BAB V PEMBAHASAN
Penelitian dengan analisis bivariat menggunakan Chi square test untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu dari masing-masing faktor risiko terhadap keterlambatan pengobatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pengobatan alternatif, tingkat pengetahuan, dan rasa takut berhubungan signifikan dengan keterlambatan pengobatan (nilai p < 0,05). Kemudian dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik untuk melihat pengaruh simultan beberapa faktor risiko baik faktor risiko utama maupun faktor perancu terhadap keterlambatan pengobatan. Dari hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa penggunaan pengobatan alternatif dan tingkat pengetahuan berhubungan signifikan dengan keterlambatan pengobatan (nilai p < 0,05). A. Penggunaan Pengobatan Alternatif Penggunaan pengobatan alternatif berhubungan signifikan dengan keterlambatan pengobatan kanker payudara, terlihat dari nilai p = 0,001 (p < 0,05). Nilai OR sebesar 4,081 ( > 1) menunjukkan bahwa penderita kanker payudara yang menggunakan pengobatan alternatif berisiko 4,081 kali lebih besar untuk mengalami keterlambatan pengobatan dibandingkan penderita yang tidak menggunakan pengobatan alternatif. Temuan ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Djatmiko et al (2015) di Surabaya bahwa pada penderita yang tidak langsung menerima saran terapi medis tetapi memilih terapi lain terlebih dahulu seperti pengobatan 52
53
alternatif secara signifikan mengalami keterlambatan dalam pengobatan kanker payudara. Penelitian lain menyebutkan alasan terbanyak (37%) penderita menunda menerima pengobatan medis setelah diagnosis kanker payudara disebabkan oleh penggunaan penggobatan alternatif. Penderita menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan terapi alternatif yang berakibat penderita datang dalam stadium lanjut ke rumah sakit (Mtowa, 2013). Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Han et al (2011) dimana sebagian besar penderita yang terdiagnosis dalam stadium dini yang lebih memilih pengobatan alternatif sebagai terapi utama untuk kanker payudara datang kembali berobat dalam stadium lanjut, sehingga terjadi keterlambatan pengobatan dikarenakan terapi yang semakin sulit dan morbiditas yang meningkat pada stadium lanjut. Penggunaan pengobatan alternatif disebutkan berhubungan dengan progresifitas penyakit pada 96,2% penderita kanker payudara dan peningkatan risiko kekambuhan serta kematian pada 50% penderita kanker payudara dalam studi tersebut. Penelitian oleh Joseph et al (2012) juga menyebutkan bahwa penderita yang menolak terapi medis standar secara signifikan memiliki ketahanan hidup lima tahun yang lebih buruk (43,2%) dibandingan penderita yang menerima terapi medis standar (81,9%) dan pengobatan alternatif belum terbukti efektif untuk menyembuhkan kanker dalam uji klinis, sehingga pengobatan medis standar masih menjadi terapi utama untuk kanker payudara (American Cancer Society, 2014).
54
B. Tingkat Pengetahuan Tingkat pengetahuan berhubungan signifikan dengan keterlambatan pengobatan kanker payudara terlihat dari nilai p = 0,021 (< 0,05). OR sebesar 2,955 ( > 1) menyatakan bahwa penderita dengan tingkat pengetahuan rendah berisiko mengalami keterlambatan pengobatan 2,955 kali lebih besar dibandingkan penderita kanker payudara dengan tingkat pengetahuan tinggi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Okobia et al (2006) bahwa penderita kanker payudara memiliki pengetahuan yang kurang mengenai penyakit kanker payudara meliputi tanda, gejala, penyebab, dan pilihan terapi medis standar yang ada. Penderita tidak menyadari penyakitnya dikarenakan tanda dan gejala kanker payudara yang kurang jelas, hanya 21,4% penderita dalam penelitian tersebut yang mengetahui bahwa tanda dan gejala kanker payudara umumnya adalah benjolan yang tidak nyeri. Penelitian lain oleh Norsa’adah et al (2011) di Malaysia menyatakan 62,4% penderita kanker payudara tidak mencurigai gejala awal yang ditemukan seperti adanya benjolan pada payudara sebagai penyakit yang ganas sehingga tidak segera memeriksakan diri dan berobat. Penderita baru datang berobat setelah benjolan semakin bertambah besar atau muncul keluhan lain yang lebih buruk. Pemberian edukasi mengenai tanda, gejala, penyebab, dan pilihan terapi medis standar dari kanker payudara dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang kanker payudara sehingga apabila didapatkan kecurigaan, masyarakat dapat menyadari untuk tidak menunda memeriksakan diri dan melakukan pengobatan medis dengan tepat.
