BAB V PEMBAHASAN 5.1 Struktur Pekarangan Dari 9 pekarangan dengan masing-masing 3 pekarangan di setiap bagiannya diketahui bahwa luasan rata-rata pekarangan pada bagian pertama 303 m2, pada bagian ke-dua 198 m2, dan pada bagian ke-tiga 192 m2. Berdasarkan pengelompokan pekarangan menurut luasnya oleh Arifin et. al (2009) rata-rata pekarangan di tiga bagian tersebut tergolong pekarangan sedang. Namun apabila dilihat dari angkanya hal ini menunjukkan adanya penyempitan luasan pekarangan rumah pada bagian pertama (dekat dari sungai), ke-dua (agak jauh dari sungai), dan ke-tiga (jauh dari sungai) yang masing-masing dibangun pada tahun < 1980, 1981-2000, dan pada tahun >2000. Apabila dilihat secara spesifik, kecilnya luasan pekarangan pada bagian ke-tiga disebabkan oleh pekarangan yang terdapat di daerah ini didominasi pekarangan yang tergolong sempit. Pekarangan yang mampu mengundang banyak burung terdapat pada bagian pertama yang masih banyak terdapat koridor hijau di sekitar pekarangan, seperti koridor hijau sungai Ciliwung dan koridor hijau jalan di sekitar Papandayan dan Cikurai yang merupakan tempat burung bersarang dan sebagai tempat berpindahnya burung dari suatu tempat ke tempat lain. Pekarangan bagian ke-dua merupakan pekarangan yang mampu mengundang banyak jenis burung setelah bagian pertama, dengan jarak agak jauh dari sungai Ciliwung, 1500 meter - 1700 meter pada bagian ke-dua ini dekat dengan jalur hijau jalan di sekitar Padjajaran tetapi hanya sedikit jalur hijau jalan yang terdapat pada perumahan bagian ini, sehingga burung-burung sulit untuk berpindah menuju pekarangan. Pekarangan yang paling sedikit mengundang burung terdapat pada pekarangan bagian ke-tiga dengan rata-rata luasan pekarangan terkecil diantara ketiganya, memiliki jarak yang jauh dari sungai Ciliwung dan terdapat sedikit koridor hijau jalan Indraprasta di sekitar pekarangan, pada bagian ini terdapat satu pekarangan yang mampu mengundang 8 jenis burung, yaitu pekarangan ke-9 dengan luas pekarangan 400 m2 yang ditanami dengan tanaman-tanman yang disukai burung, dan lokasi pekarangan ini lebih dekat dari jalur hijau jalan Indraprasta.
Berdasarkan
penjelasan
sebelumnya,
faktor
yang
membedakan
kemampuan pekarangan mengundang burung adalah luas pekarangan, jarak pekarangan dari koridor hijau (koridor hijau jalan dan koridor hijau sungai yang memiliki keragaman hayati tinggi). Pekarangan yang paling dekat dengan koridor hijau sungai dan koridor hijau jalan yang mampu mengundang burung adalah sampel 2 (Gambar 10 dan Gambar 11).
Gambar 10. Bagian depan pekarangan sample 2
Gambar 11. Bagian samping pekarangan sampel 2 Dari Gambar 10 dan Gambar 11 dapat dilihat bahwa pekarangan yang mampu mengundang banyak burung terdapat banyak jenis vegetasi pohon dengan strata yang berbeda-beda pada bagian depan dan samping pekarangan, dan pekarangan tersebut terlihat tertata dengan rapi dan bersih. Tampak pekarangan sampel 2 secara keseluruhan ditunjukkan pada denah pekarangan (Gambar 12).
70
Gambar 12. Denah pekarangan sampel 2
Pekarangan sampel 3 merupakan pekarangan yang mampu mengundang banyak burung setelah pekarangan sampel 2 yang termasuk pekarangan yang dekat dari koridor sungai dan terdapat banyak koridor hijau jalan di sekitar pekarangan. Pada bagian depan pekarangan ini ditanami oleh tanaman kersen (Muntingia calabura L) yang merupakan makanan bagi burung, dan nangka (Artocarpus heterophyllus) sebagai tempat berteduh burung (Gambar 13). Pada bagian samping pekarangan ini terdapat jejeran pohon jambu air (Eugenia equea) bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea), mangga (Mangifera indica), pisang hias (Heliconia american dwarf) yang dijadikan sebagai tempat makan dan tempat bertengger burung. Pekarangan ini juga memiliki banyak pohon dan terlihat tertata dengan rapi (Gambar 14). Tampak pekarangan sampel 3 secara keseluruhan ditunjukkan pada denah pekarangan (Gambar 15).
