BAB V MASALAH PENCEMARAN A. Pencemaran Udara 1. Pengertian Dasar Pencemaran Udara Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yan cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang. Bila keadaan seperti tersebut terjadi, maka udara dikatakan telah tercemar! Kenyamanan hidup terganggu! Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udara adalah juga atmosfir yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan di dunia ini. Dalam udara terdapat oksigen (O2) untuk bernafas, karbondioksida untuk proses fotosintesis oleh khlorofil daun dan ozon (O3) untuk menahan sinar ultra violet. Susunan (komposisi) udara bersih dan kering, kira-kira tersusun oleh: Nitrogen
(N2)
= 78,09 % volume
Oksigen
(O2)
= 21,94 % volume
Argon
(Ar)
= 0,93 % volume
Karbon dioksida
(CO2)
=
0,032 % volume
Gas-gas lain yang terdapat dalam udara antara lain gas-gas mulia, nitrogen oksida, hydrogen, methane, belerang dioksida, amonia dan lain-lain. Susunan udara bersih dan kering secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Apabila susunan udara mengalami perubahan dari susunan keadaan normal seperti tersebut di atas dan kemudian mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang, maka berartiudara telah tercemar. 2. Penyebab Pencemaran Udara Pembangunan yang berkembang pesat dewasa ini, khususnya dalam industry dan teknologi, serta meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan
bahan bakar fosil (minyak) menyebabkan udara yang kita hirup di sekitar kita menjadi tercemar oleh gas-gas buangan hasil pembakaran. Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu: a.
Karena faktor internal (secara alamiah), contoh: 1. Debu yang beterbangan akibat tiupan angina. 2. Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik. 3. Proses pembusukan sampah organik, dll.
b.
Karena faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh: 1. Hasil pembakaran bahan bakar fosil. 2. Debu/serbuk dari kegiatan industri. 3. Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara. Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari
satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya. Kecepatan penyebaran ini sudah barang tentu akan tergantung pada keadaan geografi dan meteorologi setempat. Udara bersih yang kita hirup merupakan gas yang tidak tampak, tidak berbau, tidak berwarna maupun berasa. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih sudah sulit diperoleh, terutama di kota-kota besar yang banyak industrinya dan padat lalulintasnya. Udara yang tercemar dapat merusak lingkungan dan kehidupan manusia. Terjadinya kerusakan lingkungan berarti berkurangnya (rusaknya) daya dukung alam yang selanjutnya akan mengurangi kualitas hidup manusia. Di negara-negara industri banyak dijumpai kasusu penyakit yang erat kaitannya dengan pencemaran udara dan pencemaran-pencemaran lainnya. 3. Pemakaian Bahan Bakar Fosil Dampak pencemaran lingkungan sebenarnya tidak semata-mata disebabkan oleh karena kegiatan industri dan teknologi saja, namun juga disebabkan oleh faktor lain yang menunjang kegiatan tersebut. Faktor penunjang kegiatan industri dan teknologi adalah: 1. Faktor Penyedia Daya Listrik. 2. Faktor Transportasi.
Mudah dipahami bahwa suatu kegiatan industri dan teknologi pasti akan membutuhkan tersedianya daya listrik, baik daya listrik yang terpusatkan milik pemerintah (PLN), maupun daya listrik yang dihasilkan oleh pihak industri (pabrik) itu sendiri. Demikian pula mengenai transportasi yang sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan industri dan teknologi. Transportasi diperlukan untuk mengangkut bahan baku dari daerah pertambangan ke tempat industri (pabrik) untuk diolah lebih lanjut menjadi bahan jadi (produk). Selanjutnya dengan transportasi pula produk yang dihasilkan dibawa ke pemakai. Faktor penyedia daya listrik dan faktor transportasi, keduanya adalah penyerap terbesar pemakaian bahan bakar fosil, bai berupa batubara maupun minyak bumi. Sebagai perkecualian yang tidak menggunakan bahan bakar fosil adalah Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA), Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB), Pusat Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Sejalan dengan kemajuan dalam bidang industri dan teknologi yang sangat membutuhkan banyak energi, produksi bahan bakar fosil dari tahun ke tahun terus meningkat. Meningkatnya produksi bahan bakar fosil dapat diartikan sebagai berikut: a. Berkurangnya daya dukung alam, karena kekayaan alamnya diambil manusia. b. Meluasnya dampak pencemaran lingkungan, terutaman pencemaran udara. Sebagai gambaran bahwa produksi bahan bakar fosil meningkat dari tahun ke tahun, terutama di Indonesia, data yang diperoleh dari Departemen Pertambangan dan Energi yang terlihat pada Tabel 2 dapat dilihat sebagai acuan. Kenaikan produksi bahan bakar fosil seperti tersebut pada Tabel 2 digunakan pada banyak sektor penunjang kegiatan industri dan teknologi. Dari kebutuhan akan listrik yang makin meningkat juga menunjukkan makin banyaknya bahan bakar fosil yang digunakan (dibakar) untuk menghasilkan energi listrik. Kebutuhan akan listrik yang makin meningkat di Indonesia, seiring dengan kemajuan pembangunan di segala bidang, terutama pada bidang industri dan teknologi. Kenaikan pemakaian bahan bakar fosil menunjukkan bahwa pencemaran udara juga naik. Dari bermacam-macam bentuk pencemaran udara, sebagian besar (kira-
kira 75%) berasal dari pemakaian bahan bakar fosil, sedangkan sisanya berasal dari sumber pencemaran lainnya. 4. Komponen Pencemar Udara Udara di daerah perkotaan yang mempunyai banyak kegiatan industri dan teknologi serta lalu-lintas yang padat, udaranya relatif sudah tidak bersih lagi. Udara di daerah industri kotor terkena bermacam-macam pencemar. Dari beberapa macam komponen pencemar udara, maka yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara adalah komponen-komponen berikut ini: 1. Karbon Monoksida
(CO)
2. Nitrogen Oksida
(NOx)
3. Belerang Oksida
(SOx)
4. Hidro Karbon
(HC)
5. Partikel
(Particulate), dan lain-lain.
Komponen pencemar udara tersebut di atas bias mencemari udara secara sendiri-sendiri, atau dapat pula mencemari udara secara bersama-sama. Jumlah komponen pencemar udara tergantung pada pencemaran udara di Amerika Serikat. Data ini diperoleh dari hasil pengukuran pada tahun 1968. Sumber Pencemaran Transportasi Industri Pembuangan Sampah Pembakarana Stationer Lain-lain
Jumlah komponen pencemar, juta ton/tahun CO
NOx
SOx
HC
Part.
Total
63,8
8,1
0,8
16,6
1,2
90,5
9,7
0,2
7,3
4,6
7,5
29,3
7,8
0,6
0,1
1,6
1,1
11,2
1,9
10,0
24,4
0,7
8,9
45,9
16,9
1,7
0,6
8,5
9,6
37,3
Tabel 1: Sumber Pencemar Udara di AS tahun 1968 Sumber pencemar udara di Indonesia pada saat ini masih terus diteliti. Akan tetapi kalau dilihat presentase komponen pencemar udara dari sumber pencemar transportasi, seperti terlihat pada tabel di atas, mungkin data tersebut dapat diolah dari data di atas karena sama-sama menggunakan bahan bakar fosil. Perkiraan presentase komponen pencemar udara di Indonesia dari sumber pencemar transportasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Perkiraan presentase tersebut di atas dengan anggapan bahwa gas buangan dari hasil pembakaran yang keluar dari corong knalpot kendaraan transportasi memenuhi persyaratan teknis pembakaran yang benar. Apabila gas buangan yang keluar dari knalpot kendaraan berupa asap tebal berwarna hitam maka tentu saja presentase HC dan partikelnya akan jauh lebih besar dari perkiraan data tersebut di atas. Termodinamika dan Kinetika Pencemaran Udara Pencemaran udara seringkali tidak dapat ditangkap oleh pancaindera kita. Walaupun tidak dapat ditangkap panca indera, namun potensi bahayanya tetap saja ada! Kalau pancaindera kita dapat menangkap bentuk pencemar udara maka tentu bentuk pencemaran udara yang terjadi sangat “mengerikan” atau sudah sangat parah. Sebagai contoh, misalnya indera penglihatan (mata) kita dapat melihat gas buangan hasil pembakaran berbentuk asap tebal berwarna hitam, berarti komponen partikel di dalam asap tersebut sangatlah banyak. Seandainya indera penciuman kita dapat mencium bau pencemaran udara atau bahkan merasa sesak pada dada akibat mencium gas tersebut maka hal itu berarti tingkat pencemaran udara sudah tinggi dan mungkin saja sudah menjadi racun yang dapat mematikan. Komponen Pencemar
Presentase
CO
70,50%
NOx
8,89%
SOx
0,88%
HC
18,34%
Partikel
1,33%
Total
100%
Tabel 2 :Perkiraan presentase komponen pencemar udara dari sumber pencemar transportasi di Indonesia Kalau indera perasa (tangan) dapat merasakan pencemaran udara, misalnya terasa adanya butir-butir minyak atau bentuk partikel yang lain, maka hal itu berarti komponen pencemar udara banyak mengandung Hidrokarbon (HC) dan partikel. Termodinamika Kinerja Pencemaran UdaraPada bagian ini akan dibahas bagaimana mengukur atau menentukan tingkat pencemaran udara dengan tidak berdasarkan pada kemampuan panca indera, namun berdasarkan kekayaan yang tersembunyi pada komponen sosial seperti yang telah disinggung pada bab terdahulu, yaitu dengan
menggunakan akal-pikiran. Akal-pikiran yang dimaksudkan disini adalah pemanfaatan Ilmu Termodinamika dalam menghitung atau menentukan pencemaran udara. Sebagian besar pencemar udara (sekitar 75%) berasal dari gas buangan hasil pembakaran bahan bakar fosil. Presentase komponen pencemar udara yang keluar dari hasil pembakaran tersebut tergantung dari sumber bahan bakarnya. Bahan bakar minyak adalah campuran senyawa hidrokarbon yang komposisinya bervariasi tergantung asal sumber (tambang) minyak tersebut akan tetapi yang paling banyak terkandung di dalam bahan bakar minyak adalah hidrokarbon jenuh. Belerang juga terdapat dalam bahan bakar minyak. Bahan bakar minyak yang baik adalah yang mengandung sedikit belerang. Minyak yang mengandung/berkadar belerang rendah sering disebut sebagai sweet. Nama Gas
Rumus Molekul
Mole %
Metana
CH4
86,02%
Etana
C2H6
7,70%
Propana
C3H6
4,26%
Isobutana
C4H10
0,57%
n – butane
C4H10
0,87%
Pentana
C5H12
0,25%
Heksana
C6H14
0,33% 100,00%
Tabel 3: Susunan gas alam dalam % mole Gas alam saat ini juga banyak digunakan sebagai bahan bakar yang dianggap relatif lebih bersih dibandingkan dengan batubara atau minyak. Gas alam merupakan campuran senyawa alifatik ringan yang sebagian besar berupa metana (CH4), sekitar 80-90%, kemudian etana (C2H6), sekitar 5-10%, dan sisanya adalah propane (C3H8), dan lain-lain. Presentase susunan gas alam tergantung pada sumber penambangannya. Namun pada umumnya gas alam tersusun dari campuran gas-gas seperti terdapat pada tabel 3 Reaksi Pembakaran Reaksi pembakaran adalah reaksi suatu senyawa (dalam hal ini bahan bakar fosil) dengan oksigen (O2). Namun karena oksigen yang terdapat dalam udara juga mengandung nitrogen, maka reaksi pembakaran disini juga melibatkan nitrogen (N 2).
