BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
KESIMPULAN Pembahasan tentang middle income trap (MIT) merupakan diskusi baru
yang mulai banyak dibahas dalam sejak laporan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia pada tahun 2007. Hal ini terkait dengan penurunan pertumbuhan yang banyak dialami oleh negara-negara kawasan Asia Timur. Banyak peneliti yang mulai mengkaji MIT dengan berbagai pendekatan dan metode. Dari berbagai penelitian tersebut banyak ditemukan negara-negara yang terjebak dalam MIT dan berisiko mengalami MIT. Penelitian ini mencoba untuk menjawab pertanyaan yang sering muncul terkait MIT, diantaranya apakah setiap performa pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia malampau performa pertumbuhan economic leader (Amerika Serikat), negara apa saja yang berada pada zona MIT dan negara apa saja yang berisiko terjebak dalam MIT, berapa besar pertumbuhan yang dibutuhkan negara-negara middle income (MICs) agar bisa mencapai zona high income countries (HICs), dan faktor apa saja yang mempenagruhi pendapatan perkapita lima negara MICs ASEAN. Dengan menggunakan analisis Gap dapat diketahui negara apa saja yang melampaui (catch up) relatif terhadap performa pertumbuhan economic leader. Kemudian, negara-negara yang terjabak dalam MIT dapat diketahui dengan menggunkan analisis 9 Grid. Dan dilanjutkan dengan analisis waktu ambang batas (Threshold) yang mengestimasi batas waktu yang dimiliki MICs agar terhindar
dari MIT. Analisis-analisis ini menggunakan GNI per kapita (Konversi Athlas) seduai dengan klasifikasi yang dikeluarkan Bank Dunia (2013) terkait pembagian negara berdasarkan pendapatan. Dengan analisis Threshold ini, pertumbuhan yang dibutuhkan negara zona MICs dapat diestimasi agar terhindar dari MIT. Setelah itu, dari berbagai penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan faktor yang mendorong berbagai negara lolos dari jebakan MIT, penelitian ini mencoba melakukan regresi terhadap pendapatan per kapita dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang diambil yaitu pendidikan, populasi perkotaan, ekspor produk bertekhnologi tinggi, working age population, nilai tukar, sektor industri, dan sektor pertanian. Berdasarkan dari keempat analisis diatas dihasilkan: 1. Analisis Gap menunjukkan bahwa terdapat 25 negara yang mengalami positive rate, artinya performa pertumbuhan pendapatan per kapita negara tersebut lebih buruk dari performa economic leader selama tahun 1985 sampai 2014 (Non-Convergence). Sedangkan 75 negara lainnya berhasil mencapai negative rate, yang berarti performa negara tersebut lebih baik dari economic leader dan mengurangi gap. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa terdapat 78 negara dari 100 negara memiliki pendapatan 40% di bawah Amerika Serikat dan 21 negara lainnya memiliki pendapatan 40% di atas economic leader. 2. Dengan analisis 9 Grid ditemukan 38 negara dari 58 negara bependapatan menengah yang diestimasi, lolos dari MIT dan menjadi negara zona pendapatana tinggi, sedangkan 20 negara lainnya terjebak dalam MIT.
