BAB V SIMPULAN DAN SARAN
V. 1. Simpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah diberikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan suatu kesimpulan, adalah sebagai berikut: 1. Bahwa Pemohon Banding belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar, sehingga masih terdapat koreksi fiskal yang dilakukan oleh Fiskus. 2. Koreksi fiskal yang dipertahankan oleh majelis Pengadilan Pajak : a. Koreksi atas Peredaran Usaha, karena pemohon banding tidak dapat memberikan bukti-bukti sebagai dokumen pendukung selain hanya buku besar. b. Koreksi Penghasilan Luar Usaha dilakukan karena pemohon banding tidak memberikan bukti yang mendukung selain hanya fotokopi c. Koreksi atas Biaya Promosi/Pemasaran dilakukan karena Pemohon Banding tidak dapat memberikan bukti berupa bukti atas Biaya Pajak Ekspor yang dilakukan. d. Atas biaya lain-lain dalam koreksi Fiskus untuk PPh Pasal 21, Pemohon Banding tidak dapat memberikan bukti atas koreksi tersebut. e. Atas koreksi dalam Beban Bunga, Pemohon Banding membebankan secara terpisah dalan buku besar biaya bunga perusahaan. 86
f. Dalam koreksi atas Sewa Angkutan Darat bahwa jasa angkutan yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah merupakan obyek PPh Pasal 23 sehingga harus dikoreksi. 3. Analisa penulis mengenai putusan Pengadilan Pajak : a. PPh Badan Tahun Pajak 2004 1. Koreksi
atas
peredaran
usaha
Rp.7.452.488.445:
Penulis
sependapat dengan ketetapan majelis karena klaim mutu sebesar Rp.205.010.845 yang dikemukakan oleh Pemohon Banding mempunyai bukti yaitu invoice dan retur penjualan dari customer, sedangkan pembatalan penjualan sebesar Rp. 3.726.807.600 tidak terdapat bukti yang menguatkan yaitu invoice ataupun retur penjualan dari customer, sehingga koreksi majelis atas banding Pemohon Banding yang tetap dipertahankan sebesar Rp. 7.247.477.000 terdiri dari (Rp. 3.726. 807.600 + 3.520.670.000). 2. Penghasilan dari luar usaha Rp.10.201.162: Menurut pendapat penulis bahwa penghapusan persediaan yang dilakukan oleh Pemohon Banding tidak bisa dipercaya kebenarannya karena penulis merasa bahwa Pemohon Banding sengaja menghapus persediaan agar dinilai rugi atas biaya produksi sehingga dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan, dan juga mengapa persediaan yang masih tersisa tidak dijual atau dihabiskan dengan cara memberikan potongan harga agar mendapatkan penghasilan dari penjualan tersebut walaupun keuntungan yang diterima 87
sedikit, dan karena tidak terdapat bukti atas pihak diluar perusahaan yang menyaksikan pemusnahan persediaan maka penulis sependapat dengan majelis agar koreksi Terbanding tetap dipertahankan. 3. Koreksi
Atas
Biaya
Pemasaran/Promosi
sebesar
Rp.
351.210.657: Penulis sependapat dengan analisa majelis karena pembayaran Pajak Ekspor tidak dilakukan langsung ke kantor pabean melainkan ke perorangan, sehingga kebenaran tentang pembayaran Pajak Ekspor diragukan, ini sesuai Peraturan dari Direktorat Bea dan Cukai : PP No.22 tahun 2008. 4. Kredit Pajak sebesar Rp. 22.425.784: Penulis sependapat dengan analisa majelis atas Kredit Pajak Pemohon Banding sebesar Rp. 8.042.321 karena terdapat bukti setoran pabean, cukai dan pajak dalam rangka Banjarmasin
impor sehingga
dan
disetor
koreksi
melalui
Terbanding
BCA tidak
cabang dapat
dipertahankan. b. PPh Pasal 21 Masa Januari – Desember 2004 1. Koreksi Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 Sebesar Rp. 956.877.235: a. Iuran
Pensiun
sebesar
Rp.