Perbandingan nitrogen dan oksigen di udara sekitar 78% berbanding 21%, sisanya adalah unsur-unsur lain (lihat susunan udara bersih kersing pada apendiks). Bahan bakar mobil yang secara umum disebut bensin adalah senywaw hidrokarbon yang kandungan oktana atau isooktananya tinggi. Senyawa oktana adalah senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai patokan untuk menentukan kualitas bahan bakar (bensin) yang dikenal dengan istilah angka oktana. Dalam pengertian ini bahan bakar (bensin) dibandingkan dengan campuran isooktana atau 2,2,4 trimetil pentane dengan heptane. Pada penemuan pertama kali (tahun 1927), isooktana dianggap sebagai bahan bakar yang paling baik, karena hanya pada kompresi saja isooktana memberikan bunyi ketukan pada mesin mobil (knocking atau ping). Sebaliknya, heptane dianggap sebagai bahan bakar yang paling buruk. Rumus molekul kedua senyawa tersebut adalah: Angka oktana 100, artinya bahan bakar (bensin) tersebut setara dengan isooktana murni. Angka oktana 80, artinya bensin tersebut merupakan campuran 80% isooktana dan 20% heptane. Untuk mengurangi ketukan atau menaikkan angka oktana, bahan bakar dapat juga diberi bahan tambahan (aditif). Bahan aditif tersebut sering pula disebut dengan senyawa anti ketukan (anti knocking compound). Senyawa anti ketukan pertama kali ditemukan oleh Thomas Midgley dan Boyd pada tahun 1922, berupa TEL (Tetra Ethyl Lead): (CH3CH2)4Pb. Bahan aditif baru adalah ethyl fluid yang merupakan campuran dari: 65%
TEL
25%
1,2 dibromo etana (BrCH2CH2Br)
10%
1,2 dikhloro etana (ClCH2CH2Cl)
Hidrokarbon yang telah terhalogenkan ini (setelah diberi ethyl fluid) menyebabkan timbal (Pb) akan diubah menjadi timbal dibromide yang relatif mudah menguap sehingga mudah keluar dari silinder mesin mobil melalui knalpot. Benzena dan alkohol dapat juga ditambahkan ke dalam bahan bakar (bensin) untuk menaikkan angka oktana. Selain itu dikenal pula bahan bakar gasohol yang merupakan campuran 90% bensin dan 10% alkohol. Gasohol mempunyai angka oktana yang lebih
tinggi dibandingkan dengan bensin biasa. Pada saat ini sudah mulai dipakai bahan bakar gas yang hasil pembakarannya relatif sempurna dan bersih. Dalam pembakaran bensin (dianggap terdiri atas oktana murni) di dalam mesin mobil terjadi reaksi kimia sebagai berikut: C8H18 + 12,5 O2 + 12,5 (3,76) N2 8 CO2 + 9H2O + 47 N2 Bila reaksi yang terjadi seperti tersebut di atas, maka reaksi pembakarannya disebut proses pembakaran yang stoikiometris di mana semua atom oksigen bereaksi sempurna dengan bahan bakar. Berdasarkan persamaan reaksi di atas bisa ditentukan berapa perbandingan kebutuhan udara yang tepat untuk bahan bakar yang ada, atau “udara/bahan bakar” yang disingkat UPB. Kalau jumlah mol adalah N, maka: UPB
= N udara/N bahan bakar = [ 12,5 + 3,76 (12,5) ] / 1
UPB
= 59, 5 mol udara/mol bahan bakar.
Bila UPB tersebut didasarkan pada perhitungan berat diperoleh hasil: UPB
= 59,5 (28,95) / 1 (114) = 15 bagian udara / bagian bahan bakar.
Harga UPB = 15 adalah khusus untuk digunakan dalam perhitungan pembakaran hidrokarbon. Jadi kalau kita punya 1 kg bahan bakar maka udara yang diperlukan untuk pembakaran adalah 15 kg udara. Apabila jumlah kendaraan bermotor (mobil,sepeda motor, dll) yang terdapat disuatu kota (atau negara) jumlahnya diketahui dan rata-rata pemakaian bahan bakarnya diketahui, maka jumlah gas buangan hasil pembakaran yang dilepaskan ke udara per hari dapat dihitung. Kalau hasil pembakarannya tidak sempurna dan dianggap 1% dari hasil pembakaran berupa pencemar udara, maka jumlah pencemar udara yang dilepaskan ke udara per hari dapat diperkirakan. Anggapan bahwa 1% akan menjadi pencemar udara adalah terlalu baik. Kenyatannya jauh lebih besar dari angka tersebut karena penetapan presentase pencemar udara dari gas buangan hasil pembakaran kendaraan bermotor yang keluar dari knalpot belum ditentukan. Reaksi pembakaran yang stoikiometris seperti tersebut di atas secara teoritis dapat terjadi, namun dalam kenyataannya reaksi yang terjadi tidak hanya menghasilkan CO 2
dan H2O saja. Hasil-hasil reaksi lainnya antara lain H, C, CO, NH3, NO, NO2, SO2, SO3, H2SO4, OH, dan O3. Kinetika Pencemaran Udara Sudah diuraikan di muka bahwa pada reaksi pembakaran terhadap bahan bakar selain terjadi gas CO2 dan H2O, maka karena adanya suhu tinggi pada pembakaran tersebut, maka terjadi pula kemungkinan reaksi-reaksi pembentukan gas lainnya dengan udara (yang terdiri dari berbagai komponen) sebagai berikut:
CO
+ C
2 CO
H2
+ CO2
CO
+ H2O
CO2
CO
+ 0,5 O2
+ O2
2NO
2NO + O2
2NO2
S
+ O2
SO2
2SO2 + O2
2SO3
SO3 + H2O
H2SO4
N2
2H2O N2
2H2
+ O2
+ 3H2
2NH3
H2O
H
+ OH
NO2
NO
+O
O2
+ O
O3
(ozon)
NO
+ O3
NO2
+ O2
Karena suhu tinggi reaksi-reaksi tersebut di atas relatif mudah terjadi dan dimungkinkan pula terjadinya reaksi bolak-balik atau reaksi reversible, sehingga hasil pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan banyak komponen pencemar udara. Apabila pada pembakaran bahan bakar fosil tersebut jumlah udara yang digunakan kurang dari keperluan UPB maka ada sebagian bahan bakar fosil yang tak terbakar dan ikut keluar sebgai pencemar hidrokarbon (HC). Pemakaian udara sebagai oksidator pada pembakaran bahan bakar bakar fosil yang lebih besar atau lebih kecil dari jumlah yang diperlukan pada reaksi stoikiometris menghasilkan perbedaan presentase komponen pencemar udara yang keluar sebagai gas buangan hasil pembakaran. Dalam hal pemakaian udara yang tidak stoikiometris,
dikenal istilah Equivalent Ratio atau disingkat ER. Adapun ER merupakan pengertian perbandingan antara jumlah (bahan bakar/udara) yang digunakan dan jumlah (bahan bakar/udara) stoikiometris. Dengan demikian maka:
𝐸𝑅 =
𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟/ 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟/ 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑠𝑡𝑜𝑖𝑘𝑖𝑜𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖𝑠
ER = 1, berarti reaksi stoikiometris tepat sama dengan harga UPB. ER < 1, berarti pemakaian udara kurang dari keperluan reaksi stoikiometris. ER > 1, berarti pemakaian udara lebih dari keperluan reaksi stoikiometris. Pemakaian udara yang tidak stoikiometris pada pembakaran hidrokarbon telah banyak diteliti oleh Sawyer (tahun 1971). Dalam penelitian tersebut Hidrokarbon yang dibakar dengan suhu udara adalah Heptana atau C7H16, pada tekanan P = 1 atmosfir dan suhu T = 1500o K. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Karbonmonoksida terbentuk pada harga ER > 1, sedangkan Nitrogen Oksida terbentuk pada harga ER < 1. Penelitian lebih lanjut mengenai komposisi gas buangan hasil pembakaran bahan bakar fosil dilakukan dengan menaikkan suhu pembakaran. Mudah dipahami bila akan terjadi perubahan komposisi gas buangan pada hasil pembakaran tersebut karena adanya kenaikan suhu berarti adanya tambahan panas yang bersifat membantu (katalisator) kecepatan reaksi kimia. Komposisi gas buangan hasil pembakaran Heptana dengan udara pada keadaan ER = 1 dan tekanan udara P = 1 atmosfir yang suhunya dinaikkan. Karbon Monoksida atau CO Karbon monoksida atau CO adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu di bawah -192o C. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan. Kota besar yang padat lalu lintasnya akan banyak menghasilkan gas CO sehingga kadar CO dalam udara relatif tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Selain dari itu gas CO dapat pula terbentuk dari proses industri. Secara alamiah gas CO juga dapat terbentuk, walaupun jumlahnya relatif sedikit, seperti gas hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lainnya. Secara umum terbentuknya gas CO adalah melalui proses berikut ini:
1. Pembakaran bahan bakar fosil dengan udara yang reaksinya tidak stoikiometris adalah pada harga ER > 1. 2. Pada suhu tinggi terjadi reaksi antara karbon dioksida (CO 2) dengan karbon C yang menghasilkan gas CO. 3. Pada suhu tinggi, CO2 dapat terurai kembali menjadi CO dan oksige.
Pada pembakaran dengan harga ER > 1, bahan bakar yang digunakan lebih banyak dari udara. Hal ini memungkinkan terjadinya gas CO. Reaksinya adalah sebagai berikut: 2C
+
O2
2CO
Kalau jumlah udara (oksigen) cukup atau stoikiometris maka akan terjadi reaksi lanjutannya, yaitu: CO
+
0,5O2
CO2
Reaksi pembentukan CO lebih cepat dari pada reaksi pembentukan CO 2, sehingga pada hasil akhir pembakaran masih mungkin terdapat gas CO. Apabila pencampuran bahan bakar dan udara tidak rata, maka masih ada bahan bakar (karbon) yang tidak berhubungan dengan oksigen dan keadaan ini menambah kemungkinan terbentuknya gas CO yang terjadi pada suhu tinggi dengan mengikuti reaksi berikut ini: CO2 +
C
2CO
Selain dari pada itu, pada reaksi pembakaran yang menghasilkan panas dengan suhu tinggi akan membantu terjadinya penguraian (disosiasi) gas CO2 menjadi gas CO yang mengikuti reaksi berikut ini: CO2
CO
+
O
Semakin tinggi suhu hasil pembakaran maka jumlah gas CO2 yang terdisosiasi menjadi CO dan O akan semakin banyak. Suhu tinggi merupakan pemicu terjadinya gas CO. Sumber pencemaran gas CO terutama berasal dari pemakaian bahan bakar fosil (minyak maupun batubara) pada mesin-mesin penggerak transportasi. Untuk melihat andil transportasi sebagai sumber utama pencemaran gas CO, hasil penelitian di negara industri (terutama Amerika), seperti tercantum pada Tabel 9, dapat dipakai sebagai acuan.
Penyebaran gas CO di udara tergantung pada keadaan lingkungan. Untuk daerah perkotaan yang banyak kegiatan industrinya dan lalu lintasnya padat, udaranya sudah banyak tercemar oleh gas CO. Sedangkan daerah pinggiran kota atau desa, cemaran CO di udara relatif sedikit. Ternyata tanah yang masih terbuka di mana belum ada bangunan di atasnya, dapat membantu penyerapan gas CO. Hal ini disebabkan mikroorganisme yang ada di dalam tanah mampu menyerap gas CO yang terdapat di udara. Angin dapat mengurangi konsentrasi gas CO pada suatu tempat karena dipindahkan ke tempat lain. Nitrogen Oksida atau NO2 Nitrogen oksida sering disebut dengan NO2 karena oksida nitrogen mempunyai 2 macam bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO 2 dan gas NO. Sifat gas NO2 adalah berwarna dan berbau, sedangkan gas NO tidak berwarna dan berbau tajam menyengat hidung. Sumber Pencemaran
% bagian
Transportasi : - Movil bensin - Mobil diesel - Pesawat terbang (dapat diabaikan) - Kereta api - Kapal laut - Sepeda motor dll.
1,8 1,0 0,0 0,7 0,4 0,4
Pembakaran stasioner : - Batubara - Minyak - Gas alam - Kayu
29,0 1,0 0,7 0,7
Proses industri : Pembuangan limbah padat Lain – lain : - Kebakaran hutan - pembakaran batubara sisa - pembakaran limbah pertanian - lain-lain
% total 4,3
31,4
26,5 3,9 33,9 23,7 1,4 8,4 0,4 100,0
Tabel 4 : Sumber pencemaran partikel
100,0
Pembakaran Batubara Pemakaian batubara dalam kegiatan industri sangat banyak. Batubara terutama digunakan sebagai bahan bakar pada Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang memasok kebutuhan energi listrik bagi industri tersebut. Pada pembakaran dan pemecahan (peristiwa cracking) batubara, selain dihasilkan gas buangan (CO, NOx dan SOx), juga banyak dihasilkan partikel-partikel yang terdispersi ke udara sebagai bahan pencemar. Partikel-partikel tersebut antara lain: a.
