BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Umum Konsep perancangan bangunan dengan pendekatan deafspace guidelines yang diterapkan dalam lima aspek bangunan meliputi penataan massa bangunan, material dan warna, sirkulasi, akustik dan pencahayaan dan tampilan fisik bangunan. Bagan 5.1 Skema Konsep
Sumber: Analisis, Januari 2014
Ruang dan bangunan sebagai aspek fisik yang memiliki ‘bahasa’ dengan tandatanda visual yang diimplementasikan pada setiap detail bangunan. Dalam hal ini pendekatan dengan deafspace guidelines bertujuan untuk memudahkan pengguna yang memiliki keterbatasan pendengaran untuk dapat mengenali ruang dalam lingkungan binaan.Desain mendukung pemberian informasimelalui dari indera penglihatan dan kemampuan menangkap getaran. 5.2. Kebutuhan Ruang Kebutuhan ruang pada SLB tunarungu dibedakan berdasarkan pengguna dan kegiatannya.Acuan yang dipakai untuk menentukan besaran dan jumlah ruang bersumber dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 33 tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SLB. Di dalam peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa maksimal satu rombongan belajar adalah 8 siswa.Selain itu luasan ruang juga mengacu pada kondisi tapak yang akan dibangun SLB. Rincian luasan ruang dapat dilihat pada tabel berikut:
77
Tabel 5.1 Tabel Kebutuhan Ruang Area Belajar
Sumber: Analisis, Januari 2014 Tabel 5.2 Tabel Kebutuhan Ruang Area Administrasi
Sumber: Analisis, Januari 2014 Tabel 5.3 Tabel Kebutuhan Area Asrama
Sumber: Analisis, Januari 2014
78
Tabel 5.4 Tabel Kebutuhan Ruang Area Pendukung
Sumber: Analisis, Januari 2014 Tabel 5.5 Kebutuhan Total Luas Ruang Dalam
Sumber: Analisis, Januari 2014
Tabel 5.6 Tabel Kebutuhan Area Ruang Luar
Sumber: Analisis, Januari 2014
Dari tabel-tabel di atas dapat disimpulkan bahwa total keseluruhan luasan yang dibutuhkan untuk menunjang tercapainya ruang-ruang yang dibutuhkan adalah 5.048.3 m2.
79
Tabel 4.11 Tabel Total Luasan Yang Dibutuhkan
Sumber: Analisis, Januari 2014
5.3. Konsep Tata Ruang Luar Site berada di sebelah utara jalan, sumber kebisingan utama berasal dari jalan (sisi selatan) sehingga dalam penataan zonasi bangunan, area publik berada di sisi paling selatan.Sementara area semi privat dan privat di bagian utara namun perletakannya sejajar.Terdapat satu titik tengah yang menghubungkan ketiga zona tersebut sehingga jangkauan visual pengguna dapat mencakup ketiga zona secara bersamaan.
Gambar 5.1 Gambar Pembagian Zonasi Sumber: Analisis, Januari 2014
Zona semi privat terletak di sisi timur karena bersebelahan dengan pemukiman, sedangkan zona privat berada di sisi barat yang berbatasan dengan area sungai Gadjah Wong sehingga tidak ada gangguan eksternal berupa kebisingan. 5.3.1. Pencapaian Bangunan Sirkulasi untuk mencapai bangunan termasuk sirkulasi langsung (frontal) agar
tidak
melelahkan
dan
untuk
memperjelas
identitas
bangunan
tersebut.Entrance utama hanya ada satu buah agar tidak membingungkan
80
penggunanya.Tetapi, disediakan jalur sendiri pada site untuk pengelola agar semakin mudah mengakses ruang penjaga atau bagian belakang bangunan. Pengkondisian akses dibagi menjadi akses utama drop off dan langsung menuju area parkir serta akses yang langsung menuju bagian belakang bangunan untuk memudahkan pengelola.
Gambar 5.2 Pencapaian Bangunan Sumber: Analisis, Januari 2014
5.3.2. Tata Massa Bangunan Site berada di lahan seluas sekitar 4750 m2 dengan KDB 60% dan dipotong dengan sempadan jalan dan sempadan sungai sehingga luas efektif yang dapat dibangun adalah sekitar 2850 m2.Dari kebutuhan ruang keseluruhan yaitu 5048 m2 maka massa bangunan setidaknya minimal terdiri dari dua lantai. Konfigurasi massa bangunan menyebar di setiap sisi site dan dibedakan berdasarkan fungsinya. Paling tidak terdapat empatmassa besar yang mewadahi tiga fungsi utama yaitu kantor, sekolah, asrama dan ruang aula siswa. Penataan massa perlu memperhatikan kesinambungan dan koneksi antar bangunan serta pencapaian, khususnya secara visual.