71
Gambar 13. Bagian depan pekarangan sampel 3
Gambar 14. Bagian samping pekarangan sampel 3
Gambar 15. Denah pekarangan sampel 3 72
Pekarangan yang kurang mampu mengundang banyak burung terletak pada sampel bagian ke-tiga yang merupakan bagian sampel yang sangat jauh dari sungai yaitu pekarangan sampel 7, dengan luasan pekarangan yang kecil, hampir tidak ada jenis vegetasi penghasil buah/ bunga di pekarangan, dan terdapat sedikit jalur hijau jalan di sekitar pekarangan. Pada bagian depan pekarangan terlihat tertata dengan rapi (Gambar 16) sedangkan pada bagian samping pekarangan terlihat kurang tertata dengan rapi (Gambar 17), hal ini disebabkan pemilik rumah merupakan pekerja di luar kota bogor.
Gambar 16. Bagian depan pekarangan sampel 7
Gambar 17. Bagian samping pekarangan sampel 7 Tampak keseluruhan tapak pekarangan sampel 7 dan jenis vegetasi yang ada di pekarangan tersebut ditunjukkan pada denah pekarangan berikut (Gambar 18).
73
Gambar 18. Denah pekarangan sampel 7 Pekarangan lain yang kurang mampu mengundang burung terdapat pada sampel 8 yang terdapat pada bagian sampel ke-tiga dengan luasan pekarangan yang kecil, keragaman jenis vegetasi yang rendah, terdapat sedikit jalur hijau jalan di sekitar pekarangan, dan terlihat kurang tertata dengan rapi baik pada bagian depan pekarangan (Gambar 19) maupun bagian samping pekarangan yang terlihat ditanami oleh pohon-pohon yang dijadikan burung sebagai tempat bermain dan berteduh (Gambar 20).
Gambar 19. Bagian depan pekarangan sampel 8
74
Gambar 20. Bagian depan & samping pekarangan sampel 8 Tampak keseluruhan tapak pekarangan sampel 8 dan jenis vegetasi yang ada di pekarangan tersebut ditunjukkan pada denah pekarangan berikut (Gambar 21).
Gambar 21. Denah pekarangan sampel 8
5.2 Vegetasi Pekarangan Jenis vegetasi yang ditanam di pekarangan pada bagian pertama, ke-dua, dan ke-tiga memiliki perbedaan menurut fungsinya, berdasarkan hasil wawancara kepada pemilik rumah, pekarangan di bagian pertama ditanami dengan vegetasi yang memiliki fungsi estetika, dan vegetasi yang berfungsi sebagai pemasok bahan makanan komplementer bagi rumah tangga, hal ini ditunjukkan dengan pemilihan vegetasi yang secara umum menghasilkan buah, seperti : jambu air (Eugenia equea), mangga (Mangifera indica), durian (Durio zibethinus),
75
rambutan (Nephelium lappaceum), nangka (Artocarpus heterophyllus), kelapa (Cocos nucifera), dan cabai kecil (Capsicum annum). Sedangkan pekarangan di bagian ke-dua dan ke-tiga difungsikan untuk estetika dan ameliorasi iklim mikro yaitu menetralisir suhu udara setempat. Umumnya vegetasi yang ditanam di pekarangan bagian ini pohon-pohon peneduh dan memiliki tajuk yang rimbun yang tidak terlalu intensif perawatannya, seperti: mangga (Mangifera indica), tanjung (Mimusoph elengi), pinus (Pinus mercusii), dan sebagai tanaman estetik secara umum adalah bougenvil (Bougenvillea sp.). Berdasarkan hasil pengamatan, didapat perbedaan rata – rata keragaman vegetasi disetiap bagiannnya. Keragaman vegetasi yang lebih tinggi terdapat di pekarangan bagian pertama, hal ini karena pemilik pekarangan memilih jenis vegetasi yang memiliki nilai estetika dan fungsi sosial, seiring bertambahnya jenis vegetasi yang ada maka keragaman vegetasi juga semakin tinggi. pada bagian pertama memiliki rata-rata jumlah jenis vegetasi 16 jenis dengan rata-rata keragaman vegetasi 1.83 yang didominasi oleh pohon dan herbasius mampu mengundang jenis burung rata-rata 9 jenis. Bagian ke-dua memiliki rata-rata jumlah jenis vegetasi 12 jenis dengan rata-rata keragaman vegetasi 1.38 yang didominasi oleh pohon mampu mengundang jenis burung rata-rata 8 jenis. Bagian ke-tiga memiliki rata-rata jumlah jenis vegetasi 9 jenis dengan rata-rata keragaman vegetasi 1.05 yang didominasi oleh pohon mampu mengundang jenis burung rata-rata 6 jenis (Tabel 17). Tabel 17. Jumlah Jenis Vegetasi Pekarangan dan Jumlah Jenis Burung No.