Karbon dalam bentuk abu atau fly ash
(C)
b.
debu silika
(SiOz)
c.
debu alumina
(A1203)
d.
oksida-oksida besi
(Fe203 atau Fe304)
Penelitian lebih jauh mengenai dampak pemakaian bahan bakar batubara ternyata sangat menarik, karena selain mengeluarkan partikel-partikel tersebut di atas yang tidak radioaktif, ternyata pada pemakaian bahan bakar batubara juga dilepaskan partikel-partikel radioaktif karena batubara sebagai bahan bakar fosil juga mengandung unsur-unsur radioaktif alam yang apabila dibakar maka unsurunsur radioaktif tersebut akan ikut keluar bersama-sama dengan komponen hasil pembakaran lainnya. Dari hasil penelitian telah terbukti bahwa selain mengeluarkan gas CO, NOx, SOx, C dan sejumlah abu maupun debu seperti tersebut di atas, pada pembakaran batubara juga dikeluarkan unsur-unsur radioaktif yang menyebar ke lingkungan. Unsur-unsur radioaktif yang ikut keluar dari pembakaran batubara cukup banyak, yaitu sekitar 36 unsur. Dari sekian banyak unsur tersebut yang paling dominan adalah: -
partikel timbal 210 atau Pb210
-
partikel polonium 210 atau Po210
-
partikel proctactinum 231 atau Pa231
-
partikel radium 226 atau Ra226
-
partikel Thorium 232 atau Th232
-
patikel Uranium 238 atau U238 Keenam macam unsur radioaktif tersebut termasuk golongan logam berat
yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan mengikuti lever route yang
berdampak pada tubuh manusia. Berdasarkan hasil penelitian terakhir, ternyata bahwa paparan radiasi lingkungan yang dihasilkan oleh Pusat Listrik Tenaga Uap yang memakai bahan bakar batubara (PLTU-batubara) relatif lebih besar dibandingkan dengan paparan radiasi lingkungan yang keluar dari Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).' Mengingat akan hal ini kiranya para pengelola PLTU batubara perlu memperhatikan masalah dampak pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh pemakaian batubara tersebut. Proses Industri Berbagai macam proses industri ternyata ada yang menghasilkan partikelpartikel yang dapat menyebar ke udara lingkungan. Suatu industri atau pabrik yang memperhatikan masalah keselamatan kerja dan kesehatan lingkungan tentu akan melengkapi pabriknya dengan penyaring atau filter khusus yang akan menangkap partikel atau debu yang mungkin keluar dari lingkungan pabrik. Beberapa industri atau pabrik yang potensial sebagai sumber pencemaran partikel antara lain adalah: Jenis Industri
Jenis Partikel
Industri besi dan baja
Fe203, Fe30„ C
Industri Semen
Si02, A1203, MgO, 3CaOSi02
Pengolahan batubara
C, HC, Fe203, Fe30<
Industri petrokimia
3Ca3(P04)2, CaF2, HC, C
Industri kertas dan pulp
CaC03, serat selulosa kayu
Pabrik tepung
debu tepung, C6H12Os
Industri tekstil dan asbes
serat kapas, serat asbes
Pabrik insektisida
Pb. arsenat, Ca. arsenat
Industri elektronika
Pb, Fe, Sn, Zn, Ni, Cr, Cu
Tabel 5 : Jenis Industri dan jenis partikel yang dikeluarkan. Masalah Kebisingan Pada bagian ini akan ditinjau beberapa pencemaran udara yang tidak termasuk pada komponen pencemar udara CO, SO x, NOx, HC maupun partikel, namun dapat
berpengaruh terhadap lingkungan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kenyamanan hidup manusia. Pencemaran udara yang dimaksudkan di sini adalah: 1. Masalah kebisingan. 2. Masalah pemakaian (penyemprotan) insektisida. 3. Masalah kerusakan ozon (03). Kemajuan industri dan teknologi antara lain ditandai dengan pemakaian mesin-mesin
yang
dapat
mengolah
dan
memproduksi
bahan
maupun
barangyang dibutuhkan oleh manusia secara cepat. Untuk membantu mobilitas manusia dalam melaksanakan tugasnya digunakanlah alat-alat transportasi bermesin, baik udara, laut maupun darat. Selain daripada itu, untuk mencukupi segala sarana dan prasarana, digunakan pula peralatan bermesin untuk keperluan membangun konstruksi fisik. Pemakaian mesin-mesin seperti tersebut di atas seringkali menimbulkan kebisingan, baik kebisingan rendah, kebisingan sedang maupun kebisingan tinggi. Oleh karena kebisingan dapat mengganggu lingkungan dan merambatnya melalui udara, maka kebisingan dapat dimasukkan sebagai pencemaran udara walaupun susunan udara tidak mengalami perubahan. Menurut asal sumber, kebisingan dapat dibagi 3 macam kebisingan, yaitu: 1) kebisingan impulsif, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terusmenerus, akan tetapi sepotong-sepotong. Contohnya: kebisingan yang datang dari suara palu yang dipukulkan, kebisingan yang datang dari mesin pemasang tiang pancang. 2) kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang datang secara terusmenerus dalam waktu yang cukup lama. Contohnya: kebisingan yang datang dari suara mesin yang dijalankan (dihidupkan). 3) kebisingan semi kontinyu (intermittent), yaitu kebisingan kontinyu yang hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akandatang lagi. Contohnya: suara mobil atau pesawat terbang yang sedang lewat. Kebisingan adalah bunyi yang dapat mengganggu dan merusak pendengaran manusia. Menurut teori Fisika, bunyi adalah rangsangan yang diterima oleh syaraf pendengaran yang berasal dari suatu sumber bunyi. Apabila
syaraf pendengaran tidak menghendaki rangsangan tersebut maka bunyi tersebut dinamakan sebagai suatu kebisingan. Untuk menyatakan kualitas suatu bunyi digunakan pengertian sebagai berikut: 1. Frekuensi bunyi, yaitu jumlah getaran per detik. Satuan bunyi dinyatakan dalam Hertz, disingkat Hz. 2. Intensitas bunyi, yaitu perbandingan tegangan suara yang datang dan tegangan suara standar yang dapat didengar oleh manusia normal pada frekuensi 1000 Hz, dengan satuan deci Bell, disingkat dB. Untuk menentukan tingkat kebisingan, kebisingan tersebut diukur melalui intensitas bunyinya. Cara mengukur intensitas bunyi adalah melalui persamaan berikut ini: dB
=
20 log ( p/po )
dB
=
tegangan suara yang datang.
p Po
= tegangan suara yang datang. =
tegangan suara standard dengan frekuensi 1000 Hz (0,0002 dyne/cm2). Pengukuran
intensitas
bunyi
dapat
dilakukan
dengan
mudah
menggunakan alat yangbernama Sound Pressure Level atau disingkat SPL. Dengan meletakkan SPL di suatu tempat atau ruangan yang akan diukur tingkat kebisingannya segera akan dapat diketahui tingkat kebisingannya, yaitu dengan membaca skala (logaritmis) yang ada pada SPL. Tingkat kebisingan dapat dibagi berdasarkan intensitas yang diukur dengan satuan desibel (dB) seperti tercantum pada Tabel 6 Tingkat Kebisingan
Amat sangat tenang Sangat tenang Tenang I Tenang II Sedang Kuat I (awal kebisingan) Kuat II (bising)
dB 0 10 20 30 40 50 60 70
Keterangan Batas ambang dengar Suara daun bergesek Studio radio Ruang perpustakaan Rumah tinggal Ruang kantor, lalu-lintas (30 m) Ruang Berpendingan, Percakapan kuat, radio keras Pasar, jalan ramai, kantor gaduh
Waktu Kontak (jam) -
Sangat bising Amat sangat bising Menulikan Sangat menulikan Amat sangat menulikan (hindari)
80 90 100 110 120
Suasana pabrik, bunyi peluit polisi suara mesin diesel Pesawat jet (300 m) Suara meriam suara halilintar, klakson mobil dekat
> 120 Suara mesin roket
< 8 jam < 5 jam < 1/3 jam < 1/5 jam 1/12 jam Tidak diizinkan
Tabel 6: Intensitas kebisingan Waktu kontak pada kolom paling kanan Tabel 15 adalah waktu kontak maksimum yang diizinkan untuk mendengarkannya. Apabila waktu kontak melebihi batas waktu tersebut maka akan terjadi gangguan pada alat pendengaran. Makin tinggi tingkat kebisingan, makin kecil (sedikit) waktu kontak yang diizinkan. Suara dengantingkat kebisingan tinggi dan nada tinggi sangat mengganggu, terlebih lagi bila datangnya secara terputus-putus dan tiba-tiba. Pengaruhnya akan terasa amat mengganggu apabila sumber kebisingan tidak diketahui. Masalah Pemakaian (Penyemprotan) Insektisida Sudah sejak lama serangga' (insekta) menjadi pengganggu kenyamanan hidup manusia. Serangga dalam jumlah yang berlebihan akan menjadi hama. Serangga dapat menyerang dan merusak lahan pertanian sehingga mengakibatkan kegagalan panen. Serangga di sekitar rumah juga sangat mengganggu, bahkan dapat menjadi media penyebaran penyakit tertentu. Oleh karena itu manusia berusaha untuk memberantas serangga yang mengganggu tersebut. Pada umumnya insektisida pembunuh serangga disemprotkan ke udara. Penyemprotan insektisida pada lahan pertanian dapat mencakup daerah yang sangat luas sehingga bila perlu penyemprotan tersebut dilakukan dengan menggunakan pesawat terbang. Serangga pengganggu di sekitar rumah (seperti nyamuk, semut, kecoa, dan lainlainnya) juga dibunuh dengan menyemprotkan insektisida. Penyemprotan insektisida ke udara seperti tersebut diatas, mungkin tanpa disadari, sebenarnya merupakan penyebab pencemaran udara. Berdasarkan cara kerjanya, insektisida dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: a. Racun pencernaan, bila ikut termakan oleh serangga^ b. Racun luar tubuh, bila kontak dengan tubuh serangga. c. Racun pernapasan, bila dihirup oleh serangga.
Contoh dari ketiga macam kelompok insektisida tersebut adalah: Kelompok racun pencernaan: DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane), BHC (Benzene Hexa Chloride), Methoxychlor, Systox, Pb-arsenat, Ca-arsenat, Paris green, Na- fluorid, Cryolite, Fluosilicates, senyawa Borax, senyawa thallium, senyawa Phospor, senyawa Hg. Kelompok racun luar tubuh: DDT, BHC, Toxaphene, Chlordan, Dieldrin, Aldrin, Metoxychlor,Phyritrine, Rotenone, Synthetic Thiocyanates, Organic Phospate, Parathion, Systox, Emulsi HC (minyak). Kelompok racun pernapasan: BHC, Hydrogen Cyanide, Carbon Disulfide, Nicotine, Sulfur Dioxide, p-Dichloro Benzene, Naphthalene, Chloropiriene, EthyleneOxide, Ethylene Dichloride, Methyl Bromide, Formate. Beberapa contoh rumus kimia/molekul insektisida adalah: DDT :
Clordan
: 1,2,4,5,6,7,8, 8-Octachloro-4, 7 methano-3a,4,7a-tetrahydroindane
Methoxychlor :
Toxaphene : C10H6C18
Aldrin :
Parathion : (C2H50)2PS-0-C6H4N02 Walaupun pemakaian insektisida ditujukan untuk membunuh serangga, namun apabila pemakaiannya berlebihan dan dalam waktu yang cukup lama maka insektisida dapat berdampak pula terhadap manusia. Oleh karena itu pemakaian insektisida harus dilakukan secara seksama. Selain daripada itu, industri insektisida hendaknya memperhatikan juga masalah keselamatan kerja dan masalah keselamatan lingkungan. Untuk mengurangi kemungkinan terkena dampak pemakaian insektisida, pada saat ini sudah dikembangkan cara-cara baru dalam pemberantasan hama serangga. Cara baru ini relatif jauh lebih aman dan efektif, yaitu: a. Artificial sex hormone trap, yaitu dengan menempatkan bau hormon seks serangga betina pada beberapa lokasi. Serangga jantan akan mencari bau tersebut. Karena bau hormon seks tersebut diletakkan di beberapa tempat maka serangga jantan akan terus berpindah-pindah menuju ke tempat bau hormon, dan tanpa menemukan serangga betina. Hal itu terus berlangsung sehingga serangga jantan tersebut hanya terbang berputar-putar tanpa menemukan serangga betina dan akhirnya mati karena kelelahan. Oleh karena serangga jantan mati, serangga betina tidak ada yang membuahi, tidak ada telur yang terbuahi dan pada akhirnya populasi serangga akan menurun dengan sendirinya.
