BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kelelahan
2.1.1. Definisi Kelelahan Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak ( Amrizal, 2005). Menurut Suma’mur (1996) kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh 2(dua) sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi) tetapi semunya bermuara kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Kelelahan kerja (job bournout) adalah sejenis stres yang banyak dialami oleh orang – orang yang bekerja dalam pekerjaan – pekerjaan pelayanan terhadap manusia lainnya seperti perawat kesehatan, transportasi, kepolisian, pendidikan dan sebagainya ( Schuler, 1999). Kelelahan akibat kerja sering kali diartikan sebagai menurunnya efisiensi, performans kerja dan berkurangnya kekuatan /ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan yang harus dilakukan ( Wignjosoebroto, 2000). 2.1.2 Jenis-jenis Kelelahan Berdasarkan pendapat para ahli sebagaimana yang dikutip oleh Silaban (1996) bahwa kelelahan dibedakan berdasarkan 3 (tiga) bagian yaitu : 1. Berdasarkan proses dalam otot yang terdiri dari :
Universitas Sumatera Utara
a
Kelelahan otot, menurut Wignjoesoebroto (2000) ialah disebabkan munculnya gejala kesakitan yang amat sangat ketika otot harus melakukan beban.
b
Kelelahan umum, menurut Grandjean (1985) ialah suatu perasaan yang menyebar yang disertai dengan adanya penurunan kesiagaan dan kelambatan pada setiap aktivitas. Astrand dan Rodahl (1986) menyatakan bahwa kelelahan umum dapat menjadi gejala penyakit juga berhubungan dengan faktor psikologis (motivasi menurun, kurang tertarik) yang mengakibatkan menurunnya kapasitas kerja. Sebab - sebab kelelahan umum adalah monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental, keadaan lingkungan, sebabsebab mental (tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik) serta penyakitpenyakit.
2. Berdasarkan waktu terjadinya Kelelahan : a
Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan
b
Kelelahan kronis, menurut Grandjean dan Kogi (1972) terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan kadang-kadang telah terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan
3. Berdasarkan penyebabnya : a
Menurut Singleton (1972) disebabkan oleh faktor fisik dan psikologis di tempat kerja
b
Menurut McFarland (1972) disebabkan oleh faktor fisiologis yaitu akumulasi dari substansi toksin (asam laktat) dalam darah dan faktor psikologis yaitu konflik yang menyebabkan stres emosional yang berkepanjangan
Universitas Sumatera Utara
c
Menurut Phoon (1988) disebabkan oleh
kelelahan fisik yaitu kelelahan
karena kerja fisik, kerja patologis ditandai dengan menurunnya kerja, rasa lelah dan ada hubungannya dengan faktor psikososial. 2.1.3 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kelelahan Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi kelangsungan aktivitas otot. Atau mungkin bisa dikatakan bahwa produk-produk sisa ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah ( Sutaklaksana, 1979). Timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan (stres) yang dialami oleh tubuh manusia ( Wignjosoebroto, 2000). Green (1992) dan Suma’mur (1994) dari proceeding mengemukakan faktorfaktor yang mempengaruhi kelelahan ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal antara lain : faktor somatis atau fisik, gizi, jenis kelamin, usia, pengetahuan dan sikap atau gaya hidup sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah keadaan fisik lingkungan kerja (kebisingan, suhu, pencahayaan), faktor kimia (zat beracun), faktor biologis (bakteri, jamur), faktor ergonomi, kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin atau peraturan perusahaan, upah, hubungan sosial dan posisi kerja atau kedudukan. Barnes (1980) dari proceeding mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan antara lain jam kerja, periode istiarahat, kondisi fisik lingkungan kerja yang berpengaruh terhadap kenyamanan fisik, sikap dan mental
Universitas Sumatera Utara