Luas 2
Jenis
H’ Vege-
Pohon
Semak
Perdu
Herba-
Jenis
Pek
(m )
Vegetasi
1
100
11
2.35
1
-
-
10
-
6
2
475
22
1.32
11
3
4
2
2
11
3
335
15
1.82
6
3
2
3
1
10
4
100
9
1.68
7
-
-
1
1
8
5
300 195
18
1.31
9
3
1
3
2
11
9
1.16
7
-
1
-
1
5
6
tasi
sius
Rumput
Burung
76
Lanjutan Tabel 17. H’
No.
Luas
Jenis
Pek
(m2)
Vegetasi
7
100
8
0.66
5
-
1
1
1
4
8
75
5
1.49
4
-
1
-
-
5
9
400
13
0.99
7
-
1
3
2
8
Vege-
Pohon
Semak
Perdu
Herba-
tasi
sius
Rumput
Jenis Burung
Dari penjelasan dan tabel di atas bila dilihat dari setiap bagian pekarangan, selain keberadaan pekarangan yang dekat dengan jalur hijau, baik jalur hijau sungai maupun jalur hijau jalan, luasan pekarangan, nilai indeks keragaman vegetasi dan jumlah jenis vegetasi yang didominasi oleh vegetasi pohon menentukan banyaknya burung yang datang ke pekarangan. 5.3 Jenis Burung pada Vegetasi Pekarangan Secara umum jenis burung yang ditemukan hampir di setiap pekarangan adalah burung gereja erasia (Passer montanus), burung ini biasanya tinggal di bawah genteng rumah yang tinggi dan sering bertengger pada tanaman bambu dan rambutan. Beberapa orang tidak terlalu menginginkan keberadaan burung ini karena kotorannya yang selalu membuat kotor dinding dan atap rumah. Jenis burung yang sudah mulai berkurang populasinya adalah merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier) dan cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), jenis burung ini memiliki kesamaan bentuk yang membedakannya adalah suara dan warna kepalanya, pada Pycnonotus aurigaster terdapat warna hitam di bagian kepala atas, sedangkan Pycnonotus goiavier berwarna coklat keputihan. Jenis burung ini sangat disukai sebagian masyarakat karena suaranya yang berisik tetapi berirama, burung ini biasanya bertengger di pohon tinggi seperti cemara norflok (Araucaria heterophylla), rambutan (Nephelium lappaceum), dan pohon tinggi lainnya. Burung ini biasanya memakan buah kecil seperti buah kersen dan buah pinang hutan yang kecil dan berwarna merah. Kersen (Muntingia calabura), jambu air (Eugenia equea), dan pinang hutan (Pinanga kuhlii) merupakan vegetasi yang mampu mengundang banyak jenis burung, karena selain sebagai bahan makanan, vegetasi ini juga sering dijadikan burung sebagai tempat berteduh dari teriknya matahari, tempat bertengger, dan tempat bermain.
