BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1.
Konsep Utama Perencanaan Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta ini bertujuan merancang
sebuah fasilitas pembinaan remaja dengan menghasilkan konsep tata ruang yang mendukung berjalannya proses rehabilitasi secara efektif. Dengan menerapkan aspekaspek utama CBT dalam perencanaan, maka bangunan dapat menunjang proses rehabilitasi dalam panti dan dapat mempercepat perbaikan karakter dari para remaja.
Gambar 5.1. Konsep utama dari perancangan PSBR Yogyakarta (Sumber: Ide Penulis, 2015) Berdasarkan kajian teori dan analisis yang dilakukan, dihasilkan beberapa keputusan pengolahan elemen desain yang akan digunakan untuk menghasilkan karakter ruang yang sesuai dengan CBT, yaitu ruang yang menunjang interaksi positif, ruang yang dapat memotivasi, dan ruang yang fleksibel. Pada dasarnya, ketiga konsep dasar ini saling melengkapi satu sama lain.
71
Dalam sifat spasial Interactive, dibutuhkan suatu ruang yang dapat menunjang interaksi yang positif antar pengguna bangunan, serta dapat mengarahkan para remaja untuk mau bertanggungjawab pada diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Dalam sifat spasial Motivative, ruang yang dibutuhkan adalah ruang yang dapat memicu remaja untuk mengembangkan kreativitasnya secara positif serta memicu semangat untuk mengembangkan diri. Dalam sifat spasial Flexible, ruang yang dibutuhkan adalah ruang yang dapat menyesuaikan kegiatan-kegiatan dalam program secara efektif, serta memudahkan pengawasan dalam bangunan. Dalam penerapan terhadap perancangan, berikut beberapa analisis terhadap aspek arsitektural yang dapat diaplikasikan. 5.2.
Konsep Orientasi Bangunan
Gambar 5.2. Konsep orientasi bangunan yang menghadap timur (Sumber: Analisis Penulis, 2015) Konsep orientasi bangunan yang dinilai paling sesuai untuk memicu interaksi yang positif antara pengguna bangunan dengan publik adalah orientasi bangunan yang menghadap timur. Jalan Beran di bagian timur yang menjadi orientasi bangunan ini merupakan jalan yang lebih strategis daripada jalan yang berada di sebelah utara. Dengan orientasi bangunan pada jalan yang strategis, tentu pencapaian ke lokasi akan lebih mudah bagi publik. Jika dianalisis dari segi konsep Interaktif, orientasi bangunan ke timur lebih sesuai karena interaksi dengan publik yang lebih baik. Bangunan panti harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak memberikan kesan tertutup dari publik. Jika dianalisis berdasarkan konsep Motivatif, keterbukaan bangunan kepada publik dapat memicu remaja untuk lebih termotivasi mengembangkan diri, karena pada dasarnya para remaja 72
ini bukan narapidana yang harus hidup terkungkung. Dengan keterbukaan ini, remaja dapat membuktikan diri kepada publik dengan mengaplikasikan ilmu yang telah mereka peroleh di panti. Jika dianalisis berdasarkan konsep Fleksibel, kemudahan akses pencapaian ke bangunan menjadi nilai lebih. Kemudahan akses meningkatkan fleksibilitas pergerakan dalam bangunan.
Jalan utama Gambar 5.3. Rancangan bangunan SOS Children’s Village di Aqaba menghadap ke jalan yang strategis, memberikan kesan keterbukaan kepada pengguna jalan yang lain. (Sumber: akdn.org, 2015) 5.3.