tenaga kerja sejauh mungkin dikurangi atau dihilangkan agar tercipta kondisi kerja yang menyenangkan ( Wignjosoebroto, 2000). Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Tarwaka menjelaskan pada kerja otot statis dengan pengerahan tenaga 50 % dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit sedangkan pada pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama ( Tarwaka, 2004). 2.1.4. Proses Terjadinya Kelelahan Makanan yang mengandung glikogen mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot selalu diikuti reaksi kimia (oksidasi glukosa) yang merubah glikogen tersebut menjadi tenaga, panas dan asam laktat (produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan yaitu suatu proses untuk merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernafasan sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontinu ini berarti keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik apabila kerja fisiknya tidak terlalu berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk sisa dalam otot atau peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dan proses pemulihan. Secara lebih jelas terdapat tiga timbulnya kelelahan fisik yaitu : Pertama, oksidasi glukose dalam otot menimbulkan karbon dioksida (CO 2 ), saerolactic, phosphati, dan sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan
Universitas Sumatera Utara
zat-zat tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya sehingga timbul penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya. Kedua, karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan disimpan di hati dalam bentuk glukogin. Setiap 1 cm3 darah normal akan membawa 1 mm glukosa berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa 0,1 % dari sejumlah glikogen dalam hati akan menipis dan kelelahan akan timbul apabila konsentarsi glikogen dalam hati tinggal 0,7 %.Ketiga, dalam keadaan normal jumlah udara yang masuk melalui pernafasan kira-kira 4 lt/ menit, sedangkan dalam keadaan kerja keras dibutuhkan udara kira-kira 15 lt/menit. Ini berarti pada suatu tingkat kerja tertentu akan dijumpai suatu keadaan dimana jumlah oksigen yang masuk melalui pernafasan lebih kecil dari tingkat kebutuhan. Jika hal ini terjadi maka kelelahan akan timbul karena reaksi oksidasi dalam tubuh yaitu untuk mengurangi asam laktat menjadi H 2 O dan CO 2 agar dikeluarkan dari tubuh menjadi tidak seimbang dengan pembentukan asam laktat itu sendiri (asam laktat terakumulasi dalam otot atau dalam peredaran darah). Kelelahan psikologis timbul dalam perasaan orang yang bersangkutan dan terlihat dengan tingkah lakunya atau pendapat-pendapatnya yang tidak konsekuen lagi serta jiwanya yang labil dengan adanya perubahan walaupun sendiri dalam kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya. Ada suatu konsep yang menyatakan bahwa keadaan dan perasaan kelelahan ini timbul karena adanya reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang bekerja atas pengaruh 2 sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi)
Universitas Sumatera Utara
dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat ini terdapat dalam thalamus dan bersifat menurunkan kemampuan manusia untuk bereaksi. Apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat maka keadaan orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk bekerja. Sebaliknya apabila sistem penghambat lebih kuat dari sistem penggerak maka orang tersebut akan mengalami kelelahan. Kerja yang monoton bisa menimbulkan kelelahan walaupun mungkin beban kerjanya tidak seberapa. Hal ini disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat dibandingkan sistem penggerak (Sutaklaksana, 1979). 2.1.5. Akibat Kelelahan Konsekuensi kelelahan kerja menurut Randalf Schuler (1999) antara lain : 1. Pekerja yang mengalami kelelahan kerja akan berprestasi lebih buruk lagi daripada pekerja yang masih “penuh semangat” 2. Memburuknya hubungan si pekerja dengan kerja yang lain 3. Dapat mendorong terciptanya tingkah laku yang menyebabkan menurunnya kualitas hidup rumah tangga seseorang. Menurut Suma’mur (1996) ada 30 gejala kelelahan yang terbagi dalam 3 kategori yaitu : 1) Menunjukkan terjadinya pelemahan kegiatan. Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat, sering menguap, merasa kacau pikiran, menjadi mengantuk, merasakan beban pada mata, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau berbaring. 2) Menunjukkan terjadinya pelemahan motivasi.