81
Gambar 5.3 Konsep Tata Massa Bangunan Sumber: Analisis, Januari 2014
Area tengah menjadi sentra dari keseluruhan massa bangunan. Pada setiap massa memiliki satu detail penghubung untuk memunculkan satu kesinambungan antara massa satu dengan lainnya. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai penanda akses utama pada setiap massa bangunan.
Gambar 5.4Skema Situasi Bangunan Sumber: Analisis, Januari 2014
5.3.3. Elemen Luar Bangunan 1. Elemen Keras. Elemen keras pada area parkir menggunakan grass block dan paving block. Sedangkan pada jalur sirkulasi yang tertutup atap dapat memakai keramik seperti lantai ruang dalam atau kayu, dan pada jalur sirkulasi yang tidak beratap dapat menggunakan semen bertekstur.
82
Gambar 5.5 Contoh Elemen Penutup Tanah Pada Lansekap Luar Sumber: Analisis, 2014
2. Elemen Lunak Vegetasi merupakan elemen luar bangunan yang memiliki berbagai fungsi. Adapun fungsi-fungsi tersebut antara lain: 1.
Sebagai barrier terhadap kebisingan maupun polusi
2.
Sebagai peneduh
3.
Elemen estetika landscape bangunan.
4.
Pembentuk batas ruang
5.
Pengendali kecepatan angin
Gambar 5.6 Contoh Vegetasi sebagai Peredam Kebisingan dan Polusi Sumber: DPU Dirjen Bina Marga, 1996
83
Gambar 5.7 Contoh Vegetasi sebagai Peneduh Sumber: DPU Dirjen Bina Marga, 1996
Gambar 5.8 Contoh Vegetasi sebagai Pengendali Kecepatan Angin Sumber: Russ, 2002
Lokasi site yang berbatasan dengan jalan membutuhkan perlindungan dari polusi dan kebisingan dari luar.Oleh karena itu, penataan vegetasi sangat penting dilakukan.Dalam hal ini, vegetasi berfungsi sebagai barrier dan juga pembatas ruang.Selain itu juga dapat mencakupi fungsi sebagai peneduh di jalur yang dilewati kendaraan untuk akses ke dalam.
Gambar 5.9 Penataan Vegetasi sebagai Barrier dan Pembatas Sumber: Analisis, Januari 2014
84
Vegetasi juga dapat berfungsi sebagai elemen estetika dalam suatu lansekap.Penataan lahan kosong dapat dimanfaatkan untuk kebun kecil dengan macam-macam tanaman.Selain memanfaatkan lahan kosong, kebun tersebut juga dapat menjadi tambahan view dari dalam bangunan.
Gambar 5.10 Contoh Penataan Vegetasi pada Lahan Kosong Sumber: Dokumentasi Penulis, 2013
5.4. Konsep Tata Ruang Dalam 5.4.1. Sirkulasi dan Organisasi Ruang Pola sirkulasi ruang dalam memakai pola radial agar tidak menyulitkan pengguna mencapai ruang-ruang yang akan dituju. Pola radial ini memadukan unsur sirkulasi terpusat dan linier. Area di pusat adalah yang menjadi pusat sirkulasi berupa hall atau lobby sehingga memudahkan pengguna untuk mencapai ruang-ruang linier yang berkembang pada jari-jarinya.
Gambar 5.11 Pola Sirkulasi Radial Sumber: Analisis, Januari 2014
Pola radial cocok diterapkan pada ruang-ruang di sekolah dan asrama yang memiliki banyak ruangan dengan ukuran, bentuk dan fungsi yang sejenis.Dalam
85
konsep deafspace guidelines, koridor menjadi area yang penting dan membutuhkan banyak fitur desain yang menambah tanda visual bagi pengguna tunarungu.Aktivitas siswa tunarungu di koridor misalnya adalah berbincang dengan teman sambil melewati koridor.Pada saat tersebut, indera penglihatan terfokus untuk berkomunikasi dengan lawan bicara sehingga kurang sigap terhadap kondisi sekita.Oleh karena itu leveling antara koridor dengan ruang luar sebaiknya tidak memiliki selisih ketinggian yang kontras dan sudutnya perlu diperhalus agar tidak membahayakan.
