BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa PT Jasa
Raharja sebagai salah satu BUMN di Indonesia telah dapat menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Penerapan Good Corporate Governance di PT Jasa Raharja tidak hanya sebatas pada peraturan-peraturan yang dimiliki oleh perusahaan namun juga telah benar-benar diterapkan dengan baik sehingga PT Jasa Raharja memang dapat dikatakan pantas mendapatkan penghargaan-penghargaan yang diterima perusahaan. Pemenuhan penerapan Good Corporate Governance tercapai melalui pemenuhan prinsip-prinsip GCG yaitu: transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), serta kewajaran dan kesetaraan (fairness). Hal ini sebagaimana pencapaian nilai GCG PT Jasa Raharja sebesar 0,984 yang diperoleh dari hasil kuesioner 57 responden dihitung dengan rumus champion. Dalam penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di PT Jasa Raharja, SPI turut memberikan kontribusi yang signifikan dengan menjalankan fungsinya dengan baik. Hal ini berdasarkan pada penilaian peran SPI menurut perspektif auditor internal dengan pencapaian nilai 0,987 yang diperoleh dari hasil kuesioner 22 responden serta penilaian peran SPI menurut perspektif 140
auditee dengan pencapaian nilai 0,910 yang diperoleh dari hasil kuesioner 35 responden yang dihitung dengan rumus champion. Adapun peranan SPI untuk dapat turut mewujudkan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) adalah sebagai berikut:
Prinsip Transparansi (Transparency) Satuan Pengawasan Intern (SPI) turut berperan dalam pemenuhan prinsip transparansi melalui pemenuhan tugasnya untuk melakukan audit kepatuhan dan operasional yang juga meliputi evaluasi atas sistem pengendalian internal perusahaan secara keseluruhan dan evaluasi manajemen risiko. Pemenuhan prinsip transparansi dalam Good Corporate Governance terlihat saat laporan kinerja perusahaan, laporan terkait evaluasi pengendalian internal, dan manajemen risiko diungkapkan kepada pemangku kepentingan dalam laporan tahunan perusahaan.
Prinsip Akuntabilitas (Accountability) Satuan Pengawasan Intern (SPI) melakukan evaluasi atas pengendalian internal perusahaan yang juga turut memastikan bahwa setiap proses bisnis dan mekanisme yang terdapat dalam perusahaan berjalan dengan baik atau perusahaan telah dikelola secara benar sehingga kinerja perusahaan juga dapat dipertanggungjawabkan yang juga berarti pemenuhan prinsip akuntabilitas. Selain itu, dengan melakukan evaluasi atas pengendalian internal, SPI juga memastikan bahwa kinerja perusahaan serta setiap laporan
141
kinerja
dan
keuangan
yang
dihasilkan
oleh
perusahaan
dapat
dipertanggungjawabkan dan dapat diandalkan oleh pemangku kepentingan.
Prinsip Pertanggungjawaban (Responsibility) Dalam pemenuhan prinsip pertanggungjawaban, SPI berperan sebagai evaluator untuk memastikan bahwa proses bisnis yang dilakukan pada setiap kantor cabang / divisi telah sesuai dengan prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan. Satuan Pengawasan Intern (SPI) juga memastikan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan-peraturan yang mengikat perusahaan. Selain itu, SPI juga memastikan proses bisnis yang dilakukan berjalan dengan penuh tanggung jawab melalui pengawasan dalam penerapan pedoman perilaku (code of conduct) perusahaan yang mengatur hubungan perusahaan dengan pemangku kepentingan.
Prinsip Independensi (Independency) Dalam pemenuhan prinsip independensi perusahaan, SPI turut berperan dalam penerapan Pedoman Benturan Kepentingan. Satuan Pengawasan Intern (SPI) mendapatkan laporan setiap awal tahun buku terkait pengungkapan potensi / benturan kepentingan Direksi dan Dewan Komisaris, serta menerima laporan atas karyawan yang mengalami benturan kepentingan. Selain itu, SPI juga turut menegakkan dan mengawasi penerapan pedoman perilaku (code of conduct) yang juga mengatur tentang benturan kepentingan serta anti suap dan donasi.
