BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat diambil simpulan mengenai kajian stilistika dalam Antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014 dan relevansinya dengan pembelajaran sastra di SMK. Pertama, para pengarang dalam antologi cerpen pilihan Kompas 2014 memanfaatkan pilihan kata (diksi) dengan sangat variatif untuk dapat memberikan penguatan makna yang disampaikan melalui cerpen-cerpen tersebut. Kata konotatif paling dominan dalam penulisan cerpen-cerpen tersebut, dan kata konkret menjadi pilihan kata pada urutan berikutnya. Kedua, gaya bahasa yang digunakan dalam antologi cerpen pilihan Kompas 2014, terdiri atas yaitu gaya bahasa simile, metafora, personifikasi, paradoks, sinekdoke, hiperbola, metonimia, idiom, dan peribahasa. Gaya bahasa yang paling dominan digunakan adalah gaya bahasa personifikasi. Ketiga, gaya wacana yang terdapat dalam antologi cerpen pilihan Kompas 2014, terdiri atas repetisi, klimaks, antiklimaks, campur kode, dan alih kode. Gaya wacana yang paling dominan adalah campur kode. Keempat, bentuk citraan yang terdapat dalam antologi cerpen pilihan Kompas 2014, terdiri atas citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan perabaan, citraan gerak, dan citraan pengecapan. Citraan yang paling dominan dalam antologi cerpen tersebut adalah citraan penglihatan. Kelima, antologi cerpen pilihan Kompas 2014 memiliki relevansi dengan pembelajaran sastra di SMK khususnya KD 3.1 kelas XI pada Kurikulum 2013. Antologi cerpen Kompas 2014 ini dapat menjadi alternatif materi ajar untuk pembelajaran sastra khususnya cerpen di SMK. Selain itu, dengan pemanfaatan antologi cerpen pilihan Kompas 2014 ini sebagai materi ajar maka guru-guru bahasa Indonesia telah turut
161
162
menyukseskan program pemerintah wajib baca lima belas menit sebelum pembelajaran dimulai, sesuai Permendikbud No 23 tahun 2015.
B. Implikasi Karya sastra memiliki banyak nilai kebermanfaatan dan keindahan bagi para pembaca. Maraknya budaya literasi membaca dan menulis sastra membuktikan bahwa karya sastra memiliki nilai manfaat yang tinggi bagi para pembaca sastra dan masyarakat pada umumnya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penerbitan novel, antologi puisi, antologi cerpen, dan lain sebagainya. Dengan demikian karya sastra dapat dijadikan sebagai bahan bacaan yang memiliki fungsi untuk memberikan pengetahuan dan nilai-nilai pendidikan bagi masyarakat melalui kosa kata yang digunakan, gaya bahasa, gaya wacana, dan citraan dalam karya sastra tersebut. Secara keilmuan, penjabaran dan deskripsi tersebut dapat dikaji melalui pendekatan stilistika. Penelitian ini mengkaji antologi “Cerpen pilihan Kompas 2014: Di Tubuh Tarra, dalam Rahim Pohon”. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan permasalahan antara lain: (1) bagaimana pilihan kata/diksi yang digunakan dalam antologi cerpen pilihan Kompas 2014, (2) bagaimana gaya bahasa yang digunakan dalam antologi cerpen pilihan Kompas 2014, (3) bagaimana gaya wacana yang digunakan dalam antologi cerpen pilihan Kompas 2014, (4) bagaimanakah citraan yang digunakan dalam antologi cerpen pilihan Kompas 2014, dan bagaimanakah relevansi antologi cerpen pilihan Kompas 2014 dengan pembelajaran sastra di SMK. Kelima permasalahan tersebut menjadi fokus dalam penelitian ini dengan pendekatan stilistika sehingga memiliki implikasi teoretis dan praktis terhadap bidang keilmuan stilistika dan pembelajaran sastra di SMK. Hasil penelitian ini untuk memecahkan lima permasalahan di atas. Pertama pilihan kata (diksi) dalam antologi cerpen pilihan Kompas 2014 yang digunakan oleh para pengarang sangat bervariasi. Hal ini sebagai bentuk kreativitas pengarang dalam menggambarkan aneka peristiwa dan kegelisahannya dengan memilih diksi yang tepat dan berkesan. Pilihan kata bagi para pengarang memiliki nilai tersendiri untuk menggambarkan aneka rasa yang berwujud dan tidak
163