Gambar 5.12Jalur Sirkulasi yang Diperlebar Sumber: AIA, 2012
Meskipun pada jalur sirkulasi radial, akan sedikit ditemukan persimpangan jalan, namun hal tersebut tetap perlu disikapi dengan desain yang tepat. Penghalusan sudut pada persimpangan dapat meminimalisir bahaya tabrakan antara pengguna koridor yang berlawanan arah, juga dapat membantu pengguna mengetahui pemakai koridor yang berada di belakangnya.
Gambar 5.13Zona Vibrasi Pada Koridor Sumber: AIA, 2012
86
Gambar 5.14Perhalusan Pada Persimpangan Jalur Sirkulasi Sumber: AIA, 2012
5.4.2. Zonasi dan Hubungan Antar Ruang
Gambar 5.15 Zonasi Bangunan Sumber: Analisis, 2014
Massa bangunan dipisahkan berdasarkan fungsi dan tingkat privasi ruang. Ruang publik berupa hall terletak setelah entrance dan terletak di tengah massa bangunan depan. Area semi publik terdiri dari ruang-ruang administrasi yaitu kantor guru, ruang kepala sekolah dan ruang tata usaha. Sedangkan area privat terdiri dari ruang-ruang di sekolah dan asrama.
87
Bagan 5.2 Zonasi dan Hubungan Antar Ruang Sumber: Analisis, 2014
5.5. Konsep Fisik Bangunan 5.5.1. Fasad bangunan Fasad bangunan yang menghadap sisi timur diberikan elemen penanda entrance dan bersifat kontras agar mudah dikenali sebagia entrance.Bentuk entrance dapat lebih menonjol dibanding ruang lainnya. Pada setiap massa bangunan yang berada di area dalam pun memakai material atau warna yang berbeda sebagai penanda entrance.
88
Gambar 5.16 Contoh Entrance yang Menonjol dan Menggunakan Material Berbeda Sumber: www.indesignindonesia.com, diakses pada Januari 2014
5.5.2. Warna, Tekstur dan Material Setiap ruang memiliki karakteristik yang disesuaikan dengan fungsi ruang dan penggunanya.Adapun kesan karakteristik ruang yang diinginkan didapat dengan pemilihan warna, tekstur dan material bangunan.
Tabel 5.7 Karakteristik Ruang
Nama Ruang Karakter Area Ruang Warna interior yang digunakan berkisar pada warna krem cerah Pembelajaran Layout ruang menggunakan tempat duduk yang disusun letter U Pencahayaan alami didukung dengan bukaan yang cukup Penghawaan alami dengan adanya ventilasi Ruang Terapi Penggunaan material yang mendukung ruang kedap suara (Bina Wicara seperti gypsum dan BPBI) Area ruang Layout dan sirkulasi ruang teratur dan sederhana administrasi Penggunaan signage berupa gambar-gambar jelas dengan warna kontras Warna interior yang digunakan berkisar pada warna oranye pastel Pencahayaan dan penghawaan buatan Ruang Warna interior berkisar pada warna biru lembut perpustakaan Penggunaan signage yang jelas Pencahayaan dan penghawaan buatan Untuk meredam kebisingan, digunakan gypsum pada dinding dan plafond Area Asrama Warna interior berkisar pada warna hijau pastel Pencahayaan alami didukung dengan bukaan yang cukup dan pencahayaan buatan pada malam hari Penghawaan alami dengan adanya ventilasi
89
Nama Ruang Karakter Ruang sirkulasi Penggunaan signage yang jelas Koridor lebar Detail repetisi yang mengarahkan jalur sirkulasi menuju ruangruan yang terhubung Ruang Penggunaan signage yang jelas misalnya pada ruang ibadah penunjang diberikan lampu yang menyala saat tiba waktunya beribadah (dapur, ruang Permukaan tidak licin ibadah, ruang Pada ruang ibadah dinding berwarna biru pastel untuk suasana tunggu, dsb) tenang Toilet dan Permukaan tidak licin kamar mandi Lebar pintu minimal 90 cm dan terdapat pelat tending di bagian bawah Mudah ditemukan Penggunaan signage yang jelas Ruang Penggunaan signage yang jelas publik/outdoor Permukaan relatif rata Menghindari tangga undakan yang tinggi dan melengkapi dengan ramp dengan kemiringan yang nyaman Sumber: Analisis, Januari 2014
Secara menyeluruh warna yangdigunakan cenderung ke warna lembut, tenang dan alami.Warna-warna krem lembut dan gradasinya tidak gelap, dan tidak terlalu terang, dirasa tepat untuk menimbulkan suasana terang yang cukup.Dalam deafspace guidelines dijelaskan pemilihan warna interior tidak memakai warna yang mencolok agar tidak cepat membuat mata lelah.
