BAB V KONSEP PERANCANGAN
1. Konsep Dasar Dengan karakter kegiatan pendidikan dan hunian yang khas dalam padepokan tari dan kebutuhan akan ruang untuk kegiatan menari yang inspiratif dalam artian merangsang daya cipta seni pemakainya, maka dapat dirumuskan konsep dasar perancangan kasus ini adalah “Mataya Dimana-mana”. Kata ‘mataya’ disini merujuk pada literatur tari “Dance Power : The Concept of Mataya” ( Ben Suharto ,--- : ---) yang berarti ‘menari dalam arti menyatu antara wiraga, wirama dan wirasa ‘. Dalam perancangan kasus ini mataya diasumsikan sebagai meleburnya kegiatan belajar, bersosialisasi dan pertunjukan menjadi satu. Karakter kegiatan pendidikan dan hunian
Ruang yang inspiratif
Wadah kegiatan tari
Mataya dimana mana
Belajar
Pertunjukan
Bersosialisasi
66
gb 53 : Sketsa gambaran konsep’ mataya dimana-mana’
gb54 :Sketsa gambaran kebutuhan akan ruang yang inspiratif dan interaktif dengan alam
67
2. Konsep Pemilihan Tapak Lokasi tapak dipilih berdasarkan kebutuhan akan ruang yang inspiratif
untuk karakter kegiatan belajar dan berhuni dan kriteria
pemilihan tapak berikut ini : o
Potensi Tapak
o
Mendukung kemudahan pecapaian
o
Bersifat interaktif dengan lingkungan
o
Terletak di daerah yang relatif tenang
o
Mampu mewadahi kegiatan secara optimal, baik masa kini maupun masa datang
o
Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai
o
Sesuai dengan recana pengembangan kebudayaan dan pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta
RENCANA PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN DIY
Dusun sawahan, Desa Pandowoharjo
gb 55 : skema rencana pengembangan kebudayaan
KOTA YOGYAKARTA
dan
pembangunan DIY (RUTRW Kab. Sleman 2004)
68
3. Konsep Perancangan Tapak a. Pendaerahan Secara umum, pendaerahan dibuat berdasarkan karakter fasilitas dan kebutuhannya akan tingkat ketenangan ruangan.
b. Hierarki Mulai sebelum mencapai bangunan, pengunjung terlebih dulu dibawa dalam rangkaian sekuens yang terbentuk oleh : -
rangkaian tata hijau
-
pola-pola lansekap
-
peralihan bahan
gb
56
:
sketsa
konsep
hierarki dalam perancangan tapak bangunan
c. Pencapaian dan Sirkulasi Sirkulasi dibagi menjadi sirkulasi pedestrian, kendaraan pengunjung, kendaraan penghuni padepokan dan kendaraan servis. Sirkulasi kendaraan berakhir pada titik terminal berupa parkir atau tempat perhentian. Selanjutnya pengunjung harus berjalan menuju fungsi yang dituju
69
d. Kesatuan Pada tapak dibuat elemen – elemen yang sama dan berulang sehingga memberikan cirikhas pada tapak yaitu : -
taman Mataya dan perulangan bentuk ruang terbuka yang sama untuk aktivitas tari
-
elemen lansekap
-
bentuk masa
-
bentuk atap
gb57 :Taman Mataya dan studio Pelataran sebagai ruang luar utama
e. Tata Hijau Selain sebagai elemen estetis, vegetasi digunakan sebagai pembentuk skala ruang yang juga mendukung konsep hierarki. Pepohonan kelapa yang ada di batas Timur tapak dan pepohonan cemara di sepanjang Jalan
Sawahan
dipertahankan
dan
menjadi
satu
dari
elemen
perancangan tata hijau dalam tapak.
70
gb58 :Konsep tata hijau sebagai pembentuk skala ruang
4. Konsep Ruang Pengolahan ruang ditentukan berdasarkan bentuk ruang tradisional
Jawa
yaitu
bentuk
segi
empat
(rectangular)
dan
pengembangannya. Kebebasan ruang gerak dan kenyamanan bagi penari sesuai dengan pola lantai, pola vertikal dan properti tari juga menjadi faktor penentu pembentukan ruang. Tata ruang Jawa berupa teritorial yang tegas; adanya sugesti yang dibentuk oleh peralihan fungsi yang berbeda; dan pelataran sebagai ruang penerima, orientasi dan belajar sesuai konsep dasar mataya menjadi konsep ruang fungsional dan peralihannya.
5. Konsep Gubahan Masa Gubahan
masa
bangunan
merujuk
pada
bentuk
tradisional yaitu segi empat dengan menerapkan kekhasan atap di lingkungan sekitar yang memiliki kemiringan relatif besar. Karakter tari Jawa kreasi baru dengan irama, dinamika dan ritme tertentu menjadi rujukan dalam pembentukan masa bangunan dan komponen pelengkapnya seperti deretan pergola dan panggung pertunjukan
71