BAB V PENUTUP Bab ini menyajikan simpulan hasil penelitian, kontribusi penelitian, keterbatasan, dan saran bagi penelitian mendatang. Simpulan dipaparkan untuk menjelaskan pemahaman perilaku konsumen secara komprehensif, disampaikan juga kontribusi secara praktis dan teoritis hasil penelitian ini. Sedangkan keterbatasan penelitian disampaikan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan dalam penelitian, serta dikemukakan beberapa peluang penelitian di masa mendatang dalam ranah studi manajemen pemasaran, khususnya mengenai konsep pemasaran sensorik, kognisi, emosi, proses keputusan pembelian dan pengalaman merek. 5.1 Simpulan Penelitian ini dimulai dari adanya fenomena pemasaran sensorik yang telah sukses diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di berbagai industri yang berbeda. Perusahaan tersebut menyebarkan stimulus yang berfokus pada panca indera konsumen untuk memperkuat persepsi merek dan pengalaman konsumen. Dalam beberapa tahun terakhir ini pemasaran sensorik telah menjadi topik yang menarik bagi akademisi, dimana sebuah produk atau jasa mempunyai keunggulan pemasaran yang didasarkan pada panca indera manusia. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh pemasaran sensorik pada kognisi dan emosi konsumen, pengaruh kognisi dan emosi konsumen pada proses keputusan pembelian, serta pengaruh proses keputusan pembelian pada pengalaman merek dengan menggunakan dasar teori stimulus-organisme-respon (SOR).
Semua hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini terdukung. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam konteks pemasaran sensorik, stimulus-stimulus sensorial yang diberikan oleh pemasar pada sebuah toko dapat mempengaruhi secara positif pada kognisi dan emosi konsumen. Setelah konsumen menyesuaikan informasi-informasi dari stimulus sensorial dengan pikiran dan emosi mereka, konsumen akan melakukan tahapan-tahapan dalam proses keputusan pembelian sebuah merek tertentu. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa selama proses atau tahapan-tahapan yang dilakukan oleh konsumen dalam membeli sebuah produk atau jasa, konsumen akan memperoleh pengalaman tentang merek tersebut. Penemuan ini mengkonfirmasi model konseptual pemasaran sensorik dari Krishna (2012) dan juga model penelitian dari Spence et al. (2014) yang mengajukan bahwa pemasaran sensorik berpengaruh pada kognisi, emosi dan perilaku konsumen yang terbukti dengan didukungnya seluruh hipotesis dalam penelitian ini. Berdasarkan analisa dan pembahasan diatas, maka dapat diambil simpulan: 1) Pengaruh pemasaran sensorik pada kognisi terbukti lebih kuat jika dibandingkan dengan pengaruh pemasaran sensorik pada emosi. Hal ini bermakna bahwa stimulus sensorik yang diberikan oleh pemasar diterima oleh konsumen sebagai sebuah informasi yang diproses oleh kognisi. Informasi-informasi tersebut akan diproses oleh bagian otak neokorteks (belahan otak kanan dan otak kiri), dimana pada bagian otak inilah bersemayam kecerdasan, pengetahuan dan kreatifitas yang mengontrol perilaku manusia. Sedangkan emosi konsumen diproses oleh bagian
otak yang bernama sistem limbik, dimana otak ini akan menghubungkan stimulus yang diterima dengan pengalaman dan penyimpanan memori. 2) Dalam proses keputusan pembelian, konsumen cenderung menggunakan kognisi daripada emosi dalam memutuskan untuk membeli atau tidak membeli merek tertentu. Hal ini mendukung penelitian Shiv dan Fedhorikin (1999) yang menyatakan bahwa ketika konsumen memproses seluruh sumberdaya untuk membuat keputusan, konsumen lebih menyukai menggunakan kognisi. Temuan ini juga mendukung penelitian Jang dan Namkung (2009) yang menyatakan bahwa penilaian kognisi berpengaruh positif pada niat beli konsumen. 3) Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa proses keputusan pembelian dapat menjadi anteseden dari pengalaman merek. Hal ini ditunjukkan oleh nilai standardized regression weight yang cukup tinggi dan signifikan. Seperti yang disampaikan oleh Brakus et al. (2009) bahwa pengalaman konsumen akan terbentuk ketika konsumen mencari informasi, membeli dan mengkonsumsi suatu produk merek tertentu. 4) Hasil penelitian ini juga membuktikan teori stimulus-organisme-respon (SOR) bahwa stimulus dari lingkungan akan diproses oleh individu melalui kognisi dan emosi yang kemudian akan menghasilkan respon yaitu perilaku dari individu tersebut, baik perilaku mendekati stimulus maupun menjauhi stimulus tersebut. Dapat diambil simpulan secara keseluruhan, bahwa stimulus lingkungan toko akan ditangkap oleh panca indera konsumen sebagai suatu informasi yang diproses melalui pikiran dan emosi konsumen dalam melakukan proses keputusan pembelian. Pada
tahapan-tahapan proses tersebut, konsumen akan mendapatkan pengalaman mengenai sebuah merek. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik benang merah dari hubungan kausalitas pada model penelitian, bahwa terdapat pengaruh tidak langsung antara pemasaran sensorik dengan pengalaman merek. 5.2 Implikasi Teoritis dan Praktis Hasil penelitian ini memberikan beberapa implikasi, baik implikasi dari perspektif akademis maupun implikasi secara praktis. Implikasi secara akademis merupakan implikasi teoritis yang memperluas literatur tentang pemasaran sensorik, emosi dan kognisi, proses keputusan pembelian dan pengalaman merek, sedangkan implikasi praktis berupa implikasi manajerial yang dapat digunakan sebagai acuan dalam merumuskan strategi-strategi pemasaran. 1) Implikasi Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan metode penelitian, serta dapat dijadikan sebagai sumber rujukan bagi penelitian lebih lanjut. Penelitian ini menganalisis pengaruh pemasaran sensorik pada kognisi konsumen, pemasaran sensorik pada emosi konsumen, kognisi konsumen pada proses keputusan pembeliannya, emosi konsumen pada proses keputusan pembeliannya, serta pengaruh proses keputusan pembelian konsumen pada pengalaman merek. Sehingga, temuan dalam penelitian ini dapat menambah informasi yang lebih jelas mengenai pengaruh antar variabel tersebut. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa teori Stimulus-OrganismeRespon yang menjelaskan tentang pengaruh stimulus (pemasaran sensorik)
terhadap sebuah organisme (kognisi dan emosi konsumen) akan membentuk respon berperilaku (proses keputusan pembelian), temuan ini juga bermanfaat untuk memperkaya literatur pemasaran sensorik yang relatif baru, serta melihat bagaimana proses stimulus yang diisyaratkan oleh suatu merek kepada konsumen akan direspon secara positif menggunakan kognisi dan emosi dalam proses keputusan pembeliannya, dilihat dari sudut pandang pengalaman konsumen terhadap sebuah merek. Sehingga, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk menambah wawasan mengenai konsep pemasaran sensorik yang cukup baru dalam ilmu manajemen pemasaran. Hal ini didukung oleh pernyataan Krishna (2012) yang memetakan pada poin-poin mana celah pemasaran sensorik ini masih membutuhkan penelitian. Serta dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk menambah kajian mengenai konsep pengalaman merek yang masih memerlukan penelitian untuk mengisi celah antesedennya (Brakus et al, 2009). 2) Implikasi praktis, hasil temuan ini dapat memberikan informasi yang sangat berguna bagi praktisi untuk mengetahui faktor-faktor yang mepengaruhi proses keputusan pembelian konsumen dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengalaman merek. Hasil penelitian ini juga dapat menunjukkan bagaimana konsep pemasaran sensorik yang telah sukses diterapkan oleh perusahaan-perusahaan multinasional, benar-benar dapat mempengaruhi kognisi dan emosi konsumen serta mampu membentuk pengalaman positif terhadap merek tersebut.
