BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan Perencanaanaudit berbasis risiko ini dilakukan pada lingkunganoperasional Kementerian ESDM. Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM dalam menjalankan tugas dan fungsinyamelakukan pengawasan untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik danbersih, serta berkelanjutan.Berdasarkan hasilpelaksanaan Group Field Project(GFP) ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian ESDM. Salah satu tugas rutin yang dilakukan adalah kegiatan audit operasional/kinerja pada unit-unit yang ada di lingkungan Kementerian ESDM.
2.
Dari hasil observasi, wawancara dan keterlibatan anggota GFP dalam kegiatan Focus Group Discussiondapat disimpulkan bahwa Inspektorat Jenderal ESDM belum menerapkan perencanaan audit berbasis risiko dalam menyusun Program Kerja Audit Tahunan (PKAT). Selama ini PKAT yang dilaksanakan Inspektorat Jenderal ESDM masih bersifat tradisional dengan memodifikasi PKAT tahun sebelumnya.
3.
Kegiatan audit operasional/kinerja yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM sering tidak selesai tepat waktu, baik karena kekurangan sumber daya manusia maupun karena jumlah hari audit yang tidak
104
105
relevan/pas.Dan sebaliknya, ada yg kelebihan jumlah personil dan hari audit sehingga audit selesai dilaksanakan sebelum masa penugasan audit berakhir. 4.
Kegiatan Focus Group Discussion menghasilkan peta risiko auditable unitsdi lingkungan Kementerian ESDM, yang kemudian diformulasikan menjadi faktorfaktor risiko yang ada di lingkungan Kementerian ESDM. Faktor-faktor yang terukur ini dijadikan input untuk menghitung nilai risiko setiap auditable unitdi lingkungan Kementerian ESDM.
5.
Proses identifikasi risiko yang dilakukan telah mengidentifikasi sebanyak 123 auditable units yang dianalisis melalui lima faktor risiko berdasarkan sembilan sumber risiko yang berlaku umum di Kementerian ESDM. Penetapan auditable unitsdi lingkungan Kementerian ESDM dilakukan berdasarkan kategori, yaitu: unit organisasi, unit penghasil PNBP, kegiatan yang bersifat proyek, dan kegiatan Dekonsentrasi.
6.
Dari 123 auditable unitstersebut disusun prioritas risiko dengan merangking skor risiko setiap auditable unit. Risiko tertinggi ada pada Unit PNBP Puslitbang Teknologi Minyak dan Gas Bumi dengan bobot risiko sebesar 13,25 dan yang terendah ada pada Inspektorat IV dengan nilai bobot 9,95. Bobot ini didapatkan dengan melakukan pembobotan atas setiap faktor risiko yang adapada setiap auditable units yang mempunyai sifat/karakteristik yang sama.
7.
Dengan mempergunakan kriteria pagu anggaran, kompleksitas kegiatan,prioritas risiko, dan lokasi kegiatan auditable unitsmaka dapat diperkirakan/diestimasi jumlah personil auditor yang dibutuhkan dan jumlah hari audit yang efektif untuk
106
masing-masing auditable unit. Ikitring Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mendapat alokasi terbesar dengan jumlah personil sebanyak dua belas orang dengan lama audit selama 41 hari. Sedangkan alokasi terkecil ada pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua dengan jumlah personil dua orang dan lama audit selama delapan hari. 8.
Rangking risiko auditable units dalamProgram Kerja Audit Tahunan berbasis risiko ini akan berubah setiap tahunnya sejalan dengan perubahan prioritas risiko auditable units dan hasil audit tahun sebelumnya. Dengan demikian,estimasi jumlah personil dan jumlah hari audit akan menyesuaikan menuju angka yang ideal. Diharapkan dalam tiga periodePKATberbasis risiko ini akan berdampak positif, sehingga akan tercapai keefektifan, efisiensi dan keekonomisan dalam pelaksanaan audit operasional/kinerja.
5.2.Saran Hasil pembahasan GFPperencanaan audit berbasis risiko ini telah memberikan gambaran tentangProgram Kerja Audit Tahunanyang berdasarkan risiko yang dimiliki auditable unitsdi lingkungan Kementerian ESDM. Dengan pertimbangan ini maka, anggota GFP menyarankan beberapa hal seperti: 1.
Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM agar menetapkan auditable units untuk audit operasional/kinerja berdasarkan penanggungjawab kinerja, sehingga hasilnya lebih mencerminkan pencapaikan kinerja dari auditable units penanggung jawab kinerja tersebut.
107
2.
Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM agar menerapkan perencanaan audit yang berbasis risiko dalam menyusun Program Kerja Audit Tahunanuntuk menghindari audit yang tidak selesai tepat waktu dikarenakan penyusunan jumlah personil audit dan penentuan jumlah hari audit yang tidak tepat.
3.
Komposisi jumlah personil dan jumlah hari audit agar selalu disesuaikan tiap tahun sesuai dengan dinamika perubahan faktor risiko, prioritas risikoauditable units dan hasil audit tahun sebelumnya.
4.
Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM agar membentuk Tim Penilai Risiko auditable units di lingkungan Kementerian ESDM agar nilai risiko yang dihitung selalu up to date sesuai dengan perkembangan setiap auditable units.
5.3.Kendala dalam Penerapan Melihat perencanaan audit operasional/kinerja yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM selama ini, maka apabila akan diterapkan perencanaan audit berbasis risiko, kemungkinan akan menghadapi kendala-kendala, antara lain: 1.
Selama ini, jumlah hari setiap penugasan audit disamakan. Mengacu pada hasil GFP ini, jumlah hari setiap penugasan audit akan bervariasi, tergantung prioritas risiko dan beban kerja pada auditable units yang akan diaudit. Mengingat Auditor merupakan jabatan fungsional, hal ini akan mempengaruhi perolehan angka kredit dari setiap auditor, sehingga juga akan mempengaruhi penjenjangan karir auditor, khususnya dalam hal kenaikan pangkat/golongan.
108
2.
Perbedaan jumlah hari penugasan audit operasional/kinerja juga akan menemui kendala dalam mendapatkan komposisi tim audit yang tepat. Perbedaan jumlah hari tersebut berpotensi menyulitkan Inspekur/Penanggung Jawab Tim dalam mengatur
penugasan
auditor-auditor
untuk
melaksanakan
audit
operasional/kinerja pada auditable units tertentu. Hal ini dapat terjadi apabila kualifikasi auditor yang dibutuhkan sedang tidak tersedia karena auditor-auditor yang memenuhi kualifikasi tersebut masih dalam penugasan audit, sedangkan auditable units tertentu juga harus segera diaudit berdasarkan Program Kerja Audit Tahunan (PKAT) yang telah ditetapkan. 3.
Penerapan perencanaan audit berbasis risiko memerlukan perencanaan anggaran yang lebih matang. Selama ini, perencanaan anggaran untuk kegiatan audit operasional/kinerja masih berpatokan pada PKAT tahun sebelumnya dan juga pada kebijakan pimpinan.Hal ini berbeda dengan konsep perencanaan audit berbasis risiko dimana anggaran yang dibutuhkan disesuaikan dengan prioritas risiko dan beban kerja pada auditable units yang akan diaudit, sehingga diharapkan akan lebih efisien dan efektif.