Universitas Sumatera Utara
Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terahadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam pekerjaan. 3) Menujukkan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum. Sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, terasa pernafasan tertekan, haus, suara sesak, terasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat. 2.1.6. Cara Mengatasi Kelelahan Untuk menghindari rasa lelah diperlukan adanya keseimbangan antara masukan sumber datangnya kelelahan tersebut (faktor-faktor penyebab kelelahan) dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses pemulihan (recovery). Proses pemulihan dapat dilakukan dengan cara antara lain memberikan waktu istirahat yang cukup baik yang terjadwal atau terstruktur atau tidak dan seimbang dengan tinggi rendahnya tingkat ketegangan kerja. Dengan memperpendek jam kerja harian akan menghasilkan kenaikan output per jam sebaliknya dengan memperpanjang jam kerja harian akan menjurus memperlambat kecepatan (tempo) kerja yang akhirnya berakibat pada penurunan prestasi kerja per jamnya ( Wignjosoebroto, 2000). Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukkan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja. Misalnya, banyak hal dapat dicapai dengan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat yang tepat, kamar-kamar istirahat, masa-masa libur dan rekreasi, dan lain-lain. Pengetrapan ergonomi dalam
Universitas Sumatera Utara
hal pengadaan tempat
duduk meja dan bangku-bangku kerja sangat membantu.
Demikian pula organisasi proses produksi yang tepat. Selanjutnya usaha-usaha perlu ditujukkan kepada kebisingan, tekanan panas, pengudaraan dan penerangan yang baik. Monotoni dan tegangan dapat dikurangi dengan penggunaan warna serta dekorasi pada lingkungan kerja, musik di tempat kerja dan waktu-waktu istirahat untuk latihan fisik bagi pekerja yang bekerja sambil duduk. Seleksi dan latihan dari pekerja lebih-lebih supervisi dan penatalaksanaannya juga memegang peranan penting ( Suma’mur, 1996). 2.2 Kerja Shift Pekerjaan shift adalah pekerjaan yang mempunyai jadwal diluar jam kerja normal (jam 9.00 – 17.00). Jadwal shift kerja yang berlaku sangat bervariasi. Biasanya adalah shift kerja 8 jam atau 12 jam dalam sehari ( Dian Mardi, 2008 ). Monk dan Folkard dalam Silaban mengkategorikan 3 jenis sistem shift kerja, yaitu shift permanen, sistem rotasi cepat, dan sistem rotasi shift lambat ( Povilia Dewi, 2006). Pada sidang ke-77 di Jenewa tanggal 26 Juni 1990 dibahas mengenai standar internasional bagi pekerja malam. Standar yang dimaksud adalah The Night Work Convention and Recommendation. The Night Work Convention membahas mengenai kesehatan dan keselamatan, transfer kerja siang hari, perlindungan bagi kaum wanita, kompensasi dan pelayanan sosial. Recommendation membahas mengenai batas waktu kerja normal, waktu istirahat yang minimum antar shift, transfer kerja siang pada situasi khusus, kesempatan pelatihan ( Dewi, 2006 ).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Standar Internasional bagi Pekerja Malam No.
Bidang
Ukuran
1
Jam Kerja Normal
Tidak lebih dari 8 jam sehari
2
Overtime
Tidak ada shift kerja yang penuh berurutan
3
Waktu Istirahat
Sekurang-kurangnya 11 jam antar shift
4
Jam Kerja Istirahat
Istirahat untuk makan dan istirahat
5
Ibu/ Calon Ibu
Penugasan di siang hari (sebelum dan sesudah kehamilan)
6
Pelayanan Sosial
Batas waktu transportasi, biaya, dan perbaikan keselamatan. Perbaikan kualitas istirahat.
7
Situasi Khusus
Toleransi pada pekerja yang mempunyai tanggung jawab bagi keluarga, pekerja yang lamban dan tua.