55
C. Rasa Takut Rasa takut untuk melakukan pengobatan medis standar berdasarkan uji statistik dengan Chi Square test berhubungan signifikan dengan keterlambatan pengobatan kanker payudara, dimana nilai p = 0,011 (< 0,05). OR sebesar 2,949 ( > 1) menunjukkan penderita kanker payudara yang memiliki rasa takut berisiko 2,949 kali lebih besar untuk mengalami keterlambatan pengobatan dibandingkan penderita yang tidak memiliki rasa takut. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Clegg-Lamptey et al (2009) dimana setelah diagnosis, 30,3% penderita kanker payudara merasa takut untuk operasi. Selain rasa takut untuk operasi, sebanyak 22,22% penderita kanker payudara menolak terapi medis standar karena takut akan efek samping kemoterapi dan radiasi (Chen et al., 2015). Rasa takut ini menyebabkan penundaan dalam terapi medis, sesuai dengan hasil studi yang dilakukan oleh Djatmiko et al (2013) dimana terjadi keterlambatan terapi pada 23,64% penderita kanker payudara yang merasa takut. Rasa takut dalam uji multivariat tidak berhubungan signifikan dengan keterlambatan pengobatan. Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya faktor risiko lain yang memiliki pengaruh lebih kuat dalam menyebabkan keterlambatan pengobatan. D. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan formal tidak berhubungan signifikan dengan keterlambatan pengobatan kanker payudara, dimana nilai p = 0,643 (> 0,05). Tingkat pendidikan tidak terbukti merupakan faktor risiko keterlambatan pengobatan pada penderita kanker payudara. Temuan ini sesuai dengan hasil
56
penelitian Kumari dan Goonewardena (2011) bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh terhadap saat kedatangan penderita untuk berobat pertama kali, sehingga tidak berpengaruh apakah penderita menunda atau tidak menunda untuk berobat. Pendapat lain oleh Djatmiko et al (2013) di Surabaya menyatakan sebagian besar (46,05%) penderita yang menunda pengobatan berpendidikan tinggi (S1). Berbeda dengan Jassem et al (2013) yang berpendapat bahwa tingkat pendidikan tinggi berhubungan dengan berkurangnya penundaan pengobatan. Leong et al (2007) juga menyatakan tingkat pendidikan rendah berhubungan dengan keterlambatan pengobatan dimana 78,6% penderita kanker payudara yang tidak mengenyam pendidikan formal datang dalam stadium lanjut. Perbedaan tersebut dimungkinkan terjadi karena perbedaan lokasi penelitian sehingga terjadi perbedaan karakteristik sampel. E. Tingkat Penghasilan Tingkat penghasilan tidak berhubungan secara signifikan dengan keterlambatan pengobatan kanker payudara, dimana nilai p = 0,504 (> 0,05). Memiliki tingkat penghasilan kurang dari UMR tidak terbukti merupakan faktor risiko keterlambatan pengobatan pada penderita kanker payudara. Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian oleh Chen et al (2015) dimana tingkat penghasilan keluarga berhubungan dengan penundaan terapi dimana beban biaya pengobatan menjadi pertimbangan penderita untuk melakukan terapi medis, terlebih jika penderita tidak memiliki asuransi kesehatan yang dapat meringankan biaya pengobatan. Leong et al (2007) juga
57
menyebutkan dari hasil uji bivariat penelitiannya bahwa tingkat penghasilan rendah berhubungan dengan penderita datang berobat dalam stadium lanjut, tetapi dalam hasil uji multivariatnya, tingkat penghasilan rendah tidak memiliki pengaruh. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena adanya program asuransi kesehatan yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia sehingga penderita masih dapat menjalani terapi medis standar dengan biaya yang terjangkau sesuai golongannya walaupun memiliki penghasilan dibawah UMR. Hal ini disebutkan juga dalam penelitian Shi et al (2015) bahwa penderita yang tidak memiliki asuransi lebih banyak datang dalam stadium III dan IV (28,68%) dibandingkan yang memiliki asuransi kesehatan. F. Jarak Tempat Tinggal Jarak tempat tinggal ke rumah sakit tempat berobat tidak berhubungan secara signifikan dengan keterlambatan pengobatan kanker payudara, dimana nilai p = 0,430 (> 0,05). Memiliki jarak tempat tinggal > 20 km tidak terbukti merupakan faktor risiko keterlambatan pengobatan pada penderita kanker payudara. Temuan ini berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Dickens et al (2014) yang menyatakan 62% penderita yang memiliki jarak tempat tinggal > 20 km datang berobat dalam stadium lanjut. Hal ini kemungkinan disebabkan sebagian besar penderita tidak menganggap jarak sebagai beban karena mudahnya akses menuju rumah sakit tempat berobat dengan transportasi yang ada.
58
G. Grade Kanker Payudara Grade kanker payudara tidak berhubungan secara signifikan dengan keterlambatan pengobatan kanker payudara, dimana nilai p = 0,480 (> 0,05). Kanker payudara dengan grade 3 tidak terbukti merupakan faktor risiko keterlambatan pengobatan pada penderita kanker payudara. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hardin et al (2006) yang menyatakan bahwa grade kanker tidak berhubungan signifikan dengan keterlambatan. Grade kanker payudara menggambarkan seberapa cepat sel kanker tumbuh dan menyebar. Semakin tinggi grade kanker maka pertumbuhan kanker semakin agresif (National Cancer Institute, 2013). Menurut Caplan (2014) penderita kanker yang menemukan benjolan payudara tumbuh atau bertambah besar dengan cepat dimungkinkan akan mencurigai hal tersebut kemudian datang untuk berobat ke dokter sehingga penundaan untuk berobat berkurang.