BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan untuk mempertahankan pernikahan setelah perselingkuhan suami. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dalam bagian ini akan dijelaskan lebih jauh mengenai kesimpulan, dan saran yang dapat digunakan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya. 5.1 Kesimpulan Dari uraian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Ketiga subjek menilai bahwa perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya merupakan suatu hal yang menyakitkan bagi diri mereka. Mereka juga mengatakan bahwa perselingkuhan tersebut terjadi karena faktor yang ada dalam diri subjek seperti kurang perhatian atau tidak memenuhi
harapan
suami.
Sehingga
ketiganya
bersedia
untuk
memperbaiki diri setelah perselingkuhan tersebut. Ketiga subjek melihat bahwa perselingkuhan yang dilakukan oleh suami merupakan suatu hal yang sangat menyakitkan. Emosi yang negatif seperti hilangnya kepercayaan diri, hilangnya harga diri, kekecewaan, merasa dibohongi ataupun merasa terhina, muncul seiring diketahuinya perselingkuhan tersebut.
1
2. Ketiga subjek mengatakan bahwa faktor yang paling berperan untuk mempertahankan pernikahan adalah anak. Di mata ketiga subjek, anak memiliki nilai yang sangat tinggi sehingga subjek pun mau bertahan meskipun telah disakiti hanya karena anak. Faktor lain yang berperan adalah biaya hidup. Hal ini disebabkan karena subjek tidak memiliki pekerjaan saat itu. Faktor lain yang penting adalah adanya pandangan buruk mengenai perceraian baik di mata agama, keluarga, ataupun di mata masyarakat. 3. – Reward yang didapatkan oleh ketiga subjek yaitu cinta dari anak ataupun suami dan status baik di mata agama, di mata hukum ataupun di mata masyarakat. Reward
yang mereka dapatkan juga berupa uang yaitu
penanggungan biaya hidup dan informasi baik berupa informasi tentang profesi subjek ataupun tentang agama. – Cost yang didapat adalah pertengkaran yang disebabkan karena adanya perbedaan karakteristik diantara pasangan, perlakuan kasar dari suami dan tidak bisa melakukan aktivitas karena dilarang oleh suami. Pada subjek lain, cost yang diterima adalah pertengkaran yang diakibatkan karena kesalahpahaman dan rasa cemburu. Ketiga subjek mengatakan bahwa mereka pun memiliki ketakutan bahwa perselingkuhan tersebut akan terjadi lagi. – Ketiga subjek menggunakan prinsip, harapan, pengalaman orang lain, dan agama sebagai standard an mengevaluasi outcome yang diterima dari pernikahannya. Prinsip pernikahan yang dipegang adalah suami harus
2
memperlakukan istri dengan baik dan memberikan kesempatan pada istri untuk berkembang, pernikahan merupakan tempat untuk bekerja sama baik dalam mendidik anak ataupun mencari nafkah dan juga sebagai ladang pahala, serta keluarga merupakan tempat untuk mencurahkan semua suka dan duka. Harapan ketiganya akan pernikahan adalah pemenuhan kebutuhan lahir dan batinnya, kehangatan, motivator ataupun menjadi tempat berbagi pengalaman, tidak ada orang ketiga yang terlibat dalam rumah tangganya, dan menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Ketiganya pun menggunakan pengalaman orang lain sebagai sebuah standar. Satu subjek menggunakan agama juga sebagai standar dalam mengevaluasi outcome. – Ketiga subjek mengatakan bahwa mereka mengalami kepuasan terhadap pernikahannya. Meskipun dengan derajat kepuasan yang berbeda dan dengan alasan yang berbeda. – Ketiga subjek mengatakan bahwa perceraian dapat membawa dampak buruk terutama di mata keluarga, masyarakat, ataupun agama. Perceraian akan menyebabkan mereka kehilangan orang yang menanggung biaya hidup dan dapat membawa dampak buruk bagi anak. Terdapat satu subjek yang menganggap bahwa perceraian dapat membawa dampak positif bagi dirinya yaitu dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan karirnya. – Investasi yang telah diberikan oleh ketiga subjek adalah melayani kebutuhan suami dan anak, mengorbankan karir yang sudah mapan demi
3
menikah dengan suami, perilaku lebih banyak mengalah dan juga investasi dalam
bentuk
materi
yaitu
berupa
mobil
dan
rumah.