8
Pelatihan
Mendapatkan kesempatan pelatihan
9
Transfer
Pemikiran khusus untuk ditugaskan siang hari (setelah bertahun-tahun bekerja pada malam hari)
10
Pensiun
Pemikiran khusus bagi pekerja yang pensiun sebelum waktunya
2.2.1 Dampak Kerja Shift
Universitas Sumatera Utara
Variabel utama manusia yang berkaitan dengan kerja shift adalah circadian rhytm. Kebanyakan fungsi tubuh manusia berjalan secara ritmik dalam siklus 24 jam. Inilah yang disebut circadian rhytm (ritme sirkadian). Fungsi-fungsi tubuh yang meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari termasuk temperatur tubuh, detak jantung, tekanan darah, kemampuan mental, produksi adrenalin, dan kemampuan fisik .Secara umum, semua fungsi tubuh berada dalam keadaan siap digunakan pada siang hari. Sedangkan pada malam hari adalah waktu untuk istirahat dan pemulihan sumber daya (energi) . Fungsi tubuh yang ditandai dengan sirkadian adalah tidur, kesiapan untuk bekerja, dan banyak proses otonom, fungsi vegetatif seperti metabolisme, temperatur tubuh, detak jantung, dan tekanan darah. Semua fungsi manusia yang telah dipelajari menunjukkan siklus harian yang teratur . kerja shift malam akan berdampak pada respon fisiologis tubuh, efek sosial, dan efek penampilan kerja ( Pulat, 2002) 1. Efek fisiologis Beberapa efek kerja shift terhadap tubuh: a) Mempengaruhi kualitas tidur. Tidur siang tidaklah seefektif tidur pada malam hari karena terdapat banyak gangguan. Biasanya memakan waktu dua hari istirahat untuk menggantikan waktu tidur malam akibat kerja shift malam. b) Kurangnya kemampuan fisik untuk bekerja pada malam hari. Walaupun masalah penyesuaian sirkadian merupakan alasan yang utama, ada alasan lain yaitu perasaan mengantuk dan lelah. c) Mempengaruhi kemampuan mental. Johnson dalam Pulat melaporkan bahwa berkurangnya kapasitas mental mempengaruhi perilaku waspada terhadap
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan seperti pengontrolan dan monitoring kualitas. Lebih lanjut, Kelly dan Schneider dalam Pulat menyatakan bahwa kesalahan dapat meningkat secara bermakna (80% sampai 180%) karena bertambahnya lama kerja shift. d) Gangguan kegelisahan juga telah dilaporkan terjadi di antara pekerja shift malam. Kehilangan waktu tidur dan efek sosial dari kerja shift juga merupakan alasan utama. e) Gangguan saluran pencernaan. Thiis-Everson melaporkan bahwa dari 6000 pekerja Norwegia, 35% pekerja shift malam mengalami gangguan perut, 13,4% mengalami ulserasi, dan 30% mengalami gangguan usus. 2. Efek Sosial Sebagai tambahan, kerja shift juga mempengaruhi kehidupan sosial: a) Mengganggu kehidupan keluarga b) Sedikitnya kesempatan untuk berinteraksi dengan kerabat dan rekan. c) Mengganggu aktivitas kelompok.
3. Efek Performansi Wyatt dan Marriott dalam Pulat mengkonfirmasikan bahwa sebagai akibat dari efek fisiologis dan sosial, performansi (penampilan) juga akan menurun pada malam hari. Browne menemukan bahwa kelambatan atau penundaan menjawab panggilan telepon pada operator telepon meningkat secara drastis pada shift malam. Bjerner et al mengobservasi kesalahan yang lebih tinggi secara bermakna dilakukan oleh pembaca meteran di perusahaan gas pada waktu shift malam dari pada shift
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Monk dan Embrey menyatakan bahwa kebanyakan dari efek ini akibat kurangnya kewaspadaan pekerja pada waktu shift malam. Penasehat medis perusahaan telah mencatat banyaknya kasus gangguan tidur siang di antara pekerja malam. Gangguan pada tidur siang ini dihubungkan dengan kebisingan, akan tetapi kebanyakan pekerja malam menyatakan mereka merasakan kegelisahan selama siang hari dan tidur siang mereka tidak cukup menyegarkan ( Grandjean, 1988 ) 2.2.2 Penanggulangan Dampak Buruk Kerja Shift Upaya-upaya mengurangi dampak buruk akibat kerja shift melalui pendekatan organisasi dapat dilakukan dengan pengaturan