b. Teknik jantan mandul, di mana serangga jantan sengaja dibuat mandul dengan cara radiasi. Serangga betina yang dikawini oleh serangga jantan tidak akan menghasilkan telur yang dapat meneruskan keturunan sehingga populasinya akan turun. Pemanfaatan teknologi nuklir pada bidang pemberantasan hama sangat menguntungkan dan aman. 4. Masalah Kerusakan Ozon (Oa) Akhir-akhir ini para ilmuwan resah karena terjadinya kerusakan lapisan ozon. Lapisan ozon adalah lapisan pelindung atmosfir bumi yang berfungsi sebagai pelindung terhadap sinar ultra violet yang datang berlebihan dari sinar matahari. Sinar ultra violet yang tidak difilter oleh lapisan ozon akan berbahaya bagi manusia. Selain dari itu sinar ultra violet yang tidak difilter oleh lapisan ozon, sesampainya di atmosfir permukaan bumi akan menjadi panas yang mengakibatkan kenaikan suhu bumi. Kenaikan suhu bumi akan mengakibatkan berkurangnya kenyamanan hidup di planet bumi ini. Di samping itu kenaikan suhu bumi juga akan menyebabkan naiknya permukaan air laut yang menyebabkan beberapa kota di tepi pantai akan tenggelam. Hal ini terjadi karena mencairnya es di kutub. Ozon yang ada pada lapisan atmosfir bawah sekitar 0,02 ppm, sedangkan ozon yang ada pada lapisan atmosfir atas (lapisan stratosfir) sekitar 0,1 ppm. Kerusakan lapisan ozon disebabkan karena bereaksi dengan radikal Chlor. Radikal Chlor berasal dari senyawa CFC (Chloro Fluoro Carbon) yang banyak digunakan sebagai bahan pendingin AC, lemari es dan juga digunakan pada bahan penyemprot insektisida, penyemprot cat, penyemprot rambut, penyemprot parfum serta pada pelarut bahan pencuci kering (dry cleaning). Senyawa CFC lebih dikenal dengan nama dagang Freon. O2
+ sinar matahari (ultra violet)O + O
O2
+ OO3 (ozon)
Kerusakan lapisan ozon: CI2F2C
+ ultraviolet
C1F2C
+
C1*
O3
+ CI* (radikal)
CIO
+
O2
CIO
+ O
CI
+
O2
Kerusakan lapisan ozon pada saat ini sudah terlihat di atas kutub selatan, berupa lubang ozon atau Ozone hole. Apabila kerusakan ozon ini tidak dicegah, lubang ozon akan makin melebar, tidak tertutup, dan mungkin akan sampai ke daerah katulistiwa. Bila hal ini terjadi maka Indonesia akan mengalami pemanasan bumi lebih dulu bila dibandingkan dengan belahan bumi bagian utara.
B. Pencemaran Air 1. Pengertian Dasar Pencemaran Air Planet bumi sebagian besar terdiri atas air karena luas daratan memang lebih kecil dibandingkan dengan luas lautan. Makhluk hidup yang ada di bumi ini tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada air. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya. Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Untuk menetapkan standard air yang bersih tidaklah mudah, karenatergantung pada banyak faktor penentu. Faktor penentu tersebut antara lain adalah: Kegunaan air: air untuk minum air untuk keperluan rumah tangga air untuk industri air untuk mengairi sawah air untuk kolam perikanan, dll. Asal sumber air: air dari mata air di pegunungan, air danau, air sungai,
air sumur, air hujan, dll. Walaupun penetapan standar air yangbersih tidak mudah, namun ada kesepakatan bahwa air yang bersih tidak ditetapkan pada kemurnian air, akan tetapi didasarkan pada keadaan normalnya. Apabila terjadi penyimpangan dari keadaan normal maka hal itu berarti air tersebut telah mengalami pencemaran. Air dari mata air di pegunungan, apabila lokasi pengambilannya lain, akan menghasilkan keadaan normal yang lain pula. Air yang ada di bumi ini tidak pernah terdapat dalam keadaan murni bersih, tetapi selalu ada senyawa atau mineral (unsur) lain yang terlarut di dalamnya. Hal ini tidak berarti bahwa semua air di bumi ini telah tercemar. Sebagai contoh, air yang diambil dari mata air di pegunungan dan air hujan. Keduanya dapat dianggap sebagai air yang bersih, namun senyawa atau mineral (unsur) yang terdapat di dalamnya berlainan seperti tampak pada keterangan berikut ini: Air hujan mengandung: S04, CI, NH3, C02 N2, C, 0.2, debu. Air dari mata air mengandung: Na, Mg, Ca, Fe, 0. 2 Selain daripada itu air seringkali juga mengandung bakteri atau mikroorganisme lainnya. Air yang mengandung bakteri atau mikroorganisme tidak dapat langsung digunakan sebagai air minumtetapi harus direbus dulu agar bakteri dan mikro Organismenya mati. Pada batas-batas tertentu air minum justru diharapkan mengandung mineral agar air itu terasa segar. Air murni tanpa mineral justru tidak enak untuk diminum. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa air tercemar apabila air tersebut telah menyimpang dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung pada faktor penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air. Ukuran air disebut bersih dan tidak tercemar tidak ditentukan oleh kemurnian air. 2.Indikator Pencemaran Air Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Sesuai dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air minum, air untuk mandi dan mencuci, air untuk pengairan pertanian, air untuk kolam perikanan, air untuk sanitasi dan air untuk transportasi, baik di sungai maupun di laut. Kegunaan air seperti tersebut di muka termasuk sebagai kegunaan air secara konvensional.
Selain penggunaan air secara konvensional, air juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yaitu untuk menunjang kegiatan industri dan teknologi. Kegiatan industri dan teknologi tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Dalam hal ini air sangat diperlukan agar industri dan teknologi dapat berjalan dengan baik. Dalam kegiatan industri dan teknologi, air digunakan antara lain sebagai: a. Air proses, b. Air pendingin, c. Air ketel uap penggerak turbin, d. Air utilitas dan sanitasi. Apabila air yang diperlukan dalam kegiatan industri dan teknologi itu dalam jumlah yang cukup besar, maka perlu dipikirkan dari mana air tersebut diperoleh. Pengambilan air dari sumber air tidak boleh mengganggukeseimbangan air lingkungan. Faktor keseimbangan air lingkungan ini tidak hanya berkaitan dengan jumlah volume (debit) air yang digunakan saja, tapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana menjaga agar air lingkungan tidak menyimpang dari keadaan normalnya. Di dalam kegiatan industri dan teknologi, air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran. Air tersebut harus diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas air lingkungan. Jadi air limbah industri harus mengalami proses daur ulang sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang kembali ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran air lingkungan. Proses daur ulang air limbah industri atau Water Treatment Recycle Process adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh industri yang berwawasan lingkungan. Apabila semua kegiatan industri dan teknologi memperhatikan dan melaksanakan pengolahan air limbah industri dan masyarakat umum juga tidak membuang limbah secara sembarangan maka masalah pencemaran air sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. Namun dalam kenyataannya masih banyak industri atau suatu pusat kegiatan kerjayangmembuanglimbahnyake lingkungan melalui sungai, danau atau langsung ke laut. Pembuangan air limbah secara langsung ke lingkungan inilah yangmenjadi penyebab utama terjadinya pencemaran air. Limbah (baik berupa padatan
maupun cairan) yang masuk ke air lingkungan menyebabkan terjadinya penyimpangan dari keadaan normal air dan ini berarti suatu pencemaran. Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui: 1) Adanya perubahan suhu air. 2) Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen. 3) Adanya perubahan warna, bau dan rasa air. 4) Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut. 5) Adanya mikroorganisme. 6) Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Adanya tanda atau perubahan seperti tersebut di atas menunjukkan bahwa air telah tercemar. Uraian pada bagian selanjutnya akan menjelaskan mengapa air yang telah tercemar ditandai oleh adanya perubahan-perubahan tersebut di atas. Perubahan Suhu Air Dalam kegiatan industri seringkali suatu proses disertai dengan timbulnya panas reaksi atau panas dari suatu gerakan mesin. Agar proses industri dan mesin-mesin yang menunjang kegiatan tersebut dapat berjalan baik maka panas yang terjadi harus dihilangkan. Penghilangan panas dilakukan dengan proses pendinginan air. Air pendingin akan mengambil panas yang terjadi. Air yang menjadi panas tersebut kemudian dibuang ke lingkungan. Apabila air yang panas tersebut dibuang ke sungai maka air sungai akan menjadi panas. Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen untuk bernafas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi ke dalam air. Makin tinggi kenaikan suhu air makin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya. Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 - 7,5. Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion Hidrogen di dalam air. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH lebih
besar dari normal akan bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan buangan dan air limbah industri dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan warna air. Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih. Selain itu degradasi bahan buangan industri dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan warna air. Tingkat pencemaran airtidak mutlak harus tergantung pada warna air, karena bahan buangan industri yang memberikan warna belum tentu lebih berbahaya dari bahan buangan industri yang tidak memberikan warna. Seringkali zatzat yang beracun justru terdapat di dalam bahan buangan industri yang tidak mengakibatkan perubahan warna pada air sehingga air tetap tampak jernih. Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan buangan atau air limbah dari kegiatan industri, atau dapat pula berasal dari hasil degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air. Bahan buangan industri yang bersifat organik atau bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri pengolahan bahan makanan seringkali menimbulkan bau yang sangat menyengat hidung. Mikroba di dalam air akan mengubah bahan buangan organik, terutama gugus protein, secara degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi. Air normal yang dapat digunakan untuk suatu kehidupan pada umumnya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Apabila air mempunyai rasa (kecuali air laut) maka hal itu berarti telah terjadi pelarutan sejenisgaram-garaman. Air yang mempunyai rasabiasanya berasal dari garam-garam yang terlarut. Bila hal ini terjadi maka berarti juga telah ada pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah konsentrasi ion Hidrogen dalam air. Adanya rasa pada air pada umumnya diikuti pula dengan perubahan pH air. Timbulnya Endapan, Koloidal dan Bahan Terlarut
Endapan dan koloidal serta bahan terlarut berasal dari adanya bahan buangan industri yang berbentuk padat. Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal. Endapan sebelum sampai ke dasar sungai akan melar yang di dalam air bersama-sama dengan koloidal. Endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air. Padahal sinar matahari sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan proses fotosintesis. Karena tidak ada sinar matahari maka proses fotosintesis tidak dapat berlangsung. Akibatnya, kehidupan mikroorganisme jadi terganggu. Apabila endapan dan koloidal yang terjadi berasal dari bahan buangan organik, maka mikroorganisme, dengan bantuan oksigen yang terlarut di dalam air, akan melakukan degradasi bahan organik tersebut sehingga menjadi bahan yang lebih sederhana. Dalam hal ini kandungan oksigen yang terlarut di dalam air akan berkurang sehingga organisme lain yang memerlukan oksigen akan terganggu pula. Banyaknya oksigen yang diperlukan untuk proses degradasi biokimia disebut dengan Biological Oxygen Demand atau disingkat BOD. Pembahasan lebih jauh tentang BOD dapat dilihat pada bagian lain. Kalau bahan buangan industri berupa bahan an organik yang dapat larut maka air akan mendapat tambahan ion-ion logam yang berasal dari bahan anorganik tersebut. Banyak bahan anorganik yang memberikan ion-ion logam berat yang pada umumnya bersifat racun, seperti Cd, Cr, Pb. Mikroorganisme Seperti telah dibahas pada bagian sebelumnya, bah wa mikroorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke air lingkungan, baik sungai, danau maupun laut. Kalau bahan buangan yang harus didegradasi cukup banyak, berarti mikroorganisme akan ikut berkembang biak. Pada perkembangbiakan mikroorganisme ini tidak tertutup kemungkinan bahwa mikroba patogen ikut berkembang pula. Mikroba patogen adalah penyebab timbulnya berbagai macam penyakit. Pada umumnya industri pengolahan bahan makanan berpotensi untuk menyebabkan berkembangbiaknya mikroorganisme, termasuk mikroba patogen. Meningkatnya Radioaktivitas Air Lingkungan
Akhir-akhir ini pemanfaatan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir dalam berbagai bidang kegiatan sudah banyak dijumpai. Aplikasi teknologi nuklir antara lain dapat dijumpai pada bidangkedokteran, farmasi, biologi, pertanian, hidrologi, pertambangan, industri dan Iain-lain. Mengingat bahwa zat radioaktif dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis apabila tidak ditangani dengan benar, baik melalui efek langsung maupun efek tertunda, maka tidak dibenarkan dan sangat tidak etis bila ada yang membuang bah an sisa radioaktif ke lingkungan. Walaupun secara alamiah radioaktivitas lingkungan sudah ada sejak terbentuknya bumi ini, namun kita tidak boleh menambah radioaktivitas lingkungan dengan membuang secara sembarangan bahan sisa radioaktif ke lingkungan. Secara nasional sudah ada peraturan perundangan yang mengatur masalah bahan sisa (limbah) radioaktif. Mengenai hal ini Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) secara aktif mengawasi pelaksanaan peraturan perundangan tersebut. Pembakaran batubara adalah salah satu sumber yang dapat menaikkan radioaktivitas lingkungan. Bagi peminat masalah lingkungan yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai analisis radioaktivitas lingkungan kiranya dapat membaca buku karangan penulis yang telah diterbitkan oleh penerbit yang sama dengan judul Teknik Analisis Radioaktivitas Lingkungan. 3. Komponen Pencemaran Air Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi yang ada saat ini apabila tidak disertai dengan program pengelolaanlimbah yang baik akan memungkinkan terjadinya pencemaran air, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Bahan buangan dan air limbah yangberasal dari kegiatan industri adalah penyebab utama terjadinya pencemaran air. Erat kaitannya dengan masalah indikator pencemaran air seperti pada uraian di muka, ternyata komponen pencemar air ikut menentukan bagaimana indikator tersebut terjadi. Untuk menanggulangi dampak pencemaran lingkungan yang akan dibahas dalam bab berikutnya, maka komponen pencemaran air perlu dibahas terlebih dahulu. Komponen pencemar air tersebut dikelompokkan sebagai berikut: 1. bahan buangan padat. 2. bahan buangan organik.