142
Prinsip Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Dalam pemenuhan prinsip kewajaran dan kesetaraan, SPI mengawasi penerapan pedoman perilaku (code of conduct) sebagai pegawai yang ditunjuk dan diberikan kewenangan untuk menerima laporan adanya pelanggaran terhadap pedoman perilaku termasuk terkait perlakuan yang adil dan wajar kepada pemangku kepentingan. Selain itu, dalam setiap proses auditnya, SPI juga secara tidak langsung mengawasi suatu proses bisnis yang berjalan pada suatu kantor cabang / divisi sehingga dapat sekaligus mengetahui apakah mekanisme yang diterapkan telah berjalan sesuai peraturan dan pedoman perilaku yang terkait dengan pemenuhan prinsip kewajaran dan kesetaraan.
Dapat diambil kesimpulan bahwa SPI memiliki peran yang penting dalam penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) melalui pemenuhan prinsip GCG yaitu prinsip transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), serta kewajaran dan kesetaraan (fairness).
143
5.2 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan yang mungkin dapat menimbulkan bias dan ketidakakuratan yang dapat memengaruhi hasil penelitian ini. Adapun beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:
Responden dalam penelitian ini hanya berjumlah 57 responden (35 responden auditee dan 22 responden auditor) dari kuesioner yang dibagikan sebanyak 70 kuesioner dikarenakan keterbatasan waktu yang dapat diluangkan oleh pegawai pada jam kantor dan lamanya proses yang ditempuh untuk mendapatkan izin.
Penelitian yang dilakukan hanya melibatkan responden di kantor PT Jasa Raharja di Jakarta, dan tidak melibatkan responden-responden lain yang berkantor di luar kota Jakarta yang mungkin memiliki pemahaman yang berbeda.
5.3 Saran Beberapa saran yang dapat diberikan oleh peneliti setelah melakukan penelitian, analisis dan pembahasan adalah sebagai berikut:
Untuk
Satuan
Pengawasan
Intern
(SPI)
PT
Jasa
Raharja,
dapat
mempertimbangkan saran dari auditee terkait pemilihan area atau topik yang akan diaudit hanya apabila terdapat permasalahan yang dihadapi oleh auditee dikarenakan auditee merupakan pihak yang menjalankan proses bisnis
144
sehingga dapat lebih memahami permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi. Hal ini dimaksudkan agar SPI dapat lebih fokus pada permasalahan-permasalahan
yang
dihadapi
memberikan
serta
berkontribusi
rekomendasi
auditee lebih
sehingga
dapat
banyak
untuk
memberikan nilai tambah bagi auditee. Namun, apabila tidak terdapat permasalahan yang dihadapi auditee, auditor harus dapat menentukan area atau
pun
topik
audit
secara
objektif
dan
independen
dengan
mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai perusahaan yang dapat dilihat dari Key Performance Indicator (KPI) serta risiko-risiko yang ada dalam pencapaian tujuan.
Selain itu, dalam memberikan rekomendasi kepada
auditee, SPI juga perlu menyesuaikan kemampuan dari auditee.
Untuk Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti peranan auditor internal dalam penerapan Good Corporate Governance menurut perspektif auditee pada kantor cabang dengan lokasi yang berbeda-beda dikarenakan masih terdapat kecenderungan persepsi dari auditee yang berbeda terutama yang bekerja di kantor cabang di daerah pelosok Indonesia, yang mungkin masih memiliki pemahaman auditor hanya sebagai “pemeriksa” dari kantor pusat, belum menganggap auditor sebagai mitra kerja yang turut membantu dalam menyelesaikan permasalahan atau sebagai konsultan bagi auditee.
145