shift kerja secara adil. Terdapat 2 macam pembagian shift kerja, yaitu 2 shift dan 3 shift. Pembagian satu hari kerja menjadi 2 shift yaitu shift pagi (day shift) dengan jam kerja pukul 06.0018.00 dan shift malam (night shift) dengan jam kerja pukul 18.00-06.00. sedangkan untk pembagian menjadi 3 shift adalah shift pagi yaitu pukul 08.00-16.00, siang yaitu pukul 16.00-00.00 dan malam yaitu pukul 00.00-08.00. Pengaturan shift kerja yang baik adalah dengan pergantian shift yang pendek misal 2-3 hari sekali, tidak terlalu lama apalagi pergantian tiap minggu sekali. Apabila diperlukan shift kerja malam maka ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak pengusaha dan pekerja, seperti : 1. Pergantian shift tidak lama (2-3 hari sekali) 2. Usia pekerja antara 20-50 tahun agar diperoleh kematangan mental yang cukup;
Universitas Sumatera Utara
3. Pekerja tidak menderita penyakit kronis seperti penyakit paru-paru kronis, tekanan darah tinggi, kencing manis, pekerja memiliki penyakit gangguan tidur. 4. Pekerja tidak mengalami gangguan psikososial 5. Lingkungan hidup pekerja tenang 6. Pekerja tidak menderita gangguan lambung maupun memiliki tingkat emosi yang labil 7. Tidak kekurangan gizi, stres dan gangguan jantung 8. Keluarga pekerja yang menunjang. Seyogianya sebelum pekerja dinas malam pekerja telah cukup istirahat/ tidur sehingga berangkat bekerja dalam keadaan segar (Sumakmur, 1996 ). Ketika bekerja shift merupakan keharusan dan kita tidak bisa memilih, maka ada beberapa strategi yang dapat dilakukan agar tetap sehat. Diantaranya adalah usahakan untuk cukup tidur, usahakan agar kualitas tidur kita terjaga. Olahraga teratur juga sangat dianjurkan untuk menjaga daya tahan tubuh. Beberapa teknik relaksasi juga dipercaya akan menurunkan beban mental dan tingkat stress. Pilih teknik relaksasi yang paling mudah seperti mendengarkan musik yang menenangkan, bersosialisasi dengan teman, atau menekuni hobi. Selain itu, tentunya dianjurkan pula untuk mengkonsumsi diet yang sehat. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi kudapan ringan di kalangan para pekerja shift lebih tinggi dari pekerja normal. Selain itu, kualitas dietnya lebih rendah dan cenderung tidak memenuhi syarat gizi yang seimbang. Keluhan yang sering muncul adalah mual, konstipasi, diare, atau menurunnya nafsu makan. Untuk menghindari persoalan gangguan
Universitas Sumatera Utara
pencernaan ini disarankan pada para pekerja shift untuk mengurangi konsumsi garam dan makanan berlemak, menghindari junk food, dan mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang dan baik ( Mardi,2008) 2.3
Pengukuran Kelelahan Pengukuran kelelahan terbagi atas 2 macam yaitu
pengukuran secara
subjektif dan pengukuran secara objektif. Secara objektif dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur untuk mengukur kelelahan kerja antara lain : 1) Pengukuran waktu reaksi Waktu reaksi yang diukur dapat merupakan reaksi sederhana atas rangsangan tunggal atau reaksi-reaksi yang memerlukan koordinasi. Biasanya waktu reaksi adalah jangka waktu pemberian suatu rangsangan sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakannya kegiatan tertentu misalnya :
Nyala lampu sebagai awal dan pijat tombol sebagai akhir jangkauan waktu tertentu
Denting suara dan injak pedal
Sentuhan badan dan pemutaran setir
Prosedur kerja alat Whole Body Reaction Tester (WBRT) WBRT mengukur gerakan lambat, cepat dan reaksinya dengan mengukur waktu yang diperlukan tubuh terhadap cahaya. Waktu reaksi merupakan yang diperlukan tubuh untuk menaggapi suatu rangsangan. Waktu reaksi biasanya sangat cepat kira-kira 150-200 milidetik. Pada WBRT, penghitung digital menggunakan elemen kristal osilasi dan memberikan hasil yang diteliti dari 1 m detik hingga 9,999 detik yang pengukurannya dengan menggunakan kotak respon. Pengukuran Waktu Reaksi
Universitas Sumatera Utara
a.
