BAB V PEMBAHASAN
Responden dalam penelitian ini semua berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan jenis kelamin menurut Suma’mur (2014) memiliki kekuatan otot yang berbeda. Kekuatan otot merupakan penentu dari terjadinya kelelahan pada seseorang karena akan mempengaruhi kemampuan bekerja responden. Rata-rata usia dalam penelitian ini adalah usia yang produktif. Usia seseorang semakin tua maka semakin menurun kekuatan ototnya, hal ini menyebabkan daya tahan tubuh semakin berkurang terhadap sumber penyebab penyakit dan lebih mudah terserang sumber penyakit. Usia dalam penelitian ini tidak terdapat pengaruh terhadap kelelahan yang dialami oleh responden karena telah diinklusi agar tidak menimbulkan bias. Status gizi berkontribusi dalam menyebabkan kelelahan, status gizi yang berlebihan maupun yang kekurangan dapat menyebabkan kelelahan. Rata-rata responden memiliki status gizi yang normal dan dalam keadaan sehat. Status gizi yang baik akan memiliki ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang baik juga sehingga responden tidak mudah lelah (Budiono, dkk, 2003). Dalam penelitian ini, status gizi tidak berpengaruh terhadap kelelahan yang terjadi pada responden. Faktor eksternal yang dapat menyebabkan kelelahan adalah faktor lingkungan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya menurut Setyowati (2014) bahwa faktor fisik lingkungan kerja
41
42
berpengaruh terhadap kelelahan. Faktor fisik lingkungan kerja responden adalah gas karbon monoksida (CO) yang ada dilingkungan. Gas karbon monoksida (CO) merupakan gas bersifat toksik yang dikeluarkan oleh asap kendaraan bermotor. Tempat kerja yang berada di pinggir jalan dengan kondisi ruang terbuka dengan arus kendaraan yang padat, polusi udara yang bersumber dari asap kendaraan bermotor terhirup oleh responden. Semakin padat lalu lintas kendaraan semakin banyak konsentrasi gas CO di udara. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa konsentrasi gas CO diudara melebihi nilai ambang batas konsentrasi gas CO adalah >9 ppm untuk rata-rata waktu 8 jam kerja. Tingginya konsentrasi gas CO ini disebabkan oleh ramainya lalu lintas kendaraan bermotor yang melintasi Jalan Mayor Sunaryo yang terdapat pusat perbelanjaan yang terkenal yaitu PGS dan BTC. Gas CO yang terhirup oleh 38 responden yang masuk kedalam darah akan bereaksi dengan hemoglobin sehingga membentuk karboksihemolobin (COHb). Hasil pengukuran pada responden didapatkan hasil bahwa rata-rata responden memiliki kandungan COHb diatas batas normal (>1,2%). Kadar COHb ini berdampak pada tubuh responden yaitu terganggunya sistem syaraf sentral yang ditunjukkan dengan keluhan pusing dan cepat lelah. 1 dari 38 responden yang memiliki kadar COHb yang dibawah batas normal. Responden ini memiliki kebiasaan olahraga yang rutin, memiliki status gizi yang normal, berusia produktif dan bekerjanya ditempat belakang yaitu bagian memasak makanan sehingga responden tidak secara langsung berdekatan dengan jalan raya yang dilalui kendaraan bermotor.
43
Gangguan sistem syaraf sentral yang disebabkan oleh banyaknya kadar COHb yang terkandung dalam tubuh responden ini dibuktikan dalam penelitian ini bahwa didapatkan hasil bahwa rata-rata responden mengalami kelelahan sedang. Hanya 1 responden yang tingkat kelelahannya normal. Responden ini memiliki kebiasaan olahraga yang teratur dan menerapkan pola hidup sehat sehingga memiliki status gizi, status kesehatan yang baik dan berusia muda yang menyebabkan responden tidak mudah mengalami kelelahan. Kelelahan atau rasa lelah disebabkan karena adanya gas karbon monoksida (CO) yang masuk ke tubuh dan berikatan dengan hemoglobin (Hb) lebih kuat dibandingkan dari oksigen membentuk ikatan karboksihemoglobin (COHb) sehingga menghalangi oksigen masuk ke jaringan tubuh dalam pemenuhan energi yang dibutuhkan oleh tubuh maka terjadi proses anaerob diotot yang mengakibatkan asam laktat yang menyebabkan kelelahan menumpuk di otot. Banyaknya kandungan COHb di dalam dipengaruhi oleh banyaknya konsentrasi gas karbon monoksida yang terkandung di udara terhirup oleh responden (Olson, 2007). Menurut Wardana (2004) pada tabel hubungan konsentrasi CO diudara dengan konsentrasi COHb di dalam darah dan pengaruhnya, konsentrasi CO di udara sebesar 10 ppm memiliki konsentrasi COHb dalam darah sebesar 2,1% dan berdampak pada tubuh pada sistem syaraf sentral. Hal ini terbukti dalam penelitian ini, hasil pengukuran konsentrasi gas karbon monoksida di udara di sepanjang Jalan Mayor Sunaryo, rata-rata (mean) gas karbon monoksida sebesar 10,1 ppm dan rata-
44
rata konsentrasi COHb responden sebesar 2,43%
serta rata-rata responden
mengalami kelelahan sedang. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan kadar karbon monoksida dalam darah (COHb) dengan kelelahan pada pedagang kuliner di depan Pusat Grosir Solo. Semakin banyak kandungan COHb di dalam tubuh pedagang kuliner depan Pusat Grosir Solo maka semakin besar tingkat kelelahan yang dialami oleh pedagang kuliner depan Pusat Grosir Solo. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nia Zuhriza (2008) “Analisis Kadar Karboksihemoglobin (COHb) dan Dampaknya terhadap Kesehatan Pekerja Bengkel” yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar COHb di dalam tubuh manusia melebihi nilai batas normal berhubungan dengan meningkatnya rasa lelah pekerja bengkel. Responden jenis kelamin wanita memiliki rata-rata usia 44,6 tahun yang termasuk usia produktif, memiliki rata-rata status gizi yang normal berada di lingkungan kerja yang mengandung rata-rata kadar gas karbon monoksida (CO) melebihi nilai ambang batas yaitu 10,1 ppm menyebabkan responden memiliki kadar COHb diatas batas normal dengan rata-rata 2,44% sehingga responden memiliki tingkat kelelahan sedang. Dalam penyusunan penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan antara lain : 1. Responden yang digunakan sebagai sampel penelitian tidak dapat dipisahkan dari paparan rokok dari perokok aktif, sehingga dapat saja berpengaruh terhadap kadar COHb responden.
45
2. Responden dalam penelitian ini belum dilakukan pengukuran beban kerja, dalam penelitian ini pengontrolan terhadap beban kerja dilihat dari jenis pekerjaan yang sama yaitu berdagang makanan.