Gambar 5.17 Contoh Pembedaan Warna Pada Elemen Pembatas Ruang Sumber: AIA, 2012
90
Elemen pembentuk ruang antara dinding, lantai dan langit-langit diberikan warna yang berbeda, namun tetap tidak kontras. Selain itu pembedaan tekstur dan warna pada tiap fungsi ruangan dan zona yang berbeda akan memudahkan pemahaman ruang bagi kalangan dengan keterbatasan. Dalam hal ini, hal yang paling banyak dipertimbangkan dalam desain adalah untuk elemen lantai dan dindingnya.Lantai ruang pada umumnya menggunakan perkerasan keramik yang mudah dibersihkan, karena sehari-harinya tempat ini banyak dijamah oleh publik.Setiap zona yang berbeda diberi pola lantai yang senada agar memberi informasi visual yang jelas.Persyaratannya secara keseluruhan adalah harus lembut namun bertekstur dan tidak licin untuk mendukung keamanan.
Gambar 5.18 Contoh Penggunaan Material Keramik dengan Warna yang Berbeda untuk Membentuk Pola Lantai Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013
Material bangunan menggunakan pasangan bata yang diplester dan dicat. Batu bata mudah diolah dan disesuaikan dengan bentuk yang diinginkan, dan setelah diplester mudah dicat dengan warna apa saja. Pada beberapa tempat dikombinasikan dengan batuan alam sebagai aksen dan penanda ruangan. Tabel 5.8 Tabel Karakteristik Ruang Berdasarkan Material Lantai dan Dinding
Lobi
Ruang
Lantai Terbuat dari tegel/terakota
Ruang Pembelajaran
Terbuat dari keramik putih bertekstur
Ruang tamu
Terbuat dari lantai parket yang tidak terlalu gelap
Dinding Terbuat dari paduan batu alam dan kayu. Untuk sisi berdinding menggunakan warna krem-jingga agar terkesan friendly Berwarna cenderung krem cerah agar ruang tampak terang Paduan kayu dan dinding bercat krem
91
Ruang KM + WC
Lantai Tegel bertekstur
Ruang rapat
Terbuat dari keramik putih bertekstur Terbuat dari lantai kayu
Ruang Terapi (Bina Wicara dan BPBI) Ruang Administrasi
Ruang Ibadah
Jalur sirkulasi ruang antara
Perpustakaan
Asrama
Terbuat dari keramik putih bertekstur Terbuat dari lantai parket
&
Pada bagian yang ternaungi atap, sirkulasi terbuat dari keramik. Pada bagian yang terkena panas matahari, jalur sirkulasi terbuat sari semen bertekstur Terbuat dari keramik agak gelap karena ruang sudah cukup terang
Terbuat dari keramik putih bertekstur
Dinding Dinding keramik yang cerah. Pada bagian luarnya, kamar mandi laki-laki dan perempuan dibedakan dengan warna pink dan biru. Warna ini sangat lazim untuk dipahami dengan mudah, bahwa biru merupakan warna laki-laki sedangkan pink untuk perempuan Gypsum acoustic Gypsum acoustic Berwarna cenderung krem cerah agar ruang tampak terang Dinding berwarna jingga cerah yang sesuai dengan warna lantai Dinding bertekstur dan cenderung dingin, misalnya menggunakan batu alam atau batu bata.
Menggunakan dinding dengan warna biru cerah. Karena untuk keperluan membaca, tingkat pencahayaan harus cukup terang. Selain itu diaplikasikan juga gypsum Menggunakan dinding berwarna hijau pastel agar menimbulkan kesan rileks dan mendukung kegiatan istirahat penghuni asrama
Sumber: Analisis, Januari 2014
92
Pemilihan warna-warna cerah dan lembut selain mengurangi panas yang terperangkap dalam bangunan, juga sesuai dengan konteks lansekap di sekelilingnya.Pemilihan warna ini juga terkesan lembut dan nyaman, tapi tidak membuat bosan.
