BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Perilaku membunuh dan mendapatkan hukuman pidana mati merupakan peristiwa tragis bagi ketiga subyek. Dari ketiga subyek, TJ dan BP sudah memahami
dan
menemukan
makna
hidupnya
namun
mereka
belum
memperdalam makna hidup yang mereka temukan. Subyek TJ menemukan makna hidup dengan berusaha mengendalikan emosinya, dengan tidak memikirkan hal yang membuat dirinya stress dan menyibukan dengan berbagai macam kegiatan selama di lapas. Subyek BP menemukan makna hidup didukung dari komponen personalnya, terlihat saat diawal BP menjalani hukuman didalam lapas BP mudah tersinggung. Saat ini BP dapat mengendalikan emosi dan tidak memperdulikan yang dibicarakan orang lain tentang hukuman yang di jalaninya. BP memiliki hobi berolahraga tenis meja dan sempat menjuarai saat turnamen yang diadakan lapas. S belum menyadari dan menemukan makna hidupnya, dikarenakan diri S terkadang masih belum menerima hukuman yang harus di jalaninya dengan berusaha tetap mengajukan grasi. Seluruh komponen-komponen yang dimiliki oleh ketiga subyek terdapat pada 4 komponen besar, yaitu komponen personal, sosial, nilai dan spiritual. Komponen yang paling menonjol dari subyek TJ adalah komponen nilai, karena TJ memiliki kegiatan terarah dan keikatan diri dengan cara mencari penghasilan
81
untuk orang tua dengan berjualan roti. Pada subyek BP, komponen yang menonjol adalah komponen personal.Bisa dilihat, ketika awal menjalani hukuman BP cenderung lebih mudah emosi namun dengan menjalani hukuman, kini BP lebih dapat mengatasi emosinya. Sedangkan pada subyek S, komponen yang menonjol adalah komponen spiritual. S meyakini bahwa Tuhan itu adil, dan S berdoa kepada Tuhan agar hukumannya dapat berubah, dan S meyakini doanya akan dikabulkan.
5.2 Diskusi Penelitian makna hidup pada narapidana yang mendapat vonis mati di Nusa Kambangan merupakan tantangan bagi peneliti. Peneliti harus banyak mencari artikel tentang narapidana khususnya narapidana vonis mati. Penelitian ini mengalami kendala referensi buku dan penelitian yang sudah ada sebelumnya karena masih sedikit penelitian mengenai vonis mati. Peneliti mengalami kendala dalam menemukan buku-buku mengenai makna hidup oleh Victor Frankl, karena buku yang peneliti temukan dalam berbahasa Inggris dan buku tersebut lebih banyak membahas mengenai pengalaman Victor Frankl di kamp konsentrasi Nazi. Sedikitnya referensi yang didapat oleh peneliti membuat teori yang digunakan dalam penelitian ini sedikit juga. Bila dibandingkan akar teori makna hidup dari Victor Frankl, maka terdapat kondisi yang berbeda dengan penelitian ini. Teori makna hidup yang dikemukakan Victor Frankl muncul dari kondisi penderitaan tanpa harapan untuk dapat menghirup kebebasan dari penahanan kamp Nazi Jerman. Sementara pada
82
penelitian ini, para terpidana mati masih memiliki harapan untuk hidup melalui grasi dari presiden. Kondisi fisik di penjara Nusakambangan juga masih memungkinkan terpidana
mati untuk melakukan serangkaian aktivitas yang
bermanfaat seperti adanya sarana olah raga, perpustakaan, tempat ibadah. Kondisi ini tentu memberikan warna yang berbeda pada proses penemuan makna hidup pada terpidana mati. Makna hidup pada setiap orang berbeda-beda karena sifat dari makna hidup itu sendiri yang khusus dan tidak sama dengan makna hidup orang lain. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Bastaman (2007), bahwa karaktristik dari makna hidup adalah unik, pribadi dan temporer. Pada subyek TJ, ia menemukan makna hidup dari usahanya mengendalikan emosinya, dengan tidak memikirkan hal yang membuat dirinya stress dan menyibukan dengan berbagai macam kegiatan selama di lapas. Pada subyek BP, yang setiap harinya mengisi hari-harinya dengan hobinya yang berolah raga. Hobi tersebut yang didalaminya membantu dirinya menemukan makna hidup. Dalam proses pencapaian makna hidup, realitanya tidak harus sama dengan konstruksi teoritis (Bastaman, 2007). Hal ini terlihat pada subyek S yang tidak memenuhi semua tahapan yang ada. Para Psikolog dan pengacara di Amerika Serikat berpendapat bahwa periode yang berlarut-larut dan ketidakpastian pada waktu eksekusi dalam batasbatas hukuman mati dapat membuat narapidana bunuh diri, delusi dan gila. Ketiga subyek tidak mengalami hal ini.
