108
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan seluruh uraian pada bab-bab terdahulu, kiranya dapat disimpulkan dalam beberapa poin sebagai berikut:
1. Perlindungan Hukum dari Pemerintah Daerah terhadap Hak-Hak Pemegang Izin Usaha Pertambangan Sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, Pasal 90 s/d Pasal 94, pemegang Izin Usaha Pertambangan dijamin haknya untuk melakukan usaha pertambangan yaitu melakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha pertambangan, baik kegiatan eksplorasi maupun kegiatan operasi produksi (Pasal 90), memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk keperluan pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 91), memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya, atau batubara yang telah diproduksi apabila telah memenuhi iuran eksplorasi atau iuran produksi, kecuali mineral ikutan radioaktif (Pasal 92) Pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahap tertentu yaitu telah ditemukan 2 (dua) wilayah prospek dalam kegiatan eksplorasi dan hanya dengan syarat bahwa adanya pemberitahuan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
109
(Pasal 93), pemegang IUP dijamin haknya untuk melakukan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 94). Dalam prakteknya, terdapat beberapa Kepala Daerah yang dengan mudah memberikan/mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan. Izin Usaha Pertambangan yang dikeluarkan sering tidak melalui prosedur yang seharusnya sehingga mengakibatkan konflik pertambangan di daerah. Beberapa permasalahan yang paling dominan terhadap pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan yaitu tumpang tindih wilayah IUP sama komoditi, tumpang tindih IUP beda komoditi, tumpang tindih kewenangan, tumpang tindih dengan areal kehutanan, dan Kuasa Pertambangan (KP) yang belum mendapat persetujuan penyesuaian menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Permasalahan tumpang tindih Izin Usaha Pertambangan tersebut telah melanggar hak pemegang Izin Usaha Pertambangan untuk melakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha pertambangan, baik kegiatan eksplorasi maupun kegiatan operasi produksi. Dalam rangka melindungi hak pemegang Izin Usaha Pertambangan untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan dalam permasalahan tumpang tindih wilayah Izin Usaha Pertambangan disepakati Nota Kesepakatan antara pemilik IUP, Bupati sebagai pemberi izin dan Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah sesuai asas dekonsentrasi. Bupati dalam fungsi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batubara menginisiasi Nota Kesepakatan (MoU) tentang pengelolaan Wilayah Izin Usaha Pertambangan
110
tumpang tindih beda komoditas diantara para pemegang IUP dalam pengelolaan Wilayah Izin Usaha Pertambangan tumpang tindih beda komoditas, sehingga para pemegang IUP memperoleh status Clean and Clear pada Rekonsiliasi Nasional Data Izin Usaha Pertambangan yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi pemegang Kuasa Pertambangan yang bermaksud untuk melakukan perpanjangan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan, mekanismenya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagaimana telah diubah kembali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Proses Clear and Clean dituangkan dalam Berita Acara antara Bupati dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara antara lain disebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten diharuskan menetapkan batas wilayah untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan sehingga tidak terjadi lagi tumpang tindih. Pemerintah Kabupaten/Pemerintah Provinsi sesuai dengan kewenangannya. Dalam rangka melindungi hak pemegang IUP sehubungan dengan adanya keadaan yang menghalangi pelaksanaan kegiatan terkait tumpang tindih
111
dengan areal kehutanan yang mewajibkan untuk memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan, Pemerintah Daerah selaku pemberi/penerbit Izin Usaha Pertambangan, memberikan persetujuan atas pelaksanaan penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan sebagaimana diatur dalam Pasal 76 s/d Pasal 83 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan tidak mengurangi masa berlaku IUP. Perlindungan
hak
pemegang
IUP/IUPK
untuk
memindahkan
IUP/IUPK nya kepada pihak lain melalui mekanisme Pasal 93 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta Pasal 7A dan 7B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
2. Upaya Hukum yang Dapat Ditempuh oleh Pemegang Izin Usaha Pertambangan untuk Mempertahankan Haknya a. Upaya Hukum berdasarkan Pasal 154 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Penyelesaian Sengketa Pertambangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara diatur dalam
Pasal 154 yang berbunyi: "Setiap sengketa yang muncul dalam
pelaksanaan IUP, IPR, atau IUPK diselesaikan melalui pengadilan dan
112
arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penyelesaian melalui pengadilan terkait sengketa izin merupakan ranah administrasi yaitu Peradilan Tata Usaha Negara. Terkait kontradiksinya ketentuan penyelesaian sengeketa modal asing dalam Pasal 154 UU Minerba, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal bahwa penyelesaian sengeketa penanaman modal asing (KK dan PKP2B) dilakukan dengan arbitrase internasional menunjukkan belum adanya kepastian hukum bagi kepastian hukum bagi kegiatan investasi di bidang pertambangan mineral dan batubara.
b. Upaya hukum diluar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Selain upaya penyelesaian sengketa pertambangan berdasarkan Pasal 154 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, terdapat alternatif upaya hukum yang dapat digunakan untuk mengakhiri sengketa yang timbul di dalam pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan, diantaranya yaitu berkoordinasi administrasi dengan institusi teknis untuk memperoleh rekomendasi dan pertimbangan teknis dalam status Clean and Clear pada Rekonsiliasi Nasional Data Izin Usaha Pertambangan yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Selain itu dilakukan koordinasi dengan institusi sepervisi (BPK,
113
KPK, Inspektorat Depdagri, Kejaksaan), dan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi.
B. Saran Mengacu pada beberapa kesimpulan tersebut, maka untuk memberikan Perlindungan Hukum atas Pemegang Izin Usaha Pertambangan di Era Otonomi Daerah dapat disarankan sebagai berikut: 1. Pemerintah agar segera mengeluarkan aturan-aturan pelaksanaan lintas kementerian yang menjamin kepastian hukum dan kepastian berusaha, komprehensif, jelas dan menjamin terlaksananya komunikasi antar instansi atau kementerian teknis terkait, sehingga mampu mendorong kegiatan usaha pertambangan minerba. 2. Pemerintah perlu segera mengevaluasi dan melaksanakan pembenahan yang menyeluruh dan komprehensif terhadap pelaksanaan UU Otonomi Daerah yang berkaitan dengan kewenangan terhadap pertambangan mineral dan batubara. 3. Dalam rangka mengawasi pemanfaatan sumber daya alam, selama ini sistemnya sudah baik namun perlu membentuk komisi pengawasan sumber daya alam dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. 4. Keputusan Hakim Tata Usaha Negara perlu ditelaah dan dikaji latar belakang keputusan yang dihasilkan, dibandingkan dengan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang ada di daerah.
114
5. Adanya penjelasan lebih lanjut atau revisi terkait ketentuan penyelesaian sengeketa dalam Pasal 154 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk memberikan kepastian hukum bagi kegiatan investasi baik PMA dan PMDN di bidang pertambangan mineral dan batubara.