berwujud secara langsung dan tidak langsung. Hal itu juga merupakan proses kreatif yang dilakukan oleh pengarang dalam menulis sebuah cerita pendek dengan mempertimbangkan ketepatan pemilihan kata. Penggunaan diksi yang sesuai perlu dipertimbangkan oleh pengarang dalam membuat karya sastra. Diksi dalam konteks yang sesuai akan mempermudah pembaca mengetahui maksud yang disampaikan oleh pengarang. Diksi atau pilihan kata selalu mengandung ketepatan makna dan kesesuaian situasi dan nilai rasa yang ada pada pembaca atau pendengar. Pada prinsipnya, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat. Aneka pilihan kata atau diksi yang dimanfaatkan, antara lain kata konkret, kata konotatif, kata serapan asing, serta kata sapaan khas dan nama diri. Mengacu hasil analisis data yang telah dipaparkan di atas, dalam antologi cerpen pilihan Kompas 2014 digunakan diksi yang beragam di antaranya, kata konkret berjumlah 71 data; kata konotasi berjumlah 82 data; kata serapan asing berjumlah 51 data; kata sapaan khas dan nama diri ditemukan berjumlah 13 data. Mengacu pada data tersebut, kata konotatif mendominasi jenis pilihan kata yang ditemukan dalam kumpulan cerpen. Hal ini mengindikasikan bahwa penulispenulis cerpen tersebut lebih menonjolkan kata konotatif sebagai diksi pilihan untuk memunculkan imajinasi pembaca atau menambahkan nilai rasa tertentu. Konotatif merupakan kesan-kesan atau asosiasi-asosiasi, dan biasanya bersifat emosional sehingga pembaca dapat terkesan dengan cerpen yang dibaca. Gaya bahasa atau majas yang digunakan dalam antologi cerpen pilihan Kompas 2014 yaitu simile, metafora, personifikasi, paradoks, sinekdoke, hiperbola, idiom, dan peribahasa. Gaya bahasa yang digunakan berfungsi sebagai sarana estetis atau sebagai sarana untuk memperindah karya sastra, dalam hal ini cerpen. Sebagai karya sastra, cerpen tidak tersaji melalui bahasa lugas, namun perlu adanya sentuhan-sentuhan keindahan melalui penggunaan gaya bahasa yang beragam. Selain itu, penggunaan gaya bahasa dapat menghindarkan pembaca dari kejenuhan dalam menikmati cerpen.
164
Sementara itu gaya wacana dalam antologi cerpen pilihan Kompas 2014 antara lain gaya wacana repetisi dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014 ditemukan 52 data. Gaya wacana klimaks dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014 ditemukan 11 data. Gaya wacana antiklimaks dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014 ditemukan 3 data. Gaya wacana campur kode dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014 ditemukan 55 data. Gaya wacana alih kode dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014 ditemukan 8 data. Mengacu jumlah data di atas, gaya wacana campur kode mendominasi gaya wacana dalam antologi cerpen Kompas 2014. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa, campur kode merupakan pencampuran dua kode bahasa yang bisa berbentuk kata, frasa maupun klausa dalam suatu kalimat. Adapun alih kode merupakan pergantian kode bahasa dari bahasa yang satu dengan kode bahasa yang lain dalam suatu percakapan. Berdasarkan data yang telah ditampilkan tersebut, gaya bahasa campur kode dan gaya bahasa alih kode ditemukan dalam kumpulan cerpen tersebut. Gaya wacana campur kode lebih banyak ditemukan daripada gaya wacana alih kode. Penggunaan gaya wacana dipengaruhi oleh faktor pengarang. Faktor bahasa pertama pengarang sangat memengaruhi dalam hal penggunaan bahasa untuk membuat suatu cerpen, sehingga gaya wacana campur kode banyak ditemukan dalam kumpulan cerpen tersebut. Penggunaan gaya wacana campur kode juga dimaksudkan untuk memberikan penguatan pada kisah yang hendak ditampilkan oleh pengarang dalam ceritanya. Penggunaan bahasa daerah dapat memperkuat nilai lokalitas atau adat tertentu sehingga pembaca memiliki gambaran yang lebih jelas atas cerita tersebut. Selain itu, nilai rasa yang didapatkan oleh pembaca ketika membaca sebuah kisah akan lebih kuat. Ada kalanya penggunaan gaya bahasa campur kode menyulitkan pembaca dalam mengikuti kisah yang disajikan, namun itulah “harga yang harus dibayar” untuk sebuah kisah dengan gambaran yang detail dan dapat membawa pembaca masuk dalam cerita yang disajikan. Penggunaan gaya wacana campur kode juga dapat memperkaya khasanah pengetahuan pembaca mengenai kosa kata tertentu dari bahasa lain. Penggunaan gaya wacana campur kode juga