77
Jenis burung kecil seperti: kacamata biasa (Zosterops palpebrosus), burung madu sriganti (Nectarinia jugularis), cinenen (Orthotomus sp.) merupakan jenis burung pemakan madu, burung-burung ini biasanya banyak ditemukan di tanaman bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea Linn), kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis), pisang hias (Heliconia sp.), dan jambu air (Eugenia equea). Namun berbeda halnya dengan jenis cinenen (Orthotomus sp.) yang tidak hanya memakan madu dari bunga tetapi juga memakan buah kecil seperti yang dimakan oleh burung jenis Pycnonotus yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada umumnya, jenis burung kecil yang berada di pekarangan merupakan pemakan madu maupun pemakan buah kecil, berbeda dengan jenis burung cipoh kacat (Aegithina tiphia), burung ini memakan ulat yang berada di ranting maupun di daun pohon rambutan, burung ini juga merupakan salah satu burung yang sudah jarang di kota bogor karena dari sembilan sample pekarangan yang ada, ditemukan hanya di satu pekarangan saja, yaitu di pekarangan ke-dua. Vegetasi yang ada di sekitar pekarangan sebagai tempat bersarangnya burung ini tidak diketahui dan uniknya burung ini selama pengamatan hanya ditemukan di pohon rambutan dan hanya pada waktu pagi hari antara pukul 06.00 sampai pukul 07.30 wib. 5.4 Strategi Pengelolaan Vegetasi Pekarangan Untuk Habitat Satwa Burung Penentuan strategi pengelolaan konservasi keragaman jenis tanaman untuk habitat satwa burung di pekarangan dilakukan dengan analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan cara dalam menentukan strategi dengan menganalisis faktor internal dan faktor eksternal yang ada pada setiap sample pekarangan. Faktor internal terdiri dari kekuatan (strength), kelemahan (weakness), sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang (opportunity) dan ancaman (threat). 5.4.1 Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman a)
Kekuatan (Strenght)
- Strata vegetasi di pekarangan Setiap pekarangan memiliki keragaman strata dan jenis vegetasi yang bermacam-macam, selain fungsinya sebagai estetika, dan membuat kenyamanan bagi penggunanya, sebagian vegetasi juga mampu mengundang burung untuk hadir di pekarangan dan menjadikan sebagai habitatnya terutama untuk mencari
78
makan. Keragaman strata jenis vegetasi menentukan jumlah dan jenis burung yang datang ke pekarangan. - Struktur pekarangan Besar kecilnya luas pekarangan merupakan salah satu faktor yang penting untuk menentukan banyaknya jumlah jenis vegetasi (pohon) yang akan diatur untuk menciptakan suatu pekarangan yang mampu mengundang burung dan menghasilkan estetika. Pekarangan yang luas apabila dikelola dengan baik akan lebih banyak menghasilkan keragaman dan jenis vegetasi terutama pohon untuk mengundang burung dibandingkan dengan pekarangan yang sempit. b) Kelemahan (Weakness) - Kurangnya pengelolaan pekarangan Jarang dijumpai pemilik pekarangan yang benar-benar peduli dan merawat pekarangannya. Kebanyakan pemilik pekarangan yang menetap di bogor merupakan pekerja di luar kota bogor sehingga tidak mempunyai waktu untuk merawat pekarangannya. Adapun pemilik yang merawat pekarangannya merupakan golongan lansia sehingga mereka melakukannya sesuai dengan kemampuan mereka yang sudah mulai berkurang. - Pemilihan jenis vegetasi Banyaknya vegetasi di pekarangan memang sangat baik untuk kenyamanan pemilik maupun pengguna dan untuk mengundang satwa burung ke pekarangan, namun banyak dijumpai bahwa pemilik tidak terlalu mementingkan pemilihan jenis vegetasi yang seharusnya ditanam di pekarangan agar dapat berfungsi secara maksimal, baik secara estetis, kenyamanan, dan sebagai habitat satwa burung di pekarangan tersebut. c) Peluang (Opportunity) - Ruang terbuka hijau kota yang semakin sempit Ruang terbuka hijau kota di kota bogor yang mampu mendukung habitat satwa burung sudah mulai berkurang, oleh karena itu salah satu alternatif untuk menjaga hal tersebut adalah memanfaatkan pengelolaan yang baik dan benar pada pekarangan agar dapat menjaga habitat burung. Dengan ini maka secara tidak langsung burung-burung akan berdatangan ke pekarangan tanpa diburu dengan secara kasar.