Hubungkan kotak respon ke tombol reaksi (waktu) pada bagian belakang unit dengan wayar yang tersedia.
b. Pilih 1/1000 detik untuk tahapan waktu Subyek uji diinstruksikkan untuk berdiri diatas lapik reaksi di depan kotak respon, tekan tombol tanda “start”. Apabila subyek uji melihat warna merah, biru atau kuning muncul, maka segera mungkin dia melompat meninggalkan lapik reaksi dan pengatur waktu seketika itu juga akan berhenti. 2) Uji hilangnya kelipan Dengan kelelahan kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan semakin berkurang. Semakin panjang waktu diperlukan untuk jarak antara dua kelipan menujukkan pula kewaspadaan tenaga kerja. 3) Pengamatan tentang koordinasi dan efisiensi gerakan fisik Aneka ragam kegiatan tubuh dan efisienya dapat dinilai seperti : a. Keseimbangan badan ketika berdiri b. Koordinasi mata dan tangan c. Uji akomodasi mata dan tangan d. Kemantapan tangan dan jari 4) Pendekatan dengan kemampuan konsentrasi Kecepatan dan ketelitian untuk menyelesaikan suatu atau serangkaian tugas yang diberikan merupakan determinan dari konsentrasi atau daya pikir yang baik. Pengukuran secara subjektif dilakukan dengan mengukur perasaan lelah dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) (Sitorus, 1999). Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah KAUPK2.
Universitas Sumatera Utara
2. 4 SPBU ( Pertamina, 2009 ) SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) merupakan prasarana umum yang disediakan oleh PT. Pertamina untuk masyarakat luas guna memenuhi kebutuhan bahan bakar. Pada umumnya SPBU menjual bahan bakar sejenis premium, solar, pertamax dan pertamax plus. Pada SPBU harus memenuhi prasarana standar yang wajib yaitu : •
Sarana pemadam kebakaran:
•
Sarana lindungan lingkungan: o
Instalasi pengolahan limbah.
o
Instalasi oil catcher dan well catcher:
Saluran yang digunakan untuk mengalirkan minyak yang tercecer di area SPBU kedalam tempat penampungan.
o
Instalasi sumur pantau:
Sumur pantau dibutuhkan untuk memantau tingkat polusi terhadap air tanah di sekitar bangunan SPBU yang disebabkan oleh kegiatan usaha SPBU.
o •
Saluran bangunan/drainase sesuai dengan pedoman PT. Pertamina.
Sistem Keamanan: o
Memiliki pipa ventilasi tangki pendam;
o
Memiliki ground point/strip tahan karat;
o
Memiliki dinding pembatas/pagar pengaman;
Universitas Sumatera Utara
o •
Terdapat rambu-rambu tanda peringatan.
Sistem Pencahayaan: o
SPBU memiliki lampu penerangan yang menerangi seluruh area dan jalur pengisian BBM;
o
Papan penunjuk SPBU sebaiknya berlampu agar keberadaan SPBU mudah dilihat oleh pengendara.
•
Peralatan dan kelengkapan filling BBM sesuai dengan standar PT. Pertamina berupa: o
Tangki pendam;
o
Pompa;
o
Pulau pompa.
•
Duiker, dibutuhkan sebagai saluran air umum di depan bangunan SPBU
•
Sensor api dan perangkat Pemadam kebakaran
•
Lambang PT. Pertamina
•
Generator
•
Racun Api
•
Fasilitas umum:
•
o
Toilet;
o
Mushola;
o
Lahan parkir.
Instalasi listrik dan air yang memadai
Universitas Sumatera Utara
•
Rambu-rambu standar PT. Pertamina: o
Dilarang merokok;
o
Dilarang menggunakan telepon seluler;
o
Jagalah kebersihan;
o
Tata cara penggunaan alat pemadam kebakaran.
2. 4. 1 Pelaksanaan Operasional SPBU •
Pelaksanaan operasional SPBU harus sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) PT. Pertamina.
•
Perekrutan dan pengadaan karyawan adalah tanggung jawab pemohon, dan para pekerja diwajibkan bekerja sesuai dengan etika kerja standar PT. Pertamina.