165
dapat memberikan penyegaran maupun keunikan dari penggunaan bahasa yang digunakan oleh pengarang sehingga tidak terlihat monoton. Permasalahan citraan dalam antologi cerpen pilihan Kompas 2014 merupakan penggunaan kata-kata dan ungkapan yang mampu membangkitkan tanggapan indera manusia. Citraan merupakan gambaran pengalaman indera yang diungkapkan lewat kata-kata, gambaran berbagai pengalaman sensoris yang dibangkitkan oleh kata-kata. Adapun, citraan terdiri atas beberapa jenis, yaitu citraan penglihatan, pendengaran, gerakan, perabaan, pengecapan, dan penciuman. Mengacu pada hasil penelitian, citraan penglihatan mendominasi jenis citraan yang ditemukan dalam kumpulan cerpen tersebut. Dominasi citraan penglihatan menunjukkan usaha pengarang cerpen untuk memberikan gambaran atau visualisasi kepada para pembaca mengenai kisah yang disampaikan. Pengarang berusaha menyajikan kisah dengan detail dan jelas agar pembaca dapat memiliki konsep yang jelas mengenai latar dan jalan cerita pada cerpen yang ditulis. Selain itu, dengan gambaran atau visualisasi yang jelas, diharapkan pembaca dapat mengetahui maksud yang disampaikan oleh pengarang melalui cerpennya. Merujuk pada hasil penelitian dan pembahasan di atas, berikut disampaikan implikasi teoritis, implikasi praktis, dan implikasi pedagogis. 1. Implikasi Teoritis Secara teoritis penelitian ini berimplikasi positif terhadap pengayaan khasanah penelitian stilistika dengan objek karya sastra. Hal ini, menjadi sangat menarik ketika aneka jenis karya sastra di Indonesia dapat dikaji oleh para pelajar dan mahasiswa S-1, S-2, dan S-3 dengan pendekatan stilistika. Dengan demikian hasilnya akan dapat memberikan gambaran kepada seluruh pembaca atau masyarakat umum untuk memahami karya sastra, baik novel, cerpen, maupun puisi. Penelitian ini telah membuktikan dan mendukung teori mengenai stilistika dalam pembelajaran sastra. Di antaranya, dengan mempelajari gaya bahasa yang digunakan dalam karya sastra akan memudahkan siswa dalam memahami dan menginterpretasi karya sastra. Selain itu,
166
penguasaan kosakata yang memadai akan membantu siswa untuk menggunakannya dalam berkomunikasi. Implikasi teoritis berikutnya, hasil penelitian ini dapat berdampak pada pengetahuan guru dan siswa terhadap pemahaman karya sastra, khususnya cerpen. Dengan mengenal, membaca, memahami cerpen atau novel melalui diksi, gaya bahasa, gaya wacana, citraan, dan relevansinya dengan pembelajaran akan berdampak positif pada pemahaman karya sastra. 2. Implikasi Praktis Implikasi praktis dari hasil penelitian mengenai stilistika ini di antaranya dalam hal kebahasaan. Guru dapat memberikan penekanan kepada siswa mengenai penggunaan bahasa yang santun dalam berkomunikasi. Guru dapat menunjukkan contoh-contoh penggunaan bahasa dalam karya sastra untuk dapat diteladani maupun dihindari dalam berbahasa sehari-hari. Hal ini penting dilakukan sebab pada masa sekarang ini, siswa SMK yang berada pada kisaran usia remaja banyak mendapat pengaruh dari lingkungan mengenai bahasa yang digunakan. Para remaja tersebut banyak terpapar penggunaan bahasa yang kurang baik dari kawan sebaya, dari sosial media, maupun dari tokoh yang diidolakan. Selain itu, maraknya penggunaan “bahasa gaul” di kalangan remaja menunjukkan bahwa para remaja tersebut ingin menunjukkan identitas dan eksistensinya. Dengan mudah, para remaja membuat kosa kata baru dan menggunakannya secara berantai dalam kehidupan seharihari. Kosa kata baru yang seringkali tidak baku tersebut dengan mudah diterima dan digunakan oleh para remaja dan lingkungannya. Apabila tidak menggunakan bahasa yang sama dengan kawan sebayanya, mereka kuatir dianggap ketinggalan zaman. Jika fenomena tersebut dibiarkan maka para remaja dapat mengalami krisis kebahasaan. Penggunaan bahasa seperti yang digunakan dengan kawan sebaya dapat terbawa dalam kehidupan dan kegiatan seharihari baik dalam peristiwa formal maupun nonformal. Dampak lanjutannya,