3. Threshold Analysis ditemuakan bahwa rata-rata waktu yang dihabiskan negara berpendapatan menengah dalam menghindari MIT sebesar 25 tahun dengan pertumbuhan rata-rata 10,51 persen. Dengan ambang batas waktu tersebut, ditemukan bahwa dari total 25 negara zona UMICs, hanya China dan Albania yang masih belum terperangkap dalam zona MIT. Sedangkan untuk negara zona LMICs, terdapat 6 negara yang terjebak dalam MIT yaitu Congo, Cote d’Ivoire, Guetemala, Tunisia, Morocco, dan Cameroon. Negara-negara tersebut sudah melebihi threshold number of years atau melebihi 25 tahun berada pada MICs. 4. Untuk lima negara zona MICs di ASEAN, Malaysia dan Thailand masuk dalam kategori UMICs dan terjabak dalam MIT. Malaysia sudah 37 tahun berada pada zona MICs, sedangkan Thailand baru satu tahun berada dalam zona MIT (26 tahun berada dalam zona MICs). Indonesia memiliki threshold number of years selama 13 tahun, dari kurun waktu tersebut dibutuhkan tingkat pertumbuhan 16,6 persen pertahun. Hal ini berarti Indonesia berisiko jatuh dalam jebakan MIT. Filipina mengalami hal yang lebih parah dari Indonesia, dari estimasi penelitian ini ditemukan bahwa Filipina memiliki sudah 19 tahun berada pada zona MIT, artinya negara ini memiliki threshold number of years selama 6 tahun. Tingkat rata-rata pertumbuhan yang harus dicapai Filipina agar terhindar dari MIT ialah sebesar 45,09 persen. Sedangkan Vietnam baru pada tahun 2008 masuk dalam kategori MICs. 5. Terakhir, penelitian ini mencoba melakukan regresi panel pada pendapatan perkapita. Pendidikan, populasi perkotaan, ekspor produk bertekhnologi
tinggi, working age population, nilai tukar, sektor industri, dan sektor pertanian dijadikan sebagai variabel independen. Sample yang digunakan ialah lima negara MICs di kawasan ASEAN yang meliputi Indoensia, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Dalam analisis ini ditemukan bahwa pendidikan, populasi perkotaan, dan industri memiliki pengaruh yang signifikan dalam peningkatan pendapatan per kapita.Untuk
working age
population sektor pertanian, dan nilai tukar memiliki korelasi yang negatif terhadap pendapatan perkapita, namun tidak signifikan. Sedangkan ekspor produk bertekhnologi tinggi memiliki korelasi positif dan tidak signifikan. Penelitian ini diaplikasikan berdasarkan berbagai penelitian tentang faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan per kapita, terutama penelitian Egawa (2013) dan Lubis (2014). Sebagai peneliti kami menyadari bahwa regresi ini banyak sekali kekurangannya, namun hal ini dapat dijadikan referensi dalam penentuan kebijakan agar pertumbuhan ekonomi di negaranegara MICs tidak mengalami penurunan yang mengarah pada MIT.
5.2.
SARAN Dengan berbeagai analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini,
terdapat beberapa saran yang bisa dijadikan referensi bagi pemangku kebijakan agar negara-negara yang berada dalam zona MICs bisa terhindar dari MIT:
1. Negara-negara MICs harus mengantisipasi terjadinya slow down yang menyebabkan MIT dengan meningkatkan performa pertumbuhannya, melihat separuh dari negara zona MICs masuk dalam jebakan MIT pada tahun 2014. 2. Threshold numbers of years yang dimiliki negara MICs dengan rata-rata tingkat pertumbuhan yang dibutuhkan harus menjadi fokus pemerintah (policy maker) dalam meningkatkan pertumbuhannya melalui industrialisasi dan peningkatan pendidikan. Seperti yang dinyatakan oleh Kholil et al. (2011), bahawa industralisasi merupakan salah satu penyebab utama Korea Selatan mampu keluar dari MIT. Sedangkan menurut Birsdall (1995), pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan produktivitas dan menutup celah distribusi pendapatan yang tidak merata. Selain itu, dalam regeresi yang dilakukan penelitian ini menemukan bahwa pendidikan dan industri memilki korelasi positif dan signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita. 3. Indonesia dan Filipina yang berisiko masuk dalam MIT harus benar-benar melakukan transformasi struktural agar terhindar dari MIT (Felipe, 2012). Tingkat pendidikan yang berkualitas dan industri yang sehat juga merupakan faktor penting yang mendorong negara tersebut lolos dari jebakan zona pendapatan menengah (Egawa, 2013; Abdon et al., 2012; Lubis, 2014). Jika performa pertumbuhan Indonesia dan Filipina masih seperti tahun 2000-2014 maka kedua negara ini akan berada pada zona MIT masing-masing pada tahun 2020 dan 2029.