79
d) Ancaman (Threat) - Hilangnya atau menurunnya koridor hijau kota Koridor hijau kota merupakan salah satu akses perpindahan burung dari satu tempat ke tempat lain, selain sebagai tempat bersarang bagi burung. Pada saat ini koridor tersebut semakin hilang akibat adanya pengalihan fungsi menjadi ruang terbuka terbangun tanpa memperhatikan ruang terbuka hijaunya. Contoh, pembangunan jalan raya pada saat ini tidak memperhatikan ruang terbuka hijaunya yang berada di tepi jalan. - Penangkapan burung Tingginya harga jual satwa burung menjadikan sebagian besar masyarakat setempat untuk berburu burung-burung yang unik dan indah kemudian di jual ke pasar atau di jual kepada orang-orang yang telah memesannya. Menurut pengakuan warga setempat, penangkapan burung dilakukan pada malam hari dengan cara mengambil sarangnya yang terdapat di pohon-pohon tepi sungai. Hal ini juga merupakan salah satu faktor yang membuat suatu jenis burung menjadi langka dan punah. 5.4.2
Penentuan Nilai Faktor Internal dan Eksternal Setiap faktor memiliki tingkat kepentingan dan nilai tersendiri begitu juga
dengan setiap faktor internal dan eksternal memiliki nilai berdasarkan tingkat kepentingannya untuk memudahkan dalam menentukan strategi yang tepat, dari pengamatan disusun 4 faktor strategis internal yang terdiri atas 2 faktor kekuatan (strength) dan 2 faktor kelemahan (weakness). Berdasarkan tingkat kekuatannya keragaman vegetasi di pekarangan, dan luas pekarangan merupakan kekuatan yang besar pada faktor kekuatan. Selanjutnya, pemilihan jenis vegetasi dan kurangnya pengelolaan terhadap pekarangan merupakan kelemahan yang berarti (Tabel 18). Tabel 18. Tingkat Kepentingan Faktor Internal Pekarangan Simbol Faktor Kekuatan (Strength) S1
S2
Keragaman strata vegetasi di pekarangan Struktur pekarangan
Tingkat Kepentingan Kekuatan yang paling besar
Kekuatan yang besar
80
Lanjutan Tabel 18. Simbol Faktor Kelemahan (Weakness)
Tingkat Kepentingan
W1
Pemilihan jenis vegetasi
Kelemahan yang sangat berarti
W2
Kurangnya pengelolaan pekarangan
Kelemahan yang cukup berarti
Untuk faktor strategis eksternal disusun 5 faktor yang terdiri dari 1 faktor peluang (opportunity) dan 4 faktor ancaman (threat). Berdasarkan tingkat kepentingannya, ruang terbuka hijau kota yang semakin sempit merupakan peluang yang sangat penting pada faktor peluang. Selanjutnya pada faktor ancaman, terdapat hilangnya atau menurunnya koridor hijau kota, dan penangkapan burung merupakan ancaman yang besar (Tabel 19). Tabel 19. Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal Pekarangan Simbol
Faktor Peluang (Oportunity)
Tingkat Kepentingan
O1
Ruang terbuka hijau kota yang semakin sempit
Peluang yang sangat tinggi
Simbol
Faktor Ancaman (Threats)
Tingkat Kepentingan
T1
Hilangnya atau menurunnya koridor hijau Ancaman yang sangat
T3
kota
besar
Penangkapan burung
Ancaman yang besar
5.4.3. Pembuatan Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Matriks External Factor Evaluation (EFE) Setelah diperoleh nilai kepentingan dari faktor strategis intenal dan eksternal, tahap berikutnya adalah memberikan bobot penilaian dari setiap variabel yang digabungkan. Penilaian bobot ditentukan dengan pemberian skala 1 sampai dengan 4 (Tabel 20 dan Tabel 21). Nilai dari pembobotan dikalikan dengan peringkat pada setiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan (David, 2008 yang disitasi Rangkuti, 2009). Tabel 20. Pembobotan Faktor Internal Simbol
S1
S1 S2
4
S2
W1
W2
Total