Konsep Tata Massa Bangunan
Gambar 5.4. Konsep kluster dan terpusat pada tata massa bangunan. (Sumber: Analisis Penulis, 2015)
73
Tata massa bangunan yang dinilai paling sesuai untuk diaplikasikan pada perancangan PSBR Yogyakarta adalah tata massa terpusat yang digabungkan dengan tata massa kluster. Dalam sistem tata massa kluster, pembagian fungsi dapat dilakukan dengan lebih baik, karena sifat tata massa ini mengelompokkan bangunan sesuai dengan kesamaan (baik fungsi maupun visual). Tata massa kluster juga dapat memicu pergerakan atau interaksi diantara ruang-ruangnya. Untuk membantu para remaja dapat berinteraksi dengan positif, tata massa terpusat berperan untuk membantu petugas dalam pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan dalam fasilitas dapat tercapai karena sifatnya yang terpusat. Selain itu, dengan menggabungkan kedua konsep tata massa ini, kepekaan remaja terhadap lingkungannya dapat ditingkatkan.
Gambar 5.5. Konsep tata massa dalam bangunan (Sumber: Ide Penulis, 2015) Pada gambar 5.8, tata massa banguna terpusat pada salah satu fungsi ruang yang signifikan. Dengan tatanan bangunan yang terpusat dan terkluster seperti ini, pengawasan dapat berjalan dengan mudah karena titik pengawasan ada di bagian tengah. Selain itu, tatanan seperti ini akan memunculkan kedinamisan serta interaksi positif antara remaja dan petugas. 74
5.4.
Konsep Tata Lansekap
Gambar 5.6. Konsep tata lansekap terpusat. (Sumber: Analisis Penulis, 2015) Konsep tata lansekap yang terpilih adalah tata lansekap terpusat. Tata lansekap yang bersifat terpusat memicu terjadinya interaksi yang terpusat di luar ruangan. Ini berperan sebagai kontrol terhadap perilaku remaja ketika berkegiatan di luar ruangan, dimana dengan tata lansekap terpusat, pengawasan dan pemantauan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Selain itu, tata lansekap dapat memfasilitasi terlaksananya kegiatan rehabilitasi para remaja. Dengan tata lansekap terpusat, kegiatan rehabilitasi dapat lebih mudah terlaksana. 5.5.
Konsep Bentuk Bangunan
Gambar 5.7. Konsep bentuk tidak beraturan dalam bentuk beraturan (Sumber: Analisis Penulis, 2015)
Bentuk bangunan yang dinilai paling sesuai dengan perancangan PSBR
Yogyakarta adalah bentuk tidak beraturan yang berada di dalam bentuk beraturan. Bentuk yang beraturan memberikan kesan formal. Di sisi lain, bentuk tidak beraturan memberikan kesan kedinamisan. Kedinamisan bentuk tidak beraturan merefleksikan 75
karakter remaja yang bebas. Bentuk ini dinilai dapat memicu interaksi positif bagi para pengguna bangunan (remaja-remaja serta remaja-petugas).
Gambar 5.8. Ide konsep tata massa, lansekap, dan bentuk bangunan (Sumber: Ide Penulis, 2015) Dengan tatanan ruang diatas, petugas panti sosial dapat dengan mudah mengawasi kegiatan yang berjalan. Hal ini karena bentuk dan tatanan yang memusat sehingga kegiatan di dalam bangunan dapat lebih terkontrol. 5.6.