155.520.638:
Penulis
sependapat dengan analisa majelis atas Iuran Pensiun Pemohon Banding dengan adanya bukti Surat Menteri
88
Keuangan mengenai dana pensiun Pemohon Banding maka koreksiTerbanding tidak dapat dipertahankan. b. Biaya Jamsostek sebesar Rp. 36.307.978: Sesuai dengan Pasal 21 (c) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan bahwa “ dibayarkan kepada dana pensiun atau badan lainnyadalam rangka membayar uang pensiun, tunjangan hari tua dengan nama apapun”, sehingga penulis sependapat dengan majelis bahwa bukan merupakan objek PPh Pasal 21, dan koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan. c. Biaya Perjalanan Dinas sebesar Rp. 145.472.110: Menurut penulis atas Biaya Perjalanan Dinas bahwa terdapat bukti berupa Kuitansi, Invoice, Tiket, Rekening Koran, dan Bank Voucher, selain fakta dalam pesidangan. Maka atas bukti dan fakta diatas penulis sependapat dengan majelis atas koreksi Terbanding yang tidakdapat dipertahankan. d. Untuk alokasi pengobatan, mess, uang makan supir, Menurut Pasal 4 (3) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan bahwa ” Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan bukan dalam bentuk uang, bukan merupakan objek PPh Pasal 21 ”, sehingga penulis sependapat dengan majelis dan koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan.
89
e. Lalu
mengenai
tentang
pengobatan,
perumahan,
transportasi alokasi karena Pemohon Banding adalah Pengusaha Daerah Terpencil, penulis kurang sependapat dengan putusan pengadilan karena seharusnya Keputuan mengenai Pengusaha Daerah Terpencil dipakai sejak tahun 2001 menurut Pasal 4 ayat 4 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 213 PJ.2001, karena tahun pajak Pemohon Banding adalah tahun 2004, sehingga KEP58.PDT/WPJ.04/1996 harus ditinjau ulang kembali. f. Mengenai pembelian pakaian seragam penulis berpendapat Menurut Pasal 6 (1a) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yang dapat mengurangi penghasilan bruto adalah bahwa ” termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan ”, sehingga penulis berpendapat dengan majelis dan koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan g. Lainnya sebesar Rp. 20.659.478: Berdasarkan rekap bukti persidangan tidak terdapat bukti perhitungan tentang biaya lainnya, sehingga penulis sependapat dengan majelis dan koreksi Terbanding tetap dipertahankan. c. PPh Pasal 23 Masa Januari – Desember 2004 1. Koreksi Atas Beban Bunga sebesar Rp. 32.023.743: Menurut Penulis bahwa biaya bunga tersebut tidak Pemohon Banding 90
masukan ke dalam Buku Besar keseluruhan perusahaan, karena biaya bunga tersebut terdapat dalam Buku Besar yang ada dalam cabang di kebun/pabrik. Sehingga penulis sependapat dengan ketetapan majelis dan koreksi Terbanding tetap dipertahankan. 2. Koreksi Sewa Angkutan Darat sebesar Rp. 2.752.012.477: Menurut pendapat penulis sesuai Direktorat Jenderal Pajak Nomor : SE-08/PJ.313/1995 poin 2.1, jasa angkutan darat yang tidak dikenakan objek PPh Pasal 23 apabila memakai jasa angkutan kendaraan perusahaan taxi yang disewa sesuai tarif argometer sedangkan Pemohon Banding memakai jasa milik orang pribadi yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum, dengan demikian penulis sependapat dengan penulis mengenai Objek Pemotong PPh Pasal 23, sehingga koreksi Terbanding tetap dipertahankan. 3. Koreksi Perbaikan Ruangan sebesar Rp. 73.612.000: Menurut penulis pemotong dan penyetor PPh Pasal 23 selaku perbaikan ruangan adalah PT.IBN selaku pengusaha yang mengerjakan pekerjaan karena PT.IBN menerima penghasilan dari PT.LM, karena itu penulis tidak sependapat dengan majelis dan koreksi terbanding tidak dipertahankan. 4. Kredit Pajak sebesar Rp. 78.591.471: Menurut penulis sesuai rekap bukti majelis bahwa tidak terdapat bukti potong atas PPh
91
Pasal 23 dan SSP PPN atas pembayaran kepada PT.IBN. dengan demikian penulis sependapat dengan majelis bahwa koreksi Terbanding tetap dipertahankan. 4. Hasil putusan Pengadilan Pajak atas sengketa pajak PT. LM adalah mengabulkan sebagian permohonan pemohon banding. V. 2 Saran 1.