167
para remaja akan mengalami kesulitan untuk menggunakan bahasa secara benar, baik, dan santun dalam berkomunikasi secara lisan maupun tertulis. Pada kasus semacam inilah peran serta guru bahasa Indonesia sebagai katalisator bahasa sangat diperlukan. Guru bahasa Indonesia harus dapat memberikan teladan yang baik dalam berbahasa bagi siswa-siswanya. Guru dapat menggunakan karya sastra ,dalam hal ini cerpen, sebagai media untuk menunjukkan kesantunan dan keindahan dalam berbahasa. Guru dapat menggunakan contoh berbahasa yang benar maupun contoh yang salah dalam cerpen yang dipelajari. Upaya yang tidak sederhana ini apabila dilakukan secara konsisten akan dapat membawa siswa pada kebiasaan berbahasa yang lebih baik. Selain dalam pembelajaran cerpen, guru bahasa Indonesia juga terus dapat berupaya melakukan pembinaan kebahasaan melalui materi bahasa Indonesia yang lain, maupun menggunakan media yang ada di lingkungan sekolah misalnya majalah dinding, buletin, maupun majalah sekolah. Selain mengambil teladan dalam hal kebahasaan, guru dapat mengajak siswa untuk memahami substansi cerpen yang dipelajari. Guru dapat menyampaikan kepada siswa mengenai hikmah atau pelajaran yang diperoleh setelah membaca karya sastra. Setelah memahami kebahasaan dan subtansi dalam karya sastra, guru dapat memotivasi siswa untuk menulis karya sastra sehingga menikmati karya sastra tidak hanya terhenti pada kegiatan membaca. Dengan demikian, budaya membaca dan menulis akan tumbuh pesat dan berkelanjutan.
3. Implikasi Pedagogis Implikasi pedagogis dari hasil penelitian ini adalah relevansi antologi cerpen pilihan Kompas 2014 dengan pembelajaran sastra di SMK. Hasil penelitian ini relevan dengan pembelajaran sastra di sekolah dengan tujuan untuk memperkenalkan dan membentuk karakter siswa melalui nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra, khususnya di SMK.
168
Siswa dapat ditunjukkan pada berbagai permasalahan yang tersaji dalam karya sastra, meneladani nilai-nilai positif yang dapat diambil, serta menghindari hal-hal negatif yang telah diketahui dalam karya sastra. Guru sebaiknya tidak hanya memberikan contoh peristiwa yang positif, namun juga dapat memberikan contoh-contoh yang kurang baik dan menunjukkan bagaimana solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut. Sastra dapat memberikan berbagai pelajaran kehidupan tanpa si pembaca harus mengalami sendiri kejadian-kejadian tersebut. Hal tersebut sejalan dengan pendapat dari beberapa pendidik yang menyatakan bahwa pembelajaran sastra dapat mengasah kemampuan kognitif, psikomotorik dalam praktik di lapangan, dan membentuk karakter. Siswa SMK yang dipersiapkan untuk segera memasuki dunia kerja perlu mendapatkan bimbingan maksimal dalam hal karakter. Meski berada dalam dunia kerja ataupun dunia industri, siswa SMK tidak lantas berkarakter seperti mesin-mesin ataupun robot dalam bekerja. Mereka harus dibentuk menjadi para pekerja terampil yang memiliki kesantunan baik dalam hal bersikap maupun berbahasa sebagai kunci kesuksesan. Pembelajaran sastra dalam mata pelajaran bahasa Indonesia dapat menjadi salah satu sarana pembelajaran dan pembentukan karakter bagi para calon pekerja tersebut. Dengan bersikap dan berbahasa yang santun dan komunikatif serta berkarakter unggul, para siswa SMK kelak akan dapat menjadi pekerja maupun pengusaha yang terampil, berdedikasi, dan menjadi solusi atas permasalahan yang terjadi di masyarakat. Implikasi
pedagogis
berikutnya,
hasil
penelitian
ini
juga
bermanfaat bagi guru untuk menjadikan hasil penelitian ini sebagai materi ajar alternatif untuk pembelajaran sastra, khususnya cerpen pada kurikulum KTSP dan kurikulum 2013. Pada pembelajaran sastra dalam kurikulum tersebut, salah satu materinya berkaitan dengan memahami gaya bahasa pada karya sastra. Pemahaman intensif mengenai gaya bahasa dianggap penting untuk memahami pesan yang ingin disampaikan penulis.