Konsep Zonasi Berdasarkan kegiatan, zona pada Panti Sosial Bina Remaja dikategorikan
berdasarkan tahapan rehabilitasi dalam CBT, yaitu tahap Identifikasi, Evaluasi, dan tahap Respon. Berikut ini adalah kategori zonasi berdasarkan kegiatan. 1. Zona Identifikasi Zona ini terdiri dari ruang case conference. Zona Identifikasi berfungsi sebagai penunjang kegiatan pertama dalam proses rehabilitasi remaja, yakni wawancara dan penilaian mengenai seorang remaja yang akan memasuki panti. 2. Zona Evaluasi Zona Evaluasi menunjang kegiatan-kegiatan rehabilitasi yang ada dalam program, yaitu kegiatan bimbingan fisik dan mental, bimbingan psikologi, dan bimbingan keterampilan. Ruang-ruang yang didukung adalah lapangan olahraga, ruang keterampilan (ruang montir, las, menjahit, bordir, salon dan tata rias,dan perkayuan), ruang kesenian (ruang karawitan dan ruang band, ruang membatik/sablon dan ruang lukis/mural), lahan pertanian dan greenhouse, ruang konseling, asrama, dan ruang 76
diskusi. Dalam zona evaluasi, terdapat juga ruang gabungan seperti ruang kelas, ruang serbaguna, dapur dan ruang makan, perpustakaan, dan ruang belajar. 3. Zona Respon Zona Respon menunjang kegiatan-kegiatan dimana para remaja telah dinilai siap dari segi mental dan keterampilan. Artinya, para remaja dinilai telah mampu mengidentifikasi dan mengevaluasi pikiran dan perilaku yang buruk dan dapat meresponnya dengan berperilaku yang baik. Oleh karena itu, kegiatan yang dilakukan adalah memamerkan hasil karya para remaja yang telah berkualitas. Area ini dimaksudkan untuk dibuka kepada umum, untuk memperkenalkan kepada publik tentang citra para remaja terlantar yang berkualitas. Ruang yang ditunjang oleh zona ini adalah area display karya. 4. Zona Pendukung Zona pendukung menunjang ruang-ruang yang bersifat umum dan administratif, Ruang-ruang yang ditunjang adalah Ruang tamu, kamar mandi, ruang pimpinan, ruang karyawan (ruang tata usaha, ruang perlindungan dan rehabilitasi sosial, dan rtuang pekerja sosial), ruang dokumentasi, rumah dinas. ruang ibadah, gudang, ruang kesehatan, tempat parker, dan pos keamanan. Zona yang telah diuraikan diatas merupakan sebuah kesatuan yang saling terkait satu sama lain. Keterkaitan ini membutuhkan ruang yang fleksibel yang dapat memenuhi satu sama lainnya. Sebagai penjelasan lebih lanjut mengenai zonasi dalam perancangan PSBR Yogyakarta, berikut ini adalah gambar zonasi ruangan.
Gambar 5.9. Ide konsep zonasi ruang dalam perancangan PSBR Yogyakarta (Sumber: Ide Penulis, 2015) 77
Warna merah dalam ilustrasi adalah zona Identifikasi (ruang administrasi, ruang pengawasan, ruang wawancara, disertai dengan ruang serbaguna). Warna kuning merupakan zona Evaluasi (ruang pendidikan, ruang , dan warna biru adalah zona Respon. Zona Identifikasi berfungsi sebagai titik pusat pengawasan dimana seluruh kegiatan dapat dipantau dari zona ini. Namun kemudahan pemantauan ini tidak akan mengganggu berjalannya kegiatan. Tatanan ruang seperti ini diharapkan dapat membuat interaksi yang baik antara remaja dan petugas, serta meningkatkan motivasi remaja untuk terus memperbaiki diri. 5.7.
Konsep Karakter Ruang Ruang yang mampu menunjang zonasi dapat ditunjukkan dengan karakter ruang
yang fleksibel.
Gambar 5.10. Konsep karakter ruang fleksibel dengan ekspansibilitas (Sumber: Analisis Penulis, 2015) Dalam waktu yang berbeda, suatu kegiatan terkadang membutuhkan kapasitas yang besar maupun kecil. Ruang dengan aspek ekspansibilitas ini memungkinkan banyaknya kegiatan dalam kelompok kecil ataupun terlaksananya kegiatan untuk menampung kelompok besar remaja. Inilah yang menjadikan ruang fleksibel yang dapat memenuhi kebutuhan kegiatan remaja.
Gambar 5.11. Konsep karakter ruang fleksibel dengan konvertabilitas (Sumber: Analisis Penulis, 2015) Banyaknya kegiatan yang ditampung untuk menunjang proses rehabilitasi membutuhkan banyak kebutuhan ruang. Banyak kegiatan yang tidak berjalan pada waktu yang sama, sehingga akan ada ruang yang kosong dalam waktu-waktu tersebut. Hal itu menyebabkan ruang tidak berfungsi optimal. Oleh sebab itu, konsep konvertabilitas 78
ruang dibutuhkan sebagai solusi untuk menciptakan ruang yang mampu menampung beragam kegiatan tersebut.