83
Ada beberapa judul yang terkait dengan kebermaknaan hidup. Pertama ada penelitian dengan judul ―Kebermaknaan hidup penulis fiksi Islam berdasarkan T eori Victor Frankl‖ oleh Umi Gita Nughraeni (2008). Penelitian ini menemukan li ma bentuk perilaku secara umum sebagai manifestasi kebermaknaan hidup penuli s fiksi Islam. Bentuk perilaku yang muncul tersebut sejalan dengan nilai-nilai logo terapi yang dikemukakan oleh Viktor Frankl. Penelitian lain yang berkaitan denga n makna hidup adalah penelitian yang dilakukan oleh Agus Mulyana (2012) deng an judul ―Gambaran Makna Hidup Pada Perilaku Percobaan Bunuh Diri‖. Peneliti an ini mengungkap makna hidup pada tiga subjek penelitiannya, dimana dua subje k telah menemukan makna hidupnya, sedangkan subjek satunya masih mencari m akna hidupnya. Penelitian lain yang berkaitan dengan makna hidup adalah jurnal d engan judul ―Analisis Sumber-sumber Kebermaknaan Hidup Narapidana yang Me njalani Hukuman Seumur Hidup‖ oleh Siska dan Sri Maslihah. Jurnal ini meneliti sumber kebermaknaan hidup yang dimiliki subjek berasal dari tiga nilai dalam me njalani hukuman seumur hidup dipenjara. Penelitian mengenai makna hidup juga dilakukan oleh beberapa penelitian yang berada di universitas yang sama dengan peneliti. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Jilly (2012) dengan judul ―Gamba ran Makna Hidup pada Kadet Akademi TNI AL‖, penelitian tersebut menyimpulk an dari ketiga subjek tersebut mencapi makna hidup dengan cara dan urutan prose s yang berbeda-beda. Penelitian lain yang mengenai makna hidup adalah penelitia n oleh Bonaventura Hermaji (2014) dengan judul ―Gambaran Makna Hidup Pada Wanita Dewasa Yang Belum Pernah Menikah (Lajang)‖, penelitian tersebut meny impulkan, dua subyek menemukan makna hidup dari pengalaman tragis.
84
Penelitian lain yang memiliki kesamaan subjek penelitian narapidana yang mendapatkan vonis mati adalah penelitian oleh Bastian dan Yoyon Supriono den gan judul ―Proses Kualitas Hidup Narapidana yang Mendapatkan Vonis Hukuman Mati di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Surabaya‖. Penelitian ini membahas me ngenai perbedaan kualitas hidup para subjek setelah mendapatkan vonis hukuman mati. Penelitian ini mengungkapkan bahwa faktor lain yang mempengaruhi kualit as hidup para subjek adalah faktor spiritualitas yang merupakan bagian dari pema knaan hidup subjek yang ikut mendorong subjek dalam membentuk dan berproses kualitas hidup yang baik.
5.3 Saran 5.3.1 Saran Teoritis Untuk peneliti yang akan datang pemilihan subyek harus disesuaikan kemampuan peneliti. Untuk penelitian selanjutnya, dapat digali makna hidup pada narapidana mati dengan kasus yang berbeda misalnya terorisme. Penelitian yang akan datang harus dibekali kemampuan probing sehingga dapat menggali pertanyaan lebih dalam. Pertanyaan yang lebih ke arah perasaan dan penghayatan subyek.
5.3.2 Saran Pratis Bagi para pembaca yang pernah mengalami peristiwa tragis dan peritiwa dimana para pembaca tidak dapat mengubah keadaan. Pederitaan sebenarnya bisa menjadi faktor penemuan makna hidup.dan penemuan makna hidup tergantung
85
dari diri memandang peristiwa tersebut, walaupun tidak dapat mengubah keadaan, namun masih bisa mengubah diri dan mengubah sikap, karena makna hidup merupakan sesuatu yang penting untuk mencapai kebahagiaan.
86