169
Pentingnya pembelajaran gaya bahasa dalam karya sastra terbukti dengan ditetapkannya materi tersebut pada mata pelajaran bahasa Indonesia di SMK. Akan tetapi, dalam pembelajaran sastra, khususnya cerpen mengalami kendala, yaitu siswa masih kesulitan untuk memahami berbagai macam gaya bahasa dalam karya sastra. Fakta yang terjadi di sekolah-sekolah, guru dan siswa masih memiliki pemahaman terbatas mengenai gaya bahasa disebabkan disebabkan intensitas membaca karya sastra siswa kurang dan pembelajaran karya sastra dalam kurikulum 2013 yang dirasa masih sulit untuk dipahami. Fenomena di lapangan bahwa pembelajaran sastra kurang diminati, maupun hanya membelajarkan sastra sebagai teori sudah saatnya dipupus. Guru perlu menyadari bahwa sastra bukanlah sesuatu yang eksklusif ataupun sulit untuk ditemukan. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa karya sastra sesungguhnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari yang dibuktikan dengan adanya karya cerpen yang dimuat pada berbagai surat kabar setiap edisi Minggu. Koran lokal dan koran nasional menampilkan cerpen-cerpen terbaik yang telah melewati seleksi secara ketat di meja redaksi. Selain itu, cerpen yang tersaji dalam surat kabar selalu aktual dan berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat. Guru dapat mengenalkan cerpen yang tersaji di surat kabar tersebut kepada siswa sebagai alternatif sumber belajar agar siswa memiliki pengetahuan yang lebih luas terhadap karya sastra dan kebahasaan yang digunakan di dalamnya. Penggunaan surat kabar merupakan media alternatif dalam pembelajaran sastra yang murah, terjangkau, dan berkualitas. Implikasi lain dari hasil penelitian ini, dengan program pemahaman dan membaca karya sastra secara rutin oleh guru dan siswa maka guru dan siswa
telah
turut
serta
mendukung
program
pemerintah
sesuai
Permendikbud No. 23 tahun 2015 mengenai wajib baca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai di sekolah.
170
C. Saran Berdasarkan simpulan dan implikasi hasil yang telah diuraikan di atas, peneliti memberikan saran sebagai berikut. 1. Guru Guru bahasa Indonesia di SMK, sebaiknya memperbanyak dan memanfaatkan halaman sastra surat kabar edisi Minggu maupun antologi cerpen sebagai salah satu alternatif tambahan materi ajar sastra bagi siswa SMK. Selain itu, guru-guru bahasa Indonesia sebaiknya memperbanyak wawasan untuk memahami pemahaman diksi, gaya bahasa, gaya wacana, dan citraan dalam berbagai sajian cerpen sebagai upaya untuk penguatan kompetensi cerpen dengan pendekatan stilistika, baik untuk siswa maupun guru. Dengan memahami stitlistika dalam karya sastra, guru dapat menggunakan karya sastra khususnya cerpen sebagai sarana untuk pembinaan berbahasa bagi siswanya. Selain itu, guruguru SMK dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu alternatif materi ajar dalam pembelajaran sastra yang menarik, kreatif, produktif, dan bermanfaat berbasis hasil penelitian. 2. Siswa Siswa
diharapkan
memperbanyak
membaca
untuk
mengetahui
penggunaan bahasa dan meresapi nilai-nilai karakter dalam sastra melalui berbagai sajian cerpen, baik dalam halaman sastra surat kabar edisi Minggu maupun dalam antologi cerpen. Kegiatan membaca dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan memberikan pengetahuan baru terhadap karya sastra khususnya cerpen melalui antologi cerpen dari media cetak, atau melalui edisi Minggu harian Kompas. 3.
Peneliti Para peneliti sebaiknya dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah
satu referensi untuk melanjutkan penelitian lain dengan pendekatan stilistika dalam karya sastra yang lebih mendalam. Dengan demikian, penelitian dalam bidang stilistik akan semakin lengkap dan memperbanyak khasanah keilmuan dalam bidang stilistika.