Gambar 5.12. Penerapan aspek fleksibilitas dalam fasilitas PSBR Yogyakarta (Sumber: Analisis Penulis, 2015) 5.8.
Konsep Warna Proses rehabilitasi sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis remaja, dimana
rehabilitasi dapat sukses dilakukan apabila para remaja termotivasi dari dalam dirinya sendiri. Unsur arsitektural yang dapat cepat memberi dampak terhadap keadaan psikologis remaja adalah warna. Warna yang terpilih adalah warna yang bersifat hangat dan terang serta warna yang dingin dan terang. Kedua jenis warna ini sesuai untuk meningkatkan kondisi psikologis
para
remaja.
Warna
yang
hangat
dan
terang
memberi
dampak
menghangatkan, sehingga dapat menstimulasi motivasi mereka. Untuk warna dingin dan terang bersifat menenangkan sehingga remaja diharapkan dapat mengontrol emosinya.
Gambar 5.13. Warna yang dipilih untuk digunakan dalam perancangan PSBR Yogyakarta (Sumber: Analisis Penulis, 2015)
79
Berdasarkan analisis aplikasi warna yang telah diuraikan pada Bab IV, dipilihlah beberapa warna yang dinilai sesuai dengan karakteristik dan permasalahan psikologis remaja di PSBR Yogyakarta. Warna yang telah dipilih kemudian dianalisis bagaimana aplikasinya dalam ruangan yang ada di rencana perancangan PSBR Yogyakarta. Berikut ini adalah analisis pemilihan warna. Tabel 5.1. Aplikasi Warna pada Bangunan Warna
Merah
Oranye
Kuning
Hijau
Turquoise
Violet
Biru
5.9.
Aplikasi pada Ruang • Mendorong inisiatif yang baik dalam Lapangan olahraga, ruang terbuka remaja • Menunjang energi remaja yang tinggi • Memberikan motivasi untuk berkembang Area display • Mendukung kreativitas remaja • Meningkatkan optimisme dalam diri remaja Ruang kelas, ruang • Mendorong rasa tanggung jawab • Meningkatkan kemampuan berpikir serbaguna rasional Ruang kesenian, • Mendukung kreativitas remaja • Mendorong keseimbangan dalam diri ruang terbuka remaja Asrama, ruang • Mendorong rasa persahabatan wawancara • Memberikan ketenangan • Mendukung penyembuhan diri • Mendorong meningkatkan Ruang pelatihan, perpustakaan dan kepercayaan diri ruang belajar • Memicu inspirasi dan imajinasi Kegunaan
• Memberikan ketenangan, kedamaian Ruang konseling, asrama dan relaksasi • Memunculkan nilai kejujuran (Sumber: Analisis Penulis, 2015)
Konsep Interaksi Visual Ruang Persepsi pengguna bangunan terhadap ruang akan menentukan bagaimana
perilaku pengguna ketika melakukan kegiatan dalam ruangan tersebut. Untuk memperoleh rancangan ruang yang dapat berfungsi sebagaimana mestinya, aspek arsitektural berupa interaksi visual ruang harus dianalisis dan dipertimbangkan dengan
80
baik. Berikut ini adalah analisis konsep interaksi visual ruang dan aplikasinya dalam perancangan.
Analisis
Bentuk
Tabel 5.2. Konsep Interaksi Visual Ruang dan Aplikasinya dalam Perancangan
Interaksi antara
Memberikan kesan Memisahkan satu
Memberikan kesan
ruang dengan
tertutup namun
ruang dengan
penutupan yang
ruang di
tetap
ruang yang lain.
kuat, memberikan
sekitarnya kuat.
memungkinkan
batasan ruang yang
kemenerusan
sangat jelas
Aplikasi
visual. Ruang komunal,
Ruang
Ruang belajar,
Ruang pelatihan,
lapangan.
kesenian/ruang
perpustakaan dan
konseling,
hobi, area display.
pagar bangunan.
serbaguna, rapat/wawancara.