Diharapkan hasil dari penelitian ini bisa dijadikan dasar acuan bagi para manajer sebagai pertimbangan untuk menggunakan pemasaran sensorik dalam aktivitas bisnisnya, supaya dalam mengatur persepsi konsumen mengenai citra merek akan tertanam positif dalam memorinya untuk jangka panjang. Sehingga diharapkan konsumen akan loyal terhadap merek tersebut dan menjadi pelanggan seumur hidup. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam merumuskan strategi pemasaran dan pengambilan keputusan terkait dengan manajemen persepsi konsumen serta dapat memberikan pandangan bagi para manajer pemasaran dalam menyusun strategi untuk memasarkan produk mereka secara efektif dan efisien. 5.3 Keterbatasan Penelitian dan Saran bagi Penelitian di Masa Mendatang Berikut ini adalah uraian beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh penelitian ini, dan beberapa saran bagi penelitian di masa mendatang. 1) Penelitian ini dalam menguji variabel emosi tidak membaginya menjadi emosi positif dan emosi negatif, padahal kedua hal ini bias saja menyebabkan respon yang berbeda pada keputusan pembelian konsumen. Untuk penelitian mendatang diharapkan memisahkan antara emosi positif dan emosi negatif, karena respon konsumen tentu saja akan berbeda ketika mengalami emosi positif atau emosi negatif. Hal ini dapat merujuk pada penelitian Jang dan Namkung (2009) yang menguji emosi positif dan emosi negatif secara terpisah. 2) Untuk variabel pengalaman merek, sampai saat ini masih menggunakan instrumen dari Brakus et al (2009). Kelemahan instrumen ini, ketika item kuesionernya
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia akan mengalami kesulitan untuk dipahami. Sampai saat ini masih belum banyak akademisi di bidang manajemen pemasaran yang meneliti tentang pengalaman merek, padahal masih banyak celahcelah penelitian yang perlu diisi, seperti anteseden, konsekuensi serta indikatorindikatornya yang masih belum mapan. Bagi penelitian di masa mendatang, disarankan untuk dapat meneliti celah-celah penelitian tersebut. 3) Penelitian ini hanya fokus pada konsumen Starbucks, hal ini dikarenakan peneliti ingin menguji standar pemasaran sensorik yang diterapkan oleh Starbucks, apakah benar-benar mampu mempengaruhi konsumen. Akan tetapi disisi lain terdapat keterbatasan, yaitu kemungkinan efek generalisasinya hanya pada populasi konsumen Starbucks dan tidak mampu menggeneralisasi konsep pemasaran sensorik secara keseluruhan. Untuk penelitian selanjutnya, akan lebih baik jika memperluas lagi objek penelitian, dimana peneliti bisa melakukan pilot study untuk menentukan merekmerek apa saja yang menggunakan pemasaran sensorik. Kemudian berdasarkan hasil pilot study tersebut objek penelitian akan ditentukan. 4) Data dalam penelitian ini tidak berdistribusi normal. Namun demikian, untuk mendapatkan data yang berdistribusi normal pada praktiknya sangat sulit ditemukan dalam penelitian keperilakuan. Masalah normalitas data akan bermasalah jika berada dalam sampel yang kecil yaitu kurang dari 50 sampel (Hair et al., 2010, hlm. 72). Sedangkan dalam penelitian ini memiliki sampel sebanyak 185, yaitu jauh melebihi syarat 50 sampel.
Penelitian yang akan datang akan lebih baik jika memperbanyak lagi jumlah sampel, sebagai antisipasi jika data tidak berdistribusi normal. Hair et al., (2010, hlm. 73) menyatakan bahwa salah satu cara untuk menangani data yang tidak berdistribusi normal adalah dengan memperbanyak jumlah sampel dengan rasio minimum lima kali jumlah parameter yang diestimasi.