PT.LM sebagai pemohon banding diharapkan dapat mematuhi dan menerapkan peraturan perpajakan yang berlaku baik dari Undang-Undang Perpajakan maupun Peraturan lainnya, dengan pengadaan bukti-bukti pendukung yang dibutuhkan dalam pemeriksaan oleh Fiskus, dan dapat melakukan perhitungan pajak sesuai Undang-Undang Perpajakan dan Peraturan lain agar tidak terjadi koreksi.
2. Agar penyimpanan ataupun pengadministrasian perhitungan pajak maupun buktibukti pendukung untuk perhitungan pajak terutang Wajib Pajak lebih ditingkatkan baik lagi, sehingga apabila dibutuhkan dapat langsung disampaikan oleh yang membutuhkan. 3. Saran penulis bagi majelis Pengadilan Pajak : a. Majelis Pengadilan Pajak sebaiknya memeriksa dengan mendengar keterangan saksi dari pihak ketiga yang tidak berpihak kepada Wajib Pajak maupun Fiskus dan tidak hanya dari bukti yang ada dari Wajib Pajak saja agar putusan Pengadilan lebih kuat lagi.
92
b. Majelis Pengadilan Pajak sebaiknya dapat mengetahui apa yang memang dikerjakan oleh pihak internal yang tidak perlu disaksikan oleh pihak luar dan mana yang memang membutuhkan pembuktian atas sengketa dapat diperoleh dari pihak luar perusahaan, akan tetapi kalau disengaja ataupun mengambil keuntungan tanpa melihat kebenaran itu tidak dibenarkan. c. Majelis Pengadilan Pajak sebaiknya menyelesaiakan sengketa tidak terpaku pada keharusan untuk memutus perkara ”12 bulan sejak banding diajukan oleh Pemohon Banding”, kalau pun lebih dari waktu yang ditetapkan dan menyangkut pembuktian dan keadilan maka sebaiknya hal tersebut digunakan sebaik-baiknya, karena keadilan diusahakan bagi negara bukan untuk Pemohon Banding dan Terbanding semata. d. Majelis Pengadilan Pajak sebaiknya memeriksa kepada pihak ketiga menyangkut setor, lapor pajak ke KPP diwilayah yang bersangkutan, agar tidak ada pemalsuan pembuatan bukti setor, lapor, sehingga bukti tersebut dapat dipercaya. 4. Karena hasil putusan Pengadilan Pajak atas banding yang diajukan oleh PT.LM adalah Mengabulkan Sebagian Permohonan Banding, dan apabila PT.LM masih merasa tidak puas juga atas putusan tersebut masih dapat menempuh upaya hukum lain sesuai Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, bahwa ” Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung”. Atas pengajuan Peninjauan Kembali tersebut tidak menunda pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak, dan karena Putusan Pengadilan Pajak adalah Menerima Sebagian Permohonan Banding maka pelaksanaan Putusan 93
Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh pejabat berwenang dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima putusan, apabila Putusan Pengadilan Pajak tersebut tidak dilaksanakan maka akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan kepegawaian yang berlaku.
94