3. bahan buangan anorganik. 4. bahanbuangan olahan bahan m akan an. 5. bahan buangan cairan berminyak. 6. bahan buangan zat kimia. 7. bahan buangan berupa panas. Bagaimana bahan buangan seperti tersebut di atas dapat menimbulkan pencemaran air, uraian berikut ini akan menjelaskannya. 1) Bahan Buangan Padat Bahan buangan padat yang dimaksudkan di sini adalah bahan buangan yang berbentuk padat, baik yang kasar (butiran besar) maupun yang halus (butiran kecil). Kedua macam bahan buangan padat tersebut apabila dibuang ke air lingkungan (sungai) maka kemungkinan yang dapat terjadi adalah: a. Pelarutan Bahan Buangan Padat oleh Air Apabila bahan buangan padat larut di dalam air, maka kepekatan air atau berat jenis cairan akan naik. Adakalanya pelarutan bahan buangan padat di dalam air akan disertai pula dengan perubahan warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan berwarna gelap akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Akibatnya, proses fotosintesis tanaman dalam air menjadi terganggu. Jumlah oksigen yang terlarut di dalam air juga akan berkurang. Hal ini sudah barang tentu berakibat pula terhadap kehidupan organisme yang hidup di dalam air. b. Pengendapan Bahan Buangan Padat di Dasar Air Kalau bahan buangan padat berbentuk kasar (butiran besar)dan berat serta tidak larut dalam air maka bahan buangantersebut akan mengendap di dasar sungai. Terjadinya endapandi dasar sungai tersebut sangat mengganggu kehidupan organisme di dalam air karena endapan akan menutup permukaandasar air yangmungkin mengandung telur ikan sehingga telurikan tersebut tidak akan dapat menetas. Di samping itu adanya endapan tersebut juga menghalangi sumber makanan yang ada di dasar sungai sehingga jumlah makanan bagi ikan menjadi berkurang. Populasi ikan akan menyusut. Endapan juga dapat menghalangi datangnya sinarmatahari sehingga fotosintesis terganggu. c. Pembentukan Koloidal yang Melayang di dalam Air
Koloidal terjadi karena bahan buangan padat yang berbentuk halus (butiran kecil) sebagian ada yang larut dan sebagian lagi tidak dapat larut dan tidak dapat mengendap. Koloidal ini melayang di dalam air sehingga air menjadi keruh. Kekeruhan ini akan menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Akibatnya, fotosintesis tanaman di dalam air tidak dapat berlangsung. Kandungan oksigen yang terlarut di dalam air juga akan menurun. Menurunnya kandungan oksigen yang terlarut dalam air akan mempengaruhi kehidupan hewan air. 2) Bahan Buangan Organik Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Oleh karena bahan buangan organik dapat membusuk atau terdegradasi maka akan sangat bijaksana apabila bahan buangan yang termasuk kelompok ini tidak dibuang ke air lingkungan karena akan dapat menaikkan populasi mikrooragnisme di dalam air. Dengan bertambahnya populasi mikroorganisme di dalam air maka tidak tertutup pula kemungkinannya untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia. Bahan buangan organik sebaiknya dikumpulkan untuk diproses menjadi pupuk buatan (kompos) yang berguna bagi tanaman. Pembuatan kompos ini berarti mendaur ulang limbah organik yang tentu saja akan berdampak positif bagi lingkungan hidup manusia. 3) Bahan Buangan Anorganik Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air. Bahan buangan anorganik biasanya berasal dari industri yang melibatkan penggunaan unsur-unsur logam seperti Timhtl (Pb), Arsen (As), Kadmium(Cd), Air Raksa (Hg), Kroom (Cr), Nike! (Ni), Kalsium (Ca), Magnesium,(Mg), Kobalt (Co) dan Iain-lain. Industri elektronika, elektroplating dan industri kimia banyak menggunakan unsur-unsur logam tersebut di atas. Kandungan ion Kalsium (Ca) dan ion Magnesium (Mg) di dalam air menyebabkan air bersifat sadah. Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan karena dapat merusak peralatan yang terbuat dari besi, yaitu melalui proses pengkaratan (korosi).
Air sadah juga mudah menimbulkan endapan ataukerak pada peralatan proses, seperti tangki/bejana air, ketel uap, pipa penyaluran dan lain sebagainya. Apabila ion-ion logam yang terjadi di dalam air berasal dari logam berat maupun logam bersifat racun seperti Timbal (Pb), Arsen (As) dan Air Raksa (Hg), maka air yang mengandung ion-ion logam tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Air tersebut tidak dapat digunakan sebagai air minum. 4) Bahan Buangan Olahan Bahan Makanan Sebenarnya bahan buangan olahan bahan makanan dapat juga dimasukkan ke dalam kelompok bahan buangan organik; namun dalam hal ini sengaja dipisahkan karena bahan
buangan
olahan
bahan
makanan
seringkali
menimbulkan
baubusuk
yangmenyengathidung. Oleh karena bahan buangan ini bersifat organik maka mudah membusuk dan dapat terdegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan olahan bahan makanan mengandung protein dan gugus amin (pada umumnya memang mengandung protein dan gugus amin), maka pada saat didegradasi oleh mikroorganisme akan terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk. Air lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan bahan makanan akan mengandung banyak mikro organisme, termasuk pula di dalamnya bakteri patogen. Mengingat akan hal ini maka pembuangan limbah yang berasal dari industri pengolahan bahan makanan perlu mendapat pengawasan yang seksama agar bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia tidak berkembang biak di dalam air lingkungan. 5) Bahan Buangan Cairan Berminyak Minyak tidak dapat larut di dalam air, melainkan akan mengapung di atas permukaan air. Bahan buangan cairan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. Kalau bahan buangan cairan berminyak mengandung senyawa yang volatil maka akan terjadi penguapan dan luasan permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut. Penyusutan luasan permukaan ini tergantung pada jenis minyaknya dan waktu. Lapisan minyak yang menutupi permukaan air dapat juga terdegradasi oleh mikroorganisme tertentu, namun memerlukan waktu yang cukup lama.
Lapisan minyak di permukaan air lingkungan akan mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Hal ini disebabkan oleh: a. Lapisan minyak pada permukaan air akanmenghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air menjadi berkurang. Kandungan oksigen yang menurun akanmengganggu kehidupan hewan air. b. Adanya
lapisan
minyak
pada
permukaan
air
juga
akan
meng
halangi masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga fotosintesis oleh tanaman air
tidak
dapat
berlangsung.
Akibat
nya, oksigen yang seharusnya dihasilkan pada proses fotosintesis tersebut tidak terjadi. Kandungan oksigen dalam air jadisemakin menurun. c. Tidak hanya hewan air saja yang terganggu akibat adanya lapisan minyak pada permukaan air tersebut, tetapi burung airpun ikut terganggu karena bulunya jadi lengket,
tidak
bisa
mengembang lagi akibat terkena minyak. Selain dari pada itu, air yang telah tercemar oleh minyak juga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia karena seringkali dalam cairan yang berminyak terdapat juga zat-zat yang beracun, seperti senyawa benzen, senyawa toluen dan lain sebagainya. 6) Bahan Buangan Zat Kimia Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi yang dimaksudkan dalam kelompok ini adalah bahan pencemar air yang berupa: a. Sabun (deterjen, sampo dan bahan pembersih lainnya), b. Bahan pemberantas hama (insektisida), c. Zat warna kimia, d. Larutan penyamak kulit, e. Zat radioaktif. Keberadaan bahan buangan zat kimia tersebut di dalam air lingkungan jelas merupakan racun yang mengganggu dan bahkan dapat mematikan hewan air, tanaman air dan mungkin juga manusia. a. Sabun (Deterjen, Sampo dan Bahan Pembersih Lainnya)
Adanya bahan buangan zat kimia yang berupa sabun (deterjen, sampo dan bahan pembersih lainnya) yang berlebihan di dalam air ditandai dengan timbulnya buih-buih sabun pada permukaan air. Sebenarnya ada perbedaan antara sabun dan deterjen serta kelompok bahan pembersih lainnya. Sabun berasal dari asam lemak (stearat, palmitat atau oleat) yang direaksikan dengan basa Na(OH) atau K(OH), berdasarkan reaksi kimia berikut ini: C17H35COOH + Na(OH) C17H35COONa + H2O asam stearatbasasabun Sabun natron (sabun keras) adalah garam Natrium asam lemak seperti pada contoh reaksi di atas. Sedangkan sabun lunak adalah garam Kalium asam lemak yang diperoleh dari reaksi asam lemak dengan basa K(OH). Sabun lunak seringkali diberi pewarna yangmenarik dan pewangi (parfum) yang enak serta bahan antiseptik seperti pada sabun mandi. Beberapa sifat sabun antara lain adalah sebagai berikut: a) Larutan
sabun
mempunyai
sifat
membersihkan
karena
dapatmengemulsikan kotoran yang melekat pada badan atau pakaian. b) Sabun sukar membuih (membentuk emulsi) dengan air sadah(air yang mengandung ion Ca dan/atau ion Mg). c) Sabun dengan air sadah akan membentuk endapan: 2 (C17H35COONa) +CaSO4 (C17H35COO)2Ca + Na2SO4 d) Larutan sabun bereaksi basa karena terjadi hidrolisis sebagian. Sedangkan deterjen adalah juga bahan pembersih seperti halnya sabun, akan tetapi dibuat dari senyawa petrokimia. Deterjen mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sabun, karena dapat bekerja pada air sadah. Bahan deterjen yang umum digunakan adalahDodecylbenzensulfonat yang mempunyai rumus:
Deterjen di dalam air akan mengalami ionisassi membentuk komponen bipolar aktif yang akan mengikat ion Ca dan/atau ion Mg pada air sadah. Komponen bipolar aktif terbentuk pada ujung Dodecylbenzensulfonat: Untuk dapat membersihkan kotoran dengan baik, deterjen diberi bahan pembentuk yang bersifat alkalis. Contoh bahan pembentuk yang bersifat alkalis adalah Natrium tripoliposfat. Bahan buangan berupa sabun dan deterjen di dalam air lingkungan akan mengganggu karena alasan berikut ini: (a) Larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Deterjen yangmenggunakan bahan nonFosfat akan menaikkan pH air sampai sekitar 10,5 - 11. (b) Bahan antiseptik yang ditambahkan ke dalam sabun/deterjenjuga mengganggu kehidupan mikroorganisme di dalam air,bahkan dapat mematikan. (c) Ada
sebagian
bahan
sabun
maupun
deterjen
yang
tidak
dapatdipecah (didegradasi) oleh mikro organisme yang ada di dalamair.