Bobot
1
2
1
4
0.148
3
1
8
0.296
81
Lanjutan Tabel 20. Simbol
S1
S2
W1
2
1
W2
4
3
W1
W2
Total
Bobot
1
4
0.148
11
0.407
27
1
4
Total Tabel 21. Pembobotan Faktor Eksternal Simbol
O1
T1
T2
Total
Bobot
2
1
3
0.25
1
3
0.25
6
0.5
12
1
O1 T1
2
T2
4
2
Total Tabel 22. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Faktor Strategis Internal
Bobot
Rating
Skoring
0.148
4
0.592
0.296
3
0.888
Pemilihan jenis vegetasi
0.148
1
0.148
Kurangnya pengelolaan pekarangan
0.407
3
1.221
1
10
2.849
Kekuatan Keragaman strata vegetasi di pekarangan Luas pekarangan Kelemahan
Total
Tabel 23. Matriks External Factor Evaluation (EFE) Faktor Strategis Eksternal
Bobot
Rating
Skoring
Ruang terbuka hijau kota yang semakin sempit
0.25
4
1
Hilangnya atau menurunnya koridor hijau kota
0.25
1
0.25
Penangkapan burung
0.5
2
1
1
7
2.25
Peluang Ancaman
Total
Dari tabel IFE dan EFE di atas menunjukkan bahwa faktor strategis internal memiliki total rating 10 dengan jumlah skor faktor 2.85, sedangkan faktor
82
strategis eksternal memiliki total rating 7 dengan jumlah skor 2.25. Selanjutnya nilai tersebut dipetakan ke matriks internal-eksternal untuk mengetahui orientasi strategi yang akan dilakukan selanjutnya (Gambar 22).
Gambar 22. Orientasi strategi berdasarkan matriks Internal-Eksternal Setelah disesuaikan pada matriks IE (Internal – Eksternal) pertemuan antara hasil skor faktor internal (IFE- Internal Factor Evaluation) dan hasil skor eksternal (EFE- External Factor Evaluation) berada pada kolom V, yaitu berorientasi strategi untuk mempertahankan dan pemeliharaan (hold and maintain), dengan kata lain strategi yang disusun adalah mempertahankan keberadaan vegetasi di pekarangan untuk memelihara habitat satwa burung.
5.5 Matriks SWOT Setelah melakukan identifikasi faktor internal dan eksternal, kemudian dianalisis kembali ke dalam matriks SWOT untuk mengetahui beberapa alternatif strategi sehingga kekuatan dan peluang dapat ditingkatkan serta kelemahan dan ancaman dapat diatasi untuk mempertahankan keberadaan vegetasi di pekarangan untuk memelihara habitat satwa burung (Tabel 24).
83
Tabel 24. Matriks SWOT Internal
Kekuatan (Strength) 1. Keragaman strata
1. Pemilihan jenis
vegetasi di pekarangan 2. Struktur pekarangan
Eksternal
Kelemahan (Weakness)
vegetasi 2. Kurangnya pengelolaan pekarangan
Peluang (Opportunity) 1. Ruang terbuka hijau
Strategi SO
Strategi WO
1. Mempertahankan
1. Penataan penanaman
kota yang semakin
vegetasi yang ada di
dan pemilihan jenis
sempit
pekarangan
vegetasi sebagai habitat satwa burung
Ancaman (Threat) 1. Hilang atau
Strategi ST
Strategi WT
1. Menggunakan tanaman 1. Menghindari
menurunnya koridor
perdu dan semak yang
penggunaan pagar
hijau kota
mampu mengundang
tembok dan diganti
burung. (S1,S2;T1)
dengan pagar tanaman.
2. Penangkapan burung
2. Menggunakan pohon
(W1;T2,T1)
tinggi di batas area pekarangan yang berfungsi sebagai border dan habitat satwa burung. (S1; T2)
5.5.1
Penentuan Peringkat Alternatif Strategi Penentuan prioritas dari strategi yang dihasilkan dilakukan dengan
memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Jumlah dari skor pembobotan akan menetukan rangking prioritas strategi (Tabel 25). Jumlah skor ini diperoleh dari penjumlahan semua skor di setiap faktor-faktor strategis yang terkait. Perangkingan ini dilakukan secara subjektif dimana strategi akan berupa usaha memaksimumkan
kekuatan
(strength)
dan
peluang
(opportunity)
serta
meminimumkan ancaman (threat) dan kelemahan (weakness).
