85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai Karakteristi Pupuh Kinanti Kawali dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Lirik Hasil analisis lirik pupuh Kinanti Kawali menunjukkan bahwa pupuh ini menggunakan aturan sesuai dengan tata cara pembuatan pupuh Kinanti yaitu terdiri dari 6 baris dalam satu bait, guru wilangan berjumlah 8 pada tiap-tiap baris, guru lagu u, i, a, i, a, i pada masing-masing barisnya dan berwatak kanyaah (rasa sayang/ rasa cinta). Adapun hasil analisis makna yang terkandung dalam lirik pupuh Kinanti
Kawali
yang
dianalisis
dengan
menggunakan
semiotika
menceritakan tentang tanaman-tanaman yang terdapat di lingkungan sekitar alun-alun kota Kawali yang memiliki filosofi tersendiri dalam kebudayaan Sunda. 2. Laras Berdasarkan hasil analisis laras pada pupuh Kinanti Kawali dapat diketahui bahwa pupuh Kinanti Kawali memiliki karakter yang unik dalam larasnya, yaitu menggunakan laras mandalungan/ mataraman/ kobongan dengan surupan 3 = Tugu (laras salendro) yang berarti tinggi nada 3 (na) pada laras mandalungan sama dengan nada 1 (da) pada laras salendro. Adapun nada-nadanya adalah 1 (c) – 2 (b) – 3 (g) – 4 (f) – 5 (e) dengan
85
86
nada 5+ (d) sebagai nada ‘miring’ atau nada hias yang jika diquasikan dalam tangganada mayor menggunakan tangganada C Mayor (pada kenyataannya, interval yang sesungguhnya tidak pasti, ada yang lebih lebar dan ada yang lebih sempit). Laras ini diduga merupakan laras yang ‘terlahir’ dari laras salendro dalam gamelan salendro melalui sistem laras ganda. 3. Lagu Hasil dari analisis lain terhadap pupuh Kinanti Kawali ialah dengan dituliskannya lagu pupuh Kinanti Kawali dalam bentuk serat kanayagan. Dalam serat kanayagan ini terdapat judul, laras, surupan, embat dan sanggian. Penulisan melodinya menggunakan sistem notasi da-mi-na-ti-la tanpa menggunakan sukat/ wiletan. 4. Dongkari Dari hasil analisis terhadap dongkari pada pupuh Kinanti Kawali dapat diketahui bahwa dongkari yang digunakan dalam pupuh Kinanti Kawali cukup banyak jika dibandingkan dengan pupuh Kinanti (buhun), yaitu riak, gedag, leot, buntut, gibeg, reureueus dan galasar. Hal tersebut merupakan salah satu keunikan lain dari pupuh Kinanti Kawali. B. Saran Sebagai salah satu karya seni yang memiliki karakter unik, penulis menghimbau untuk memperkenalkan kembali pupuh Kinanti Kawali ini kepada masyarakat luas agar pupuh ini tidak ‘hilang’. Adapun beberapa saran dari peneliti adalah sebagai berikut:
87
1. Sebagai sebuah karya seni yang memiliki karakteristik yang unik dan hampir hilang, penulis menyarankan kepada pihak yang memiliki wewenang dalam kurikulum atau proses pembelajaran di Sekolah Dasar, khususnya di daerah Kawali sebagai ‘pemilik’ kebudayaan, baik itu guru ataupun pihak lain untuk mengajarkannya di sekolah sebagai salah satu bentuk rasa memiliki dan cara agar pupuh ini tetap lestari. 2. Dengan memiliki karakter yang unik terutama dalam laras yang digunakan, diharapkan pupuh ini bisa diaransemen dan diikutsertakan dalam lomba-lomba yang diadakan di tingkat Sekolah Dasar seperti halnya pupuh-pupuh lain yang sudah terkenal. Karena sekitar dua tahun belakangan ini lagu-lagu yang menggunakan laras mandalungan justru dijadikan lagu wajib pada saat final dalam beberapa perlombaan tembang Sunda. 3. Pupuh Kinanti Kawali sebagai sebuah kreasi baru dalam pupuh yang memiliki karakter berupa laras mandalungan, diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi budayawan lain untuk mengkreasikan pupuh dengan lebih kreatif.
88
Daftar Pustaka
Balangantrang, Aki. 2010. Tentang Kawali. http://akibalangantrang.blogspot.com/2010/04/01-tentang-kawali.html. Diunduh pada tanggal 10 Februari 2012. Caturwati, Endang. 2007. Tari di Tatar Sunda. Bandung: Sunan Ambu Press. Chaer, A. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan. (Cetakan ke-2). Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1992, Jakarta: PT.Cipta Adi Pustaka. Hartanto, Huriawati, dkk. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. John, Alfred. 2010. Membangun Karakter Tangguh. (Cetakan ke-1). Surabaya: PORTICO Publishing. Koesoemadinata, R. M. A. 1969. Ilmu Seni Raras. Jakarta: Pradnja Paramita. Koncara, Yaya Ganda. 1999. Belajar Cepat Karawitan untuk SD. Bandung. Kridalaksana, Harimurti. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Bhartes. Magelang: Indonesia Tera. Moleong, J.L. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif (Cetakan ke-26). Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya. Mudjilah, Hanna Sri. 2004. Teori Musik Dasar. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Pasaribu, A. 1986. Analisis Musik Indonesia. Jakarta: Pantji Simpati.
88
89
Pemerintah Kabupaten Ciamis. 2011. Kecamatan http://www.ciamiskab.go.id/Kecamatan/kecamatan-kawali.html. pada tanggal 08 Februari 2012.
Kawali. Diunduh
Poerwadarminta, W.J.S. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sasaki, Mariko. 2007. Laras Pada Karawitan Sunda. Bandung: P4ST UPI. Saussure, Ferdinand de. 1988. Course de Linguistic Genetale. Terjemahan Rahayu S. Hidayat: Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Soepandi, Atik. 1995. Kamus Istilah Karawitan Sunda. Bandung: Satu Nusa. ___________. 1985. Lagu Pupuh, Pengetahuan dan Notasinya. Bandung: Pustaka Buana. Solihin, Asep. 2001. Belajar 17 Pupuh Buhun. Bandung: Studio Karawitan STSI Bandung. Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi. (Cetakan ke-1) Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Suparli, Lili. 2008. Diksi Karawitan Sunda. Bandung: Puslitmas STSI. ___________. 2010. Gamelan Pelog Salendro, Induk Teori Karawitan Sunda. Bandung: Sunan Ambu Perss. Suwandi, Sarwiji. 2008. Semantik (Pengantar Kajian Makna). Yogyakarta: Media Perkasa. Tambajong. 1992. Ensiklopedi Musik. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka. Tani,
Prima. 2008. Prima Tani Kawali http://www.scribd.com/doc/19793721/Prima-Tani-Kawali-Ciamis. pada tanggal 08 Februari 2012.
Ciamis. Diunduh
90
Thaniago, Roy. 2012. Paradigma Antropologi Budaya. http://roythaniago.wordpress.com/2010/07/27/paradigma-antropologibudaya/. Diunduh pada tanggal 04 Agustus 2012. Thoifin, Ahmad Huda., Ni’mul. 1992. Kamus Pendidikan Pelajar dan Umum. Solo: Aneka. Tim Abdi Guru. 2007. Seni Budaya untuk SMP Kelas VII. Demak: Erlangga. Wibowo, Engkos dan Nano S. 1983. Pengetahuan Karawitan Daerah Sunda. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Wildan, Dadan. 2005. Sejarah Ciamis. Bandung: Humaniora.