Setelah
perselingkuhan terjadi, ketiga subjek mengatakan bahwa mereka menginvestasikan lebih banyak lagi dalam pernikahannya dengan memberikan pelayanan dan perhatian yang lebih demi meningkatkan kembali kepuasan akan pernikahannya. 4. Reward yang didapatkan oleh ketiga subjek memiliki nilai yang lebih besar dibanding cost yang diterima sehingga outcome yang dihasilkan pun positif. Outcome tersebut kemudian dibandingkan dengan menggunakan standar tertentu atau comparison level pada tiap subjek. Ketiga subjek memiliki kesamaan dimana outcome yang diterima melebihi comparison level yang dimiliki subjek sehingga menimbulkan kepuasan akan pernikahan. Kemudian, ketiga subjek melakukan penilaian akan alternatif yang tersedia. Ketiganya menganggap bahwa alternatif yang tersedia yaitu perceraian lebih akan memberikan dampak buruk dibandingkan dampak positifnya. Ditambah lagi mereka telah menanamkan investasi yang cukup banyak dalam hubungan tersebut sehingga menguatkan keputusan untuk mempertahankan pernikahan. 5. Ketiga subjek menganggap bahwa keputusan yang diambil saat itu merupakan keputusan terbaik berdasarkan pertimbangan yang telah dilakukan. Meskipun keputusan tersebut belum tentu bersifat permanen. Hal ini hanya terjadi pada satu subjek sedangkan dua subjek lainnya menganggap bahwa keputusan tersebut berlaku untuk selamanya.
4
5.2 Diskusi Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti menemukan beberapa hal yang menarik untuk dikaji. Pertama, ketiga subjek mengatakan bahwa anak merupakan alasan terbesar dalam mempertahankan pernikahan. Akan tetapi, apabila dilihat lebih dalam, alasan uang menjadi faktor yang berada di balik itu. Anak dan uang memiliki keterikatan satu sama lain. Ketiga subjek mengatakan bahwa mereka tidak mau berpisah karena anak dengan kata lain apabila berpisah dari suami maka tidak ada lagi yang menanggung biaya hidup anaknya. Sehingga dapat dikatakan bahwa uang menjadi faktor yang sama pentingnya seperti anak. Kedua, peneliti menganggap bahwa penggunaan teori interdependence sudah bisa menjelaskan dinamika yang terjadi dalam proses pengambilan keputusan untuk mempertahankan pernikahan. Akan tetapi, ada beberapa kesulitan yang terjadi. Pertama, masing-masing subjek memiliki penilaian yang berbeda terhadap cost dan reward yang mereka terima. Untuk melihat outcome yang diterima reward dan cost tersebut ditimbang untuk melihat mana yang lebih banyak. Menurut peneliti kuantitas dari sebuah reward dan cost tidak bisa menjadi patokan utama dalam memutuskan outcome. Tetapi kualitas dari reward ataupun cost yang juga menjadi pertimbangan penting. Sebagai contoh, salah satu subjek menganggap bahwa kehadiran seorang anak sangat bernilai baginya dan mampu mengalahkan penderitaan yang dialaminya. Jika dilihat dari segi kuantitas, reward yang didapatkan subjek
5
tersebut tidak sebanyak cost yang diterimanya. Tetapi karena reward yang didapatnya sangat bernilai baginya sehingga dianggap mampu melebihi cost yang diterima. Hal ini membuktikan pernyataan Brehm (1992) yang mengatakan bahwa salah satu kekurangan teori interdependence adalah tidak mampu menilai kualitas dari tiap reward ataupun cost yang ada karena sebagai anggota masyarakat, tidak ada indikator pasti mengenai sebuah nilai tertentu tidak seperti dalam dunia ekonomi dimana untuk menilai sesuatu seseorang tinggal melihat harga yang tercantum dalam sebuah barang. Kesulitan kedua