Keadaan
ini
sudah
barang tentu akan
merugikan
lingkungan. Namun akhir-akhir ini mulai banyak digunakan bahan sabun/deterjen yang dapat didegradasi oleh mikroorganisme. b. Bahan Pemberantas Hama (Insektisida) Pemakaian bahan pemberantas hama (insektisida) pada lahan pertanian seringkali meliputi daerah yang sangat luas, sehingga sisa bahan insektisida pada daerah pertanian tersebut cukup banyak. Sisa bahan insektisida tersebut dapat sampai ke air lingkungan melalui pengairan sawah, melalui hujan yang jatuh pada daerah pertanian kemudian mengalir ke sungai atau danau di sekitarnya. Seperti halnya pada pencemaran udara, semua jenis bahan insektisida bersifat racun apabila sampai ke dalam air lingkungan. Bahan insektisida didalam air sulit untuk dipecah oleh mikroorganisme, kalaupun bisa hal itu akan berlangsung dalam waktu yang lama.
Waktu degradasi oleh mikroorganisme berselang antara beberapa minggu sampai dengan beberapa tahun. Bahan insektisida seringkali dicampur dengan senyawa minyak bumi sehingga air yang terkena bahan buangan pemberantas hama ini permukaannya akan tertutup lapisan minyak. Adanya lapisan minyak pada permukaan air, seperti pada uraian terdahulu, akanmenyebabkan turunnya kandungan oksigen di dalam air. c. Zat Warna Kimia Zat warna banyak dipakai dalam industri. Tanpa memakai zat warna, hasil atau produk industri tidak menarik. Hal itu berkaitan erat dengan masalah pemasaran dan keuntungan. oleh karena itu hampir semua produk memanfaatkannya agar produk itu dapat dipasarkan dengan mudah. Pemakaian zat warna kimia antara lain dapat dijumpai pada: industri tekstil, plastik, serat buatan, industri otomotif, elektronik, peralatan rumah tangga dan kantor, industri film, fotografi, percetakan, cat industri bahan makanan dan minuman industri farmasi / obat-obatan Pada dasarnya semua zat warna adalah racun bagi tubuh manusia. Oleh karena itu pencemaran zat warna ke air lingkungan perlu mendapat perhatian yang sungguhsungguh agar tidak sampai masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum. Ada zat warna tertentu yang relatif aman bagi manusia, yaitu zat warna yang digunakan pada industri bahan makanan dan minuman, industri farmasi/obat-obatan. Hampir semua zat warna bersifat racun karena zat warna tersusun dari unsur/senyawa kimia yang berbahaya bagi tubuh manusia. Zat warna tersusun dari: Zat warna = Chromogen + Auxochrome Chromogen adalah senyawa aromatik yang berisi chromopore, yaitu zat pemberi warna yang berasal dari radikal kimia, seperti: kelompok nitroso
: - NO
kelompok nitro
: - NO2
kelompok azo
: -N=N
kelompok ethylene
: >C = C<
kelompok carbonyl
: >C=O
kelompok carbon-nitrogen : >C=NH dan –CH=N kelompok belerang
: >C=S dan ->C-S-S-C-
Macam-macam warna dapat diperoleh dari penggabungan radikal kimia tersebut di atas dengan senyawa kimia lain. Sebagai contoh warna kuning jeruk (orange) diperoleh dari radikal ethylene yang bergabung dengan senyawa lain Agar zat warna dapat masuk dan meresap dengan baik ke dalam bahan yang akan diberi warna diperlukan bantuan dari auxochrome, yaitu radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan: -COOH atau -SO3H. Auxochrome dapat jugaberupa kelompok pembentuk garam: -NH2 atau -OH . Zat warna dapat juga diperoleh dari senyawa anorganik dan dari mineral alam seperti yang digunakan pada cat. Zat warna yang diperoleh dari senyawa anorganik dan dari mineral alam sering disebut dengan pigment. Kalau warna-warna tersebut di atas digunakan dalam larutan cat, maka masih ada senyawa/bahan lain yang ditambahkan sesuai dengan fungsinya, yaitu: bahan pembentuk lapisan film: minyakjarak, minyak kacang,minyak ikan, emulsi lateks, bahan vernis. bahan pengencer (thinners): terpentin, toluol, xylol, naftalenmetil, hidrokarbon alifatik. bahan pengering (driers): Co, Mn, Pb, Zn napthenates,resinates, octoates, linoates, tallates. bahan anti mengelupas: polyhydroxy phenols. bahan pembentuk elastik (plasticizers): minyak. Dengan melihat susunan bahan pembentuk zat warna serta bahan/senyawa lain yang ditambahkan, kiranya mudah dipahami bahwa hampir semua zat warna kimia adalah racun. Selain bersifat racun, zat warna kimia apabila masuk ke dalam tubuh manusia juga akan bersifat cocarcinogenik, yaitu ikut merangsang (penyebab) tumbuhnya kanker.
Oleh karena itu pembuangan zat warna kimia ke air lingkungan sangatlah merugikan dan berbahaya. Di samping sifatnya yang beracun, zat warna kimia juga akan mempengaruhi kandungan oksigen di dalam air dan ikut pula mempengaruhi pH air lingkungan. Hal ini itu merupakan gangguan bagi mikroorganisme dan hewan air. d. Larutan Penyamak Kulit Pada industri penyamakan kulit, senyawa Chroom merupakan bahan penyamak kulit yang banyak digunakan. Apabila sisa larutan penyamak kulit dibuang ke air lingkungan, berarti menambah jumlah ion logam pada air lingkungan. Air lingkungan yang mengandung ion logam yangberlebihan pada umumnya tidak dapat dikonsumsi sebagai air minum. Untuk menghindari pencemaran Chroom (Cr) pada air lingkungan, sebagai bahan penyamak kulit digunakan sejenis enzim tertentu sebagai ganti Chroom. Namun dengan cara ini masih juga ada kerugianriya, yaitu enzim yang terbawa oleh bahan buangan larutan penyamak kulit bersama-sama dengan lemak dan sisa kulit akan ikut menambah populasi mikroorganisme di dalam air. Lemak dan sisa kulit serta enzim akan didegradasi dengan mudah oleh mikroorganisme sehingga menghasilkan senyawa yang mudah menguap dan pada umumnya berbau busuk. Bau ini merupakan akibat peruraian protein dan gugus amin. Pertambahan populasi mikroorganisme di dalam air dikhawatirkan akan ikut menambah kemungkinan berkembangbiaknya bakteri/mikroba patogen yang berbahaya bagi manusia. e. Zat Radioaktif Pembuangan sisa zat radioaktif ke air lingkungan secara langsung jelas tidak diperbolehkan.
Akan
tetapi
mengingat
bahwa
aplikasi
teknologi
nuklir
yang
menggunakan zat radioaktif pada berbagai bidang sudah begitu banyak, seperti aplikasi teknologi nuklir pada bidang pertanian, peternakan, kedokteran, hidrologi, farmasi, pertambangan, industri dan lain sebagainya, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa zat radioaktif ikut terbawa ke air lingkungan. Walaupun secara alamiah radioaktivitas lingkungan sudah ada sejak terbentuknya bumi ini, termasuk di dalam air lingkungan, namun kalau sampai terjadi kenaikan radioaktivitas air lingkungan, berarti air lingkungan telah tercemar oleh zat radioaktif.
Hal itu sudah barang tentu berbahaya bagi lingkungan dan kehidupan manusia karena zat radioaktif dapat menyebabkan kerusakan biologis, baik melalui efek langsung maupun
melalui
efek
tertunda.
Data
mengenai
tingkat
radiokativitas
yang
diperkenankan dalam air lingkungan dan udara dapat dilihat pada lampiran. 4. Pengertian COD dan BOD Kehidupan mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air, tidak berbeda dengan manusia dan makhluk hidup lainnya yang ada di darat, yang juga memerlukan oksigen dari udara agar tetap dapat bertahan. Air yang tidak mengandung oksigen tidak akan memberikan kehidupan bagi mikro organisme, ikan dan hewan air lainnya. Oksigen yang terlarut di dalam air sangat penting artinya bagi kehidupan. Untukmemenuhi kehidupannya, manusia tidak hanya tergantung pada makanan yang berasal dari daratan saja (beras, gandum, sayuran, buah, daging, dll.), akan tetapi juga tergantung pada makanan yang berasal dari air (ikan, kerang, cumi-cumi, rumput laut, dll.). Tanaman yang ada di dalam air, dengan bantuan sinar matahari, melakukan fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis ini akan larut di dalam air. Selain dari itu, oksigen yang ada di udara dapat juga masuk ke dalam air melalui proses difusi yang secara lambat menembus permukaan air. Konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air tergantung pada tingkat kejenuhan air itu sendiri. Kejenuhan air dapat disebabkan oleh koloidal yang melayang di dalam air maupun oleh jumlah larutan Limbah yang terlarut di dalam air. Selain dari itu suhu air-juga mempengaruhi konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air. Tekanan udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air karena tekanan udara mempengaruhi kecepatan difusi oksigen dari udara ke dalam air. Kemajuan industri dan teknologi seringkali berdampak pula terhadap keadaan air lingkungan, baik air sungai, air laut, air danau maupun air tanah. Dampak ini disebabkan oleh adanya pencemaran air yang disebabkan oleh berbagai hal seperti yang telah diuraikan di muka. Salah satu cara untuk menilai seberapa jauh air
lingkungan telah tercemar adalah dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air. Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah. Hal itu karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap (yang ditandai dengan bau busuk). Selain dari itu, bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air mengikuti reaksi oksidasi biasa. Makin banyak bahan buangan organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya. Bahan buangan organik biasanya berasal dari industri kertas, industri penyamakan kulit, industri pengolahan bahan makanan (seperti industri pemotongan daging, industri pengalengan ikan, industri pembekuan udang, industri roti, industri susu, industri keju dan mentega), bahan buangan limbah rumah tangga, bahan buangan limbah pertanian, kotoran hewan dan kotoran manusia dan lain sebagainya. Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dapat ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi. Cara yang ditempuh untuk maksud tersebut adalah dengan uji: 1. COD, singkatan dari Chemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air. 2. BOD singkatan Biological Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam airoleh mikroorganisme. Melalui keduacara tersebut dapat ditentukan tingkat pencemaran air lingkungan. Perbedaan dari kedua cara uji oksigen yang terlarut di dalam air tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut ini. 1. (Chemical Oxgen Demand) Chemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium bichromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion Chrom. Kalium bichromat atau K2Cr2O7
digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut ini: CaHbOc + Cr2072-+ H+ CO2 + H2O + Cr3+ Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalisator perak sulfat (Ag2SO4) untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan buangan organik diperkirakan ada unsur Chlorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Chlorida dapat mengganggu karena akan ikut teroksidasi oleh kalium bichromat sesuai dengan reaksi berikut ini: 6C1-+ Cr2O72-+ 14H+ 3Cl2 + 2 Cr3+ + 7H2O Apabila dalam larutan air lingkungan terdapat Chlorida, maka oksigen yang diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya. Seberapa jauh tingkat pencemaran oleh bahan buangan organik tidak dapat diketahui secara benar. Penambahan merkuri sulfat adalah untuk mengikat ion Chlor menjadi merkuri chlorida mengikuti reaksi berikut ini: Hg2+ + 2Cl- HgCl2 Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan organik sebelum reaksi oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bichromat yang dipakai pada reaksi tersebut di atas. Makin banyak kalium bichromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang diperlukan. Ini berarti bahwa air lingkungan makin banyak tercemar oleh bahan buangan organik. Dengan demikian maka seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan dapat ditentukan. BOD (Biological Oxygen Demand) Biological Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen biologis, adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Sebenarnya peristiwa penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup.
