132
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan analisa yang dilakukan peneliti maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pola aliran informasi yang terjadi dalam komunikasi vertikal antara atasan dan bawahan di perusahaan cenderung menggunakan pola roda, dimana manager menduduki posisi sentral sehingga setiap informasi yang beredar di perusahaan harus dilaporkan kepada manager. Hal ini mengakibatkan ketiadaan interaksi antar bawahan sehingga hampir tidak pernah ada koordinasi pelaporan pekerjaan antar bawahan di SH. Setiap informan hanya berpegang kepada pelaporan kerjanya saja, padahal sudah seharusnya dilakukan koordinasi hasil kerja yang dilaporkan untuk menghindari perbedaan persepsi.
2.
Pola aliran informasi dalam komunikasi horizontal sebagian membentuk pola roda karena terkadang antar sesama bawahan melakukan koordinasi kerja walaupun tidak semua. Hal ini terjadi karena adanya faktor kepentingan, kurang terbuka dalam memberikan informasi, hubungan antar karyawan yang kurang solid bahkan cenderung individualis. Namun tidak menutup kemungkinan terdapat pola lingkaran dimana tidak semua karyawan dapat melakukan komunikasi dengan karyawan lainnya. Misalnya jika divisi
133
operations hendak berkomunikasi dengan divisi finance maka harus melalui procurement & logisitc dahulu. 3.
Dalam aliran informasi pada komunikasi diagonal pada PT Suryasarana Hidupjaya tidak terjadi pola komunikasi roda karena lebih sering terjadi pada situasi informal antar sesama karyawan. Bahkan instruksi dari atasan lintas divisi juga sangat jarang terjadi. Namun jika setiap interaksi harus dilaporkan kepada atasan maka bawahan juga akan merasa enggan berinteraksi dengan siapapun di organisasi.
4.
Pada aliran komunikasi vertikal dalam komunikasi ke bawah ditemukan beberapa hambatan di SH, sebagai berikut: a. Atasan memberikan informasi yang tidak lengkap dan menyeluruh kepada bawahan karena atasan menginginkan bawahan lebih proaktif dalam mencari informasi. Namun bawahan bias saja berpikir atasan enggan berbagi informasi yang diperlukannya. Perbedaan ini karena adanya perbedaan pola piker atasan dengan bawahan. b. Atasan hamper tidak pernah melakukan kunjungan kepada bawahan untuk menanyakan kebutuhan informasi karyawan lingkungan dan situasi kerja yang ada. c. Adanya ketidaktepatan waktu penyampaian informasi kepada bawahan dan kurangnya penjelasan informasi dari atasan secara tertulis. Hal ini berarti bahwa atasan terkadang menyampaikan informasi melalui orang ketiga mengingat mobilitas atasan yang begitu tinggi sehingga bawahan
134
membutuhkan waktu tambahan untuk menanyakan lebih lanjut mengenai informasi tersebut. d. Informasi yang disampaikan hanya sebatas dunia pekerjaan saja. Atasan nampaknya enggan untuk membangun komunikasi interpersonal dengan bawahan. e. Penyaringan informasi oleh bawahan karena ketidakpercayaan terhadap informasi yang diberikan atasan. f. Masih adanya informasi yang terlewatkan bawahan. Informasi ini merupakan informasi yang disampaikan secara tidak langung. Dalam hal ini, apabila terdapat keterlambatan dalam penyebaran informasi maka atasan akan sulit untuk mengambil keputusan karena tidak semua bawahan menerima informasi tersebut. Sedangkan dalam komunikasi ke atas juga terdapat beberapa kendala yang muncul, seperti: a. Tidak adanya penghargaan yang nyata dari atasan atau perusahaan kepada bawahan yang berprestasi. Selain itu, tidak adanya penilaian terhadap kinerja dan jenjang karir yang kurang jelas bagi bawahan sehingga bawahan merasa enggan untuk berkomunikasi dengan atasan. Hal ini karena hal apapun yang disampaikan tidak dapat mendukung peningkatan jenjang karirnya. b. Jenjang struktur kepangkatan yang nampak jelas sehingga komunikasi ke atas sulit dilakukan.
135
c. Jarak struktural atasan bawahan yang nyata menyebabkan tidak adanya kedekatan interpersonal sehingga bawahan sulit berkomunikasi dengan atasan. d. Kondisi
emosional
atasan
yang
menyebabkan
bawahan
enggan
berkomunikasi ketika atasan dalam kondisi bad mood. Hal ini mengakibatkan bawahan kurang leluasa dalam berkomunikasi, timbul rasa ragu dan akan melihat terlebih dahulu situasi emosi atasan sebelum menyampaikan sesuatu. e. Atasan cukup sulit ditemui saat jam kerja karena tingginya mobilitas atasan, hal ini terjadi pada level manager. f. Proses penyampaian saran, usul, ide yang terlalu procedural membuat bawahan menjadi malas berkomunikasi dengan atasan karena informasi apapun harus disampaikan dahulu kepada supervisor. 5.
Dalam aliran komunikasi horizontal ditemukan beberapa hambatan di SH, sebagai berikut: a. Kurangnya keterbukaan antara karyawan mengenai informasi yang diketahuinya. b. Kurang terjalinnya tali persahabatan antar rekan kerja. c. Kurangnya hubungan interpersonal antar rekan sekerja sehingga muncul prasangka, rasa curiga dan kurangnya kesadaran untuk bekerjasama dan saling membantu dalam memerikan informasi yang dibutuhkan.