(Sumber: Analisis Penulis, 2015) Bentuk-bentuk interaksi visual keruangan ini jika digabungkan dalam suatu rancangan dapat membentuk ruang yang mendukung terciptanya interaksi tanpa menyulitkan pengawasan terhadap kegiatan pengguna ruang. Salah satu penerapannya dalam perancangan adalah ruang komunal dalam bangunan.
81
Gambar 5.14. Ilustrasi konsep penerapan interaksi visual keruangan. (Sumber: Ide Penulis, 2015)
Gambar konsep interaksi visual keruangan diatas merupakan penerapan ide
dalam ruang komunal di bangunan Panti Sosial Bina Remaja. Dengan menggabungkan beberapa bentuk interaksi visual yang telah dijelaskan sebelumnya, akan terbentuk suatu ruang yang mendukung interaksi pengguna bangunannya.
Gambar 5.15. Ilustrasi konsep penerapan interaksi visual keruangan. (Sumber: Ide Penulis, 2015) Interaksi yang tercipta dalam ruang bersifat dinamis, karena ruang yang tercipta bersifat menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Namun kedinamisan interaksi dalam ruang tetap didukung dengan kemudahan pengawasan terhadap kegiatan pengguna bangunan.
82
Gambar 5.16. Ilustrasi penerapan interaksi visual dalam pagar bangunan. (Sumber: Ide Penulis, 2015) Selain penerapan dalam ruang komunal, interaksi visual juga dapat diaplikasikan dalam perancangan pagar bangunan. Pagar bangunan panti sosial harus memiliki unsur keterbukaan terhadap lingkungan sekitar, namun tetap harus menjaga keamanan dan pengawasan terhadap para remaja. Ilustrasi di atas menjelaskan gambaran pagar yang ideal dalam Panti Sosial Bina Remaja. Pagar bangunan berdiri setinggi garis pandang mata, namun tetap menjaga keterbukaan terhadap lingkungan sekitarnya dengan transparansi.
Gambar 5.17. Ilustrasi penerapan konsep interaksi visual dalam pengawasan kegiatan. (Sumber: Ide Penulis, 2015) Gambar 5.19 menunjukkan salah satu penerapan konsep interaksi visual dalam pengawasan kegiatan. Ruang yang tercipta antara massa bangunan dapat memunculkan interaksi. Bidang-bidang yang mengelilingi ruang tersebut dapat digunakan sebagai sarana pengawasan.
83
5.10.
Konsep Skala Keruangan Skala ruangan dapat menentukan bagaimana persepsi pengguna bangunan
terhadap suatu ruangan. Ini dapat meningkatkan fungsionalitas ruangan tersebut. Misalnya, ruang yang terasa intim dapat memberikan rasa terlindung kepada pengguna bangunannya, oleh karena itu rasa intim dapat diaplikasikan dalam ruang yang memiliki kegiatan interaksi di dalamnya. Berikut ini adalah hasil analisis dan penerapan konsep skala ruangan pada rancangan bangunan. Tabel 5.3. Konsep Skala Ruang dan Aplikasinya dalam Perancangan Bentuk
Analisis
Aplikasi dalam Rancangan
Memberikan rasa terlindung
Dapat diterapkan pada ruang
kepada pengguna, mendekatkan
konseling, ruang diskusi,
antar pengguna bangunan,
ruang wawancara, asrama.
pergerakan dalam ruang sedikit. Ruang kelas, ruang Memberikan kenyamanan kepada pengguna karena skala yang familiar bagi pengguna.
pelatihan, ruang belajar, ruang kelas, perpustakaan, area display, ruang kesenian.
Menimbulkan kesan keagungan,
Ruang ibadah, ruang
sehingga meningkatkan
serbaguna.
spiritualitas pengguna bangunan, ruang terkesan berat. (Sumber: Analisis Penulis, 2015)
84
Gambar 5.18. Ilustrasi Penerapan Konsep Skala Ruang pada Ruang Konseling (Sumber: Ide Penulis, 2015) Gambar 5.17 adalah salah satu ilustrasi penerapan konsep skala ruang dalam ruang konseling. Kesan yang perlu ditimbulkan dalam ruang ini adalah kedekatan dan kehangatan. Oleh karena itu, tinggi ruangan dirancang rendah namun tetap nyaman bagi pengguna ruang. 5.11.
