BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Terdapat pengaruh positif variabel kejelasan (clarity) pada kecenderungan untuk berkonfrontasi (menegur) pelaku korupsi. Semakin tinggi tingkat kejelasan, kecenderungan pegawai untuk berkonfrontasi dengan menegur langsung pelaku akan meningkat. 2. Aspek kejelasan tidak terbukti berpengaruh positif pada kecenderungan untuk lapor kepada atasan. Hal ini kemungkinan karena adanya personal cost bagi seorang pelaku whistleblower. 3. Terdapat pengaruh negatif variabel kejelasan pada kecenderungan untuk lapor melalui saluran internal. Semakin tinggi tingkat kejelasan, kecenderungan pegawai untuk lapor menggunakan saluran internal akan menurun. 4. Aspek kejelasan (clarity) tidak terbukti berpengaruh secara negatif pada kecenderungan untuk mengabaikan. 5. Terdapat pengaruh negatif variabel kesesuaian (congruency) perilaku atasan dengan kecenderungan untuk berkonfrontasi dengan pelaku. Semakin tinggi tingkat kesesuaian perilaku atasan terhadap aturan etika, maka kecenderungan pegawai untuk menegur pelaku akan menurun. 6. Aspek kesesuaian perilaku atasan dengan etika organisasi tidak terbukti berpengaruh positif pada kecenderungan untuk lapor kepada atasan. Hal ini
104
dikarenakan adanya proses pengalihan tanggung jawab kepada atasan untuk mengatasi pelanggaran etika. 7. Terdapat pengaruh positif variabel kesesuaian perilaku atasan dengan kecenderungan untuk lapor melalui saluran internal. Semakin tinggi tingkat kesesuaian perilaku atasan terhadap aturan etika, kecenderungan pegawai melaporkan pelaku menggunakan saluran internal akan meningkat. 8. Terdapat pengaruh positif variabel kesesuaian perilaku atasan dengan kecenderungan untuk lapor melalui saluran eksternal. Semakin tinggi tingkat kesesuaian perilaku atasan terhadap aturan etika, kecenderungan pegawai untuk melaporkan pelaku menggunakan saluran eksternal akan meningkat. 9. Aspek dukungan (supportability) tidak terbukti berpengaruh positif dengan kecenderungan untuk melakukan konfrontasi dengan pelaku. 10. Aspek dukungan tidak terbukti berpengaruh positif dengan kecenderungan untuk lapor atasan. 11. Terdapat pengaruh negatif variabel dukungan (supportability) di dalam organisasi dengan lapor melalui saluran internal. Semakin tinggi tingkat dukungan dari organisasi, maka kecenderungan pegawai untuk melaporkan pelaku melalui saluran internal justru akan menurun. 12. Aspek dukungan tidak terbukti berpengaruh negatif dengan kecenderungan pegawai untuk mengabaikan tindakan pelanggaran. Berkaitan dengan aspek ini, hasil yang tidak sesuai dengan hipotesis awal ini diperkirakan berhubungan dengan struktur organisasi, dimana ada teori yang menyebutkan
105
whistleblowing system lebih mudah diterapkan di organisasi kecil dengan struktur yang sederhana atau organisasi dengan saluran komunikasi yang baik. 13. Aspek berdampak (sanctionability) tidak terbukti berpengaruh positif dengan kecenderungan untuk melakukan konfrontasi dengan pelaku. 14. Terdapat pengaruh positif variabel berdampak terhadap lapor kepada atasan. Semakin tinggi tingkat berdampak akan meningkatkan kecenderungan pegawai untuk melaporkan pelaku korupsi kepada atasan. 15. Terdapat pengaruh positif variabel berdampak terhadap lapor menggunakan saluran internal. Semakin tinggi tingkat berdampak akan meningkatkan kecenderungan pegawai untuk melaporkan pelaku menggunakan saluran internal. 16. Hasil pengujian uji signifikansi menunjukkan aspek berdampak tidak terbukti berpengaruh negatif dengan kecenderungan untuk mengabaikan namun persamaan regresi yang terbentuk menunjukkan hubungan bernilai negatif. 17. Terdapat pengaruh positif variabel berdampak terhadap lapor menggunakan saluran eksternal. Semakin tinggi tingkat berdampak akan meningkatkan kecenderungan pegawai untuk melaporkan tindakan korupsi melalui saluran eksternal.
5.2 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan terbatas pada KPP sebagai salah satu unit kerja di DJP sehingga belum bisa menggambarkan keseluruhan sikap dari pegawai DJP apalagi Departemen Keuangan. Masih ada unit organisasi lain yang belum diteliti
106
misalnya Kantor Wilayah, Kantor Pusat yang memiliki struktur jauh lebih kompleks. Penelitian hanya melihat dampak variabel budaya etis (ethical culture): kejelasan, kesesuaian, dukungan dan berdampak. Masih ada variabel lain dalam ethical culture yang belum diteliti. Dari konteks organisasi masih iklim etis dan struktur organisasi yang juga mempengaruhi tindakan pegawai. Selain itu masih ada aspek individual dan aspek budaya yang memengaruhi seorang whistleblower.