Pada umumnya air lingkungan atau air alam mengandung mikroorganisme yang dapat "memakan", memecah, menguraikan (mendegradasi) bahan buangan organik. Jumlah mikro organisme di dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih (jernih) biasanya mengandung mikroorganisme yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan air yang telah tercemar oleh bahan buangan. Air lingkungan yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun, seperti phenol, kreolin, deterjen, asam sianida, insektisida dan sebagainya, jumlah mikro organismenya juga relatif sedikit. Untuk keadaan seperti ini perlu penambahan mikroorganisme yang telah menyesuaikan (beradaptasi) dengan bahan buangan tersebut. Mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk memecah bahan buangan organik sering disebut dengan bakteri aerobik. Sedangkan mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen, disebut dengan bakteri anaerobik. Proses penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikro organisme atau oleh bakteri aerobik adalah sebagai berikut:
CnHaObNc
+ (n + a/4 – b/2 -3c4) O2
Bahan organik
oksigen
------------------->
Bakteri aerobik
Seperti tampak pada reaksi di atas, bahan buangan organik dipecah dan diuraikan menjadi gas CO2, air dan gas NH3. Timbulnya gas NH3 inilah yang menyebabkan bau busuk pada air lingkungan yang telah tercemar oleh bahan buangan organik. Reaksi tersebut di atas memerlukan waktu yang cukup lama, kira-kira 10 hari. Dalam waktu 2 hari mungkin reaksi telah mencapai 50%, dan dalam waktu 5 hari mencapai sekitar 75%. Bila dibandingkan dengan reaksi COD yang hanya memakan waktu sekitar 2 jam, maka reaksi uji BOD ini relatif sangat lambat karena tergantung pada kerja bakteri. Reaksi uji COD relatif lebih cepat karena tidak tergantung pada cara kerja bakteri.
Jenis Bahan Buangan Bahan buangan organik yang termasuk biodegradable. Contoh : protein, gula karbohidrat, dll. Serat sintetik, selulosa, dll.
Dapat Dioksidasi dengan uji COD BOD Ya
Ya
Ya
Tidak
Bahan buangan yang termasuk biodegradable Contoh : NO2, Fe2+, S2-, Mn3+, dll Hidrokarbon rantai dan aromatic
nonYa
Tidak
Ya
Tidak
Tabel 7: Bahan buangan yang dapat dioksidasi dengan uji COD atau BOD Masing-masing cara pengujian, baik reaksi uji COD maupun reaksi uji BOD, mempunyai keterbatasan yang tidak dapat mengoksidasi segala macam bahan buangan. Berikut ini beberapa jenis bahan buangan yang dapat dioksidasi dengan cara reaksi uji COD atau reaksi uji BOD. Apabila kandungan oksigen dalam air lingkungan menurun maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecah bahan buangan organik akan menurun pula. Bahkan mungkin pula apabila oksigen yang terlarut sudah habis maka bakteri aerobik akan mati semua. Dalam keadaan seperti ini bakteri anaerobik akan mengambil alih tugas untuk memecah bahan buangan yang ada di dalam air lingkungan. Hasil pemecahan bahan buangan oleh mikroorganisme yang memerlukan oksigen (kondisi aerobik) dan tanpa oksigen (kondisi anaerobik) hasilnya akan berbeda seperti terlihat berikut ini: Kondisi aerobic :
Kondisi anaerobic :
C ---
CO2
C
--- CH4
N ---
NH3 + HNO3
N
--- NH3 + amin
S ---
H2SO4
S
--- H2S
P ---
H3PO4
P
--- PH3 + komponen posfor
Hasil pemecahan pada kondisi anaerobik pada umumnya berbau tidak enak. Sebagai contoh, amin berbau amis dan anyir, sedangkan H2S dan komponen posfor akan berbau busuk. Mengingat akan hal ini air lingkungan yang aerobik jangan sampai berubah menjadi anaerobik.
C. Pencemaran Daratan 1. Pengertian Dasar Pencemaran Daratan Tidak jauh berbeda dengan udara dan air, daratan pun dapat mengalami pencemaran. Daratan mengalami pencemaran apabila ada bahan-bahan asing, baik yang bersifat organik maupun bersifat anorganik, berada di permukaan tanah yang menyebabkan daratan menjadi rusak, tidak dapat memberikan daya dukungbagi kehidupan manusia.
Dalam keadaan normal daratan harus dapat memberikan daya dukung bagi kehidupan manusia, baik untuk pertanian, peternakan, kehutanan, maupun untuk pemukiman. Apabila bahan-bahan asing tersebut berada di daratan dalam waktu yang lama dan menimbulkan gangguan terhadap kehidupan manusia, hewan maupun tanaman, maka dapat dikatakan bahwa daratan telah mengalami pencemaran. Kalau hal ini terjadi maka kenyamanan hidup, yang merupakan sasaran peningkatan kualitas hidup, tidak dapat dicapai. Keadaan daratan sebelum mengalami pencemaran tergantung pada letak daratan itu sendiri. Letak daratan dapat dibagi berdasarkan pada: Letak lintang yang membagi daratan berdasarkan kisaran derajat lintangnya (utara / selatan): a. Daratan tropis
(0°-23,5°)
b. Daratan sub tropis
(23,5°-40°)
c. Daratan sub dingin
(40°-66,5°)
d. Daratan dingin (lingkaran kutub)
(> 66,5°)
Letak ketinggian yang membagi daratan berdasarkan ketinggiannya dari permukaan laut: a. Daratan dataran rendah b. Daratan dataran sedang c. Daratan dataran tinggi Pembagian daratan seperti tersebut di atas akan memberikan gambaran keadaan daratan dan lingkungannya. Sebagai contoh:Tanaman dan hewan daerah (daratan) tropis akan berbeda dengan tanaman dan hewan daerah (daratan) dingin. Begitu pula tanaman daerah pantai (dataran rendah) akan lain dengan tanaman yang tumbuh di daerah dataran tinggi (pegunungan). Daerah rawa-rawa pada umumnya lebih mudah dijumpai di daerah tropis (daerah katulistiwa) daripada di daerah subtropis maupun di daerah dingin. Keadaan daratan dan lingkungan ada yang tidak sesuai dengan pembagian tersebut di atas, yaitu daratan yang memang sejak semula keadaan alamnya sudah berupa
padang (gurun) pasir, seperti yang dijumpai di gurun Sahara (Afrika), gurun Gobi (Asia) dan gurun pasir Australia Tengah. Selain dari itu curah hujan ikut pula menentukan keadaan daratan dan lingkungannya. Daerah tropis dan daerah subtropis yang curah hujannya sedikit akan menjadi daerah padang rumput (stepa). 2. Penyebab Pencemaran Daratan Kemajuan industri dan teknologi yang berkembang pesat dewasa ini selain dapat menimbulkan pencemaran terhadap udara dan air, dapat juga menimbulkan pencemaran terhadap daratan. Pencemaran daratan relatif lebih mudah diamati (dikontrol) dibandingkan dengan pencemaran udara maupun pencemaran air. Secara garis besar pencemaran daratan dapat disebabkan oleh: a. Faktor internal, yaitu pencemaran yang disebabkan oleh peristiwa alam, seperti letusan gunung berapi yang memuntahkan debu, pasir, batu dan bahan vulkanik lainnya yang menutupi dan merusakkan daratan sehingga daratan menjadi tercemar. Pencemaran karena faktor internal ini tidak terlalu menjadi beban pemikiran dalam masalah lingkungan karena dianggap sebagai musibah bencana alam. b. Faktor eksternal, yaitu pencemaran daratan karena ulah dan aktivitas manusia. Pencemaran daratan karena faktor eksternal merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan sungguh-sungguh agar daratan tetap dapat memberikan daya dukung alamnya bagi kehidupan manusia. Pembahasan mengenai pencemaran daratan lebih terfokus kepada pencemaran karena faktor eksternal. 3. Komponen Pencemaran Daratan Segala macam organisme yang ada di alam ini selalu menghasilkan limbah atau bahan buangan. Sebagian besar limbah yang dihasilkan oleh organisme yang ada di alam ini bersifat organik, kecuali limbah yang berasal dari aktivitas manusia yang dapat bersifat organik maupun anorganik. Tidak ada organisme yang ada di alam ini yang menghasilkan begitu banyak limbah atau bahan buangan seperti yang dihasilkan oleh
manusia. Limbah atau bahan buangan yang dihasilkan oleh berbagai macam kegiatan manusia sering dinamakan juga dengan Anthropogenic Pollutants. Penamaan demikian ini sekedar untuk membedakan bahwa selain manusia masih ada juga makhluk hidup lainnya (organisme) yang menghasilkan limbah. Bentuk dan macam limbah yang dihasilkan manusia tergantung pada tingkat peradaban manusia. Sebelum manusia mengenai kemajuan industri dan teknologi, limbah atau bahan buangan yang dihasilkan dari kegiatan manusia pada umumnya bersifat organik. Ditinjau dari kepentingan kelestarian lingkungan, limbah yang bersifat organik lebih menguntungkan karena dengan mudah dapat didegradasi atau dipecah oleh mikroorganisme, menjadi bahan yang mudah menyatu kembali dengan alam tanpa menimbulkan pencemaran pada lingkungan. Kemajuan industri dan teknologi ternyata telah menambahjenis limbah manusia yang semula sebagian besar bersifat organik menjadi bersifat organik dan juga anorganik. Bagaimana peranan atau pengaruh kemajuan industri dan teknologi terhadap macam limbah yang dihasilkan dapat dilihat pada contoh komposisi bahan yang digunakan oleh industri mobil pada tahun 1966 dan tahun 1986. Mobil yang telah rusak dan dibuang akan menghasilkan limbah sesuai dengan komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan mobil tersebut. Adapun komposisi bahan yang digunakan mobil buatan tahun 1966 dan mobil buatan tahun 1986 dapat dilihat pada Tabel 17. Bahan
1966
1986
Baja
47 %
15 %
Baja tinggi (high strength)
10 %
30 %
Besi
20 %
15 %
Aluminium
5%
15 %
Plastik Thermosetting
3%
10 %
Plastik
2%
2%
Karet
2%
2%
Gelas
2%
2%
Seng
5%
5%
Lain-Lain
4%
4%
100 %
100 %
Total
Tabel 8: Komposisi bahan yang digunakan oleh industri mobil tahun 1966 dan 1986 Buangan padat kota besar di negara industri padat akan berbeda dengan bahan buangan yang dihasilkan oleh kota kecil yang tidak ada kegiatan industrinya. Susunan
komponen pencemar daratan yang berasal dari bahan buangan atau limbah kota besar di negara industri dapat dilihat pada Tabel 18. Komposisi bahan buangan organik dan bahan buangan anorganik perbandingannya kurang lebih 70% : 30%. Makin banyak bahan buangan organik dibandingkan dengan bahan buangan anorganik akan makin baik dipandangdari sudut pelestarian lingkungan, karena bahan organik lebih mudah didegradasi dan menyatu kembali dengan lingkungan alam. Komponen
Prosenta
Kertas Limbah bahan makanan Gelas Logam (besi) Plastik Kayu Karet dan kulit Kain (serat tekstil) Logam lainnya (Aluminium)
41 se% 21 % 12% 10 % 5% 5% 3% 2% 1%
Tabel 9 : Komponen pencemar daratan Pencemaran daratan pada umumnya berasal dari limbah berbentuk padat yang dikumpulkan pada suatu tempat penampungan yang sering disebut dengan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) atau Dump Station. Bahan buangan padat terdiri dari berbagai macam komponen baik yang bersifat organik maupun yang anorganik. Bahan dan jenisnya. Cara ini akan sangat membantu proses daur ulang bahan buangan sehingga menjadi bahan yang masih dapat dimanfaatkan lagi bagi kehidupan manusia. Limbah
Pemanfaatannya kembali (daur ulang):
1. Dibuat bubur pulp lagi untuk bahan kertas,cardboard dan produk-produk kertaslainnya 2. Dihancurkan untuk dipakai sebagai bahanpengisi, bahan isolasi. 3. Diinsenerasi sebagai penghasil panas. 1. Dibuat kompos untuk pupuk tanaman Bahan Organik 2. Diinsenerasi sebagai penghasil panas. Tekstil/pakaian (bekas) 1. Dihancurkan untuk dipakai sebagai bahan pengisi, bahan isolasi. 2. Diinsenerasi sebagai penghasil panas. 3. Disumbangkan kepada yang memerlukan.