Konsep Bukaan Ruang Bukaan ruang mempengaruhi persepsi kita akan bentuk dan orientasi ruang
tersebut. Penerapan bukaan ruang dalam rancangan dapat meningkatkan efektivitas fungsi dari ruangan-ruangan dalam rancangan. Berikut ini adalah hasil analisis dan penerapan konsep bukaan ruang dalam rancangan. Tabel 5.4. Konsep Bukaan Ruang dan Penerapan dalam Rancangan Bentuk
Analisis
Aplikasi pada Perancangan
Bukaan cocok diaplikasikan pada Ruang
kelas,
ruang
ruang yang tertutup dan dapat kantor,
ruang
belajar,
membuat
pengguna
bangunan ruang konseling, ruang
terfokus terhadap kegiatan yang pelatihan,
ruang
berjalan.
ruang
serbaguna, wawancara/rapat.
85
Bukaan
ini
cocok
untuk Ruang
diaplikasikan pada ruang yang di perpustakaan,
kesenian, ruang
satu sisi memfokuskan pengguna display. bangunan terhadap kegiatannya, dan di sisi lain dapat memperoleh inspirasi dari lingkungan sekitar. Bukaan ini cocok untuk ruang Ruang komunal, taman, yang
mendukung
interaksi lapangan.
kegiatan di dalam ruang dengan luar ruang.
(Sumber: Analisis Penulis, 2015)
Gambar 5.19. Ilustrasi Penerapan Bukaan Ruang dalam Ruang Kelas (Sumber: Ide Penulis, 2015) Gambar 5.18 menunjukkan penerapan bukaan ruang dalam rancangan ruang kelas. Untuk menjaga fokus remaja dalam memperhatikan pelajaran, bukaan diletakkan di tempat tinggi. Pencahayaan alami juga diberikan di kedua sisi kelas, sehingga tidak menyilaukan. 5.12.
Konsep Material Bangunan Material bangunan dapat memberikan kesan dan menimbulkan persepsi akan
suatu ruangan kepada pengguna bangunan. Oleh karena itu, pemilihan material juga
86
disesuaikan dengan fungsi ruangnya, sehingga fungsionalitas ruang tersebut dapat terjaga.
Gambar 5.20. Ilustrasi Penerapan Material dalam Ruang Kesenian (Sumber: Ide Penulis, 2015)
Ilustrasi di atas menunjukkan penggunaan material yang disesuaikan dengan
fungsi ruang. Ruang dalam gambar di atas adalah ruang kesenian. Material kayu dipilih sebagai material lantai karena sifatnya yang hangat dan menyenangkan. Kesan ini dapat mempengaruhi persepsi remaja ketika melakukan kegiatannya. Selain itu, material kaca dipilih sebagai bahan dinding karena sifatnya yang dinamis. Kaca memunculkan interaksi ruang kesenian dengan ruang di sekitarnya, sehingga diharapkan kreativitas remaja juga dapat terpacu karenanya.
Gambar 5.21. Ilustrasi Penerapan Material dalam Ruang Komunal (Sumber: Ide Penulis, 2015) 87
Penerapan material dalam rancangan selanjutnya terlihat dalam ruang komunal. Material kayu, batu bata dan plastik dinilai paling cocok untuk diterapkan dalam rancangan karena kesan yang mereka hasilkan. Material kayu memberikan kesan hangat dan menyenangkan, sehingga akan mendukung interaksi positif yang diharapkan terjadi dalam ruang komunal. Material plastik juga memberikan kesan ringan, dinamis dan informal. Kesan ini akan mendukung kedekatan interaksi remaja dengan petugas panti. Material batu bata bersifat fleksibel dan dekoratif, sehingga meningkatkan nilai estetika ruang komunal.
88