adalah, sulitnya mengelompokkan suatu hal sebagai cost ataupun investasi. Investasi merupakan hal yang diberikan oleh individu dalam sebuah hubungan yang tidak bisa diambil ketika hubungan tersebut berakhir. Peneliti melihat bahwa investasi juga dapat dikatakan sebagai sebuah pengorbanan. Pengorbanan terkadang menyakitkan hati sehingga sedikit rancu dengan cost. Hal ini pun didukung oleh Taylor, Peplau, dan Sears (2006) yang mengatakan bahwa seringkali terjadi kebingungan dalam mengelompokkan cost dan pengorbanan. Taylor, Peplau, dan Sears (2006) menjelaskan lebih lanjut bahwa cost merupakan kejadian yang dipersepsi sebagai hal yang tidak menyenangkan atau dengan kata lain cost merupakan suatu hal yang negatif. Sedangkan pengorbanan merupakan sesuatu yang dilakukan untuk kebaikan pasangan ataupun kebaikan hubungan tersebut. Sehingga dilihat sebagai suatu hal yang positif. Ketiga, Foa dan Foa mengkategorikan resources atau reward menjadi 6 yaitu cinta, uang, jasa, barang, status, dan informasi. Akan tetapi, dari hasil
6
penelitian tampaknya tidak semua reward dapat dimasukkan ke dalam kategori tersebut terutama untuk sesuatu yang bersifat psychological reward. Seperti contohnya pada Amanda dimana subjek mendapatkan kenyamanan selama berada di rumah karena ia merasa sebagai seorang istri ia berhak melakukan apa saja di rumah tersebut. Tetapi hal tersebut bukan karena suasana rumah yang nyaman dan tentram. Apabila dalam bahasa inggris, rumah disini dalam artian “house” bukan “home”. Sehingga ada kesulitan untuk memasukkannya ke dalam kategori menurut Foa dan Foa. Keempat, peneliti melihat ada kecenderungan tipe keluarga tertentu memiliki hubungan dengan pengambilan keputusan untuk mempertahankan pernikahan. Dua orang subjek dengan tipe keluarga tradisional mengatakan bahwa salah satu alasan mereka bertahan adalah karena biaya hidup. Dimana dalam keluarga tradisional istri tidak bekerja dan hanya mengurus anak. Sehingga dengan pola kehidupan rumah tangga seperti itu, kecenderungan untuk mempertahankan pernikahan karena masalah keuangan pun akan meningkat. Sedangkan pada satu orang subjek dengan tipe keluarga modern, masalah biaya hidup tidak terlalu menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk mempertahankan pernikahan. Kelima, ada kecenderungan bahwa pemaafan terhadap perilaku selingkuh suami berhubungan dengan jenis perselingkuhan yang dilakukan. Hal ini terlihat pada C dimana perselingkuhan yang dilakukan suaminya sebatas selingkuh emosi sedangkan perselingkuhan yang dilakukan oleh suami A dan B melibatkan selingkuh emosi, terutama pada A juga melibatkan selingkuh
7
fisik. Harris (dalam Sabini & Green, 2004) mengatakan bahwa perselingkuhan emosi lebih menyakitkan dibandingkan dengan selingkuh secara seksual. Thompson (dalam Boekhout, Hendrick, 1998) mengatakan rumah tangga seseorang yang pasangannya terlibat dalam hubungan selingkuh emosi dan fisik akan lebih bermasalah dibandingkan pasangan yang terlibat selingkuh emosi atau fisik saja. 5.3 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memiliki beberapa saran berkaitan dengan topik perselingkuhan agar bisa dikembangkan dan lebih baik pada penelitian selanjutnya. Saran tersebut berupa saran yang berkaitan dengan metodologis dan teoritis. Saran teoritis 1. Peneliti menganggap bahwa faktor kepribadian memiliki pengaruh yang cukup tinggi dalam pengambilan keputusan seseorang setelah perselingkuhan. Hal ini didapat peneliti dari proses wawancara yang dijalani dimana peneliti melihat perbedaan karakteristik pada masing-masing subjek dan pengaruhnya terhadap penilaian yang dilakukan terhadap perselingkuhan yang terjadi. Faktor kepribadian ini juga memiliki pengaruh dalam menentukan apakah suatu hal dapat dinilai sebagai reward atau cost bagi seseorang. Masingmasing memiliki penilaian yang berbeda mengenai reward ataupun cost yang mereka terima dari pernikahannya. Hal ini didukung