Gambar 5.19 Ilustrasi Warna yang Digunakan Sumber: Analisis, 2013
Gambar 5.20Skema Warna Pada Ruangan Sumber: Analisis, 2014
Pada ruang dalam, terdapat zona vibrasi untuk memberi tanda apabila ada orang lain yang masu ke dalam ruangan. Zona vibrasi tersebut dibuat dengan material lantai dari kayu.
Gambar 5.21 Zona Vibrasi Pada Ruang Dalam Sumber: AIA, 2012
93
5.6. Konsep Sistem Bangunan 5.6.1. Sistem Pencahayaan Pencahayaan
pada
ruang-ruang
di
SLB
Tunarungu
diusahakan
menggunakan pencahayaan alami, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2008.Namun untuk beberapa ruang dengan pengkondisian khusus dapat digunakan pencahayaan buatan dengan lampu listrik. 1. Pencahayaan Alami Ruang kelas dan ruang pembelajaran lainnya menggunakan pencahayaan alami dan bertujuan agar lebih hemat energi dan lebih sehat.Pencahayaan alami didukung dengan adanya bukaan yang lebar. Namun untuk mengurangi panas matahari yang ikut masuk dengan cahaya, digunakan shading dan filter berupa kisi-kisi pada jendela 2. Pencahayaan Buatan Ruang-ruang yang memakai pencahayaan buatan adalah ruang kelas, perpustakaan, ruang administrasi dan area asrama.Pencahayaan buatan menggunakan lampu yang disusun dengan teknik pencahayaan baur (indirect lighting) sehingga cahaya yang dihasilkan di ruangan bersifat merata dan tidak membuat silau. Untuk menghindari silau yang berlebihan, dapat digunakan shading pada bangunan.Shading dapat dibagi menjadi: -
Shading buatan, yaitu didapat dari adanya bukaan pada ruang, tritisan yang cukup, orientasi ruang dan bukaan yang tepat, aplikasi kaca blur, korden, tirai, kerai, dan sebagainya.
-
Shading alami yang didapat dari pemilihan vegetasi yang tepat. Pada fungsi sirkulasi, metode dan jenis pencahayaan adalah linier, yaitu
bersifat mengarahkan.Lampu dipasang pada bagian atas dinding dan plafon. 5.6.2. Sistem Penghawaan Sama halnya dengan sistem pencahayaan, penghawaan ruang pun diusahakan menggunakan penghawaan alami pada ruang-ruang di SLB.Kecuali pada ruang-ruang tertentu yang membutuhkan kondisi udara yang nyaman untuk menungjang kinerja dalam ruangan.
94
1. Penghawaan Alami Penghawaan alami didukung dengan adanya sistem ventilasi silang (cross ventilation) yang memungkinkan udara melewati ruangan dengan lancar sehingga penghawaan ruangan dapat terjaga kesejukannya. 2. Penghawaan Buatan Untuk lebih memaksimalkan penciptaan kondisi udara dalam ruangan yang baik, diperlukan sistem penghawaan buatan dengan dibantu dengan kipas angin dan AC split. Pada perpustakaan misalnya, untuk mendukung ketenangan dan kenyamanan perpustakaan, maka dibutuhkan AC split untuk mengkondisikan udara dalam ruangan. Selain itu pada ruang guru, ruang administrasi dan ruang kepala sekolah juga membutuhkan AC split. Untuk ruang asrama yang meliputi tempat tinggal dan area belajar bersama bagi siswa dapat dibantu dengan kipas angin.
5.6.3. Sistem Akustik Sistem akustik pada ruang yang dipakai siswa tunarungu sangat penting untuk diperhatikan.Hal ini karena keterbatasan siswa tunarungu mengalami pendengaran.Ruang yang dibutuhkan adalah ruang yang memiliki sistem akustik yang baik, tidak terganggu dengan kebisingan dari luar dan dapat menghantarkan getaran dengan baik.Kondisi ruang yang demikian membutuhkan dukungan material akustik yang mampu meredam suara dari luar. Khususnya di ruang Bina Wicara dan Bina Persepsi Bunyi dan Irama, kondisi ruangan harus benar-benar kedap suara untuk mendukung proses terapi tunarungu. Pada ruang bina wicara dan ruang bina persepsi bunyi dan irama, kondisi ruang harus dalam keadaan kedap suara agar siswa mampu menjalani terapi komunikasi dengan baik tanpa adanya gangguan kebisingan dari luar ruangan.Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan material peredam suara pada elemen lantai, dinding dan atap bangunan.