2. 4. 2 Bangunan SPBU Berdasarkan Standar PT. Pertamina Bangunan SPBU harus memenuhi beberapa criteria sebagai berikut : •
Desain bangunan harus disesuaikan dengan karakter lingkungan sekitar (contoh: letak pintu masuk, pintu keluar, dan lain-lain);
•
Elemen bangunan yang adaptif terhadap iklim dan lingkungan (sirip penangkal sinar matahari, jendela yang menjorok kedalam, dan penggunaan material dan tekstur yang tepat);
•
Desain bangunan SPBU harus disesuaikan dengan bangunan di lingkungan sekitar yang dominan;
Universitas Sumatera Utara
•
Arsitektur bangunan sarana pendukung harus terintegrasi dengan bangunan utama;
•
Seluruh fasade bangunan harus mengekspresikan detail dan karakter arsitektur yang konsisten;
•
Variasi bentuk dan garis atap yang menarik;
•
Bangunan harus adaptif terhadap panas matahari dan pantulan sinar matahari dengan merancang sirip penangkal sinar matahari dan jalur pejalan kaki/ trotoar yang tertutup dengan atap;
•
Bangunan dibagi-bagi menjadi komponen yang berskala lebih kecil untuk menghindari bentuk massa yang terlalu besar;
•
Panduan untuk kanopi adalah sebagai berikut: o
Integrasi antara kanopi tempat pompa bensin dan bangunan diperbolehkan;
o
Ketinggian ambang kanopi dihitung dari titik terendah kanopi tidak lebih dari 13’9’’. Ketinggian keseluruhan kanopi tidak lebih dari 17’;
o
Ceiling kanopi tidak harus menggunakan bahan yang bertekstur atau flat, tidak diperbolehkan menggunakan material yang mengkilat atau bisa memantulkan cahaya;
Universitas Sumatera Utara
o
Tidak diperbolehkan menggunakan lampu tabung pada warna logo perusahaan.
•
Sirkulasi/jalur masuk dan keluar: o
Jalan keluar masuk mudah untuk berbelok ke tempat pompa dan ke tempat antrian dekat pompa, mudah pula untuk berbelok pada saat keluar dari tempat pompa tanpa terhalang apa-apa dan jarak pandang yang baik bagi pengemudi pada saat kembali memasuki jalan raya;
o
Pintu masuk dan keluar dari SPBU tidak boleh saling bersilangan;
o
Jumlah lajur masuk minimum 2 (dua) lajur;
o
Lajur keluar minimum 3 (tiga) lajur atau sama dengan lajur pengisian BBM;
o
Lebar pintu masuk dan keluar minimal 6
2. 4. 3 Bentuk Kerjasama Dalam Pembangunan SPBU Ada 2 bentuk kerja sama yang di tawarkan yaitu : 1. DODO (Dealer Owned Dealer Operated) adalah SPBU milik swasta, baik lahan, investasi, maupun operasionalnya. 2. CODO (Company Owned Dealer Operate) merupakan SPBU sebagai bentuk kerjasama antara PT. Pertamina dengan pihak-pihak tertentu. Antara lain kerjasama pemanfaatan lahan milik perusahaan ataupun individu untuk di bangun SPBU PT. Pertamina.
Universitas Sumatera Utara
2.4. 4 Klasifikasi SPBU Dalam pembangunan sebuah SPBU, luas minimal lahan tergantung dari letak lahan yang akan dibangun menjadi sebuah SPBU. Apabila lahan yang akan dibangun SPBU terletak dijalan besar/utama, maka luas lahan yang harus dimiliki minimal 2500 m². Sedangkan untuk akses jalan lokal minimal 700 m². SPBU terdiri dari 5 tipe diantaranya adalah tipe A.B.C.D dan E. dimana klasifikasi SPBU tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 2 . Klasifikasi SPBU Komponen Minimal ukuran lahan Minimal lebar muka jalan Jumlah selang Kapasitas Tangki(kl)
Tipe A 2500
Tipe B 1600
Tipe C 1225
Tipe D 900
Tipe E 700
50
40
35
30
20
Min. 26
20-25
16-20
10-16
Max 10
Min.160
Min.140
Min. 100
Min. 80
Min. 60
2.5 Kerangka Konsep Operator Shift • Pagi • Malam
Kelelahan
2.6 Hipotesis Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Ho
: Tidak ada perbedaan kelelahan kerja pada operator SPBU antara shift pagi dan shift malam pada SBPU 14203163 Tanjung Morawa tahun 2009.
Ha
: Terdapat perbedaan kelelahan kerja pada operator SPBU antara shift pagi dan shift malam pada SBPU 14203163 Tanjung Morawa tahun 2009.
Universitas Sumatera Utara