Kertas
Gelas
1. Dibersihkan dan dipakai lagi (botol). 2. Dihancurkan untuk digunakan lagi sebagai bahan pembuat gelas baru. 3. Dihancurkan dan dicampur aspal untuk pengerasan jalan. 4. Dihancurkan dan dicampur pasir dan batu untuk pembuatan bata semen.
Logam
1. Dicor untuk pembuatan logam baru yang dapat digunakan utuk berbagai macam keperluan. 2. Langsung digunakan lagi bila keadaannya masih baik dan memungkinkan.
Karet, kulit dan plastik 1. Dihancurkan untuk dipakai sebagai bahan pengisi, isolasi. 2. Diinsenerasi sebagai penghasil panas.
Tabel 10: Limbah padat dan pemanfaatannya kembali 4. Masalah Daur Ulang Limbah (Bahan Buangan) Padat Luas daratan yang terbatas saat ini terasa makin sempit dengan bertambahnya jumlah penduduk yang memerlukan lahan untuk daerah pemukiman. Untuk menunjang kehidupan manusia sebagian daratan diambil pula untuk keperluan lahan pertanian, daerah industri dan juga untuk keperluan penimbunan limbah hasil kegiatan manusia. Daerah yang digunakan sebagai tempat pembuangan akhir (TPA) atau dump stations secara tidak disadari akan bertambah luas, karena jumlah limbah atau bahan buangan hasil kegiatan manusia selalu bertambah dari hari ke hari. Walaupun sudah disediakan tempat pembuangan akhir untuk menimbun limbah (sampah) padat yang dihasilkan oleh warga kota, namun karena limbah yang dihasilkan terus bertambah maka tempat pembuangan akhir (TPA) makin meluas. Dengan bertambah luasnya tempat pembuangan akhir berarti akan makin mengurangi luas daratan yang dapat dimanfaatkan untuk daerah pemukiman, daerah industri, daerah pertanian dan lain-lainnya. Mengingat akan hal ini maka perlu pemikiran lebih lanjut bagaimana mengurangi jumlah limbah padat dengan memanfaatkan kembali limbah padat tersebut untuk kepentingan manusia melalui proses daur ulang limbah (bahan buangan) padat, sekaligus sebagai usaha untuk mengurangi pencemaran daratan. Pemanfaatan kembali limbah padat ternyata banyak memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia. Limbah (bahan buangan) padat yang semula tidak berharga, setelah dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang, menjadi bernilai ekonomis. Beberapa cara pemanfaatan kembali limbah padat dapat dilihat pada Tabel 19.
D. Indikator Biologis Seperti telah diuraikan pada bab terdahulu bahwa manusia tidak akan pernah berhenti untuk berusaha meningkatkan kualitas hidupnya yang tidak lain adalah usaha mendapatkan kenyamanan hidup yang lebih baik. Kemajuan industri dan teknologi telah dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Akan tetapi di sisi lain kemajuan industri dan teknologi dapat pula berdampak kepada lingkungan hidup yang pada akhirnya akan berdampak pula terhadap manusia. Agarlingkungan hidup dapat terjaga dengan baik dan alam tetap dapat memberikan daya dukungnya bagi kehidupan manusia maka semua kegiatan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kualitas hidup manusia, seperti industri, transportasi, pertanian, perikanan, peternakan, pertambangan, pembangkitan daya listrik, perbengkelan dan Iain-lain, termasuk kegiatan dan aktivitas rumah tangga, haruslah selalu memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Semua kegiatan seperti tersebut di atas tidak boleh mengakibatkan terjadinya pencemaran ataupun kerusakan lingkungan. Sesuai dengan prinsip dasar pengelolaan lingkungan hidup yang baik, yaitu bahwa sebelum ada kegiatan dan sesudah ada kegiatan tidak adaperubahan terhadap keadaan lingkungan kecuali perubahan atau dampak yang bersifafc positif, maka. perhatian maupxin penelitian terhadap lingkungan hidup perlu dicermati dengan baik. Persyaratan adanya suatu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL/ ANDAL bagi suatu kegiatan baru yang akan diusulkan seperti pembangunan pabrik, pendirian bengkel, pembangunan hotel, pembangunan
tempat
rekreasi,
pembukaan
tambangbaru,
pembuatan
lokasi
pemukiman dan lain sebagainya, kiranya perlu didukung oleh semua pihak. Kegiatan yang tidak menimbulkan dampak (negatif) terhadap lingkungan, yang sering disebut dengan Environment Zero Effect atau Zero Release, dapat diketahui melalui indikator biologis yang diuraikan pada bab ini. Dalam rangka melihat
indikator biologis,
perlu kiranya diketahui daur
pencemaran lingkungan sebagai dasar pengambilan contoh lingkungan untuk penelitian lebih lanjut mengenai kemungkinan ada-tidaknya pencemaran lingkungan. Namun perlu diingat bahwa untuk dapat menentukan apakah telah terjadi pencemaran atau tidak,
maka harus diketahui terlebih dahulu keadaan lingkungan tersebut sebelum ada kegiatan; yang selanjutnya akan dipakai sebagai garis dasar. Apabila terjadi perubahan (kenaikan) terhadap garis dasar (yaitu keadaan lingkungan sebelum ada kegiatan), berarti lingkungan telah mengalami pencemaran. 1. Daur Pencemaran Lingkungan Mengingat bahwa pencemaran lingkungan, baik yang melalui udara, air maupun daratan pada akhirnya akan sampai juga kepada manusia.Dengan memperhatikan daur pencemaran lingkungan tersebut akan memudahkan di dalam melakukan penelitian dan pengambilan contoh lingkungan serta analisis contoh lingkungan. Dari gambar di bawah ini dapat pula dikatakan bahwa sumber pencemaran sebenarnya berasal dari ulah manusia itu sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh garis terputus-putus yangmenghubungkan manusia dengan sumber pencemaran. Oleh karena itu peranan dan kebijaksanaan manusia dalam mengelola lingkungan hidup sangat besar artinya bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri.
Gambar 1: Daur Pencemaran Lingkungan
2.Indikator Biologis Dalam rangka analisis keadaan lingkungan, masalah indikator biologis perlu diketahui dan ditentukan. Indikator biologis dalam hal ini merupakan penunjuk adatidaknya kenaikan keadaan lingkungan dari keadaan garis dasar, melalui analisis kandungan
logam atau kandungan senyawa kimia tertentu yang terdapat di dalam hewan maupun tanaman, atau suatu hasil dari hewan (susu, keju) atautanaman (buah, umbi). Indikator biologis dapat ditentukan dari hewan atau tanaman yang terletak pada daur pencemaran lingkungan sebelum sampai kepada manusia. Berdasarkan uraian di atas maka pengambilan contoh lingkungan, baik yang berasal dari hewan maupun yang berasal dari tanaman, haruslah yang terletak pada jalur yang menuju dan berakhir pada manusia. Oleh karena itu contoh lingkungan (hewan maupun tanaman) yang dianalisis haruslah hewan atau tumbuhan yang akandimakan atau diminum
oleh
manusia.
Indikator
biologis
tidak
akan
ditentukan
melalui
analisiskandungan logam maupun senyawa kimia yang terdapat pada daging harimau karena daging harimau tidak dimakan oleh manusia. Begitu juga kita tidak akan menganalisis kandungan logam atau senyawa kimia yang ada pada daun pohon jati karena manusia tidak makan daun pohon jati. Indikator biologis dapat terjadi karena ada beberapa organisme atau bagian organisme yang dapat berlaku sebagai biokonsentrasi logam atau senyawa kimia tertentu. Sebagai contoh, hewan pemakan rumput (sapi, kerbau, kambing) merupakan organisme yang bersifat biokonsentrasi terhadap Iodium. Artinya, hewan tersebut lebih peka dalam "menangkap" Yodium dibandingkan dengan hewan lainnya. Apabila terjadi pencemaran atau pelepasan Iodium ke lingkungan, maka hewan-hewan tersebut dapat dipakai sebagai indikator biologisnya. Analisis Iodium dapat dilakukan melalui analisis darah hewan tersebut; atau akan jauh lebih mudah bila dilakukan melalui analisis kelenjar gondok hewan tersebut karena kelenjar gondok merupakan biokonsentrasi tertinggi untuk Iodium. Susu hewan tersebut juga merupakan biokonsentrasi yang baik untuk Iodium. Analisis Iodium melalui analisis susu lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan analisis melalui kelenjar gondok karena analisis dapat dilakukan tanpa harus membunuh hewan tersebut. Apabila pencemaran lingkungan diperkirakan melalui jalur airmaka indikator biologisnya dapat ditentukan melalui hewan atautanaman yang hidup atau tumbuh di air, baik air sungai, air danaumaupun air laut. Indikator biologis yang ada pada jalur air danmungkin akan sampai kepada manusia adalah: 1. Phytopiankton, jenis plankton tanaman.
2. Zooplankton, jenis plankton hewan. 3. Mollusca, jenis kerang-kerangan. 4. Crustacea, jenis udang-udangan 5. Ikan dan sejenisnya. Beberapa unsur kimia atau jenis logam yang pernah dijumpai sebagai pencemar lingkungan perairan yang terdeteksi melalui indikator biologis tersebut di atas antara lain adalah sebagai berikut: 1. Indikator biologis Phytoplankton: Besi (Fe),
Kobalt (Co),
Nikel (Ni),
Plutonium (Pu), Cesium (Cs), Ytrium
(Y), Tritium (H3). 2. Indikator biologis Zooplankton: Mangan (Mn),
Strontium (Sr),
Ytrium (Y),
Besi (Fe), Nikel (Ni), Kobalt
(Co), Zirkonium (Zr). 3. Indikator biologis Mollusca: Seng (Zn),
Nikel (Ni),
Tembaga (Cu),
Kadmium (Cd), Kromium (Cr),
Mangan (Mn), Cesium (Cs), Kobalt (Co). 4. Indikator biologis Crustacea: Strontium (Sr), Ytrium (Y), Cesium (Cs), Kobalt (Co), Seng (Zn), Mangan (Mn), Tritium (H3). 5. Indikator biologis ikan dan sejenisnya: Plutonium (Pu), Mangan (Mn),
Cesium (Cs),
Seng (Zn), Besi (Fe), Kobalt
(Co), Zirkonium (Zr), Strontium (Sr). Unsur kimia atau jenis logam yang terkandung di dalam indikator biologis seperti tersebut di atas dapat berupa unsur kimia biasa maupun dalam bentuk unsur radioaktif. Kalau pencemaran dalam bentuk unsur radioaktif maka yang dipakai sebagai garis dasar adalah cacah radioaktivitas alamnya. Seandainya terjadi pencemaran unsur radioaktif, walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit, namun karena radiasi yang dipancarkan mempunyai sifatyangkhas, maka pendeteksiannya relatif masih lebih mudah bila dibandingkan dengan pencemaran oleh unsur kimia biasa. Selain dari pada itu, dalam masalah indikator biologis ada suatu pengertian yang disebut dengan Biological Magnification, yaitu pelipatan kandungan bahan pencemar
oleh organisme yang tingkatannya lebih tinggi. Pelipatan bahan pencemar di dalam organisme dapat terjadi karena organisme secara tetap mengkonsumsi bahan buangan (bahan pencemar), kemudian diakumulasi di dalam tubuhnya sehingga makin lama konsentrasi bahan pencemar (bahan buangan) di dalam tubuhnya makin besar. Jadi walaupun konsentrasi bahan buangan (bahan pencemar) yang ada di lingkungan (misalnya di dalam air) kecil namun bisa menjadi besar konsentrasinya setelah dikonsumsi oleh organisme dan melalui proses akumulasi. Apabila ada suatu bahan buangan yang tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme (bersifat nonbiodegradable), maka bahan buangan tersebut akan dapat mengalami biological magnification melalui organisme yang ada di alam ini. Contoh bahan buangan yang nonbiodegradable adalah pestisida (misalnya DDT). Pemakaian DDT yang berlebihan menyebabkan air lingkungan ikut tercemar. Misalkan DDT yang terdapat dalam air lingkungan sebesar 0,000003 ppm. Kalau DDT tersebut ikut dalam daur makanan plankton maka kandungan DDT dalam plankton akan naik menjadi 0,04 ppm karena proses akumulasi.