotasi dengan lebih baik. Desain tangki flotasi yang dapat dilakukan oleh CFD meliputi hampir semua bentuk geometri tangki flotasi. Hal ini disebabkan perangkat lunak CFD yang digunakan memiliki kemampuan meshing dan gridding yang baik pada program pre-processor-nya. Selain itu juga karena model kinetika flotasi yang dibangun dapat digunakan untuk semua sistem flotasi selama konsentrasi udara yang berada dalam tangki flotasi tetap.
5.4.4. Validasi Model Hidrodinamika CFD Validasi CFD untuk hidrodinamika tangki flotasi dilakukan dengan metode fotografi. Pola aliran tangki DAF diperoleh dengan menggunakan sebuah kamera CCD dengan menginjeksikan tracer pada tangki flotasi seperti terlihat pada Gambar. 5.20. Aliran yang tertangkap pada hasil fotografi adalah aliran keluar dari nozzle menuju tangki flotasi dengan membentuk sudut akibat adanya baffle dan perlahan bergerak naik ke atas permukaan. Demikian halnya dengan aliran hasil simulasi seperti diperlihatkan pada Gambar 5.21 menunjukkan pola yang sama dengan hasil pengamatan percobaan pada skala laboratorium, dan
bila
dibandingkan antara pola aliran hasil simulasi dan keadaan sebenarnya terlihat bahwa pola yang terbentuk terlihat sama. Warna merah pada Gambar 5.20 menunjukkan tracer yang diinjeksikan untuk melihat pola aliran yang terjadi dalam tangki flotasi skala laboratorium. Fotografi ini dilakukan pada tangki flotasi dengan tinggi baffle 12,5 cm. Secara visual perbandingan antara hasil foto aliran yang terjadi pada tangki DAF menunjukkan adanya keserupaan bentuk dengan penjejakan aliran yang dilakukan oleh perangkat lunak CFD. Simulasi CFD ini dilakukan dengan kecepatan input sebesar 0,75 m.det-1. Kecepatan input yang sama juga digunakan pada injeksi tracer ke dalam aliran. Hasil fotografi yang diperlihatkan pada gambar 5.21 merupakan aliran dua fasa, yaitu fasa cair dan gas.
185
Gambar 5.20 Foto tracer pada tangki DAF skala laboratorium
Gambar 5.21 Penjejakan partikel pada simulasi tangki DAF dengan CFD Hasil perbandingan ini menunjukkan bahwa hidrodinamika yang disimulasikan oleh perangkat lunak CFD memiliki keserupaan bentuk aliran dengan hasil fotografi yang dilakukan pada tangki DAF skala laboratorium.
186