104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV Tesis ini, maka dapat ditarik kesimpulan dari rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam tesis ini: 1.
Peraturan Daerah ataupun Peraturan Kepala Daerah yang mengatur tentang Rumah Susun sangat dibutuhkan untuk mengatur rangkaian proses perizinan pembangunan rumah susun, dengan tujuan nantinya memudahkan Kantor Pertanahan setempat untuk menerbitkan Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun kepada konsumen. Kebutuhan tersebut secara tidak langsung disebutkan sebagaimana amanah dari Pasal 27 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun yang mendelegasikan kepada peraturan pelaksananya yaitu pada Pasal 33 dan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Selain itu juga lebih rinci dijabarkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Rumah Susun hal-hal apa saja yang harus diatur melalui peraturan daerah untuk mengatur pembangunan rumah susun di daerah.
105
Disamping itu Kantor Pertanahan setempat tidak bisa memproses penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun apabila pengesahan Akta Pemisahan Rumah Susun tidak dikeluarkan oleh Kepala Daerah setempat dimana tata cara pengesahan tersebut juga perlu diatur melalui peraturan daerah sebagaimana instruksi dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Rumah Susun atau melalui peraturan teknis lainnya. 2.
Notaris berwenang memberikan penyuluhan hukum atas akta yang akan dibuat oleh Notaris kepada penghadap yang datang kepadanya. Selain itu menurut Pasal 15 ayat (2) huruf f UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris juga menjelaskan bahwa Notaris memiliki peran dalam pembuatan suatu akta yang berkaitan dengan pertanahan, dalam hal ini adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Kewenangan tersebut juga dipertegas dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, bahwa proses jual beli satuan rumah susun dapat dilakukan melalui PPJB notaril. Selain itu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berwenang membuat Akta Jual Beli (AJB) atas satuan rumah susun yang bertujuan untuk mengesahkan suatu perbuatan hukum jual beli yang bermaksud untuk pengalihan pemilikan atas satuan rumah susun. Kewenangan tersebut tercantum dalam Pasal 2 Peraturan
106
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah dan dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2011 tentang Rumah Susun. Ketentuan tersebut
menyebutkan bahwa proses jual beli, yang dilakukan sesudah pembangunan rumah susun selesai, dilakukan melalui Akta Jual Beli (AJB) yang mana kewenangan membuat AJB ada pada PPAT. AJB dapat dibuat oleh PPAT apabila telah memenuhi segala persyaratan berkas yang diperlukan sebelum dibuatkan AJB oleh PPAT. 3.
Seluruh pembeli kios di Saphir Square tidak satupun memiliki Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun) sebagai bukti kuat atas kepemilikan yang sah unit kios di Saphir Square dan hanya memiliki Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang telah lunas. Selain itu, Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta tidak mampu melanjtukan pengurusan penerbitan SHM Sarusun akibat tidak ada peraturan daerah ataupun peraturan teknis lainnya yang mengatur tentang rumah susun di Kota Yogyakarta sebagai pedoman untuk memproses penerbitan SHM Sarusun. Akibat kondisi tersebut, pada saat PT. Saphir Yogya Super Mall diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang, tidak satupun pemilik kios yang memiliki SHM Sarusun. Dengan demikian status kepemilikan kios oleh pembeli kios tidak penuh dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat karena pembeli kios
107
tidak memiliki SHM Sarusun, sehingga para pembeli kios ditempatkan sebagai kreditor konkuren dalam kepailitan PT. Saphir Yogya Super Mall. B. Saran Berdasarkan kesimpulan atas pembahasan dari rumusan masalah tersebut diatas, maka berikut beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan: 1. Kebutuhan Peraturan Daerah yang mengatur tentang rumah susun sangat dibutuhkan dan jelas telah disebutkan oleh peraturan perundang-undangan dalam mengatur pembangunan rumah susun di kabupaten/kota yang sedang mengalami pembangunan rumah susun. Peraturan Daerah tersebut akan memberikan jaminan kepastian hukum bagi pelaku pembangunan atas bangunan rumah susun yang mereka bangunan dan mempermudah
pelaku
pembangunan
untuk
memperoleh
pengesahan atas dokumen-dokumen persyaratan untuk nantinya memproses penerbitan SHM Sarusun di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sebagai bentuk pemenuhan kewajiban pelaku pembangunan memenuhi hak kepemilikan atas satuan rumah susun bagi konsumen. 2. Dalam suatu transaksi jual beli satuan rumah susun, sebaiknya dituangkan dalam bentuk akta autentik, selain untuk menjamin kepastian hukum suatu perbuatan hukum, juga memberikan kekuatan hukum tersendiri kepada para pihak apabila nantinya terdapat salah satu pihak wanprestasi dalam memenuhi
108
kewajiban yang tertuang didalam ketentuan perjanjian jual beli satuan rumah susun. Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai bentuk pengikatan awal atas suatu jual beli satuan rumah susun selama masih dalam pembangunan, dan Akta Jual Beli sebagai akta yang menerangkan pengalihan dan pemilikan atas satuan rumah susun manakala pembangunan rumah susun telah selesai dan segala persyaratan pembuatan akta jual beli telah terpenuhi. 3. Bagi siapapun yang berencana untuk membeli satuan rumah susun, sebaiknya teliti terlebih dahulu terutama terkait dengan dasar hukum pembangunan rumah susun di daerah serta legalitas kepemilikan atas satuan rumah susun yang nantinya akan menjadi hak bagi pembeli sebagai bukti sah secara hukum atas kepemilikan satuan rumah susun.