95
Gambar 5.22 Skema Penggunaan Material pada Ruang Kedap Suara Sumber: Analisis, 2014
5.6.4. Sistem Utilitas 1. Jaringan Air Bersih Air bersih berasal dari air PDAM dan sumur (deep well).Perencanaan sistem distribusinya adalah air ditampung terlebih dahulu pada reservoir bawah, kemudian dipompakan ke tangki penampungan pada atap (upper tank) dan didistribusikan ke tiap outlet yang membutuhkan baik di dalam maupun luar bangunan. Perletakan sumber air bersih berupa kran ditempatkan di setiap area yang berfungsi sebagai taman untuk memudahkan proses penyiraman vegetasi. Selain itu pengadaan air bersih juga dimanfaatkan dari pembaharuan air hujan yang dapat digunakan pada penggunaan-penggunaan tertentu yang tidak menuntut kehigienisan air misalnya untuk perawatan vegetasi dan bangunan.
2. Jaringan Air Kotor Air kotor terdiri dari tiga macam, yaitu grey water berupa air buangan dari wastafel dan floor drain; black water berupa buangan dari kloset dan urinoir; dan storm water yaitu buangan dari roof drain. Limbah air kotor yang berasal dari dapur dan wastafel akan dibuang menuju sumur resapan, melalui bak lemak yang berjarak setiap 10 m. Black water akan dialirkan langsung menuju septictank.
96
Air hujan tidak langsung dibuang ke got, tetapi diresapkan terlebih dahulu dan ditampung untuk keperluan yang tidak membutuhkan kehigienisan yang tinggi, seperti flushing toilet dan menyiram tanaman.
3. Jaringan Listrik Keperluan listrik dalam operasional bangunan bersumber dari PLN. Jaringan listrik untuk keperluan sehari-hari bersumber dari PLN. Penggunaan listrik relatif besar dan pencahayaan buatan merupakan bagian yang sangat penting dalam menunjang aktivitas siswa tunarungu, oleh karena itu diperlukan genset sebagai sumber listrik alternatif apabila terjadi pemadaman Keperluan penunjang jaringan listrik seperti stop kontak, sakelar lampu, dan alat elektronik lainnya berada di posisi yang mudah di jangkau di setiap ruangnya. Selain itu diperlukan pengamanan agar tidak disalah gunakan oleh anak-anak, misalnya di letakkan di ketinggian yang sulit dijangkau anakanak dan diberikan pengaman untuk stop kontak.
4. Sistem Evakuasi Sistem evakuasi untuk tanda bahaya bencana dan kebakaran memakai alarm bunyi dan lampu indikator bahaya pada setiap ruangan. Lampu tersebut menyala berkedip-kedip dan dapat terletak pada dinding depan atau di plafon seperti lampu yang berfungsi untuk pencahayaan ruang. Jalur evakuasi bencana baik kebakaran maupun bencana lain harus diletakkan di setiap ruangan, tentu saja dengan keterangan posisi ruang. Peta tersebut berwarna terang dan kontras, serta memberikan informasi yang jelas.Jalur evakuasi harus berakhir di tempat yang aman, dapat berupa lapangan terbuka atau halaman.
97
Gambar 5.23 Skema Jalur Evakuasi Sumber: Analisis, 2014
Untuk penanggulangan bencana kebakaran, dilakukan usaha preventif dan represif seperti berikut: 1. Preventif Usaha pencegahan terjadinya kebakaran dilakukan dengan pemilihan material yang memiliki sifat resistensi cukup tinggi terhadap api, terutama pada bagian ruang-ruang yang memiliki fungsi khusus sebagai jalur evakuasi seperti tangga darurat dan jalur evakuasi. Selain itu penggunaan alarm kebakaran pada setiap ruang juga diperlukan. Alarm kebakaran perlu dilengkapi dengan adanya suara dan pertanda lampu agar dapat diketahui oleh siswa tunarungu.
2. Represif Pencegahan penjalaran api dari sumbernya ke ruang-ruang lain dengan memilih material yang tidak menghantarkan api dengan cepat serta dengan sistem pemadam kebakaran melalui sprinkler, hydrant dan fire extinguisher.
98
Standar keselamatan dalam sistem evakuasi harus benar-benar diperhatikan. Pada setiap massa bangunan dua lantai atau lebih, tangga darurat terdapat di ujung bangunan dan jarak antar tangga darurat maksimal 40 meter.
Gambar 5.24 Jarak Maksimal Tangga Darurat
Sumber: Analisis, 2014
99