Salah satu keterbatasan terbesar dari penelitian ini adalah berkaitan dengan data. Data yang valid dan reliabel sangat sulit diperoleh ketika mempelajari topik yang sensitif seperti respon terhadap pelaku pelanggaran (Miceli dan Near, 1995). Aspek kepercayaan responden terhadap peneliti, merupakan hal yang penting untuk mendapatkan data yang akurat. Penggunaan anonimitas (tanpa nama) dan penggunaan amplop tertutup diharapkan bisa mengurangi dampak bias dari penelitian ini. Keterbatasan selanjutnya adalah penggunakan kuesioner dengan model yang sederhana sebagai alat ukur. Pengukuran aspek kejelasan misalnya, tidak menggambarkan “bentuk kejelasan” yang membuat karyawan mau mengambil suatu tindakan tertentu. Variabel tindakan juga kurang terperinci karena hanya melihat tanggapan secara umum. Kelemahan berikutnya berhubungan dengan sifat alami dari penelitian dengan kuesioner yang kadang menimbulkan sifat subjektifitas responden, kemungkinan adanya sikap self-report, defensiveness dan generalisasi berlebihan. Selain itu munculnya konsekuensi yang lain berupa kemungkinan dalam menjawab setiap pertanyaan kurang berkonsentrasi karena pengisian kuesioner dilakukan di sela-sela pelaksanaan tugas kerja.
107
5.3 Saran 1. Penulis menyarankan agar penelitian selanjutnya melibatkan cakupan organisasi yang lebih luas dengan melibatkan Kantor Wilayah dan Kantor Pusat, agar benarbenar bisa mencakup konteks organisasi yang lebih luas dan mewakili populasi Direktorat Jenderal Pajak atau bahkan Kementerian Keuangan. 2. Penelitian selanjutnya hendaknya melibatkan variabel ethical culture selain kejelasan, kesesuaian, dukungan dan berdampak. Untuk melengkapi aspek organisasional, penelitian diperluas meliputi iklim etis dan struktur yang ada di organisasi. Penelitian juga perlu dikembangkan ke arah aspek individual seperti: karakteristik pelaku whistleblower, perhitungan biaya dan manfaat, motivasi dan aspek budaya yang mempengaruhi. 3. Penelitian selanjutnya bisa menggunakan model yang lebih detil. Aspek kejelasan misalnya bisa dikembangkan dengan lebih detil, kejelasan seperti apa yang harus dimiliki karyawan ketika merespon suatu pelanggaran tertentu. Aspek kesesuaian, bagaimana contoh perilaku yang ditunjukkan atasan jika ada laporan pelanggaran etika. Aspek dukungan, dukungan seperti apa yang dibutuhkan karyawan agar mau menjadi whistleblower. Aspek berdampak, apakah laporan diapresiasi atau didorong di dalam organisasi. Sedangkan respon karyawan bisa dibuat lebih detil seperti laporan internal bisa dipecah lagi laporan kepada bagian kepegawaian, pengaduan, pengawasan internal, level atasan yang dilapori, sedangkan pihak luar bisa diberikan pilihan KPK, Polri, Kejaksaan, DPR atau Komisi Ombudsman. 4. Melihat pengaruh aspek berdampak yang berhubungan positif terhadap internal whistleblowing (lapor atasan dan lapor melalui hotline), ada baiknya jika DJP memperkuat aspek ini. Namun dalam pelaksanaannya harus hati-hati karena
108
aspek berdampak ternyata juga berpengaruh positif terhadap lapor menggunakan saluran eksternal. Agar pegawai mau mempergunakan saluran internal, perlu ada dukungan dari manajemen puncak (para pengambil keputusan) dengan sesering mungkin melakukan sosialisasi. Hal ini sebagai sinyal kepada pegawai bahwa mereka bersungguh-sungguh mendukung sistem ini. 5. Penguatan aspek berdampak, dapat dilakukan dengan membuat aturan yang memiliki kepastian hukum yang mampu melindungi sekaligus memberi penghargaan yang layak kepada pelaku whistleblowing. Peraturan yang dibuat tidak hanya melindungi seorang whistleblower agar “tidak kehilangan pekerjaannya” tetapi bagaimana membuat pelaku “tidak perlu bekerja lagi” jika hal yang mereka laporkan terbukti benar. 6. Sedangkan dari sisi manajemen, kebijakan yang bisa dilakukan untuk mendukung whistleblowing system adalah:
a. Manajemen hendaknya berfokus kepada pelanggaran yang dilaporkan dan bukan kepada pelapor. b. Tindakan nyata melindungi pihak yang melaporkan (aturan dan bukti). c. Menyusun standar laporan investigasi pada pelanggaran agar bisa menangani pelanggaran secara menyeluruh dan terjadwal. d. Membuat sistem yang membuat dilakukannya tindakan korektif secara cepat dan terbuka ketika pelanggaran sudah terbukti. e. Menyediakan beberapa saluran untuk lapor, sehingga pegawai dapat
memilih saluran yang membuatnya merasa nyaman. f. Sistem pelaporan yang menyediakan umpan balik sehingga metode ini
dapat terus diperbaharui.
109