6.
Pada aliran komunikasi diagonal, hambatan yang muncul tidak begitu mempengaruhi aliran informasi yang terjadi, namun informasi yang beredar
136
di dalamnya lebih seputar hal di luar pekerjaan. Komunikasi ini jarang dilakukan dalam koordinasi kerja, kalaupun dilakukan maka harus memberikan laporan kepada atasan. 7.
Hambatan lain yang ditemukan dalam aliran komunikasi internal di SH antara lain: a. Kurang terjalinnya komunikasi interpersonal atasan dan bawahan. b. Budaya organisasi di SH yang kurang menunjang kinerja bawahan demi kemajuan organisasi. c. Perbedaan pola pikir antar atasan sehingga bawahan memiliki pola komunikasi yang berbeda ketika hendak berkomunikasi dengan tiap manager.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa atasan di SH kurang memperhatikan
aliran
informasi
yang
terjadi
di
organisasi
karena
ketidakmampuan untuk mengatur aliran informasi yang beredar didalamnya. Selain itu, rendahnya tingkat kesadaran organisasi untuk lebih memperhatikan masalah komunikasi dalam organisasi juga turut mempengaruhi hambatan yang terjadi didalamnya. Penelitian ini relevan dengan keilmuan PR karena dari hasil penelitian mengenai pola aliran informasi dalam komunikasi internal organisasi dapat dikemukakan beberapa hal seperti:
137
a. Dari hasil penelitian, ditemukan pentingnya peranan atau fungsi PR dalam suatu organisasi sebagai fungsi manajemen yang menjembatani informasi dengan seluruh stake holder perusahaan. b. Melalui penelitian ini dapat dilihat bahwa kunci sukses seorang PR adalah melalui komunikasi, maka PR dikatakan sukses jika dapat menjalin hubungan yang baik dengan semua khalayaknya. c. Teori komunikasi organisasi menjadi pedoman bagi penulis untuk menganalisis hasil penelitian secara komprehensif, dan didukung dengan teori komunikasi interpersonal. Dalam hal ini, ilmu PR yang ada secara relevan bermanfaat untuk meneliti suatu permasalahan atau fenomena yang terjadi dalam ruang lingkup organisasi. Betapa pentingnya ilmu komunikasi dan aplikasinya dalam mendukung kelancaran aktivitas organisasi di tengah persaingan dunia usaha dewasa ini. d. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi atau memberikan suatu kontribusi studi Public Relations pada umumnya dan di bidang komunikasi internal organisasi secara khusus.
5.2 Saran Peneliti hendak memberikan saran baik secara akademis maupun praktis terkait aliran informasi berdasarkan hasil analisa dan kesimpulan di atas, antara lain:
138
a. Saran Akademis Adapun saran akademis yang dapat diberikan adalah perlu adanya penelitian lebih mendalam mengenai komunikasi interpersonal, budaya organisasi untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kedua hal tersebut terhadap kinerja karyawan.
b. Saran Praktis 1. Atasan sebaiknya memberikan informasi mengenai penilaian kinerja karyawan secara terbuka sehingga bawahan mengetahui dengan jelas dasar penilaian, proses penilaian kinerja dan prestasi. Dalam hal ini ketika bawahan mengetahuinya maka dapat menjadi motivasi kerja bagi karyawan untuk dapat mengukir prestasi di dunia kerja. 2. Atasan harus lebih sering terlibat secara aktif dalam aktivitas bawahannya untuk memberikan masukan berkaitan dengan tugas atau pekerjaan yang bawahan tidak mengerti sehingga tidak hanya sebatas controller saja. Sama halnya pada bawahan bawahan agar lebih proaktif dalam mengemukakan pendapat, ide, saran, keluh kesah kepada atasan. Hal ini bertujuan agar terbina suasana lebih kondusif dibandingkan sebelumnya. Dengan demikian atasan mengetahui secara pasti kebutuhan informasi bawahan maupun apa yang sedang terjadi di lingkungan kerja bawahan. Pada akhirnya, empati dalam human relation akan terbangun yang pada gilirannya akan menciptakan hubungan interpersonal yang baik sehingga
139
mendukung kesuksesan organisasi maupun anggota yang berinteraksi di dalamnya. 3. Atasan sebaiknya memberikan sosialisasi yang terbuka mengenai pemberian penghargaan, jenjang karir di organisasi sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman antara bawahan dan pihak manajemen. Sosialisasi dapat disampaikan secara lisan tulisan, secara langsung maupun tidak langsung. 4. Sudah
seyogyanya
atasan
sebagai
pimpinan
perusahaan
lebih
memperhatikan pengelolaan aliran informasi yang terjadi di organisasi karena dengan adanya aliran informasi internal yang lancar dan efektif akan membantu membentuk citra organisasi yang positif. Pada hakekatnya moral, citra dan keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh cara anggotanya bertingkah laku dan berkomunikasi satu sama lainnya. 6. Untuk dapat menghasilkan kemajuan organisasi yang maksimal, yang perlu ditingkatkan adalah kegiatan yang bersifat human relation. Dengan kegiatan tersebut dapat menjalin hubungan yang lebih harmonis dan dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan hasil yang lebih produktif. 7. Fungsi HR di organisasi sudah seyogyanya dilakukan sebagaimana
mestinya sebagai media yang menjembatani komunikasi atasan dan bawhan. Apabila tidak memungkinkan dapat juga dibentuk divisi baru yang khusus menangani keperluan komunikasi organisasi seperti divisi PR.