8
dengan penelitian Stangl (1993) yang melihat hubungan antara kepribadian dengan struktur preferensi resources yang diterima. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa orang yang memiliki orientasi interpersonal yang tinggi dan mudah bergaul memiliki kebutuhan akan cinta yang tinggi. Hal ini bertolak belakang dengan orang yang pragmatic dan menyukai kebebasan, dimana mereka memiliki kebutuhan akan cinta yang rendah sedangkan kebutuhan akan uang dan barang yang tinggi. Kebutuhan akan uang dan barang yang tinggi juga terdapat pada orang yang matrealistik, memiliki inisiatif dan aktif. Akan tetapi, pada orang dengan tipe kepribadian tersebut memiliki kebutuhan akan status yang rendah. Hal sebaliknya terjadi pada orang yang memiliki orientasi interpersonal tinggi, menunjukkan kekuatan ego yang rendah dan mencari penerimaan sosial. Orang dengan tipe tersebut memiliki kebutuhan akan status yang tinggi tetapi dengan kebutuhan akan informasi yang rendah. Sehingga untuk penelitian selanjutnya faktor kepribadian perlu dikaji lebih dalam. 2. Penggunaan
teori
interdependence
dianggap
sudah
bisa
menjelaskan dinamika proses pengambilan keputusan untuk mempertahankan pernikahan. Untuk selanjutnya, diharapkan teori ini bisa digali lebih dalam dengan menerapkannya pada topik lain seperti
alasan
orang
melakukan
perselingkuhan
ataupun
9
pengambilan keputusan untuk memutuskan hubungan akibat perselingkuhan. 3. Ketiga orang subjek mengakui bahwa tidak ada permintaan maaf dari suami akan perselingkuhan yang telah dilakukannya. Peneliti mengasumsikan bahwa hal ini berkaitan dengan ego seorang pria ataupun adanya perbedaan gender dalam menanggapi masalah perselingkuhan. Sehingga hal ini sangat menarik untuk dikaji lebih dalam. 4. Masalah hubungan seksual pada pasangan dirasa perlu menjadi perhatian tersendiri karena hal tersebut juga memiliki pengaruh terhadap alasan suami berselingkuh terutama pada suami yang melakukan perselingkuhan fisik dengan wanita lain.
Saran Metodologis 1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya jumlah subjek diperbanyak dengan variasi kasus seperti misalnya dengan memasukkan subjek yang belum memiliki anak dan subjek yang sudah mapan dalam pekerjaan. Sehingga dapat dilihat variasi dan keunikan tiap kasusnya. 2. Sebaiknya wawancara juga dilakukan dengan pihak suami. Sehingga data yang dihasilkan akan lebih kaya. 3. Perlu adanya rapport yang lebih baik dengan subjek mengingat permasalahan yang dibahas cukup personal dan sensitif. Sehingga
10
subjek akan lebih terbuka dalam memberikan informasi yang dibutuhkan. 4. Perlunya pembatasan masa terjadinya perselingkuhan. Wawancara lebih
baik
dilakukan
dengan
subjek
yang
mengalami
perselingkuhan kurang dari 10 tahun yang lalu. Hal ini bisa saja mengurangi keakuratan data karena ada faktor lupa didalamnya dan ketidakinginan mengungkit luka lama sehingga menghambat dalam mengumpulkan data.
11