BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Pesan yang terkandung dalam kartun editorial disajikan sebagai suatu bentuk kritik sosial yang memiliki kadar humor, mengedepankan estetika serta pesan kritik yang tepat sasaran. Sebagai sebuah editorial, karikatur berusaha untuk bisa menjembatani antara realitas dan kritik melalui gambar yang dimirip-miripkan dengan tokoh yg menjadi sasaranya. T. Susanto dalam (Pramono, 1996:39) menjelaskan, gambar kartun atau karikatur merupakan alat yang paling mudah dan cocok untuk menggambarkan suatu realitas yang terjadi dalam masyarakat. Karikatur dalam surat kabar termasuk kedalam golongan kartun yang sudah diberi beban pesan, kritik, dan sebagainya yang berarti telah menjadi kartun opini (Pramono, 1996:44). Dengan kata lain, kartun yang membawa pesan kritik sosial, yang muncul dalam setiap penerbitan surat kabar adalah political cartoon atau editorial cartoon, atau tajuk rencana dalam versi gambar humor yang biasa kita sebut sebagai karikatur. (Sudarta dalam Sobur, 2003:139). Sebagai kartun opini, ada empat hal yang perlu diingat dalam karikatur, yaitu: pertama, harus informatif dan komunikatif. Kedua harus situasional dengan pengungkapan yang hangat. Ketiga cukup memuat kandungan humor. Keempat, harus 119
mempunyai gambar yang baik (Pramono, 1996:44). Maka tidaklah heran apabila dalam media cetak, karikatur dianggap penting dan disediakan dalam halaman khusus. Tujuannya tentu untuk mengutarakan suatu opini. Pesan yang disampaikan dalam karikatur bahkan mampu lebih kritis terhadap berbagai permasalahan. Penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi korupsi dalam kartun editorial berjudul “Apa Kata Dunia..?” (edisi kasus suap Akil Mochtar) di Kabar Bang One tvOne. Kartun ini tayang pada tanggal 3 Oktober 2013, selang satu hari terungkapnya kasus suap yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan dua pejabat negara dari badan legislatif dan eksekutif. Berdasarkana hasil penelitian
maka dapat disimpulkan, bahwa
representasi korupsi yang terlihat dalam kartun editorial Kabar Bang One tvOne berjudul “Apa Kata Dunia..” (edisi kasus suap Akil Mochtar), sebagai berikut: Makna denotasi korupsi pada kartun editorial “Apa Kata Dunia..?” adalah tikus berpakain hakim sedang mencuci kain dan hasil perasan cuciannya berjatuhan lembaran hijau (uang). Pada frame selanjutnya digambarkan tikus-tikus memakaian stelan jas rapih layaknya manusia, duduk disebuah ruangan bertuliskan Legislatif dan Eksekutif. Tikus-tikus tersebut kemudian berkumpul dalam sebuah ruangan gelap dan kotor dan berlarian, hingga akhirnya masuk dalam jaring yang dibawa oleh sosok Bang One berpakaian ala penyidik KPK dan muncul balon kata 120
bertuliskan “Disita uang 2-3 Miliar”. Frame terakhir, Bang One sebagai ikon tvOne memberikan kritik atas kasus korupsi yang kompak dilakukan lembaga negara Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Sementara itu makna konotasi korupsi dalam kartun editorial Kabar Bang One berjudul “Apa Kata Dunia..?”, menandakan tindak pidana korupsi dilakukan oleh lembaga pemerintahan, seperti Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif secara struktural dan sistematis. Pelaku-pelaku yang mendapat mandat dari UU untuk menjalankan fungsi negara, digambarkan
dalam
kartun
ini
sebagai
pejebat
negara
yang
menyalahgunakan wewenangnya demi kepentingan individual. Simbol tikus mewakili pelaku-pelaku korupsi yang terlibat dalam kasus suap Akil Mochtar. Penggunaan hewan tikus ini melambangkan pelaku korupsi memiliki karakterstik, sifat dan kecerdikan yang dimiliki tikus. Kasus korupsi yang melibatkan pejabat di lembaga peradilan tertinggi di Indonesia ini menjadi besar, sebab pemberitaan tentang kasus suap Akil Mochtar dimuat di media massa luar negeri, seperti The New York Times, The Telegraph, ABC News, Reuters. Dari penjabatan makna denotasi dan konotasi muncul mitos korupsi yang digambarkan dalam kartun editorial Kabar Bang One. Yakni bagaimana praktik korupsi menjadi budaya gotong royong yang melekat dalam birokrasi pemerintahan. Kasus suap merupakan hal yang wajar
121
terjadi disetiap pengambilan keputusan. Praktiknya pun dilakukan secara terorganisir antar instansi pemerintahan. Dengan demikian korupsi dan kekuasaan digambarkan sebuah hal yang tidak dapat terpisahkan. Penggunaan tikus sebagai simbol pelaku korupsi menunjukan kemiripan dengan karakteristik hewan tikus yakni intelegensi yang tinggi cerdik, berkelompok, dan sulit diberantas. Sehingga muncul representasi korupsi dalam kartun editorial yakni sifat pelaku korupsi yang mewakili sifat hewan atau binatang tikus. Korupsi merupakan hasil sinergi atau adanya kerja sama antar lembaga negara seperti Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Praktik korupsi terjadi bukan karena faktor finansial. Melainkan adanya budaya serta lingkungan pekerjaan yang mendukung.
5.2.
Saran Berdasarkan hasil keseluruhan analisis baik data dan permasalahan yang telah dipaparkan sebeumnya, penulis memberikan saran sebagai berikut: a. Akademis Peneliti menemukan beberapa kendala yakni minimnya referensi buku maupun jurnal membahas semiotika yang berkaitan dengan kartun editorial berupa audio visual. Peneliti hanya temukan referensi karun editorial yang biasa disajikan 122
oleh media massa yakni surat kabar, buku atau majalah. Akan sangat bermanfaat munculnya buku-buku yang membahas tentang analisis kartun dari sisi audio visual khusus kartun editorial. b. Praktis Berdasarkan
hasil
analisis,
Kartun
editorial
ini
sebaiknya juga fokus pada permasalahan atau peristiwa yang menjadi tema atau topik yang dimuat dalam kartun editorial. Sehingga selain bersifat menghibur, informasi dan pesan dapat dipahami dan dimengerti oleh penonton. Dengan demikian diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai tingkat kepahaman penonton terkait makna dan tanda dari kartun editorial dalam bentuk audio visual.
123