84
Tabel 25. Penentuan Peringkat Alternatif Strategi dari Matriks SWOT Keterkaitan Alternatif Strategi
dengan
Skor
Rank
S1,S2,O1
2.48
1
W1,W2,O1
2.37
2
S1,S2,T1
1.73
3
S1, T2
1.59
4
W1,T2,T1
1.39
5
Unsur SWOT
Mempertahankan vegetasi yang ada di pekarangan Penataan penanaman dan pemilihan jenis vegetasi sebagai habitat satwa burung Menggunakan tanaman perdu dan semak yang mampu mengundang burung Menggunakan pohon tinggi di batas area pekarangan yang berfungsi sebagai border dan habitat satwa burung Menghindari penggunaan pagar tembok dan diganti dengan pagar tanaman
Dari tabel di atas dapat dilihat urutan perangkingan strategi alternatif merupakan prioritas dari strategi alternatif tersebut. Prioritas pertama adalah mempertahankan vegetasi yang ada di pekarangan untuk mengundang burung dengan skor 2.48 dengan kata lain bagi pekarangan yang banyak mengundang burung seharusnya dipertahankan vegetasinya. Sama halnya dengan pekarangan yang sedikit mengundang burung, bukan menebang vegetasi yang ada tetapi melakukan strategi alternatif ke-dua. Strategi alternatif ke-dua untuk mengundang burung ke pekarangan adalah penataan penanaman dan pemilihan jenis vegetasi sebagai habitat satwa burung dengan skor 2.37 dengan kata lain vegetasi yang ada di pekarangan dari awal harus benar-benar diatur atau ditata. Pada pekarangan yang sedikit mengundang burung bisa mengatur dan memilih jenis vegetasi yang sesuai ataupun yang disukai oleh burung agar bisa lebih banyak mengundang burung, seperti pemilihan vegetasi yang digunakan burung sebagai tempat makan, tempat bermain, berteduh, kawin dan bersarang.
85
Strategi alternatif ke-tiga adalah adalah menggunakan tanaman perdu dan semak yang mampu mengundang burung. Strategi alternatif ini secara khusus untuk pekarangan perumahan pada saat sekarang ini, atau dengan kata lain perumahan minimalis yang memiliki pekarangan sempit. Pada pekarangan sempit dapat ditanam tanaman perdu dan semak untuk mengundang burung ke pekarangan. Tetapi tidak mengurangi kemungkinan pada pekarangan sedang ataupun pekarangan luas, tanaman ini juga diperlukan untuk meningkatkan keragaman vegetasi pekarangan. Strategi alternatif ke-empat menggunakan pohon tinggi di batas area pekarangan yang berfungsi sebagai border dan habitat satwa burung. Penggunaan pohon tinggi sangat banyak manfaatnya, selain sebagai tempat berteduh dan ameliorasi iklim, dan pembatas pekarangan, pohon tinggi juga dapat berfungsi sebagai habitat satwa, terutama tempat sangkar burung. Biasanya burung membuat sangkarnya di pohon yang tinggi agar jauh dari jangkauan manusia. Pohon tinggi juga bisa dijadikan sebagai jalur hijau untuk transmigrasi burung dari satu tempat ke tempat lain apabila ditanam dengan secara massal. Strategi alternatif ke-lima adalah menghindari penggunaan pagar tembok dan diganti dengan pagar tanaman. Strategi alternatif ini juga dikhususkan bagi perumahan yang memiliki pekarangan sempit untuk meningkatkan keragaman vegetasi pekarangan. Penggunaan vegetasi sebagai pagar rumah di pekarangan hanya sebagai vegetasi tambahan untuk meningkatkan keragaman vegetasi pekarangan dan dapat membuat secara visual pekarangan menjadi lebih luas dibandingkan dengan penggunaan pagar dengan tembok. Penggunaan vegetasi ini saja belum tentu bisa mengundang burung ke pekarangan, oleh karena itu dibutuhkan pemilihan vegetasi yang disukai burung seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan dilakukan pada pekarangan sedang dan besar.
86